Anda di halaman 1dari 21

i

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi & Balita

Dosen Pengampuh : Ramlah Milawati Ramli S.Tr.Keb., M.Keb

Tugas : Makalah Kelompok

KELAINAN YANG LAZIM TERJADI PADA BAYI

Oleh :

Rezky Permata Sari B2215401009

Juati B2215401007

Suwinding B2215401004

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS KARYA PERSADA MUNA

2023
ii

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha


Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada Kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah kami tentang “Kelainan yang terjadi pada
Bayi”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa


makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini serta agar saya bisa membuat makalah yang
lebih baik lagi kedepannya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi


teman-teman dan dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan
bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Raha, 25 Juni 2023

Kelompok 3
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR .........................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................2
C. Tujuan......................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hidrosefalus.............................................................................3
B. Hipospadia...............................................................................6
C. Fimosis.................................................................................... 9
D. Kelainan Metabolik dan Endokrin..........................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................16
B. Saran.....................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA
iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di
negara maju maupun negara berkembang. Kelainan kongenital
pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau
dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang kadang suatu
kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada
waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah
kelahiran bayi.
Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-
kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan
fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru
lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital
ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih
kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukannya kelainan
kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila
ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Hal ini dikarenakan hanya sedikit pengetahuan yang kita miliki
tentang penyebab abnormalitas kongenital. Cacat pada gen tunggal
dan kelainan kromosom bertanggung jawab atas 10-20% dari total
kecacatan yang terjadi.
Sebagian kecil berkaitan pada infeksi intrauterin (misalnya
sitomegalovirus, rubella), lebih sedikit lagi disebabkan obat-obatan
teratogenik dan yang lebih sedikit lagi disebabkan radiasi ionisasi.
Sampai dengan 70% dari kelainan kongenital ternyata dapat
2

dicegah atau dapat diberikan perawatan yang bisa menyelamatkan


nyawa bayi atau mengurangi keparahan disabilitas yang mungkin
diderita dengan memberikan terapi yang tepat yaitu dengan
pembedahan. Sedangkan untuk pencegahan, khususnya dilakukan
sebelum terjadi pembuahan atau pada kehamilan usia dini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hidrosefalus pada bayi?
2. Apa yang Dimaksud dengan Fimosis pada bayi?
3. Apa yang dimaksud dengan Hipospadia pada bayi?
4. Apa yang dimaksud dengan Kelainan Metabolik dan
Endokrin pada bayi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Hidrosefalus pada bayi.
2. Untuk mengetahui tentang fimosis pada bayi
3. Untuk mengetahui tentang hipospadia pada bayi.
4. Untuk mengetahui tentang kelainan metabolic dan endokrin
pada bayi.
3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Hidrosefalus
1. Definisi Hidrosefalus
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro
yang berarti air, dan hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan
kanalis spinalis. cephalus yang berarti kepala. Secara umum
hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan
pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan
serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal
pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai
gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal. Hidrosefalus
merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat (Apriyanto, dkk. 2013).
2. Etiologi Hidrosefalus
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal.
(Apriyanto, dkk. 2013)
a. Penyebab prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah
mengalami hal ini sejak lahir atau segera setelah lahir.
Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis akuaduktus
sylvii, malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly,
Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari. Selain itu,
terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi.
Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan
faktor genetik.
4

Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus


pada bayi baru lahir. yang baru lahir dengan hidrosefalus.
Malformasi ini mengakibatkan hubungan antara ruang
subarakhnoid dan dilatasi ventrikel menjadi tidak adekuat,
sehingga terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi
lainnya adalah Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini
menyebabkan herniasi vermis serebelum, batang otak, dan
ventrikel disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir
dijumpai di semua kasus myelomeningokel meskipun tidak
semuanya berkembang.
b. Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus
hidrosefalus, kista arakhnoid dan kista neuroepitelial
merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga
merupakan penyabab yang cukup sering terjadi.
3. Klasifikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
Kongenital Stenosis akuaduktus Kista Dandy Walker Benign
intracranial cysts (seperti kista arachnoid) Malformasi vaskular
(seperti aneurisma vena Galen)
Didapat
Tumor (seperti ventrikel, regio pineal, fossa posterior) Lessi
massa lainnya (seperti giant aneurysms, abses) Ventricular
scarring
b. Hidrosefalus komunikans
Kongenital
Malformasi Arnold Chiari (tipe II, jarang pada type I)
Ensefalokel Deformitas basis kranii.
Didapat
5

