Anda di halaman 1dari 66

1

NAMA-NAMA PENULIS

KELOMPOK 2 :

1.Anggun Humairoh
2.Dina Olivianty
3.Hidayah Ramadhan Pasya
4.Lira Nindia Ananda
5.Mareta Lira Sari
6.Nevriani Ririn Syafitri
7.Nigella Salsabila Wijaya
8.Yolanda Dwi Arisandi
9.Daffa Muzakki
10. M. Bagas Aditya Putra

ii
Daftar Isi
NAMA-NAMA PENULIS......................................................................... ii
Pilihan Dan Keikhlasan.............................................................................. 4-9
NADHIRA................................................................................................ 10-
15
Hijrahku Terhalang Restu Orang Tua....................................................... 16-
21
Satu Minggu Bersamamu......................................................................... 22-27
Waktu Yang Salah.................................................................................... 28-
33
Impian Yang Tersimpan........................................................................... 34-39
Romantika Februari.................................................................................. 40-46
Cinta Beda Agama.................................................................................... 47-
52
Sisi rasa..................................................................................................... 53-
58
Sebuah Adaptasi....................................................................................... 59-64

iii
Pilihan Dan Keikhlasan

Kelulusan SMP sudah terlaksana, namaku Rania seorang anak tunggal yang sangat menjadi
harapan orang tua dan aku mempunyai seorang sahabat karib yaitu Alya kami akan melanjutkan
sekolah kami ke SMA. Namun, sayangnya kami memiliki tujuan sekolah yang berbeda, walaupun
begitu kami tetap mendukung pilihan satu sama lain, satu hari menuju jadwal tes SMA kami saling
memberi dukungan dan motivasi. “Semangat untuk tes besok semoga sukses dan bisa lulus ya ke SMA
impian.” Ucapku menyemangati dan mendoakan Alya. “Terima kasih Ran semoga kamu juga sukses
dan lulus aamiin. “ Sahut Alya. Selama persiapan tes ibuku selalu membantuku dan ayah juga
memantau lewat vidio call karena ia bekerja jauh. Hari tes pun tiba, hari itu aku berdoa semoga aku
bisa mendapatkan hasil yang terbaik dan pilihan yang terbaik karena sejujurnya sekolah ini adalah
salah satu sekolah negeri yang aku impikan sejak aku duduk di bangku kelas 2 SMP, padahal ini baru
sekedar tes SMA tapi persiapannya lebih heboh dari orang kuliah saja, “Semangat jangan lupa berdoa.“
Ucap ibuku. Aku sangat yakin dengan usaha, doa, serta niatku untuk masuk SMA impianku ini.
Walaupun, sejak SMP aku bukan siswa yang aktif dan jauh dari kata pintar, aku hanya seorang siswi
yang banyak main-main, tetapi menjadi harapan besar kedua orang tuaku. Orang tua menuntutku
menjadi seorang yang berprestasi agar bisa menjadi orang yang sukses tapi aku merasa ilmu yang
diberikan saat aku di SMP tidak ada yang kupahami.
(3 Hari Kemudian)
Hari pengumuman tiba, aku sangat takut untuk menerima hasilnya. Aku melihat deretan
namaku di kertas pengumuman namun, sayangnya aku tidak lulus melihat hal itu aku menangis sejadi-
jadinya aku sangat sedih, kecewa, marah, rasanya begitu campur aduk menjadi satu. Bukan hanya aku,
ternyata Alya juga tidak lulus saat ia mengabari aku lewat telepon. SMA yang ku impikan bukan yang
terbaik untukku. ”Mungkin ini bukan yang terbaik, jangan sedih berlarut-larut masih ada sekolah yang
lain.” Ibuku menenangkan aku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa aku hanya bisa pasrah, terdiam, dan iri
melihat teman-temanku yang bisa mendapatkan kesempatan sekolah di SMA itu. Padahal, aku sudah
berusaha semaksimal mungkin dengan mempelajari berbagai bentuk soal, mengikuti les tambahan, dan
mencari tahu info tentang sekolah itu. Mendengar kabarku yang sedang sedih ayah tak bisa berbuat
apa-apa, ia menasihatiku sama seperti ibu. Namun, dia menyarankan untuk lanjut di sekolah pilihan
mereka.
Kesedihan ini tidak langsung usai dan kegagalan ini membuat aku kecewa “Apakah usahaku ini
cuma sia-sia.“ (dalam benakku) aku hanya berpikir sekolah itu adalah yang terbaik untukku. Namun,
tidak ada yang bisa dilakukan olehku atau juga Alya, aku sudah didaftarkan ke sekolah pilihan orang
tuaku, begitu juga Alya dia juga daftar di sekolah itu karena ia bingung untuk memilih sekolah yang
lain, selain itu ia ingin selalu berada di dekatku. ”Padahal sudah banyak usaha dan uang yang terpakai
untuk tes kemarin.” Kata Alya sambil bernafas pasrah “Iya, aku juga merasa gagal karena tidak tega
dengan perjuangan ibuku yang mengantar dan mengurus segala persiapan dan keperluan demi SMA
impianku itu.” Sahut Rania dengan nada sedih.

**
( Tahun Ajaran Baru Dimulai)
Akhirnya sekolah dimulai, aku tidak menginginkan sekolah di sini, di SMA Tri Satya karena ini
bukan sebuah pilihan dan keinginanku. Karena sebuah kegagalan untuk masuk ke sekolah impian
akhirnya aku bersekolah menjadi siswi SMA di sini. Tetapi, setidaknya aku mempunyai Alya di
sekitarku karena dia sahabatku sejak SMP, kami dipertemukan lagi di sini karena keadaan kami yang
sama, kebetulan kami juga sekelas dan ini adalah keadaan yang gembira untukku sekarang. Namun,
tetap iri rasanya melihat temanku yang bisa berkesempatan sekolah di SMA itu sedangkan aku harus
dihadapkan dengan SMA ini atas rekomendasi orang tuaku, air mata dan kesedihan yang aku
tampakkan adalah suatu penyesalan yang teramat besar walaupun ini hanya sebatas tes SMA. Aku
harus membanggakan kedua orang tuaku bagaimana pun caranya, aku juga ingin berubah aku ingin
menjadi siswa yang berkualitas, itu niatku sejak dulu saat waktunya masuk SMA. Motivasi dari para
keluargaku hanya membuat senyum sesaat, aku tidak bisa menerima kegagalan ini dengan begitu saja.
Aku harus mencerna semua keadaan ini dengan baik agar hal ini tidak menghantuiku. Hari-hari aku
lalui di kelas 10 ini, bertemu dengan banyak teman dan guru yang mengajarku, aku merasa adanya
perbedaan di sekolah ini tidak seperti waktu aku SMP dulu, terkadang terbesit pikiranku untuk pindah
dari sekolah ini ke sekolah impianku itu.

4
Hari-hari telah aku lalui di SMA, ini sudah masuk bulan akhir semester 2, belajar pun sudah
mulai sangat intensif. Aku semakin bermalas-malas an di sekolah, Alya selalu menegurku untuk fokus
sekolah jalani saja apa yang sudah terjadi, tetapi aku tidak menghiraukan perkataannya. Selama di
sekolah ini temanku hanya Alya karena aku tidak ingin berteman dengan yang lain, aku malas
berkomunikasi, bersosialisasi, bertukar pikiran dengan orang lain.
Hari ini pelajaran dimulai dengan pembelajaran matematika, yang kebetulan gurunya adalah
wali kelas kami, aku sangat tidak excited dan tidak tertarik dengan pembelajaran yang telah
disampaikan di depan. Padahal 3 hari lagi adalah hari mulainya ujian semester genap tapi tidak ada
pembelajaran yang aku mengerti. Jam pelajaran pun di mulai, Bu Ani guruku menjelaskan materi
tentang kisi-kisi semesteran dan hal lainnya, ramai temanku yng bertanya termasuk Alya dia sudah
mulai rajin, dia mendapatkan peringkat 3 besar semester kemarin, sedangkan aku mendapatkan
panggilan dari guru karena nilaiku yang tidak memadai dan aku di berikan peringatan untuk pertama
kalinya. Aku sangat ngantuk sekarang, aku memutuskan untuk tidur dikelas. "RANIA BANGUNN!!"
suara itu tiba-tiba menggema di telingaku, sontak aku terbangun dari tidurku dan terkejut akan
kehadiran Bu Ani di hadapanku." Rania mengapa kamu tidur di pelajaran saya?" ucap Bu Ani " Apa
kamu sudah tidak mau bersekolah lagi ya?" lanjutnya. “Saya hanya mengantuk bu." Jawabku .
"Sekarang turun kebawah dan cuci wajahmu kemudian kerjakan soal latihan halaman 78 nomor 1
sampai 20." Tegas Bu Ani.
Aku bergegas turun kebawah untuk mencuci wajah ku dengan sangat tergesa-gesa. Namun, aku
tak sengaja menabrak seseorang hingga aku terjatuh, sontak orang itu langsung berhenti dan
menjabatkan tangannya kepadaku "Eh, maaf yaa aku tidak sengaja." Ucap orang itu, Aku langsung
berdiri dan melihat orang itu,ternyata ia seorang lelaki yang sepertinya satu angkatan denganku. Hatiku
sangat kesal, hari ini sangat banyak kejadian yang tak terduga dan menjengkelkan. Aku tak membalas
ucapannya padahal aku yang menabraknya, tetapi karena suasana hatiku sangat buruk, aku tidak ingin
berbasa-basi dan segera memutuskan untuk mencuci wajahku.
Aku kembali ke kelas, dengan soal yang sudah menungguku untuk dikerjakan. Aku sangat tidak
mengerti pelajaran ini padahal 3 hari lagi, aku suda ujian kenaikan kelas 11. "Ran, ada soal yang
membuatmu bingung? sini aku bantu." Ucap Alya "Sebenarnya semua soal itu asing bagiku." Ucapku.
Alya hanya geleng-geleng kepala.
(3 hari kemudian)
Ulangan Semester untuk kenaikan sedang dilaksanakan, hari pertama aku mencoba untuk
membuka bukuku untuk belajar, hari kedua berusaha membuka dan membaca buku, hari ketiga
membaca buku di pagi hari sebelum ujian, hari keempat sudah mulai malas dan akhirnya tidak belajar,
hari kelima dan keenam sama sekali tidak belajar. Ujian hanya aku jalani begitu saja apapun hasilnya
nanti.
Akhirnya, ulangan tersebut selesai para siswa dan siswi terbebas dari belenggu pelajaran yang
memenuhi hari-hari mereka disekolah. Kini, hanya tinggal menunggu hasil dari ujian ini hanya diri
merek yang mengetahui hasil mereka nantinya karena mereka, para siswa dan siswi lah yang telah
berusaha semaksimal mungkin untuk hasil yang terbaik dari ujian yang merek laksanakan.

**
(Pembagian Rapot)
Hari ini, pembagian rapot dilaksanakan. Orang tuaku sedang mengambil hasil belajar ku
tersebut sedangakan aku menunggu di rumah. Tak lama setelah menunggu, orang tua ku pulang
membawa rapot. "Ran, sampai kapan kamu begini? kamu tidak merasa kasihan melihat kami, orang tua
mu susah membiayai sekolah kamu, tapi kamu bersantai-santai, ingat tujuan mu dulu sebelum kamu
masuk SMA? ingin membanggakan orang tua, tapi mana tujuan itu. Jangan hanya berlarut-larut dalam
satu kegagalan, ini hanya sebatas kegagalan tes SMA bukan kuliah bukan bekerja, jalan yang kamu
akan raih dan jalani masih panjang nak." Ucap ibu, sambil menangis. "Ran, kamu adalah anak kami
satu-satunya, harapan bagi kami. Ikhlaskan lah nak apa yang sudah terjadi, jalani lah hari ini dengan
sungguh-sungguh, ayah sangat kecewa dengan progsres mu ini, kami hanya ingin nantinya kamu
sukses dan semua itu untuk kebahagiaan dan kebaikanmu sendiri." Tambah Ayah dengan raut wajah
sangat kecewa. Aku tertunduk,aku merenungi perkataan kedua orang tua ku, benar aku sudah salah
berlarut dalam satu kegagalan, "Bu, ya, Rania minta maaf atas kesalahan Rania ini, Rania janji akan
berubah, di waktu libur ini Rania akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar dan banyak
membaca. Rania akan berusaha memberikan yang terbaik yah, bu ." Ucap ku.

5
Selama libur ini, aku meluangkan banyak waktu untuk belajar materi-materi tertinggal yang
tidak aku pahami dan materi persiapan untuk memulai tingkat kelas baru yaitu kelas 11. Hari ini, Aku
mengajak Alya kerumahku untuk belajar bersama, aku menceritakan semua yang terjadi pada hari
pembagian rapot itu. Oh ya, Alya kebetulan peringkat 3 aku sangat senang akan hal itu. "Al, apakah
segala keperluan sudah kamu siapkan untuk besok?" Ucapku, karena kebetulan besok ajaran baru
dimulai. "Sudah, aku sudah menyiapkannya dari jauh-jauh hari aku tidak sabar untuk sekolah besok."
Jawab Alya "Hahahaha, dasar anak yang ambis, berbeda dengan ku yang seperti ini." Ucap ku "Aku
yakin Ran kamu pasti bisa menyusulku asalkan kamu sungguh-sungguh dan berniat yang baik dalam
hati." Tutur Alya.
(Keesokan hari nya)
Tiba waktunya ajaran baru dimulai, Tak terasa waktu begitu cepat baru kemarin aku menangis
karena tidak lulus tes SMA impianku itu, sekarang sudah masuk kelas 11. Aku mencari nama ku di
sepanjang tempelan kertas mading yang ada, ternyata aku berbeda kelas dengan Alya. Alya masuk ke
kelas XI 3 dan aku kelas XI 1.
Hari pertama sekolah untuk kelas 11, aku menuju ruang kelas dan bertemu teman baru. Aku
bingung akan duduk dengan siapa dikelas,namun dikelas ada seorang siswi yang masih belum
mempunyai teman sebangku, aku menghampirinya, "Permisi, apa bangku ini masih kosong?." Tanyaku
"Iya, duduk saja disini denganku." Jawabnya sangat ramah "Nama kamu siapa?." "Namaku Grace."
"Namaku Rania." Kami saling memperkenalkan diri.
Materi pembelajaran hari pertama tidak terlalu padat, kebetulan jadwal hari ini adalah pelajaran
matematika hanya beberapa materi awal saja yang dibahas dan tadi juga merupakan awal perkenalan
semua siswa dan siswi di kelas ku. Aku dengan seksama mengikuti pembelajaran dengan sungguh dan
memastikan bahwa materi yang diajarkan dapat aku pahami. Pak Doni guru matematika memberikan
soal untuk kuis, "Silahkan, yang bersedia menjawab soal di papan, bapak kasih hadiah." Kata Pak
Doni, karena aku sudah mempelajari beberapa materi awal di waktu libur, aku tidak asing dengan soal
ini, aku menunjuk tangan "Saya bersedia pak." Aku langsung maju dan mengerjakan soal tersebut.
Setelah itu, Pak Doni memeriksa jawabanku " jawabannya benar, siapa namamu?." Ucap Pak Doni
"Rania Pak." Jawabku , Pak Doni mengambil sesuatu di dalam tas nya, ternyata dia memberi 2 pena
sebagai hadiahnya dan memeberikannya kepadaku. " Terima kasih pak." Ucapku.
Tak terasa waktu pulang sekolah tiba, hari ini hari yang cukup menyenangkan bagiku dan
merupakan awal yang baik untuk kelas 11 ku ini, aku langsung ingin bergegas pulang dan pamit
kepada Grace "Aku duluan Grace." Grace menjawab "Oke hati-hati Ran." Sebelum pulang aku memilih
untuk mengampiri Alya dulu, namun Alya tidak ada di kelasnya ternyata informasi dari salah satu siswi
XI 3, Alya pulang duluan karena tidak enak badan.
Sampainya dirumah, aku langsung membersihkan diri dan makan siang. Kebetulan ada ibu di
ruang makan "bagaimana hari pertama nya Ran?" Tanya Ibu, "Baik bu, tadi Rania berhasil menjawab
soal kuis dari guru matematika." Jawabku, "Alhamdulillah nak kalau begitu, ibu senang dengan
perubahanmu." Ucap Ibu "Iya bu, mungkin di balik ini semua sudah ada suatu hal terbaik yang akan
datang." Jawabku, ibu hanya mengangguk.
**
Satu bulan telah berlalu, aku menjalani hari-hari sebagai murid yang cukup ambis untuk
menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Saat pelajaran telah dimulai pagi ini, tiba-tiba terdapat
terdengar pengumuman "Diberitahukan bagi seluruh siswa dan siswi kelas 10 dan 11 bahwa akan
terdapat olimpiade bidang mipa untuk para siswa dan siswi jika berminat silahkan langsung daftar ke
anggota osis di ruang osis terima kasih." Setelah pengumuman tersebut selesai, aku berpikir untuk
mengikuti olimpiade itu.
(Beberapa waktu kemudian setelah melaksanakan olimpiade)
Aku memilih mengikuti olimpiade matematika hari itu dan hari ini adalah pengumuman online
hasil olimpiade, hasil pengumuman telah keluar ternyata aku peringkat 239 dari 250 murid yang
mengikuti olimpiade bidang matematika. Aku sangat merasa sedih, aku putus asa, aku merasa gagal,
ternyata kemampuanku belum seberapa hebatnya dengan orang lain, aku kalah sangat jauh masih
banyak ketertinggalanku dan materi yang masih belum aku pahami.

6
Aku memutuskan untuk mengurung diri di kamar, aku tidak ingin makan dan bahkan tidak
ingin bertemu siapapun untuk saat ini. Aku merasa takut untuk melangkah karena terus kecewa dengan
hasil yang aku terima dan menangis sejadi jadinya. Tak lama setelah itu, ibu datang menenangkanku
hingga memelukku sampai aku tertidur malam itu.

**
(3 bulan kemudian)
Ini sudah masuk semester genap di kelas 11, kebetulan semester kemarin aku meraih peringkat
pertama di kelas, aku sangat bersyukur dengan hal tersebut. Namun, tak ingin langsung puas dengan
hasil yang aku capai. Satu minggu lagi aku akan kembali mengikuti olimpiade matematika dan
sungguh-sungguh akan mempersiapkan diri.
Pelajaran pertama hari ini di sekolah adalah pelajaran fisika, Grace sangat pandai dalam
pelajaran fisika oleh karena itu, ia memutuskan mengikuti olimpiade fisika. Aku sering menanyakan
beberapa hal yang tidak aku mengerti. Misalnya, rumus-rumus yang sulit aku pahami penggunaannya.
Oh ya, Grace adalah peringkat 2 dikelasku sedangkan Alya tentu peringkat 1 lagi di kelasnya. “Grace,
apa kamu sudah memersiapkan diri untuk olimpiade 1 minggu lagi?" Tanyaku, "Lumayan, aku sudah
berlatih soal-soal dari website online, kalau kamu?" Jawabnya "Aku masih proses sih sekitar 75%
persiapanku ehheheh." Kekeh ku "Semangat ya kita pasti bisa jika usaha dengan serius." Ucap Grace,
aku hanya tersenyum dan menggangguk tanda meng-iyakan perkataan Grace.
**
Hari olimpiade tiba, aku bertemu dengan Grace di sebuah kantin kecil sebelum pembukaan
olimpiade itu di mulai, kami sama-sama berdoa untuk keberhasilan kami. Kebetulan, Alya tidak bisa
mengikuti olimpiade ini karena ia mempunyai urusan keluarga yang sangat penting. Olimpiade mulai
dilaksanakan, para peserta segera memasuki ruangan masing-masing dan setelah beberapa informasi,
para peserta dapat menyelesaikan soal-soal tersebut.
Hasil pengumuman langsung tersedia setelah beberapa jam menunggu panitia memeriksa dan
memastikan hasil jawaban para peserta. Aku melihat namaku di bagian atas ternyata aku peringakat
pertama olimpiade bidang matematika. Panitia mengumumkan bahwa peringkat 3 besar akan lolos
untuk ke tingkat kota dan jika lolos kembali akan ke tingkat nasional.
(Beberapa hari kemudian)
Hari-Hari aku lalui, ini tentang aku dan olimpiade. Semenjak olimpiade saat itu aku lebih sering
mengikuti olimpiade lainnya dan banyak memperoleh medali serta piagam di berbagai tingkat kota dan
beberapa pada tingkat nasional, aku mengumpulkan berbagai macam bukti prestasi untuk
memudahkanku masuk ke Perguruan Tinggi Negeri nantinya.
Ibuku selalu mendukung setiap langkahku, dia selalu memberikan semangat dan berbagai
motivasi lainnya begitupun juga ayahku. Sebagai anak tunggal, aku cukup bahagia telah mengukir
senyum di kedua wajah mereka.
**
(Kelas 11 telah berlalu)
Saat ini sudah kelas 12, aku pun bertemu teman-teman kelas yang baru dari sebelumnya. Kelas
12 ini jadwal mulai sangat padat tidak ada banyak waktu untuk bersantai-santai karena pasti para teman
kelas akan lebih termotivasi untuk mengejar hal yang mereka akan capai yaitu PTN.
Kabar baik bagiku karena aku satu kelas dengan Alya juga Grace, mereka adalah teman baikku
selama di SMA ini, mereka lah yang berperan penting untuk setiap titik perubahanku dan kami bertiga
bersepakat untuk tidak memikirkan hal yang tidak penting untuk saat ini yaitu hal yang banyak remaja
sekarang banyak lakukan,pacaran.
Saat istirahat, kami memutuskan pergi ke kantin bersama. "Grace,Ran kalian mau makan apa
nih?" Tanya Alya " aku mau bakso!!" Jawab ku " aku juga!" Ucap Grace "Okelah, pesen samaan aja
ya." Kata Alya "Btw hari ini aku yang traktir hitung-hitung berbagi rezeki heheheh." Lanjut Alya
"Makasi Alya." Kata ku dan Grace.
Setelah selesai, kami memutuskan kembali ke kelas, hari ini terdapat TryOut untuk para kelas
12. Jadi kami mengerjakan TryOut tersebut hingga waktu pulang sekolah tiba.
**

7
Waktu berjalan begitu cepat hingga ujian semester ganjil tiba, satu minggu di lalui dengan
berbagai jadwal ujian yang memuat banyak materi. Terlebih lagi, untuk para murid kelas 12, sangat
banyak materi yang di ujikan mulai dari soal kelas 10, 11, dan 12. Bahkan,sebentar lagi kelas 12 akan
mulai membuat pilihan untuk PTN yang dituju.
Hasil ujian ku memuaskan begitu pun dengan dua teman karib ku Alya dan Grace.
**
Waktu sekolahku tinggal 3 bulan lagi, kami sebagai kelas 12 sedang sibuk untuk mengurus
berbagai keperluan untuk lanjut ke perguruan tinggi.
Pak Tomi, selaku pengurus berbagai keperluan dan berbagai informasi untuk para kelas 12
mengumumkan nama-nama siswa yang dapat mengikuti jalur undangan untuk masuk ke Perguruan
Tinggi Negeri. Pengumuman tersebut dilakukan dengan kertas yang ditempel pada mading sekolah,
aku berteriak gembira dalam hati karena aku mendapat peluang atau kesempatan untuk mengikuti jalur
undangan tersebut begitupun dengan Alya dan Grace. Alya menduduki peringkat 2 paralel, Grace
peringkat 4 paralel dan aku sendiri peringkat 10 paralel. Meskipun banyak materi yang tertinggal dan
nilai yang tidak memuaskan tahun-tahun lalu di kelas 10 aku masih sempat mengejar ketertinggalanku
itu dengan usaha dan tentunya keikhlasanku.
Sampai dirumah, aku memberi tahukan kabar ini kepada kedua orang tua ku mereka sangat
antusias mendapatkan sebuah kabar bahagia ini, tetapi ibu dan ayah berpesan jangan terlalu bahagia
dan berharap karena berharap lebih pada suatu hal yang belum pasti akan lebih menyakitkan nantinya
jika yang diharapkan tidak sesuai realita.
(Keesokan harinya)
Hari ini semua berkas dan data-data akan dikumpulkan dan diurus untuk kepentingan
pendaftaran jalur undangan tersebut, setelah berdiskusi dengan kedua orang tua ku, aku memutuskan
memilih dua jurusan di opsi keperluan berkas tersebut, yaitu Pendidikan Kedokteran dan Pendidikan
Matematika. Aku ingin sekali menjadi dosen sejak kecil, karena menjadi seorang sosok yang dapat
memberikan ilmu kepada orang lain adalah hal yang sangat mulia. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa
menjadi dokter adalah mimpi setiap orang untuk menjadi sosok yang dapat memberikan pertolongan
pertama bagi orang yang sakit.
Selain mencantumkan nilai-nilai yang aku peroleh dari kelas 10, 11, dan 12 aku juga
menyertakan beberapa piagam atau sertifikat olimpiade yang pernah aku ikuti selama berada di SMA
ini serta beberapa sertifikat lomba lainnya sebagai nilai tambah bagi diriku.
(Satu bulan berlalu)
Hari ini adalah pengumuman hasil seleksi jalur undangan, aku memohon doa restu kedua orang
tua ku agar dapat lulus jalur tersebut. Pengumuman melalui website online pada pukul 19.00 WIB,
Alya, aku, dan Grace, kami selalu bertukar kabar serta saling mendoakan.
Pukul menunjukkan pukul 19.00 WIB, aku membuka website nya dan betapa gembira nya aku
karena lulus seleksi jalur undangan pada pilihan Pendidikan Kedokteran, aku memeluk ibuku dan
menangis haru. Benar, aku sadar kegagalan adalah kunci dari bangkitnya seseorang dari keterpurukan.
Selain itu, keikhlasan adalah satu hal yang perlu kita lakukan saat kegagalan itu menyertai kita. Ini
bukan rencana ku, ini adalah salah satu jalan tuhan dan buah dari keikhlasan yang aku jalani serta usaha
yang sungguh-sungguh.
Tidak hanya aku, Alya juga lulus seleksi undangan jurusan Teknik Kimia. Berbeda dengan
Grace, ia belum mendapatkan kesempatan yang sama seperti aku dan Alya, ia harus berusaha lagi
untuk jalur tes. Walaupun begitu Grace tidak putus asa, kami memberi dukungan satu sama lain dan
mendoakan Grace serta teman-teman yang lain agar diberi kemudahan dalam melanjutkan sekolah nya
ke Perguruan Tinggi Negeri.
(Lulus sekolah)
Kelulusan sekolah tiba bagi para murid kelas 12, kini kami akan menentukan jalan kami sendiri.
Setelah beberapa minggu kedepan, banyak kabar gembira dari teman-teman lainnya karena
lulus di berbagai Perguruan Tinggi yang mereka tuju. Grace lulus seleksi kuliah di Jerman, aku sangat
bangga kepadanya.
(Beberapa bulan berlalu)
Kini aku telah melanjutkan hari-hari kuliahku sebagai mahasiswi kedokteran, aku masih tidak
menyangka akan hal tersebut. Aku sangat bersyukur telah diberi orang-orang baik di sekitarku dan
8
kesempatan sekolah di SMA ku yang dulu karena mungkin jika aku tidak sekolah disana, hari ini tidak
akan terjadi.

9
Pilihan dan keikhlasan

BIODATA
PENULIS :
Nama : Anggun Humairoh
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 13 Juni 2005
Media sosial : @anggunhmirh

