Anda di halaman 1dari 35

BAB III

TEORI DASAR

Hydraulic Fracturing adalah kegiatan stimulasi sumur yang biasanya

dilakukan terutama pada formasi yang memiliki permeabilitas yang rendah atau

skin positif yang besar, dengan cara menginjeksikan fluida perekah dengan tekanan

yang tinggi di atas stress horizontal minimum / tekanan rekah formasinya sehingga

akan membentuk fract / rekahan, kemudian agar rekahan yang telah terbentuk tidak

menutup kembali maka perlu diinjeksikan proppant.

Proppant yang digunakan harus dapat menahan agar rekahan tidak menutup

kembali, oleh karena itu diperlukan proppant yang memiliki permeabilitas yang

besar dan kekuatan yang cukup baik agar tidak mudah hancur ketika mendapat

tekanan dan temperatur tinggi.

Gambar 3.1

Hasil Geometry Fracture Pada Hydraulic Fracturing

(Heriot-Watt University, 2010 5)

10

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
11

3.1 Karakteristik Batuan Reservoir

Batuan Reservoir adalah batuan yang merupakan tempat terakumulasinya

fluida Hydrocarbon (gas, minyak, dan air). Pada umumnya batuan reservoir terdiri

dari batuan sedimen di antaranya batu pasir, batuan karbonat, dan shale atau

terkadang dapat ditemukan pada batuan vulkanik.

Adapun yang dimaksud dengan karakteristik batuan reservoir adalah ilmu

yang mempelajari tentang sifat fisik batuan reservoir dan hubungannya dengan

fluida yang ada terkandung di dalamnya. Setiap batuan reservoir mempunyai sifat

fisik yang berbeda. Hal ini tergantung dari waktu dan proses pembentukan batuan

tersebut. Berikut merupakan sifat-sifat fisik yang ada diantaranya: porositas,

permeabilitas, saturasi, dan tekanan kapiler.

3.1.1 Porositas

Porositas adalah perbandingan antara volume ruang yang kosong (pori)

dalam batuan terhadap volume total batuan (volume bulk).

𝑉𝑝
𝜙= × 100% ...................................................................................... (3.1)
𝑉𝑏

𝑉𝑏 −𝑉𝑔
𝜙= × 100% ................................................................................. (3.2)
𝑉𝑏

Keterangan:

𝜙 = Porositas, Fraksi

𝑉𝑏 = Volume Bulk, cm3

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
12

𝑉𝑔 = Volume Grain, cm3

𝑉𝑝 = Volume Pori, cm3

Porositas batuan reservoir bedasarkan hubungan antar porinya dapat

diklasifikasikan menjadi dua:

a. Porositas Absolut

Perbandingan antara volume pori total terhadap volume total batuan

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙


𝜙 = × 100% ........................................................... (3.3)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

b. Porositas Efektif

Perbandingan antara volume pori yang saling berhubungan terhadap volume

total batuan

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛


𝜙 = × 100% ............................................. (3.4)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Gambar 3.2

Porositas Efektif (Heriot-Watt University, 2010 5)

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
13

Selain itu menurut proses terjadinya, porositas dapat diklasifikasikan

menjadi dua yaitu:

a. Porositas Primer

Porositas batuan yang terbentuk pada saat batuan tersebut terendapkan.

b. Porositas Sekunder

Porositas batuan yang terbentuk setelah batuan tersebut terendapkan,

karena adanya proses pelarutan, rekristalisasi, retakan, dan rekahan.

3.1.2 Permeabilitas

Permeabiltas adalah kemampuan media berporous untuk dapat mengalirkan

fluida karena adanya perbedaan tekanan. Notasi dari permeabilitas adalah k. Secara

kuantitatif besarnya permeabilitas suatu batuan ditentukan berdasarkan rumus

Darcy (untuk aliran laminar dan viscous). Darcy menyatakan bahwa kecepatan alir

melewati suatu media berporous berbanding lurus dengan perbedaan tekanan dan

kecepatan alir berbanding terbalik dengan viskositasnya.

𝑞 𝐴 ∆𝑝
𝑘 = ................................................................................................ (3.5)
µ ∆𝑙

Keterangan:

k = Permeabilitas, darcy

q = Laju Alir, cc/sekon

A = Luas Permukaan, cm2

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
14

µ = Viscositas fluida, centipoise

∆𝑝
= Penurunan tekanan persatuan panjang, atm/cm
∆𝑙

Pada umumnya di dalam reservoir dapat terkandung berbagai macam fluida

(minyak, air, dan gas), sehingga fluida yang mengalir mungkin dapat berupa satu

fasa atau bahkan dua fasa secara bersamaan. Dari kondisi inilah maka dapat dikenal

bermacam-macam permeabilitas yang pada umumnya terdiri dari permeabilitas

absolut, permeabilitas efektif, dan perneabilitas relatif, selanjutnya akan dibahas

lebih mendalam mengenai berbagai macam permeabilitas tersebut

a. Permeabilitas Absolut (k)

Permeabilitas batuan apabila fluida yang mengalir dalam batuan

tersebut hanya satu macam fluida (gas, minyak, atau air)

b. Permeabilitas Efektif (𝑘𝑜 , 𝑘𝑤 , 𝑘𝑔 )

Permeabilitas batuan apabila fluida yang mengalir dalam batuan

tersebut lebih dari satu macam fluida

c. Permeabilitas Relatif (𝑘𝑟𝑜 , 𝑘𝑟𝑤 , 𝑘𝑟𝑔 )

Perbandingan antara permeabilitas efektif terhadap permeabilitas

absolutnya.

