Anda di halaman 1dari 2

SENJANISME

Matahari akan segera tenggelam, pergi meninggalkan panggung dunia ini. Cahaya syafak
merahnya berpendar di seluruh penjuru langit menciptakan pemandangan yang menyihir mata,
namun sayangnya ini bukan sihir ilusi melainkan sihir realitas. Di hamparan padang rumput
yang hijau, seorang pria muda yang bernama Armiya berbaring sendirian dengan sebuah
seruling di sampingnya, menengadah ke gunung di depannya, berpelukan dengan angin sepoi-
sepoi yang menepuk halus tubuhnya yang gagah. Ia mengangkat tangannya ke atas “Untukmu
nona sang pemilik mata hazel yang indah, terimalah bunga Edelweis yang agung ini. Dia adalah
pengagum mu layaknya seorang pangeran berkuda putih yang berkelana mencari cintanya. Dan
tataplah Ia dengan matamu yang sendu itu”ucapnya Armiya.

Armiya adalah seorang pemuda yang berumur 18 tahun, yakni masa di saat manusia
mengalami perkembangan dan kemantapan emosionalnya, sehingga membuat seorang
pecinta semakin cinta kepada kekasihnya dan membuat seorang pembenci semakin benci
terhadap musuhnya. Saat ini Armiya yang sebagai seorang petani muda sederhana sedang
merasakan romansa cinta layaknya para pemuda yang seumuran seperti dirinya. Masa muda
adalah fase di mana seorang manusia secara keseluruhan hampir dikuasai oleh emosinya.
Setiap tindakan yang dilakukan mempunyai potensi untuk diambil alih oleh emosi yang
kemudian emosi tersebut mengendap di dalam psikologisnya sehingga membuat sistem baru
yang akan menyetir kehidupannya kedepan.

Tidak terkecuali emosi berupa rasa cinta; rasa yang dapat membuat para pelakunya
meromantisasi segala sesuatu sehingga yang mulanya buram menjadi jelas, seram menjadi
menyenangkan dan sepi menjadi ramai. Hampir tidak ada seorang pemuda pun yang tidak
merasakan rasa itu. Bedanya, ada yang dengan berani bersuara perihal cintanya sehingga
diketahui oleh banyak orang dan ada juga yang memendamnya sendirian sehingga suara
debaran cintanya hanyalah ia dan kekasihnya saja yang tahu.

“Armiyaa…” terdengar suara dari jauh memanggil “kakek menyuruhmu untuk segera
pulang. Hari sudah mulai petang. Kata kakek kita harus segera bersiap-siap untuk acara nanti
malam”. “Iya iya, aku akan segera ke sana” sahutnya. ”heuhhh nona di mana dirimu saat ini?
Izinkan aku untuk tetap mengkhayalkanmu. Mungkin kini memilikimu hanyalah sebuah
imajinasi, namun nanti itu adalah sebuah kenyataaan. Semoga alam semesta dengan segala
hukumnya berkenan untuk mempertemukan kita di tepian senja yang merah seperti ini.”

Setelah itu Armiya beranjak pergi, pergi sambil memainkan seruling yang dibawanya. Dengan
perlahan jari-jemarinya mulai bergerak dari satu lubang ke lubang yang lain, mengeluarkan
suara khas dari sebuah seruling yang berbunyi seperti sebuah siulan. Siulan seruling merdu
yang dibawakan oleh Armiya menyatu dengan desiran angin dan kehangatan matahari
tenggelam, bersama-sama memberikan kelembutan di atas tanah ibu bumi ini.

Anda mungkin juga menyukai