Anda di halaman 1dari 18

EKSPERTISE KASUS

A. KASUS

Sampel darah pasien laki-laki usia 50 tahun dikirim ke laboratorium sentral


RSUP Dr. M. Djamil tanggal 23 Agustus 2021 dengan keterangan klinis
seminoma prostat untuk pemeriksaan serologi.

Hasil Pemeriksaan Serologi Tanggal 4 Mei 2021


Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Metode
Beta-HCG >10.000 mIU/mL ≤ 1 mIU/mL= Electro-
Wanita chemiluminescence
premenopause immunoassay
≤ 7 mIU/mL= (ECLIA)
wanita
postmenopause
< 2 mIU/mL=
Laki-laki
AFP 0,9 IU/mL 0-10 Enzyme-Linked
Fluorescence Assay
(ELFA)

Kesan: Beta-HCG meningkat

DATA TAMBAHAN
Anamnesis
Keluhan Utama:
Badan lemas sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Badan lemas sejak 2 hari yang lalu

 Riwayat nyeri pada kemaluan disangkal


 Riwayat nyeri pinggang dan panggul disangkal

 Riwayat buang air kecil berdarah atau bernanah disangkal

 Riwayat buang air kecil keluar pasir disangkal

 Riwayat demam disangkal


1
 Pasien direncanakan kemoterapi.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien sudah menjalani orchiectomy dextra pada tanggal 30 Juli 2021

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

 Riwayat kanker pada keluarga disangkal.

Pemeriksaan Fisik:

Kesadaran : kompos mentis kooperatif

Keadaan umum : sedang

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,5 ℃

Frekuensi nafas : 18 x/menit

Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal

Kelenjar getah bening : tidak ditemukan kelainan


Mata : tidak ditemukan kelainan

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : tonsil dan faring tidak hiperemis

Leher : JVP 5-2 cmH2O


Dada Paru : Inspeksi : tampak simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus normal kanan = kiri

2
Perkusi : paru kanan-kiri sonor
Auskultasi : bronkovesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari lateral


linea media clavicula sinistra RIC V

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : irama teratur, gallop (-), murmur (-)


Abdomen : Inspeksi: tidak tampak distensi

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus dalam batas normal

Alat kelamin : tidak ada kelainan

Anus : tidak ditemukan kelainan,


Ekstremitas : akral hangat, oedema -/-

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Tanggal 3 Agustus 2021
Makroskopik : 2 potong jaringan putih kecoklatan, kenyal padat dan sudah
dibelah ukuran 20x12x3 cm penampang putih kecoklatan dengan bagian yang
rapuh. A. Dari massa, 5 cup. B. Dari bagian lain 1 cup, sisa (+)
Mikroskopik :
a. Dari massa mikroskopik tampak potongan jaringan dengan stroma jaringan
ikat mengandung proliferasi sel-sel yang poligonal, unifrom, inti besar, ditengah,
kromatin granular halus, anak inti besar ditengah, beberapa tampak multipel,
mitosis mudah ditemukan, sitoplasma banyak jernih, membran sel tampak jelas.
Sel-sel ini tersusun membentuk sarang-sarang dan lembaran solid dipisahkan oleh
septa jaringan ikat yang bersebukan ringan-sedang limfosit, histiosit dan sel
plasma serta kapiler-kapiler yang hiperemis. Tampak pula kelompokan padat
limfosit, histiosit dan sel plasma serta diantara sel tumor serta area-area nekrosis
3
yang luas.
b. Dari bagian lain mikroskopik tampak potongan jaringan ikat dan lemak
mengandung pembuluh-pembuluh darah yang hiperemis sebagian berdinding
tebal. Lumen ada yang berisi kelompokan sel-sel tumor seperti sediaan A.
Kesimpulan: Seminoma