𝑘𝑜
𝑘𝑟𝑜 = ........................................................................................ (3.6)
𝑘

𝑘𝑤
𝑘𝑟𝑤 = ...................................................................................... (3.7)
𝑘

𝑘𝑔
𝑘𝑟𝑔 = ....................................................................................... (3.8)
𝑘

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
15

Berikut merupakan klasifikasi jenis permeabilitas batuan reservoir dimulai

dari permeabilitas dengan tingkat tight sampai dengan permeabilitas pada tingkat

sangat baik.

Tabel 3.1

Klasifikasi Permeabilitas Batuan Reservoir

Permeability Measurement (md) Klasifikasi

>1000 Sangat Baik

100-1000 Baik

10-100 Fair

<10 Tight

3.1.3 Saturasi

Saturasi fluida adalah perbandingan antara volume batuan berpori yang

ditempati oleh fluida tertentu dengan volume pori total batuan.

Saturasi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

a. Saturasi Minyak (𝑆𝑜 )

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘


𝑆𝑜 = ................................................. (3.9)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

b. Saturasi Gas (𝑆𝑔 )

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑎𝑠


𝑆𝑔 = ...................................................... (3.10)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
16

c. Saturasi Air (𝑆𝑤 )

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑖𝑟


𝑆𝑤 = ...................................................... (3.11)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Bedasarkan kondisi tekanan reservoir, total saturasi fluida didalam reservoir

dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:

a. Kondisi reservoir undersaturated (𝑃𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 > 𝑃𝐵𝑢𝑏𝑏𝑙𝑒 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡 )

Terdapat satu fasa yaitu liquid yang terdiri dari minyak dan air

𝑆𝑤 + 𝑆𝑜 = 1

b. Kondisi reservoir saturated (𝑃𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 < 𝑃𝐵𝑢𝑏𝑏𝑙𝑒 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡 )

Terdapat dua fasa yaitu liquid dan gas yang terdiri dari minyak, air, dan gas

𝑆𝑤 + 𝑆𝑜 + 𝑆𝑔 = 1

Faktor-faktor yang mempengaruhi Saturasi fluida Hydrocarbon dalam

reservoir adalah ukuran dan distribusi pori, ketinggian diatas water level (karena

adanya adhesi dan tekanan kapiler), dan sifat kebasahan batuan (wettability)

3.1.4 Kompresibilitas

Pada reservoir di kedalaman formasi tertentu terdapat dua gaya yang

berkerja padanya yaitu:

1. Gaya akibat beban batuan yang terdapat di atasnya (overburden

pressure)

2. Gaya yang timbul akibat adanya fluida yang terkandung di dalam pori

batuan

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
17

Pada keadaan static, kedua gaya tersebut berada dalam keadaan yang

setimbang. Bila tekanan reservoir berkurang karena adanya pengurasaan fluida,

maka kesetimbangan kedua gaya ini terganggu akibat adanya penyesuaian dalam

bentuk volume pori batuan.

3.2 Mekanika Batuan

Pada proses perekahan hidrolik, hasil rekahan yang terbentuk sangat

bergantung pada mekanika batuan yang terdapat pada reservoir tersebut. Mekanika

batuan secara umum dapat meliputi: Stress dan Strain, Modulus young, Poisson

Ratio, dan Modulus Bulk.

3.2.1 Stress dan Strain

Stress dan Strain adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena keduanya

saling berkaitan satu dengan lainnya. Stress adalah tekanan yang diterima oleh

batuan reservoir dari berbagai arah, khususnya Overburden Pressure (Stress

Vertical), Horizontal Maximum Stress, dan Horizontal Minimum Stress. Dengan

adanya tekanan yang dialami oleh batuan tersebut, perubahan bentuk mungkin

terjadi. Perubahan panjang ataupun bentuk yang dialami oleh batuan disebut juga

strain. Strain terjadi karena adanya Stress.

Stress yang dialami suatu batuan sangat menentukan arah pembentukan

rekahan, karena rekahan yang sengaja dibentuk pada aplikasi Hydraulic Fracturing

ini akan tegak lurus dengan stress terkecil dari stress vertical, stress horizontal

maximum, dan stress horizontal minimum.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
18

Berikut merupakan hubungan antara stress, strain, dan juga terhadap efek

hasil rekahan yang dihasilkan pada suatu batuan.

Gambar 3.3

Efek Stress Dan Strain Terhadap Hasil Rekahan (Economides, 2013 2)

3.2.2 Modulus Young

Modulus Young didefinisikan sebagai ukuran kekakuan suatu batuan

formasi/struktur yang masih dalam keadaan elastis jika mengalami tekanan.

Modulus Young dapat dinyatakan sebagai kemiringan atau slope antara stress dan

strain. Besaran Modulus Young bervariasi tergantung dari jenis batuan, porositas,

dan ukuran partikel yang terendapkan pada suatu formasi. Modulus Young akan

lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar

dengan arah perlapisan. Modulus Young merupakan salah satu faktor penting yang

harus diperhatikan dalam pembentukan hasil rekahan di baruan reservoir.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
19

Berikut merupakan besaran Modulus Young dari setiap jenis batuan formasi

yang sering ditemukan

Tabel 3.2

Besaran Modulus Young Setiap Jenis Batuan

Modulus Young Rata-


Modulus Young
Jenis Batuan Rata
(psi / 106 )
(psi / 106 )
Limestone / Dolomite 8-13 10.5
Hard Sandstone 5-7.5 6.25
Medium Sandstone 2-4 3
Porous, Unconsolidated
0.15-1.5 1
Sandstone

3.2.3 Poisson’s Ratio

Poisson Ratio adalah perbandingan antara strain pada arah lateral dengan

strain pada arah axial. Poisson Ratio menunjukkan adanya pemanjangan ke arah

lateral akibat adanya stress dengan arah axial.