10
NADHIRA

Di Minggu pagi yang cerah duduklah seorang gadis di kursi putih yang panjang. Ia bernama
Nadhira Shofia Putri yang berusia 16 tahun, gadis cantik yang memiliki kulit putih, warna mata coklat,
rambut hitam yang panjang, juga body yang sangat ideal. Bisa dibilang ia perempuan yang perfect
dalam hal fisik, tetapi sangat berbanding terbalik dengan nasib hidupnya. Seorang gadis yang cantik
itu, memiliki keluarga yang sangat berantakan. Ia tinggal di Jalan Sukorejo lorong masjid Nurus
Sholihin, dan bersekolah di SMK N 6 Palembang. Setiap hari ia selalu memikirkan bagaimana caranya
pulang untuk bertemu dengan orang tua kandungnya.
Sering kali ia merasa sedih ketika melihat teman-temannya dibahagiakan oleh ke 2 orang
tuanya, sedangkan nasib dirinya sendiri sangat berbanding terbalik. Di kursi putih itu Nadhira sedang
mengingat kejadian yang begitu cepat saat ia berusia 3 tahun.
13 tahun yang lalu......
Di Usia nya yang masih berumur 3 tahun Nadhira kehilangan sosok ayah tercinta untuk
selama-lamanya. Ibu kandung Nadhira tidak sanggup untuk merawat Nadhira dan saudara-saudaranya
karena masalah ekonomi keluarga. Setelah 3 bulan ia di tinggal ayah nya, ada sepasang suami istri yang
sedang mencari anak perempuan untuk mereka adopsi karena anak mereka semua nya laki-laki.
Sepasang suami istri itu bernama Fatma dan Antonio, mereka sudah mencari keliling di daerah tempat
Nadhira tinggal tetapi Fatma, istrinya Antonio belum menemukan yang cocok, sampai akhirnya
sepasang suami istri ini menemukan rumah Nadhira, mereka pun disambut baik oleh Nadhira.
Nadhira pun memanggil ibu nya karena tamu tersebut, “Buk ada tamu di depan.” Ucap
Nadhira. Ibu Nadhira pun menuju ke depan untuk menemui tamu tersebut. Disitu mereka
membicarakan tentang rencana Fatma dan Antonio yang hendak mengadopsi anaknya. Sintia awalnya
kaget tapi melihat kondisi ekonomi yang sedang ia alami ia merelakan Nadhira untuk dititipkan pada
sepasang suami istri tersebut. Setelah 2 pihak sudah setuju, sekarang tinggal membujuk Nadhira untuk
ikut bersama pasangan tersebut. Nadhira yang awalnya tidak ingin ikut, ketika sepasang suami istri itu
beranjak ingin pergi, Nadhira teringat bahwa tiba-tiba ia sudah berada di dalam mobil merah milik pak
Antonio. Entah bagaimana ceritanya ingatan Nadhira tentang kejadian lalu sudah samar-samar.
Sejak kejadian itu, Nadhira tidak pernah bertemu dengan ibu kandung nya dan saudara-
saudaranya lagi. Nadhira memang hidup nya disini lebih tercukupi tetapi tidak dengan perhatian dan
kasih sayang. Nadhira tidak pintar tetapi juga tidak bodoh. Nadhira selalu merasa kesepian sepanjang
hidupnya. Kejadian ia menaiki mobil tersebut membuat dirinya menyesal, karena hal itu ia jadi
berpisah dengan orang tua nya. Setiap harinya, ia selalu sedih karena semua nya ia pendam sendiri.
Fatma yang telah menjadi ibu sambung Nadhira pun tidak pernah peduli, karena tujuan ia
mengadopsi Nadhira hanya untuk sekedar ingin tau rasanya mempunyai anak perempuan. Berbanding
terbalik dengan Antonio, ia sangat menyayangi Nadhira, tapi sayang nya di saat 3 tahun setelah
Nadhira diadopsi, Antonio meninggal dunia.
Pada waktu kejadian itu, hidup Nadhira semakin hilang arah karena satu-satunya orang yang
paling mengerti nya telah meninggalkan nya, Nadhira pun teringat kejadian yang sama pada waktu ia
berumur 3 tahun. Kejadian yang terulang kembali itu sangat membuat Nadhira trauma akan kematian.
Nadhira juga mempunyai 4 saudara angkat ia bernama Andika, Zaki, Arsenio, dan David. Setelah
Antonio meninggal, Andika selalu menjaga Nadhira dan memperlakukan Nadhira seperti adik kandung
nya sendiri.
“Nadhiraaaaa.....” Teriak ibu Fatma dari dalam rumah. Nadhira kaget dan bergegas
menghampiri ibunya dan memberhentikan lamunan yang semakin jauh. “Pagi-pagi sudah melamun,
mau jadi apa kamu!” Suara Fatma yang begitu keras membuat Nadhira takut dan ingin menangis
karena hatinya yang sangat lembut. “Maaf Bu... Nadhira melamun pagi-pagi.” Jawab Nadhira dengan
nada takut. “Beresin rumah sana!!! Jadi perempuan itu harus rajin.” Nadhira pun bergegas
membereskan rumahnya.
Begitulah kehidupan sehari-hari yang di alami oleh Nadhira. Fatma yang mempunyai emosi
sangat tinggi selalu melampiaskan amarahnya ke Nadhira. Terlihat sepele tapi hal itu lah yang
membuat mental Nadhira sejak kecil terluka dan membuat Nadhira begitu takut dengan ibu nya.
Setelah selesai Nadhira membersihkan rumah nya, ia lalu mandi dan bergegas untuk sholat
magrib, walaupun Nadhira sering dihadapkan dengan cobaan yang terus menerus tiada hentinya tetapi
ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya. Dan ia selalu berdoa semoga ia cepat bertemu dengan ibu
kandung nya lagi. Selepas selesai Shalat Nadhira kembali melamun, ia sangat lelah dengan hidup yang
setiap harinya membuat ia menangis dan menangis. Sering kali disaat sedang kumpul keluarga Nadhira
11
selalu dibandingkan dengan David anak kesayangannya Fatma, karena David anak terakhir sebelum
mengadopsi Nadhira.
Apa pun yang dilakukan oleh Nadhira pasti selalu kalah dengan David, mau seburuk apa pun
David, Fatma terus menyayangi nya, dan Fatma tidak pernah bersikap adil antara Nadhira dan David.
Umur Nadhira dan David hanya beda setahun dimana David tidak pernah suka atas kehadiran Nadhira
waktu itu. Ia merasa orang tua nya berpindah hati kepada anak angkat itu. Padahal David selalu di
nomor satukan oleh ibunya.
David tidak pernah menganggap Nadhira sebagai adiknya, dipikirkannya Nadhira adalah
musuh terbesarnya yang ada dirumah. Sikap egois dan kekanak-kanakan David selalu muncul disaat
ada yang menyayangi Nadhira. Berhenti melamun Nadhira bergegas untuk segera tidur karena besok ia
harus sekolah dan harus kelihatan baik-baik saja di hadapan teman-temannya. Hari Senin ini Nadhira
sedikit kesiangan, dan David pun marah-marah karena mereka sudah hampir telat. Nadhira dan David
itu satu sekolah, jadi mereka selalu pergi dan pulang bareng.
“Nanadddddd.... Lama banget sihhh, udah jam berapa nih, buruan ntar telattt!!!” teriak David
sambil menggerutu kesal. “Iyaa kak sabarrrr.” Timpal Nadhira. Nadhira pun bergegas buru-buru karena
ia sangat takut dengan David. David dan Nadhira pun berangkat sekolah dan menjalankan tugas nya
sebagai seorang pelajar. Bel jam sekolah telah terdengar di telinga anak-anak dimana bel tersebut
menandakan bahwa jam belajar telah selesai dan saat nya pulang.
Disaat pulang sekolah David pulang duluan dan meninggalkan Nadhira, David yang kesabaran
nya setipis tisu tidak mau menunggu Nadhira yang lelet itu. Karena ditinggal kakak nya Nadhira pun
pulang jalan kaki karena ia tidak mempunyai cukup uang untuk naik Go-jek atau semacamnya. Di jalan
menuju pulang Nadhira tiba-tiba mengeluarkan air mata yang entah penyebab nya. Sekitar 20 menitan
jalan kaki akhirnya Nadhira sampai dirumah dengan keadan tubuh yang dipenuhi oleh keringat.
Baru sampai dirumah Fatma langsung menyuruh Nadhira untuk membersihkan rumahnya,
karena Nadhira masih lelah ia memutuskan untuk berbaring sebentar, tanpa ia sadar ia telah tertidur
dengan sangat nyenyak. Seperti biasa Fatma pun marah-marah karena Nadhira tidak melakukan apa
yang diperintahkan oleh nya.
“Nadhiraaaa... Bangun-bangun sudah magrib, kamu ini gimana sih disuruh bersihin rumah
malah tidur. ” Ucap Fatma. “Iya buk maaf Nadhira kecapekan.” Jawab Nadhira. “Halah alasan aja
kamu, udah buruan bangun beresin rumah dulu baru tidur lagi.” Tanpa ada hati ia mengatakan seperti
itu. Nadhira hanya mengangguk saja.
Dari umur Nadhira 8 tahun ia sudah disuruh-suruh seperti itu, Fatma tidak peduli mau baru
pulang sekolah atau tidak yang terpenting baginya rumah tersebut bersih tanpa debu sedikit pun.
Nadhira selalu mengikuti perintahnya karena mau gimana pun ia hanya numpang dirumah itu, kalo
mungkin saja ia tau dimana ibunya berada, ia pasti sudah kembali ke ibunya, karena sikap Fatma
sangat-sangat membuat dirinya tidak betah tinggal disana.
Pagi itu David membuat ribut dirumah, ia kehilangan tabungan kesayangan nya dirumah, ia
langsung menuduh bahwa Nadhira lah yang mengambil uang tersebut, keributan itu membuat isi rumah
menjadi sangat berisik akibat Nadhira dan David yang sama-sama membela diri. “Ngaku aja kamu,
kamu kan yang ambil uang aku.” David mendesak Nadhira agar Nadhira mengaku. “Enggak kak, aku
gak pernah ambil apa pun yang ada dikamar kakak.” Jawab Nadhira dengan nada takut. “Ngaku aja
dehh!!!!” Lagi-lagi David terus memaksa Nadhira mengaku padahal bukan Nadhira yang
mengambilnya. Tiba-tiba Fatma datang dan ikut menyalahkan Nadhira dan meminta Nadhira untuk
mengganti uang David, David pun tersenyum sadis karena misi dia berhasil.
Nadhira pun lari ke kamar dan menangis karena ibunya tidak pernah mendengarkan apa yang
sebenarnya terjadi dan selalu saja menyalahkan Nadhira Nadhira dan Nadhira. Di balik dinding yang
tebal itu Nadhira tiada hentinya menangis dan berfikir untuk melarikan diri dari rumah yang
sebenarnya bukan rumah untuk nya. Dari Nadhira berumur 6 tahun sampai sekarang Fatma tidak
pernah mengapresiasi apa yang dilakukan Nadhira untuk membuat dirinya bangga terhadap Nadhira, di
benaknya Nadhira hanyalah anak angkat yang tiada artinya.
Berbeda dengan David apa pun yang ia lakukan selalu didukung oleh Fatma dan kalau David sedang
gagal pun Fatma tidak pernah dan mengeluarkan kata-kata yang membuat David sedih. Nadhira tidak
bisa bertindak apa pun karena dia harus jalani saja apa yang telah ditakdirkan untuk nya.
Hari demi hari waktu begitu cepat berlalu, dan Nadhira semakin tumbuh dewasa, di hari ini
Nadhira sedang kerja kelompok dirumah teman nya, karena Hp Nadhira sedang lowbat, ia tidak bisa
memberi kabar kepada ibunya. Hal ini membuat Fatma marah besar kepada Nadhira karena kelakuan
Nadhira yang bikin semua orang dirumah cemas tapi tidak dengan David. Karena panik Nadhira
bergegas pulang sesampai nya dirumah Nadhira lagi dan lagi dimarahi oleh ibunya.
12
Bukan karena rasa kasih sayang dan perhatian tetapi Fatma hanya tidak ingin hal buruk terjadi
pada Nadhira yang membuat nama keluarga nya rusak. Dan Fatma tidak ingin nanti keluarga di gunjing
yang tidak-tidak oleh tetangganya. Malam itu, setelah Nadhira dimarahi habis-habisan oleh Fatma ia
kepikiran untuk melarikan dari rumah, bukan tanpa sebab tapi hal yang selalu ia alami dirumah
membuat dirinya benar-benar ingin keluar dari rumah itu, setelah shalat isya Nadhira izin keluar rumah
untuk ke tempat potokopian yang berada di depan gang rumah nya, padahal aslinya ia ingin melarikan
diri dari rumah yang lingkungan nya sangat tidak baik untuk kesehatan mental nya.
Nadhira telah sampai di depan gang, ia pun masih bingung ingin pergi kemana, karena di kota
ini tidak ada yang ia kenal atau kerabat dekat atau pun saudaranya. Karena asal Nadhira bukan dari
kota ini. Nadhira masih nekat dan terus berjalan menjauhi rumah itu tanpa berfikir panjang bahwa hari
sudah malah dan sangat bahaya untuk seorang perempuan keluar rumah pada malam hari.
Fatma belum menyadari bahwa Nadhira sudah setengah jam keluar dari rumah, akhirnya ia pun pergi
menuju ke tempat potokopian untuk memastikan apa benar Nadhira benar ada disana, tapi tetap sama
bukan rasa khawatir yang ia rasakan lagi-lagi amarah nya memuncak karena anak perempuan itu belum
sampai juga dirumah.
“Ini anak kemana sihhhh kerjaan nya hanya nyusahin hidup orang aja.” Ucap Fatma dengan
penuh emosi. Setelah sampai di tempat potokopian Fatma tidak menemukan anak perempuan nya itu
dan ia bertanya ke pemilik toko tersebut. “Pak, Nadhira tadi kesini gak??” Tanya Fatma. “Enggak buk,
dari tadi Nadhira gak ada disini.” Saut pemilik toko. Fatma pun kebingungan dimana anak itu pergi, ia
pun mulai berfikir dan kembali ke rumah.
Nadhira terus menelusuri jalan yang semakin jauh dari rumah itu, tak lama kemudian ia sampai
di jembatan yang bawah nya ada sungai. Ia pun berhenti dan berdiri di jembatan itu. “Aku sudah gak
kuat untuk ngejalani hidup seperti ini Tuhann...” Teriak Nadhira sambil meneteskan air matanya.
Di pikirannya sekarang kalau ia loncat dari jembatan ini masalah hidup nya akan selesai dan ia
tidak akan bersedih lagi, tetapi hati nya tetap berkata bahwa bunuh diri itu dosa dan tidak
menyelesaikan masalah yang ada masalah ia bertambah besar dan akan diminta pertanggungjawaban
nya di akhirat nanti. Nadhira masih bingung apakah ia harus loncat atau tidak, ia berfikir untuk apa ia
hidup kalau ujian hidupnya begitu berat untuk dijalani dan tidak ada yang peduli dengan dirinya.
Pikiran nya sekarang sudah di luar nalar dan sudah tidak masuk akal lagi. Ia menangis sejadi-
jadinya karena di umur yang masih begitu sangat muda ia hanya ingin mendapatkan kasih sayang dari
kedua orang tua nya tapi kenyataan nya hanya luka dan luka yang ia dapatkan.
Ia selalu memendam apa yang ia rasakan dan ia tidak pernah diberi kesempatan untuk
mengeluarkan pendapat, karena dianggap hanya seorang anak angkat ia tidak pantas untuk
mengeluarkan pendapat. Disaat Nadhira lagi berdiri di jembatan itu ada warga yang melihat nya dan ia
bergegas menelepon Fatma. “ Halo buk ini Nadhira ada di jembatan buk seperti nya ia mau bunuh diri
buk.” Kata warga yang melihat Nadhira. “Hah? Hah apa?? Anak saya mau bunuh diri, sharelock
sekarang pak saya akan jemput menuju kesana.” Jawab Fatma. “Baik buk” timpal warga itu. 10 menit
kemudian Fatma melihat Nadhira ingin meloncat dari jembatan itu, ia pun berlari kencang dan menarik
Nadhira. Nadhira memberontak dan mengeluarkan unek-unek nya selama ini.
“Kenapa buk? Kenapa ditahan? Biarin aja aku mati, lagian gaada yang sayang juga sama aku,
buat apa lagi aku hidup? Aku capek buk aku capek, aku pengen di sayang pengen diperhatiin pengen
di ngertiin, tapi apa yang aku dapat? Aku terus terusan disalahin aku terus terusan di marahin dan aku
selalu jadi tempat pelampiasan ibu disaat ibu emosi.” Kata Nadhira. Ucapan Nadhira itu membuat
Fatma terkejut karena Nadhira tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa
anak nya itu mengalami tekanan yang begitu besar.
“Maafin ibu Nadhira, ibu salah ibu minta maaf, kamu jangan seperti itu lagi ya sayang ibu mohon”
ucap Fatma yang sedang bingung harus bersikap seperti apa. Dimalam itu Nadhira menangis sejadi-
jadinya karena ia masih terbilang sangat muda dan belum cukup umur untuk dirinya mengalami hidup
yang pahit ini, tapi ini sudah kehendak Tuhan yang tidak bisa di hindari mau sejauh apa pun, kalau ini
takdirnya kita tidak bisa berbuat apa apa.
Bertahun tahun Nadhira memendam amarah dan tangisannya di depan banyak orang termasuk
keluarganya, tapi malam ini Nadhira mengucapkan apa yang ia rasakan selama ini. Fatma merasa
bersalah karena telah bersikap tidak adil terhadap Nadhira.
Fatma pun menenangkan Nadhira dan memeluk Nadhira, di dalam hati Nadhira mengucapkan,
“Oh jadi ini rasanya dipeluk seorang ibu.” Kata-kata sangat menyedihkan itu keluar dari kata hatinya.
Sangat malang sekali anak ini sejak kecil ia selalu dipaksa kuat oleh keadaan dan dipisahkan dari
orang-orang yang ia sayang.

13
Setelah Nadhira tenang, Fatma membawa Nadhira pulang untuk mengobrol dirumah, karena hari
semakin malam dan semakin dingin. Sesampainya dirumah terlintas lagi di pikiran Nadhira “Hmm
masuk sini lagi dan lagi rumah yang seperti neraka.” Ucap Nadhira dalam hati.
Fatma pun menyuruh Nadhira duduk selagi Fatma mengambil minum untuk anak nya itu.
Perlahan Fatma mengatakan, “Sejak kapan kamu memendam semuanya?” , “Cukup lama Bu.” Jawab
Nadhira. Fatma kemudian menangis dan sangat merasa bersalah terhadap anak yang sebenarnya tidak
mempunyai salah apa pun. Ia berfikir betapa kejam dirinya terhadap anak perempuan yang ia ambil
saat ia berusia 3 tahun, ia seperti ibu tiri yang sangat jahat.
Padahal ia lah yang menginginkan Nadhira tetapi ia juga yang membuang Nadhira seperti
sampah. Bagaimana jika Sintia tau anaknya tersiksa dan tidak bahagia selama ini, ia tak pernah berfikir
bahwa Nadhira nekat sampai ingin bunuh diri, berarti sudah sangat dalam sakit yang Nadhira rasakan
dan tidak ada satu orang pun mengetahui itu termasuk ibunya sendiri. Fatma kemudian menyesal dan
merasa gagal menjadi seorang ibu sekaligus ayah yang baik untuk anak anak nya. Ia sadar betapa egois
nya sikap dirinya itu
Dari dulu sebelum Fatma mengadopsi Nadhira, Fatma hanya tau bagaimana caranya mendidik
seorang anak laki-laki, yaitu dengan bersikap keras dan tidak boleh bersikap memanjakan anak-
anaknya, kebiasaan itu membuat Fatma bersikap sama kepada Nadhira dan tidak ada lembut-lembut
nya. Fatma selalu menyamakan anak perempuan dan laki-laki itu sama saja, padahal kenyataan nya hati
perempuan itu sangat lembut dan mudah menangis jika nada kita sedikit meninggi.
Setelah rasa penyesalan itu Fatma menyuruh Nadhira untuk tidur karena hari sudah malam. Dan
setelah Nadhira masuk ke kamar, Fatma berfikir bahwa mulai besok ia harus menyayangi Nadhira
seperti anak kandung nya sendiri agar kejadian tadi tidak terulang kembali.
Hari pun sudah pagi, Fatma membangunkan Nadhira sangat-sangat pelan dan Fatma juga sudah
menyiapkan sarapan untuk Nadhira dan David karena hanya mereka yang masih sekolah. David
semakin iri karena ibu nya mulai perhatian dengan adik angkat nya itu.
Setelah sarapan David dan Nadhira pun pergi sekolah. Seperti biasa rutinitas ini dilakukan oleh
David dan Nadhira setiap harinya. Setelah pulang sekolah Fatma mengajak David dan Nadhira untuk
berbincang-bincang sebentar. “David kamu harus jadi kakak yang baik untuk Nadhira.” Fatma mulai
membuka pembicaraan itu. “Kenapa si Bu, gak seperti biasanya ibu bersikap seperti itu.” Jawab David
dengan nada kesal. Sedangkan Nadhira hanya menyimak saja.
“Kita itu keluarga sudah sepantasnya kita saling menyayangi kan?” Jawab Fatma. “Tapi dia
kan bukan keluarga kita buk.” David semakin membuat suasana jadi panas. “Kamu gak boleh seperti
itu, kamu harus menyayangi Nadhira seperti adik kamu sendiri.” Jawab Fatma dengan lembut. David
kesal dan akhirnya ia masuk ke kamar, Fatma menyuruh Nadhira untuk masuk ke kamar juga. Tak
lama Fatma menghampiri David yang sedang marah.
“David... Anak ibu yang paling ibu sayang, kamu gaboleh gitu ya sama Nadhira, kita itu sudah
bertahun-tahun hidup bersama, kamu harus bersikap menjadi kakak yang baik untuk adiknya.” Dengan
sangat pelan dan hati-hati Fatma mengatakan itu agar David tidak merasa bahwa ibu nya lebih sayang
Nadhira.
“Ibu kenapa sih berubah seperti ini?” Tanya David. “Ibu seperti ini hanya ingin keluarga kita
menjadi keluarga yang harmonis dan saling menyayangi, asal kamu tau kemarin adik kamu hampir
bunuh diri karena kita sering bersikap kasar terhadapnya.” Jawab Fatma. “Hah? Serius bu? Kok bisa
sih?” David pun mulai bingung. “Ia itu karena ia merasa bahwa ia sendirian dirumah ini, oleh sebab itu
untuk menghindari hal itu terulang kembali kita harus berubah dan lebih ngertiin Nadhira, ibu harap
kamu bisa ngerti apa yang bilang barusan.” Fatma pun keluar dari kamar dan meninggalkan David.
David pun mulai berfikir bahwa kejadian bunuh diri itu bukan lah hal yang main-main. Ia tidak tau apa
yang membuat Nadhira sampai ingin bunuh diri, ia pun semakin berfikir bahwa apa yang dikatakan
Fatma barusan juga ada benarnya, dan selama ini ia juga membuat Nadhira sering menangis karena
perbuatan nya.
Keesokan harinya David masih bingung ia harus bersikap seperti apa untuk memperbaiki
hubungannya dengan adik nya itu. Nadhira pun keluar kamar, David mencoba membuka obrolan untuk
meminta maaf kepada Nadhira atas apa yang ia lakukan selama ini. “Nanad maafin kakak yaa, kakak
belum jadi seorang kakak yang baik untuk Nanad dan kakak suka kasar sama Nanad, kakak janji mulai
hari ini kakak akan jadi kakak yang baik buat Nanad.” Ucap David. Nadhira pun tersenyum dan berkata
“Ia gak papa kok kak aku ngerti, aku juga ga pernah benci sama kakak, Nanad Cuma berharap ke
depannya kita harus terus akur seperti ini terus ya.” Jawab Nadhira. Saat tengah mengobrol Fatma pun
keluar kamar dan tersenyum melihat kakak adik yang mulai akur.

14
Nadhira sangat bahagia karena selama bertahun-tahun ia baru merasakan yang namanya
keharmonisan dalam rumah, dan ia sangat berterima kasih kepada Tuhan yang tidak pernah menguji
seorang hambanya di luar kemampuan hambanya. Keluarga Fatma pun hidup berbahagia dan banyak
tawa didalam-Nya, Nadhira hanya berharap kebahagiaan ini terus berjalan seperti ini sampai nanti ia
tua. Dan yang lebih bikin bahagia orang tua kandung Nadhira datang ke rumah Fatma, bahagia Nadhira
sekarang sudah setinggi langit, ia tak pernah berfikir bahwa skenario Tuhan itu indah. Akhirnya
keluarga Sintia dan Fatma mengumpul dan bercerita bersama.
Akhirnya keluarga Sintia dan Fatma berkumpul bersama dengan penuh bahagia, mereka bisa
bercerita bersama lagi dan menjalin silatuhrahmi dengan baik. Kehidupan mereka dipenuhi
kebahagiaan yang tiada tara.

Selesai....

15
Nadhira

BIODATA
PENULIS :
Nama : Dina Olivianty
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 19 Desember 2005
Media sosial : @xdnna19