Infeksi (intrauterin misalnya CMV, toxoplasma, post bacterial


meningitis) Perdarahan (IVH pada infan, sub-arachnoid
haemorrhage) hipertensi vena (seperti trombosis sinus
venosaarterio±venous shunts) Meningeal carcinomatosis
Sekresi berlebihan CSF (papiloma pleksus koroidalis)
4. Penatalaksanaan
a. Terapi sementara
Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk
mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100
mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya
bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka
waktu yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan
metabolik.
Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus
ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi
ventrikular posthemoragik pada anak. Pada pasien yang
berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat dilakukan
pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal
dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt
yang dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal memiliki
risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi. Cara lain yang mirip
dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang
dapat dilakukan berulang kali.
b. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk
membuat saluran baru Lantara aliran likuor (ventrikel atau
lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum,
atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi
menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi
sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24
6

bulan yang dapat merusak intelektual bahkan


menyebabkan kematian.

c. Endoscopic third ventriculostomy


Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV)
semakin sering digunakan di masa sekarang dan
merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta
diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus,
tumor ventrikel posterior, infark serebral, malformasi Dandy
Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi
Arnold Chiari tipe hematoma intraventrikel,
myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan
kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada kasus block
shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV
menurun pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan
pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik,
pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan
dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik
dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini (Apriyanto,
dkk. 2013).
B. Hipospadia
1. Definisi Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering
ditemukan pada anak laki-laki. Kata hipospadia berasal dari bahasa
Yunani yaitu Hypo, yang berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti
lubang. Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara
urethra yang terletak di ventral atau proximal dari lokasi yang
seharusnya. Kelainan ini terbentuk pada masa embrional karena
adanya defek pada masa perkembangan alat kelamin dan sering
7

dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer ataupun


gangguan aktivitas seksual saat dewasa.
Hipospadia merupakan kelainan kongenital berupa adanya
muara urethra yang terletak proximal dibandingkan lokasi yang
seharusnya. Kelainan ini terjadi ketika masa embrio dan
dipengaruhi berbagai keadaan. Hipospadia patut di waspadai
dewasa ini karena perkembangan prevalensinya di beberapa
negara yang cukup pesat tanpa diketahui penyebabnya (Krisna,
Daniel Mahendra, dkk. 2017).
2. Etiologi & Faktor Resiko Hipospadia
Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun
belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa
penelitian mengemukakan semakin berat derajat hipospadia,
semakin besar terdapat kelainan yang mendasari. Beberapa
kemungkinan dikemukakan oleh para ahli mengenai etiologi
hipospadia. Adanya defek pada produksi testosterone oleh testis
dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke
dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun
penurunan ikatan antara dihidros testoteron dengan reseptor
androgen dapat menyebabkan hipospadia. Adanya paparan
estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan dicurigai
dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia. Lingkungan yang
tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan pada pestisida
di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan obat-
obatan. Namun beberapa penelitian mengemukakan bahwa pil
kontrasepsi tidak menimbulkan hipospadia. Beberapa penelitian
menemukan bahwa ibu hamil yang terpapar diethylstilbestrol
meningkatkan resiko terjadinya hipospadia. Klip et al melakukan
penelitain pada anak laki-laki, pada 205 ibu muda yang terpapar
diethylstilbestrolditemukan kasus hipospadia.Sedangkan pada
8