Sampel batuan yang berbentuk silinder dengan panjang L dan jari-jari R,

akan ditekan dengan gaya berkekuatan F, karena tekanan tersebut maka panjang

sampel akan memendek dan jari-jarinya akan melebar. Jika perubahan panjangnya

adalah dL dan perubahan jari-jarinya adalah dR, maka besaran Poisson Ratio adalah

dR/dL.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
20

3.2.4 Modulus Bulk

Modulus Bulk adalah kecenderungan suatu benda untuk berubah bentuk ke

segala arah ketika diberi stress seragam ke segala arah, didefinisikan sebagai

perbandingan antara stress volumetrik terhadap strain volumetrik. Modulus Bulk

merupakan kebalikan dari kompresibilitas dan juga merupakan perpanjangan dari

modulus young pada tiga dimensi.

F /A
K= ..................................................................................... (3.12)
∆V /Volume

3.3 Skin

Skin adalah suatu besaran yang menunjukkan ada atau tidaknya kerusakan

di sekitar lubang sumur sebagai akibat dari operasi pemboran, komplesi, maupun

produksi.

Nilai-nilai pada skin dapat terbagi menjadi 3 jenis yaitu:

 skin ( + ) : terdapat kerusakan formasi pada zona produktif

 skin ( - ) : akibat dilakukannya kegiatan stimulasi

 skin ( 0 ) : tidak terdapat skin

Penyebab terjadinya kerusakan formasi / skin ( + ) yaitu

a. Operasi Pemboran

Adanya intrusi filtrate lumpur pemboran ke dalam zona produktif /

lapisan permeable sehingga filtrate lumpur tersebut akan bersentuhan

dengan mineral clay yang biasanya sering ditemukan pada formasi, hal

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
21

tersebut akan menyebabkan terjadinya swelling clay. Swelling clay

menyebabkan permeabilitas dari formasi akan menurun sebagai tanda

bahwa terjadinya kerusakan pada formasi.

b. Operasi Komplesi

Operasi Komplesi pada umumnya meliputi kegiatan penyemenan dan

perforasi. Kegiatan tersebut mempunyai dampak yang cukup besar

dalam penyebab kerusakan formasi.

Kegiatan penyemenan dapat menyebaban kerusakan formasi jika proses

penyemenan yang dihasilkan tidak sempurna, hal ini akan berakibat

terjadinya intrusi cement. Selain itu penyemenan yang tidak sempurna

dapat menyebabkan adanya air yang masuk kedalam zona produktif

karena pada dasarnya salah satu fungsi dilakukannya penyemenan

adalah untuk mengisolasi zona produktif, tetapi jika terdapat

penyemenan yang kurang sempurna hal ini dapat menimbulkan masalah

seperti water blocking, emulsion blocking, scale, dan masalah lainnya.

c. Operasi Produksi

Operasi produksi dapat menyebabkan terjadi kerusakan pada formasi

seperti, ketika melakukan produksi dengan laju alir yang besar mungkin

dapat terjadi perpindahan partikel mineral batuan dimana hal ini akan

menyebabkan terjadinya swelling clay, plugging, dan parafinic. Ketiga

masalah tersebut akan lebih berakibat buruk dan menganggu operasi

produksi jika tidak dapat ditangani dengan baik.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
22

Akibat yang ditimbulkan karena adanya kerusakan formasi, permeabilitas

zona produktif akan menurun dan pada akhirnya productivity index pada sumur

akan menurun.

Harga skin dapat diperoleh dari tes yang dilakukan yaitu pressure build up

test, pressure draw down, dan drill stem test.

3.4 Penerapan Hydraulic Fracturing

Pada proses Hydraulic Fracturing dilakukan tiga tahap utama di antaranya

adalah

3.4.1 Breakdown Test

Tahapan yang dilakukan untuk membantu rekahan terbentuk pertama kali,

kemudian juga untuk mendapatkan nilai transmissibility (dengan mendapatkan nilai

transmissibility maka harga permeabilitas dapat dihitung), tekanan reservoir dari

formasi dan membantu mendinginkan formasi.

Pada breakdown test digunakan fluida dengan viskositas rendah seperti

Brine yaitu campuran air dengan KCl (Kalium Chloride) sekitar 4 – 6%, digunakan

KCl karena untuk mencegah terjadinya swelling clay ketika air pada brine

bersentuhan dengan formasi yang mengandung mineral clay. Viskositas yang

rendah dapat lebih mudah masuk ke matriks batuan dan selanjutnya mendinginkan

formasi untuk mencegah degradasi gel. Tetapi Breakdown Test tidak diaplikasikan

untuk reservoir bertemperatur rendah ataupun gradien rekahnya relatif rendah

sehingga akan langsung dilakukan tahapan Mini Frac.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
23

3.4.2 Mini Frac

Sebelum dilaksanakan Mini Frac, terebih dahulu telah dilakukan

pendesainan pump schedule yang merupakan perbandingan data tekanan, rate, dan

waktu dalam proses penginjeksian. Setelah dilakukan Mini Frac maka hasil yang

didapatkan merupakan hasil data pump actual. Dimana data pump actual tersebut

yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan proses adjustment terhadap data

pump schedule. Proses adjustment tersebut dilakukan dengan mengubah data

geomechanical (stress, poisson’s ratio, modulus young, effisiensi fluida perekah)

dari pump schedule sampai mendekati keadaan sebenarnya yang didapatkan.

Setelah proses adjustment selesai maka data geomechanical tersebut dapat

dikatakan sebagai data geomechanical reservoir.

Tahapan Mini Frac dilakukan dengan cara menginjeksikan fluida perekah

atau gel dengan viskositas yang tinggi (viskositas yang tinggi dapat mengurangi

leak off), fluida perekah yang digunakan biasanya sama dengan fluida perekah yang

digunakan pada tahap Main Frac. Tahap Mini Frac tidak dilakukan penginjeksian

proppant sehingga akan didapatkan data pressure clossure selain itu juga

didapatkan data efisiensi fluida perekah untuk design penempatan proppant saat

fracturing, ISIP, net pressure, transmissibility (permeabilitas), tekanan reservoir,

dan parameter mekanika batuan lainnya.

