Anda di halaman 1dari 8

PRESPEKTIF ISLAM DALAM MENYIKAPI HARI IBU

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib
berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk
senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita
kepada Allah ‫ ُس ْبَح اَنُه َو َتَع اَلى‬dengan melakukan semua kewajiban dan
meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Shalawat dan salam semoga tercurah pada Nabi akhir zaman, suri tauladan
kita, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang akan terus
meningkatkan komitmen kita untuk taat menjalankan perintah Allah dan
Rasul-Nya serta menjauhi segenap larangan-larangannya.
Dalam kesempatan ini, khotib akan membawakan materi tentang Prespektif
Hari Ibu dalam sudut pandang Islam.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah


Sebagai pemuda muslim, kita harus update untuk menyikapi kejadian
kekinian serta mampu mengkomparasikannya dengan landasan dasar
beragama, sebab cotectual teaching and learning itu penting agar pemuda
muslim lebih mendalami literasi terkait urgensi beragama.

Peringatan Hari Ibu atau dalam bahasa latin disebut dengan Mother’s
Day adalah hari peringatan terhadap peran dan jasa seorang ibu dalam
keluarganya, baik untuk suami, anak, maupun lingkungan sosialnya.
Berbeda dengan negara-negara lain yang merayakan Hari Ibu pada hari
Minggu di pekan kedua bulan Mei atau tanggal 8 Maret, di Indonesia hari ibu
dirayakan pada tanggal 22 Desember. Tanggal ini dipilih dengan merujuk pada
hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama, yang
diselenggarakan pada 22 sampai 25 Desember 1928. Pagelaran kongres yang
diselenggarakan di Yogyakarta tersebut dihadiri sekitar 30 organisasi wanita
dari berbagai kota di Jawa dan Sumatera. Kongres ditujukan untuk
meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.

Peringatan Hari Ibu di seluruh dunia bukan hanya sebatas perayaan kasih
sayang seorang ibu, namun juga menunjukkan adanya kesadaran bersama
untuk mengakui sekaligus menghargai jasa-jasa ibu. Sebab, jauh sebelum
dunia menetapkan perlunya peringatan Hari Ibu, Rasulullah SAW telah
meletakkan dasar-dasar teologis bahwa seorang ibu diakui sangat mulia
sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatakan dari Anas
bin Malik RA:

1 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


‫الَج َّنُة َتْح َت َأْقَد اِم اُألَّم َهاِت‬
“Surga itu di bawah telapak kaki ibu.”

Hadits tersebut menegaskan bahwa seorang ibu memiliki kedudukan yang


sangat mulia hingga seolah-olah surga yang begitu indah dan agung saja tidak
lebih tingggi daripada seorang ibu karena diibaratkan berada di bawah telapak
kakinya.
Kita semua tahu bahwa telapak kaki adalah bagian paling bawah atau rendah
dari organ manusia. Namun maksud hadits ini adalah bahwa tidak mungkin
seorang anak bisa masuk surga tanpa ketundukan kepada seorang ibu.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Lalu, bagaimanakah hukum peringatan hari ibu dalam Islam?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum permasalahan ini.


Pertama, sebagian ulama meliputi Syekh Syauqi Allam (mufti Mesir), Syekh
Ali Jum’ah (mantan mufti Mesir), Syekh Abdul Fattah Asyur, Syekh
Muhammad Ismail Bakar, dan Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ Al-
Mishriyyah) mengatakan bahwa peringatan hari ibu diperbolehkan. Mereka
beralasan bahwa peringatan hari ibu merupakan salah satu bentuk berbuat
baik kepada orang tua. Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untuk
berbuat baik kepada orang tua:

‫َو َقَض ى َر ُّب َك َأاَّل َتْعُب ُد وا ِإاَّل ِإَّي اُه َو ِباْلَو اِل َد ْيِن ِإْح َس اًنا ِإَّم ا َيْبُلَغَّن ِع ْن َدَك اْلِكَب َر‬
‫َأَح ُدُهَم ا َأْو ِكاَل ُهَم ا َفاَل َتُقْل َلُهَم ا ُأٍّف َو اَل َتْنَهْر ُهَم ا َو ُقْل َلُهَم ا َقْو اًل َك ِريًم ا‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain


Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’:
23).

