Anda di halaman 1dari 31

ID Modul : Keterampilan klinis SKDI 1.

46-47 & 50-51


Judul : Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan
Patologis serta Pemeriksaan Khusus
Neurologi
Sistem : Saraf
Semester V
Penyusun : Bagian Neurologi
Tingkat Keterampilan : 4A

I. Deskripsi Umum
1. Definisi
Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai refleks fisiologis
dan patologis beserta interpretasi / penilaiannya.
2. Tujuan
Tujuan umum modul ini adalah memberi bekal kepada peserta
didik dalam hal dasar - dasar pemeriksaan refleks fisiologis
dan patologis agar peserta didik memiliki kompetensi sebagai
dokter.
3. Prasyarat
Prasyarat keterampilan klinik ini adalah mahasiswa telah
mendapatkan ilmu mengenai anamnesis dasar dan ilmu
pengetahuan mengenai penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan gangguan refleks fisiologis dan patologis.

II. Alat dan Bahan


1. Set Pemeriksaan Neurologi lengkap 1 unit

III. Prosedur
A. PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
Yang dimaksud dengan reflek fisiologik adalah muscle stretch
reflexes, yang muncul sebagai akibat rangsangan terhadap tendo atau
periosteum atau kadang - kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau
aponeurosis. Reflek tadi seringkali disebut dengan istilah yang keliru,
misalnya reflek tendo atau reflek periosteum. Yang menimbulkan
gerakan reflek sebenarnya adalah muscle stretch, sedang tendo itu
sendiri hanya merupakan tempat dimana rangsangan mudah
diberikan.
1. Dasar pemeriksaan refleks
Alat yang dipergunakan biasa disebut palu refleks (hammer
reflex) yang pada umumnya dibuat dari bahan karet, walaupun
bahan lain dapat pula dipergunakan (gambar 1). Namun demikian
untuk mencapai hasil yang baik, bahan karet yang lunak lebih
umum
dipakai. Bahan tersebut tidak akan menimbulkan rasa nyeri pada
penderita. Rasa nyeri pada pemeriksaan refleks memang harus
dihindari oleh karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Gambar 1. jenis Palu Refleks. (a) Tipe Tomahawk (b) The


Quenn square (c) Tip Babinsky Telescopic

Penderita harus dalam posisi yang seenak-enaknya dan santai.


Bagian tubuh yang akan diperiksa harus dalam posisi
sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya akan
terjadi dapat muncul secara optimal.
Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;
kerasnya pukulan harus dalam batas nilai ambang, tidak perlu
terlalu keras (Gambar 2) . Oleh karena sifat reaksi bergantung
pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus dalam
keadaan “sedikit kontraksi”. Apabila akan membandingkan
refleks sisi kiri dan kanan maka posisi ekstremitas harus
simetris.
Gambar 2. Cara Mengayunkan Palu Refleks

2. Penilaian Hasil Refleks


Refleks dapat dinilai sebagai negatif, menurun, normal, meninggi
dan hiperaktif. Ada pula yang menggunakan kriteria kuantitatif
sebagai berikut:
0 = negatif
+1 = lemah (dari normal)
+2 = normal
+3 = meninggi, belum patologik
+4 = hiperaktif, sering disertai klonus, sering merupakan
indikator suatu penyakit