3.4.3 Main Frac

Tahapan Main Frac adalah tahapan hydraulic fracturing yang dilakukan

dengan menginjeksikan fluida perekah dan proppant ke dalam fracture.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
24

Pemompaan dimulai dengan pad yaitu fluida perekah tanpa proppant yang

bertujuan untuk membuat fracture, kemudian dilanjutkan dengan diinjeksikannya

proppant ke dalam fracture. Proses penginjeksian proppant dimulai dengan

konsentrasi proppant yang rendah sampai dengan konsentrasi yang tinggi.

Penambahan proppant dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya, tergantung

dari karakteristik formasi, sistem fluida, dan gelling agent. Pekerjaan yang efisien

adalah dapat menempatkan banyak proppant dengan fluida perekah minimum

sehingga biayanya yang di keluarkan akan rendah.

Pada proses hydraulic fracturing sering terjadi screen out (kemacetan pada

saat penginjeksian proppant karena sebagian pad hilang masuk ke dalam formasi)

dan untuk mencegah hal itu terjadi, dilakukan dengan memperbesar laju injeksi pad,

volume pad atau effisiensi sistem fluida. Volume pad dilaporkan sebagai presentase

dari total slurry dengan proppant yang umumnya 25 - 45% namun dapat lebih tinggi

lagi untuk pekerjaan di mana terdapat rekahan alamiah sehingga screen out sangat

mungkin terjadi. Walaupun demikian, bila terlalu banyak pad akan membutuhkan

lebih banyak air dan biaya.

3.4.4 Flushing

Fluida yang berfungsi untuk mendesak slurry sampai mendekati perforasi

dengan penggunaan fluida yang berviskositas tidak terlalu tinggi (seperti fluida

perekah yang digunakan pada breakdown test) dengan tingkat friksi yang rendah.

Proppant tidak dapat semuanya masuk ke dalam formasi sehingga dibiarkan

sebagian di depan/muka formasi.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
25

3.5 Komponen Operasi Hydraulic Fracturing

Pada operasi Hydraulic Fracturing diperlukan beberapa komponen

penunjang agar kegiatan hydraulic fracturing dapat menghasilkan hasil perekahan

yang optimal dan efektif. Komponen tersebut diantaranya adalah fluida perekah,

additive, dan proppant.

3.5.1 Fluida Perekah

Salah satu komponen penting yang menentukan kesuksesan pada operasi

hydraulic fracturing adalah fluida perekah. Fluida perekah adalah suatu cairan yang

berfungsi untuk menghantarkan kekuatan pompa dari permukaan hingga ke dalam

target reservoir. Fluida perekah tersebut akan dipompakan pada beberapa tingkat

(stages) yang masng-masing mempunyai fungsi tersendiri. Pad adalah jenis fluida

perekah yang tidak mengandung proppant. Fungsinya adalah untuk memulai

perekahan sekaligus memperluasnya. Pada saat rekahan berkembang akan terjadi

fluid loss atau leak off ke dalam formasi sehingga pad akan banyak meresap

kedalam formasi. Leak-off terutama terjadi pada ujung rekahan. Semakin lama

maka akan semakin banyak pad yang masuk ke formasi sehingga fluida yang berada

di belakangnya akan menyusul mengalami leak-off dan akan menyebabkan kadar

proppant meningkat. Dapat dikatakan bahwa dengan mendekati tip (ujung)

rekahan, maka kadar proppant akan mendadak naik tinggi.

Secara umum, leak off yang berlebihan dapat disebabkan oleh

ketidakseragaman/heterogenitas reservoir, seperti adanya rekahan alamiah. Hal lain

yang dapat terjadi adalah meluasnya rekahan karena rekahan bergerak melewati

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
26

zona produktif yang diinginkan. Biasanya dapat terjadi bila di antara dua formasi

produktif terdapat lapisan shale yang tipis, kemudian rekahan akan melewati shale

walaupun pada formasi shale rekahan akan menipis. Hal ini yang akan

menyebabkan proppant berkumpul dan tertahan karena cairan menghilang ke

dalam formasi (screen out).

Oleh karena itu, pemilihan fluida perekah harus sangat diperhatikan

terutama berdasarkan dua kriteria, yang pertama adalah untuk membuat dan

mengembangkan rekahan. Kriteria kedua adalah pengaruh kerusakan residu yang

mungkin ditimbulkannya pada tumpukan proppant (proppant pack) yang terbentuk

harus diusahakan seminimal mungkin.

Selain dua kriteria utama diatas, terdapat beberapa kriteria lainnya yang

harus dijadikan parameter dalam pemilihan fluida perekah diantaranya,

a. Fluid loss yang rendah untuk meningkatkan efisiensi fluida dalam

menciptakan area rekahan yang cukup selama injeksi dan penempatan

proppant dalam rekahan.

b. Viskositas yang cukup untuk membuat rekahan, membawa, dan

menempatkan proppant dalam rekahan. Fluida perekah yang baik

haruslah dapat mempertahankan viskositas selama proses injeksi dan

mudah pecah saat pekerjaan selesai untuk memudahkan proses clean up.

c. Menimbulkan tekanan gesek minimal untuk menghindari tekanan

pemompaan yang terlalu tinggi dan melampaui batas kekuatan tubular.

d. Dapat disirkulasikan kembali tanpa adanya masalah

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
27

e. Kesesuaian dengan fluida dan batuan formasi untuk meyakinkan bahwa

fluida yang masuk ke dalam formasi tidak meyebabkan kerusakan

formasi yang justru akan menurunkan efisiensi perekahan.

f. Stabil pada suhu dan tekanan yang tinggi

g. Ekonomis, dengan memperhitungkan efektifitas fluida perekah tersebut

terhadap peningkatan produksi pasca perekahan.