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik 23 Agustus 2021


Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan Metode
Ureum 24 mg/dL 10-50 Kolorimetri
Kreatinin 1,3 mg/dL 0,8-1,3 Jaffe
SGOT 36 U/L <38 Uji UV
SGPT 7 U/L <41 Uji UV
LDH 2472 U/L 135-225 UV assay
Kesan: LDH meningkat

Hasil Pemeriksaan Hematologi Tanggal 23 Agustus 2021

Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan Metode


Hemoglobin 12,0 g/dl 13-16 Cyanide free
hemoglobin
spectrophotometry
Leukosit 6.170 /mm3 5.000-10.000 Laser optical
flowcytometri
Eritrosit 4,26 Juta 4,0-4,5 Electronic
Trombosit 348.000 /mm3 150.000-400.000 impedance with
hydrodynamic
focusing DC
Hematokrit 36 % 37-43 RBC pulse height
detection
Hitung jenis
Basofil 0 % 0-1,0
Eosinofil 2 % 1,0-3,0
Neutrofil batang 0 % 2,0-6,0 Manual
Neutrofil segmen 67 % 50-70
Limfosit 23 % 20-40
Monosit 8 % 2,0-8,0

Kesan : Hasil dalam batas normal.

Diagnosis Kerja : Seminoma Testis

Pemeriksaan Anjuran : USG Testis

Terapi : Bleomycin 50 unit


Etoposide 150 mg/m2
Cisplatin 30 mg/m2
4
B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Seminoma Testis

1.1 Definisi dan Epidemiologi Seminoma Testis

Seminoma testis adalah tumor testis yang berasal dari sel germinalatau
jaringan stroma testis. Kanker testis merupakan 1-2% dari seluruh tumor pada
laki-laki pada rentang umur 15-35 tahun. Jenis germ cell tumor (GCT) merupakan
95% dari keseluruhan kanker testis. Germ cell tumor (GCT) dibagi menjadi
seminoma dan non seminoma berdasarkan bukti histologi dan kriteria
laboratorium. Serum tumor marker berperan penting dalam penetuan nodus tumor
dan staging metastasis kanker testis. Penentuan staging kanker testis dapat
dipastikan setelah radikal orchiectomy (Syamsuhidayat et al, 2017).

1.2 Epidemiologi

Insidens tumor testis terdapat variasi nyata geografis dan etnis. Denmark
memiliki insidens tertinggi, disusul orang kulit putih Amerika Utara dan Eropa
Barat, sedangkan Asia dan Afrika serta orang kulit hitam Amerika Utara memiliki
insidens terendah. Insidens di Cina sekitar 1:100,000 (Desen W, 2008). Faktor
penyebab karsinoma testis tidak jelas. Penderita kriptorkismus atau pasca
orchidectomy mempunyai risiko lebih tinggi untuk tumor testis ganas.
Kriptorkismus merupakan suatu ekpresi disgenesia gonad yang berhubungan
dengan transformasi ganas (Syamsuhidayat et al, 2017).

1.3 Anatomi dan Fisiologi Testis

Setiap testis memiliki 200-300 lobus yang dipisahkan oleh septum. Setiap
lobus memiliki 1-4 convulated seminifirous tubules. Testis secara anatomi
merupakan bagian pars genitalia masculina interna. Testis berfungsi untuk
menghasilkan spermatozoa dan juga sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan
hormon androgen yang berguna untuk mempertahankan tanda-tanda kelamin
sekunder. Testis bersama tunica vaginalis propria terletak dalam cavum scroti,
letak testis normal sebelah kiri lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelah
kanan (Brennan et al, 2020)
5
Stuktur anatomi testis jika dipotong dari margo anterior ke margo posterior
maka akan terlihat tunica albuginea. Tunica albuginea memberi lanjutan-lanjutan
ke dalam parenchim testis, yang disebut septula testis. Septula testis ini membagi
testis menjadi beberapa lobus testis (Brennan et al, 2020).

