Anda di halaman 1dari 16

i

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Balita


Dosen Pengampu : Ramlah Milawati Ramli, S. Tr. Keb ., M. Keb
Tugas : Kelompok

KELAINAN KONGENITAL PADA BAYI BARU LAHIR

Oleh Kelompok 1:
Siskawati B2215401001
Dian rani B2215401008
Natasya Meylia Ededoi B2210401011
Intan laura anastasya B2215401013

PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS VOKASI


UNIVERSITAS KARYA PERSADA MUNA
2023
ii

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami tentang “Kelainan kongenital Pada Bayi Baru
Lahir”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan informasi bagi teman-teman dan dapat bermanfaat untuk
pengembangan pengetahuan bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Raha, 21 Desember 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Labioskizis Dan Labiopalastokizis........................................................3
B. Atresia Ani Dan Recti...........................................................................8
C. Hisprung ..............................................................................................9
D. Obstruksi Biliaris ................................................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................ 12
A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran..................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................13
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara spesifik prevalensi kejadian sumbing bibir dan langit-langit di
berbagai negara beragam. Hasil studi menunjukkan bahwa prevalesi global
dari sumbing bibir dan langit-langit adalah 0,992/ 1.000 kelahiran hidup. Di
negara-negara Asia angka kejadian kelainan ini juga berbeda-beda. Di
Filipina angka kejadian sumbing bibir antara 1/ 500 dan 1/ 625 kelahiran, di
Jepang angka Insidennya adalah 1,1 hingga 2,13 per 1.000 kelahiran dan
1,81 per 1.000 atau 1 dari 55 kelahiran di Korea Selatan. Sedangkan Di
Indonesia angka kejadian sumbing bibir dan langit-langit juga masih cukup
tinggi dengan jumlah kejadian mencapai 1.596 penderita.
Pada tahun 1886, Harold Hirschsprung menemukan penyakit ini untuk
pertama kalinya. Ia menyimpulkan bahwa penyakit Hirschsprung dapat
mengakibatkan nyeri abdomen dan konstipasi pada bayi atau anak-anak,
namun hal ini belum diketahui patofisiologinya secara pasti.
Hingga tahun1993, dimana Robertson dan Kermohan menyatakan
bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik di bagian distal akibat defisiensi sel ganglion pada organ
usus (colon) (Hidayat M, 2009).
Terdapat kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi
oleh riwayat atau latar belakang keluarga dari ibu. Angka kejadian penyakit
Hirschsprung, sekitar 1 di antara 4400 sampai 7000 kelahiran hidup, dengan
rata-rata 1:5000 kelahiran hidup (Lakshmi,2008).
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
makalah ini, yaitu:
1. Jelaskan apa itu labioskizis dan labiopalastokizis
2. Jelaskan apa itu atresia ani dan recti
3. Jelaskan apa itu hisprung
4. Jelaskan apa itu obstruksi biliaris

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk menjelaskan apa itu labioskizis dan labiopalastokizis
2. Untuk menjelaskan apa itu atresia ani dan recti
3. Untuk menjelaskan hisprung
4. Untuk menjelaskan obstruksi biliaris
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Labioskizis Dan Labiopalastokizis


1. Definisi
Labiopalatoskisis merupakan kongenital anomali yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005: 167).
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu.
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003).
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi
karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik
(Wong, Donna L. 2003).
Klasifikasi bibir sumbing:
a. Berdasarkan organ yang terlibat
1) Celah di bibir (labioskizis)
2) Celah di gusi (gnatoskizis)
3) Celah di langit (palatoskizis)
4) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misal terjadi di bibir
dan langit-langit (labiopalatoskizis)
b. Berdasarkan lengkap /tidaknya celah terbentuk
1) Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan
tidak memanjang hingga ke hidung.
2) Unilateral complete
4

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan


memanjang hingga ke hidung.
3) Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.