Bedasarkan kriteria fluida perekah seperti yang telah dibahas sebelumnya,

berikut terdapat beberapa jenis fluida perekah yang biasanya digunakan diantaranya

adalah,

a. Water Base Fluid adalah jenis fluida perekah berbahan dasar air, di

mana merupakan salah satu fluida perekah yang banyak digunakan pada

berbagai jenis reservoir dan bahan dasarnya mudah untuk ditemukan,

sehingga jenis fluida perekah ini cenderung ekonomis. Selain itu fluida

perekah berbahan dasar air memiliki friction loss dan kekentalan yang

rendah sehingga pemompaan dapat dilakukan dengan mudah. Namun

yang terpenting adalah water base fluid memiliki daya pengangkutan

yang baik terhadap proppant.

b. Oil Base Fluid adalah jenis fluida perekah berbahan dasar minyak, jenis

fluida perekah ini tidak dapat digunakan pada reservoir gas karena akan

menyebabkan kebakaran. Biasanya penggunaan fluida ini dilakukan

pada formasi yang sensitif terhadap air ataupun formasi yang memiliki

kandungan clay yang cukup banyak untuk mencegah terjadinya swelling

clay. Terlepas dari hal tersebut, fluida perekah berbahan dasar minyak

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
28

cenderung mempunyai harga yang mahal dan fluida ini biasanya

memiliki fluid loss yang besar seiring dengan pertambahan suhu.

c. Emulsion Water Base adalah jenis fluida perekah berbahan dasar emulsi,

jenis fluida ini biasanya digunakan untuk formasi karbonat, dimana

elmusi dari HCl digunakan untuk merekahkan formasi dengan

temperatur yang tinggi >2500F. Penggunaan kadar HCl didasarkan pada

kebutuhan formasi karbonat yang akan direkahkan.

3.5.2 Additive

Additive atau zat tambahan diperlukan untuk mengkondisikan fluida

perekah sesuai dengan kebutuhan. Adapun additive yang perlu ditambahkan dalam

fluida perekah diantaranya,

a. Thickener

Berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar.

Contohnya adalah Guar, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG

(Carboxymethyl Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose)

dan Xantan Gum.

b. Crosslinker

Additive yang digunakan untuk meningkatkan viskositas dengan jalan

mengikat satu molekul atau lebih sehingga proppant yang dibawa tidak

mengalami settling (pengendapan) serta memperkecil leak off fluida ke

formasi. Biasanya jenis organometalic atau transition metal compounds

yang terdiri dari Borate, Titan, dan Zircon

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
29

c. Buffer

Additive yang digunakan sebagai pengontrol pH fluida perekah.

d. Fluid Loss Additive

Fluid loss yang terjadi di dalam formasi harus diminimalkan dengan

menambahkan fluid loss additive. Material yang umum dipakai antara

lain Silica Fluor, Oil Soluble Resins, Adomite Regain (Con Starch), dan

Diesel 2-5 %.

e. Breakers

Additive yang digunakan untuk memecahkan rantai polimer sehingga

fluida perekah yang awalnya kental menjadi encer (viskositasnya kecil)

setelah penempatan proppant, sehingga akan mudah pada saat

dicirculasikan. Breakers harus bekerja cepat, konsentrasinya harus

cukup untuk mengencerkan polimer yang ada.

f. Surfactant

Additive yang digunakan untuk mengabsrob permukaan antara dua

fluida yang tidak bercampur, menurunkan tegangan permukaan, dan

mempermudah terjadinya rekahan.

g. Bactericides/Biocides (anti bakteri)

Dimana bakteri penyerang polimer merusak ikatan polimer dan

mengurangi viskositasnya, sehingga perlu ditambahkan anti bakteri

seperti glutaraldehyde, chlorophenate squaternaryamines, dan

isothiazoline. Zat ini perlu ditambah ditanki sebelum air ditambahkan,

karena enzim yang terlanjur dihasilkan bisa memecah polimer.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
30

Bactericides tidak dipergunakan apabila fluida berbahan dasarnya

minyak.

3.5.3 Proppant

Proppant adalah material konduktif yang digunakan sebagai media

pengganjal untuk rekahan yang telah terbentuk sehingga akan menghasilkan

permeabilitas fracture yang baik sebagai jalur Hydrocarbon untuk dapat mengalir

dari reservoir ke lubang sumur.

Produktifitas suatu rekahan sangat dipengaruhi oleh proppant sebagai

media pengganjal dan media alir, di mana proppant harus mempunyai karakteristik

yang kuat sehingga akan semakin berkurang proppant yang rusak akibat crushing

dan akan semakin baik pula permeabilitas yang dihasilkan.

Berikut merupakan jenis-jenis proppant yang dapat digunakan pada

kegiatan hydraulic fracturing, di antaranya adalah

a. Pasir Alami

Proppant jenis pasir alami dapat dibagi kedalam golongan baik sekali,

baik, dan buruk.

 Golongan proppant baik sekali menurut standart API adalah

premium sand seperti Northen Sand, Otawa Sand, dan John

Sand. Jenis proppant ini memiliki ciri,

SG (Massa Jenis): 2.65

Closure Pressure (Tekanan Penutupan): <6000 psi

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
31

Bentuk: Well Rounded

 Golongan proppant dengan klasifikasi baik adalah Brown Sand

dan Brady Sand. Jenis proppant ini memiliki ciri,

SG (Massa Jenis): 2.65

Closure Pressure (Tekanan Penutupan): <6000 psi

Bentuk: Angular

b. Pasir Berlapis Resin (Resin Coated Sand)

Golongan proppant dengan lapisan resin akan membuat pasir

mempunyai permukaan yang lebih rata (tidak tajam), sehingga beban

yang diterima akan terdistribusi merata di setiap bagiannya. Pada saat

butiran proppant hancur karena tidak mampu menahan beban yang

diterimanya, maka butiran yang hancur tersebut akan tetap melekat dan

tidak tersapu oleh aliran fluida karena adanya lapisan resin. Hal ini tentu

saja kondisi yang diharapkan, dimana migrasi pecahan butiran (fine

migration) penyumbatan pori batuan bisa tereliminasi.