3. Jenis - Jenis Pemeriksaan Refleks


i. Pemeriksaan Refleks Pada Lengan
Refleks biseps, triseps, brakhioradialis dan fleksor jari
merupakan sekelompok refeleks pada lengan/ tangan yang
padahal penting. Untuk itu pemeriksaan refleks pada
lengan dibatasi pada keempat jenis refleks tadi.
a) Pemeriksaan Refleks Biseps
1) Pasien duduk dengan santai.
2) Lengan dalam keadaan lemas, lengan bawah
dalam posisi antara fleksi dan ekstensi serta sedikit
pronasi.
3) Siku penderita diletakkan pada lengan/tangan
pemeriksa.
4) Pemeriksa meletakkan ibu jarinya di atas tendo
biseps, kemudian pukullah ibu jari tadi dengan
reflex hammer yang telah tersedia.
5) Reaksi utama adalah kontraksi otot biseps dan
kemudian fleksi lengan bawah.
6) Oleh karena biseps juga merupakan supinator
untuk lengan bawah maka sering kali muncul pula
gerakan supinasi.
7) Apabila refleks meninggi maka zona refleksogen
akan meluas dan refleks biseps ini dapat muncul
dengan mengetuk daerah klavikula.
8) Juga, apabila refleks ini meninggi maka akan
disertai gerakan fleksi pergelangan tangan serta
jari-jari dan aduksi ibu jari M. Biseps brakhii
dipelihara oleh n. Muskulokutaneus (C5-C6)

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Biseps dengan posisi (a) duduk dan


(b) berbaring

b) Pemeriksaan Refleks Triseps


1) Pasien duduk dengan santai.
2) Lengan pasien diletakkan di atas lengan/tangan
pemeriksa.
3) Posisi pasien sama dengan posisi pada
pemeriksaan refleks biseps.
4) Lengan penderita dalam keadaan lemas, relaksasi
sempurna.
5) Apabila telah dipastikan bahwa lengan pasien
sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba
triseps: tak teraba tegang), pukulan tendo yang
lewat di fossa olekrani.
6) Maka triseps akan berkontraksi dengan sedikit
menyentak, gerakan ini dapat dilihat dan sekaligus
dirasakan oleh lengan pemeriksa yang menopang
lengan pasien.
7) M. Triseps dipelihara oleh nervus radialis (C7-C8)

Gambar 3. Pemeriksaan Refleks Triseps dengan posisi (a) duduk dan


(b) berbaring

c) Pemeriksaan Refleks Brakioradialis


1) Posisi pasien dan pemeriksa sama dengan
pemeriksaan refleks biseps.
2) Pukullah tendo brakhioradialis pada radius bagian
distal dengan memakai reflekx hammer yang
datar.
3) Maka akan timbul gerakan menyentak pada tangan.
4) M. Brakioradialis dipelihara oleh n. Radialis
melewati (C5-C6).
Gambar 4. Pemeriksaan Refleks Brakioradialis dengan posisi (a)
duduk dan (b) berbaring

ii. Pemeriksaan Refleks Pada Dinding Perut


1) Posisi pasien dalam posisi berbaring.
2) Pemeriksaan ini dilakukan denagn mengetuk otot
dinding perut pada beberapa area. Pemeriksa
sedikit menekan otot dinding perut pasien dengan
jarinya kemudian ketuk jari pemeriksan dengan
palu refleks (Gambar 5).
3) Maka akan timbul respon kontraksi otot dinding
perut dan deviasi umbilicus kea rah ketukan .
4) Refleks ini dipersarafi oleh nervus interkonstal
(divisi anterior, T5-T12), ilioinguinal dan
iliohipogastrik.

Gambar 5. Pemeriksaan (a) Refleks Dinding Perut Profunda dan (b)


Refleks Dinding Perut Superfisialis
iii. Pemeriksaan Refleks Pada Tungkai
a) Pemeriksaan Refleks Patela / Kuadriseps
1) Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai
menjuntai.
2) Daerah kanan-kiri tendo patela terlebih dahulu
diraba, untuk menetapkan daerah yang tepat.
3) Tangan pemeriksa yang satu memegang paha
penderita bagian distal, dan tangan yang lain
memukul tendo patela tadi dengan reflex hammer
secara cepat (ayunan reflex hammer bertumpu
pada sendi pergelangan tangan).
4) Tangan yang memegang paha tadi akan merasakan
kontraksi otot kuadriseps, dan pemeriksa dapat
melihat tungkai bawah yang bergerak secara
menyentak untuk kemudian berayun sejenak
5) Apabila ada kesulitan dengan pemeriksaan tadi
maka pakailah cara berikut:
 Tangan pasien saling berpegangan.
 Kemudian penderita diminta untuk
menarik kedua tangannya.
 Pukullah tendo patella ketika penderita
menarik tangannya.
 Cara ini disebut reinforcement.
6) Apabila pasien tidak mampu duduk, maka
pemeriksaan refleks patella dapat dilakukan
dengan posisi berbaring