16
Hijrahku Terhalang Restu Orang Tua

Di pagi hari di sebuah rumah mewah yang ditinggali oleh keluarga yang sangat terkenal. “Alzena
bangun nanti kamu terlambat mau ke pemotretan, Jiso bangunkan kakakmu.” Ucap ibu. Jiso adalah
anak kedua yang cantik, berambut panjang berwarna coklat pirang, kulit putih, hidung mancung, tinggi
badan sekitar 169 cm, dan bentuk mata almond eye. Jiso anak SMA yang berumur 17 tahun.
Akhir-Akhir ini Jiso sangat senang memakai hijab. “Kak bangun sudah jam 8 nanti kakak
terlambat pergi ke pemotretan.” Ucap Jiso. “Hahhh!!”. Alzena terkejut sambil melempar selimutnya ke
lantai. “Kok nggak bangunin dari tadi, kalau gini bisa telat kakak.” Ucap Alzena terburu-buru. Alzena
pun segera bersiap-siap menuju ke kamar mandi. “Itulah kakakku seorang model cantik, baik, ramah
tapi keras kepala.” Ucap Jiso memperkenalkan sang kakak. “Kalau kakak sudah selesai cepat turun kak
sarapan”. Ucap Jiso yang berteriak. “Iyaaa.” Ucap Alzena. Jiso segera turun menuju meja makan.
“Selamat pagi nak, mana kakakmu?” Ucap Sang papa. “Pagi Pa, kakak sedang siap-siap Pa.” Ujar Jiso
dengan lembut. Ya udah kamu makan duluan saja.” Ujar sang papa. “Oke pa.” Jawab Jiso. Jiso selalu
membawa buku tentang berhijrah. Tak sengaja mamanya melihat buku yang terletak di atas meja
makan yang selalu dibawa Jiso kemana-mana.
“Kamu tumben pakai hijab, buku apa ini? BERHIJRAH. Coba lihat kakakmu dia model cantik
terkenal, kariernya bagus dan menjamin masa depan.” Ujar sang mama yang terkejut. Mamanya
bernama Yoona seorang model cantik dan terkenal. “Tapi ma, dengan berhijab juga Jiso bisa jadi
model ma.” Ujar Jiso penuh harap. “Ya mama tau tapi dengan berhijab apakah aura seorang model
terpancar dan mempesona.” Ujar mama yang mengintimidasi. Jiso hanya diam saja. Tak lama
kemudian, Alzena turun dan segera menuju makan. Mereka makan bersama. “Papa berangkat kerja
ya.” Ujar papa. “Hati-hati pa.” Ujar Jiso dan Alzena menyahut bersamaan. “Alzena nanti kamu pergi ke
pemotretan sendiri aja, mama ada pekerjaan jadi mama tidak bisa mengantar”. Ujar mama. “Iya, ma.”
Jawab Alzena. Mamanya meninggalkan meja makan dan segera bergegas pergi. “Jiso temani kakak ke
pemotretan ya, biar ada teman ngobrol daripada dirumah ya kan bosan.” Ujar sang kakak penuh harap.
“Hmm.. Iya juga ya kak, ayo kak aku ikut kak.” Ucap Jiso. Selesai makan Jiso dan Alzena bergegas
pergi menuju pemotretan menggunakan mobil Alzena.
Di dalam mobil tampak raut wajah cemberut Jiso yang masih kepikiran dengan perkataan
mamanya tadi. “Jiso kamu kenapa kakak perhatikan kamu cemberut terus ada apa.” Ujar Alzena
khawatir. “Nggak ada apa-apa kak.” Bohong Jiso. “Bohong ceritain ada apa.” Ujar Alzena yang merasa
penasaran. “Jadi gini kak tadi mama bilang dengan berhijab apakah aura seseorang model terpancar,
sepertinya mama tidak setuju Jiso pakai hijab kak.” Ungkap Jiso. “Ya mungkin saja, Mama agak
terkejut saja tiba-tiba Jiso memakai hijab, secara Mama kan model yang sangat terkenal yang memiliki
paras wajah yang cantik, jadi mama ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya.” Ujar Alzena. “Ya udah
jangan cemberut lagi dong, kakak yakin Mama akan setuju cuman hanya perlu waktu saja.” Ungkap
Alzena meyakinkan. Mendengar perkataan kakaknya yang meyakinkan Jiso bahwa mamanya akan
setuju dengan Jiso yang berhijab. Jiso pun tersenyum. “Nahh gitu dong senyum kan cantik.” Ujar
Alzena. Alzena mengembalikan suasana
Mereka pun sampai ke lokasi. Sesampainya di lokasi Jiso dan Alzena melihat papanya disana.
“Kakak itu sepertinya Papa.” Ucap Jiso. “Iya Jiso itu benar Papa. Tapi papa ngapain ya kesini.” Ucap
Alzena penasaran. Mereka memanggil papanya. “Papa!!” Ucap Jiso dan Alzena bersamaan. Papanya
mendengarkan panggilan kedua putrinya dan menghampirinya. “Papa kenapa ada disini.” Ucap Alzena
penasaran. “Papa ada meeting sama klien papa untuk membicarakan kerja sama agensi model.” Ujar
Papa. Papanya bernama Jay seorang pengusaha dan sekaligus menjadi pimpinan sebuah agensi model.
“Jiso kamu menemani kakak pemotretan ?” Tanya Papa. “Hehehe iya pa, daripada Jiso bosan dirumah
jadi ikut kakak.” Jawab Jiso. “Bagus itu sekalian kamu belajar dan melihat bagaimana menjadi seorang
model.” Ucap Papa. “Iya pa.” Ucap Jiso. “Sudah dulu papa mau mulai meeting.” Ucap Papa. “Iya pa.”
Ucap Alzena dan Jiso bersamaan. “Jiso! Kakak siap-siap dulu ya mau pengambilan pemotretan.” Ujar
Alzena. “Iya kak, semangat!!” Ujar Jiso sembari tersenyum hangat. Alzena menuju ke make-up artis
dan mengganti pakaian nya dan bersiap pemotretan. Setelah selesai pemotretan Alzena pergi
menghampiri Jiso. “Jiso kamu mau minum apa atau mau makan apa.” Tawar Alzena. “Hmm... coklat
dingin aja kak.” Respon Jiso singkat. “Okee terus mau makan apa.” Tanya Alzena lagi. “Apa aja kak.”
Bingung Jiso. “Kalau Steak gimana?” Tawar Alzena. “Ya kak itu aja.” Ungkap Jiso. “Okee.” Respon
singkat Alzena. Alzena menyuruh asistennya untuk membelikan makanannya. “Ohh ya Jiso sekitar 1
jam lagi kakak ada pengambilan pemotretan lagi, Jiso tidak bosan kan menunggu kakak.” Ujar Alzena
yang takut bahwa Jiso merasa kebosanan. “Tidak kak.” Ungkap Jiso.
20 menit kemudian asisten Jiso datang dan memberikan makanan yang dipesan Alzena tadi.
“Wahh makanannya udah datang, ayo makan Jiso.” Ucap Alzena. “Iya kak.” Ucap Jiso. Mereka makan
bersama dan sambil berbincang tentang menjadi model. “Kak, sebenarnya susah nggak kak jadi
17
seorang model.” Tanya Jiso dengan penasaran. “Iya begitulah Jiso ada susah dan senangnya menjadi
model, susahnya karena fisik dan penampilan sangat mempengaruhi menjadi model yang dimana kita
itu harus pandai-pandai menjaga penampilan dan bentuk tubuh. Banyak model yang harus menjalankan
diet ketat untuk menjaga bentuk tubuhnya agar tetap ramping.” Ucap Alzena menjelaskan. “Terus
senangnya apa kak.” Tanya Jiso lagi. “Senangnya itu menjadi model, karena bisa menjadi orang
pertama yang menggunakan baju rancangan desainer hebat. Selain itu, bisa memperluas pergaulan
dengan sesama model lain, terutama model senior yang bisa memberi ilmu bagi perkembangan karier
nya.” Ujar Alzena menjelaskan kepada Jiso. “Ternyata tidak mudah ya kak untuk menjadi model”.
Ucap Jiso. “Iya Jiso memang tidak mudah ada duka dan senang dalam menjadi model.” Ucap Alzena.
Setelah selesai makan dan berbincang-bincang 1 jam berlalu. Alzena menuju ke pemotretan lagi.
“Jiso kakak pemotretan dulu ya.” Ucap Alzena. “Iya kak.” Ucap Jiso. Tak lama kemudian Alzena telah
selesai pemotretan dan menghampiri Jiso. “Jiso kakak sudah selesai pemotretan, gimana kalau kita
pergi ke mall.” Ucap Alzena. “Ayo kak tapi ngapain kak ke mall.” Tanya Jiso. “Kakak mau beli alat
make-up keluaran terbaru, nanti kakak traktir dehh apa yang Jiso ingin beli.” Jawab Alzena sambil
menawarkan. “Iya ayo kak.” Ucap Jiso. “Lets goo!!.”Ujar Alzena.
Mereka pun segera pergi ke mall. Setelah sesampainya di mall, Jiso melihat beberapa macam hijab
yang berbeda, mata Jiso tertuju ke toko hijab tersebut. Alzena melihat pandangan Jiso di Toko tersebut.
“Jiso kamu mau beli hijab itu, kakak perhatikan kamu melihat ke toko hijab itu terus.” Tanya Alzena.
“Iya kak Jiso ingin membeli beberapa hijab.” Jawab Jiso. “Ya udah Jiso pilih aja yang Jiso mau nanti
kakak yang bayarin.” Ucap kakak. “Beneran kak?.” Ucap Jiso. “Iya, kan kakak udah bilang tadi kalau
kakak mau traktir Jiso.” Ujar Alzena. “Terima kasih kak yang baik.” Ucap Jiso sembari tersenyum.
“Iya sama-sama, apa sih yang tidak untuk adik yang kakak sayang.” Ucap Alzena sembari tersenyum.
Mereka pun masuk ke toko hijab tersebut. Jiso melihat hijab yang berbeda-beda model. Jiso pun
tertarik dan memanggil kakak nya. “Kakak-kakak, Jiso mau beli hijab Tudung People 5, Duck Scarves
7, Haute hijab 6, Hanayen 4.” Ucap Jiso. Hijab Tudung People dan Duck Scarves adalah hijab yang
berasal dari Malaysia dengan harga 685.000. Hijab Haute hijab berasal dari Amerika Serikat dengan
harga 2,3 juta dan Hanayen hijab yang berasal dari Dubai dengan harga 3,2 juta. “Udah itu aja? Jiso
yakin ada lagi nggak yang mau dibeli.” Ucap Alzena dengan tawaran. “Hmm sepertinya itu aja kak.”
Ucap Jiso. “Oke ayo kita bawa ke kasir.” Ucap Alzena.
Jiso dan Alzena menuju ke kasir membayar hijab tersebut. Setelah selesai mereka membeli hijab,
mereka pergi ke toko make-up keluaran terbaru. “Nahh, itu dia yang kakak cari. Omaiigatt kualitasnya
terbaik dehh.” Ucap Alzena dengan gembira. Alzena membeli alat make-up dengan harga 987 juta.
“Jiso kamu mau beli make-up juga nggak biar sekalian kakak yang bayarin.” Ucap Alzena
menawarkan. “Hmm...gimana ya, mau nggak ya.” Ucap Jiso dengan candaan. “Elehh, pura-pura mau
nolak nanti nyesel.” Ucap Alzena membalas candanya. “Mau lah kak.” Ucap Jiso. “Okee.” Respon
singkat Alzena. Mereka segera menuju kasir dan membayarnya. Setelah selesai melakukan
pembayaran, mereka bergegas pulang ke rumah. “Ayo Jiso kita pulang.” Ucap Alzena. “Iya, ayo kak.”
Ucap Jiso.
Jiso dan Alzena sudah sampai ke rumah. “Ahhh akhirnya selesai juga hari ini, hari yang sangat
melelahkan.” Ucap Alzena sambil menghela nafas merasa kelelahan. Alzena duduk di kursi pijatan
untuk memijat kakinya yang lelah sedangkan Jiso duduk di sofa sambil melihat-lihat hijab yang
dibelinya tadi. “Wahh bagus-bagus banget kak hijabnya.” Ucap Jiso dengan wajah yang gembira. “Iya,
Jiso.” Ucap Alzena menyahut. “Ohh ya Jiso, kamu bentar lagi mau lulus kan sebentar lagi?” Tanya
Alzena. “Iya, kak kenapa kak.” Jawab Jiso. “Kakak mau belikan Jiso sesuatu sebagai hadiah kelulusan
Jiso.” Ujar Alzena. “Hadiah apa kak?” Ucap Jiso dengan penasaran. “Ada dehh, kalau disebutin
sekarang bukan suprise namanya. ”Ucap Alzena. “Terus nanti Jiso mau masuk jurusan apa?” Tanya
Alzena. “Jurusan permodelan kak, seperti kakak dan mama tapi Jiso mau yang versi muslimah kak.”
Jawab Jiso. “Wahh, semangat Jiso, kakak dukung apa pun yang menurut Jiso merasa senang.” Ucap
Alzena memberi dukungan.
Tak lama mereka mengobrol, mamanya pulang .”Mama sudah selesai pekerjaannya.” Ucap
Alzena. “Iya sudah.” Ucap Mama. “Lagi ngobrolin apa sepertiny*a serius sekali.” Ucap mama
penasaran. “Lagi ngobrolin hari kelulusan Jiso dan jurusan yang mau Jiso inginkan.” Ucap Alzena.
“Ohh, nanti kamu Jiso harus ambil jurusan model seperti kakakmu.” Ucap mama. “Tapi ma, Jiso
maunya jadi model muslimah ma.”Ucap Jiso penuh harapan. “Mama tidak setuju, Jiso jadi model
muslimah, kamu harus mengikuti jejak mama dan kakakmu.” Ucap mama dengan tegas. Tidak sengaja
mamanya melihat hijab yang Jiso beli tadi. “Jiso kamu beli hijab, untuk apa beli hijab sebanyak itu.”
Ucap mama dengan wajah yang tidak senang. “Iya ma, Jiso ingin berhijab terus ma. Karena Jiso ingin
jadi model muslimah Ma.” Ucap Jiso penuh harapan. “Mama tetap tidak setuju kamu itu harus nurut!”
Ucap Mama. “Tapi kenapa sihh ma, Jiso tidak boleh menjadi model muslimah, Jiso nurut apa pun yang
bilang. Jadi apa masalahnya Jiso menjadi muslimah.” Ucap Jiso. “Dengan kamu berhijab itu tidak
mengeluarkan aura yang menarik.” Ucap mama emosi. Mendengarkan hal itu Jiso langsung pergi ke
18
kamarnya sambil menangis di kamarnya. “Jiso mau kemana kamu, mama belum selesai bicara.” Ucap
mama dengan emosi. Jiso sama sekali tidak menghiraukan panggilan mamanya. “Sudah ma, jangan
terlalu keras dengan Jiso, kasihan ma.” Ucap Alzena. “Mama tidak keras pada Jiso, mama cuma ingin
anak-anak mama mengikuti jejak mama.” Ucap mama. “Iya Ma, Alzena tahu. Tapi mama jangan
terlalu memaksakan kemauan Mama. Kasihan Jiso ma.” Ucap Alzena meyakinkan mamanya.” Sudah,
mama tidak mau bicara kan lagi. Mama mau mandi dan bersiap untuk makan malam. Nanti kamu
panggil Jiso untuk bersiap makan malam.” Ucap mama yang masih dengan keadaan emosi. Alzena
menghampiri Jiso ke kamar sambil mengajak Jiso untuk makan malam. “Jiso, apakah kakak boleh
masuk.” Ucap Alzena. “Iya kak, masuk aja.” Ucap Jiso. “Jiso, kakak mengerti perasaan Jiso. Tapi Jiso
jangan nangis dong, kakak yakin suatu saat mama akan mengerti dengan perlahan-lahan apa yang ingin
Jiso inginkan.” Ucap Alzena menenangkan Jiso yang menangis. “Iya kak, terima kasih kak, kakak
selalu dukung apa pun yang Jiso inginkan.” Ucap Jiso. “Iya, sudah ya jangan sedih lagi, cepat gihh
kamu mandi dan bersiap makan malam.” Ucap Alzena. “Iya kak.” Ucap Jiso.
Makan malam tiba, lagi-lagi Mamanya membahas masalah keinginan Jiso menjadi model
muslimah. “Jiso, Mama intinya tidak setuju kamu menjadi model muslimah.” Ucap Mama. “Sudah ma,
jangan bahas masalah itu dulu, lebih baik menikmati makan malamnya.” Ucap Alzena. “Ada apa ini?”
Tanya Papa. “Jadi gini pa, Jiso mau jadi model muslimah.” Jawab Mama. “Tidak boleh Jiso Kamu
menjadi model muslimah, Papa tidak setuju. Dengan kamu menjadi model muslimah apa yang akan
dipikirkan klien Papa. Kamu mau merusak perusahaan Papa.” Ucap Papa dengan tegas. “Tidak pa, Jiso
tidak bermaksud seperti itu, Jiso yakin pa, nantinya Perusahaan papa akan semakin sukses.” Ucap Jiso
penuh harap. “Papa bilang tidak!! Ya tidak!! Kamu itu harus nurut dan patuh apa yang papa bilang.”
Ucap Papa marah. Mendengarkan ucapan papanya, Jiso merasa sedih dan langsung meninggalkan
makan malamnya. “Jiso mau kemana kamu? Mama Papa belum selesai bicara. Dasar anak kurang
Ajar!!.”Ucap Mama. “Sudah ma, cukup kasihan Jiso.” Ucap Alzena. Makan malam tersebut berakhir
tidak menyenangkan.
Keesokan harinya Jiso berangkat ke sekolah bareng Alzena. “Ayo Jiso nanti kamu terlambat.”
Ucap Alzena. “Iya kak.” Ucap Jiso. Sesampainya disekolah Jiso dihampiri Amira. Amira adalah
sahabat dekatnya Jiso yang dianggap Jiso seperti saudara nya sendiri. “Hai Jiso.” Ucap Amira menyapa
Jiso. “Hai.” Ucap Jiso dengan wajah yang sedih. “Kamu kenapa Jiso kok terlihat sedih. Ada apa ayo
ceritain?” Tanya Amira. “Jadi gini Amira. Aku sedih karena mama dan papa ku tidak setuju aku
menjadi model muslimah.” Jawab Jiso. “Ohh jadi itu masalah nya. Tapi kenapa tidak boleh padahal itu
kan tetap menjadi model.” Ucap Amira. “Iya Amira, tapi papa dan mama mengganggap bahwa dengan
aku menjadi model muslimah itu tidak menarik sama sekali. Aku capek Amira diatur dan ego mama
yang tidak mengerti perasaan aku.” Ucap Jiso. “Iya Jiso aku mengerti itu berat, tapi aku yakin kamu
pasti diperbolehkan menjadi model muslimah.” Ucap Amira. “Jangan sedih lagi ya, ini bukan Jiso
yang aku kenal yang mudah menyerah. Jiso yang aku kenal itu tidak mudah menyerah.” Ucap Amira.
“Iya Amira. Aku harus bisa dan tidak menyerah untuk meyakinkan Mama dan papa.” Ucap Jiso. “Nahh
ini baru namanya Jiso yang kukenal.” Ucap Amira sembari tersenyum. Jiso dan Alzena menuju ke
kelas. Jam pelajaran selesai bel berbunyi yang menandakan saat nya pulang. “Dahh Jiso aku pulang
duluan ya. Jangan sedih lagi. Semangatt.” Ucap Alzena. “Iya hati-hati Amira.” Ucap Jiso.
Beberapa bulan kemudian hari kelulusan Jiso tiba. Alzena memberi kan sebuah mobil sebagai
hadiah kelulusan Jiso. Mama dan papanya juga membelikan hadiah juga kepada Jiso. “Jiso selamat ya,
ini mobil buat Jiso.” Ucap Alzena. “Wahh jadi ini ya kak hadiah buat Jiso.” Ucap Jiso. “Iya.” Respon
singkat Alzena. “Terima kasih kak. Jiso suka sekali mobilnya apalagi warna kesukaan Jiso.” Ucap Jiso
dengan gembira. Jiso sangat menyukai warna ungu. “Iya sama-sama Jiso.” Ucap Alzena. Mama dan
papanya memberikan hadiah gaun model dan alat make-up. Ternyata maksud dari mama dan papanya
memberikan hadiah ini untuk Jiso yang akan menjadi model seperti kakaknya.Ini membuat Jiso
terkejut. “Pa, ma kenapa belikan Jiso gaun seperti ini, Jiso kan berhijab ma, pa.” Ucap Jiso. “Mama tau,
Tapi ini sudah benar karena kamu akan menjadi model seperti kakakmu.” Ucap Mama. “Ma, Jiso
intinya tetap akan memilih jurusan model muslimah meskipun mama dan papa tidak setuju. Jiso berhak
ma, pa untuk memilih apa yang Jiso inginkan.” Ucap Jiso. “Oke kalau kamu bersikeras tetap ingin
model muslimah ,kamu keluar dari rumah ini, Jadi kamu bebas memilih yang kamu inginkan, karena
tidak akan lagi ada yang melarang.” Ucap Mama dengan wajah yang sangat marah. “Ma jangan bicara
seperti itu.” Ucap Alzena. “Mama tidak main-main lebih baik kamu keluar dari rumah ini.” Ucap
Mama emosi. “Iya kamu keluar dari rumah ini papa tidak mau mempunyai anak yang sama sekali tidak
mematuhi orang tua.” Ucap Papa. “Mama dan Papa tega ngusir Jiso dari rumah ini.” Ucap Jiso.
Mamanya membawakan koper Jiso untuk keluar dari rumah tersebut. “Ini koper kamu, keluar kamu
dari rumah ini kamu bukan lagi anak dari keluarga Jay. Anak kami hanya satu yaitu Alzena.” Ucap
mama dengan emosi yang meluap. “Mama dan Papa tega. Jiso akan membuktikan bahwa Jiso bisa
menjadi muslimah yang terkenal di dunia.” Ucap Jiso. “Silahkan kamu buktikan perkataan mu.”vUcap
mama. “Oke ma, aku akan buktikan.” Ucap Jiso. Suasana semakin membara. Jiso pun pergi dari rumah
kediaman Jay. Tetapi sebenarnya mama dan papanya merasa khawatir takut nanti Jiso kenapa-kenapa
19
diluar sana. “Mama dan papa tega sekali dengan Jiso. Alzena mau menyusul Jiso.” Ucap Alzena.
Alzena segera menyusul Jiso dan meminta Jiso agar menginap di apartemen Alzena.
“Jiso stopp, kamu lebih baik tinggal di apartemen kakak saja.” Ucap Alzena. “Tidak usah kak, Jiso
bisa cari tempat sendiri dan hidup mandiri.” Ucap Jiso. “Tapi kamu mau kemana, kakak mohon kamu
ikut kakak aja ke apartemen, kakak tidak mau kamu kenapa-kenapa. Jiso adik kakak satu-satunya. Jadi
kakak mohon nurut ya Jiso.” Ucap Alzena. Akhirnya Jiso mau mendengarkan kakaknya untuk tinggal
ke apartemen. “Iya kak, ayo.” Ucap Alzena. Mereka sampai ke apartemen. “Jiso kamu untuk sementara
tinggal di apartemen kakak dulu sampai kakak bisa meyakinkan Mama dan papa.” Ucap Alzena. “Iya
kak terima kasih.” Ucap Jiso. “Iya, kamu Istirahat dan jika ada perlu apa-apa nanti tinggal panggil saja
pelayannya.” Ucap Alzena. “Iya kak.” Ucap Jiso.
Alzena setiap hari membawakan makanan untuk Jiso dan sesekali menemani Jiso. “Jiso ini kakak
bawakan makanan kesukaanmu.” Ucap Alzena. “Terima kasih kakak.” Ucap Jiso. “Gimana kuliahnya
lancar.” Tanya Alzena. Jiso kuliah dengan jurusan yang dia inginkan yaitu menjadi model muslimah.
“Alhamdulillah, lancar kak tidak ada kendala.” Ucap Jiso. “Oke bagus itu. Kakak pergi dulu ya kakak
ada pemotretan.” Ucap Alzena. “Iya kak hati-hati.” Ucap Jiso.
5 bulan berlalu Jiso melewati masalah yang dihadapi nya. Jiso sangat merindukan mama dan
papanya. Jiso berharap semoga hari itu akan tiba mama dan papa nya bisa menerima Jiso menjadi
model muslimah. Di sisi lain Mama dan Papanya juga merindukan Jiso. Iya memaang benar perkataan
terkadang tidak sama dengan hati.
“Mama, Alzena pergi dulu ya mau pemotretan.” Ucap Alzena. ”Iya.” Ucap Mama. Alzena pergi
ke pemotretan. Pemotretan telah selesai Alzena segera pulang, jam menunjukkan sudah jam setengah 9
malam. Didalam perjalanan Alzena menabrak seseorang. Tetapi itu hanya rekayasa saja, Jadi seolah-
olah Alzena yang menabrak. “Aduh bagaimana ini aku menabrak seseorang.” Ucap Alzena. Alzena
turun dari mobil dan melihat keadaan orang tersebut. “Bapak tidak apa-apa kan. Apakah ada yang
terluka, jika ada yang terluka lebih baik ke rumah sakit pak, aku kan bertanggung jawab.” Ucap Alzena
yang cemas. Ternyata itu preman yang ingin berbuat jahat dan menggoda Alzena karena Alzena yang
memakai pakaian yang seksi.” Hahaha mau kemana kamu neng ayo neng temani Abang malam ini.”
Ucap preman. “Aku tidak mau, lepas nggak kalau tidak aku telepon polisi.” Ucap Alzena merasa
ketakutan.
Alzena berteriak minta pertolongan. “Tolong!! Tolong. Lepaskan.” Ucap Alzena ketakutan.
Alzena berusaha tetap berteriak dan berharap ada orang yang lewat segera menolongnya. Karena disitu
posisi jalan nya dalam keadaan yang sepi. Tidak ada lagi orang yang lewat. “Tolong!! tolong!! Saya.”
Ucap Alzena. Preman tersebut ingin berniat akan menganiaya Alzena karena nafsu preman yang
melihat Alzena yang sangat cantik dan seksi. Alzena berusaha untuk lepas dari premannya ,tetapi
sayangnya Alzena kesusahan karena genggaman yang sangat kuat dari preman tersebut. “Usssttt diam
neng, tidak ada orang yang akan bantu kamu nengg, Jadi diam saja dan nikmati malam ini.” Ucap
preman sambil berdesit.” “Tidak mau lepaskan. Tolong!!Tolong!!” Ucap Alzena semakin takut.
Akhirnya ada seorang laki-laki yang menolong Alzena. “Lepaskan perempuan itu.” Ucap Seorang laki-
laki. “Lepaskan-lepaskan siapa kamu jangan ikut campur.” Ucap preman. “Dia calon istriku. Jadi
lepaskan, jangan berani kamu memegang calon istriku.” Ucap laki -laki tersebut. Alzena terkejut
mendengar perkataan laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut berkelahi dengan preman tersebut. Dan
akhirnya preman tersebut kewalahan dan melarikan diri. “Terima kasih sudah menolongku, aku tidak
tau lagi bagaimana jadinya jika kamu tidak datang.” Ucap Alzena penuh berterima kasih. Mereka
berkenalan. “Iya, perkenalkan namaku Jekey, nama kamu siapa.” Ucap Jekey. “Namaku Alzena.” Ucap
Alzena. “Kamu bukannya anak dari pak Jay perusahaan yang terkenal itu.” Ucap Jekey. “Iya” Ucap
Alzena. “Ya udah aku anterin kamu pulang.” Ucap Jekey. “Tidak usah repot-repot aku bisa pulang
sendiri.” Ucap Alzena tidak enakan. “Nanti kamu digangguin lagi sama preman tadi, lihat saja ini
jalanan sangat sepi.” Ucap Jekey. “Oke asal kamu tidak merasa kerepotan.” Ucap Alzena.
Akhirnya Jekey mengantar Alzena pulang. Sesampainya dirumah Alzena menangis dan masih
merasa ketakutan dengan kejadian tadi. “Mama!!Papa!!” Ucap Alzena yang menangis. “Kamu kenapa
menangis, kamu siapa, kamu apakah anak saya sampai menangis.” Ucap mama. “Tidak ma, justru
Jekey yang menolong Alzena.” Ucap Alzena menjelaskan. “Mama tidak mengerti coba jelaskan.” Ucap
Mama. “Jadi gini ma, tadi diperjalanan Alzena hampir mau dianiaya sama preman dan untungnya ada
Jekey yang lewat menolong Alzena.” Ucap Alzena sambil menangis tersedu-sedu. “Serius Alzena, tapi
kamu tidak apa-apa kan.” Tanya mama merasa khawatir. “Tidak apa-apa ma.” Ucap Alzena. “Jekey
terima kasih kamu telah menolong putri saya, sekali terima kasih kalau tidak ada kamu gimana nanti
nasib putri saya.” Ujar mama. “Iya Tante sama-sama, saya pulang ya Tante sudah larut malam.” Ucap
Jekey. “Iya hati-hati Jekey.” Ucap Mama.
Keesokan harinya Alzena ke apartemen Jiso dan mengajak Jiso Joging bersama. “Jiso kamu
hari ini libur kan kuliahnya. Ayo kita jogging.” Ucap Alzena. “Iya kak, tunggu kak Jiso siap-siap dulu.”
20
Ucap Jiso. “Iya.” Respon singkat Alzena. Jiso telah selesai bersiap. Mereka langsung pergi Jogging
bersama. Mereka bertemu Jekey yang sedang Jogging juga. Alzena melihat Jekey dan
menghampirinya. “Kamu Jekey kan, bertemu lagi kita.” Ucap Alzena. “Iya apakah kamu sudah merasa
lebih tenang.” Ucap Jekey. “Perkenalkan ini adikku namanya Jiso.” Ucap Alzena. “Ini siapa ya kak?”
Tanya Jiso. “Jadi gini Jiso, semalam kakak hampir mau dianiaya sama preman dan untungnya ada
Jekey yang menolong kakak.” Ucap Alzena menjelaskan. “Hah!! Kakak kenapa nggak bilang sama Jiso
tentang masalah ini.” Ucap Jiso. “Kakak nggak mau kamu nanti kepikiran, lagian kakak nggak kenapa-
kenapa.” Ucap Alzena. “Tapi kak pokoknya kakak harus cerita, Jiso khawatir kakak kenapa-kenapa.”
Ucap Jiso. “Iya bawel.” Ucap Alzena. “Kak Jekey makasih ya, telah menolong kakakku.” Ucap Jiso.
“Iya Jiso tidak masalah.” Ucap Jekey. Jekey, Jiso dan Alzena mereka jogging bersama. Jiso dan Alzena
merasa lelah. Mereka duduk sebentar. Jekey membelikan minuman untuk Jiso dan Alzena. “Jiso kita
istirahat dulu ya.” Ucap Alzena. “Bentar aku, belikan kalian minuman dulu.” Ucap Jekey. “Ehh tidak
usah-usah Jekey.”vUcap Alzena. “Tidak apa-apa.” Ucap Jekey. Jekey pergi membeli minuman. “Kak?”
Ucap Jiso. “Kenapa Jiso “Ucap Alzena. “Kak aku perhatikan sepertinya kakak cocok dehh sama kak
Jekey.” Ucap Jiso. “Ustt Jangan asal bicara.” Ucap Alzena tersipu malu. “Iyakk, tapi muka kakak
merah lohh. Cie ciee, ciee.” Ucap Jiso mengejek. “Apaan sih Jiso Ustt diam, nggak merah pipi kakak.”
Ucap Alzena sambil memegang pipinya. Jekey telah membeli minuman dan memberikannya dengan
Jiso dan Alzena. “Terima kasih.” Ucap Alzena. “Terima kasih kak Jekey.” Ucap Jiso. Sambil istirahat
mereka berbinar-binar. “Ohh ya Jekey kalo boleh tau kamu kerja apa atau kegiatan apa yang kamu
lakukan sekarang ini.” Tanya Alzena. “Aku meneruskan perusahaan orang tua ku. Aku sangat suka
dengan musik. Karena dengan musik inilah disaat aku merasa lelah, sedih. Itu membuatku lebih merasa
hilang lelah dan kesedihanku.” Ucap Jekey. “Wahh hebat ya kamu bisa menjadi pengusaha sukses di
umur yang masih muda.” Ucap Alzena. “Iya hebat kak Jekey, cocok kak Jekey sama kak Alzena.
Sama-sama pekerja keras.” Ucap Jiso. “Ustt Jiso diam, maaf kan Jekey emang Jiso ini suka asal bicara
yang tidak-tidak” Ucap Alzena. Jekey hanya tersenyum tetapi di hatinya dia merasa kan detak jantung
yang berdebar-debar. “Ohh ya kak Jekey, kakak sudah ada pacar kah?” Tanya Jiso. “Belum ada Jiso.”
Jawab Jekey. “Pas berarti cocok sama kakak Alzena cantik dan Kak Jekey. Kenapa nggak pacaran aja.”
Ucap Jiso. “Ustt Jiso diam anak kecil jangan bicara tentang pacaran, Tidak boleh.” Ucap Kak Alzena
merasa salting. Jekey tetap cool tapi sebenarnya dia salting.
Hari sudah menunjukkan pukul 8 Mereka segera pulang. “Ayo Jiso kita pulang.” Ucap Alzena.
“Jekey kami pulang duluan ya. Sampai bertemu lagi.” Ucap Alzena. “Iya.” Ucap Jekey. “Dahh kak
Jekey.” Ucap Jiso. “Dahh.” Ucap Jekey. Jiso pulang ke apartemen sedangkan Alzena pulang ke rumah.
Disisi lain Mama dan Papanya bicara berdua dan membicarakan untuk Jiso boleh menjadi
model muslimah.. “Pa gimana kalau kita cari Jiso, mama takut kejadian kemarin akan terulang .”Ucap
mama. “Iya ma, nanti besok kita coba cari Jiso.” Ucap Papa. “Iya pa, biarkan Jiso menjadi model
muslimah yang dia inginkan, mama tidak mau kedua putri mama akan kenapa-kenapa.” Ucap Mama.
Alzena sampai dirumah. “Nahh kebetulan kamu udah pulang, Mama mau tanya Alzena tau tidak
dimana Jiso tinggal sekarang.” Tanya mama. “Kenapa mama menanyakan itu? Ada apa ma?” Ucap
Alzena. “Jadi gini papa dan mama sepakat akan setuju dengan Jiso menjadi model muslimah.” Ucap
Mama. “Serius ma.” Tanya Alzena masih tidak menyangka. “Iya mama serius memperbolehkan Jiso
menjadi model muslimah.” Ucap Mama.” Jiso ada di apartemen Alzena ma.”Ucap Alzena. “Oke bagus
itu nanti besok kita langsung jemput Jiso.” Ucap Mama.
Keesokan harinya mama, papa dan Alzena pergi menuju ke apartemen untuk menjemput Jiso.
“Jiso kakak ada kejutan untuk Jiso.” Ucap Alzena. “Apa kak?” Ucap Jiso penasaran.”Satuu dua tigaaa
jeng jeng jeng.” Ucap Alzena. “Mama!!Papa!!” Ucap Jiso sambil memeluk mama dan papanya. “Iya
nak ini kami, maafkan kami yang nak Selama ini tidak memikirkan perasaan kamu. Mama dan Papa
sudah sepakat dan setuju Jiso menjadi muslimah.” Ucap Mama.” Iya nak Papa tidak akan lagi
mengatur dan memaksakan kehendak papa.” Ucap Papa. “Serius Ma, Pa.” Ucap Jiso. Jiso merasa ini
seperti mimpi, Jiso sangat senang, Akhirnya mama dan Papanya setuju dengan Jiso Menjadi model
muslimah. “Iya ayo pulang nak.” Ucap Mama. “Iya, ayo ma, pa, kak.” Ucap Jiso.
Akhirnya setelah 3 bulan berlalu Mamanya dan Alzena memutuskan untuk berhijab seperti Jiso.
Jiso sangat senang melihat perubahan Mamanya dan kakaknya. Dan Akhirnya mereka hidup bahagia
selamanya.

21
Hijrahku terhalang restu orang tua

BIODATA
PENULIS :
Nama : Hidayah Ramadhan Pasya
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 13 November 2005
Media sosial : @pasya1311

22
Satu Minggu Bersamamu

Pada siang hari sepulang bel sekolah... Aku segera mendatangi bangku temanku untuk
mengajaknya pulang bersama. Namanya adalah Farah tapi orang-orang biasa memanggilnya Ara dan
namaku sendiri adalah Elena Daniar biasanya orang-orang memanggilku Lena. Kami berteman sejak
masih SMP dan sekarang kami baru memasuki 3 bulan bersekolah sebagai murid SMA. Semenjak
SMA aku selalu pulang bersama Farah karena waktu SMP aku diantar jemput. Hari itu, aku dan Ara
buru-buru menuju kantin sekolah sebelum pulang ke rumah karena kantin sebentar lagi akan di tutup.
Ya, kami memang selalu ke kantin sepulang sekolah karena kantin sudah sepi dan kami lebih leluasa
untuk memilih apa saja hahaha. Sesampainya kami di kantin, aku langsung membeli minuman varian
Matcha karena aku sangat menyukai rasanya. Kalau Ara biasanya membeli minuman rasa Taro tetapi
tadi dia berubah selera, katanya dia mau membeli minuman yang rasa Matcha juga biar samaan
denganku. Setelah kami berdua selesai membayar, kami kedatangan bocah laki-laki anak si ibu penjaga
kantin yang menabrak Ara dengan kencang sehingga minumannya tumpah semua dan mengotori rok
Ara. Aku ingin sekali memarahi bocah itu. Namun, aku berusaha menahannya karena dia masih kecil
jadi dimaklumi saja. Tak lama kemudian, seorang laki-laki yang kebetulan lewat langsung membantu
Ara membersihkan minumannya yang mengotori lantai kantin, lalu dia membelikan air putih untuk Ara
sebagai ganti Matcha yang tumpah tadi. Bersamaan dengan itu, teman si laki-laki itu memanggil
namanya dari kejauhan untuk menanyakan kunci kelas. Seingatku dia dipanggil temannya tadi dengan
nama Jeri dan aku langsung menebak bahwa kak Jeri ini adalah kakak kelas karena teman yang
memanggilnya itu adalah seniorku di ekskul. Berselang dari itu, kak Jeri meninggalkan kantin dan
pergi bersama temannya tadi. Aku yang sejak pertama kali memperhatikan kehadirannya langsung
menceritakan rasa penasaranku kepada Ara. Ara juga mendukungku karena Ara merasa anak laki-laki
itu sangatlah baik karena telah membantunya. Aku tidak heran kenapa Ara tidak tertarik dengan kak
Jeri, karena Ara sudah punya pacar sejak SMP. Dan tentunya semenjak kejadian di kantin itu, aku
semakin penasaran dengan kak Je. Aku memanggilnya kak Je saja biar lebih simple. Setiap kali
berpapasan dengan kak Je rasanya senang sekali, terkadang bisa salah tingkah sendiri. Bahkan rasanya
aku bisa menatap kak Je berjam-jam tetapi anehnya kalau kak Je menoleh aku langsung mengalihkan
pandangan karena takut ketahuan hahaha. Hari terus berganti, lambat laun aku hanya menjadi
pengagum rahasianya saja, saat itu hanya Ara saja yang tau kalau aku menyukai kak Je. Karena setelah
aku dengar-dengar, kak Je memang banyak penggemar dikalangan wanita, aku seketika jadi sadar diri
kalau tidak mungkin bisa dekat dengannya. Begitulah caraku untuk menahan diri.
Tetapi, tiba-tiba aku teringat kejadian sekitar 2 bulan lalu. Saat awal awal masuk SMA, aku
mendengar teman sekelasku yang bernama Zidan pernah menyebut nama kak Je dan menceritakan
sesuatu yang berhubungan dengan kak Je ke temannya yang lain seolah-olah mereka sangat akrab,
tetapi aku hanya mendengar sekilas saja, intinya aku ingat Zidan pernah menyebut namanya. Aku jadi
penasaran karena ingat kejadian waktu itu, tanpa ragu aku langsung mendatangi Zidan dan bertanya,
"Zidan aku mau nanya nih, kamu kenal kak Jeri ya? Soalnya aku pernah denger kamu nyebut nama dia
waktu itu, Kalo kenal kok bisa?" Kemudian Zidan menjawab, "Oh kenal dong, dia itu tetangga gue,
udah kenal dari kecil. Walaupun dia lebih tua aja gue panggil nama karena kebiasaan, tapi kalo di
sekolah, gue mau gamau harus manggil dia pakek kak, padahal males banget. Katanya sih biar menjaga
sopan santun di sekolah hahaha. Eh kenapa nih tiba-tiba nanyain kak Jeri? Naksir ya lu?" Aku
kemudian membalas, "Ih cuma nanya doang kok, tapi emang bisa dibilang naksir sih, soalnya aku
penasaran banget sama kak Je dari awal, ya kayak cinta pandangan pertama gitulah hahaha. By the
way, kalau aku mau nanya-nanya tentang kak Je ke kamu boleh kan? Tapi jangan di sebarin ke orang
lain." Kemudian Zidan membalas, "Ohh aman len kalo sama gue mah, tanyain aja yang mau lu tanyain
tentang dia, gue tau semua tuh sampe ke silsilah keluarganya juga gue hafal." Akupun menjawab
bercanda, "Ah yang bener? Aku cuma mau nanya nama lengkapnya kak Jeri ajasih biar bisa aku doain
di sepertiga malam hahaha." Zidan pun tertawa dan berkata, "Dih bisa-bisanya lu haha, nama
lengkapnya tuh Jeri Ramadhan, kalo diluar sekolah sih biasanya orang-orang manggil dia Ridhan
termasuk gue." Aku pun membalas, "Oh Ridhan? Nama singkatan ya? kalo panggilan khusus dari aku
sih kak Je aja, lebih simple hahaha, yaudah ya aku cuma mau nanya itu dulu, kapan-kapan aku tanyain

23
juga yang lain." Setelah dari percakapan itu, aku kembali ke bangku Ara dan menyantap bekal makan
siang kami sambil berbincang-bincang.
Setelah beberapa hari dari kejadian itu. Aku, Ara, dan Zidan jadi semakin dekat walaupun
hanya sebatas bercanda gurau, apalagi Zidan sering mengejekku tentang kak Je. Selain itu, aku juga
semakin sering menanyakan kak Je ke zidan hanya sekedar ingin mengetahui lebih dalam tentang
dirinya walaupun aku tahu mustahil akan mendapatkan hatinya. Aku juga mendengar beberapa cerita
dari Zidan, kalau kak Je adalah playboy dan sering mengganti-ganti pacar. Ya aku pikir saat itu wajar
saja karena kan emang kak Je ganteng, aku rasa cowok ganteng jaman sekarang gak ada yang gak
punya pacar hahaha. Sekarang juga aku berfikir dia pasti sedang punya pacar yang orang-orang gak
tahu termasuk Zidan yang teman dekatnya juga. Tapi apa boleh buat, aku hanya orang asing yang
mengaguminya dan tidak bisa melarang siapa yang akan menjadi pasangannya. Walaupun aku begitu
menyukai kak Je, aku sama sekali tidak berani untuk mendekatinya duluan karena aku takut malah
akan membuatnya risih dan berfikir jelek tentangku. Itulah pikiran-pikiran yang terus muncul setiap
aku melihat kak Je.
Hingga suatu hari, kelasku ada pembagian kelompok membuat kerajinan tangan. Dan tidak
disangka kalau aku sekelompok dengan Zidan yang tentunya aku senang sekali karena bisa sekalian
mencari info tentang kak Je, sayangnya aku tidak sekelompok dengan Ara dan hal itu membuatku agak
sedih. Sepulang sekolah, anggota kelompokku akan mendiskusikan dimana dan kapan akan melakukan
kerja kelompok. Kemudian, Zidan menawarkan kalau rumahnya bisa dipakai untuk kerja kelompok
pada hari minggu. Kami semua sepakat dan kamipun mulai mempersiapkan bahan-bahan yang
diperlukan untuk kerja kelompok nanti.
Hari minggu telah tiba. Pukul 08.00 WIB, aku mulai bersiap-siap untuk pergi ke rumah Zidan,
dan ini adalah pertama kalinya aku kerumah Zidan. Dan aku mulai memesan ojek online setelah selesai
bersiap-siap tadi. Selang beberapa menit ojek yang aku pesan datang dan aku menaikinya. Selama
diperjalanan, aku banyak memikirkan hal-hal random termasuk memikirkan tentang kak Je. Pikiran
tentang dia selalu muncul begitu saja, aku menyadari betapa aku menyukainya dan aku senyum-
senyum sendiri saat memikirkan hal-hal tentangnya.
Sesampainya aku dirumah Zidan, aku melihat beberapa anggota kelompokku sudah ada yang
datang sambil menikmati cemilan yang disediakan Zidan, aku kira kalau aku yang pertama datang
karena janjian ketemunya jam 10. Tanpa berfikir panjang, akupun langsung bergabung dengan mereka
menikmati cemilan sambil bercanda gurau. Saatnya kami mulai mengerjakan kerajinan tangan yang
kami sudah tentukan saat diskusi kemarin. Pada dipertengahan pengerjaan, bahan yang kami butuhkan
kurang dan aku langsung menyuruh Zidan untuk membelikannya dengan nada agak marah karena
Zidan dari tadi tidak melakukan apa-apa dengan alasan dia adalah tuan rumah. Setelah aku
menyuruhnya, Zidan keluar rumah tanpa berkata apapun dan sikapnya membuatku tambah kesal dan
jadi tidak mood melanjutkan kerajinan yang kami buat. Tapi aku tetap mengerjakannya sambil
melanjutkan bagian yang lain selagi bahan yang kami butuhkan belum dibeli.
Selang setengah jam kemudian, Zidan datang bersama kak Je yang pastinya membuatku kaget
dan tidak bisa berfikir jernih. Aku tidak menyangka bahwa Zidan membawa kak Je kemari. Tiba-tiba
aku teringat kalau kak Je adalah tentangganya Zidan. Selain itu, aku melihat Zidan membawa bahan
yang kami butuhkan tadi, yang artinya Zidan meminta kak Je untuk menemaninya membeli bahan.
Sejujurnya sedari tadi aku sama sekali tidak terpikirkan akan kehadiran kak Je kesini, makanya aku
yang tadinya kesal, seketika tidak bisa menahan malu dan salah tingkah sendiri. Mungkin karena itu,
teman-temanku yang lain mulai menyadari perubahan sikapku ketika kak Je datang. Aku pura-pura
tidak tahu saat mereka mencie-cie kan aku dengan kak Je meskipun dalam hatiku sangat senang sekali.
Mungkin juga disaat yang bersamaan kak Je kebingungan dengan teman-temanku yang tiba-tiba seperti
menjodohkan kami berdua. Tapi jujur, aku sama sekali tidak berani menatap matanya karena ini
pertama kalinya aku melihat kak Je dari dekat setelah kejadian waktu itu. Rasanya aku ingin sekali
mengobrol dengannya, tetapi menatapnya dari dekat membuatku grogi duluan. Kemudian ada salah
satu teman cewek anggota kelompokku disitu yang tiba-tiba bertanya sok asik kepada kak Je, dia
bertanya kenapa kak Je belum pulang dan kak Je bilang dia disuruh Zidan untuk menunggunya sampai
selesai kerja kelompok karena mereka akan nongkrong sesudahnya. Dan cewek itupun mulai merayu
kak Je dan kak Je hanya tertawa saja dengan tingkahnya. Akupun sedikit kesal melihat mereka
mengobrol dihadapanku tetapi juga senang saat mendengar kalau kak Je akan disini sampai selesai
yang artinya aku bisa disekitarnya lebih lama. Tak diduga teman cewekku ini bertanya kepada kak Je,
apakah kak Je mempunyai pacar, dan kak Je hanya menjawab kalau itu rahasia. Rasanya aku sedikit
sedih dan kecewa karena seolah-olah kak Je punya seseorang yang dirahasiakannya. Aku jadi kepikiran
24
yang macam-macam dan pikiran ini membuatku menjadi diam dan tidak banyak bicara. Ya mau
bagaimana lagi, kak Je kan ganteng dan mana mungkin dia tidak punya pacar hahaha.
Setelah beberapa jam mengerjakan kerajinan tangan tadi, temanku satu-persatu pamit pulang,
dan akupun hendak memesan ojek online. Seketika Zidan mendatangiku dan berkata, "Eh len lu pulang
naik apa nanti?" Akupun menjawab, "oh naik ojek online dan, ini lagi mau mesen." Tak selang
beberapa lama, Zidan menarik kak Je ke hadapanku dan berkata, "Udahh, gak usah pake ojek online,
biar dia aja yang anterin lu pulang, sekalian gue tadi nitip minta beliin barang sama dia." Akupun kaget
sekaligus senang mendengar perkataan Zidan, di sisi lain aku berfikir bagaimana perasaan pacar kak Je
kalau tahu dia membonceng cewek lain. Dan tanpa berfikir panjang aku menolak "Gausah dan, gapapa
kok, aku naik ojek aja, makasih ya udah nawarin." Dan seketika kak Je membalas, "Eh gapapa bareng
aja, gue emang mau sekalian beli barang." Akupun tidak bisa menolak karena kak Je sendiri yang
mengatakannya. Detik-detik akan menaiki motornya kak Je aku sangat deg-degan dan tidak tahu harus
berkata apa, sampai saatnya motor kak Je mulai bergerak, selama di perjalanan aku tidak mengatakan
sepatah katapun karena aku masih tidak menyangka akan berada di jarak sedekat ini dengannya. Tak
tahu ada angin apa, kemudian kak Je yang bertanya kepadaku duluan, "Btw tadi ngerjain apa?" Wow,
yang tadinya suasana diam dan hening menjadi suasana yang mulai kondusif karena kak Je memulai
obrolan denganku, dan akupun menjawab, "ngerjain tugas prakarya kak, buat sulaman kain." Setelah
itu, suasana kembali hening, mungkin kak Je emang bingung mau bertanya apa lagi, dan aku juga saat
itu tidak harus apa karena terlalu grogi berada didekatnya.
Sesampainya di pagar rumahku, kak Je pamit dan motornya pergi menjauh dariku, aku yang
masih kaget atas kejadian tadi hanya diam dan masih tidak percaya bahwa kak Je membonceng diriku.
Karena sepulang diantar kak Je pikiranku jadi kosong dan aku tidak tahu mau ngapain akhirnya aku
memutuskan untuk masuk ke kamar dan membaca komik online kesukaanku. Ketika aku masih asyik
membaca, tiba-tiba muncul notif chat dari nomor yang tidak dikenal yang berisi "Hai elena, simpan
balik nomorku ya, Jeri temennya Zidan." Aku yang tadinya asyik membaca komik seketika langsung
berteriak kesenangan karena membaca pesan itu, dengan cepat aku membalas pesannya, "Okee kak
Jeri." Aku yang tidak sabar ingin melanjutkan obrolan, iseng bertanya kepadanya, "Kak, kata zidan
kakak suka baca komik juga ya?" Tanyaku di pesan tersebut, kemudian kak Je, membalas "Iya hehe,
kok tau? Kamu baca juga ya?", akupun dengan cepat membalas "Iya kak, iseng aja nanya ke Zidan soal
komik terus katanya kakak baca komik makanya aku jadi tau hehe." Dari keisenganku menanyakan
tentang komik ke kak Je. Tidak terasa kami sudah menghabiskan waktu berjam-jam bertukar pesan
membahas seputar komik dan kegiatan yang biasa kami lakukan, walaupun hanya membahas hal
mengenai itu saja, perasaanku rasanya senang sekali dan aku sama sekali tidak ingin mengakhiri
obrolan dengannya. Terkadang aku langsung mencari topik dan kak Je juga sebaliknya, aku senang
karena kak Je terbuka denganku dan tidak cuek sama sekali meladeni pertanyaanku.
Waktu sudah menunujukkan pukul 22.30 wib. Akupun mulai merasakan ngantuk sembari
membalas pesan kak Je di chat, demi chattan dengan kak Je aku rela menahan ngantuk walaupun
mataku sudah berair dan merah hahaha. Tetapi akhirnya dia yang mengakhiri obrolan dan izin pamit
tidur duluan. Akupun juga bergegas tidur dan menyiapkan diri untuk besok karena tidak sabar lagi
bertemu dengannya secara langsung setelah chattingan tadi, apakah dia akan berubah sikap atau malah
pura-pura tidak tahu nanti, entahlah. Yang kurasakan hanyalah perasaan senang menghabiskan waktu
mengobrol dengannya dan aku mulai merasa bahwa kami mulai dekat.
Keesokan paginya di sekolah, aku melihat kak Je dari kejauhan kemudian menghampiriku dan
menyapaku untuk pertama kalinya. Aku kaget sekaligus senang. Saat dikelas aku bertanya kepada
Zidan, kenapa kak Je tiba-tiba menyimpan kontakku, dan Zidan bilang kalau dialah yang memberi
kontakku kepada kak Je, karena kak Je menanyakanku setelah mengantar aku pulang. Zidan juga
meledekku karena dia tahu kalau aku memang menyukai kak Je duluan. Akupun berterimakasih kepada
Zidan yang telah membantuku memberi info tentang kak Je selama ini. Jujur aku masih tidak
menyangka kalau seorang kak Je akan menanyakanku kepada Zidan.
Hari-hari berlalu, ini adalah hari ke-6 aku chattingan dengan kak Je. Dan aku kaget ketika
membaca notif kak Je yang menawarkan untuk mengantarku pulang sekolah. Aku tanpa ragu
mengiyakan tawarannya itu. Dan saat disekolah, aku sangat menantikan bel pulang karena tidak sabar
akan pulang bersamanya. Ketika bel berbunyi aku izin ke Ara untuk tidak pulang bersamanya untuk
hari ini, karena aku akan pulang bersama kak Je. Ara pun mengiyakan dan turut senang atas diriku.
Aku kemudian menunggu kak Je di parkiran dan aku bergegas menaiki motor warna merahnya itu.
Selama diperjalanan kami asyik mengobrol dan membahas segala hal. Aku merasa seperti dunia hanya
milik berdua dan yang lain ngontrak. Aku mencari kesempatan pada saat itu dengan mengajaknya ke
25
cafe dekat rumahku. Dan aku senang sekali karena kak Je tidak menolaknya dan bahkan pada saat
memesan makanan, kak Je bilang akan membayari makananku. Sumpah pada saat itu aku bertambah
kagum padanya, kok ada sih orang sesempurna kak Je, udah ganteng ditambah baiknya bukan main.
Wajar sih kalau banyak yang naksir haha tapi pikirku saat itu juga agak berlebihan karena aku
menganggap sebanyak apapun yang menyukai kak Je tetap aku pemenangnya, padahal pacaran saja
tidak tetapi aku sudah berfikir sepede itu haha.
Tidak terasa hari mulai sore. Kak Je mengajakku pulang, akupun mengiyakan walaupun
didalam hati masih ingin berlama-lama dengannya. Sesampainya dirumah aku langsung bergegas
mengambil buku harianku dan menuliskan kejadian hari ini bersama kak Je. Wah gila, ini pertama
kalinya aku menuliskan buku harian untuk seseorang, karena selama ini aku belum pernah menulis di
buku harian. Aku menulisnya dengan detail setiap kejadian yang terjadi sambil senyum-senyum
membayangkannya. Tetapi aku tersadar bahwa aku lupa membuka handphone ku sedari pulang tadi.
Aku melihat satu pesan yang belum kubalas dari kak Je yaitu hanya ucapan terimakasih darinya.
Akupun membalas pesan itu tetapi aku agak khawatir karena pesanku tidak dibaca dan sampai besok
paginya pesanku masih belum dibaca juga.
Sejujurnya aku masih berfikir positif mungkin kak Je lupa memang tidak sempat membaca
balasan pesanku. Kemudian aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya aku disekolah,
kak Je menyapaku lagi seperti kemarin dan membuatku legah karena tidak seperti yang ada
dipikiranku. Di kelas aku sampai tidak fokus dengan penjelasan guru karena masih terbayang senyum
manisnya kak Je tadi pagi haha.
Bel istirahat berbunyi, aku dan Ara sengaja tidak membawa bekal karena aku mengajaknya
untuk jajan di kantin hari ini. Pada saat aku dan Ara menunggu antrian, aku melihat segrombolan anak
cewek yang sedang asyik membicarakan sesuatu dan disana ada Nita yang merupakan siswi paling
populer diangkatanku karena kecantikannya dan yang bikin dia dikenal seangkatan adalah karena dia
mantan pacarnya ketua osis. Aku yang saat itu melihatnya sangat kagum sekaligus agak iri karena dia
cantik sekali. Tentu aku tidak membencinya, karena Nita itu ramah ke semua orang termasuk
kepadaku. Tetapi pada saat itu tidak sengaja mendengar percakapan mereka yang sekilas seperti
membicarakan kak Je dan saat itu aku langsung mendekati mereka dengan sengaja karena penasaran
dengan apa yang mereka bicarakan. Salah satu dari temannya Nita bilang, kalau Nita baru saja
mendapatkan hadiah boneka beruang dari pacarnya. Aku jadi tambah panasaran dengan pacarnya Nita
karena setahuku Nita sudah sebulan yang lalu putus dengan ketua osis. Aku yang saat itu tidak terlalu
ingin mengurusi urusan Nita akhirnya lanjut mengantri dan kembali ke kelas bersama Ara.
Tetapi entah mengapa, sejak mendengar percakapan mereka aku jadi berspekulasi kalau kak Je
adalah pacar Nita, karena kemarin aku sekilas mendengar mereka menyebut namanya. Disisi lain, aku
berfikir tidak mungkin kak Je sejahat itu kapada Nita, karena posisinya aku juga sedang dekat dengan
kak Je, kalau memang benar seperti itu, berarti kak Je sangat tidak bersyukur sudah mendapatkan pacar
secantik Nita tapi malah mendekatiku juga. Sumpah, aku jadi semakin berfikir yang tidak-tidak. Tetapi
sampai saat ini aku juga belum mendengar kabar tentang mereka berdua, mungkin ini hanya
spekulasiku saja.
Pada malamnya sekitar pukul 20.00, aku menerima balasan chat dari kak Je, dan dia baru
membalas pesanku dua hari kemudian, aku tidak tahu apakah karena dia lupa atau memang pesanku
tidak terlalu penting untuknya tetapi aku senang dia masih mengingatku dan membalas chatku lagi. Dia
hanya berkata maaf karena telat membalas pesanku, kak je kemudian mengajak aku telponan karena
dia bilang sedang bosan. Tanpa ragu aku mengiyakan ajakannya. Kami telponan hampir dua jam
membahas hal-hal random saja. Rasanya senang sekali bisa mengobrol dengannya selama itu dan
membuatku jadi merindukannya dan ingin bertemu dengannya saat itu juga. Aku reflek berkata
kapadanya ingin bertemu sekarang, dan yang membuatku tidak menyangka adalah kak Je mengiyakan
perkataanku dan langsung mematikan telponnya. Aku berfikir saat itu kalau kak Je hanya menjahiliku
saja. Kemudian aku kembali mengechatnya tetapi pesanku tidak dibalas.
Pukul 22.00. Bel rumahku berbunyi dan aku melihat kak Je datang dengan membawakanku nasi
goreng dan untungnya orangtua dan adikku sudah tidur. Jujur aku semakin bingung dengan sikapnya
itu, kak Je memperlakukanku seperti aku adalah pacarnya, sikapnya inilah membuat harapanku
kepadanya semakin tinggi. Meski aku belum menjadi pacarnya tetapi dia sangat baik kepadaku.
Apakah aku salah bahwa berfikir kak Je juga menyukaiku? Entahlah, tetapi aku menganggapnya
demikian.