Daerah dekat margo posterior yang tidak dicapai oleh septula testis,
tersusun atas jaringan ikat fibrosa yang memadat yang disebut mediastinum testis.
Parenkim testis yang terletak dalam lobulus testis terdiri atas tubulus seminiferus
contortus, ini merupakan daerah yang nampak seperti benang-benang halus yang
berkelok-kelok. Tubulus seminiferus yang mendekati mediastinum testis
bergabung membentuk tubukus seminiferi recti (Brennan et al, 2020).

Beberapa tubulus seminiferi recti memasuki mediastinum dan


berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk anyaman yang disebut rete
testis. Rete testis dibentuk saluran-saluran yang memasuki caput epididimis yang
disebut ductus efferen testis (Brennan et al, 2020)

Gambar 2.1. Penampang melintang organ testis (Brennan et al, 2020)

1.4 Faktor risiko

Beberapa faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor


testis yaitu maldesensus testis, trauma testis, atrofi atau infeksi testis, dan
pengaruh hormon. Sebanyak 7- 10% pasien karsinoma testis, menderita
kriptorkismus. Proses tumorigenesis pasien maldesensus 48 kali lebih banyak

6
daripada testis normal. Meskipun sudah dilakukan orkidopeksi, risiko timbulnya
degenerasi maligna masih tetap ada (Desen W, 2013; Baird et al., 2018)

Individu dengan riwayat dahulu menderita kanker testis memiliki risiko 12


kali lebih besar terjadi kanker testis kontralateral dibandingkan dengan populasi
normal. Laki-laki dewasa dengan infertilitas memiliki risiko kanker testis dengan
incident ratio 1,6-2,8. Individu dengan HIV/AIDS akan meningkatkan risiko
insiden seminoma (Baird et al., 2018).

1.5 Patogenesis

Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya


mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete
testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika
albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke
organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor
membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali korio
karsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar
limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke
kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula, sedangkan korio karsinoma
menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak (Purnomo BB, 2016).

Metastasis ke kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke


dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus
spermatikus, seperti pada hernia inguinalis lateralis yang menyebabkan gangguan
aliran arus limfe didalamnya. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini
merupakan tanda koriokarsinoma (Jimenez et al, 2012)

1.6 Gejala Klinis

Gambaran khas tumor testis adalah benjolan di dalam skrotum yang tidak
nyeri. Tumor terbatas dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis
pada palpasi yang dilakukan dengan telunjuk dan ibu jari. Gejala dan tanda lain
seperti nyeri pinggang, kembung perut, dispnea atau batuk, dan ginekomastia
menunjukkan adanya metastasis yang luas. Metastasis ke paru menyebabkan
sesak napas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor dapat

7
menyebabkan ginekomastia. Transiluminasi dan ultrasonografi sangat berguna
untuk membedakan tumor dari kelainan lain seperti hidrokel (Syamsuhidayat et
al, 2017).

1.7 Diagnosis

Pemeriksaan petanda tumor sangat berguna, yaitu beta-human chorionic


gonadotropin (beta-HCG), alfafetoprotein (AFP), dan laktat dehidrogenase
(LDH). Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi dari
hasil operasi. Setiap benjolan testis yang tidak menyurut dan hilang setelah
pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus dicurigai suatu keganasan.
Operasi dilakukan melalui sayatan inguinal dan bukan melalui kulit skrotum
untuk menghindari pencemaran luka bedah dengan sel tumor. Pemeriksaan
selanjutnya adalah patologi anatomi untuk menentukan, sifat tumor, jenis tumor,
derajat keganasan (grading), dan luasnya penyebaran (Laguna et al, 2019;
Williams, 2012).