Peringatan hari ibu juga merupakan salah satu bentuk bersyukur kepada
orang tua, terutama kepada ibu, meskipun sejatinya peringatan hari ibu harus
dirayakan setiap harinya. Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita
untuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dan kepada kedua orang
tua:

2 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


‫َو َو َّص ْيَنا اِإْل ْنَس اَن ِبَو اِلَد ْيِه َح َم َلْتُه ُأُّم ُه َو ْهًنا َع َلى َو ْهٍن َو ِفَص اُلُه ِفي َع اَم ْيِن َأِن‬
‫اْشُك ْر ِلي َو ِلَو اِلَد ْيَك ِإَلَّي اْلَم ِص يُر‬

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu” (QS Luqman: 14).
Di samping itu, peringatan hari ibu dengan memberinya hadiah, atau sekadar
mengucapkan terima kasih atas pengabdiannya, masuk dalam kategori adat
atau tradisi, bukan ibadah. Karenanya, hal itu tidak termasuk bid’ah, sebab
bid’ah itu hanya dalam urusan ibadah (agama) semata.

Imam Syathibi berkata:

،‫َفاْلِبْد َع ُة ِإَذ ْن ِع َباَر ٌة َع ْن َطِرْيَقٍة ِفي الِّدْيِن ُم ْخ َتَر َع ٍة ُتَض اِهي الَّش ْر ِع َّيَة‬
‫ُيْقَص ُد ِبالُّس ُلْو ِك َع َلْيَها اْلُم َباَلَغ ُة ِفي الَّتَع ُّبِد ِهلل ُسْبَح اَنُه‬
“Bid’ah merupakan ungkapan tentang cara baru dalam agama yang dibuat
menyerupai syari’at, dengan mengikuti cara itu dimaksudkan untuk lebih
bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala”
(Ibrahim bin Musa Asy-Syathibi, Al-I’tisham, juz I, h. 26).

Kedua, sebagian ulama yang lain, seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh
Shalih al-Fauzan, Syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, dan Lembaga
Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Fatwa) menyatakan bahwa
peringatan hari ibu diharamkan. Mereka berpedoman pada hadits riwayat
Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

‫َم ْن َأْح َد َث ِفْي َأْم ِرَنا هَذ ا َم ا َلْيَس ِم ْنُه َفُهَو َر ٌّد‬.

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan
agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR Bukhari
dan Muslim).

Mereka juga berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radhiyallahu anha yang
lain, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

3 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


‫َم ْن َع ِمَل َع َم ًال َلْيَس َع َلْيِه َأْم ُر َنا َفُهَو َر ٌّد‬

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka


amalan tersebut tertolak” (HR Muslim).

Peringatan hari ibu tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi
wasallam, para sahabat radhiyallahu anhum, dan kaum muslimin terdahulu
(salaful ummat), maka termasuk bid’ah yang dilarang dalam agama Islam
berdasarkan kedua hadist di atas.

Dari kedua pendapat di atas, tampaknya pendapat yang memperbolehkan


peringatan hari ibu merupakan pendapat yang kuat, sebab peringatan
tersebut merupakan salah satu bentuk dari berbakti dan bersyukur atas jasa-
jasa seorang ibu.
Meskipun demikian, dalam Islam, berbakti dan bersyukur atas jasa ibu tidak
terbatas pada saat peringatan hari ibu saja, melainkan setiap saat dan
sepanjang hayat, bahkan ketika ibu sudah meninggal dunia. Abu Usyaid Malik
bin Rabi’ah radhiyallahu anhu meriwayatkan sebuah hadits:

“Suatu ketika kami berada di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam. Ketika itu datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku
ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Iya. Yaitu mendo’akan keduanya, meminta ampunan
untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin
hubungan silaturahim dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah
terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya” (HR Abu Daud).

Semoga keragaman pendapat para ulama tentang hukum peringatan hari ibu
di atas dapat kita sikapi dengan dewasa, dan dapat membuat kita semakin
toleran dalam menyikapi setiap perbedaan.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Rasulullah SAW mengisyaratkan agar bakti kepada ibu tiga kali lebih besar
daripada kepada ayah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abi Hurairah RA:

4 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


‫ ُثَّم‬: ‫ َق اَل‬، ‫ ُأُّم َك‬: ‫ ُثَّم َم ْن ؟ َق اَل‬: ‫ َق اَل‬، ‫ ُأُّم َك‬: ‫َم ْن أَح ُّق الَّناِس ِبُح ْس ِن َصَح اَبِتي؟ َقاَل‬
‫ أُبْو َك‬: ‫ ُثَّم َم ْن ؟ َقاَل‬: ‫ َقاَل‬، ‫ ُأُّم َك‬: ‫َم ْن ؟ َقاَل‬

“Suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. Orang itu
bertanya kepada Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak
kami sikapi dengan baik. Nabi menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi,
siapa lagi setelah itu. Nabi menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi, siapa
lagi setelah itu. Nabi menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi. Nabi
kemudian menjawab, kemudian ayahmu."
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa perbandingan bakti kita kepada
ibu dan ayah adalah 3 berbanding 1 atau 75 persen dan 25 persen.

Pertanyaan yang muncul kemudian, atas dasar apa Rasulullah SAW


mengisyaratakan perbandingan seperti itu.
Pertanyaan ini dapat kita temukan jawabannya dalam surat Luqman, ayat 14,
dimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫َو َو َّص ْيَنا اِإْل ْنَس اَن ِبَو اِلَدْي ِه َح َم َلْت ُه ُأُّم ُه َو ْه ًن ا َع َلٰى َو ْه ٍن َو ِفَص اُلُه ِفي َع اَم ْيِن َأِن‬
‫اْش ُك ْر ِلي َو ِلَو اِلَدْيَك ِإَلَّي اْلَم ِص يُر‬

“Dan kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapa;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah dan menyapihnya
dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada ibu-bapakmu.
Hanya kepada-Ku lah kembalimu.”

Dari ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam kaitannya dengan proses
kejadian dan kelahiran manusia ke bumi ini, terdapat 4 fase penting.
Fase pertama adalah fase yang melibatkan partisipasi dari ayah dan ibu
dimana peran ayah sangat menentukan.
Dalam fase ini, sel telur sang ibu tidak mungkin terbuahi tanpa pertemuannya
dengan seperrma sang ayah.

Dengan kata lain tugas alamiah seorang laki-laki atau ayah adalah membuahi
sel telur perempuan atau ibu sehingga terjadi kehamilan yang bentuk awalnya
berupa gumpalan darah yang dalam Al Qur’an, Surat ke 96, ayat 2 disebut
sebagai ‘alaq sebagaimana ayat berikut:

‫َخ َلَق اإلْنَس اَن ِم ْن َع َلٍق‬


“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

5 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


Ayat di atas menegaskan bahwa proses awal terjadinya manusia adalah
gumpalan darah.

Hanya pada fase awal inilah seorang laki-laki memainkan peran alamiah satu-
satunya yang tidak mungkin digantikan oleh perempuan karena sel telur
hanya bisa dibuahi oleh sperma.

Maka bisa dimengerti bakti seorang anak kepada ayah dibadingkan dengan
ibu adalah 1 : 3 karena dalam 3 proses berikutnya seorang ayah sudah tidak
terlibat lagi.
Masing-masing dari ketiga proses ini sepenuhnya dilakukan oleh ibu dengan
susah payah dan penuh risiko. Hal ini berbeda sama sekali dengan proses
awal atau fase pertama yang penuh dengan kenikmatan tanpa risiko berarti.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Setelah selesainya proses pertama, yakni pembuahan sel telur oleh sperma,
maka proses berikutnya atau kedua adalah kehamilan. Dalam proses ini,
seorang ibu harus mengandung si janin dalam kandungan selama rata-rata 9
bulan.

Selama 9 bulan ini, tidak ada partisipasi ayah sama sekali karena organ laki-
laki memang tidak dirancang untuk bisa mengandung seorang bayi.
Hingga kini pun tidak ada teknologi yang bisa membuat laki-laki berpartisipasi
atau mengambil alih tugas mengandung.

Bayi tabung pun juga tidak bisa dikembangkan dalam organ laki-laki karena
faktanya laki-laki memang tidak memiliki rahim.
Dalam fase mengandung ini, seorang ibu mengalami kesusahan demi
kesusahan yang didalam Al Qur’an digambarkan sebagai ‫ وهنا على وهن‬, yakni
keadaan susah payah dan lemah yang dari hari ke hari bukannya makin
ringan tetapi makin berat.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Setelah proses kedua selesai, disusul proses ketiga yang merupakan puncak
dari proses kehamilan, yakni proses melahirkan.
Lagi-lagi dalam proses melahirkan ini tidak ada keterlibatkan seorang ayah.
Seorang ibu harus berjuang sendiri untuk bisa melahirkan dengan selamat,
baik selamat bagi dirinya sendiri maupun bayi yang dilahirkannya. Tugas ini
ber-risiko tinggi karena secara langsung berkaitan dengan keselamatan jiwa.
Tentunya telah sering kita dengar beberapa perempuan meninggal saat
melahirkan.

6 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


Dalam proses melahirkan ini, sang ayah juga tidak bisa berbuat banyak untuk
meringankan beban sang ibu.
Seringkali terjadi, sang ayah tak sanggup dan tak tega menyaksikan sang ibu
sedang berjuang melahirkan karena penderitaan yang dialaminya sangat berat
dengan nyawa sebagai taruhannya.
Seringkali pula, sang ayah hanya bisa menangis penuh kekhawatiran sambil
berdoa mudah-mudahan sang ibu bisa melahirkan dengan selamat.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Setelah proses ketiga selesai, disusul proses keempat, yakni menyusui.
Dalam proses menyusui ini, sang ibu harus berhati-hati dan selalu menjaga
diri sebaik mungkin karena apa yang terjadi pada dirinya bisa berdampak
langsung pada si bayi.
Sang ibu harus sanggup berjaga menahan kantuk, baik siang maupun malam.
Ketika si bayi haus dan lapar dan membutuhkan ASI, seorang ibu harus selalu
siap memberikannya.

Dalam tugas ini, sang ayah juga tidak bisa berbuat banyak untuk
meringankan beban sang ibu.
Berbagai resiko, baik fisik maupun non-fisik pun, juga sering dihadapi para
ibu yang sedang menyusui.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Al-Qur’an memberitakan masa menyusui adalah dua tahun sebagaimana
bunyi ayat:

‫وفصاله في عامين‬
“Dan menyapihnya dalam usia dua tahun.”
Masa dua tahun menyusui dengan ASI adalah ideal terutama bagi ibu-ibu
yang memang memiliki kesempatan untuk itu.

Tetapi bagi mereka yang memiliki masalah tertentu, maka setidaknya selama 6
bulan pertama dapat mengusahakannya sebab selama itu ASI bersifat
eksklusif.
Ini merupakan standar internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah
tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan
perkembangannya.
ASI memberi semua energi dan gizi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan
pertama hidupnya.

7 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023


Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan
berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang
paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan
kelahiran.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,


Mengingat beratnya tugas ibu, yakni tiga hal penting yang terdiri dari:
mengandung, melahirkan dan menyusui, maka bisa dimengerti mengapa Nabi
Muhammad SAW mengisyaratkan agar hormat dan bakti kepada ibu lebih
besar daripada kepada ayah.
Sebagaimana saya uraikan di atas, perbandingannya adalah 3 :1, dimana
perbandingan ini masuk akal dan adil.

Oleh sebabitu, berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa


peringatan hari ibu tidak terbatas oleh waktu dan zaman. Sejatinya setiap hari
dimanapun dan kapanpun, bahkan sekalipun ibu yang sudah meninggal, kita
selaku muslim yang baik juga harus berbakti serta ikut dalam euforia
merayakan hari ibu atau menghormati ibu. Sayangi ibu kita selama masih
ada, jadikanlah ia ratu dalam keluarga, sebab keridhoan Allah swt tergantung
bagaimana keridhoaan orang tua terutama ibu terhadap kita. Semoga kita
semua tergolong hamba yang berbakti kepada orang tua terutama bakti
kepada seorang ibu.

‫ ِإَّنُه ُهَو اْلَغُفْو ُر الَّرِح ْيُم‬،‫ َفاْس َتْغ ِفُر ْو ُه‬، ‫َأُقْو ُل َقْو ِلْي ٰه َذ ا َو َأْس َتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم‬

8 / Khutbah Ibnu / Jumat, 22 Desember 2023

Anda mungkin juga menyukai