Resin Coated sand terbagi menjadi 2 jenis yaitu,

 Precurred Resins

Proppant jenis ini dibuat dengan cara pembakaran alam proses

pengkapsulan.

SG (Massa Jenis): 2.55

Closure Pressure (Tekanan Penutupan): <8000 psi

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
32

 Curable Resins

Proppant yang diinjeksikan di bagian belakang (setelah slurry

proppant) untuk mencegah proppant mengalir kembali ke

sumur.

SG (Massa Jenis): 2.55

Closure Pressure (Tekanan Penutupan): <8000 psi

c. Proppant Keramik (Ceramic Proppant)

Ceramic proppant terbagi menjadi 4 golongan berdasarkan

karakteristiknya diantaranya adalah,

 Keramik Berdensitas Rendah (Low Density Ceramic)

SG (Massa Jenis): 2.7

Closure Pressure (Tekanan Penutupan): <10000 psi

 Keramik Berdensitas Sedang (Intermediate Density Ceramic)

SG (Massa Jenis): 3.65

Closure Pressure (Tekanan Penutupan): <12000 psi

Digunakan untuk mengatasi tekanan yang benar-benar tinggi

 Resin Coated Ceramic

Proppant dengan kombinasi antara perlapisan resin dan butiran

ceramic. Jenis ini memberikan kinerja yang baik. Khusus untuk

resin coated ceramic memiliki ketahanan terhadap Closure

Pressure sebesar 15000 psi dan Temperatur hingga 4500F.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
33

3.6 Hasil Hydraulic Fracturing

Setelah dilakukannya kegiatan Hydraulic Fracturing, maka akan dihasilkan

rekahan yang memiliki tiga geometri utama seperti panjang (Xf ), lebar (Wf ), dan

tinggi (hf ). Rekahan ini yang berkontribusi terhadap peningkatan produktifitas.

Model Geometri Rekahan yang dihasilkan pada proses hydraulic fracturing

terdiri dari model geometri 1-dimensi, 2-dimensi, dan 3-dimensi. Tetapi yang akan

dibahas pada pembahasan kali ini adalah model geometri 2-dimensi dan 3-dimensi.

Untuk model geometri 2-Dimensi di antaranya adalah Model-2D PKN dan Model-

2D KGD

3.6.1 Model-2D PKN

Model rekahan dua dimensi PKN (Perkins, Kern, & Nordgen) adalah model

yang mempunyai irisan berbentuk elips di muka sumur dengan lebar maksimumnya

terletak di tengah-tengah elips tersebut.

Model-2D PKN bedasarkan asumsi bahwa:

a. Panjang rekahan/Penetrasi rekahan jauh lebih besar daripada tinggi

rekahannya (Xf >> hf )

b. Tinggi rekahan sama dengan tebal reservoir

c. Rekahan dianggap konstan pada arah irisan vertical, stiffness batuan

bereaksi vertical.

Bedasarkan asumsi yang telah dibahas, Metode-2D PKN cocok diterapkan

pada formasi dengan permeabilitas kecil. Metode ini memiliki bentuk elips pada

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
34

lubang bor, lebar maksimum pada pusat elips, dengan lebar nol pada bagian puncak

dan dasar. Untuk fluida Newtonian, lebar maksimum ketika panjang rekahan

setengahnya adalah sama dengan X f .

Berikut merupakan sketsa Model-2D PKN pada proses kegiatan Hydraulic

Fracturing yang akan dihasilkan

Gambar 3.4

Model-2D PKN (Economides, 2013 2)

3.6.2 Model-2D KGD

Model rekahan dua dimensi KGD (Kristianovich, Geertma, dan de Klerk)

merupakan hasil rotasi sebesar 900 dari model PKN. Model-2D KGD mempunyai

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
35

lebar yang sama (segi empat) di sepanjang rekahannya dan berbentuk setengah elips

di ujungnya. Model-2D KGD memiliki rekahan yang relatif lebih pendek, lebih

lebar dengan konduktivitas yang lebih besar dari model-2D PKN.

Model-2D KGD bedasarkan asumsi bahwa

a. Tinggi rekahan lebih panjang daripada panjang rekahan (hf >> Xf )

b. Tinggi rekahan sama dengan tebal reservoir

c. Stiffnes batuan bekerja pada arah horizontal.

Gambar 3.5

Model-2D KGD (Economides, 2013 2)

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
36

3.6.3 Model Rekahan-3D

Pada proses awal pengembangan metode Hydraulic Fracturing, pendekatan

yang digunakan untuk mengetahui besarnya rekahan yang terbentuk adalah melalui

metode-2D yang hanya mengevaluasi rekahan dalam bentuk luasnya saja. Namun

seiring berjalannya waktu dilakukan pengembangan pemodelan secara tiga

dimensi, dimana memiliki dimensi yaitu panjang, lebar, dan tinggi pada suatu

rekahan.

Pendekatan dengan metode-3D adalah model rekahan yang memodelkan

rekahan dengan perambatan secara vertical dan horizontal, dimana panjang dan

lebar yang terbentuk pada suatu rekahan adalah ratio yang diperoleh dari

pendekatan secara model-2D PKN.