26
Kemudian aku mengajaknya mengobrol di teras rumah dan kami membicarakan banyak hal.
Tak sengaja aku menatap matanya yang begitu indah dengan alis tebalnya itu. Membuatku semakin
berdebar duduk disebelahnya dan semakin mengaguminya. Lalu aku iseng bertanya kepadanya, "kakak
suka cewek yang gimana si?" Kemudian dia menjawab, "yang cantik sih kayak kamu misalnya." Hahah
sumpah kak Je sangat ahli membuatku baper. Aku hanya tertawa salah tingkah mendengar ucapannya.
Ya aku tidak heran kalau kak Je seperti itu, karena Zidan bilang kak Je kan emang playboy karena hal
itulah keahliannya menggobali cewek tidak diragukan lagi. Setelah berbincang sampai jam 22.30 atau
bisa dibilang hanya setengah jam mengobrol. Kak je pamit pulang karena besok akan sekolah dan dia
takut kalau kesiangan. Akupun mempersilahkannya pulang. Kemudian kak Je pulang dan aku masuk ke
kamar lalu tidur karena aku memang menahan ngantuk sedari tadi tetapi aku tahankan demi kak Je
hahaha.
Sepaginya disekolah, aku melihat kak Je membonceng Nita. Pada saat itu aku kaget dan
gemetar karena tidak menyangka bahwa kak Je sudah bersama wanita lain, dan aku dengar setelahnya
dari teman-teman Nita bahwa kak Je dan Nita sudah jadian hampir dua minggu dan hubungan mereka
awalnya memang dirahasiakan karena Nita tidak ingin digosipi karena dia baru saja putus dengan ketua
osis. Aku sama sekali tidak tahu tentang hal itu, bahkan Zidan sendiri tidak mengetahuinya padahal
Zidan sangat dekat dengan Kak Je. Kak Je pun tidak pernah lagi membaca maupun membalas pesanku
setelah hari itu. Aku hanya menangis dan curhat kepada Ara. Sudah tiga hari aku menangisi kak Je.
Aku sangat tidak menyangka kak Je sejahat itu kepadaku setelah apa yang sudah kami lalui
bersama walaupun hanya seminggu saja. Sungguh seminggu yang sudah kami lalui begitu berharga
bagiku tetapi tentu tidak berharga baginya, sekarang kenangan berharga itu terasa menyesakkan dada
ketika terlintas diingatanku. Dia membuatku seolah-olah dia adalah milikku dan memperlakukanku
berbeda tetapi aku salah. Aku hanyalah salah satu dari korbannya. Seharusnya aku menyadari
perkataan Zidan kalau kak Je adalah playboy. Aku merasa sangat bodoh tidak berfikir sejauh itu, aku
yang terlalu menyukainya tanpa menilai dirinya terlebih dahulu. Ara menasihatiku untuk jangan terlalu
percaya dan mencintai seseorang yang baru kita kenal. Akupun setuju dengan perkataan Ara walaupun
aku menangis sesegukan. Persis seperti dugaanku waktu itu kalau dia punya pacar. Dan pada saat itu
aku bertekad tidak akan mudah percaya lagi pada seseorang kalau tidak ingin tersakiti untuk kedua
kalinya.

27
satu minggu bersamamu

BIODATA
PENULIS :
Nama : Lira Nindia Ananda
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 25 September 2005
Media sosial : @liranindia.a

28
WAKTU YANG SALAH

Binar Nayara adalah salah satu siswa yang bersekolah di SMA Nusa Pertiwi. Sekolah swasta
yang terletak di pusat Ibu Kota Jakarta. Binar memiliki paras yang rupawan dengan bola mata
berwarna cokelat dan rambut yang berwarna hitam kecokelatan serta mempunyai kulit yang
berwarna putih bak bidadari yang berasal dari kahyangan. Orangtua Binar bekerja sebagai karyawan
swasta di salah satu perusahaan ternama di Jakarta. Walaupun bekerja sebagai karyawan swasta,
kehidupan keluarga Binar sangat berkecukupan dan harmonis dengan rumah sederhana yang dihiasi
banyak tanaman hias yang memberikan kesan indah dan sejuk. Rumahnya yang berada agak jauh
dari sekolah membuat Binar harus selalu pergi cepat ke sekolah sebelum terjadi kemacetan di pusat
kota.
SMA Nusa Pertiwi merupakan sekolah swasta terkenal yang sering sekali terjadi kasus pembu
llyan. Selain itu, SMA ini banyak memiliki prestasi yang gemilang. Salah satu prestasi yang
baru-baru ini didapat adalah Juara Olimpiade Kimia tingkat Nasional. Dengan torehan prestasi
tersebut, kasus pembullyan yang terjadi di sekolah ini dapat tertutupi dengan cepat. Banyak orangtua
yang mendaftarkan anaknya masuk ke SMA ini tanpa tahu latar belakang yang sebenarnya.
Binar mempunyai tiga sahabat yang bernama Lily, Xavier, dan Yasmine. Mereka berempat
telah bersahabat selama empat tahun. Yang kemana-mana selalu bersama seperti prangko dan surat
yang tak dapat terpisahkan. Yah, itu hanya sekedar peribahasa sebenarnya mereka bersahabat seperti
biasa. Lily adalah siswi teladan yang sering menjadi perwakilan dari sekolah. Xavier adalah anak
dari Kepala Sekolah SMA Nusa Pertiwi dan yang terakhir, Yasmine adalah siswi kesayangan para
guru disini karena sering memenangkan berbagai macam perlombaan. Dari awal masuk sekolah
sampai sekarang yaitu kelas 12, mereka berempat selalu satu kelas. Seharusnya di kelas 12 ini, Binar
harus berpisah kelas dengan tiga sahabatnya, tapi karena kekuatan orang dalam yang dibantu oleh
ayah Xavier yang tak lain tak bukan adalah Kepala Sekolah, hal itu dapat teratasi dengan mudah.
Selain tiga sahabatnya, Binar mempunyai teman-teman yang baik dan loyal kepadanya.
Binar adalah wakil ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan karena kecantikannya
saja yang membuat banyak orang menyukainya tapi karena sikap tegas yang ia miliki. Ia tak segan-
segan untuk merazia dan memberikan hukuman kepada adik kelas ataupun teman seangkatannya
yang melanggar aturan sekolah. Tapi, entah mengapa kasus pembullyan masih marak terjadi.
Sebelum Binar menjabat sebagai wakil ketua OSIS, terjadi insiden pembullyan berat yang
melibatkan adik kelas sebagai korban dan kakak kelas sebagai pelaku. Yang membuat adik kelas
tersebut mengalami trauma fisik dan psikologis sehingga pada akhirnya, ia mengundurkan diri dari
sekolah. Karena dulu, SMA ini masih menerapkan budaya senioritas yang disalahgunakan oleh para
kakak kelas. Tapi, sekarang budaya itu telah dihapuskan untuk mencegah insiden pembullyan berat
tersebut terulang kembali. Walaupun, kasus pembullyan tersebut masih sering terjadi tapi setidaknya
tidak separah dulu.
Sahabat Binar, yaitu Yasmine mempunyai sifat yang sangat baik kepada setiap orang sampai
Binar pun takut kebaikan sahabatnya itu akan dimanfaatkan oleh orang yang berniatan jahat
kepadanya. Binar bisa disebut sebagai leader karena sikapnya yang tegas dan dewasa dapat
membimbing dan menjaga para sahabatnya dari hal yang buruk. Walaupun Lily adalah siswi
teladan, tapi sebenarnya ia memiliki sifat yang gampang emosian. Bahkan Binar pernah
menyelesaikan kesalahpahaman antara sahabatnya, karena Lily tak pandai mengatur emosi. Dan
yang terakhir, mungkin karena Xavier adalah anak dari Kepsek jadi dia tidak banyak ulah.
Saat kelas 11 kemarin, Binar pernah disalahkan karena dianggap tidak becus mengurus event
tahunan sekolah. Padahal pada saat itu ada salah seorang yang menyabotase semua yang dikerjakan
oleh Binar. Dan sempat diketahui oleh Lily dan Xavier, tetapi saat event berlangsung tidak ada yang
mempercayai penjelasan mereka karena tidak ada bukti yang menunjukan bahwa pelakunya adalah
orang lain.
Nancy adalah salah satu siswa yang terkenal angkuh di SMA Nusa Pertiwi, sikapnya yang
begitu karena orangtuanya adalah donatur terbesar di sekolah. Tetapi di sisi lain, Nancy juga
termasuk siswa yang pandai di kelasnya. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Louis,
dia sedang kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta. Tetapi sifat dari kakak laki-laki Nancy
sangat berbanding terbalik dengan adiknya. Louis adalah sosok laki-laki yang sangat baik,
pemberani,humoris dan juga sangat peduli dengan kesusahan orang lain.

Suatu pagi di SMA Nusa Pertiwi setelah bel masuk berbunyi, Pak Tommy yang merupakan
Kepala Sekolah memberikan pengumuman kepada para siswa-siswi bahwa dalam waktu dekat
sekolah akan mengikuti Olimpiade Matematika tingkat Nasional. Dan sekolah akan memulai seleksi
29
untuk memilih siapa yang akan menjadi perwakilan dari SMA Nusa Pertiwi nantinya. Kandidatnya
Binar, Nancy, Yasmine, dan tiga adik kelas. Karena mereka adalah siswa-siswi yang berprestasi di
pelajaran Matematika.

Disaat jam istirahat, Yasmine pergi ke toilet sendirian. Sedangkan Binar, Lily dan Xavier pergi
ke kantin untuk makan siang. Sesampainya di kantin Binar dan kedua sahabatnya langsung memesan
makanan, tak lupa pula memesankan untuk Yasmine. Sedangkan Yasmine yang berada di toilet pun
terkejut mendengar ada orang yang berteriak minta tolong karena terkunci di dalam toilet. “Siapapun
yang ada diluar, tolong bukain pintunya, TOLONG!” ucap orang itu sambil menangis dan menggedor-
gedor pintu hingga suaranya hampir tak terdengar. Yasmine pun buru-buru mencari sumber suara dan
akhirnya ia menemukan asal suara tersebut dan membukakan pintu toilet itu.

Dia melihat ada adik kelas dengan mata yang sembab serta seragamnya yang basah, menggigil
kedinginan. Saat gadis itu keluar, dia langsung memeluk Yasmine. “Ma..ka..sih kak, u..dah
no..long..in aku,” ujar adik kelas itu dengan suara yang terbata-bata. Dia menangis ketakutan karena
terkunci disana sejak pagi. Lalu gadis itu menceritakan semua kepada Yasmine kalau dia dikunci oleh
Nancy, karena membantah apa yang disuruh olehnya. Kemudian Yasmine pun membawa siswa itu ke
ruang kesehatan untuk beristirahat dan mengganti seragamnya yang basah. Tetapi saat sampai di
koridor menuju ruang kesehatan, Yasmine bertemu dengan Nancy. Yasmine langsung menarik tangan
Nancy dengan keras. “Nancy! Lo udah keterlaluan banget. Tega banget lo ngunciin adik kelas daritadi
pagi.” Yasmine menatap kearah Nancy. ”HAHAHA kok Yasmine marah sih, kan yang dikunciin
bukan elu.” Nancy tertawa. “Gila lo ya, bisa-bisanya masih ketawa,” menunjuk ke arah Nancy.

“Elo jangan jadi pahlawan kesiangan deh. Kalo elo mau ngadu ke BK, ya silahkan. Tapi jangan
salahin gue ya, kalo elo tiba-tiba batal ikut seleksi olimpiade,” melepaskan genggaman Yasmine.
Yasmine mengacuhkan ancaman Nancy, dia tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh Nancy
kepadanya. Yasmine tetap pergi mengantarkan adik kelasnya ke ruang kesehatan. Lalu, dia pergi ke
kantin untuk menemui teman-temannya dan makan bersama. Yasmine menceritakan apa yang dia
alami barusan kepada sahabatnya itu. Mendengar cerita dari Yasmine, Lily tidak bisa terima. Emosi
Lily pun meluap “Dimana tu anak! Mau gue potong congornya itu, sok kehebatan banget,”
membanting sendok dengan kesal. Lily marah sehingga dia ingin menemui Nancy untuk memberi
pelajaran, tetapi dicegah oleh Xavier dan Binar.

Bel masuk kelas pun berbunyi menandakan jam istirahat sudah selesai, semua siswa kembali ke
kelas masing-masing tanpa terkecuali. Tetapi Binar dan Yasmine tidak kembali ke kelas, mereka
pergi ke ruang kesehatan untuk menengok adik kelas yang terkunci di toilet tadi. Akhirnya anak itu
sudah pulih dan bisa kembali ke kelasnya lagi untuk mengikuti pelajaran. Mengetahui hal itu, Binar
dan Yasmine pun kembali ke kelas mereka juga.

Hingga pelajaran sekolah selesai, bel pulang pun berbunyi. Binar dan teman-temannya
mengantarkan Yasmine pulang kerumah. Rumah Yasmine tidak jauh dari sekolah. Binar takut kalau
Yasmine akan dihadang oleh Nancy. Sepanjang perjalanan menuju rumah Yasmine, seperti yang
Binar duga sebelumnya. Ternyata Nancy dan temannya sudah berada di sebuah gang yang tak jauh
dari sekolah. Lily langsung maju melindungi sahabat-sahabatnya “Ohh jadi ini toh, anak yang sok
berkuasa di sekolah,” ucap Lily dengan nada mengejek. Dan terjadilah perkelahian antara Lily dan
Nancy serta teman-temannya. Hingga datanglah seorang cowok entah darimana, yang membantu
Binar dan ternyata cowok tersebut adalah Justin, teman sekelas Binar.

Justin adalah teman sekelas Binar. Dia sosok yang keras kepala, egois, bahkan tidak pernah
peduli dengan orang lain. Menurut Yasmine, rumah Justin bukan di dekat rumahnya tapi entah
mengapa Justin bisa berada di dekat jalan menuju rumahnya. Mungkin saja Justin sedang menuju
rumah temannya, karena saat itu Justin tidak sedang sendirian. Justin melerai perkelahian antar siswa
perempuan itu “STOP WOI! Kalian ga malu apa, berantem di jalanan. Udah ya, mending kalian pada
pulang. Kalo nggak, gue bakalan laporin ke kepsek.” Mendengar hal itu, mereka pun berhenti dan
pulang ke rumah masing-masing. Justin dengan sengaja ikut pulang untuk mengantar Yasmine dan
teman-temannya. Mereka pun berbincang selama perjalanan ke rumah Yasmine.

30
Setelah sampai di rumah Yasmine, tiga sahabatnya pun pamit pulang. “Mine, kami pamit pulang
ya. Kalo ada apa-apa, telepon kita aja. Jangan ngerasa ga enakan.” Mereka bertiga pun pulang, karena
langit mendung takut hujan kalau mereka tak segera pulang.

Justin menawarkan diri untuk mengantar pulang Binar. Binar tanpa curiga pun menyetujui
tawaran Justin karena pada saat di sekolah, Justin tidak pernah menunjukkan bahwa dia sosok yang
jahat seperti Nancy. Banyak hal yang di ceritakan oleh Binar kepada Justin, mulai dari rencana
mereka yang ingin menghilangkan insiden pembullyan di sekolah. Justin yang awalnya tidak pernah
peduli dengan orang lain, tapi kali ini dia ingin membantu Binar dan teman-temannya untuk
menyelesaikan misinya. “Bin, kalo elo butuh bantuan, jangan sungkan ya minta tolong sama gue. Gue
siap kok ngebantu kalian,” menatap Binar dengan tatapan yang teduh.

Selama di dalam mobil, Justin bercerita kepada Binar. Karena asyik bercerita, Justin tanpa
sengaja keceplosan mengatakan kalau dia menyukai Binar. “Karena udah terlanjur elu denger Bin,
gue langsung ke intinya aja ya. Sebenarnya gue udah lama nyimpen perasaan ini ke elu, tapi gue ga
berani confess. Elu kayak bangun tembok besar sama cowok, dan itu yang buat gue ga berani
ngedeketin e…” Binar pun langsung memotong omongan Justin dan menjawab “Maaf Justin, tapi
untuk saat ini, gue belum ada pikiran buat pacaran. Gue gak mau fokus gue terbagi. Maaf banget.”
mendengar hal itu, raut muka kecewa Justin tak dapat ia tutupi. Tak terasa waktu cepat berlalu,
mereka telah tiba di depan rumah Binar. “Kalo itu jawabannya, gue terima Bin. Gue pamit pulang
ya.” Justin pun langsung pamit pulang. Syukurlah Binar bisa menolak Justin dengan baik-baik
sehingga tidak sampai menyakiti hatinya dan membuat dia marah.

Tetapi Justin adalah sosok yang keras kepala, dia tidak akan menyerah sampai apa yang dia
inginkan bisa dimiliki. Bahkan jika dia harus bertindak diluar logika. Sesampainya di rumah, Binar
langsung masuk ke kamarnya tanpa menyapa Bi Ijah, pembantunya. Bi ijah pun bingung melihat
Binar yang tidak seperti biasanya saat pulang sekolah. Lalu Bi Ijah mengikuti Binar ke kamarnya, dan
mengetuk-ngetuk pintu tetapi tetap saja tidak dibuka. Bi Ijah pun pergi menyiapkan makan siang
untuk Binar dan tak selang berapa lama, Binar keluar dari kamarnya untuk makan siang. Binar
bercerita kepada Bi Ijah apa yang terjadi. Binar hanya tinggal berdua dengan Bi Ijah, karena orang
tuanya yang selalu sibuk bekerja dan jarang pulang. Sehingga membuat Binar lebih dekat dengan Bi
Ijah.

Sore harinya, Binar pergi ke rumah Xavier dengan naik taksi online yang telah dipesan
sebelumnya. Saat taksi datang, Binar baru menelepon Xavier bahwa ia akan kerumahnya sekarang.
Xavier terkejut mendengar Binar mendadak kerumahnya. Dia masih tidak tahu apa yang membuat
Binar harus datang kerumah dan menyuruh Lily juga untuk datang tanpa Yasmine. Setelah perjalanan
selama 30 menit, Binar sampai di rumah Xavier. Selang beberapa menit, Lily juga sampai. Mereka
bertiga berbincang-bincang hingga lupa kalau hari sudah gelap. Binar bercerita kepada kedua
sahabatnya itu tentang Justin. Xavier terkejut saat Binar bercerita kalau Justin menyukainya. “HAH!
Demi Apa! Justin si cowok cuek itu, confess ke elu Bin. Wah, ternyata tipe cewek idaman Justin yang
kayak bidadari yaa,” canda Xavier. Sehingga membuat mereka bertiga tertawa tak tertahankan karena
dianggap sebagai candaan. Setelah itu, mereka membahas rencana agar Nancy jera. Mereka sengaja
tidak mengajak Yasmine, agar Yasmine bisa beristirahat dan mempersiapkan diri untuk mengikuti tes
olimpiade itu, sedangkan Binar dan teman-temannya akan memberitahunya nanti. Karena hari sudah
malam dan turun hujan, Binar menelepon Bi Ijah mengabarkan kalau dia akan menginap di rumah
Xavier. Malam itu, Bi ijah hanya berpesan agar Binar selalu hati-hati dan menjaga dirinya. Bi Ijah
sudah menganggap Binar seperti anaknya sendiri karena sudah dirawatnya sejak dia berusia 8 tahun.
Hujan bertambah deras dan malam pun semakin larut, mereka pun segera tidur.

Pagi sudah datang, hari yang sangat cerah setelah semalaman hujan turun. Lily, Binar, dan
Xavier pun pergi untuk sarapan bersama Pak Tommy dan istrinya yang tak lain adalah orangtua
Xavier. Pak Tommy sangat senang akan persahabatan mereka yang bisa sampai saat ini. Pak Tommy
juga bangga karena sahabat anaknya akan mengikuti Olimpiade Matematika tingkat Nasional nanti.
Pukul 08.00 WIB tes pemilihan perwakilan olimpiade akan dimulai, Binar sudah mempersiapkan diri
untuk mengikuti tes tersebut. Binar hanya berdoa agar dia bisa mewakili sekolah bersama Yasmine.
Tetapi itu tidak bisa dia pilih dengan sendirinya, tergantung siapa yang akan mendapatkan nilai
tertinggi saat tes.
31
Seperti biasanya Nancy dengan angkuhnya menyuruh Binar dan Yasmine untuk mundur, karena
dia selalu berpikir bahwa dia yang paling pantas mewakili sekolah. “Pagiii duo sejoli, daripada kalian
ngebuang waktu mending kalian langsung mundur aja deh dari tes ini,” ledek Nancy. Tapi tak
dihiraukan oleh Binar dan Yasmine. Para peserta tes ada enam orang dan sebentar lagi tes akan di
mulai. Nancy duduk di bangku paling depan. Kami mengerjakan tes dengan jujur dan hanya diberi
waktu satu jam. Satu jam sudah berlalu, dan pelajaran sekolah pun dimulai seperti biasanya. Hasil tes
akan di umumkan dalam waktu dua hari kedepan. Setibanya di kelas, Binar terkejut melihat buket
bunga dan sekotak cokelat yang ada di atas mejanya. Yang ternyata itu hadiah dari Justin, dia masih
belum menyerah untuk mendapatkan perhatian Binar. Akan tetapi, Binar tidak pernah menyukainya
karena dia tidak bisa diatur dan sangat keras kepala. “Justin, gue kira jawaban kemarin yang gue kasih
udah jelas. Ternyata elu masih ngotot juga. Tolong hargain keputusan gue,” tolak Binar. Karena Binar
menolak Justin lagi, akhirnya dia pun marah. Justin berjanji akan menggagalkan hasil tes Binar dan
mendukung Nancy agar bisa mewakili sekolah untuk olimpiade itu. Lily, Xavier, dan Yasmine pun
emosi melihat tingkah Justin. “Cih, berarti tawaran kemarin cuma pencitraan doang toh biar Binar
suka sama elo,” membuang hadiah dari Justin. Tetapi Justin tak menghiraukan mereka.

Dua hari berlalu, waktu pengumuman telah tiba. Pak Tommy mengatakan bahwa Binar dan
Yasmine yang akan mengikuti olimpiade tersebut, sedangkan Nancy hanya menjadi cadangan jika
salah satu dari mereka berhalangan hadir. Nancy tidak terima hal itu, karena dia tidak ingin
terkalahkan dalam hal apapun termasuk untuk mengikuti olimpiade tersebut. Empat hari sebelum
olimpiade dimulai, Nancy menculik Yasmine yang dibantu oleh Justin karena Justin masih belum
terima Binar menolaknya. Mereka menculik Yasmine dengan membayar orang lain. Namun Binar,
Lily, dan Xavier tidak tahu kalau Nancy dan Justin adalah dalang dari penculikan tersebut.

Sudah dua hari Yasmine belum juga ditemukan, sedangkan olimpiade akan dimulai lusa. Binar,
Lily, dan Xavier masih terus mencari tetapi belum menemukan sebuah hasil. Hingga akhirnya mereka
datang ke rumah Nancy untuk mencari tahu, tetapi hasilnya nihil. Saat mereka akan pulang, mereka
tidak sengaja bertemu dengan seorang cowok yang bersedia membantu mereka. “Hai, kalian pasti lagi
nyari temen kalian ya? saya siap bantu,” ujar cowok itu. Dia adalah Louis, kakak Nancy. Ini baru
pertama kalinya mereka bertemu, bahkan mereka tidak tahu kalau Nancy punya seorang kakak laki-
laki.
Setelah pertemuan itu, Louis pergi bersama Binar dan sahabatnya. Louis mengajak mereka ke sebuah
gedung terbengkalai yang tak jauh dari pusat kota. Binar bertanya-tanya kenapa Louis mengajak
mereka kesana. Apakah benar dia dipihak mereka atau dipihak adiknya, Binar pun tidak tahu. Lalu
Louis bercerita sepanjang mengemudikan mobilnya, bahwa gedung itu adalah tempat favorit Nancy
disaat dia sedang merasa kesal, tempat untuk menenangkan diri bagi Nancy setelah apa yang terjadi
pada hubungan orangtuanya. Bahkan, Louis bercerita bahwa orangtua mereka bercerai saat Nancy
masuk SMA. Sejak saat itu, sifat Nancy berubah karena dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa
orangtuanya telah bercerai.

Satu jam berlalu, mereka semua telah sampai di gedung itu. Dan akhirnya mereka menemukan
Yasmine dalam keadaan terikat. Disana ada Nancy dan Justin, mereka sangat tidak mengira kalau
Nancy akan nekat melakukan ini, demi apa yang ia inginkan. Perkelahian pun terjadi antara Louis
dengan dua orang preman yang dibayar oleh Nancy. Binar, Lily, dan Xavier berusaha melepaskan
Yasmine tetapi dihadang oleh Nancy. Hingga akhirnya, Lily menyerang Nancy karena sangat emosi
dengan apa yang dilakukan oleh Nancy kepada sahabatnya. Lily tidak bisa mengontrol emosinya, dia
mencakar dan menendang Nancy hingga dia pingsan dan terluka.

Akhirnya, Yasmine bisa terbebas. “ Hiks hiks…. akhirnya kalian datang,” tangis Yasmine. Justin
pun terluka karena berusaha menyerang Louis. Tak disangka, Louis sangat berbeda dengan adiknya.
Kemudian Xavier menelepon ambulans dan polisi, Mereka pun pergi ke rumah sakit. Nancy dan
Justin harus masuk ke rumah sakit karena mereka terluka cukup parah. Binar berterima kasih kepada
Louis karena sudah membantu dalam menemukan Yasmine. Binar sangat senang bisa mengenal Louis
yang memiliki sifat yang sangat baik.

32
Setelah kejadian itu, Louis pun menyadari bahwa dia telah jatuh cinta dengan Binar sejak saat
pertama kali mereka bertemu. Entah apa yang membuatnya begitu mudah jatuh cinta dengan Binar.
Hari olimpiade dimulai, Binar dan Yasmine sudah siap mengikuti olimpiade tersebut. Nancy juga
sudah kembali pulih dan datang ke sekolah dengan diantar oleh Louis. Dengan ditemani Louis, Nancy
memberanikan diri untuk meminta maaf atas semua kesalahannya yang telah dilakukannya selama ini.
“Gue minta maaf, karena selama ini gue udah sering ngebully dan menghina kalian. Gue berharap
kalian bisa maafin kesalahan yang udah gue perbuat.” Tak hanya kepada empat sahabat itu, Nancy
pun meminta maaf kepada seluruh siswa yang pernah dia bully, karena dari kejadian kemarin dia
mendapat pelajaran bahwa apa yang dia inginkan tidak harus selalu bisa dia miliki.

Nancy juga berterima kasih karena telah membuatnya sadar bahwa yang dilakukan sangat salah
dan merugikan orang lain dan sekolah. Nancy mengaku bahwa ide penculikan itu, ia dapat dari Justin
yang selalu memprovokasi dia untuk menyingkirkan Yasmine agar tidak bisa mengikuti olimpiade.
Bersamaan dengan itu, Louis pun tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyatakan cintanya
kepada Binar. Dengan membawa buket bunga kecil, dia berlutut dihadapan Binar dan menyatakan
bahwa dia jatuh cinta kepada Binar sejak pertama kali mereka bertemu. Dan dia juga yakin bahwa
Binar adalah orang yang telah mengembalikan adiknya seperti dulu dan ternyata benar adanya. Binar
mampu membuat Nancy seperti dulu lagi, menyesali semua perbuatannya dan menjadi orang yang
bisa menerima kenyataan hidup. Pada akhirnya, Binar pun menyadari bahwa dia juga jatuh cinta
kepada Louis. Akan tetapi, Binar masih belum ingin untuk berpacaran karena dia tidak ingin jauh dari
sahabat-sahabatnya ketika dia memiliki seorang kekasih.

Bel pun berbunyi yang menandakan olimpiade akan segera dimulai, semua peserta telah
memasuki ruangan yang telah disiapkan. Binar dan Yasmine pun pamit dan segera masuk ke ruangan.
Tiga jam berlalu, olimpiade pun telah berakhir. Hasil penilaian akan diumumkan seminggu ke depan.
Yasmine, Lily, dan Xavier pun mendatangi Binar yang sedang duduk melamun. “WOI TUAN
PUTRI!” seru mereka bertiga. Tiba-tiba Binar terbangun dari lamunannya, “Apaan sih kalian, males
banget tau dipanggil kek gitu,” kesal Binar. Jarang sekali Binar merespon dengan seperti itu dan Lily
tau apa yang ada dipikiran sahabatnya. “Bin, kalo elu mau nerima pernyataan cinta Kak Louis, kami
gakpapa kok. Selagi gak ngeganggu pendidikan dan persahabatan kita,” ucap Lily. Seketika mereka
berempat terdiam. Xavier menimpali dengan berkata “Bener tuh, Kak Louis juga orang baik. Baik
banget malahan,” tegas Xavier.

Mendengar ucapan para sahabatnya itu, Binar langsung berlari mencari keberadaan Louis. Binar
telah memutuskan bahwa dia akan menerima Louis sebagai pacarnya. “Nah ketemu!” seru Binar.
Tapi, tiba-tiba Yasmine mencegah Binar untuk menemui Louis. “Bin, maaf kalo elu kecewa sama
tindakan gue ini. Apa gak sebaiknya elu tunda dulu, tunggu lulus SMA baru deh terserah elu mau
gimana. Inget, prioritas utama lu,” memegang tangan Binar. Louis pun mendengar obrolan kedua
sahabat itu dan mendekati mereka. “Iya, bener tuh kata Yasmine. Fokus belajar dulu aja ya deck.
Abang gak akan berpaling ke lain hati kok,” canda Louis. Yasmine geli mendengar Kak Louis
berbicara seperti itu. Binar merespon dengan senyuman yang manis, semanis gula.

Sejak percakapan itu berakhir, hubungan Binar dan Louis menjadi lebih dekat walaupun mereka
tidak berpacaran dan hubungan Binar dengan tiga sahabatnya pun menjadi semakin kuat seperti
batang pohon ulin. Ternyata, tak perlu memilih antara cinta atau persahabatan. Kita bisa memilih
keduanya selagi kita mampu menjalaninya. Karena cinta dan persahabatan diperlukan dalam setiap
kehidupan manusia. Waktu tak pernah salah, hanya saja kita yang terlalu berpikiran rumit. Jangan
pernah menyalahkan waktu, atas apa yang terjadi dalam kehidupanmu.

Satu minggu kemudian, hasil olimpiade telah diumumkan. SMA Nusa Pertiwi Jakarta menjadi
juara satu dalam Olimpiade Matematika tingkat Nasional. Kabar itu menjadi topik hangat selama dua
minggu. Dan juara satu akan mewakili Indonesia dalam Olimpiade Matematika tingkat Internasional
yang akan diselenggarakan di Singapura. Binar dan Louis pun harus menjalankan hubungan jarak
jauh dikarenakan Louis akan KKN selama tiga bulan. Binar berharap hubungannya tak pernah
berhenti di tengah jalan.

33
waktu yang salah

BIODATA PENULIS :
Nama : Mareta Lira Sari
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 28 Maret 2005
Media sosial : @maretalraa

34
Impian yang Tersimpan

Di sebuah perumahan mewah yang terletak di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan. Rumah yang
bercat dominan putih dan hijau muda adalah rumah yang ditinggali oleh keluarga kecil yang sangat
berpengaruh besar dalam dunia bisnis maupun kesehatan. Dia adalah Devano Zafir El-Zein atau sering
dikenal sebagai tuan Devano yang merupakan penerus ke-2 perusahaan El-Zein grup yang bergerak
dibidang bisnis dan dibidang kesehatan. Tuan Devano memiliki dua orang putra kembar yang bernama
Zayyan Aldino Dirgantara Zafir El-Zein dan Angkasa Putra Ravey El-Zein. Kedua putranya tersebut
merupakan most wanted disekolah. Namun, Zayyan dan Ravey sering mendapatkan perlakuan berbeda
dari sang ayah.
Di dekat taman belakang rumah, Ravey dan Zayyan pun bermain bola layaknya anak kecil pada
umumnya. “Pah... Kak Zay jatuh di halaman belakang rumah karena berlari.” Teriak Ravey. Tak lama
kemudian Devano datang membawa kotak P3K bersama pelayan dan bodyguard rumah. “Kak Zay... di
mana yang terluka atau kita perlu ke rumah sakit sekarang.” Ucap Devano dengan nada khawatir. “No..
Tidak perlu ke rumah sakit ini hanya luka kecil kok pah, jadi papah tidak usah khawatir oke!” Ucap
Zayyan dengan tegas. Kemudian para pelayan rumah pun langsung mengobati luka kecil di kaki
Zayyan. Lalu, sang ayah pun menarik Ravey ke halaman depan rumah dan menghukum Ravey karena
telah menyebabkan Zayyan terluka. “Ravey! Berdiri kamu disitu dan jangan pernah kamu
meninggalkan tempat itu jika tidak ada perintah Papa oke!” Ucap Devano tegas. “Ta-tapi pah kak Zay
jatuh sendiri, Avey.. “ Ucap Ravey. “No... Tidak ada alasan apa pun.” Ucap Devano tegas tanpa
mendengar alasan si bungsu. “B-baik pah.” Ucap Ravey dengan pasrah.
“Pah.. Papa jangan egois dong, Ravey itu enggak salah pah, Zayyan tuh jatuh sendiri. Jadi papa
jangan seenaknya menghukum Ravey yang enggak salah apa-apa. Jika papa tidak mau menyuruh
Ravey masuk, Zayyan juga akan ikut dihukum bersama Ravey.” Ucap Zayyan tegas dengan sang ayah.
“Ta-tapi sayang coba kamu dengerin papa, lihat kakimu terluka itu gara-gara ulah siapa? Ravey kan
jadi jangan coba-coba kamu menolong dia. Kamu juga tuh seharusnya harusnya diam saja dikamar
sambil baca buku-buku yang papa belikan semalam. Sebagai kakak Zay itu harus jadi contoh bagi
Avey yang masih kecil.” Ucap Devano tanpa memikirkan perasaan si bungsu yang mendengar
pembicaraan itu. “Zayyan kan besar nanti akan pakai seragam lengkap dan kerja dikantor papa kan.”
Ucap Devano penuh harap. “Ta-tapi pah kan Zay kepingin jadi pilot supaya Zay bisa lihat bunda dari
dekat walaupun itu mustahil.” Ucap Zayyan dengan polos.
~12 tahun kemudian~
“Zay.. Hei bang.. Heh! Dinosaurus buka pintunya. Kalo lo gak buka pintu, gua dobrak ini pintu baru
tahu rasa lo.” Ucap Ravey yang menggebu-gebu. “Ckck... apaan sih, langsung to the point aja.” Ucap
Zayyan dingin. “Hehe.. Itu lo sudah bikin tugas belom, liat dong boleh ya!” Pinta Ravey dengan mata
yang berkaca-kaca dan memelas. “Ck.. Lain kali kerjain tuh tugas sendiri jangan keseringan jadi
playboy buaya darat”. Ucapnya sembari memberikan buku tugas. “Ae lah bang iri bilang boss, ini tuh
tipe-tipe cowok cool yang kelamaan menjomblo.” Ucap Ravey tanpa di gubris oleh Zayyan.
Zayyan pun langsung menutup pintu kamarnya dan melanjutkan aktivitasnya yaitu belajar dan
belajar. Hal itu pun dilakukan Zayyan karena perintah sang ayah untuk mendidiknya agar menjadi
seorang pemimpin di perusahaan yang sangat segan dikagumi semua orang. Namun, siapa sangka hal
tersebut tidak disukai oleh Zayyan karena pada dasarnya keinginan Zayyan sama seperti dulu yaitu
menjadi seorang pilot yang gagah.
Devano melakukan ini semua kepada Zayyan karena dia melihat kemampuan Zayyan sangat bagus
dibidang akademik maupun non-akademik. Bisa juga dibilang prestasi Zayyan lebih unggul
dibandingkan dengan Ravey. Bisa dibilang Ravey tidak secerdas seperti kemampuan otak Zayyan.
Namun, Ravey itu sangat unggul dibidang non-akademik seperti basket, taekwondo. Dari kemampuan
non-akademik tersebut ia berhasil menjadi juara 1 ditingkat kota.
Devano merasa tidak yakin dengan potensi Ravey karena ia hanya unggul dibidang non-akademik.
Hal inilah yang sangat disayangkan menurut Devano. Kenyataan itulah yang membuat Ravey merasa
asing saat dirumah. Semestinya rumah itu menjadi tempat berlindung dan beristirahat dengan penuh
kehangatan, namun siapa sangka rumah adalah penjara yang membuat kita asing saat di dalamnya.
Keesokan harinya, Zayyan dan Ravey pun pergi kesekolah dengan menaiki kendaraan pribadi
mereka masing-masing. Setibanya mereka disekolah, mereka pun disambut antusias oleh para warga
SMA Bhakti Bangsa Jakarta. Ada yang berteriak heboh bahkan ada yang sampai pingsan sebab
ketampanan kembar El-Zein ini. Zayyan bersikap seperti biasanya tanpa ada ekspresi sedikit pun,
sedangkan Ravey sudah tebar pesona terhadap sisa perempuan. Para guru pun hanya bisa diam saat

35
seperti ini bahkan kepala sekolah pun tidak berani memarahi si kembar El-Zein tersebut karena papa
Devano adalah salah satu donatur utama di sekolahan ini.
Hari-hari pun terus berlalu, siang berganti menjadi malam. Keluarga ini pun tepat berkumpul di
meja makan sembari menyantap makan malam dengan khidmat. Namun, Zayyan merasa hal ini
sepertinya sudah direncanakan sebelumnya sebab Devano sangat jarang kumpul untuk makan malam
dengan alasan sibuk dan ada banyak sekali meeting yang harus di handle nya. Acara makan malam pun
usai. “Khem.. Zay.. Vey.. Papa ingin bicara sama kalian berdua. Kalian berdua temui papa di ruangan
kerja.” Ucap Devano memecah keheningan dan bangkit dari kursi untuk menuju ruangan kerja. “Hm..
Baik pah.” Ucap keduanya kompak. Zayyan dan Ravey pun menyusul sang ayah ke ruangan kerja.
Tok... Tok... Mereka pun mengetuk pintu untuk menanyakan apa boleh mereka masuk.
Saat di dalam ruangan, mereka pun langsung disuruh duduk dan diberi pertanyaan serius dari sang
ayah. “Jadi gini, kalian kan bentar lagi tuh tamat sekolah. Papa kepingin kalian itu menjadi orang
nantinya, bukan hanya menjadi beban atau parasit dalam keluarga ini. Tradisi keluarga kita semuanya
tidak ada yang namanya pengangguran dan minimal harus mendapatkan gelar di belakang nama.
Mungkin kalian pikir ini hanya biasa saja, namun ini adalah hal yang menunjukkan kedudukan kita
pada dunia bahwa kita adalah orang yang patut disegani orang-orang. Jadi, papa minta kepada kalian
semua untuk mengikuti perintah papa. Untuk Zayyan kamu itu harus jadi penerus perusahaan papa,
sedangkan kamu Ravey kamu itu harus jadi dokter untuk melanjutkan pekerjaan bunda mu itu. ” Ucap
Devano tegas. “Ta-tapi pah.. Kan udah Zay bilang jangan suruh Zay untuk jadi pemimpin. Zay itu
kepingin jadi pilot pah. Papah bisa enggak ngertiin kemauan Zay.” Ucap Zayyan sedikit membentak.
“Pah.. Papa lupa ya kalau papa masih punya satu anak lagi pah. Sebenarnya aku siapa sih pah, papa
enggak pernah sekali pun bertanya kepada Avey, Avey nanti pengen jadi apa. Padahal Avey selama ini
mengharap bahwa papa akan menanyakan hal tersebut. Tapi apa pah.. Papah selalu membanggakan
Bang Zayyan di depan semua orang dan a-aku hanya papa bilang aku hanya masih kecil dan tidak
boleh ikut-ikutan masalah bisnis.” Ucap Ravey sambil menahan tangis sambil menampilkan senyuman
dan langsung pergi meninggalkan ruangan itu. “Pah.. Papah bisa enggak jangan bandingkan kami
berdua. Apa papah tahu selama ini kemungkinan Ravey sakit hati pah gara-gara ucapan papah yang
sering membandingkan kami berdua.” Ucap Zayyan sedikit membentak.
Hari-hari pun terus berlalu, hingga hari ujian akhir pun tiba. Selama ujian akhir berlangsung kedua
kakak-adik tersebut tidak pernah berbicara secara pribadi. Walaupun mereka sekelas tapi mereka
berdua tak pernah berbicara sedikit pun. Sontak hal tersebut membuat teman sekelas mereka bingung
melihat perubahan Ravey yang cuek seperti Devano. Hingga hari terakhir ujian yang dimana para siswa
SMA Bhakti Bangsa merasa bebas karena perjuangan mereka selama 1 minggu menguras tenaga dan
pikiran telah usai. Hal tersebut digunakan sebaik mungkin bagi Zayyan untuk berbicara 4 mata dengan
adiknya tersebut.
“Vey.. Ravey tunggu bentar. Kakak ingin bicara penting sama kamu.” Ucap Zayyan sambil
menahan salah satu tangan sangat adik. “Apalagi kak yang harus dibicarakan, semua udah jelas
sekarang. Papah lebih sayang sama kakak sedangkan a-aku hanyalah beban baginya.” Ucap Ravey
dengan pasrah. “E-enggak kamu gak boleh bicara seperti itu. Pokoknya kamu harus ikut kakak dulu
untuk bicara. Temui kakak di Cafe Kenangan. Ucap Zayyan dan langsung meninggalkan sang adik.
Di Cafe Kenangan ternyata Zayyan telah menunggu Ravey sambil menikmati secangkir kopi. “Kak
sudah lama ya nunggu disini. Sorry ya kak tadi biasa lah ada masalah di motorku.” Ucap Ravey. “No..
Kakak juga baru sampai disini. Silakan kamu memesan dulu minuman maupun makanan.” Ucap
Zayyan. Zayyan pun langsung memanggil waitress dan waitress tersebut langsung mencatat apa yang
dipesan oleh Ravey dan Zayyan. Tak lama kemudian pesanan mereka pun sampai. “Dek.. Kamu siap
tidak untuk mendengarkan satu fakta ini.” Ucap Zayyan dengan hati-hati. “Emangnya ada apa kak?”
tanya Ravey bingung.
“Sebenarnya papa mencarimu, Vey. Lo gak pernah tau kalo papa sebenarnya sayang sama lo. Dia
gak mau lo tertekan, nggak mau lo repot-repot mikirin gimana masa depan perusahaan. Harusnya, lo
sadar nggak selamanya harus gua terus yang lo pandang sebagai orang yang ngerebut kasih sayang
papa.” Ujar Zayyan.
“Tapi emang itu kenyataannya, bang. Lo gak pernah sekalipun liat gue diurus sama bokap? Enggak!
Gue selalu ngurus diri gue sendiri. Dibandingkan dengan gue, justru lo yang dapet banyak perhatian
dari bokap.” Ujar Ravey ketus.
“ITU KARENA GUE SELALU DIJADIKAN KELINCI PERCOBAAN SAMA PAPA, VEY! Lo gak
akan pernah tau apa yang selalu dilakukan papa saat aku menolak keinginannya. Rasa sakit yang gua
rasakan saat itu lebih banyak dari rasa iri Lo terhadap gua. Bahkan rasa sakit itu terkadang buat gua
nyerah sama kehidupan yang gua jalani.” Ucap Zayyan terisak diakhir kalimat. Zayyan pun
memejamkan matanya sebentar dan mengatur emosinya kembali,

36
“Maaf jika Lo ngerasa kalau gua lebih disayang oleh papa. Maaf belom bisa jadi abang yang baik buat
Lo.” Tanpa sadar, setetes cairan bening pun lolos pelupuk mata Zayyan. Ravey yang iba pun langsung
menenangkan sang kakak yang sedang kalut, “Mari kak! Kita pulang sekarang liat tuh awan dilangit
sudah gelap. Nanti kehujanan yang ada Lo tambah sakit tuh.” Ucap Ravey dengan candaan diakhir
kalimat. Kedua kakak beradik ini pun langsung menuju meja kasir untuk membayar menu yang telah
mereka pesan.
Setelah sampai dirumah, kakak beradik ini pun langsung menuju kamar masing-masing untuk
membersihkan diri. Saat berada di dalam kamar Ravey pun kembali berfikir apa sebenarnya maksud
sang kakak tentang rasa sakit yang membuatnya menyerah sama kehidupan. “Pokoknya aku harus cari
tahu apa masalah yang terjadi di balik itu.” Ucap Ravey sembari melepaskan jam tangannya.
Tanpa dirasa, Hari-hari pun terus berlalu hingga hari kelulusan tiba. Hari ini adalah hari yang sangat
menegangkan bagi para siswa-siswi SMA Bhakti Bangsa, yang dimana kepala sekolah akan
menyebutkan 3 siswa berprestasi yang menduduki juara umum dan langsung mendapatkan undangan
terpilih untuk memasuki universitas ternama di dalam maupun luar negeri. Semua siswa pun
berkumpul dan duduk di kursi yang telah tersedia di aula SMA Bhakti Bangsa. Saat kepala sekolah
mengumumkan siswa-siswi yang mendapatkan juara umum, inilah yang membuat para warga SMA
Bhakti Bangsa cemas, tegang, tremor secara bersamaan. “Baiklah tanpa membuang banyak waktu saya
akan membacakan siswa-siswi yang akan menduduki peringkat juara umum tahun ini. Untuk nama
siswa-siswi yang saya sebutkan nantinya saya harap kalian maju dan berdiri di samping saya. Untuk
yang mendapat posisi ketiga juara umum SMA Bhakti Bangsa dengan skor ujian akhir sebesar 90,9
berhasil diraih oleh Angkasa Putra Ravey El-Zein, posisi kedua dengan skor ujian akhir 94,0 berhasil
diraih oleh Yoga Aditama, posisi pertama dengan skor ujian akhir 98,9 berhasil diraih oleh Zayyan
Aldino Dirgantara Zafir El-Zein mari semuanya kita beri tepuk tangan yang meriah untuk mereka
bertiga.” Ucap kepala sekolah. Semua orang pun memberikan tepuk tangan, namun lain halnya dengan
Devano yang bingung dengan ini semua.
Malam pun tiba, entah kenapa dua kakak-beradik ini kompak tidak mau ikut hadir dalam acara
promnight yang diselenggarakan pihak sekolah di salah satu hotel ternama di Jakarta. Mereka yang
sedari tadi duduk diam hanya memandang sinar rembulan yang indah.
“Kak, tiba-tiba Avey kangen sama bunda. Entah kenapa Avey merasa kalau sisa waktu Avey tidak
banyak. Avey Cuma ingin satu keinginan, yaitu pelukan hangat dari papa.” Ucap Ravey sendu.
“Hush! Omongan kamu ngelantur. Sudah sana pergi tidur.” Ujar Zayyan tegas.
“Oh iya Kak, dimana papa kok gak kelihatan?” Tanya Ravey heran.
“Entah gak ada kabar sama sekali. Mungkin papa ngurus bisnis keluar kota.” Ujar Zayyan yang juga
bingung dimana papanya berada.
Satu tahun sudah dilalui si kembar El-Zein untuk menempuh pendidikan di Universitas impian.
Zayyan yang awalnya bersikeras untuk masuk sekolah penerbangan akhirnya memendam impian
tersebut dikarenakan permintaan sangat adik yang menginginkan ia untuk masuk di Universitas yang
sama dengan jurusan yang berbeda. Entah kenapa ia hanya menuruti perintah sang adik, seakan-akan
ada sesuatu besar yang terjadi dikemudian hari. Sikap sang papa pun juga berubah seratus persen, yang
dulunya terlalu membeda-bedakan kedua putranya sekarang ia sangat menyesali perbuatannya itu.
Mereka berdua terlalu sibuk untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan para dosen sehingga
tidak memperhatikan kondisi kesehatan masing-masing. Akhir-akhir ini Ravey sering mimisan, namun
tidak ada yang mengetahui hal tersebut. Karena merasa bingung dengan kondisinya belakangan ini, Ia
memutuskan untuk melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit. Sesampainya di Rumah Sakit, Ravey pun
segera masuk ke ruangan untuk diperiksa. Setelah 10 menit melakukan pemeriksaan, ternyata Ravey
didiagnosis terkena penyakit Gagal Ginjal Kronis.
“Mulai besok kamu harus menjalani cuci darah setiap satu bulan sekali. Jika tidak penyakitmu ini akan
lebih parah. Saya akan mengabari orang tuamu agar bisa membawamu ke Luar Negeri untuk
melakukan perawatan. Teknologi kesehatan di Luar Negeri sudah jauh lebih canggih dan....” Ucap
Dokter Zeyden yang terpotong.
“Enggak! Tolong Dok jangan sampai Papa tahu tentang penyakitku ini, aku tidak mau Papa terlalu
mengkhawatirkan aku. Tolong jaga rahasia ini Dok.” Ucap Ravey yang sangat memohon.
Ravey pun segera mengambil obat di apotek dan segera pulang. Setibanya dirumah, Ia langsung
membersihkan diri dan segera ke bawah untuk makan malam. Namun, tanpa ia sadari setetes darah
keluar dari hidungnya. Ia yang tersadar akan hal itu langsung segera membersihkan tetesan darah dan
langsung mengkonsumsi obat yang diberikan Dokter tadi. Setelah itu, Ravey pun turun untuk makan
malam dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
37
Setelah makan malam, Zayyan pun menemui adiknya di kamar. Zayyan merasa Ravey
menyembunyikan sesuatu yang besar darinya. Zayyan pun mengetuk pintu kamar sang adik. “Vey ini
abang.” Ucap Zayyan. “Masuk aja kak, gak dikunci pintunya.” Ucap Ravey. Zayyan pun segera
membuka pintu dan mendekati sang adik yang tengah bermain ponsel diatas tempat tidur.
“Vey, apa yang sedang kau sembunyikan. Kakak tau kau lagi ada masalah. Kita ini tinggal bersama
dari kecil bukan baru beberapa hari, jadi kakak tau dari gerak-gerik mu yang aneh.” Ucap Zayyan.
“Eh.. Anu.. Gua bingung bang gimana ngomongnya. Tapi abang harus janji dulu, setelah abang liat ini
abang gak boleh marah. Ini bang liat aja sendiri.” Ucap Ravey yang bingung mau menjelaskan dari
mana.
Zayyan pun segera membuka amplop yang berisi hasil kesehatan Ravey. Zayyan yang membaca itu
pun langsung kaget dan terharu akan kondisi sang adik. “I-Ini apa Vey, ini pasti salah. Gak mungkin
kamu... Kamu harus kuat oke.. Kakak pasti selalu menemanimu setiap bulan untuk melakukan cuci
darah.” Ucap Zayyan terkejut. “Baiklah kak.” Ucap Ravey pasrah.
Keesokan harinya Zayyan menemani Ravey untuk melakukan cuci darah. Saat itu, Ravey hanya
pasrah dan juga takut akan semua proses yang akan ia jalani. Sebelum memasuki ruangan, Zayyan
terus menyemangati adik bungsunya. Setelah 3 jam menunggu, akhirnya Zayyan dan Ravey pun segera
pulang. Saat di perjalanan, Zayyan memarkirkan kendaraannya untuk membeli beberapa buah-buahan.
Setelah membeli buah-buahan ia pun segera masuk ke dalam mobil dan mengendarai secara santai.
Bulan demi bulan yang dilewati, Ravey tak pernah sedikit pun telat untuk melakukan proses cuci
darah. Walaupun ada rasa lelah, Ravey pun tetap semangat untuk menjalani kehidupannya. Selama ini
juga, sang ayah tidak mengetahui bahwa Ravey di diagnosis penyakit Gagal Ginjal Kronis. Hal itu
terus disembunyikan oleh kakak beradik ini agar kondisi sang ayah tidak drop.

~Satu Tahun Kemudian~


Sudah satu tahun Ravey menjalani kehidupan seperti ini. Hari ini merupakan hari dimana ia harus
melakukan check-up kesehatannya. Namun, kenyataan pahit yang harus ia terima. Ada rasa terkejut,
sesak, bahkan semangat untuk sembuh lenyap saat itu juga. “Menurut hasil yang selama ini, sepertinya
penyakit ini sudah menyebar ke beberapa organ tubuh. Kondisi tubuhmu saat ini juga sudah melemah.
Bahkan proses cuci darah tidak bisa kita lanjutkan, sebelum kondisi tubuhmu normal kembali.” Ujar
Dokter Zeyden.
Ravey pun segera pulang dengan perasaan campur aduk. Namun, kondisi ini ia rahasiakan dari sang
kakak. Ia tak mau sang kakak khawatir akan keadaannya. Ada perasaan untuk mengakhiri hidup saat
itu juga, namun ia masih ingin berjuang untuk melawan penyakit ini.
Sudah satu bulan ia menyembunyikan kondisinya. Hari ini ia harus melakukan check-up kembali.
Hari ini ia hanya pergi sendirian karena sang kakak ada jadwal kuliah pagi. Ia memutuskan pergi
dengan mengendarai sepeda motor kesayangannya.
Entah kenapa sedari tadi ia memiliki perasaan tidak enak. Ia hanya menepis perasaan tidak enak
tersebut dengan bernyanyi dibalik helm. Sial sekali saat ia membelokkan motornya ke arah kiri, mobil
truk dari arah belakang menabrak motornya. Hal ini membuat ia terpental sejauh 1,5 Km dari posisi
awal. Kejadian ini membuat sang kakak, terkejut karena saat itu Zayyan tepat berada di arah seberang.
Zayyan pun berlari menghampiri sang adik yang tergeletak di jalanan. Sontak ramai orang berbondong-
bondong orang membantu Zayyan membawa Ravey ke RS di depan, sebagian orang juga berhasil
mengepung sopir truk dan membawanya ke kantor polisi.
Saat tiba di Rumah Sakit, Ravey segera di bawa ke ruang perawatan intensif. Para Dokter dan
Perawat berlarian kesana-kemari. Beberapa orang menyuruh Zayyan untuk tenang dan memberi kabar
ke orang tuanya tentang hal ini. Devano yang mendapat kabar dari anak buahnya pun sangat terkejut
dan berlari meninggalkan rapat penting untuk mengetahui kondisi sang anak. Namun sialnya, saat sang
anak menghembuskan napas terakhirnya ia tidak berada tepat di samping sang anak. Peristiwa ini
membuat Zayyan maupun Devano sangat terpukul. Terlebih lagi Zayyan yang mengetahui penyakit
sang adik, saat itu mental Zayyan sangat terguncang.
Beberapa proses pemakaman telah dilakukan. Orang-orang berbondong-bondong untuk pulang dari
tempat pemakaman dan meninggalkan Zayyan dan Devano. Devano yang merasa ia gagal menjadi
ayah yang bertanggung jawab serta Zayyan yang gagal menjaga sang adik. Agar ia merasa tidak
menyesal ia berbicara mengenai penyakit sang adik. Itu membuat Devano terkejut, “Bahkan
penyakitnya saja ia sembunyikan dari papah.” Hanya itulah kalimat penutup yang Devano ujarkan
untuk menutup hari senja yang hampir malam.

38
Sudah satu tahun kepergian Ravey. Banyak rasa penyesalan yang ada dalam diri Devano. Ia sangat
menyesal akan perbuatannya dahulu terhadap anak-anaknya. Zayyan yang saat ini sudah
menyelesaikan pendidikan kuliahnya, bertugas untuk menggantikan posisi sang papa di kantor. Ia
terbiasa melakukan hal tersebut karena telah didik sedari kecil untuk menjadi orang yang disiplin.
Tanpa disadari banyak kenangan yang membuat Zayyan teringat akan Ravey. Di setiap malam, ia
hanya menatap bulan yang sangat indah untuk mengobati rasa rindu terhadap sang adik.
Penyesalan selalu datang di akhir, sebelum penyesalan itu datang membawa bekas dalam ingatan
sebaiknya lakukanlah kebaikan semasa kau hidup. Semua ini dilakukan agar orang-orang mengingat
akan jasa-jasa yang dapat kita bantu. Benar kata orang-orang fase terberat dalam hidup ialah saat kita di
uji untuk ikhlas terhadap orang yang penting dalam hidup meninggalkan kita untuk selama-lamanya.
Jangankan untuk melihat, berbicara, bahkan memeluk pun tak bisa kita lakukan karena sudah beda
alam. Sebelum memprioritaskan seseorang sebaiknya prioritaskan dahulu keluargamu. Karena keluarga
juga yang nantinya akan menolongmu dan memberikanmu kenangan yang sulit dilupakan dan tidak
bisa diulang.

~TAMAT~

39
harapan yang tersimpan

BIODATA
PENULIS :
Nama : Nevriani Ririn Syafitri
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 07 November 2005
Media sosial : @nevvrsya

40
Romantika Februari

Dering suara HP membangunkan aku dari dunia mimpi, tak lama setelah itu terdengarlah suara
saling bersahut-sahutan, “Sudah subuh ternyata.” Celetukku sembari mematikan alarm yang dari tadi
sudah berbunyi dan segera bergegas mandi lalu menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim.
Hari ini rasanya ada yang sedikit berbeda dari biasanya, karena sejak dari tadi ku berangkat di jalanan
banyak banget yang jual bunga, coklat dan boneka dengan hiasan-hiasan yang lucu dan setibanya di
sini kulihat di bawah bangku hampir semua anak membawa bingkisan yang di bungkus kertas kado
dengan beraneka ornamen di atasnya. “Wei !!!!!!!!!!!” Teriak seorang cowok sambil memukul
pundakku, “Eh loe Ron, bikin kaget aja.” Spontan ku menjawab setelah ku palingkan wajah tuk melihat
ke arahnya. “Habis ngelamun aja sih…” Dia adalah Roni teman baikku dan juga teman sebangkuku,
anaknya terkenal playboy tapi setia kawan, baik ya meskipun kalau lagi ada maunya, humoris tapi
kalau kelewatan kadang malah ngeselin. “Ah enggak Gue cuma heran aja, kok banyak banget yang
bawa kado ya? Apa memang lagi banyak yang Ultah atau ada yang lagi ngadain acara ultah? Sambil ku
garuk-garuk kepala dengan wajah penasaran. “Halooo…., Loe hidup dimana sih? Di planet mars atau
di dunia era prasejarah?” “Hari ini tanggal berapa?” Tanyanya dengan sedikit membentak, “Kalau ga
salah tanggal 14 Februari, emang ada apa? Bukan ultah loe kan???” sahutku dengan ekspresi wajah
yang semakin penasaran. “Ampun deh, ni anak beneran hidup di zaman prasejarah kali ya! Sekarang
kan Valentine day!!!” bentaknya sambil memegang pundakku dan mengoyak-ngoyak tubuhku.
“Oooooo Valentine day.” teriakku seketika. “Oooooo bulet kali!!!” Sindirnya padaku. “Kayaknya loe
udah kelamaan nge-jomblo deh, sampai-sampai hari yang paling di nanti-nanti oleh para remaja seperti
kita bisa gak inget bahkan ga ada ekspresi senang sama sekali”! ucapnya sambil duduk di atas meja.
“Ya kan loe tahu sendiri kalau gue belum pingin pacaran, masih pingin fokus sama sekolah gue!”
sahutku sembari menaruh tas di bangku dan langsung duduk di kursi. “Belom mau pacaran apa
memang ga lakuuuuuuuuu?” ejeknya padaku. “Resek loe, terserah deh orang mau bilang apa yang
penting no women no cry, no girlfriend no trouble dan yang penting kebebasan!” Sambil ku angkat
tanganku layaknya pahlawan kemerdekaan. “Ah itu sih pepatah para bujang lapuk, lagian apa loe ga
kesepian pas kalau teman-teman loe pada jalan sama ceweknya? Jadi penasaran gue, emank apa yang
loe kerjain kalau Sabtu malam minggu secara loe kan jomblo?” Tanyanya saling bersambungan. “Ya
ngapain kesepian kan banyak buku pelajaran yang belum habis dibaca belum lagi buku-buku referensi
buat masing-masing subjek seminggu juga ga bakalan habis.” jawabku santai. “Percaya deh, dasar
profesor yang hobinya tidur ama buku!” sindirnya padaku. “Ya biarin aja, dari pada loe playboy cap
karung, ngeliat cewek naksir, jangan-jangan kambing dibedakin juga doyan loe.” Balasku ga mau
kalah.

Bel masuk telah berbunyi, semua teman-teman pada berhamburan menempati tempat duduknya
masing-masing dan menunggu kedatangan sang pengajar yang mau memberikan ilmunya. Detik demi
detik telah berlalu, halaman demi halaman telah terlewati tak terasa dua jam lebih pembahasan ilmu
kami jalani hingga terdengarlah suara dentang bel berbunyi penanda waktu istirahat telah tiba. “Ah
pusing gue ama pelajaran yang tadi, ribet ga ngerti gue maksudnya!” Seketika terucap dari mulut Roni.
“Itu sih cuma loe-nya aja yang ga pernah baca itu buku pelajaran, kebanyakan pacaran sih!!!” Sahutku
mengejek. “Udah ga usah dibahas, by the way kayaknya jam ke-5 sampe terakhir kosong nih paling
cuma dikasih tugas.” “Terus memang kenapa?” Tanyaku sambil membereskan buku yang ada di meja.
“Ya itu artinya bebas, kita bisa ke kantin dengan santai dan ga usah buru-buru balik ke kelas. Masalah
tugas tinggal nyontek aja juga beres.” Celetuknya. “Yee itu sih loe, kalau gue pantang yang namanya
nyontek. Gimana bangsa bisa maju kalau bibit-bibit koruptor terus di budayakan?” Ejekku sinis. “Apa
hubungannya nyontek ama koruptor? Ga nyambung kali!” Teriaknya. “Ya berhubungan, kalau
sekarang loe korupsi nilai ntar kalau jadi anggota dewan bisa-bisa korupsi jabatan! Kerja enggak terima
gaji iya.” Balasku sambil hendak melangkah pergi. “Mau kemana loe?” Tanyanya sambil berdiri. “Mau
ke perpus, lagian kan habis ini jam kosong, jadi bisa lama gue disana. Kenapa, mau ikut?” ajakku
sambil menyindir. “Perpus lagi perpus lagi, dasar kutu buku. Ogah ah, gue mau ke kantin aja sampai
nanti ya pak prof!!!!” sindirnya balik kepadaku sambil melangkah pergi keluar.

Tenang dan hening, suasana yang memang enak buat menyendiri sambil ditemani lembaran-
lembaran tanpa suara. Perlahan demi perlahan ku telusuri setiap huruf dengan pasti, lembar demi
lembar ku baca tiap halaman dengan seksama hingga tanganku terhenti sejenak saat hendak membalik
halaman. “Hai, sendirian aja.” Suara itu mengagetkanku. Mataku tertuju pada seorang gadis yang
berambut panjang dengan pita pink yang menghiasinya. “Eh kamu Lil.” Jawabku seketika. Dia adalah
Lily seorang wanita berdarah campuran Jawa dan Belanda, dan dia juga adalah salah satu teman baikku
selain si Roni. “Serius amat bacanya!” sambil menarik kursi dan duduk di sampingku. “Ah enggak
terlalu serius-serius amat.” Sahutku menjawab. “Iya sih, buktinya aku panggil sekali langsung respon.
Kan biasanya butuh berkali-kali baru ada respon.” Sambil tersenyum. Senyuman itu, senyuman saat
pertama aku dan dia bertemu, senyuman yang selalu membuat detak jantungku berdetak tak menentu,
senyuman yang selalu terbayang dalam setiap malam di dalam mimpi-mimpi ku. “Kok malah
41
ngelamun?” Ucapnya. “Ah enggak, siapa yang melamun? Aku kan cuma nungguin kamu ngomong
aja.” Sahutku menghindar. “Tahu ga kalau kamu itu ga jago kalu bohong.” Sindirnya padaku. “Udah ah
ga usah dibahas, btw ada angin apa nih kamu datang nemuin aku?” Ucapku mengalihkan pembicaraan
“Ada angin rindu!” Celetuknya sambil tersenyum. Serasa mau terbang dia bilang seperti itu, tapi buru-
buru ku kendalikan diriku agar tak terlihat apa yang sedang kurasakan. “Serius donk Lil, tuh bel masuk
udah bunyi loh kamu ga masuk ke kelas?” “Ngusir nih ceritanya???” Sambil memalingkan wajahnya.
“Bukannya ngusir cuma ngingetin aja.” Jawabku agak ragu. “Bercanda, gitu aja di anggap serius.
Kamu sendiri masih santai-santai di sini?” Tanyanya padaku. “Oh kalau aku habis ini sampai jam
terakhir nanti lagi kosong tuh, gurunya ga ada yang datang.” Jawabku sambil memandang wajahnya. “
Emm gini kamu bisa ga nungguin aku sepulang sekolah nanti? Di kelas kamu aja, aku lagi ada perlu
sama kamu.”“Ada perlu apa? Kenapa ga sekalian disini aja, kan kita udah ketemu.” Sahutku. “Yeee
kok pake nawar sih! dibilangin entar habis pulang sekolah ya berarti ntar dong! Kalau sampai ga ada,
aku ga mau temenan lagi sama kamu!” Ucapnya memaksa. “Iya-iya tapi ga usah pake ngancem segala
ngapa!” Sahutku membalas. “Biarin, biar ga bisa nolak, ya udah aku ke kelas dulu ya, da….” Sambil
tersenyum dan melangkah pergi. Ah senyum itu lagi, cukup, jangan kau lihat kan senyum itu.
Sudah tak kuat hati ini melihatnya meskipun indah bagi mata yang memandangnya. Aku jadi tak
bisa konsen membaca, yang terbayang hanya senyum manisnya, wajah cantiknya seakan tak mau pergi
dan terus menghalangi pandanganku. Bermacam tanya dalam benakku tapi sebelum anganku terlalu
jauh melangkah ku segera menyadarkan diriku sendiri. Tak bisa ku sangkal aku memang suka
dengannya bahkan mungkin lebih dari sekedar perasaan suka, tapi apa dayaku hatiku terlalu pengecut
untuk mengaku, bibirku terasa kelu saat ingin mengucapkan tiga kata itu. Ku selalu coba menghibur
diriku, memalingkan perasaan itu dengan ucapan “Jangan kau nodai persahabatan dengan dengan kata-
kata asmara karena ia hanya akan menjadi pengeruh saja, membuat semua menjauh hingga akhirnya
kau tak mendapatkan keduanya.” Tapi sampai kapan aku kuat menahan rasa ini? Sampai kapan ku
sanggup bertahan dengan alasan ini? Ku buka buku dan ku goreskan ucapan hatiku degan beberapa
kata. Sejak pertama ku mengenalmu. Di hatiku serasa ada sesuatu. Entah perasaan apa itu. Akupun tak
tahu. Ku harap ini bukanlah cinta. Kuharap ini hanyalah perasaan biasa. Yang datang dan pergi tak
punya makna. Tapi kenapa rasa ini semakin menjadi. Setiap aku berusaha tuk tidak peduli. Serta
mencoba tuk mengingkari rasa di hati ini.

Akhirnya tiba juga saat yang dinanti, saat bel pulang sekolah berbunyi tanda berakhirnya hari yang
melelahkan dan juga sebagai tanda pengingat tentang janjiku dengan seorang wanita. “Eh ga pulang
loe?” Tanya roni kepadaku. “Gue lagi ada urusan sebentar, loe duluan aja?” jawabku. “GR banget,
siapa yang mau nungguin loe, gue kan cuma tanya doank? “ sahutnya. “Dasar playboy cap karung,
sebenernya loe sohib gue apa bukan sih?” gerutuku. “Easy brow, kita sih tetep sohib, tapi sekarang gue
lagi ada janji nih sama pacar gue.” Jawabnya santai. “Ya udah buruan, ntar ngambek tu cewek di
putusin deh loe!” balasku. “Kalau diputusin ya cari lagi, gitu aja kok repot.” “Ya udah gue duluan ya
pak prooooof” ejeknya sambil tertawa terus pergi “Dasar playboy cap karuuuuuuung!” teriakku ga mau
kalah. Perlahan demi perlahan sekolah menjadi semakin sepi, orang-orang sedikit demi sedikit telah
keluar dari pintu gerbang, dan di kelas ini hanya tinggal aku seorang diri yang sedang menanti sang
permaisuri yang selalu ku kagumi dalam hati. “Udah lama nunggu nya?” ucap seorang wanita yang
sedari tadi aku nanti. “Ya gitu dehh.” Sahutku santai “Maaf habis tadi ada urusan kerja kelompok yang
ga bisa di tinggal.” “Aku kira kamu tadi udah pulang?” ucapnya sambil memandangku “Ya mana
berani aku pulang, orang udah dapat ultimatum ga bakal di jadiin temen lagi…” sahutku membalas.

“Hehehe, untung aja pake ultimatum, coba kalau enggak pasti kamu udah kabur dari tadi.” sambil
meletakkan tasnya ke atas meja. “Oh ya sebenarnya aku minta kamu datang kesini, cuma mau ngasih
ini.” Sambil mengambil sesuatu yang ada di dalam tasnya. Saat itu yang ku lihat adalah sebuah kado
yang di hias dengan hiasan bunga berwarna merah di atasnya. “Happy Valentine day…” ucapnya
mengagetkanku sambil menyerahkan kado itu ke arahku. “Ap apa ini?” jawabku terbata bata“Udah
terima aja, kalau ga mau terima tau sendiri kan apa konsekuensinya?” sambil menarik tanganku dan
meletakkan di atasnya. “Tapi aku ga punya apa-apa yang bisa diberikan ke kamu? Kan biasanya kalau
diberi ya harus memberi balik.” Ucapku sayub. “Udah ga usah dipikirin, ntar juga kamu bakalan tahu
apa yang harus kamu beri ke aku setelah buka kado itu.” Ucapnya meyakinkanku. “Wah jadi ngerasa
ga enak nih aku, tapi terima kasih ya buat kadonya.” “Kok cuma ucapan terima kasih, kasih ucapan
balik dong ‘Happy Valentine day too’ gitu harusnya!” gumamnya agak kesal. “Iya iya ‘Happy
Valentine days to Lily yang cantik…” ucapku menghibur. “Nah gitu donk.., btw jemputanku udah
datang tuh, kamu mau bareng ga?” tanyanya padaku. “Ah nggak usahlah, masak udah dikasih hadiah
nebeng pula, apa kata dunia.” celutukku sambil menggoda “Bisa aja kamu, ya udah aku pulang duluan
ya, aku tunggu balasan hadiahnya…” Sambil melangkah pergi. “Balasan hadiah apa” gumamku dalam
hati. Rasa senang bercampur bingung kini kurasakan, senang karena serasa mendapat perhatian lebih
dari sang permaisuri hati dan bingung gak tahu harus bersikap apa, serta banyak tanya apa maksud dari
semua ini. Tapi Udahlah mungkin ini hanya hadiah sebatas kasih sayang seorang teman, ibarat mawar

42
mungkin mawar putih lambang persahabatan, ya sudahlah sebaiknya aku pulang dulu dirumah saja aku
buka ini kado.

Detak jam dinding yang terdengar begitu keras karena kesunyian kamarku ini, ku hanya bisa melihat
kado yang dari tadi ku letakkan di atas meja belajarku. Setiap kali ingin ku buka kado itu, seolah ada
ribuan pasukan TNI yang memblokir jalan tanganku, hingga tanganku terasa berat untuk membukanya.
“Aaah cukup, aku harus segera mengakhiri kegilaan ku sekarang juga, ku ga mau terus menerus
melayang terbang hanya karena sesuatu yang masih belum pasti kejelasannya” ucapku dalam hati.
Akhirnya bisa juga ku meraih kado itu, perlahan demi perlahan kubuka kertas kado yang
membungkusnya, hiasan yang indah terpaksa ku ambil demi melihat isi di dalamnya. Rupanya sebuah
jam tangan yang diberikannya kepadaku, tapi ada sepucuk surat yang menyertainya. Ku buka surat itu
dan ternyata ia menuliskan sebuah puisi untukku. Sekian lama kita telah bersama. Suka dan duka telah
kita alami berdua. Saat ku berduka. Kau ada tuk mengihiburku. Saat ku bahagia. Kau ikut tertawa
bersamaku. Di setiap waktu, Kau selalu ada untuk ku. Menjadi sahabat yang selalu menyejukkanku.
Tapi ntah apa yang ku rasa saat ini. Perasaan yang berbeda dari biasa yang ku alami. Rasa yang tak
pernah aku dapati. Hingga tak kuat hati ini menahannya lagi. Salahkah aku jika ku tak mau lagi
menjadi temanmu. Salahkah aku jika ku tak mau menjadi sahabatmu. Karena ada tempat istimewa di
hatiku. Yang kini telah tercipta untukmu. Ku tak tahu lagi harus berbuat apa. Ku tak tahu lagi harus
bersikap seperti apa. Sudah sekian cara ku coba. Tapi kau tak juga merasakannya. Perasaan yang telah
tumbuh selama kita bersama. Kenapa kau begitu angkuh seolah tak peduli. Kenapa lidahmu tak jua
ucapkan tiga kata yang selalu kunanti. Kenapa tak kunjung kau pahami rasa di hatiku ini. Dengan
semua sikap yang sudah ku berikan selama ini. Kini ku mengaku kalah. Biarlah aku yang mengalah.
Karena aku sudah lelah. Tak kuat ku menahan lebih lama. Segala rasa yang telah terpendam di dalam
dadah. Ku akhiri goresan pena penyampai rasaku. Dengan kata-kata yang tulus dari dalam hatiku? Aku
Sayang Kamu?

================================
Terkejut, senang, cemas, bingung ah ntah susah ku menjelaskan dengan kata-kata, ku tak
menyangka kalau dia akan menyatakan hal ini kepadaku. Aku tak bisa membohongi diriku kalau aku
juga memang sangat dan teramat sangat menyayanginya, tapi apakah aku bisa membuat dia bahagia,
tak akan membuat kecewa dan apakah dia akan mau menerima segala kekurangan yang ku punya? Ah
semakin ku memikirkannya bukannya malah selesai urusan ini, malah timbul banyak tanda tanya yang
tak jelas kemana arahnya. Ku ambil Hp ku, mencari nomor yang mungkin bisa membantu ku
menjawab semua tanya yang ada “Ah ketemu juga nomornya” celutukku sembari memencet tombol
call.

“Halo, da pa bro”? suara yang keluar dari dalam Hp ku. “Gue mau tanya sesuatu ma loe Ron!” “Tanya
apa, kalau tanya masalah PR mending tanya yang lain aja deh.” “Bukan masalah itu, loe juga nanya ke
gue!” “Hehehe, terus masalah apa nih yang bisa gue bantu?” “Ron, tadi sepulang sekolah Lily ngasih
gue kado sebagai ucapan V’day.” “Ya ga apa-apa kan, bisa aja tu cuma hadiah persahabatan.” “Pikirku
juga begitu, tapi setelah gue buka, bukan cuma hadiah tapi dia juga nulis surat yang isinya kalau dia itu
sayang sama gue lebih dari sahabatnya.” “Wah kalau begitu selamat, akhirnya loe akan mengakhiri
masa jomblo loe, lagian bukannya setahu gue loe juga suka kan sama dia?” “Iya sih, tapi gue masih
ragu nih?” “Ragu kenapa lagi, kan udah sama-sama suka!” “Gue takut gak bisa buat dia bahagia, apa
dia bisa nerima semua kekurangan gue?” “Terus apa dengan nolak dan ngingkari perasaan loe, bakal
bisa buat dia bahagia?” “Udahlah, jangan terlalu jauh dulu mikirin masalah itu, ntar juga datang dengan
sendirinya kalau udah di jalani bersama. “Lagian setahuku, seorang cewek itu gak bakalan nembak
cowok kalau gak bener-bener cinta banget sama dia. Karena kebanyakan cewek tuh lebih suka mendam
perasaannya dan nungguin dengan sabar sampai si cowok yang ngomong duluan. “ Oooh gitu ya?”
Gumamku. “Loe-nya sih gak peka, masa sampe keduluan!” “Udah yang jelas, percaya aja sama hati
loe, ikuti perasaan loe, jangan terus-terusan ngebohongi diri sendiri dan terus sembunyi. Karena yang
lebih tau mana yang terbaik ya diri loe sendiri.” “Wah makasih nih Ron, ga percuma nih punya temen
playboy ternyata ada ilmu yang bisa diambil juga!” “Ya jelas donk, namanya juga pakar cinta.”
“Mungkin lebih tepatnya playboy mencari cinta, hehehe.” Ejekku. “Masih aja ngeledek, dasar profesor
linglung!” balasnya ga mau kalah. “Udah buruan tentuin keputusan, jangan kelamaan ntar keburu di
ambil orang” Ucapnya kepadaku “Ok deh kalau gitu, and thanks ya buat wejangannya.” “Yoi, ya udah
ya met berjuang aja.” Celutuknya. Kini pikiranku jauh lebih terbuka, aku tahu apa yang harus aku
lakukan, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Pokoknya hari ini juga harus segera ku
selesaikan semua ini, biar hatiku ini ga terus-terusan gelisah kayak gini.

“Tiba juga akhirnya”. Celetukku dalam hati. “Maaf mang, Lily-nya ada?” tanya ku pada seorang
berwajah garang, berkumis tebal yang sedang duduk di pos. “Eh Aden, kok lama ga pernah main
kesini?” sahut penjaga itu “Lagi banyak tugas mang, jadi ga sempet.” Jawabku santai. “Oh gitu, Non
Lily ada tuh di rumah”. “Saya masuk dulu ya mang, dan sekalian nitip sepeda saya, hehehe.” “Kalau
43
masalah itu mah di jamin aman.” Tepat di depan pintu rumahnya, ku hentikan langkahku dan ku ambil
Hp dari kantong bajuku. “Halo.” Ucapku dengan telepon di telinga. Tak ku dengar sepatahpun suara
dari Hp ku. “Halooo” Ku ucapkan lagi kata itu. “Wah diangkat, tapi koq ga ngomong ya?” Gumamku
dalam hati. “Kalau di diamin di Hp sih ga apa-apa, tapi masa aku di diemin juga di depan rumah kamu?
Ga mau bukain pintu nih…!” ucapku agak menggoda. Selang beberapa waktu, ku dengar suara kunci
pintu terbuka dan saat pintu mulai terbuka yang ku lihat adalah sang permaisuri hatiku. “Halo mau
bicara dengan siapa?” ucapnya sinis sambil tetap menempelkan hp di telinga. “Bisa bicara dengan
Lily?” Ucapku membalas. “Oh maaf, Lily-nya sedang ga ada?” balasnya. “Terus yang ada di depanku
dan yang lagi bicara di telepon ini siapa?” Jawabku menyindir. “Seorang wanita yang menderita sekian
lama karena menunggu dan mengharapkan ucapan cinta dari sang pangeran hatinya” ucapnya kesal
sambil mematikan Hp. Sesaat waktu serasa terhenti, suasana begitu hening, mata kami saling beradu
diam tanpa kata. Dan tiba-tiba… Plak!!!!!!! Tamparan tangan kanannya mendarat di wajahku. “Auw..”
Ucapku seketika sambil mengusap-usap pipi kananku. “Itu untuk karena membuatku tersiksa
menunggu sekian lama!” ucapnya marah di susul dengan pelukan hangat yang mengarah kepadaku.
Dengan hati berdebar dan keringat dingin yang menjalar, ku rangkai kata di dalam pikiran dan dengan
modal sedikit kenekatan akhirnya bisa juga aku keluarkan semua kata itu lewat lisan. “Senyum
manismu yang tak bisa aku lupakan. Paras cantikmu yang selalu menghiasi angan-angan. Keindahan
hatimu yang selalu memberikan kesejukan. Membuatku tak kuat menahan lisan tuk ucapkan “Aku cinta
padamu.” Aku sayang kamu. Maukah kamu menerimaku. Menjadi pasangan hati belahan jiwa. Hingga
ajal memisahkan kita?” Dengan menggenggam kedua tangan dan menatap mataku ia pun balas
menjawab. “Enggaaaaaak!!!” “Loh, kok enggak sih?” Sahutku kecewa sembari menundukkan kepala.
Ia meletakkan tangannya di pipiku seolah mengarahkan tatapan mataku ke arah matanya sambil berkata
“Enggak bisa nolak, karena aku juga sangat dan teramat sayang sama kamu melebihi diriku.”

Hari ini begitu indah rasanya, ingin rasanya ku akhiri cerita ini sampai disini saja supaya sama
dengan cerita-cerita dulu waktu di TK yang akhirnya selalu hidup bahagia selamanya, tapi apalah daya,
aku bukan sutradara penulis cerita kehidupan yang nyata. Meskipun begitu aku tak kan menyerah, aku
akan terus berusaha agar cerita cintaku akan selalu dihiasi dengan asmara berbalut canda dan cinta
yang di selingi dengan tawa yang tak mengenal duka, kecewa maupun air mata. Begitu cepat waktu
berlalu, tak terasa hampir setahun hati kami telah saling menyatu dan hari-hari pun serasa penuh
dengan cinta dan asmara hingga meluap karena tak pernah ada habisnya. Seminggu lagi udah Valentine
day, senang sih tapi juga bingung karena sampai sekarang masih belum tau bakal mau ngasih apa buat
sang permaisuriku. Ku ingin sesuatu yang berbeda, istimewa karena memang ini untuk orang yang
istimewa bagiku. Lama ku memikirkannya hingga sebuah tangan mendepak pundakku sembari
berteriak, “Wei ngelamun aja.” Teriaknya.

“Eh, loe Ron kapan datang?” Jawabku santai setelah ku tenggok ke arahnya. “Udah dari tadi kali,
habisnya loe gue panggil dari tadi ga buka-bukain pintu ya aku langsung masuk aja.” “Kok gue ga
denger?” Sahutku spontan. “Ya ga bakalan denger, loenya lagi asyik ngelamun.” “Heran gue, loe hobi
banget ngelamun. Kalau dulu sih wajar secara belum punya cewek, lah kalau sekarang! Atau jangan-
jangan ada cewek lain ya..?” “Jangan samain gue ama loe ya, bagi gue Lily itu mewakili semua wanita
yang ada di dunia, jadi kemana pun gue lihat cuma ada dia seorang saja.” “Lah kalau gitu yang loe
lamunin apa donk?” “Gue ga ngelamun, gue cuma lagi mikir bakalan ngasih apa nanti pas B'day!”
tegasku menjelaskan. “Kok susah amat, kasih aja bunga, cokelat atau boneka.” “Ah kalau itu sih udah
biasa, aku pinginnya sesuatu yang berbeda.” “Loe tuh baru pacaran sekali aja udah nyusahin diri
sendiri, ya terserah loe deh.” “Btw loe ada apa nih kesini ga mungkin kan kalau cuma main aja?”
Tanyaku. “Hehehe tau aja loe, gue ke sini mau tanya masalah PR yang kemarin.” “Mau tanya apa mau
nyalin…?” Ucapku menyindir. “Ya tanya dulu udah di kerjain belom, kalau udah baru di salin deh
hehehe.” Ucapnya santai. “Dasar loe ga mau usaha, bentar gue cariin dulu.” “Wah loe memang sohib
gue yang paling bisa di andalin.” Ucapnya memuji. “Kalau ada maunya aja muji….!” Balasku sinis.
Baru hendak beranjak tanganku mengambil buku tiba-tiba terhentikan oleh bunyi dering HP yang ada
di meja, setelah ku lihat ternyata nama kekasih hatiku yang tampak di layar HP. “Halo sayang.”
Ucapku seketika“kamu lagi sibuk ga sekarang?” Ucapnya manja. “Kalau untuk kamu sih selalu ada
waktu.” Ucapku merayu “Bisa ga sekarang kita ke temuan di tempat biasa? Aku mau ngomongin
sesuatu sama kamu.” “Untuk permaisuriku apa sih yang ga bisa, ya udah aku kesana sekarang.” “Ok
aku tunggu, da… sayang love u” Ucapnya. “Love u to.” Ucapku balik sesaat sebelum ku matikan HP.
“Wah terus gimana dengan nasib gue nih?” Ucap Roni spontan. “Kayaknya loe harus cari sendiri nih,
tapi jangan di berantakin loh!” “Gitu nih kalau sang kekasih udah bicara, teman di lupain deh.” “Alah
kayak loe enggak aja, ya udah gue tinggal dulu ya.” Ucapku sambil melangkah pergi. “Ya udah deh
met merajut asmara ya…” Sindirnya padaku. Sesaat setelah sampai di tempat tujuan, mataku tak henti-
hentinya mencari pujaan hati penyejuk jiwa, ku melihat ia sedang duduk sendirian di sebuah bangku di
samping pancuran yang di sekelilingnya di tumbuhi bunga-bunga indah dengan berbagai warna. Ku
melangkah ke arahnya perlahan-lahan bermaksud ingin mengejutkannya, namun tiba-tiba. “Baru
sampe?” Ucapnya seketika tanpa menoleh ke arahku. “Iya, loh kok kamu tahu kalau aku udah disini?”
44
Tanyaku terkejut. “Ya namanya juga sehati, ada getaran khusus dong di hatiku.” Ucapnya sambil
tersenyum sesaat setelah menoleh ke arahku. “Bisa aja, btw ada apa nih kamu minta aku kesini, kangen
ya?” Tanyaku menggoda sambil ku melangkah duduk di sampingnya. Ia memandang ke arahku,
kemudian menggenggam kedua tanganku lalu berkata, “Kamu sayang ga sama aku?” “Kamu ngomong
apa sih, tentu aja aku sayang sama kamu.” Ucapku seketika. Ia tersenyum kemudian di susul dengan
tetesan air dari matanya. “Lil sebenarnya ada apa? Jujur padaku!” Ucapku sambil ku sentuh pipinya.

kemudian dengan suara lirih ia berkata“Aku ingin kita putus…”Serasa ada jutaan pisau yang menyayat
hatiku saat ia bilang seperti itu“Tap tapi kenapa?” Ucapku terkejut dan langsung berdiri dari tempat
duduk. “Aku sudah lelah dengan hubungan kita.” Ucapnya dengan menundukkan kepala“Masa hanya
dengan alasan ini kamu mau mengakhiri kisah asmara kita?” Jelasku ga terima. “Kamu mau tahu alasan
yang lain?” Sahutnya seketika sambil beranjak dari tempat duduknya. “Kamu tuh lebih mementingkan
buku-buku dan pelajaranmu ketimbang aku!” Ucapnya marah. “Tapi bagiku kamu tetap yang nomor
satu Lil..” Jelasku meyakinkan. “Tapi yang aku ga bisa terima kamu terlalu dekat dengan teman-teman
wanitamu.” “Teman wanita yang mana? Kalau teman sekolah mereka hanya sebatas minta di ajari
pelajaran aja ga lebih!” “Udah cukup aku ga mau dengar alasan apa pun dari kamu lagi, dan mulai
sekarang jangan pernah kamu temui aku lagi!” Ucapnya sembari melangkah pergi dan disusul dengan
genangan air mata. “Lil…, aku sayang kamu Lil jangan tinggalin aku kayak gini…” Ucapku
memanggil seraya meyakinkannya.

Ah nggak ini pasti hanya mimpi kan? Ini ga nyata ini ga nyata…., ku ulang-ulang kata-kata itu
untuk meyakinkan diriku tapi apalah daya ini memang kenyataan. Hancur rasanya hati ini, berat bagiku
untuk menerima semua kenyataan ini, tak ku sangka cintaku akan berakhir seperti ini ga seperti yang
ku harapkan. Hari ini tanggal 14 Februari, hari yang seharusnya aku bergembira dengan kekasih hati
kini harus aku jalani sendiri dengan sisa-sisa kenangan pahit yang masih kuratapi. Ya sudahlah apa
mau dikata kini sudah saatnya ku kembali ke kehidupan yang dulu kala sebelum ku mengenal asmara.
Memang berat, tapi aku akan terus mencoba dan berusaha untuk tetap berpijak di tanah. Sesaat baru
kelas hendak dimulai, terdengar pengumuman dari pengeras suara. “Berita duka, hari ini kami baru
mendapat berita bahwa teman kalian yang bernama Lily Zahrah Permatasari dari kelas 2B telah
berpulang ke rahmatullah, mari kita berdo’a semoga arwahnya di terima di sisinya dan keluarganya di
beri ketabahan dalam menghadapinya. Amin.” Terasa tersambar petir ku mendengar berita itu, belum
kering luka yang lama kini harus di tambah degan luka yang baru dan jauh lebih menyakitkan. Aku rela
jika harus putus dari rasa cintanya aku rela jika harus mengakhiri asmara dengannya. Tapi aku tidak
bisa kalau harus berpisah dengannya untuk selamanya. Aku tidak sanggup menerima ini semua, ingin
rasanya ku menangis tapi seolah air mataku telah habis. Hati ini merintih menderita tapi aku tak bisa
berbuat apa-apa, kenapa harus terjadi padaku kenapa? Ini tak seperti yang ku harapkan, akhir yang
bahagia selamanya malah yang ku dapat derita tiada habisnya. Kalau tau seperti ini dari awalnya, aku
ga mau jatuh cinta, aku ga mau mengenal asmara yang dihiasi dengan keindahan di awalnya tapi penuh
derita dan siksa di akhirnya. Kini aku hanya bisa pasrah menerima semua dan masih berharap ini hanya
mimpi semata.

Semua teman-teman datang ke rumah Lily, ya meskipun yang mewakili sebenarnya hanya teman
sekelasnya tapi bagi yang merasa dekat atau hanya kenal tak mau ketinggalan begitu juga dengan aku.
Mulai dari mengantar jenazah hingga menguburkannya, kami semua mengikutinya hingga selesai. Saat
hendak di kuburkan, ku lihat wajahnya untuk terakhir kalinya hingga sedikit demi sedikit mulai tak
tampak karena tertutup tanah. Kaki ini rasanya sudah tak punya tenaga untuk menopang raga hingga
aku harus berpegangan menggunakan tubuh Roni. Kenapa harus kau akhiri seperti ini lil, kenapa aku
ga ada di sampingmu di saat terakhir? Kenapa kau malah memilih menjauh dariku, apa kau ga kasihan
padaku? Pemakaman telah selesai, semua kembali ke rumah Lily dan berpamitan kepada keluarga yang
di tinggalkannya. Kini giliranku yang harus berpamitan kepada keluarganya yang selama ini sudah ku
anggap seperti keluarga sendiri.

“Om tante saya pamit dulu, mau kembali ke sekolah.” Ucapku yang tak bisa menyembunyikan suara
kesedihan. “Meskipun Lily sudah ga bersama kita lagi, kamu jangan sungkan sering main kesini ya.”
Ucap seorang lelaki berdarah belanda kepadaku. “Bagi kami kamu sudah kami anggap bagian dari
keluarga ini.” “Om maaf sebelumnya, kalau boleh tau Lily meninggal karena apa?” tanyaku penasaran
dengan tetap membawa suara kesedihan. “Iya kamu belum tahu, ini semua karena Lily selalu meminta
kami untuk tidak menceritakan kepada siapa pun.” “Lily sebenarnya sudah lama mengidap kanker
otak.” Jelasnya kepadaku. Ah kenapa aku begitu bodoh tidak menyadarinya selama ini, wajahnya yang
kadang-kadang pucat, sering tiba-tiba pingsan yang katanya hanya kecapekan saja serta obat yang
selalu ia minum yang ia bilang hanya multi vitamin. Harusnya aku menyadari hal ini, kenapa kau
bohongi aku Lil? Kau selalu menyembunyikan semua itu dengan senyuman. “Oh ya, ada titipan barang
yang ingin diberikan Lily ke kamu di saat terakhirnya, sebentar tante ambilkan ya.” Ucap seorang
wanita yang berwajah sendu. Tak berapa lama kemudian beliau keluar dengan membawa sebuah kado
45
dan langsung diberikan kepadaku. “Ini ambil, ia membuat ini di saat sebelum ia meninggalkan kita. Dia
sangat menyayangimu, bahkan hari-hari sebelumnya ia selalu melihat foto-foto disaat kalian bersama.”
Ucapnya. “Kami selaku orang tuanya mengucapkan terima kasih ya, karena kamu telah memberikan ia
kebahagiaan di saat-saat terakhirnya.” “Kalau begitu saya pamit dulu ya om, tante.” “Ya sudah hati-hati
di jalan ya.” Ucap sang papa sambil memeluk ku. Malam ini begitu sunyi, ditemani album kenangan
foto-foto kami berdua saat bersama ku arungi malam dengan bernostalgia. Sesaat ku tersenyum ketika
mengingat kenangan-kenangan itu, tapi segera pudar saat ku kembali ke alam nyata. Heeeem hela nafas
panjangku seraya mencoba mengeluarkan semua kegalauan yang ku rasa, dan tiba-tiba mataku tertuju
pada sebuah kado yang sedari tadi tergeletak di meja. Ku melangkah mendekatinya, ku ambil dan ku
peluk dengan erat seolah ia adalah permaisuri hatiku hingga aku tersadar dan lalu membukanya.
Sebuah buku yang selama ini memang aku inginkan, tapi bagaimana ia bisa tahu? aku bahkan tak
pernah bilang pada siapa pun. Lil kamu sungguh egois, dua kali kamu memberikan hadiah di hari kasih
sayang, tapi tak sekalipun kau memberikan ku kesempatan untuk memberikanmu hadiah. Saat hendak
ku letakkan bungkus kadonya, mataku tertuju pada sebuah amplop berwarna pink yang bertuliskan To
my love. Ku ambil dan ku cium surat itu, aroma tubuhnya seolah begitu dekat denganku hingga seolah
– olah ia berada di dekatku. Ku buka dan langsung ku baca isinya

Untuk yang paling ku sayang…. Hai sayang, jangan sedih ya mungkin saat kamu baca surat ini aku
udah ga bersama kamu lagi. Maaf aku ga bisa jujur tentang masalah ini sama kamu, tentang penyakit
yang ku derita karena aku ga mau kamu terlalu khawatir mikirin aku. Aku minta maaf juga ya karena
telah marah sama kamu saat aku minta putus, sebenarnya alasan itu aku buat-buat aja agar kamu bisa
mutusin aku eh kebalik aku yang mutusin kamu hehehe….., tapi kalau masalah buku-buku sama
pelajaran beneran loh tapi justru itu salah satu yang buat aku suka sama kamu Aku ga pengen aja orang
yang ku sayang harus melihat aku di saat aku haus bergelut dengan maut, ya meskipun aku tahu kalau
kamu bakal nemanin aku disaat apa pun tapi akunya yang ga rela ngelihat kamu bersedih di hadapanku.
So… aku ngelakuin itu semua deh, jadi kamu sedihnya pas aku ga ngelihat kamu (^_^). Sayang…,
sepeninggalku aku ga mau kamu terus menerus menangisiku, aku ga mau kamu terus-terusan bersedih
karenaku, aku mau kamu harus tetap tegar, semangat, ceria, seperti yang ku kenal selama ini. Kamu
juga harus segera cari penggantiku, masih banyak cewek yang lebih baik dari aku, lagian aku ga akan
pergi dari kamu, aku akan tetap hidup di sisi lain hati kamu dan mengawasi serta selalu memberikan
cinta untuk mu. Udah ya sayang, aku udah capek nih mau tidur dulu dan jangan di lupain pesan-
pesanku tadi. Oh ya beserta surat ini aku udah buatin kamu puisi loh, ntar kamu salin ya di kertas yang
gede dan kamu pajang deh di kamar kamu. kalau kamu kangen sama aku kamu tinggal baca deh.
LOVE U
Dari yang selalu mencintaimu. Lily yang cantik (^_^)

Butiran air yang dari tadi tertahan akhirnya kini jatuh juga, menetes dan membasahi surat diiringi
dengan ucapan lirih “Love u to.” Ah inikah rasanya patah hati, patah hati yang sebenarnya yang ga ada
lagi kesempatan kedua. Inikah cinta yang begitu indah bila dirasakan namun begitu pahit bila
diputuskan, diputuskan untuk selamanya dari kehidupan nyata. “Kalau memang itu keinginanmu, akan
aku usahakan. Untuk kamu apa sih yang enggak sayang.” Ucapku dalam hati disusul dengan membuka
puisi yang ia buatkan untukku. Sedih memang saat seorang kekasih pergi tinggalkan kita. Pahit dan
getir rasanya saat hubungan yang telah lama terbina. Hancur dalam hitungan detik saja. Tapi apakah
kita kan seperti ini selamanya? Tenggelam dalam kesedihan tanpa menghiraukan masa depan?
Percayalah pada sang pencipta. Percayalah pada hati kita. Bahwa ia kan kembali dengan lebih
sempurna. Jangan menyerah, teruslah melangkah, buat dirimu bahagia. Karena masih ada hari esok
yang lebih cerah.

Inikah kisah cintaku? bersemi di bulan Februari dan berakhir di hari kasih sayang.

46
Romantika februari

BIODATA
PENULIS :
Nama : Nigella Salsabila Wijaya
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Kalimantan Timur, 10 November 2005
Media sosial : @nigelsalsabila

47
Cinta Beda Agama

Haico Arinda, panggil saja namaku Haico, ini kisah cinta beda agama yang aku alami. Sekolah
Yayasan Pendidikan Islam memuat banyak cerita remaja. Salah satunya kisah cinta beda agama antara
aku dan Alvero Arginanta. Mungkin saat ini aku hanya bisa memohon kepada Tuhan untuk
mendapatkan jalan keluar yang terbaik dari permasalahan yang dihadapi. Cinta yang membuatku
tersenyum, cinta pula yang melukai hati. Cinta membuatku berada pada situasi yang serba salah.
Kisahnya bermula tepat 3 tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMP.

Hari- hari ku dimasa SMP berjalan seperti biasanya, dari awal masuk kelas IX aku termasuk
orang yang susah untuk percaya kepada orang baru, oleh karena itu dikelas aku tidak terlalu akrab
dengan teman-teman. Sampai dimana ada orang yang menyapa ku “Hei Haico kenalin namaku Gabriel
Adriella” ucap seseorang perempuan yang berdiri di depanku, aku terkejut dan langsung menatapnya
dan berkata “ Hei Gabriel” ucapku dengan penuh heran. Tidak lama dari situ Gabriel membawa tas “
Bolehkah aku duduk di sebelahmu Haico?” tanya Gabriel, lalu aku menjawab “ terserah mu Gabriel”.
Semenjak Gabriel duduk sebangku dengan ku,aku menjadi orang yang lebih terbuka ke lingkungan
sekitar, aku menjadi sosok yang lebih perduli terhadap di sekelilingku, menurutku Gabriel adalah orang
yang membuatku menjadi pribadi yang lebih baik. Hari- hari berlalu, aku dan Gabriel semakin dekat,
setiap ada Gabriel pasti ada aku, kemana pun kami selalu menghabiskan waktu bersama.

Satu bulan berlalu, saat dimana aku sudah bertemu dengan orang yang membuatku nyaman di
sekolah, tiba-tiba sahabat kecilku pindah ke sekolahku namanya Evan Anggara, aku sangat senang saat
mengetahui bahwa dia sudah kembali ke Palembang. 6 tahun yang lalu, Evan dan keluarganya pindah
ke Jakarta karena Ayah Evan pindah tugas ke Jakarta, dan dari saat itu aku tidak pernah mengetahui
kabar tentang Evan, dan aku sempat kecewa akan kabar tentang Evan yang akan pindah ke Jakarta
yang tidak diketahui kapan ia akan kembali. Setelah Evan pindah ke sekolahku dan ternyata dia sekelas
dengan ku, aku sangat senang karena sekarang aku mempunyai dua sahabat yang membuat hidupku
lebih berwarna. Sekarang Aku, Gabriel, dan Evan selalu bertiga, kami bertiga sekarang menjadi dekat
dan saling terbuka antara satu sama lain.

Di suatu ketika saat aku menunggu Evan di depan gerbang, pandanganku terfokus ke ruangan
PTD, di sana aku melihat seorang laki-laki tinggi, putih, dengan rambut hitam dan lesung yang terlihat
jelas di pipinya. Aku baru pertama kali melihatnya di sekolah ini, dia mengenakan baju putih abu-abu
yang berlambang sama seperti ku, dalam benakku “ berarti dia sekolah juga di sini”. Tidak sempat
bertanya siapa namanya, suara Evan membuyarkan lamunan ku, dan aku segera bergegas ke arah Evan
untuk pulang ke rumah. Ya perlu diketahui semenjak dia pindah ke sekolahku, orang tua ku
mempercayai Evan untuk menghantar ku pulang ke rumah, begitu pun dengan Evan, iya tidak merasa
keberatan sama sekali untuk menjemput maupun menghantarku pulang ke rumah.

Keesokan harinya, saat bel sudah berbunyi aku masuk ke kelas dan murung saja sambil
memikirkan siapa sosok laki-laki muda yang kulihat kemarin, aku begitu penasaran dengannya, dia
membuatku bergejolak. Gabriel dan Evan ternyata menyadari perubahan sikap dari diriku, saat jam
istirahat mereka mendatangi ku dan bertanya “ Ada apa denganmu Haico?” tanya mereka, di saat itu
aku hanya diam dan menghiraukan pertanyaan mereka dan mengajak mereka untuk pergi ke kantin saja
“ Aku tidak apa-apa, hmm lebih baik kita pergi ke kantin.” Tanpa membuang waktu kami pun pergi ke
kantin bersama-sama.

Bel pun berbunyi menandakan jam pulang sekolah, seperti biasanya aku menunggu Evan di
pintu gerbang sekolah, saat itu anehnya aku melihat lagi seseorang laki- laki muda yang ku akui
parasnya sangat menawan, aku sangat penasaran siapa namanya dan seolah ingin bertanya mengapa
saat pulang sekolah dia selalu menunggu di depan ruang PTD. Karena aku belum mengetahui siapa
namanya, aku menyebutnya dengan sebutan laki-laki muda, jujur saja dia membuatku penasaran. Saat
aku melihatnya aku menyadari ada keanehan dalam diriku saat melihatnya, ada gejolak dalam hatiku,
memang ku akui laki-laki muda itu memiliki paras yang sangat menawan. Lagi-lagi suara Evan
membuyarkan lamunan ku terhadap laki-laki muda itu, terkadang aku kesal dengan Evan karena sering
kali ia membuatku tidak bisa memandang laki-laki muda itu jauh lebih lama.

Aku menyembunyikan tentang laki-laki muda yang ku lihat dua hari berturut-turut di depan
ruang PTD dari Evan dan Gabriel. Aku ingin menyimpan ini semua dari Gabriel dan Evan sampai aku
mengetahui siapa laki-laki muda itu. Walaupun aku belum mengetahuinya, aku merasakan ada hal yang
berbeda di dalam hatiku, setiap melihat laki-laki muda itu, debar jantungku berdegup dengan kencang.
Tanpa sepengetahuan Evan dan Gabriel, setiap pulang sekolah aku dengan sengaja menunggu laki-laki
muda itu di depan ruang PTD hanya untuk sekedar melihatnya dari dekat. Di dalam lubuk hatiku, aku
merasa bahwa suatu saat nanti aku bisa mengetahui namanya dan bisa berteman dengannya.
48
Tidak terasa waktu berjalan begitu saja, yang kuingat waktu itu bulan Desember 2019, saat
dimana ulangan semester dimulai. Aku, Evan dan Gabriel harus fokus terhadap ulangan ini, agar kami
mendapatkan hasil yang memuaskan dan agar bisa mempertahankan sebagai juara kelas.

Satu minggu berlalu menandakan ulangan pun selesai, hatiku terasa lega karena aku bisa tidur
dengan nyenyak tanpa harus dihantui rasa takut dan cemas saat menghadapi ulangan. Hari terakhir
ulangan semester ini, kami memutuskan untuk nonton bioskop yang berada di dekat rumahku. Setelah
pulang sekolah tepatnya jam 12:00 WIB, Evan dan Gabriel pulang ke rumahnya masing-masing dan
akan bertemu di rumahku jam satu siang. Mereka menepati janjinya, mereka datang tepat waktu,
kamipun tidak menunda waktu dan segera pergi ke mall untuk menonton film Si Manis Jembatan
Ancol, ya benar! Kami memilih film yang horor, padahal kami orangnya penakut.

Saat film dimulai, Gabriel tiba-tiba memegang erat tanganku dan tangan Evan, ternyata ia
sangat ketakutan dengan film tersebut. ”Gabriel kok kamu sangat erat menggenggam tanganku dan
Evan?” kataku sambil tertawa, Evan pun menanggapi “ Iya nih sakitt loh Gabriel...” Setelah itu Gabriel
pun menanggapi dengan kedua mata yang tertutup “Maaf, kalian juga sih kenapa pilih film ini, udah
tau aku orangnya penakut.” Kata Gabriel dengan nada pelan. Aku dan Evan sontak ketawa melihat
kelakuan Gabriel yang ternyata benar-benar takut dengan film tersebut.

Film yang kami tonton pun selesai, kami melanjutkan perjalanan menyusuri mall, kami
menghabiskan waktu disana. Tetapi tiba-tiba dari jauh aku melihat sosok laki-laki muda itu ada di mall
yang sama dengan wanita yang berada di sampingnya dengan rambut yang menjuntai, aku terdiam
menatapnya dari kejauhan, mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Tidak tahu mengapa hatiku
merasa sakit saat melihat mereka berdua. Aku berusaha untuk menghiraukan apa yang barusan kulihat
dengan mengajak Evan dan Gabriel pergi dari tempat itu dan memutuskan untuk mencari makanan.

Kami berhenti di suatu resto dan menikmati makanan yang ada, saat menyantap makanan kami
dikejutkan dengan deringan telepon dari handphone Gabriel, “kring-kring...” nada dering berbunyi,
“Eh, bunyi telepon siapa tuh?” kataku, “Eh punyaku nih” sahut Gabriel. Gabriel pun segera
mengangkat telepon tersebut. Setelah mengangkat telepon, Gabriel pun bercerita siapa yang
menelponnya, dia berkata bahwa kakaknya ada di mall ini dan akan mengajaknya pulang bersama.
Setelah kami selesai makan, ada suara laki-laki yang memanggil nama Gabriel, “Gabriel...” kami pun
terkejut dengan suara tersebut yang datang dari orang yang berada di seberang kami, seorang pria dan
wanita itu menghampiri tempat kami berdiri. Semakin dekat derap langkah mereka, semakin terkejut
aku melihatnya, ternyata suara tersebut berasal dari mulut laki-laki muda yang selama ini ku kagumi.
Tetapi ada suatu hal yang membuatku sangat terkejut, yaitu saat kulihat Gabriel sontak memeluk erat
laki-laki muda itu.

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan perasaanku saat itu, hatiku terasa sangat sedih melihatnya.
Tanpa berlama-lama, aku menghiraukan apa yang telah kulihat barusan dan langsung meninggalkan
Gabriel dan menarik tangan Evan untuk pulang bersama.

Saat aku pergi meninggalkan Gabriel begitu saja, sempat kudengar suaranya memanggil
namaku, tapi aku menghiraukan suara itu dan terus saja berjalan pergi bersama Evan. Aku tidak tahu
mengapa aku langsung pergi begitu saja, tanpa mendengar penjelasan dari Gabriel. Saat aku berlari
menuju ke parkiran, Evan mengejarku tanpa menanyakan apa yang terjadi padaku. Iya kuakui Evan
adalah sahabatku dari kecil yang paling mengerti perasaanku.

Saat perjalanan pulang ke rumahku, tidak ada satupun kata yang kuucapkan dari banyak
pertanyaan yang diucapkan Evan. Aku menghiraukan pertanyaan itu dan tetap diam tanpa bicara satu
katapun. Aku pastikan perasaan Evan saat itu cemas kepadaku dan juga kesal karena aku tidak
menjelaskan kepadanya tentang apa yang terjadi kepadaku. Setelah aku sampai kerumah, Evan
memutuskan untuk langsung pulang dan tidak mampir ke rumahku.

Dimalam harinya, Evan dan Gabriel berulang kali menelpon ku, tetapi aku mengabaikannya dan
lebih memilih untuk berdiam dan tidak menggubrisnya. Pada malam itu, aku mencoba menenangkan
pikiranku dan berusaha untuk berpikir positif, dan akhirnya aku menyadari apa yang telah kuperbuat
merupakan hal yang salah. Aku menyesal terhadap apa yang sudah kulakukan, aku marah kepada
diriku, seharusnya aku tidak bersikap seperti itu, dan seharusnya aku bertanya kepada Gabriel tentang
apa hubungannya dengan laki-laki muda itu, “Kan Gabriel belum tahu juga, kalo laki-laki muda itu
orang yang aku suka.” Gumamku, di malam itu aku hanya menyalahkan perbuatan yang telah ku
lakukan. Aku memutuskan untuk menenangkan pikiranku untuk beberapa hari dan akan berbicara yang

49
sebenarnya kepada Evan dan Gabriel beberapa hari kedepan. Kejadian di mall itu menghantui ku
dengan rasa bersalah terhadap Gabriel dam Evan.

Setelah kejadian di mall kemarin, aku menemukan sebutan baru untuknya yaitu fatamorgana,
ya aku memanggilnya dengan sebutan fatamorgana, sesuatu gejala optis yg tampak pada permukaan
yang panas, yang kelihatan seperti genangan air padahal merupakan hal yang bersifat khayal dan tidak
mungkin dicapai. Fatamorgana bagiku merupakan sesuatu yang dapat kulihat keindahan tetapi sulit
untuk digapai.

Aku sempat bungkam terhadap apa yang terjadi. Beberapa hari setelah itu, aku memutuskan untuk
bercerita mengenai apa yang terjadi sebenarnya kepada Evan dan Gabriel. Aku menceritakan, bahwa
laki-laki itu atau yang kusebut dengan fatamorgana merupakan sosok yang aku sukai selama ini, aku
merasa patah hati saat melihat Gabriel tiba-tiba langsung memeluk fatamorgana. Setelah aku
menceritakan semua itu, Gabriel dan Evan tertawa sembari Gabriel memberikan penjelasan “
Hahaha...Fatamorgana yang kamu sebut adalah kakak kandungku Haico, namanya Alvero Arginanta.”
Mendengar ucapan dari Gabriel, aku merasa lega tetapi aku juga merasa bersalah karena telah
meninggalkan Gabriel begitu saja saat itu dan sempat mendiamkannya beberapa hari.

Hari itu merupakan pertama kali aku mengetahui nama fatamorgana, ternyata namanya Alvero
Arginanta. Saat jam pulang sekolah aku menunggu Evan di depan ruang PTD, aku duduk bangku
depan ruangan itu, tiba-tiba aku terkejut saat Alvero datang mendekat kearahku dan duduk di
sebelahku. Aku terdiam sejenak, tidak lama kemudian Alvero berbicara,“ Hei namamu Gabriel kan?”
detak jantungku berdegup kencang, “Iyaa kak...” jawabku dengan gugup. Senyum dimukanya terlihat
dengan jelas, aku merasa senang melihat senyumannya.Tidak lama kemudian, Gabriel dan Evan datang
menghampiri kami, Evan mengatakan bahwa hari ini, ia akan pulang bersama Gabriel, “ Haico, hari ini
aku pulang sama Gabriel ya...” Aku pun menanggapinya “ Yah, jadi aku pulang sama siapa Evan?”,
tanpa jeda Alvero berkata “Yaudah kamu pulang sama aku aja Haico.” Aku hanya mengangguk
menandakan jawaban setuju untuk pulang bersamanya. Raut wajah Gabriel dan Evan sangat senang
melihat aku pulang bersama Alvero.

Di perjalanan pulang, banyak hal yang kami bicarakan, aku sangat senang hari itu, hari yang
tidak pernah ku bayangkan sebelumnya terjadi. Hari-hari berjalan seperti biasa, aku menjadi sangat
dekat dengan Alvero, dan yang lebih mengejutkan tentang Gabriel dan Evan, ternyata mereka saling
menyukai. Aku senang melihat mereka bersama, memang dari awal kami bertiga berteman, aku
merasakan ada rasa yang berbeda diantara mereka, ya benar saja mereka saling menyukai walaupun
tanpa ada ikatan diantara mereka.

Sekarang semenjak kedekatanku dengan Alvero, saat pulang sekolah Alverolah yang
mengantarku pulang kerumah dan Evan mengantar Gabriel pulang kerumahnya. Seiring waktu
berjalan, ternyata ada yang tidak senang dengan kedekatanku dengan Alvero, dia adalah Valensya
Arysa teman sekelas Alvero yang rumornya suka dengan Alvero. Setelah kedatangan Valensya,
hubunganku dengan Alvero mulai memburuk. Hubunganku dengan Alvero tidak lagi seperti biasanya,
berbagai cara dilakukan Valensya untuk membuat Alvero jauh dariku. Salah satu tipu muslihat yang
dilakukannya yaitu memfitnah ku, ia mengatakan bahwa aku sedang menjalin hubungan dengan Evan
saat itu.

Mengetahui hal itu, Alvero dan Gabriel sangat marah dan kecewa kepadaku dan Evan, mereka
menjauhi kami berdua. Melihat Alvero dan Gabriel termakan fitnah yang dibuatnya, disisi lain pastinya
Valensya sangat senang melihat renggangnya hubungan pertemananku dengan Evan, Gabriel dan
Alvero. Ternyata fitnah dari Valensya membuat Alvero benar-benar menjauhiku dan sekarang ia sangat
dekat dengan Valensya. Perasaanku sangat sakit melihat kedekatan mereka yang semakin dekat, tetapi
beruntungnya aku mempunyai sahabat seperti Evan, ia menyemangati ku dan kami bersama-sama
berusaha untuk membuktikan bahwa memang tidak ada hubungan diantara kami berdua.

Saat jam istirahat, Valensya menghampiri ku di kantin, ia datang dan tiba-tiba membentakku
“Hei Haico jauhin Alvero atau gak, berbagai cara akan kubuat agar Alvero benci ke kamu.” Aku
terdiam mendengar ucapannya. Tiba-tiba Alvero datang dan Valensya membalikkan semua faktanya, ia
menumpahkan air es yang ada ditanganku ke bajunya, yang membuat seolah-olah aku yang
memarahinya. Melihat itu Alvero menghampiri ku dan berkata “Haico, aku kecewa akan sikapmu.”
Kata-kata itu yang terucap darinya, setelah itu ia menarik tangan Valensya dan mengajaknya pergi dari
kantin. Terlihat raut wajah kecewa Alvero kepadaku, begitu pun aku yang sangat kecewa kepada
Alvero karena begitu cepat ia termakan tipu daya Valensya yang membuat hubungan antara aku dan
Alvero berakhir. Setelah hubungan ku dengan Alvero renggang, kami tidak pernah lagi bertukar kabar.
Alvero tidak pernah memberikan kesempatan kepadaku untuk menjelaskan yang sebenarnya. Baru
50
sebentar aku bisa mengenal Alvero lebih dekat, rasanya hanya sekejap kedekatan itu hilang karena tipu
daya yang dibuat oleh Valensya.

Beberapa bulan setelah itu, hubunganku dengan Gabriel membaik, ia mempercayai bahwa
tidak ada hubungan diantara aku dan Evan. Aku senang karena hubunganku dengan Gabriel akhirnya
membaik seperti awalnya, tetapi hubunganku dengan Alvero tidak ada kemajuan, ia tetap menjauhiku
tanpa mendengar penjelasan dariku. Sering kali aku berpapasan dengannya saat jam istirahat ataupun
waktu pulang sekolah, kami seakan seperti orang yang tidak pernah mengenal satu sama lain, kami
seperti orang asing. Semakin hari, Alvero dan Valensya menjadi semakin dekat, mereka berdua selalu
bersama. Saat melihat kedekatannya, hatiku merasa sakit dan menaruh rasa kecewa kepada Alvero.
Hari-hari berjalan seperti biasa, seperti awalnya aku dan Alvero tidak ada komunikasi lagi, Alvero
benar-benar menjauhi ku. Beberapa kali saat bertemu dengannya aku ingin berbicara yang sebenarnya
tetapi Alvero tidak pernah mau mendengarkan aku. Saat itu aku hanya bisa menerima semuanya dan
berharap mungkin suatu saat alvero akan mengetahui yang sebenarnya.

Setelah hubungan pertemananku antara Gabriel mulai membaik, akhirnya hubungannya dengan
Evan juga kian membaik, mereka berdua menjadi dekat lagi, dan kabarnya mereka sudah memiliki
hubungan, ya mereka sudah berpacaran. Aku senang melihat kedua sahabatku bahagia, lagian juga
terlihat dari mata keduanya sangat bahagia jika bersama. Saat aku merasa kesepian, aku merasa sangat
beruntung mempunyai sahabat seperti Gabriel dan Evan, mereka selalu ada di sampingku, mereka
menyemangatiku dan memikirkan bagaimana caranya biar Alvero tahu yang sebenarnya terjadi.

Beberapa bulan lagi kelulusan, kisah ku dan Alvero belum ada kepastian, aku sudah tidak
menghiraukan Alvero, aku harus fokus untuk menghadapi ujian kelulusan. Menjelang ujian, aku
mendengar kabar bahwa Alvero dan Valesnya sudah berpacaran. Aku tidak tahu perasaan yang
kurasakan saat itu, yang ku pentingkan saat itu hanya ujian akhir. Ujian akhir berjalan dengan lancar,
aku bersyukur dapat melewatinya dengan baik. Setalah ujian akhir, aku mulai membangun semangat
dalam diriku lagi untuk mempersiapkan diri untuk lanjut ke jenjang SMA.

Aku lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, bisa dibilang aku menyemangati diriku dengan
kesunyian. Bagiku kesunyian itu membuatku lebih baik daripada aku harus berkumpul dengan yang
lainnya. Datang waktunya aku dinyatakan lulus dari SMP, aku merasa senang akan kabar itu. Satu
minggu setelah kelulusan ini, semuanya harus datang ke sekolah dengan rutin sampai menuju hari
perpisahan, siswa kelas IX dan kelas XII harus datang ke sekolah untuk mempersiapkan hari
perpisahan. Disisi lain aku merasa sedih karena akan melewati hari perpisahan di SMP yang telah
menyimpan banyak kenangan ku dengan sahabatku.

Di sela-sela waktu mempersiapkan hari perpisahan, aku bersama Evan dan Gabriel pergi ke
kantin untuk membeli beberapa makanan untuk mengisi kekosongan perut yang sejak tadi berbunyi
menandakan kelaparan. Kami bertiga pun menikmati makanan di kantin tersebut, tetapi saat kami
menyantap makanan, tiba-tiba Valensya datang ke meja kami, dia tertawa puas sambil melihat ke
arahku. Tidak tahu apa maksud dari Valensya, dia hanya berkata kepadaku “ Akhirnya aku
pemenangnya, kamu lemah Haico.” Aku terdiam sejenak, aku hanya menundukkan kepala, tetapi Evan
dan Gabriel tidak tinggal diam, mereka membentak Valensya “Apa maksud lo Valensya?” Terjadi
perdebatan antara mereka bertiga, tidak lama kemudian “ Alvero sudah menjadi milikku Haico.” Ucap
Valensya dengan senyuman di wajahnya. Aku tidak tinggal diam, aku menanggapinya “ Kamu
mendapatkan Alvero hanya dengan memfitnah ku selama ini, kamu membuat aku buruk dimata Alvero,
aku yakin suatu saat Alvero akan mengetahui yang sebenarnya!” Saat situasi makin panas, tiba-tiba
Alvero datang ke arah kami dan berkata “Sudah cukup! Aku sudah mengetahui semuanya.” Semuanya
terkejut mendengar suara Alvero terutama Valensya, ia berusaha membuat Alvero percaya kepadanya
tetapi Alvero tidak mau mendengarkan Valensya. Alvero saat itu juga berkata “ Valensya kita putus!”
Setelah itu Alvero menarik tanganku dan berkata “ Maafin aku Haico karena udah ga percaya sama
kamu.” Aku tidak menjawab apapun saat itu, tetapi aku sangat senang karena Alvero sudah tahu yang
sebenarnya.

Setelah Alvero tahu yang sebenarnya, dia merasa menyesal terhadap apa yang telah
dilakukannya kepadaku, tetapi kami memutuskan untuk melupakan kejadian tersebut dan menganggap
bahwa kejadian ini tidak pernah terjadi. Hari itu menjadi hari yang menyenangkan bagiku, Alvero
kembali lagi seperti Alvero yang ku kenal, tetapi aku memutuskan untuk tidak lagi berhubungan
dengan Alvero, karena bagiku seseorang yang menyayangiku seharusnya lebih percaya kepadaku
bukan kepada oranh lain, begitu besar kekecewaan ku kepada Alvero. Hari itu menjadi akhir dari kisah
ku dengan Alvero, Alvero merupakan orang pertama yang membuatku nyaman, merasakan hal yang
berbeda saat dengannya dan ia tetap menjadi fatamorgana bagiku, sebuah hal terlihat ada tetapi
nyatanya tidak ada, sebuah keindahan yang hanya sekejap saja.
51
Hari perpisahan tiba, hari dimana berakhirnya ceritaku di SMP, hari perpisahan ini membuatku
sedih karena Evan dan Gabriel melanjutkan sekolahnya ke luar kota, sedangkan aku memutuskan untuk
masuk ke SMA yang sama dengan SMP ku. Aku memilih untuk masuk ke SMA YPI Tunas Bangsa,
sekolah satu yayasan dengan SMP ku, sekolah yang membangun pribadi ku menjadi lebih baik,
mengajarkanku sebuah perjuangan untuk mencapai sesuatu sesuai dengan yang ku inginkan. Hari
perpisahan ini juga merupakan hari terakhir bagiku untuk melihat Alvero, Alvero melanjutkan kuliah di
luar kota. Di hari itu aku memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk berkumpul dan bercanda
terakhir kalinya bersama sahabat-sahabatku, suasana hari itu tidak akan pernah aku lupakan. Acara
perpisahan berjalan dengan lancar, aku sempat bertemu dengan Alvero, tetapi tidak ada satupun kata
yang terucap antara aku dengan Alvero, kami hanya saling menatap dari kejauhan, aku sebenarnya
sedih melihat hubunganku dengan Alvero menjadi seperti ini, tetapi apa boleh buat nasi sudah menjadi
bubur.

Beberapa bulan setelah perpisahan, Aku dan Gabriel ikut menghantar Evan ke bandara, iya
akan melanjutkan sekolah ke Bandung. Kami sangat sedih karena harus berpisah seperti ini, tetapi kami
harus bisa merelakannya demi mengejar cita-cita bersama. Satu minggu dari keberangkatan Evan ke
Bandung, Gabriel pun berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah disana. Hari itu aku ikut
menghantarkan Gabriel ke bandara, tidak terasa air mataku jatuh, aku menangis sejadi-jadinya, aku
sangat sedih karena kedua sahabatku telah pergi ke kota yang berbeda.

Awalnya aku tidak melihat kehadiran Alvero disana, tetapi tiba-tiba ia datang mendekat ke
arahku dan Gabriel, ia menyapa ku “Hei Haico, apa kabar?” Aku terkejut dengan ucapannya, sambil
gugup aku menjawab “Hai Alvero, kabarku baik.” Tidak terasa Air mataku jatuh lebih deras setelah
kedatangan Alvero. Alvero berbisik kepadaku “Aku akan pulang kepadamu Haico beberapa tahun yang
akan datang.” Seketika aku lega mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya, aku sontak langsung
tersenyum kepadanya. Tidak lama setelah pertemuanku dan Alvero, Alvero dan Gabriel harus segera
pergi karena pesawat yang di naikinya sudah mau take off. Alvero untuk terakhir kalinya memberiku
hadiah berupa boneka beruang berwarna pink sebagai kenang-kenangan terakhir darinya.

Setelah Alvero, Gabriel dan Evan pergi, aku tidak pernah mendengar kabar mereka lagi, aku tidak
tahu apa kabar mereka. Setelah hampir tiga tahun berlalu, saat aku sudah hampir lulus SMA, aku
sempat melihat seseorang yang mirip sekali dengan Alvero, tetapi aku tidak tahu apakah itu benar-
benar Alvero. Saat aku pulang sekolah aku sangat terkejut dengan seseorang yang memanggilku dari
kejauhan, ya benar saja terlihat dari kejauhan ada seorang laki-laki yang ternyata itu Alvero, tanpa
disadari aku langsung berlari ke arahnya, memastikan bahwa itu benar Alvero. Senyuman di wajahnya
yang sangat menawan membuat jantungku berdegup kencang, ntah mengapa aku sangat merindukan
kehadiran Alvero di dalam hidupku.

Saat itu ia mengajakku pergi, ia bercerita bahwa ia kembali kesini hanya untukku, disela-sela
pembicaraan kami, ada satu pernyataan dari Alvero yang membuat ku terharu dan menangis, ia berkata
“ Haico, aku sudah masuk islam dari satu tahun yang lalu.” Sontak aku langsung menangis bahagia
setelah mendengar pernyataan itu, aku sangat bersyukur akhirnya setelah sekian lama, aamiin ku
berubah menjadi seiman.

Alvero kembali kesini hanya satu minggu, kami menghabiskan waktu untuk berpergian kesana-kesini
menghabiskan waktu berdua, aku mengetahui bahwa Gabriel juga masih berhubungan dengan Evan,
aku senang mendengarnya. Setelah satu minggu, Alvero kembali ke Yogyakarta untuk mempersiapkan
sidang skripsinya, ia berpesan agar aku menyelesaikan sekolahku dengan sungguh-sungguh, dan ia
berkata setelah lulus nanti akan kembali lagi ke kota ini. Akhirnya penantian ku terhadap Alvero
berujung bahagia, kami melanjutkan hubungan berdua, setiap hari kami saling memberi kabar satu
sama lain, setelah pertemuanku dengan Alvero, aku juga mengetahui kabar tentang Evan dan Gabriel.
Hidupku terasa lebih berwarna kembali setelah bisa berhubungan lagi dengan Evan, Gabriel dan
Alvero. Aku berharap semoga kisahku dan Alvero bisa berlanjut menjadi kebahagiaan kedepannya dan
semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi semuanya, bahwa cinta beda agama memang sulit tetapi apa
salahnya jika mencoba, seperti kisahku yang berakhir bahagia dengan aamiin dan iman yang sama.

52
cinta beda agama

Nama : Yolanda Dwi Arisandi


Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 30 September 2005
Media sosial : @yolandarisandi

53
Sisi Rasa

Kisah cinta dua insan yang sama-sama memiliki perasaaan suka. Dua orang remaja yang duduk
dibangku SMA Pelita Jaya. Glen adalah seorang siswa yang dikenal misterius di sekolahnya,badboy,
dan pelit ekpresi kepada orang-orang.Akan tetapi dibalik itu semua, ia adalah sosok anak yang sangat
peka dan care. Rosa adalah sosok siswi yang terkenal cantik disekolahnya. Selain cantik, ia juga
terkenal pintar dan juga banyak didamba-dambakan buaya laki-laki di sekolah. Tetapi dibalik itu semua
si Rosa adalah anak Broken Home.
Pagi itu, sekolah sangat sibuk. Sekitar pukul 09.15 WIB bel istirahat berbunyi, banyak anak-anak
yang keluar dari kelasnya untuk ke kantin. Glen berjalan keluar kelas manuju kantin. Tiba-tiba Glen
tidak sengaja menabrak seorang siswi yaitu Rosa sampai menjatuhkan buku Rosa ke lantai. Tanpa
merasa bersalah Glen pergi begitu saja.
“Dasar cowok aneh, bukannya minta maaf eh malah kabur!!” ujar Rosa dengan tatapan sinis.
Sesampainya di kantin, Rosa dan Glen bertemu. Akhirnya Glen merasa bersalah dan meminta maaf ke
Rosa.

“Eh maaf, gue tadi engga sengaja nabrak lu. Soalnya tadi gue kebelet buang air kecil. Btw nama lu
siapa?” ucap Glen dengan muka gugup.

“Iye-iye gue maafin. Nama gua Rosa.” ujar Rosa dengan muka datar.

“Kenalin, gue Glen anak kelas 12 IPA 1.” ucap Glen.


Percakapan antar Glen dan Rosa didengar oleh temanya si Glen yaitu Nathan.

“Dih, tumben-tumben si Glen yang sedingin itu berani ngajak kenalan sama cewek.” ucap Nathan.
Jam 13.00 WIB bel sekolah berbunyi, usai jam pembelajaran selesai dan para murid dipulangkan,
Nathan dan Glen bertemu di depan aula sekolah.

“Eh Glen, tadi gue engga sengaja denger percapakan lu sama si anak yang dikenal cantik di sekolah
ini. Btw gede juga nyali lu glen sampe berani ngajak cewek kenalan, pasti ada apa-apa nih sama lu
hehehe….” ujar Nathan sambil ketawa.

“Iya, awalnya gue enggak sengaja ketabrak dia dan gue minta maaf ke dia karena ngerasa bersalah.
Btw cantik juga ya si cewek itu. Jadi nyangkut deh perasaan gue ke dia hehehe….” ucap Glen sambil
ketawa.

“Bisa ae lu Glen, btw lu ga minta nomor Whatsappnya apa?” ujar Nathan.


“Ah, dasar buaya. Tuh Whatsapp lu isinya asrama cewek semua. Dah-dah, gue pulang duluan ye
Than, Bye-bye” ucap Glen.

“Iye hati-hati Glen” ujar Nathan.


Ketika dijalan para siswa dan siswi menuju halte didekat sekolah untuk menunggu bus. Tiba-tiba
datanglah mobil truk dengan kecepatan kencang dan Rosa berjalan untuk menyeberangi jalan raya. Si
Glen melihat Rosa yang hampir tertabrak mobil truk, dengan cepat Glen berlari ke arah Rosa untuk
menyelamatkan Rosa. Alhasil Rosa tidak tertabrak mobil tersebut, akan tetapi Glen terjatuh dan
kepalanya terluka. Hal itu membuat Rosa panik dan Glen dilarikan ke Klinik terdekat.

Sesampainya di Klinik….

“Glen, kamu gapapa kan? Maaf banget ya Glen, akibat nolongin aku tadi jadi ngebuat diri kamu
terluka.” ucap Rosa.

“Iya aku gapapa kok, cuma sedikit pusing akibat kepalaku terbentur batu. Tapi kamu gapapa kan
Rosa?” ujar Glen.
“Iya aku gapapa kok Glen, makasih banyak ya udah nolongin aku. Kalau ga ada kamu tadi, aku gak
tahu gimana keadaanku sekarang. Nih aku kasih nomor Whatsappku, nanti kalau ada apa-apa kamu
kabarin aku aja ya.” ucap Rosa.

3 hari kemudian….
54
Keadaan Glen sudah membaik dan Glen sudah bisa masuk sekolah seperti biasa. Ketika bel istirahat
berbunyi tiba-tiba Rosa datang ke kelas Glen dengan membawakan makanan untuk Glen.

“Hai Glen, gimana kabar kamu? Udah membaik kan?” ujar Rosa.

“Alhamdulillah, keadaanku udah membaik. Tinggal pemulihan sedikit aja.” ucap Glen.

“Nih aku ada makanan buat kamu, dimakan ya.” ujar Rosa dengan senyum.

“Wah makasih ya Rosa, pasti enak nih makanannya. Wah bener ini enak banget. Ini kamu sendiri
yang buat ya?” ucap Glen.

“Iya, itu aku sendiri yang buat.” ujar Rosa.

“Wah pinter juga kamu masak ya, belajar dari mana? ucap Glen.

“Aku belajar dari ibuku.” ujar Rosa.

“Wah, hebat ya ibumu. Sama kayak kamu yang punya banyak prestasi di sekolah.” ucap Glen.
Dari percakapan mereka berdua tersebut menjadi bahan perhatian teman-teman Glen di kelasnya. Glen
yang sedingin itu bisa dekat dan ngobrol langsung dengan Rosa. Hal tesebut membuat murid laki-laki
dikelas Glen yang menyukai Rosa menjadi cemburu. Ketika Rosa keluar dari kelas Glen, tiba-tiba si
Nathan menghampiri Glen.
“Wah baru aja lu kenal sama Rosa, udah deket aja nih sama dia. Kasih tips and triknya donk hehehe”
ujar Nathan sambil tertawa.

“Iya, kemaren gua nolongin Rosa yang hampir ketabrak truk.” ucap Glen.

“Terus si Rosa gapapa?” ujar Nathan.

“Iya si Rosa gapapa. Lu ga nanya keadaan gua apa gitu? ah lu mah.” ucap Glen sambil menepuk
pundak Nathan.

“Tapi gua salut sama lu sih Glen, lu bisa deket sama si Rosa. Dia kan terkenal cantik di sekolah ini
dan juga orangnya susah buat dideketin.” ujar nathan.

“Ah bisa ae lu Than.” ucap Glen.

Ketika hari Minggu, Glen mangajak Rosa untuk makan bareng di salah satu restoran di mall plaza.
Glen pun sampai di restoran tersebut, tak lama kemudian Rosa juga sampai. Tapi tampaknya wajah
Rosa sedikit sedih.
“Rosa, maaf. Aku ngeliat kamu kok agak sedih gitu. Kamu ada masalah? Kalau ada masalah kamu
bisa cerita ke aku.” ucap Glen.