Gambar 6. Pemeriksaan Refleks Patella dengan Manuver


Jendrassik pada Posisi Duduk (a) dan Berbaring (b)
b) Pemeriksaan Refleks Achilles
1) Pasien dapat duduk dengan tungkai menjuntai,
atau berbaring, atau dapat pula penderita berlutut
di mana sebagian tungkai bawah dan kakinya
menjulur di luar meja pemeriksa.
2) Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan
tendon Achilles dengan cara menahan ujung kaki
kearah dorsoflek.
3) Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat.
4) Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak.
5) Bila perlu dapat dikerjakan reinforcement
sebagaimana dilakukan pada refleks patela

Gambar 7 . Pemeriksaan Refleks Achilles dapa dilakukan dalam posis


berbaring dengan 2 cara a dan b

B. PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIK


Pada umumnya pemeriksaan refleks patologik merupakan respon
yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Sebagian besar
refleks patologik berhubungan dengan traktus kortikospinal dan
jaras- jarasnya, serta juga terjadi pada penyakit-penyakit lobus frontal
dan gangguan sistem ekstrapiramidal. Refleks patologik pada
ekstremitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliabel
dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada
ekstremitas atas.
1. Dasar Pemeriksaan Refleks
Selain dengan jari-jari tangan untuk pemeriksaan refleks pada
ekstremitas atas, adalah menggunakan palu refleks yang pada
umumnya dibuat dari bahan karet, walaupun bahan lain dapat
pula dipergunakan. Namun pada refleks hammer,
menggunakan tangkai dengan ujung yang tidak tumpul untuk
memeriksa reflex pada ekstremitas bawah. Pasien harus dalam
posisi yang seenak-enaknya dan santai. Rangsangan harus
diberikan secara cepat dan langsung.

2. Jenis - Jenis Pemerikaan Refleks Patologik


a. Babinski’s sign
1) Cara: pemeriksa menggores bagian lateral telapak
kaki dengan ujung palu refleks.
2) Reaksi: dorsofleksi ibu jari kaki disertai
plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya.

Gambar 8. Refleks Babinsky

b. Chaddock’s sign
1) Cara: pemerika menggores di bawah dan sekitar
maleolus eksterna ke arah lateral dengan palu
refleks ujung tumpul.
2) Reaksi: sama dengan Babinski’s sign.
Gambar 9. Refleks Chaddock

c. Gordon’s sign
1) Cara: pemeriksa menekan otot-otot gastrogknemius
2) Reaksi: sama dengan Babinski’s sign

Gambar 10. Refleks Tanda Gordon

d. Schaeffer’s sign
1) Cara: pemeriksa menekan tendo Achilles dengan
kuat.
2) Reaksi: sama dengan Babinski’s sign.

Gambar 11. Refleks Schaeffer’s


e. Oppenheim’s sign
1) Cara: pemeriksa memberi tekanan yang kuat
dengan ibu jari dan telunjuk pada permukaan
anterior tibia kemudian digeser ke arah distal.
2) Reaksi: sama dengan Babinski’ sign.

Gambar 12. Refleks Oppenheim

f. Rossolimo’s sign
1) Stimulasi dengan mengetukkan palu refleks pada
basis plantar pedis
2) Respon reaksi : plantar fleksi jari dengan cepat

g. Tanda Mendel Bechtrew


1) Stimulasi dengan mengetukkan palu refleks pada
dorsum pedis
2) Respon reaksi : sama dengan Rossolimo’s sign

Gambar 13. Refleks Rossolimo (a) & Mendel Bechtrew (b)


h. Refleks Hoffman dan Tromner
Dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien. Refleks
Hoffmann diperiksa dengan cara melakukan petikan pada
kuku jari tengah. Refleks Tromner diperiksa dengan cara
mencolek ujung jari tengah. Refleks Hoffmann-Tromner
positif jika timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari
telunjuk, dan jari-jari lainnya.

Gambar 14. Refleks Hoffman (a) dan Refleks Tromner (b)

C. PEMERIKSAAN NEUROLOGI KHUSUS


Pada umumnya pemeriksaan neurologi khusus merupakan
pemeriksaan klinis dengan karakteristik yang sangat spesifik dan
memerlukan ketrampilan lebih dalam untuk melakukan pemeriksaan
maupun interpretasi hasilnya, yang dapat disesuaikan dengan gejala
klinis dan teknik pengerjaan yang dapat bersumber dari beberapa
referensi. Pemeriksaan ini sangat banyak jenisnya yang disesuaikan
juga dapat bervariasi. Beberapa penyakit di neurologi seperti
Myastenia gravis, Carpat Tunnel syndrome dll memiliki kekhasan
dalam pemeriksaan neurologi.

Jenis - Jenis Pemerikaan Khusus Neurologi Pada Beberapa


Penyakit Khusus Neurologi
1. Pemeriksaan Miastenia Gravis
Miastenia Gravis (MG) merupakan penyakit autoimun kronik
dari transmisi neuromuscular yang menyebabkan kelemahan
otot fluktuatif pada otot-otot ekstra okular, bulbar, dan otot-
otot proksimal akibat kegagalan transimisi neuromuskuler
yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor
asetilkolin dan protein post sinaptik terkait oleh autoantibodi
(Hassan & Yasawy, 2017). Menurut Dresser et al. (2021),
presentasi klinis
dari Miastenia gravis biasanya memiliki karakteristik sebagai
berikut :
 Kelemahan otot ekstraokular atau ptosis sebagai gejala
awal terdapat pada 50% pasien dan 90% pasien
mengalami ptosis dalam perkembangan penyakitnya
(pasien jarang mengalami kelemahan umum tanpa
disertai kelemahan okular).
 Kelemahan otot di bagian kepala disertai dengan
kelemahan fleksi dan ekstensi kepala.
 Kelemahan anggota gerak biasanya lebih berat
pada segmen proksimal dibandingkan dengan segmen
distal.
 Kelemahan biasanya lebih baik pada pagi hari dan
memburuk seiring berjalannya hari (sore atau malam
hari).
 Kelemahan diperberat dengan aktivitas dan
diperingan dengan istirahat
 Kelemahan dapat berkisar dari ringan sampai berat
dalam waktu minggu atau bulan dengan remisi dan
eksaserbasi.
 Sekitar 87% pasien berkembang ke seluruh tubuh 13
bulan setelah onset.
 Kelemahan diperberat dengan aktivitas dan
diperingan dengan istirahat.
 Kelemahan dapat berkisar dari ringan sampai berat
dalam waktu minggu atau bulan dengan remisi dan
eksaserbasi.
 Kecenderungan kelemahan biasanya menyebar dari
okular-wajah-otot di bagian kepala menuju ke badan
dan anggota gerak

Pemeriksaan fisik khusus Myastenia Gravis


Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan Miastenia gravis:

1) Tes Wartenberg / Simpson Test


Kelemahan otot levator palpebra akan terlihat bila pasien
diminta untuk melihat ke atas bidang datar dengan sudut
kurang 30 derajat selama 1 menit. Tes Wartenberg dinyatakan
positif jika kelopak mata turun. Hasil ini merupakan tanda
fatigable ptosis dan dapat ditemukan pada miastenia gravis.
Kelemahan ini akan membaik setelah pasien diminta untuk
menutup mata secara maksimal.

Test Wartenberg/ simpson test


Keterangan : A / pasien hampir tidak terlihat ptosis di sebelah
kiri. B / Setelah 20 detik. ptosis kiri sudah terlihat jelas, C /
Setelah 30 detik. D / Setelah 40 detik. ptosis pupil kiri hampir
kabur, E/ 50 detik. pupil tidak terlihat lagi, F/60 detik. celah
mata sudah menetap ptosis

2) Tes Hitung ( Single Counting Breath Test)


Penderita diminta untuk menghitung 1-100. Pemeriksaan
positif bila suara menjadi sengau atau suara menghilang

3) Ice Pack Eye Test


Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksan mengukur
celah kedua mata penderita yang mengalami ptosis.
Kemudian dengan es yang terbalut kain/latex ditempelkan
pada kelopak mata penderita selama 2 menit. Celah antara
kedua kelopak mata yang bertambah lebar setelah
penempelan es dianggap positif.
Ice pack eye test

2. Pemeriksaan Motorik Ekstremitas Inferior


Kelemahan upper motor neuron (UMN) atau tractus
piramidalis mengakibatkan kelemahan pada fleksi panggul,
lutut dan dorso-fleksi pergelangan kaki. Berikut adalah
beberapa distribusi saraf pada ekstremitas inferior:
a. Nervus Femoral menyuplai persarafan yang berfungsi
untuk fleksi lutut
b. Nervus Sciatica menyuplai persarafan yang berfungsi
terhadap fleksi lutut dan memiliki dua percabangan,
yaitu:
1) Nervus Tibialis Posterior merupakan saraf yang
berfungsi untuk plantar fleksi pergelangan kaki
2) Nervus peroneal merupakan saraf yang memiliki
fungsi untuk dorso-fleksi dan eversi pergelangan
kaki.

Pemeriksaan Motorik Ekstremitas Inferior


Inspeksi
 Pemeriksa melakukan inspeksi pada ekstremitas
inferior apakah terdapat atrofi otot dan fasikulasi pada
otot quadriceps femoris, extensor digitorum , dan
peroneal.
 Inspeksi posisi dan adanya kontraktur terutama pada
pergelangan kaki
 Inspeksi bentuk dari kaki, apakah ada gambaran pes
cavus. Pes cavus adalah kondisi dimana lengkung kaki
tampak berlebihan yang ditandai dengan sedikit atau
tidak menyentuhnya arkus longitudinalis lateralis ke
tanah

Pemeriksaan Kekuatan Motorik


1) Fleksi Panggul
Penderita diminta untuk mengangkat lutut mendekati dada
membentuk sudut 90 derajat. Pemeriksa meletakkan tangan
pada lutut penderit dan penderita diminta untuk mendorong
dan melawan tahanan yang diberikan oleh tangan pemeriksa.
Nervus yang berperan dalam fleksi panggul adalah pleksus
lumbosacral.

2) Ekstensi Panggul
Penderita berbaring supine. Pemeriksa meletakkan tanga di
bawah panggul dan minta penderita untuk mendorong tangan
pemeriksa. Persarafan pada ekstensi panggul adala nervus
gluteal inferior.

3) Ekstensi lutut
Minta penderita untuk menekuk lutut dengan membentuk 90
derajat. Letakkan satu tangan pemeriksa pada lutut bagian
atas dan tangan yang lainnya memegang pergelangan kaki
penderita. Penderita diminta untuk meluruskan kakinya.
Nervus yang berperan pada gerakan ekstensi lutut adalah
nervis femoralis.

4) Fleksi Lutut
Penderita diminta untuk menekuk lutut 90 derajat dan telapak
kaki mengarah ke bokong. Penderita diminta untuk
mendorong kea rah bokong sendi lutut. Nervus yang berperan
pada gerakan ini adalah nervus sciatic.

5) Dorso-fleksi Pergelangan Kaki


Minta penderita untuk mendorong pergelangan kaki kea rah
kranial. Saat pergelangan kaki membentuk sudut 90 derajat
pemeriksa memberikan tahanan pada punggung kaki
penderita. Persarafan yang berperan pada gerakan ini adalah
nervus peroneal profundus.
6) Plantar-fleksi Pergelangan Kaki
Penderita diminta mendorong telapak kaki kearah kaudal
melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. Nervus
yang mempersarafi gerakan plantar-fleksi pergelangan kaki
adalah nervus tibialis posterior.

7) Ekstensi Ibu Jari Kaki


Minta penderita untuk mendorong ibu jari kaki kearah kranial
melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. Gerakan ini
dipersarafi oleh nervus peroneal profundus.
8) Ekstensi Jari Kaki
Penderita diminta mendorong keatas kelima jari kaki
melawan tahanan yang diberikan oleh tangan pemeriksa.
Gerakan ini dipersarafi oleh nervus peroneal profundus

9) Inversi Pergelangan Kaki


Pergelangan kaki membentuk sudut 90 derajat dab minta
penderita untuk mendorong pergelangan kaki ke sisi dalam
(medial) dan melawan tahanan yang diberika oleh tangan
pemeriksa. Gerakan ini dipersarafi oleh nervus tibialis
posterior.

10) Eversi Pergelangan Kaki


Minta penderita untuk mendorong pergelangan kaki keluar
(lateral) dan melawan tahanan yang diberikan oleh tangan
pemeriksa. Gerakan ini dipersarafi oleh nervus peroneal
superfisialis.
3. Pemeriksaan Pada Sindrom Terowongan Carpal
1) Tanda Tinnel
Tanda ini sering digunakan untuk memprovokasi nervus
yang terjepit, khususnya pada jepitan N. Medianus seperti
sindrom terowongan karpal atau Carpal Tunnel Syndrome
(CTS).
Kedua lengan pasien supinasi, rileks di atas meja atau di
atas pangkuan. Pemeriksa mengetukkan kepala palu
refleks yang permukaannya lebih kecil pada permukaan
kulit di area terowongan karpal. Diperlukan pemahaman
anatomi letak terowongan karpal. Sensasi nyeri atau
kesemutan yang sesuai dengan persarafan N. Medianus
dan sesuai dengan keluhan sensorik yang dirasakan pasien
menandakan pemeriksaan hasil popitif, yaitu terdapat
jeratan pada N. Medianus di terowongan karpal. Tanda
Tinnel juga dapat ditemukan pada jeratan N. Medianus
proksimal, N. Peroneus di fibular neck dan sindrom
terowongan tarsal. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas
rendah dan dapat ditemukan pada individu normal.

Test Tinnel
2) Test Phalen
Selain pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada otot yang
dipersarafi N. Medianus (contoh M. Abduktor policis
brevis), pemeriksaan khusus tes Phalen sering digunakan
untuk menegakkan diagnosis jeratan N. Medianus di
terowongan karpal. Kedua telapak tangan pasien
menghadap ke bawah lalu difleksikan di depan dada
sementara punggung tan gan saling menghimpit. Tahan
manuver selama> 1 menit . Hasil positif berupa sensasi
nyeri atau kesemutan yang sesuai dengan persarafan N.
Medianus dan sesuai dengan keluhan sensorik yang
dirasakan pasien.

Test phalen

3) Reverse phalen
Seperti halnya tes Phalen, reverse Phalen test merupakan
tes provokasi jeratan pada N. Medianus di terowongan
karpal. Kedua telapak tangan pasien ditekuk hiperekstensi
di depan dada sementara kedua telapak tangan saling
menghimpit (seperti posisi tangan memberikan salam).
Pasien menahan posisi tersebut selama 1 menit. Hasil
positif berupa sensasi nyeri atau kesemutan yang sesuai
dengan persarafan N. Medianus dan sesuai dengan
keluhan sensorik yang dirasakan pasien
Test reverse phalen

4) Tanda Luthy
Tanda ini terbentuk karena adanya paresis abduksi otot-
otot yang dipersarafi N. Medianus. Pada pemeriksaan ini
dibutuhkan alat bantu botol atau tabung silinder berukuran
kurang lebih sama. Pasien diminta untuk melingkarkan
jari jempol dan jari telunjuk pada botol .
Buku-buku/lipatan kulit antara jari telunjuk dan jempol
yang tidak sempurna melingkari botol menandakan hasil
yang positif.

Tanda Luthy

5) Tanda Froment
Selain pemeriksaan sensorik, pemeriksaan ini membantu
membedakan jeratan pada N. Medianus atau N. UInaris
dengan cara memeriksa kekuatan motoriknya. Pasien
diminta untuk memegang kertas dengan cara
menjepitkannya di antara jempol dan telapak tangan.
Pemeriksa akan menarik kertas tersebut dan pasien
diminta untuk menahannya. Bila pasien tidak dapat
menahan kertas tersebut saat diraih/ ditarik pemeriksa,
maka hal ini menggambarkan kelemahan otot aduktor
policis yang
dipersarafi N. UInaris. Kadang terjadi juga hiperfleksi
pada bagian distal interphalangs ang menggambarkan
kompensasi dari M. Fleksor pollicis longus yang
dipersarafi N. Medianus.

Tanda Froment

6) Tanda Flick
Tanda Flick dilakukan dengan meminta pasien untuk
menjentikkan tangan atau menggerakkan jari-jari mereka.
Pemeriksaan ini dikatakan positif jika keluhan berkurang
atau hilang.

Tanda Flick
7) Tanda Wartenberg
Pada kelemahan N. UInaris, jari kelingking mengalami
kelemahan untuk fleksi karena kelemahan M. Interoseus
palmar IIl. Selain pemeriksaan kekuatan motorik otot
tersebut, tanda Wartenberg sering terlihat pada pasien
dengan jeratan N. Ulnaris Pasien diminta untuk meraih
benda yang berada di dalam kantung celananya. Jari
kelingking pasien sering tertinggal (di luar kantong) saat
tangan pasien meraih benda di dalam kantong celananya.
Hal ini menandakan adanya kelemahan akibat lesi N.
Ulnaris.

Tanda Wartenberg

4. Pemeriksaan Tarsal Tunnel Syndrome


Tarsal tunnel syndrome atau sindrom terowongan tarsal
merupakan kelainan distributif saraf tibialis atau neuralgia
saraf tibialis posterior atau salah satu dari dua cabangnya,
saraf plantar lateral atau medial akibat adanya kompresi pada
struktur terowongan tarasal yang merupakan ruangan
fibroosseous yang sempit berjalan di belakang dan inferior
malleolus medial. Terdapat struktur penting didalamnya yaitu
terdapat tendon tibialis posterior, fleksor digitorum longus
(flexor digitorum longus/FDL) dan otot fleksor hallucis
longus (flexor hallucis longus/FHL), arteri dan vena tibialis
posterior, serta saraf tibialis posterior (L4-S3). Adapun
struktus dari
medial ke lateral yaitu tendon tibialis posterior, tendon FDL,
arteri dan vena tibialis posterior, saraf tibialis posterior, dan
tendon FHL.

Sindrom terowongan tarsal dibagi menjadi etiologi intrinsik


dan ekstrinsik.
Penyebab ekstrinsik termasuk sepatu yang tidak pas, trauma,
kelainan anatomis-biomekanik (koalisi tarsal, valgus atau
varus hindfoot), jaringan parut pasca bedah, penyakit
sistemik, edema ekstremitas bawah umum, artropati inflamasi
sistemik, diabetes, dan jaringan parut pasca bedah.
Penyebab intrinsik termasuk tendinopati, tenosinovitis,
fibrosis perineural, osteofit, retinakulum hipertrofik, dan lesi
efek massa atau ruang-okupasi (pembesaran atau varises, kista
ganglion, lipoma, neoplasma, dan neuroma). Insufisiensi
arteri dapat menyebabkan iskemia saraf.
Umumnya penderita akan mengeluhkan nyeri akut di bagian
atas terowongan tarsal yang menjalar ke arkus dan plantar
kaki, mati rasa pada permukaan plantar, nyeri dan parestesia
di sepanjang distribusi saraf tibialis posterior, nyeri dengan
dorsofleksi dan eversi yang ekstrem, dan sensasi kesemutan
atau terbakar. Keluhan memberat pada malam hari, dengan
berjalan atau berdiri, atau setelah aktivitas fisik, dan biasanya
membaik dengan istirahat.
Gejala Tarsal Tunnel Syndrome
 Nyeri spontan atau nyeri dengan gerakan,
 Rasa sakit terbakar
 Tanda tinel
 Gangguan sensorik
 Atrofi atau kelemahan otot
 Pemeriksaan fisik Neurologi pada Tarsal tunel Sindrome

Pemeriksaan Tarsal Tunnel Syndrome


Tidak ada tes khusus untuk diagnosis sindrom terowongan
tarsal, dan diagnosis dibuat dengan riwayat terperinci dan
pemeriksaan klinis. Keluhan yang dominan adalah rasa sakit
langsung di atas terowongan tarsal yang menjalar ke
lengkungan dan kaki plantar. Pasien dengan sindrom
terowongan tarsal akan sering melaporkan rasa sakit
penembakan tajam di kaki, mati rasa pada permukaan plantar,
radiasi nyeri dan parestesia sepanjang distribusi saraf tibialis
posterior, nyeri dengan ekstrem dorsofleksi dan eversi, dan
kesemutan atau sensasi terbakar. Gejala-gejala ini dapat
melokalisasi ke pergelangan kaki medial atau permukaan
plantar kaki atau lebih samar, membuat diagnosis menjadi
sulit. Gejala mereka akan bervariasi tergantung pada apakah
seluruh saraf tibialis posterior dikompresi atau jika itu adalah
cabang plantar lateral atau medial. Gejala dapat memburuk di
malam hari, dengan berjalan atau berdiri, atau setelah
aktivitas fisik, dan biasanya membaik dengan istirahat.
Disesthesias dapat memburuk di malam hari, mengganggu
tidur. Pasien mungkin mencatat kelemahan pada otot-otot
kaki.
1) Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan adanya pes
planus, kaki pronasi, atau talipes equinovarus. Selain itu,
pada kasus kronis dapat ditemukan atrofi, kelemahan otot
kaki, dan kontraktur jari-jari kaki. Terdapat juga kelainan
pada gaya berjalan, seperti pronasi atau supinasi yang
berlebihan, inversi atau eversi kaki yang berlebihan, serta
antalgic gait akibat menghindari nyeri saat berjalan
2) Palpasi
Pada palpasi dapat ditemukan adanya pengurangan sensasi
plantar pada distribusi saraf plantar medial atau lateral.
Pada distribusi saraf plantar medial terdapat pengurangan
sensasi pada jari ke-1 sampai medial jari ke-4, sedangkan
distribusi saraf plantar lateral pada lateral jari ke-4 sampai
jari ke-5.
Sentuhan ringan dan diskriminasi dua titik harus
diuji. Pasien mungkin memiliki sensasi plantar berkurang
dalam distribusi saraf plantar medial atau lateral.
Kekuatan otot dan range of motion kaki harus dinilai.
Defisit kekuatan motoric biasanya dijumapi pada sindrom
terowongan tarsal yangn sudah lama.

3) Tes Tinel
Tes tinnel melibatkan ketukan / perkusi ringan di atas
terowongan tarsal berulang kali atau perkusi di bagian
belakang malleolus medialis. Perkusi dilakukan pada
pergelangan kaki bagian medial, dan kaki dalam posisi
dorsofleksi. Tinel sign positif jika parestesia (sensasi mati
rasa atau kesemutan yang menyebar) muncul saat
dilakukan perkusi nervus tibia posterior. Sensitivitas
rendah pada 25% hingga 75%; Spesifisitas adalah 70%
hingga 90%.
4) Tes dorsofleksi-eversi
Tes dilakukan dengan cara pergelangan kaki secara pasif
diposisikan dorsofleksi dan eversi, lalu dipertahankan
selama 10 detik. Gejala nyeri atau paresthesia yang
muncul merupakan tanda positif karena kompresi saraf
tibialis posterior pada posisi ini. Tes ini positif pada 82%
pasien dengan sindrom terowongan tarsal.
-

IV. Contoh Kasus:


Seorang pasien datang dengan keluhan lemah lengan dan tungkai
bawah

Anda mungkin juga menyukai