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk


membantu diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan,
dan sebagai indikator prognosis tumor testis. Penanda tumor yang paling sering
diperiksa pada tumor testis adalah beta hCG, alfa feto protein dan lactate
dehydrogenase (LDH). Beta HCG (Beta Human Chorionic Gonadotropin) adalah
suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas.
Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40%-60%
pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma murni. HCG
mempunyai waktu paruh 24-36 jam. Alfa Feto Protein adalah suatu glikoprotein
yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac,
tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda
tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari. (Boujelbene et al, 2011)

1.8 Derajat dan Stadium Keganasan

Sebagian besar tumor testis primer berasal dari sel germinal sedangkan
sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma
(SGCT = seminoma germ cell tumor) dan non seminoma (NSGCT = non

8
seminoma germ cell tumor). Seminoma paling sering dijumpai (sekitar 40%),
karsinoma sel embrional dan teratoma. Sekitar 25% tumor testis berupa tumor
campuran, mengandung berbagai jenis sel, diantaranya yang tersering adalah
karsinoma sel embrional dan teratoma. Seminoma berbeda sifat-sifatnya dengan
non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan
prognosis tumor (Chung PW et al, 2010; Purnomo BB, 2016).

Tumor sel germinal testis dalam penentuan stadium menggunakan sistem


klasifikasi TNM menurut AJCC (American Joint Comitte of Cancer) tahun 2002
modifikasi 2008, penentuan T dilakukan setelah orkidektomi berdasarkan atas
pemeriksaan histopatologik. Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih
sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb, yaitu stadium A atau I untuk tumor
testis yang masih terbatas pada testis, stadium B atau II untuk tumor yang telah
mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta) dan stadium C atau III
untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah
mengadakan metastasis supradiafragma (Purnomo, 2016).

Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk pembesaran limfonodi


para aorta yang belum teraba, dan stadium IIB untuk pembesaran limfonodi yang
telah teraba (>10 cm). Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi
WHO makin sering dipakai. Selain seminoma yang memang berasal dari sel
germinal, terdapat karsinoma embrional, teratoma, dan koriokarsinoma yang
digolongkan nonseminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap
perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor testis
ganas Purnomo, 2016).

Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang
berarti tumor primer terdiri atas berbagai jenis jaringan embrional dengan daya
invasi yang berbeda. Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe yaitu di
paraaorta kiri setinggi L2 tepat dibawah hilus ginjal dan disebelah kanan antara
aorta dan vena kava setinggi L3 dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar
inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau
setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikus (Syamsuhidayat et al,
2017).

9
Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan
jelas lesi intra atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik. Namun
ultrasonografi tidak dapat mempelihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat
dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan
ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga
dapat ipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan
berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum.
Sayangnya pemeriksaan CT scan tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada
kelenjar limfe retroperitoneal (Purnomo, 2016).

1.9 Penatalaksanaan

Kasus dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis,


karena itu untuk penegakan diagnosis patologi anatomi bahan jaringan harus
diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal
setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis
internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena
ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.
Prosedur orkidektomi radikal reseksi harus mencakup testis, epididimis, dan korda
spermatika, dimana eksisi korda spermatika harus sampai annulare internal
inguinal. (Desen, 2013).

Hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non


seminoma. Jenis seminoma memberikan respon yang yang cukup baik terhadap
radiasi sedangkan jenis non seminoma tidak sensitif. Oleh karena itu radiasi
eksterna dipakai sebagai adjuvan terapi pada seminoma testis. Pada non seminoma
yang belum melewati stadium III dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal
atau retroperitoneal lymphnode disection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar
pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika
terlebih dahulu dengan harapan akan terjadi downsizing dan ukuran tumor akan
mengecil (Purnomo, 2016).

Formula kemoterapi kombinasi berbasis sisplatin sangat efektif terhadap


tumor testis. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah BEP (sisplatin,
etoposid, dan bleomisin), PVB (sisplatin, vinblastin, dan bleomisin), VIP (VP-
10
16/etoposid, ifosfamid, sisplatin, dan mesna). VIP terutama untuk kasus gagal
dengan BEP dan PVB atau kasus rekuren (Desen, 2013).

Radioterapi terutama diperuntukkan bagi pasien seminoma stadium I dan


II pasca orkidektomi radikal dengan lingkup radiasi adalah kelenjar limfe
regional retroperitoneal, dosis 25-35Gy. Pasien dengan riwayat operasi skrotum
atau inguinal ipsilateral, medan radiasi harus mencakup region inguinal ipsilateral
dan kavum pelvis (Yuranga et al, 2011).

1.10 Prognosis

Penanganan bedah sempurna, kemoterapi dan penyinaran dilakukan


lengkap, prognosis baik sekali dan dianjurkan untuk pemeriksaan lanjutan
berkala. Pasien seminoma stadium I setelah orkidektomi radikal dan radioterapi
kelenjar limfe regional memiliki survival 5 tahun sebesar 95-100%, pasien
stadium II sekitar 80%. Setelah kemoterapi BEP dan PVB, angka survival
meningkat, meskipun stadium lanjut namun survival jangka panjang masih dapat
mencapai 90%. Rekurensi terjadi dalam 2 tahun pasca terapi, maka periksa ulang
harus dilakukan tiap 1-2 bulan sekali, setelah 2 tahun diperiksa ulang tiap 3-6
bulan sekali (Schmoll et al, 2010).

2. PemeriksaanTumor Marker Seminoma Testis

2.1 Beta-Human chorionic gonadotropin (hCG)

2.1.1 Definisi

Human chorionic gonadotropin (hCG) adalah hormon dengan banyak


fungsi salah satunya sebagai tumor marker pada beberapa jenis tumor. Hormon ini
diekspresikan oleh keganasan trophoblastic dan non-trophoblastic berfungsi untuk
progresifitas kanker seperti transformasi sel , angiogenesis, metastasis dan
immune escape. Hormon ini penting untuk manajemen terapi germ cell tumor
(Sinsini, 2015)

Human chorionic gonadotropin (hCG) adalah hormon yang terdiri dari


alfa-subunit dan beta-subunit untuk hCG (beta-hCG). Beta-hCG memberikan
informasi mengenai fungsi yang spesifik. Free beta hCG diproduksi oleh sel

11
tumor dalam jumlah yang bervariasi kemudian dilepaskan ke sirkulasi (Sinsini,
2015)

Gambar 2.2 Rantai Alfa hCG dan Beta hCG (Sinsini, 2015)

2.1.2 Sintesis dan Fungsi

Human chorionic gonadotropin (hCG) memiliki berat molekul sekitar


36.000 Da terdiri dari dua rantai alfa dan beta. Rantai alpha juga dimiliki oleh
luteinizing hormone (LH), FSH dan TSH. Rantai beta spesifik untuk hCG dan
memiliki fungsi yang lebih spesifik. Beta-Human chorionic gonadotropin (hCG)
disintesis dalam jumlah besar oleh jaringan trofoblas plasenta dan dalam jumlah
yang jauh lebih kecil oleh hipofisism, testis, hati, dan usus besar. (Akce dan
Hayes, 2017; Dasgupta dan Wahed, 2021)

Human chorionic gonadotropin diproduksi oleh sel syncytiotrophoblastic


pada embrional seminoma. Nilai β-hCG lebih bermakna dibandingkn dengan hCG
sebagai marker untuk jenis kanker testis seminoma. Peningkatan β-hCG terjadi
pada 2-40% kasus seminoma. Pemeriksaan β-hCG dapat memberikan infromasi
sebagai peringatan dini adanya relapse dari kanker testis (Akce dan Hayes, 2017;
Dasgupta dan Wahed, 2021; Sinsini, 2015; Lempiainen et al, 2008).

12
Gambar 2.3 Sumber, Sel Target, Jalur Pensinyalan dan Fungsi hCG
(Nwabuobi et al, 2017)

2.1.3 Pemeriksaan Laboratorium β-hCG (Cobas e411)

a. Preanalitik

Stabilitas sampel untuk pemeriksaan β-hCG adalah tiga hari pada


suhu 2-8°C, 12 minggu pada suhu -20°C dan hanya boleh dibekukan sekali.
Sampel yang digunakan untuk peemriksaan dapat berupa serum atau plasma.

b. Stabilitas Reagen

Reagen peemriksaan β-hCG disimpan pada suhu 2-8°C dan tidak boleh
dalam keadaan beku.

Kondisi Reagen Stabilitas Reagen


Tidak terbuka pada suhu 2-8°C Bisa sampai batas waktu expired
Setelah dibuka pada suhu 2-8°C 12 minggu
Pada mesin otomatis 4 minggu

c. Prinsip Pemeriksaan

13
Pemeriksaan β-hCG menggunakan alat Cobas e411 dengan prinsip
pemeriksaan sandwich. Lama pemeriksaan adalah 18 menit dengan proses sebagai
berikut:

- Inkubasi pertama : Sampel sejumlah 10 µL, biotinylated monoclonal hCG-


specific antibody, dan monoclonal hCG-specific antibody dilabel dengan komplek
ruthenium bereaksi untuk membentuk komplek sandwich.

- Inkubasi kedua: Setelah penambahan streptavidin-coated microparticles,


komplek akan berikatan dengan fase solid melalui interaksi antara biotin dan
streptavidin

- Campuran tersebut kemudian diaspirasi ke dalam measuring cell dimana


microparticles ditangkap secara magnetik ke permukaan elektroda. Zat yang tidak
terikat akan dipisahkan dengan ProCell/ProCell M. Arus litrik dialirkan ke
elektroda akan memicu chemiluminescent emission yang akan diukur oleh
photomultiplier.

- Hasil dapat terlihat melalui kurva kalibrasi.

d. Interferensi

Pemeriksaan tidak dipengaruhi oleh ikterus (bilirubin 24 mg/dL),


hemolisis (Hb <1,0 g/dL), lipemia (Intralipid <1400 mg/dL) dan biotin (<80
ng/mL).

e. Linearitas

Rentang baca alat untuk pemeriksaan β-hCG pada alat Cobas e411 adalah
0,1-10.000 mIU/mL.

2.2 Alfa-fetoprotein (AFP)

Alfa-fetoprotein adalah glikoprotein serum yang diproduksi oleh yolk sac


dan hati selama perkembangan janin. Half life AFP adalah 5-7 hari. Pemeriksaan
AFP dilakukan untuk diagnosis kanker seperti pada kanker hepatocellular
carsinoma dan germ cell tumor. Nilai AFP yang meningkat ditemukan pada
pasien dengan non seminoma germ cell tumor (NSGCT) dimana AFP akan

14
diproduksi oleh yolk sac (endodermal sinus) tumor. Pasien dengan AFP yang
tinggi memerlukan terapi yang agresif. Konsentrasi AFP yang tinggi akan
membantu dalam diagnosis NSGCT atau melihat apakah ada metastasis ke hepar
(Laguna et al, 2019; Lempiainen et al, 2008).

Konsentrasi AFP pada pasien dengan seminoma testis menunjukkan hasil


yang normal. Tumor marker AFP, β-hCG dan LDH digunakan sebagai faktor
prognostik dan penentuan staging kanker testis (Lempiainen et al, 2008)

2.3 Lactate dehydrogenase (LDH)

Lactate dehydrogenase (LDH) merupaka suatu enzim glycolytic yang


ditemukan pada smeua sel hidup. Konsentrasi LDH dapat diukur pada sampel
darah individu normal dan peningkatannya pada serum akan memberikan
informasi mengenai penyakit keganasan. Leakage pada sel dan kematian sel akan
meningkatkan konsentrasi LDH dalam serum (Laguna et al, 2019).

Lactate dehydrogenase (LDH) merukapan marker yang kurang spesifik.


Peningkatan konsentrasi LDH terjadi pada 80% kasus pasien dengan tumor testis
lanjut. Peningkatan LDH pada serum terjadi pada pasien seminoma testis yang
relaps. Konsentrasi LDH yang normal tidak digunakan sebagai kriteria eksklusi
untuk diagnosis kanker testis. (Laguna et al, 2019; Venkitaraman et al, 2007)

2.4 Placental alkaline phosphatase (PLAP)

Placental alkaline phosphatase (PLAP) disintesis oleh sel


syncytiotrophoblast. Penggunaan PLAP sebagai tumor marker memiliki
sensitivitas yang rendah. Peran PLAP akan lebih baik sebagai tumor marker jika
digunakan dengan tumor marker lainnya seperti β-hCG dan LDH. Placental
alkaline phosphatase (PLAP) merupakan salah satu pilihan marker untuk
memonitoring pasien dengan seminoma testis namun tidak direkomendasikan
untuk pesien dengan kebiasaan merokok (Laguna et al, 2019).

3. DISKUSI

Sampel darah pasien laki-laki usia 50 tahun dikirim ke laboratorium


sentral RSUP Dr. M. Djamil tanggal 4 Mei 2021 dengan keterangan klinis

15
seminoma untuk pemeriksaan imunoserologi. Pasien datang dengan keluhan
lemas sejak dua hari yang lalu. Pasien telah rutin menjalani kemoterapi setelah
dilakukan tindakan operasi orchiectomy pada tanggal 30 Juli 2021.

Pemeriksaan β-hCG pada pasien menunjukkan hasil yang meningkat yaitu


917,7 mIU/mL. Peningkatan β-hCG pada pasien seminoma testis terjadi pada 30-
40% kasus. Peningkatan β-hCG pada pasien seminoma testis post orchiectomy
unilateral dapat menunjukkan adanya relapse atau metastasis (Lempiainen et al,
2008).

Pemeriksaan yang dianjurkan sebagai tumor marker untuk seminoma


adalah β-hCG, alpha fetoprotein (AFP) dan LDH. Nilai tumor marker β-hCG dan
AFP perlu dievaluasi kembali setelah orchiectomy dan tetap dipantau sampai
nilainya normal. Peningkatan β-hCG setelah orchiectomy dapat menunjukkan
adanya metastasis, walaupun penurunan nilai β-hCG post-op tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya metastasis. Selama pasien kemoterapi nilai β-hCG akan
menurun (Laguna et al, 2019).

Pemeriksaan AFP pada pasien ini dalam batas normal. Pemeriksaan AFP
pada seminoma bertujuan salah satunya untuk membedakan dengan jenis kanker
testis non seminoma. Pemeriksaan AFP pada seminoma akan menunjukkan hasil
yang normal sedangkan pada non seminoma akan terjadi peningkatan AFP
(Lempiainen et al, 2008).

Pemeriksaan lactate dehydrogenase (LDH) pada pasien ini menunjukkan


hasil yang meningkat. Peningkatan LDH terjadi pada 80% pasien dengan kanker
testis lanjut. Peningkatan konsetrasi LDH juga dapat memberikan informasi
mengenai adanya kemungkinan relaps pada kasus seminoma (Laguna et al, 2019;
Venkitaraman et al, 2007).

Rekomendasi tumor marker untuk menentukan staging pada diagnosis


seminoma testis adalah β-hCG, AFP dan LDH. Penentuan staging kanker untuk
besarnya tumor/ T dapat dilakukan setelah operasi orchiectomy. Sekitar 75-80%
pasien dengan seminoma testis memiliki stage 1 pada saat didiagnosis (Laguna et
al, 2019).

16
Prognosis penyakit pada pasien ini tergolong baik. Prognosis seminoma
testis baik dengan angka survival 86%, jika tidak ada metastasis ke paru,
konsentrasi AFP normal, nilai β-hCG dan LDH dapat naik atau turun. Prognosis
buruk ditentukan berdasarkan adanya tumor primer pada mediastinum dengan
peningkatan nilai AFP >10.000 ng/mL, nilai β-hCG > 50.000 IU/L (10.000
ng/mL) atau nilai LDH > 10 kali batas atas rentang nilai normal (Laguna et al,
2019).

17
18

Anda mungkin juga menyukai