3.7 Analisa Perhitungan Skin Dan Inflow Performance Relationship

Interpretasi besaran nilai skin yang dapat diperoleh sebelum dilakukannya

kegiatan hydraulic fracturing dapat diperhitungkan setelah mengetahui nilai 𝐶𝑓𝐷

(Conductivity Fracture Dimensionaless). Metode yang dapat digunakan untuk

menginterpretasi besaran nilai skin terdapat dua metode yaitu, Metode Cinco-Ley

& Samaniego dan Metode Prats. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, besaran

nilai skin setelah dilakukannya kegiatan hydraulic fracturing akan bernilai negatif,

hal ini membuktikan bahwa kegiatan hydraulic fracturing yang dilakukan berhasil.

Nilai skin setelah kegiatan hydraulic fracturing yang dihasilkan akan meningkatkan

perolehan Bottom Hole Pressure dari sumur. Berikut merupakan penjelasan dari

kedua metode tersebut.

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
37

3.7.1 Metode Cinco-Ley Dan Samaniego

Setelah mengetahui nilai 𝐶𝑓𝐷 dari hasil interpretasi kegiataan hydraulic

fracturing maka dapat kita plot harga 𝐶𝑓𝐷 tersebut ke dalam grafik seperti di bawah

ini,

𝑥𝑓
𝑦 = 𝑆𝑓 + ln ( )
𝑟𝑤

Gambar 3.6

Metode Cinco-Ley & Samaniego (Heriot-Watt University, 2010 5)

Setelah mendapatkan besaran pada sumbu-y, kemudian hasil tersebut

dimasukkan kedalam rumus seperti dibawah ini dan akan didapatkan nilai skin

𝑓 𝑥
𝑦 = 𝑆𝑓 + ln (𝑟 ) ...................................................................................... (3.13)
𝑤

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
38

3.7.2 Metode Prats

Sama dengan Metode Cinco-Ley & Samaniego, pada Metode Prats ini juga

diperlukan interpretasi nilai 𝐶𝑓𝐷 dari hasil kegiataan hydraulic fracturing, maka

selanjutnya akan dilakukan plot 𝐶𝑓𝐷 ke dalam grafik seperti di bawah ini,

Gambar 3.7

Metode Prats (Heriot-Watt University, 2010 5)

Setelah mendapatkan besaran pada sumbu-y, kemudian hasil tersebut

dimasukkan kedalam rumus seperti dibawah ini dan akan didapatkan nilai skin

𝑟𝑤 ′
𝑦= .................................................................................................... (3.14)
𝑥𝑓

𝑟 ′
𝑠𝑓 = − ln ( 𝑟𝑤 ) ........................................................................................ (3.15)
𝑤

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
39

3.7.3 Inflow Performance Relationship

Inflow Performance Relationship adalah grafik yang merepresentasikan

hubungan antara gas/oil flow rate dengan bottom hole flowing pressure pada suatu

sumur. Pada grafk IPR akan diperoleh nilai AOF (Absolute Open Flow) pada

keadaan dimana bottom hole flowing pressure dari sumur tersebut sebesar 14.7 psia.

AOF (Absolute Open Flow) adalah keadaan dimana maksimum rate yang dapat

diperoleh dari suatu sumur. Terdapat berbagai macam perhitungan IPR, tetapi pada

pembahasan kali ini akan di bahas lebih lanjut mengenai perhitungan Fetkovich.

Metode Fetkovich memberikan rumus perhitungan Inflow Performance

Relationship pada sumur gas sebagai berikut:

𝑞 = 𝐶 (𝑃𝑅𝑒𝑠 2 − 𝑃𝑤𝑓 2 )𝑛 ........................................................................... (3.16)

Keterangan:

q = Rate Produksi, Mscf/d

C = Faktor Koefisien Aliran

𝑃𝑅𝑒𝑠 = Tekanan Reservoir, psia

𝑃𝑤𝑓 = Tekanan Well Flowing, psia

𝑛 = Faktor Eksponen Bergantung Well Characteristic

3.8 Unified Fracture Design

Unified Fracture Design adalah metode calculation yang telah

memperhitungkan Reynold Number, dimana pada Reynold number tersebut telah

memperhitungkan Non-Darcy Flow Coefficient. Non-Darcy Flow Coefficient/

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
40

Faktor Aliran Turbulen disebabkan terutama karena terdapatnya aliran

Hydrocarbon yang signifikan atau laju alir yang besar ketika melewati propped

fracture, dimana didalam propped fracture tersebut terdapat proppant. Hal ini yang

akan digambarkan sebagai number of proppant yang telah menentukan productivity

index maksimum yang dapat dicapai.

Sehingga dengan menggunakan Unified Fracture Design, hasil perhitungan

dari kegiataan Hydraulic Fracturing yang dilakukan akan mendekati keadaan

sebenarnya karena tidak dapat dipungkiri bahwa aliran turbulen / Non-Darcy Flow

akan dijumpai, terlebih ketika terjadi pada aliran gas. Berikut merupakan langkah-

langkah dalam perhitungan Unified Fracture Design,

1. Asumsikan Reynold Number (𝐍𝐑𝐞 )

2. Permeabilitas Fracture Efektif (𝐾𝑓−𝑒𝑓𝑓 )

𝐾𝑓
𝐾𝑓−𝑒𝑓𝑓 = ........................................................................... (3.17)
1+𝑁𝑅𝑒

3. Proppant Number

Volume Reservoir (𝑉𝑟𝑒𝑠 )

𝑉𝑟𝑒𝑠 = ᴨ 𝑟𝑒 2 ℎ𝑝 .............................................................................. (3.18)

Volume Proppant yang Di-Injeksikan (𝑉𝑖−2𝑤 )

0.016 (𝑀𝑝−2𝑤 )
𝑉𝑖−2𝑤 = ................................................................... (3.19)
( 1−Ø𝑝 ) 𝑆𝐺𝑝

Volume Proppant yang Mencapai Net Pay (𝑉𝑝−2𝑤 )

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
41

ℎ𝑝
𝑉𝑝−2𝑤 = 𝑉𝑖−2𝑤 (2 𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠) .................................................... (3.20)
ℎ𝑓

𝑉𝑝−2𝑤
𝑉𝑝−1𝑤 = (1 𝑤𝑖𝑛𝑔) .......................................................... (3.21)
2

Number Of Proppant (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 )

2 𝐾𝑓−𝑒𝑓𝑓 𝑉𝑃−2𝑤
𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 = .............................................................. (3.22)
𝑘𝑔 𝑉𝑟𝑒𝑠

4. Conductivity Fracture Dimensionaless Optimum 𝑪𝒇𝑫𝒐𝒑𝒕 (𝑵𝒑𝒓𝒐𝒑) dan

Productivity Index Dimensionaless Optimum 𝑱𝑫𝒎𝒂𝒙 (𝑵𝒑𝒓𝒐𝒑)

 Conductivity Fracture Dimensionaless Optimum 𝐶𝑓𝐷𝑜𝑝𝑡 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 )

𝐶𝑓𝐷𝑜𝑝𝑡 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 ) = 1.6 𝑖𝑓 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 < 0.1

−0.583+1.48 ln 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝
𝐶𝑓𝐷𝑜𝑝𝑡 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 ) = 1.6 + exp [ ] 𝑖𝑓 0.1 ≤ 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 ≤ 10
1+0.142 ln 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝

𝐶𝑓𝐷𝑜𝑝𝑡 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 )= 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 𝑖𝑓 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 >10 ................................................. (3.23)

 Productivity Index Dimensionaless Optimum 𝐽𝐷𝑚𝑎𝑥 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 )

1
𝐽𝐷𝑚𝑎𝑥 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 ) = 0.990−0.5 ln 𝑁 𝑖𝑓 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 ≤ 0.1
𝑝𝑟𝑜𝑝

2
6 0.423−0.311 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 −0.089 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 )
𝐽𝐷𝑚𝑎𝑥 (𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 ) = − 𝑒𝑥𝑝 [ 2 ] 𝑖𝑓 𝑁𝑝𝑟𝑜𝑝 >0.1
ᴨ 1+0.667 𝑁𝑃𝑟𝑜𝑝 +0.015 (𝑁𝑃𝑟𝑜𝑝 )

….(3.24)

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
42

5. Dimensi Fracture Optimum

 Fracture Half Length Optimum ( 𝑥𝑓 )

1
𝐾𝑓−𝑒𝑓𝑓 𝑉𝑝−1𝑤 2
𝑥𝑓 = ( 𝐶 𝑘𝑔 ℎ𝑝
) ............................................................... (3.25)
𝑓𝐷𝑜𝑝𝑡

 Fracture Propped Width Optimum (𝑤𝑓𝑝 )

1
𝐶𝑓𝐷𝑜𝑝𝑡 𝑘𝑔 𝑉𝑝−1𝑤 2
𝑤𝑓𝑝 = ( ) ......................................................... (3.26)
𝑘𝑓−𝑒𝑓𝑓 ℎ𝑝

6. Gas Production (𝒒𝒈𝒔𝒄 )

𝑘𝑔 ℎ𝑝 ( 𝑃𝑟𝑒𝑠 2 − 𝑃𝑤𝑓 2 )
𝑞𝑔𝑠𝑐 = 𝐽𝐷𝑜𝑝𝑡 .................................................... (3.27)
1424 µ𝑔 𝑧 𝑇𝑟𝑒𝑠

7. Kecepatan Gas Melewati Fracture

 Faktor Volume Formasi Gas (𝐵𝑔 )

𝑧 𝑇𝑅𝑒𝑠
𝐵𝑔 = 0.0282 .................................................................. (3.28)
𝑃𝑤𝑓

 Gas Velocity (v)

500 𝐵𝑔 𝑞𝑔𝑠𝑐
𝑣 = .......................................................................... (3.29)
ℎ𝑓 𝑤𝑓𝑝

8. Reynold Number

 Molecule Weight of Mixture (𝑀𝑔 )

𝑀𝑔 = 𝑀𝑎𝑖𝑟 𝑆𝐺𝑔 ...................................................................... (3.30)

 Densitas Gas (𝜌𝑔 )

𝑃𝑤𝑓 𝑀𝑔
𝜌𝑔 = ............................................................................. (3.31)
𝑧 𝑅 𝑇𝑟𝑒𝑠

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
43

 Beta Factor (𝛽)


𝑎
𝛽= 𝑏 𝑐 ................................................................................ (3.32)
𝑘𝑓 Ø𝑝

 Reynold Number (𝑁𝑅𝑒 )

𝛽 𝑘𝑓 𝜌𝑔 𝑣
𝑁𝑅𝑒 = 1.83 𝑥 10−16 ...................................................... (3.33)
µ𝑔

9. Error Reynold Number

‖𝑁𝑅𝑒 𝑛𝑒𝑤 − 𝑁𝑅𝑒 𝑜𝑙𝑑 ‖


𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = ............................................................. (3.34)
𝑁𝑅𝑒 𝑜𝑙𝑑

(𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 ≤ 𝑂. 𝑂1)

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana
44

Berikut merupakan pengembangan terhadap korelasi β factor bedasarkan

beberapa metode yang ada seperti pengembangan test proppant, pengembangan

data core, analisa, dan lain-lain.

Tabel 3.3

Perhitungan Korelasi β Factor

Aplikasi rencana dan evaluasi hydraulic fracturing dengan memperhitungkan non darcy flow yang terjadi pada
sumur L, M dan N lapangan Y
Luciana

Anda mungkin juga menyukai