2. Etiologi
a. Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/
dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan
kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom
yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 )
dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi
Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13
pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap
selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan
otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui.
c. Kekurangan nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C
pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
d. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis
menyatu.
e. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
f. Mutasi genetic atau teratogen (Agen /faktor yang menimbulkan
cacat pada embrio).
5

g. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, contohnya


seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
h. Radiasi
i. Stress emosional
3. Patofisiologi
a. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan
atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
b. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses
nasal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama
kehamilan 6-8 minggu.
c. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada
masa kehamilan 7-12 minggu.
d. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu
masa kehamilan (Wong, 2003).
4. Komplikasi
Menurut Wong (2003) komplikasi yang dapat terjadi pada
labiopalatoskizis yaitu :
a. Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat
mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
b. Terjadinya otitis media
c. Aspirasi
d. Distress pernafasan
e. Resiko infeksi saluran nafas
f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media
rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
6

h. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan
khusus.
i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat
kecacatan dan jaringan paruh.

5. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2003) penanganan untuk bibir sumbing adalah
dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan,
dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada
saluran napas dan sistemik.
a. Perawatan
1) Menyusui oleh ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk
seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat
penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan
payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan
pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya
kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi,
karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.
2) Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju
bagian sisi atau belakang lidah bayi.
3) Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung
untuk menelan banyak udara.
b. Pengobatan
1) Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu
untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh
operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat
untuk operasi tersebut bervariasi.
7

2) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir


berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10 minggu, BB >
10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr /dl, leukosit > 10.000/ui
3) Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/
palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum
anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum
membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan
tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/
maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur
pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
4) Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah
pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.
5) Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki
“kerusakan horseshoe” yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur
seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi
menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih
baik.
6) Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-
langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan
struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaiki, dapat
mempengaruhi pola bicara secara permanen.
c. Peran bidan: memberi dukungan dan keyakinan ibu, menjelaskan
pada ibu yang terpenting untuk saat ini, adalah memberi bayi
cukup minum untuk memastikan pertumbuhan sampai operasi
dapat dilakukan. Apabila hanya labioskiziz dapat menganjurkan
ibu untuk tetap menyusui. Apabila kasus labiopalatoskizis
pemberian ASI peras untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Bila
masalah minum teratasi BB naik, rujuk bayi untuk operasi.
8

B. Atresia Ani Dan Recti


1. Definisi
Tidak adanya lubang tetap pada anus atau tidak komplit
perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya
secara abnormal.
Atresia ani merupakan salah satu kelainan kongenital yang terjadi
pada anak. Atresia ani (anus Imperforata) merupakan suatu keadaan
lubang anus tidak berlubang. Atresia berasal dari bahasa Yunani, yaitu
berarti tidak ada, dan trepsis yang artinya nutrisi atau makanan. Menurut
istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan yang normal (Rizema & Setiatava P, 2012).
2. Etiologi
Ketidaksempurnaan proses pemisahan septum anorektal.
3. Tanda dan Gejala
a. Selama 24-28 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah-
muntah dan tidak ada defekasi mekonium. Selain itu anus
tampak merah.
b. Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
c. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat
(hiperperistaltik) pada auskultasi.
d. Tidak ada lubang anus.
e. Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk
menentukan tingginya atresia.
f. Terkadang Tampak ileus obstruktif. Dapat Terjadi fistel. Pada
bayi perempuan sering terjadi fistel rektovaginal, sedangkan pada
bayi laki-laki sering terjadi fistel rektourinal (Vivian Nanny Lia
Dewi, 2011).
4. Penatalaksanaan
9

Penanganan secara preventif antara lain Kepada ibu hamil hingga


kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-
obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia
ani.
Pemeriksaan segera setelah bayi lahir yaitu:
a. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya
terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia
ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan
tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
b. Segera Rujuk RS untuk penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan Medis :
a. Letak rendah : fistelektomi di tempat yg lunak/ anus
b. Letak tinggi : colostomy
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus,
segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan
lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus
besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan
kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6
bulan atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau
enterokolitis, diberikan antibiotik (Setiyani, Astuti, dkk, 2016).