“Iya sebenarnya aku lagi ada masalah. Tepatnya masalah keluarga.” ujar Rosa.
“Owh gitu, cerita-cerita ke aku. Siapa tahu aku bisa jadi pendengar yang baik buat kamu.” ucap Glen.
“Sebenarnya duniaku sedang tidak baik-baik saja. Ibu dan ayahku udah lama cerai. Aku kangen
banget sama ayah. Yah mungkin sekarang ayah udah ada keluarga baru. Aku menginginkan keluargaku
utuh seperti dulu. Kadang aku merasa iri dengan mereka yang masih memiliki keluarga lengkap. Aku
kangen banget dengan ayahku, pengen rasanya kupeluk dia jika bertemu. Aku terpaksa disuruh
memilih untuk tinggal bersama ibu atau ayah. Sebenarnya aku sangat terberatkan akan pilihan itu.
Berpisahnya aku dan ayah adalah sesuatu hal yang sangat berat. Ayah adalah cinta pertamaku. Bagiku
ayah adalah pahlawan di dalam hidupku, namun aku sering bertanya kepada diriku sendiri. Apakah
ayah masih bisa menjadi pahwalan pelindungku? Semenjak kepergian ayah, hidupku hancur sekali.
Dimana akan menjadi sesuatu hal yang sangat membekas didalam hidupku, bahkan menjadi trauma
didalam hidupku. Entah kenapa saat ini aku belum bisa menerima perceraian diantara orang tuaku.
Diriku masih terpuruk menjadi anak Broken Home, yang sejujurnya aku sama sekali tidak pernah
membayangi hal ini terjadi. Sederhananya aku rindu rumah dimana isinya ada ayah,ibu dan adik.” ujar
Rosa sambil meneteskan air mata.

“Udah-udah Rosa, kamu jangan sedih lagi ya. Mungkin ini udah jalannya dan udah menjadi keputusan
orangtuamu. Sekarang kamu harus membuktikan kepada mereka bahwa kamu bisa menjadi sukses dan
55
bisa membanggakan mereka. Kamu sekarang menjadi anak satu-satunya milik ibumu, kamu harus jaga
ibumu baik-baik ya. Inget ya kamu harus membanggakan orangtuamu. Kamu harus banyak-banyak
bersyukur ya, karena kamu adalah sosok anak yang sangat kuat menjalani ini, engga semua orang bisa
bertahan seperti kamu. Setelah perceraian kedua orangtuamu, hari-hari kamu mungkin diwarnai dengan
air mata. Rasa marah, kecewa, sedih, semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Rasa ingin
tersenyum,tertawa,seolah-olah menjadi asing bagi kamu. Menangis dan bersedih itu yang kerap kamu
lakukan. Kamu masih berhak untuk bahagia. Tersenyumlah, karena kamu masih mempunyai harihari
kedepan yang panjang, kamu juga tak boleh terus menangis dan bersedih. Di luar sana, masih banyak
orang-orang yang memiliki kisah hidup yang lebih buruk dari kamu. Semangat buat kamu Rosa.” ucap
Glen.

“Makasih banyak ya Glen, udah dengerin curhatan aku dan ngasih aku solusi. Soalnya aku gak tahu
harus cerita ke siapa.” ujar Rosa.
“Iya sama-sama Rosa. Kamu bisa cerita masalah-masalah hidupmu ke aku. Aku siap kok untuk
dengerin semuanya. Kamu bebas kapan saja mau curhat ke aku. Dengan curhat ini bisa meringgankan
beban masalahmu. Intinya kamu harus kuat ngejalanin hidup ya.” Ucap Glen.

Hari demi hari berlalu. Mereka berdua semakin dekat, layaknya orang yang sedang berpacaran,
walaupun mereka hanya sekedar teman. Muncul perasaan Glen ke Rosa dan Rosa ke Glen. Mereka
berdua samasama memiliki rasa suka. Apakah Glen akan mengungkapkan perasaannya kepada Rosa?
Bulan Desember adalah bulan di mana murid-murid sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian
kelulusan sekolah. Waktu bersekolah hanya tersisa beberapa bulan lagi. Apakah Rosa dan Glen akan
selalu bersama?

Keesokan harinya…..

Ketika bel istirahat berbunyi. Rosa duduk di bangku kelasnya. Ia terlihat sedih, matanya berkaca-kaca
seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Kemudian datanglah si Glen dan menghampiri si Rosa.

“Eh Rosa kamu kenapa? Seperti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan.” ucap Glen.
“Iya sebenarnya overthinking masalah masa depanku. Aku takut aku tidak bisa melanjutkan kuliah
karena perekonomian ibuku yang semakin memburuk. Aku takut memgecewakan ibuku, aku takut
gagal. Aku takut engga bisa jadi apa-apa.” ujar Rosa.

“Iya aku paham kok. Kamu itu punya potensi lebih dalam dirimu. Kamu hanya perlu melihat ke
dalam dirimu bukan bercermin pada orang lain. Jawaban masa depan engga harus datang saat ini juga.
Masa depan emang menakutkan. Masa depan penuh ketidakpastian, bahkan kadang-kadang pengen
berenti aja kan? Engga apa-apa, ya. Engga apa-apa, pelan-pelan. Kalau dengan berlari terasa begitu
melelahkan, kamu bisa tempuh dengan berjalan. Kalau dengan berjalan masih terasa terlalu menguras
tenaga, kamu bisa sesekali dan duduk di tengah perjalanan. Kita lewati fase ini bareng-bareng, ya.
Kamu harus yakin bahwa kamu itu bisa sukses layaknya orang-orang hebat di luar sana.” ucap Glen.

“Ibu ingin aku jadi sang pemenang di dalam hidupnya, sebagai pembuktian bahwa sebagai perannya
yaitu seorang ibu sekaligus seorang ayah dia rela banting tulang demi membiayai kehidupanku sampai
aku menjadi seorang Dokter.” ujar Rosa.
“Wih hebat banget tuh ibumu. Aku kagum sama ibumu. Jujur, aku iri sama kamu. Tahu kenapa?
Orangtuaku orang kaya. Apa yang aku inginkan, tinggal minta. Pasti dikasih. Dia punya duit, dia bayar
semua urusanku, selesai. Tapi lama-lama aku mikir, kalau cuma ngabisin duit, semua juga bisa.
Ngapain harus sekolah? Makanya di mataku, ibumu keren.” ucap Glen,

Disitulah Rosa mengganggap si Glen adalah rumah baginya. Ia bisa menceritakan semua keluh
kesahnya kepada Glen. Glen adalah sosok cowok pendengar yang baik.
Sepulang sekolah, si Glen mengantar Rosa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Rosa. Si Glen
ingin sekali mengungkapkan perasaanya kepada Rosa tetapi Glen takut, jika ia mengungkap
perasaannya ke Rosa, si Rosa akan berubah dan malah menjauhi si Glen.
Seminggu mendekati ujian kelulusan. Si Glen dan Rosa sibuk mempersiapi diri untuk belajar dan
mereka belajar bersama membahas soal-soal ujian. Waktu mereka bersekolah hanya tersisa sedikit lagi.
Si Rosa berharap Glen convess kepada Rosa. Tentunya akan ada banyak yang dikorbankan. Entah itu
56
waktu, atau justru sebuah perasaan yang terpendam dan belum terungkap. Rosa selalu merasa aman
bersekolah disini karena Glen melindungi si Rosa dan menjadi tempat cerita.

Keesokan harinya…..
Si Rosa hampir saja terjatuh dari tangga sekolahnya dan si Glen datang dengan sikap dan menopang
pundak si Rosa. Disitu membuat jantung Rosa berdebar-debar karena ia ditopang oleh si Glen yang
selama ini ia cintai.

“Kamu gapapa kan Rosa?” ucap Glen.

“Iya aku gapapa kok.” ujar Rosa.

“Kalau jalan hati-hati ya. Ini licin loh.” ucap Glen.


Si Nathan melihat Glen yang menolong Rosa hampir jatuh di tangga. Sesampainya di kelas, si Nathan
bertanya kepada Glen.

“Glen, lu enggak ngungkapin perasaan lu ke Rosa?” ucap Nathan.

“Enggak sih. Gue takut Than nanti sikap Rosa berubah kalau gue ngungkapin perasaan gue ke dia.
Gue cuma mau berteman aja sama dia, walaupun gue suka sama dia.” ujar Glen.
“Lu yakin Glen? Nanti lu nyesel kalau lu enggak ungkapin. Karena gue lihat, si Rosa juga kayaknya
ada perasaan deh ke lu. Gue ngeliat sikap Rosa ke lu beda dengan sikap Rosa ke cowok lain. Gue Cuma
menyarankan aja, lebih baik lu ungkapin aja daripada harus memendam perasaan lu ke Rosa.” ucap
Nathan.

“Gue juga enggak mau terlalu banyak berharap sama dia Ntan. Karena berharap itu nanti ujung-
ujungnya kecewa juga.” ujar Glen.

“Iya deh, itu terserah lu aja.” ucap Nathan.

Ujian kelulusan telah usai. Rosa dan Glen mendapatkan nilai yang sangat memuaskan. Glen
berencana melanjutkan pendidikannya yaitu Akademi Kepolisian. Perwira adalah cita-cita Glen sejak
kecil. Ia ingin sekali menjadi seorang perwira dan bisa mengabdi pada negara Indonesia. Rosa bercita-
cita menjadi Dokter. Dengan menjadi dokter ia bisa membantu orang-orang. Ia ingin sekali membuka
klinik untuk membantu orang-orang yang tidak mampu.
Ketika mereka sama-sama menempuh pendidikan. Hubungan di antara keduanya sedikit merenggang,
karena sibuk dengan pendidikan masing-masing. Mereka cuma bisa berkabar 4 bulan sekali. Di tempat
mengabdinya si Rosa, si Rosa bertemu dengan jodohnya dan berencana ingin menikah. Tetapi beda
halnya dengan si Glen. Glen masih memikirkan perasaannya dengan si Rosa. Ia ingin sekali
menjadikan Rosa sebagai istrinya.
Beberapa tahun kemudian….
Mereka sudah menyelesaikan pendidikannya. Ketika mereka bertemu kembali. Tiba-tiba si Rosa
memberikan undangan pernikahannya kepada si Glen. Melihat hal itu sontak membuat Glen terkejut.
Ternyata wanita yang ia cintai selama ini akan menikah dengan laki-laki lain.

“Ternyata selama ini aku hanya menjaga jodoh orang lain. Ini adalah undangan pernikahan Rosa
dengan laki-laki lain. SMA Pelita Jaya adalah sebuah sekolah yang mempertemukan aku dengan si
Rosa. Tak terasa butiran air mengalir di pipihku. Telah banyak hal yang sudah kami lalui. Mulai dari
suka, duka, maupun pengorbanan. Pada akhirnya semua akan berakhir dengan sia-sia. Aku tidak pernah
menyesal jika ending nya harus seperti ini. Selama masa-masa kelas 12 SMA, Rosa sudah pernah
melukis sebuah pelanggi di hidupku. Aku sadar bahwasanya jodoh, rezeki dan maut tidak ada yang
tahu, itu semua adalah rahasia tuhan. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, berdoa, dan ikhtihar.
Dapat disimpulkan bahwa, yang bertahan dan memberikan efford belum tentu bersama. Aku bersyukur
bisa bertemu wanita baik yaitu Rosa. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Titik tertinggi dalam
mencintai adalah mengikhlaskan. Mungkin kamu berpikir bahwa, tidak akan ada yang dapat
menggantikan apa yang telah pergi dan hilang dalam hidupmu. Tapi yang harus kamu tahu, bahwa
bintang selalu bersinar terang ketika senja hilang. Ketika sabar tak lagi ringan, ketika ikhlas terasa
menyesakkan dada, dan ketika orang yang kau cintai meninggalkanmu, tuhan selalu bersamamu.
Bagian terindah dari mengikhlaskan dan puncak dari kesabaran ialah ketika kamu sanggup melepaskan
57
untuk melihat dia tersenyum dibahagiakan seseorang yang bukan dirimu. Menangis sesekali kita
perlukan sebagaimana ketika langit memerlukan hujan ketika kemarau panjang. Pada akhirnya,
keinginanku untuk bahagia bersamamu harus kukubur dalam-dalam. Saai ini, aku hanya sedang
berjuang menata hatiku, menguatkan ragaku dan melatih hidupku untuk terbiasa melihatmu bahagia
sekalipun bukan aku orangnya. Kau adalah doa yang pernah kulangitkan walaupun pada akhirnya kau
bukan jawaban atas doa-doaku, tapi setidaknya aku pernah merintih meminta sesuatu pada-Nya.
Mungkin dulu aku selalu berpikir bahwa apa yang aku rencanakan harus berhasil. Namun seiring
berjalannya waktu aku semakin sadar bahwa yang aku cintai belum tentu menjadi milikku. Tidak ada
kisah yang paling menyakitkan dari merindukan kisah yang telah selesai padahal belum sempat
dimulai.” ucap Glen dalam hati sambil meneteskan air mata.
Lembaran sudah menampilkan tulisan tamat yang disambut dengan suara hening seantero ruangan.
Seorang laki-laki yang berdiri sambil mengusap ujung kedua matanya yang terlihat basah. Sebuah surat
pendek yang berisikan nama penggantin dan alamat rumah yang membuat badan tegap si Glen
bergetar. Menikah bukan tentang seberapa dekat kamu dengannya, bukan seberapa lama kamu menjalin
hubungan dengannya, dan bukan seberapa jauh kamu mengenal tentangnya, tapi perihal seberapa yakin
kamu memulai hidup dengannya, seberapa siap kamu menerima segala kekurangannya. Karena jika
suatu saat ketika cinta dan rasa itu memudar kau masih memiliki keyakinan bahwa surga adalah garis
finis yang harus kau tuju bersama. Cinta bukan hanya sekadar perasaan, melainkan tanggung jawab
antara kau, dia, dan tuhan. Glen terpaksa harus melupakan sosok sang Rosa. Hari demi hari dilalui,
demi mengubur perasaan yang sudah diukir dan ditata sebaik mungkin. Walaupun pada akhirnya Glen
dan Rosa tak bisa bersama dan mereka harus membuat kisah baru. This is life, hidup tidak ada yang
tahu kedepannya. Kisah Glen dan Rosa hanya menjadi angan-angan belaka saja.

“Glen, makasih buat hari-harinya ya. Makasih juga udah pernah menjadi bagian dari hidupku,
makasih sudah menjadi suport system ku. Aku harap kamu bisa menerima semua ini ya. Kamu adalah
pria baik di dalam hidupku.” ucap Rosa.

Mendengar ucapan si Rosa. Membuat Glen hanya bisa berkata “Iya” di iringi dengan rasa kecewa
yang sangat mendalam. Pada akhirnya mereka berdua menjadi asing kembali. Kisah ini mengajarkan
kita bahwa menusia itu dari asing dan akan kembali menjadi asing. Sesungguhnya skenerio yang
disusun oleh tuhan itu jauh lebih indah. Jodoh, maut, rezeki itu sudah ada yang mengatur semua.
Rosa berbalik badan dan pergi meninggalkan Glen sendirian. Glen hanya bisa menerung dan bersedih
di tempat itu.
Kisah yang belum sempat di mulai tetapi sudah berakhir dengan kata selesai. Titik tertinggi dalam
mencintai adalah mengikhlaskan.

~TAMAT~

58
SISI RASA

BIODATA PENULIS :
Nama : Daffa Muzakki
Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 23 mei 2005
Media sosial :@dffamzki.05
@dffamzki.05

59
SEBUAH ADAPTASI

“Tett….” Bel sekolah berbunyi menandakan jam masuk sekolah. Hari pertama setelah kenaikan kelas,
seorang siswa berambut ikal yang cukup tinggi dengan kulit tidak terlalu gelap seperti orang Papua
pada umumnya tersebut duduk di bangku paling belakang kelas 10 IPS 1 di SMA Jaya Bangsa, Jakarta.
Ia bernama Reu, merupakan siswa yang baru pindah dari Papua ke Jakarta, yang disebabkan oleh
perceraian kedua orang tuanya, ia terpaksa untuk ikut bersama ayahnya. Reu yang tidak terbiasa
dengan kondisi kota Jakarta harus beradaptasi dengan liingkungannya.
Perbedaan yang dimiliki olehnya membuat hal itu bagaikan pembatas untuk berkomunikasi dengan
teman sekelasnya terutama Joko dan Ridho, yang merupakan kedua teman yang duduk didekatnya.
Joko yang beralis tebal, tinggi ,berkumis tipis dan berkulit kuning langsat dan Ridho dengan tinggi
sebahu Reu, gemuk, dan berkacamata, merupakan kedua siswa yang cukup menonjol dikelasnya,
karena dihari pertama mereka berdua cukup aktif dikelas, kebetulan mereka dulu berdua dari SMP
yang sama.
Saat pulang sekolah mereka berdua menegur Reu yang pendiam, ”Hai kamu Reu kan yang dari
Papua..”
“Benar” ucap Reu dengan singkat, Joko dan Ridho mengajak Reu untuk bergabung dengannya untuk
makan dikantin, tanpa pikir panjang Reu menerima ajakan tersebut, karena mau tak mau ia harus cepat
beradaptasi dan memiliki banyak teman di tempat tinggal barunya.
Joko bertanya kepada kedua temannya tersebut, “Kalian mau pesan makan apa?”
“Saya mau bakso saja”, ucap Reu. Kedua temannya tersebut terheran melihat Reu menjawab spontan,
karena bisa dibilang Reu merupakan siswa yang sedikit introvert.
“Oke…” Jawab Joko. “Kamu mau apa Dho?”.
“Saya samain aja sama kamu.” Kata Ridho.
“Oke siap.” Sahut Joko.
“Bu saya pesan dua mie ayam sama satu bakso ya.”
Mereka bertiga pergi duduk di meja makan sambil menunggu makanan mereka datang.
Tak lama kemudian ada kedua cewek yang menghampiri mereka bertiga, rupanya mereka berdua
adalah teman sekelas mereka yang duduk di sebelah Joko. Namanya Dita dan Angie.
“Eh Dita…” Ucap Joko tanpa menyapa Angie.
“Kalian sudah lama disini?” Kata Dita.
“Lumayan sih.” Ucap Joko.
Cukup lama mereka berdua berbincang bincang, Ridho dan Reu sudah mulai akrab dan Angie yang
dari tadi hanya bermain dengan handphone-nya saja.
Tetapi Joko melihat lirikan mata Dita tak berhenti menatap Reu secara berulang, Joko merasa agak
sedikit gelisah melihat hal itu karena Dita adalah orang yang dia taksir, “Mungkin wajar saja Dita
melihat Reu sampai segitunya karena Reu juga murid baru disini.” Ucap Joko dalam hati berpikir
positif.
Tak lama selesai mereka makan mereka bertiga pulang, Joko, Ridho dan Angie sudah pulang duluan
membawa kendaraan pribadi. Tinggallah Reu yang menunggu ojek dan Dita yang menunggu jemputan.
“Re…?” Tanya Dita, “Besok kita ada tugas gak ya?”.
“Sepertinya tidak ada…Ta..”. Jawab Reu dengan sedikit kaku.
Dita tersenyum mendengar logat berbicara Reu, Dita menganggap itu hal yang lucu dan unik.
Dita dan Reu mengobrol cukup lama karena ojek dan jemputannya juga belum sampai dari tadi.
Mereka bercerita tentang sekolah dan cerita pribadi. Dita menjelaskan tentang lingkungan sekolah
kepada Reu, dan Reu menceretikan pengalaman pribadinya kepada Dita.
Mendengar cerita dari Reu, Dita merasa simpati kepadanya dan kalau berkesempatan ia ingin
membantu Reu di kehidupan dan lingkungan barunya.
Tak lama ojek-nya Reu datang, Reu pun berpamitan kepada Dita.
60
Entah mengapa setelah beberapa meter dari gerbang setelah Reu pulang Dita merasa dirinya kesepian.
Tapi dibalik itu ada seorang teman Joko bernama Gabriel tak sengaja melihat Dita tertawa bahagia
bersama Reu tadi saat bercerita. Gabriel satu satunya teman Joko yang tahu bahwa Joko naksir kepada
Dita.
Tanpa pikir panjang Gabriel memberitahu Joko melalui whatsapp atas kejadian yang dia lihat tadi.
Joko terkejut mendengar hal itu, namun Joko masih berusaha berpikiran positif, mungkin hal itu hanya
kebetulan yang dilihat oleh Gabriel, “Mana mungkin Dita naksir dengan orang kaya Reu secara Dita
kan orang kota” ucap Joko dalam hati.
“Ahh, itu mungkin cuman kebetulan aja Gab...” Kata Joko
“Reu kan orang baru jadi mungkin Dita penasaran samanya.” Ucap Joko kembali.
“Hmmm, benar juga apa katamu Joko” Jawab Gabriel. Percakapan mereka pun berakhir.
Keesokannya Joko datang ke sekolah lebih awal, dengan tujuan bisa melihat Dita.
Tak lama Dita datang lalu Joko menyapa, “ Halo Dita selamat pagi.”
“Pagi juga Joko.” Jawab Dita.
Joko yang grogi didepan Dita kehabisan topik pembicaraan, lalu Joko berbincang bincang dengan
temannya. Bel sekolah berbunyi tak terasa 20 menit sudah berlalu tanpa adanya komunikasi lebih
bersama Dita.
Semua murid sudah berada di dalam kelas dan siap untuk memulai pelajaran, namun ada yang kurang,
ada satu bangku yang masih kosong, yaitu bangku nya Reu. Tak lama guru mereka masuk ke dalam
kelas dan memberi sebuah informasi.
“Anak anak hari ini teman baru kalian Reu tidak bisa datang karena sedang demam.” Ucap guru
mereka.
Bel pulang berbunyi. Lalu Dita mengajak Angie dan Gabriel untuk menjenguk Reu.
Joko yang mendengar namanya tidak diajak tiba tiba memotong pembicaraan Dita
“Ta saya mau ikut juga dong.” Sahut Joko memotong pembicaraan Dita.
“Ayo boleh aja.” Kata Dita singkat.
“Oke, kamu mau ikut gak Dho?” Tanya Joko kepada Ridho.
“Gak dulu deh Ko.” Jawab Ridho.
“Oke jam 3 kita udah disana ya. ” Ucap Dita.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 semua sudah datang di rumah disambut hangat dengan ayahnya Reu,
kecuali Joko. Lalu Gabriel menelpon Joko.
“Kamu dimana sih ko?” Tanya Gabriel.
“Aduh Gab sorry banget mungkin saya datang agak telat, motor saya mogok nih.” Jawab Joko.
“Owh oke Ko, hati hati ya.” Jawab Gabriel. “Motor Joko mogok.” Memberitahu Dita dan Angie.
Mereka bertiga tidak bisa berbicara sama Reu, karena Reu sedang istirahat. Mereka bertiga pun
berbincang-bincang dengan ayahnya Reu. Ayah Reu senang dengan kedatangan teman-teman Reu,
melihat ada orang-orang yang ingin berteman dengan Reu.
Setelah berbicara cukup lama, 30 menit sudah berlalu entah kenapa Joko belum datang, namun tidak
ada yang peduli akan hal itu termasuk Gabriel.
Lalu entah mengapa setelah berbicara dengan ayahnya Reu itu mengingatkan Dita kepada sosok
Almarhum ayahnya. Dita merasa senang berbicara kepada ayahnya Reu, karena Dita merasa sosok
ayahnya yang telah tiada kembali ada di hadapannya.
Joko yang tidak datang akhirnya memberi kabar kepada mereka bertiga, bahwa ia meminta maaf tidak
jadi datang karena motornya mogok dan harus diperbaiki lalu ia pulang kerumah.

Keesokan harinya Joko ingin meminta maaf secara langsung kepada teman- temannya, karena kemarin
ia tidak bisa datang. Namun saat sampai dikelas ia terkejut melihat Reu sudah masuk dan sedang

61
berbincang-bincang sama Dita. Joko pun menyapa mereka berdua sambal menyembunyikan rasa
cemburu-nya.
“Hai Reu apa kabar? Udah mendingan? Maaf ya aku gak bisa dating kemarin, motorku mogok dijalan”
“Sorry juga ya Ta, aku gak bisa ikut kalian kemarin” Ucap Joko kepada Reu dan Dita.
“Tidak apa-apa kok Joko” Jawab Reu.
Tetapi Dita hanya diam saja dan hanya merespon dengan mengangguk. Joko melihat respon Dita
langsung terdiam sambal berjalan menuju tempat duduk-nya. Namun tak lama Angie datang
menghampiri Joko.
“Joko kemarin motor kamu beneran mogok ya.” Tanya Angie.
“Ya iyalah kan sudah kukasih tau Gabriel kemarin, masih aja nanya.” jawab Joko dengan sedikit kesal,
karena respon Dita tadi”
“Ya-kan cuman nanya.” Jawab Angie yang kehabisan kata-kata.
Sambil menunggu bel masuk Joko duduk sambal membaca novel yang dibacanya, namun mata, telinga
dan pikiran-nya tidak tertuju ke novel, melainkan ke Dita dan Reu. Tak lama bel sekolah-pun berbunyi,
tetapi Joko masih merasa ada yang janggal, temannya Ridho belum juga datang.
Setelah 10 menit wali kelas merka masuk ke-kelas, lagi-lagi dengan membawa kabar, namun kabar
tersebut mengejutkan Joko, bahwa Ridho tak lagi ber-sekolah disini karena ia harus ikut orang tuanya
pindah keluar kota karena urusan pekerjaan.
Joko semakin kesal mendengar itu, kenapa teman dekantya tidak memberitahu-nya kalau ia ingin
pindah keluar kota. Perasaan yang semakin memuncak membuat Joko tak bisa menahannya. Bel pulang
sekolah sudah terdengar, lalu Joko memanggil Reu untuk makan di kantin berdua. Saat di kantin Joko
melampiaskan semua rasa kesalnya kepada Reu.
“Woi Reu lu anak baru disini, kok bisa dekat banget sama Dita.” Bentak Joko sambal mendorong Reu.
“Saya gak tau apa-apa Joko.” Jawab Reu yang kaku.
“Dasar kamu sok polos.” Jawab Joko sambil memukulnya.
Namun setelah Joko memukul Reu terdengar suara teriakan, “Woiii, nagapain lo berdua”, dan ternyata
itu adalah Dita yang melihat kejadian itu.
Joko melihat Dita tak bisa berkutik dan hanya bisa terdiam dengan kondisi tangan-nya masih
mengepal.
Dengan spontan Dita menampar Joko sambil berkata “Dasar bodoh, kayak anak kecil aja nyeselaiin
masalah pake kekerasan”.
Lalu Dita dan Reu berjalan menjauhi Joko, sedangkan Joko hanya bisa terdiam dan bukan-nya
menyesali perbuatan, tetapi ia berpikir, “Masih aja Dita nolongin Reu, peduli banget dia sama Reu.”
Kekesalan Joko semakin memuncak dan kembali menemui Reu sendirian, sedangkan Dita sudah
pulang duluan.
“Woi Reu jangan mentang-mentang lu dibela sama Dita lu merasa aman, liat orang tua lu sana mereka
berdua aja gak bisa akur makanya pisah, liat aja nanti kamu juga bakalan kayak gitu, dasar niReu.”
Ucap Joko kepada Reu lalu pergi begitu saja.
Perkataan Joko membuat reu menjadi teringat kembali tentang orang tuanya yang bercerai, Reu yang
ikut bersama ayahnya jadi tidak ada rasa kasih sayang seorang ibu dalam kehidupan Reu, terkadang
ketika melihat teman-temanya yang dijemput oleh ibu mereka itu membuat hati Reu tersentuh dan
rindu dengan ibunya. dalam perjalanan pulang Reu termenung karena masih terpikir dengan perkataan
Joko tadi.
Setelah sampai di rumah tiba-tiba Reu mendengar suara batuk yang amat keras di dalam rumah, Reu
pun bergegas masuk ke dalam rumah dan ternyata suara tersebut berasal ayahnya terlihat ayahnya
batuk dengan sangat keras sampai-sampai mengeluarkan darah, kemudian ayah Reu jatuh dan pingsan
melihat hal itu Reu langsung berteriak untungnya pada saat itu ojek langganan Reu masih ada disana
dan langsung meminta bantuan kepada tetangga.
“Om tolongin ayah saya om.” Ucap Reu.
Kemudian ayah Reu dibawa kerumah sakit dalam perjalanan Reu hanya bisa menangis melihat kondisi
ayahnya. Setelah sampai di rumah sakit ayah Reu di periksa oleh dokter dan ternyata ayah Reu
62
mengalami kanker paru-paru hal tersebut membuat Reu syok karena satu-satunya orang yang dekat
dengannya terkena penyakit yang membuat banyak orang meninggal dunia. Dokter kemudian
menyarankan untuk melakukan operasi namun biayanya sangat mahal dan ayah Reu tidak memiliki
uang sebanyak itu, semua keluarganya juga berada jauh dari mereka. Tetangganya pun berkata tidak
bisa membantu.
Kemudian ayahnya Reu terbangun dari pingsannya setelah itu dokter menceritakan semuanya, ayah
Reu pun mengatakan kepada Reu kalau dia tidak apa-apa dan tidak akan meninggalkan Reu sendirian,
namun setelah mengatakan itu tubuh ayah Reu mengalami kejang-kejang kemudian berhenti secara
perlahan ketika diperiksa ternyata ayah Reu sudah tidak bernyawa lagi, Reu yang melihat itu langsung
menangis histeris.
Setelah itu Reu di suruh keluar oleh dokter, pada saat itu Reu sangat tertekan sehingga dia memutuskan
untuk berjalan-jalan keluar, ketika di jalan Reu melamunkan tentang perkataan Joko, ayahnya juga
sekarang sudah tidak ada dan dia sekarang benar-benar sendirian. Pada saat itu Reu ingin menyebrang
namun tidak sadar kalau ada truk yang mengebut mengarah ke dirinya sontak truk tersebut menabrak
Reu hingga membuat Reu terpental jauh.
Tak lama setelah kejadian itu Dita melewati jalan yang sama dan melihat ada kerumunan orang-orang,
Dita pun berhenti dan terkejut dan ternyata itu adalah Reu yang sudah dipenuhi darah. Dita lalu
meminta kepada orang sekitar dan membawa Reu ke rumah sakit yang sama dengan ayahnya Reu.
Sesampai dirumah sakit Reu langsung ditindak oleh dokter, dan para dokter berhasil menghentikan
pendarahan Reu. Sambil menunggu Dita ditanya oleh tetangga Reu yang sedang mengurus jenazah
ayahnya Reu, lalu bertanya Dita.
“Kamu menunggu apa nak?” Tanya tetangga Reu.
“Temanku kecelakaan om.” Jawab Dita.
“Sungguh malang sekali nasib anak itu.” Jawab tetangga Reu sambal melihat kedalam ruang tempat
Reu ditindak melalui kaca.
Lalu tetangganya memberitahu kepada Dita kalau barusan ayahnya Reu meninggal dunia. Dita
mendengar itu langsung tak bisa menahan tangisnya, karena sosok ayah Reu mirip dengan almarhum
ayahnya. Tak lama jenazah ayah Reu diurus dan dikubur tanpa kehadiran Reu karena belum sadarkan
diri. Dua hari setelah kejadian itu teman-teman kelas Reu menjenguk Reu kerumah sakit termasuk
Joko, untung keadaan Reu sudah sadarkan tapi ia tidak berjalan karena mengalami kelumpuhan.
Saat sampai Joko langsung memeluk Reu dengan mata berkaca-kaca, Joko-pun meminta maaf kepada
Reu. Reu dengan bijaksana-pun memamaafkan Joko, Joko yang mendengar itu turut simpati akan
seorang Reu. Orang yang ia kesali sekarang memaafkannya diatas semua cobaan yang ia hadapi.
Seminggu sudah berlalu, Reu kembali bersekolah. Namun ia sekarang tinggal bersama Joko, karena
Joko merasa bersalah kepada Reu lalu Joko mengajak untuk tinggal bersamanya.

Sudah empat tahun berlalu Joko dan Reu sudah selesai bersekolah dan sekarang mereka sibuk mengejar
impian masing-masing.
Reu yang lumpuh sekarang memulai awal karir-nya dengan baik sebagai penulis, ia menulis beberapa
artikel dan satu novel elektronik. Novel tersebut laris dan diminati orang banyak, sehingga suatu hari
ada sebuah agensi terkenal yang merekrut Reu untuk bekerja disana.
Joko kini yang merantau ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan-nya di salah satu universitas
disana. Namun siapa yang mengira disana ia bertemu teman lama-nya, Ridho yang ternyata ber-kuliah
di tempat yang sama dengan Joko.
Gabriel juga melanjutkan pendidikan di salah satu universitas swasta di Jakarta bersama dengan Angie,
siapa sangkah mereka berdua kini berpacaran.
Dita? kini Dita sudah menjadi pelukis yang lumayan terkenal, ia memang sudah memulai hobi-nya itu
sejak ia duduk di bangku SMP dan ia juga sempat memenangkan beberapa kejuaraan. Kini karya-
karya-nya sangat disukai oleh anak muda jaman sekarang, karena pemilihan warna dan memiliki
gambar yang memiliki makna yang dalam.
Salah satu karya-nya adalah yang berjudul “An Adaptation” di dalam lukisannya tersebut sebuah anak
berkulit hitam yang sedang duduk di kursi roda dengan latar belakang terdapat gambar Monas dan lima
anak yang berkulit putih. Karya-nya itu di abadikan pada sebuah museum galeri lukis.

63
Suatu hari Reu ingin diundang ke acara pameran karya seni, Reu yang berjalan menggunakan tongkat
untuk menopang badan-nya terlihat kesulitan di tengah keramaian pameran tersebut, tiba-tiba ada
seorang yang membantu-nya untuk sampai ke Rest Area, saat sudah sampai wanita tersebut menyuruh-
nya untuk duduk dan secara tak sengaja wanita tersebut melihat wajah tersebut dan begitu juga
sebaliknya saat Reu ingin berterima kasih kepada wanita itu.
Siapa sangkah ternyata wanita tersebut adalah Dita, mereka berdua terkejut dan terheran-heran sambil
ketawa, kok bisa mereka berdua tidak sadar kalau mereka saling mengenal. Dita sangat bahagia bisa
bertemu Reu kembali saat semua disibukkan dengan impian masing-masing.
Setelah pertemuan itu mereka berdua memutuskan untuk berkerjasama untuk membuat sebuah projek,
Dita yang menjadi Illustrator untuk novel baru yang dibuat Reu. Mereka berdua sukses dalam projek
tersebut, siapa yang tidak suka pelukis cantik yang karya-nya terkenal kini meletakkan karya-nya
kepada salah satu penulis terkenal.
Berita kerjasama menyebar luas sehingga sampai ke tangan teman-teman mereka, yang tidak lain dan
tidak bukan Joko, Gabriel, Ridho dan Angie. Mereka berempat sangat senang menceritakan tentang
kesuksesan teman mereka tersebut kepada teman baru mereka di lingkungan baru mereka. Lalu Joko
yang hanya bisa tersenyum bahagia melihat mereka berdua sukses dan mengikhlaskan Dita kepada
Reu.
Mereka akhirnya bisa menerima keadaan masing-masing, Joko menghikhlaskan terhadap semua yang
telah terjadi, dan menerima dengan lapang dada jika akhirnya Dita bersama dengan Reu. Kami
semuanya telah menemukan kebahagiaan masing-masing dan berdamai dengan kenyataan yang telah
terjadi.

Tamat

64
Sebuah adaptasi

BIODATA PENULIS :

Nama : M. Bagas Aditya Putra


Kelas : XII.IPA.2
Tema cerpen : Remaja
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 17 mei 2005
Media sosial : @bags_adtya

65
66

Anda mungkin juga menyukai