8.729 kelahiran yang tidak terpapar diethylstilbestrol hanya


ditemukan 8 kasus.
Pada Ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan
terjadi peningkatan resiko terjadinya hipospadia. Hal ini dapat
disebabkan adanya kandungan yang tinggi dari fitoestrogen pada
sayuran. Respon Activating Transcription Factor (ATF3) terhadap
aktivitas antiandrogen terbukti berperan penting terhadap kelainan
hipospadia. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsy seperti asam valproat juga diduga meningkatkan resiko
hipospadia.
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-
cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF)
memiliki insidensi yang tinggi pada hipospadia. Intra uterine growth
retardation, berat bayi lahir rendah, bayi kembar, turunan
hipospadia juga merupakan faktor resiko hipospadia yang dapat
dikendalikan semasa kehamilan. 3,22,23 Chong et al tidak
menemukan adanya korelasi antara kelahiran prematur dengan
hipospadia.
Beberapa kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
hipospadia adalah kelainan kromosom dan ambigu genitalia seperti
hermafrodit maupun pseudohermafrodit. (Krisna, Daniel Mahendra,
dkk. 2017).
3. Klasifikasi Hipospadia
Klasfikasi hipospadia terbagi berdasarkan lokasinya.
Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Duckett
yang membagi hipospadia menjadi 3 lokasi, yaitu
a. Anterior (Glandular, coronal, dan distal penile)
b. Middle (midshaft dan Proximal penile) dan
c. posterior (Penoscrotal, scrotal, dan perineal).
9

Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif


tergantung dari ahli bedah masingmasing. Beberapa ahli membagi
menjadi:

a. Mild hypospadia/ Grade yaitu muara urethra dekat dengan


lokasi normal dan berada pada ujung tengah glans (glanular,
coronal, subcoronal)
b. Moderate hypospadia/ Grade muara urethra berada ditengah-
tengah lokasi normal dan scrotal (Distal penile,Midshaft)
Severe hypospadia/ Grade 3&4, yaitu muara urethra berada jauh
dari lokasi yang seharusnya (Perineal, Scrotal, Penoscrotal).
(Krisna, Daniel Mahendra, dkk. 2017).

C. Fimosis
1. Definisi Fimosis
Fimosis yaitu kondisi dimana preputium atau kulit penis
melekat pada gland penis atau kepala penis. Hal ini menyebabkan
terjadinya sumbatan pada uretra (lubang saluran kemih) yang
mengakibatkan bayi atau anak mengalami nyeri maupun kesulitan
saat berkemih. Dengan kata lain, fimosis yaitu kondisi dimana kulit
preputium tidak dapat diretraksi kearah belakang gland
penis.Kusuma,Diaz Capriani Randa, dkk, 2022)
10

2. Penyebab Fimosis
Penyebab fimosis secara pasti belum diketahui, fimosis
merupakan kelainan kongenital yang terjadi sejak kelahiran.
Dimana secara anatomis, kulit prepitium bayi melekat pada gland
penis (Kusuma, Diaz Capriani Randa, dkk, 2022)
Fimosis patologis
Phimosis yang terjadi karena jaringan parut, infeksi, atau
peradangan. Retraksi kulup yang kuat dapat menyebabkan
perdarahan, jaringan parut, dan trauma psikologis bagi anak dan
orang tua. Jika ada balon kulup saat buang air kecil, kesulitan
buang air kecil, atau infeksi, maka pengobatan harus segera
dilakukan. Menurut IDAI, jika terjadi infeksi saluran kemih, perlu
dilakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya fimosis.
(Kusuma, Diaz Capriani Randa, dkk 2022)
3. Tanda Gejala Fimosis
Tanda gejala yang timbul dalam kasus fimosis bervariasi,
tergantung sejauh mana kelekatan antara preputium dengan glan
penis. Adapun beberapa gejala yang sering timbul pada bayi atau
anak dengan fimosis yaitu sebagai berikut: (Kusuma, Diaz
Capriani Randa, dkk 2022)
a. Bayi atau anak merasa sulit berkemih, dimana terkadang anak
atau bayi mengedan atau mengerang saat akan berkemih
b. Bayi atau anak menjadi sering menangis sebelum urin keluar
c. Kulit peputium menggembung saat anak atau bayi berkemih,
kondisi ini biasa disebut ballooning
11

d. Kulit preputium bayi melekat erat pada bagian gland penis


4. Peran Bidan dalam Penanganan Fimosis
Sebagai tenaga kesehatan, dalam kasus fimosis peran bidan
adalah sebagai berikut:

Lakukan observasi dan edukasi kepada ibu dan keluarga, bahwa


bayi baru lahir harus sudah berkemih dalam 24 jam setelah
kelahiran. Selanjutnya bayi akan BAK 5-6 kali dalam sehari, warna
urin jernih tidak berwarna pekat. Waspada jika bayi mengeluarkan
urin bercampur darah.

a. Lakukan edukasi kepada ibu dan keluarga, khususnya kepada


ibu yang melahirkan bayi laki-laki, bahwa pada saat
memandikan, terutama pada bayi yang kemungkinan fimosisi
untuk mendorong preputium kebelakang dan membersihkan
ujung penis dengan air dan kapas DTT.
b. Bila diperoleh data bahwa fimosis yang terjadi menghambat
keluarnya air seni, maka rujuk ke dokter untuk diberikan
tindakan berikutnya.
c. Setelah tindakan sirkumsisi oleh dokter, berikan edukasi cara
merawat luka pasca khitan, untuk mencegah timbulnya infeksi.
Misalnya mengoles antibiotik sesuai anjuran dokter, menjaga
kebersihan luka terutama setelah berkemih jangan sampai
lembab.(Kusuma, Diaz Capriani Randa, dkk 2022)
D. Kelainan Metabolik dan Endokrin
1. Kelainan Metabolik
Semua bayi atau anak harapannya akan dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Hal ini dapat tercapai jika bayi
atau anak tersebut memiliki metabolisme tubuh yang baik
juga. Akan tetapi, pada beberapa kondisi dapat terjadi
kelainan atau gangguan metabolisme yang dapat
mengganggu proses tumbuh kembang optimal. Gangguan
12

metabolisme ini dapat meliputi gangguan metabolisme


karbohidrat, protein, maupun lemak. (Kusuma, Diaz Capriani
Randa, dkk 2022)
a. Gangguan Metabolik Karbohidrat
Beberapa gangguan metabolik karbohidrat yang dapat
terjadi berupa:
1) Galaktosemia
Galaktosemia yaitu penyakit akibat kadar galaktosa
dalam darah tinggi akibat tidak adanya enzim untuk
mencerna galaktosa menjadi energi. Galaktosa banyak
terkandung dalam produk susu olahan susu lainnya.
Penyakit ini diturunkan secara gen resesif (Behrman,
Kliegman and Arvin, 1999).
2) Intoleransi fruktosa herediter
Intoleransi fruktosa herediter adalah kelainan genetik
yang disebabkan kekurangan enzim untuk mencerna
fruktosa (Tando, 2016). Fruktosa banyak terdapat
dalam buah-buahan sehingga sering disebut gula buah.
Fruktosa sering digunakan sebagai pemanis makanan
atau minuman, juga banyak terdapat dalam kue atau
roti manis dan minuman kemasan.
3) Penyakit Penyimpanan Glikogen (PPG)
PPG adalah penyakit kelainan genetik akibat
ketidakmampuan tubuh mengolah glikogen, baik dalam
pembentukannya dari glukosa, maupun pemecahan
glikogen menjadi glukosa (Haws, 2007). Penyebab
PPG adalah kekurangan enzim yang berfungsi
membentuk maupun memecah glikogen sehingga
mengakibatkan penumpukan atau kekurangan glikogen
dalam jaringan tubuh.
13

b. Gangguan Metabolik Protein


Gangguan metabolik protein yang sering terjadi adalah:
1) Fenilketonuria
Fenilketonuria atau PKU yaitu penyakit atau kelainan
yangbersifat resesif autosomal yang meningkatkan kadar
fenilalanin dalam darah (Tando, 2016). Fenilalanin adalah
sejenis protein (asam amino) yang dapat ditemukan di
semua protein dan beberapa pemanis buatan.
2) Maple syrup urine disease (MSUD)
MSUD adalah penyakit kelainan genetik resesif berupa
gangguan metabolisme asam amino leusin, isoleusin,
dan valin karena kekurangan enzim rantai bercabang.
Penyakit ini mengakibatkan urin berbau seperti sirup
maple (Behrman, Kliegman and Arvin, 1999). MSUD
disebabkan oleh kekurangan enzim rantai bercabang
alpha-keto acid dehydrogenase kompleks.
3) Alkaptonuria
Alkaptonuria adalah suatu penyakit atau kelainan yang
menyebabkan urine menjadi berwarna hitam (Behrman,
Kliegman and Arvin, 1999). Alkaptonuria disebabkan oleh
kekurangan enzim HGD (homogentisate dioxygenase)
yang menyebabkan terganggunya penguraian asam
homogentisat. Penyakit ini diturunkan secara resesif
autosomal
c. Gangguan Metabolik Lemak
Beberapa penyakit akibat gangguan metabolisme lemak
sebagai berikut:
1) Penyakit Gaucher
Penyakit Gaucher merupakan kelainan métabolisme
sehingga terjadi penumpukan lemak berupa glikolipid
pada organ yang terkena terutama hati, limpa, tulang,
14

dan sumsum tulang. Penyakit ini diturunkan secara


genetik yang disebabkan oleh kekurangan enzim
glukoserebrosidase.
2) Penyakit Tay-Sachs
Penyakit Tay-Sachs adalah penyakit kelainan genetik
karena defisiensi enzim yang memecah lemak yang
berakibat kerusakan pada sistem saraf pusat. Penyebab
penyakit ini karena kekurangan heksosaminidase A yang
berfungsi memecah lemak di tempat penyimpanannya.
Akibatnya terjadi penumpukan lemak yang dapat
merusak organ, misalnya otak, sumsum tulang belakang

2. Kelainan Endokrin
Kelenjar endokrin merupakan salah satu kelenjar vital yang
ada di dalam tubuh manusia. Dalam keadaan normal, kelenjar ini
bertugas menghasilkan hormon dengan jumlah dan jenis yang
sesuai untuk mengendalikan berbagai kegiatan tubuh manusia.
Pada kondisi tertentu, tubuh dapat mengalami kelebihan atau
kekurangan produksi hormon yang akan mengganggu fungsi
atau sistem dalam tubuh. Pada bayi atau anak, kondisi kelainan
hormone yang dapat terjadi sebagai berikut: (Kusuma, Diaz
Capriani Randa, dkk 2022)
a. Hipotiroidisme kongenital
Hipotiroidisme kongenital adalah kelainan akibat defisiensi
hormon tiroid yang diderita sejak bayi lahir. Hormon tiroid
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang dipengaruhi kerjanya oleh
hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang dihasilkan
kelenjar pituitari (hipofisis). Hormon tiroid bertugas mengatur
produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan tulang,
saraf, serta pertumbuhan dan perkembangan otak
15

(Behrman, Kliegman and Arvin, 2000) (Bernstein and Shelov,


2016).
Penyakit ini disebabkan oleh defisiensi tiroid akibat
tidak terbentuknya kelenjar tiroid (atiroidisme), hipotrofi
kelenjar tiroid, kelebihan atau kekurangan sintesis tiroid pada
ibu saat hamil (Tando, 2016). Kekurangan hormon tiroid
pada bayi dan masa awal kehidupan, dapat menyebabkan
hambatan pertumbuhan dan retardasi mental (Yati, Utari and
Tridjaja, 2017).
b. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme adalah kondisi atau penyakit yang
disebabkan oleh kelebihan pembentukan hormon tiroid
(hipersekresi) oleh kelenjar tiroid (Behrman, Kliegman and
Arvin, 2000). Penyebab hipertiroidisme, diantaranya
(Bernstein and Shelov, 2016): penyakit Graves (paling
sering pada bayi dan anak),peradangan pada kelenjar tiroid,
tumor pada kelenjar tiroid atau hipofisis, kanker tiroid,
konsumsi obat yang mengandung iodium tinggi, banyak
konsumsi makanan yang mengandung tinggi iodium.
c. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu kondisi dimana terjadi
gangguan metabolisme air akibatnya ginjal menghasilkan
urin lebih banyak dibandingkan dengan keadaan yang
seharusnya. Penyakit ini jarang ditemukan. (Bernstein,
2016). Diabetes insipidus terjadi akibat kelainan lobus
posterior kelenjar hipofisis sehingga terjadi defisiensi
hormon antidiuretic (ADH) atau gagalnya ginjal terhadap
rangsangan AVP. (Bernstein and Shelov, 2016).
d. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kurangnya produksi insulin, gangguan kerja insulin,
16

atau keduanya dan berakibat pada peningkatan kadar gula


dalam darah (Behrman, Kliegman and Arvin, 2000).
Terdapat 2 tipe penyakit ini. DM tipe 1 terjadi karena
penurunan atau tidak adanya produksi insulin akibat
kerusakan sel-sel beta pankreas. Berbeda dengan tipe 1,
DM tipe 2 terjadi karena resistensi insulin (insulin jumlahnya
normal, namun tidak berfungsi dengan baik). DM tipe 1 lebih
sering diderita bayi dan anak. Namun, seiring
perkembangan, terjadi peningkatan kasus DM tipe 2 pada
anak, terutama yang memiliki faktor risiko keturunan dalam
keluarga, obesitas. dan gaya hidup yang tidak sehat (kurang
aktivitas fisik, kebiasaan makan manis) (Bernstein and
Shelov, 2016).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat
kelebihan cairan serebrospinal pada sistem saraf pusat.
Hipospadia merupakan kelainan kongenital berupa adanya
muara urethra yang terletak proximal dibandingkan lokasi yang
seharusnya. Kelainan ini terjadi ketika masa embrio dan
dipengaruhi berbagai keadaan.
Fimosis yaitu kondisi dimana preputium atau kulit penis
melekat pada gland penis atau kepala penis. Hal ini menyebabkan
terjadinya sumbatan pada uretra (lubang saluran kemih) yang
mengakibatkan bayi atau anak mengalami nyeri maupun kesulitan
saat berkemih.
Gangguan metabolisme ini dapat meliputi gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, maupun lemak. Dalam keadaan
normal, kelenjar ini bertugas menghasilkan hormon dengan jumlah
dan jenis yang sesuai untuk mengendalikan berbagai kegiatan
17

tubuh manusia. Pada kondisi tertentu, tubuh dapat mengalami


kelebihan atau kekurangan produksi hormon yang akan
mengganggu fungsi atau sistem dalam tubuh.
B. Saran
Sebagai mahasiswi kebidanan, kita wajib mampu
mengetahui pengetahuan Asuhan pada neonatus dengan masalah
yang lazim ya terjadi agar dapat memberikan pelayanan dengan
baik dan sesuai dengan prosedur cara kerja agar klien dapat
merasa nyaman ketika kita memberikan pelayanaan.
Kami meyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kami membutuhkan saran yang membangun bagi
pembaca agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, dkk. 2013. Hidrosefalus pada Anak. JMJ. Vol.1 No. 1. Jambi:
RSUD Maden Mattaher. Hal: 61-67.

Krisna, Daniel Mahendra, dkk. 2017. Hipospadia: Bagaimana


Karakteristiknya di Indonesia. Jurnal Berkah Ilmiah Kedokteran
Duta Wacana. Vol. 2 No. 2. Mataram: Universitas Kristen. Hal:
325:333.

Kusuma, Diaz Capriani Randa, dkk (2022). Asuhan Kebidanan Bayi Baru
Lahir dengan Kelainan Bawaan. Padang: PT Global Eksekutif
Teknologi.

Anda mungkin juga menyukai