C. Hisprung
1. Definisi
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus,
dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus
secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit
Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot
pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak
dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya (Henna N, 2011).
10

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling


sering dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus
Hirschsprung terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa kasus baru
dapat terdiagnosis hingga usia remaja atau dewasa muda (Izadi M,
2007).
Suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion para simpatis
dari pleksuss messentrikus/ aurebach pada kolon bagian distal.
Hirschsprung terbagi dua yaitu:
a. Segmen pendek : dari anus sampai sigmoid
b. Segmen panjang : kelainan melebihi sigmoid bahkan dapat
mengenai seluruh kolon atau usus halus.
2. Penatalaksanaan
Hanya dengan operasi, atau biasanya pipa rektum (merupakan
tindakan sementara) dan dilakukan pembilasan dengan air garam
fisiologis (bila ada instruksi dokter), memberikan yang bergizi serta
mencegah terjadinya infeksi. Masalah utama yang terjadi gangguan
defekasi (obstipasi).

D. Obstruksi Biliaris
Obstruksi biliaris adalah kondisi tidak adanya saluran empedu dari luar
hati (ekstrahepatik). Saluran empedu ini berfungsi untuk mengeluarkan
empedu yang di produksi di hati menuju ke usus. Penyebab pasti
obstruksi billaris belum di ketahui, di perkirakan factor mutasi genetic
berperan. Penyebab di duga infeksi firus antara lain retrovirus tipe 3,
rotavirus, dan cytomegalovirus (CMV). Pada anak dengan atresia tipe
perinatal umunya lahir normal dan baru kemudian menjadi kuning 9
sekitar 2-8 minggu setelah lahir ).
Pada pemeriksaan fisik : hati teraba membesar dan mengeras, limpa
juga sering teraba membesar. Kadang dapat di temukan juga kelainan
11

bawaaan lainya; minsalnya bunyi dan letak jantung yang abnormal serta
jumlah limpa yang lebih dari satu. Pemeriksaan labolatorium di temukan
bilirubin yang tinggi pada urin dan rendah pada feces. USG abdomen
hanya dapat di deteksi pembesaran hati atau saluran empedu bagian
pangkal tanpa mendeteksi penyebab, sehingga hanya untuk
menyingkirkan penyebab icterus lain. Scanning ( hepatobiliary
stiscanning) berguna untuk melihat fungsi saluran empedu, sehingga
dapat mendeteksi adanya hambatan pada aliran enpedu.
Obstruksi billaris mutlak memerlukan pembedahan. Secara garis besar
Ada dua prosedur bedah yaitu:
1) Operasi kasai (hepatoportoenterostomy procedure) untuk
mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan
usus halus langsung dari hati, untuk menggantikan saluran
empedu,
2) Transaplatasi hati, hendak di lakukan sebelum anak berumur 2
tahun ( handayani, setiyani and sa’adab, 2018).
12

BAB lll
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Labioskizis, yang umum dikenal dalam masyarakat sebagai bibir
sumbing/celah bibir, dengan atau tanpa celah langit-langit/ palatum
(palatoskizis) adalah malformasi wajah yang umum di masyarakat, terjadi
hampir pada 1 dari 700 kelahiran di dunia.Pada populasi prenatal, banyak
janin dengan labiopalatoskizis dan palatoskizis memiliki kelainan kromosom
atau kelainan lain yang membuatnya tidak mampu bertahan hidup.
B. SARAN
Meskipun penulis menginginkan kesemprnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak kekurangan yang
perlu kami perbaiki. Hal ini di karenakan masih minimnya pengetahuan kami.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.
13

DAFTAR PUSTAKA

Intan Karlina. 2020. Faktor Penyebab Kejadian Kelainan Kongenital Pada


Bayi Berdasarkan Faktor Ibu Dan Lingkungan Di Rsup Dr Hasan
Sadikin Kota Bandung Tahun 2018.
Kristiantini Ni Kadek Pebri. 2020. Epidemiologi Penderita Celah Bibir Dan
Langit- Langit Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun
2016-2019.
Sunarti ayu, fardila elba dan astik umiyah dkk. 2022. asuhan neonatus bayi,
balita dan anak prasekolah. Padang : Sumatra barat
Wulandari Setyo Retno. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita Dan ANAK
Pra sekolah. Zahrir Publishing: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai