Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP MANAJEMEN KONFLIK


Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada Mata Kuliah Manajemen Konflik
Dosen Pengampu : Ilham Rizki Purba, MAB

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

Dian Novitri 0506203126


Ria Septiana 0506203104
Raihan Adha Pohan 0506203088
Syahla Ananda 0506203111

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan Rahim-NYA kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu adapaun makalah kami yang berjudul “ KONSEP DASAR MANAJEMEN
KONFLIK”.
Makalah ini berisikan tentang Manajemen konflik yg merupakan proses
mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil, dan efisien dengan tiga
bentuk metode pengelolaan konflik yaitu stimulasi konflik, pengurangan/penekanan konflik
dan penyelesaian konflik. Pengelolaan konflik membutuhkan keterampilan seperti
berkomunikasi yang efektif, pemecahan masalah, dan bernegosiasi dengan fokus pada
kepentingan organisasi. Konflik sebenarnya bisa menjadi suatu potensi yang baik
(fungsional) yang bisa mendorong produktivitas apabila konflik tersebut dikelola dengan
baik, namun konflik biasanya dianggap sebagai suatu yang negatif (difungsional) dan dapat
mengganggu serta menurunkan produktivitas.
Akhir kata, untuk penyempurnaan makalah ini, masukan pembaca akan melengkapi
kualitas dari penyajian makalah ini selanjutnya, dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan
ilmu dan Informasi bagi kita semua di masa yang akan datang.
Dan tidak lupa kami sampaikan terimah kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala urusan kita Aamiin.
Wabillahi Taufik Walhidayah Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, September 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................
A. Pengertian Manajemen Konflik ...................................................................................
B. Aspek-Aspek Manajemen Konflik ..............................................................................
C. Strategi Dalam Manajemen Konflik ............................................................................
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Manajemen konflik .........................
BAB III PENUTUP ................................................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................................................
DAFTRA PUSTAKA ...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik bisa terjadi karena perbedaan dalam pemaknaan yang disebabkan karena
perbedaan pengalaman. Perbedaan pengalaman dapat dilihat dari perbedaan latar belakang
kebudayaan yang membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang akan terpengaruh
dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan karakter individu yang dapat
memicu konflik.
Dalam setiap organisasi/perusahaan, perbedaan pendapat sering kali disengaja atau
dibuat sebagai salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Perubahan
tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan sebuah konflik. Akan tetapi, konflik juga dapat
terjadi secara alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat menimbulkan terjadinya
konflik. Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot (Wirawan, 2010:8), konflik
terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki tujuan yang berbeda. Konflik bisa
juga terjadi karena tujuan pihak yang terlibat konflik sama tapi cara untuk mencapainya
berbeda.
Konflik merupakan masalah hubungan dalam komunikasi antarpribadi. Jika hubungan
dalam komunikasi antarpribadi sudah tidak berjalan dengan baik, maka kemungkinan besar
hubungan komunikasi dalam skala yang lebih besar tidak akan berjalan baik pula. Dalam
komunikasi antarpribadi komunikan dan komunikator harus dapat memahami maksud atau
pesan yang disampaikan supaya pesan yang diterima sama dengan pesan yang disampaikan.
Perbedaan pesan yang diterima dengan pesan yang disampaikan inilah yang menjadi
penyebab utama timbulnya konflik.
Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan
telah mencapai makna interpersonal. Makna interpersonal saling diciptakan oleh para
partisipan dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal merujuk pada
komunikasi yang terjadi antar dua orang. Dalam komunikasi terjadi pertukaran pesan yang
memiliki makna interpersonal. Makna interpersonal adalah makna yang terbentuk oleh
pribadi-pribadi dengan pengalaman hidupnya yang berbeda-beda. Pesan yang disampaikan
oleh komunikan kepada komunikator dapat memiliki makna yang berbeda, oleh karena itu
dapat menimbulkan sebuah permasalahan baru.
Setelah komunikasi interpersonal, ada level yang lebih luas yaitu komunikasi
kelompok kecil. Kelompok kecil terdiri dari beberapa orang yang ingin mencapai tujuan
bersama. Kelompok kecil biasanya terdiri dari tiga sampai tujuh orang, apabila jumlah
anggota bertambah, maka akan terdapat sedikit kesempatan bagi hubungan personal untuk
berkembang. Hal ini mempengaruhi kelompok untuk tetap berfokus pada tujuan mereka dan
tetap merasa puas dengan pengalaman mereka (West dan Turner, 2009:37). Beberapa
kelompok kecil sangat kohesif artinya memiliki tingkat kebersamaan yang tinggi dan ikatan
yang kuat. Sifat kohesif ini mempengaruhi apakah kelompok ini dapat befungsi dengan
efektif dan efisien. Dalam konteks kelompok kecil, para anggotanya diberi kesempatan untuk
mendapatkan berbagai perspektif terhadap satu persoalan. Dalam konteks kelompok kecil ini,
banyak orang memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan kelompok.
Manfaat yang didapat dari kelompok kecil adalah pertukaran sudut pandang yang
disebut sebagai sinergi dan hal ini menjelaskan alasan kelompok kecil dapat menjadi lebih
efektif dibandingkan dengan seseorang individu dalam mencapai tujuan. Misalnya dalam hal
penyelesaian masalah, kelompok kecil dapat menyelesaikan masalah secara efektif karena
dilihat dari sudut pandang beberapa orang. Penyelesaian masalah antar pribadi apabila sudah
tidak dapat diselesaikan antar pribadi yang terlibat masalah maka bisa diselesaikan oleh
kelompok kecil, apabila melalui kelompok kecil masih belum dapat terselesaikan maka akan
diserahkan ke organisasi.
Komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang terjadi di dalam dan di antara
lingkungan yang besar dan luas. Jenis komunikasi ini sangat bervariasi karena komunikasi
organisasi juga meliputi komunikasi interpersonal, kesempatan berbicara di depan publik,
kelompok kecil dan komunikasi dengan menggunakan media (West dan Turner, 2009:38).
Organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok kecil diarahkan kepada tujuan yang sama.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MANAJEMEN KONFLIK


Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare (Haney dalam Mardianto,
2000) yang berarti melatih kuda-kuda atau secara harfiah to handle yang berarti
mengendalikan, sedangkan dalam kamus Inggris Indonesia (Echols dan Shadily, 2000)
management berarti pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan membimbing atau
memimpin, sedangkan dalam bahasa Cina, manajemen adalah kuan lee yang berasal dari dua
kata yaitu kuan khung (mengawasi orang kerja) dan lee chai (menmanajemen konfliksi uang)
(Mardianto, 2000). Sehingga manajemem dapat didefinisikan sebagai mengawasi/mengatur
orang bekerja dan menmanajemen konfliksi administrasi dengan baik. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif
dan efisien untuk mencaSpiritual tujuan. Manajemen merupakan proses penting yang
menggerakkan organisasi karena tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang
berhasil cukup lama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sebuah
tindakan yang berhubungan dengan usaha tertentu dan penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencaSpiritual tujuan. Setelah memahami pengertian manajemen, selanjutnya
adalah pengertian konflik. Menurut kamus bahasa Indonesia (1997), konflik berati
percekcokan, pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap hubungan antar
pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan
kepentingan. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995) konflik adalah situasi dimana tindakan
salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain.
Kendati unsur konflik selalu terdapat setiap bentuk hubungan antar pribadi, pada umumnya
masyarakat memandang konflik sebagai keadaan yang harus dihindarkan karena konflik
dianggap sebagai faktor yang merusak hubungan.
Menurut Vasta (Indati, 1996), konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu
tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang
dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih mudah terjadi diantara
orang-orang yang hubungannya bukan teman dibandingkan dengan orang-orang yang
berteman. Konflik muncul bila terdapat adanya kesalah pahaman pada sebuah situasi sosial
tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan terdapat adanya antagonisme-antagonisme
emosional. Konflik-konflik substantif (sunstantif conflict) meliputi ketidak sesuaian tentang
hal-hal seperti tujuan alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan, prosedur dan
penegasan pekerjaan. Konflik ini biasa terjadi dalam sebuah organisasi sedangkan konflik-
konflik emosional (emotional conflict) timbul karena perasaan marah, ketidakpercayaan,
ketidaksenangan, takut, sikap menentang, maupun bentrokan-bentrokan kepribadian. Konflik
inilah yang sering terjadi pada remaja dengan teman sebaya. Collins dan Lausen (Farida,
1996) memandang konflik pada remaja sebagai akibat dari perubahan peran yang diharapkan
oleh lingkungan sosial di sekitarnya karena remaja mengalami transisi tahapan usia dan
perubahan-perubahan menuju kematangan. Kecemasan dan akumulasi stres dari berbagai
transisi tersebut umumnya akan meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik atau
efektifnya penangan konflik.
Menurut defenisi konflik di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala
macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat timbul pada
berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri individu, antar individu, kelompok, organisasi,
maupun negara. Pendapat Deutch yang dikutip oleh Pernt dan Ladd (Indati, 1996)
menyatakan bahwa proses untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang mengalami
konflik disebut dengan pengelolaan konflik atau bisa disebut dengan manajemen konflik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah cara
yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan atau perselisihan antara dirinya
dengan orang lain yang terjadi di dalam kehidupan.

B. ASPEK ASPEK MANAJEMEN KONFLIK


Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar ada
dua manajemen konflik, yaitu :
1. Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict engagement (menyerang dan
lepas control), withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang kadangkadang
sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan cara
menggunakan mekanisme pertahan diri, dan compliance (menyerah dan tidak
membela diri).
2. Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari
kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-
pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercaSpiritual suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah
bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak
lainnya dan sebaliknya sedangkan negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan
keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan
bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Menurut Prijaksono
dan Sembel (2000), negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu :
a. Senantiasa melibatkan orang, baaik sebagai individual, perwakilan
organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
b. Memiliki ancaman di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai
dari awal samSpiritual terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
c. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar menawar
(bargain) maupun tukar menukar (barter).
d. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan,
gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
e. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang
belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
f. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua
belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat
untuk tidak sepakat.
Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan konflik
tersebut kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih
berinteraksi secara harmonis.
Johnson dan Johnson (Farida, 1996) mengatakan bahwa ketika individu terlibat
konflik maka untuk menghadapinya seringkali digunakan Relegiusitas dasar manajemen
konflik yaitu withdrawing (menghindari), forcing (memaksa), smoothing (melunak),
compromising (kompromi), dan confronting (konfrontasi). Individu yang menggunakan cara
withdrawing cenderung berusaha menarik diri untuk menghindari konflik dan orang yang
terlibat dengannya. Forcing digunakan oleh individu yang terlibat konflik yang berusaha
untuk mengalahkan lawannya dan memaksa untuk mau menerima solusi konflik, sedangkan
bila individu menganggap konflik sebagai sesuatu yang harus dihindari demi keharmonisan
hubungan dengan orang lain disebut smoothing. Bila ada upaya mengorbankan sebagian
tujuannya dan membujuk orang lain untuk mau mengorbankan sebagian tujuannya juga maka
cara penyelesaian konflik tersebut disebut comprimising, dan confrontation adalah bila
individu memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan berupaya agar
solusi yang digunakan mampu memecahkan masalah dan memuaskan kedua belah pihak.
Rubin (Farida, 1996) yang menyatakan bahwa manajemen konflik yang biasa
digunakan seseorang adalah domination (dominasi), capitulation (menyerah), inaction (tidak
bertindak), withdrawl (menarik diri), negotiation (negosiasi), dan third party intervention
(intervensi pihak ketiga). Ketika individu yang terlibat konflik berusaha memaksa secara fisik
pihak lain untuk menerima kemauannya disebut cara dominasi. Capitulation terjadi bila salah
satu pihak menyerahkan kemenangan pada pihak lain yang terlibat konflik, sedangkan bila
salah satu pihak yang berkonflik tidak melakukan usaha untuk menyelesaikan konflik
tersebut inaction. Withdrawl adalah cara yang digunakan individu dengan menghindar agar
tidak terlibat dalam konflik yang terjadi. Negotiation ditandai dengan adanya pertukaran
pendapat antara kedua belah pihak untuk mencaSpiritual tindakan yang disetujui bersama dan
intervensi pihak ketiga terjadi bila individu atau kelompok di luar pihak yang bertikai
berupaya menggerakkan pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan konflik.
Robbins (2002: 215) berpendapat mengenai beberapa aspek gaya manajemen konflik
yang sering dilakukan oleh seseorang, antara lain sebagai berikut:
a. Competing atau kompetisi, yaitu merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan,
dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk
memenangkan konflik dengan lawannya.
b. Kolaborasi atau pemecah masalah, yaitu merupakan gaya mencari solusi integratif
jika kepentingan kedua belah pihak terlalu penting untuk dikompromikan. Gaya ini
cenderung lebih suka menciptakan situasi yang memungkinkan agar tujuan dapat
dicapai. Mencari solusi agar dapat diterima semua pihak, tujuan pribadi juga tercapai
sekaligus hubungan dengan orang lain menjadi lebih baik.
c. Penghindaran, yaitu merupakan gaya yang cenderung memandang konflik tidak
produktif dan sedikit menghukum. Aspek negatif dari gaya ini adalah melempar
masalah pada orang lain dan mengesampingkan masalah atau bahasa lainnya adalah
menarik diri atau bersembunyi untuk menghindari konflik.
d. Akomodasi atau penolong ramah, yaitu merupakan gaya yang sangat mengutamakan
hubungan dan kurang mementingkan kepentingan pribadi. Orang yang menggunakan
gaya ini cenderung kurang tegas dan cukup kooperatif, mengabaikan kepentingan
sendiri demi kepentingan orang lain.
e. Kompromi atau pendamai penyiasat, yaitu merupakan gaya yang lebih berorientasi
pada jalan tengah karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan dan sesuatu
untuk diterima. Nilai gaya ini terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi.
Sementara itu, Rahim (dalam Wirawan, 2010: 144) membedakan aspek gaya manajemen
konflik kepada lima bagian yaitu:
a. Dominasi (dominating) atau dengan istilah kompetisi. Individu dengan gaya ini
hanya memenuhi tujuan pribadi tanpa memikirkan kebutuhan lawannya.
b. Integrasi (integrating) atau sering disebut dengan kolaborasi. Pihak yang terlibat
konflik berusaha menciptakan resolusi konflik (penyelesaian konflik) secara
maksimal dengan memenuhi tujuan dirinya sendiri dan tujuan lawan konfliknya atau
dalam kata lain dapat disebut imbang antara kepentingan dirinya dan lawannya.
c. Kompromi (compromising). Yaitu berada diantara dua persimpangan dimana gaya ini
berusaha memenuhi sebagian tujuannya dan tujuan lawan konfliknya tanpa berupaya
memaksimalkannya.
d. Menghindar (avoiding). Pihak yang terlibat konflik menolak untuk berdiskusi
mengenai konflik yang terjadi.
e. Menurut (obliging). Yaitu pihak yang terlibat konflik mengkombinasikan
perhatiannya terhadap lawannya dengan perhatian yang rendah terhadap dirinya
sendiri.
C. STRATEGI DALAAM MANAJEMEN KONFLIK

a. Untuk memanajemen konflik yang dialami individu, ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan, menurut Devitto (1997: 270-274) strategi itu antara lain, sebagai berikut:
b. Penghindaran dan Melawan secara aktif. Penghindaran berkaitan dengan menghindar
secara fisik yang nyata, misalkan meninggalkan ruangan. Akan tetapi daripada
menghindar dari pokok persoalan lebih baik berperan aktif pada konflik yang
dihadapi. Menjadi pembicara dan pendengar yang aktif dan bertanggung jawab
terhadap setiap pemikiran dan perasaan.
c. Memaksa dan berbicara. Kebanyakan remaja perempuan tidak menghadapi pokok
persoalan melainkan memaksakan posisinya pada orang lain, baik secara fisik
maupun emosional. Alternatif yang nyata adalah berbicara dan mendengar,
keterbukaan, empati, dan sikap positif.
d. Menyalahkan dan empati. Remaja perempuan juga lebih cenderung menyalahkan
orang lain untuk menutupi perilaku sendiri. Hal seperti ini tidak akan menyelesaikan
masalah. Akan lebih baik untuk mencoba berempati, memahami cara orang lain
menilai sesuatu sebagai sesuatu hal yang berbeda.
e. Mendiamkan dan memfasilitasi ekspresi secara terbuka. Salah satu strategi remaja
perempuan menghadapi konflik dengan cara mendiamkan orang lain. Cara ini juga
tidak menyelesaikan konflik. Pastikan bahwa setiap orang diizinkan mengekspresikan
dirinya secara bebas dan terbuka, tanpa ada yang merasa lebih rendah dan lebih
tinggi.
f. Gunnysucking dan focus pada masa sekarang. Gunnysucking merupakan istilah yang
berarti menyimpan keluhan- keluhan yang ada sehingga dapat muncul pada waktu
yang berbeda. Jika hal itu dilakukan maka masalah tidak akan dapat selesai, akan
muncul dendam dan perasaan bermusuhan. Fokuskan konflik di sini dan sekarang dan
pada orang yang dimaksud bukan pada yang lain.
g. Manipulasi dan spontan. Menghindari konflik terbuka dan berusaha
menyembunyikan konflik dengan tetap berperilaku menyenangkan, namun lebih baik
ekspresikan perasaan secara spontan karena solusi konflik bukan masalah siapa yang
kalah dan menang tapi pemahaman dari kedua belah pihak.
h. Penerimaan pribadi.
Mengekspresikan perasaan positif pada orang lain.
i. Melawan “di bawah dan di atas ikat pinggang”. Membawa konflik pada area dimana
lawan bisa memahami dan dapat mengatasi.
j. Argumentatif dan agresi verbal. Kesediaan menjelaskan secara argumentatif
mengenai sudut pandang dalam konflik tanpa harus menyerang harga diri dari lawan.
Selanjutnya Mouton dan Blake (dalam Wirawan 2010: 138) dengan memakai istilah gaya
manajemen konflik mengatakan ada Lima jenis karakter gaya manajemen konflik,
diantaranya:
a. Memaksa (forcing). Ketika seorang remaja perempuan mengalami sebuah konflik
maka ia akan cenderung menggunakan gaya manajemen konflik memaksa (forcing),
yang mana ketika memanajemeni konflik berupaya memaksakan kehendaknya untuk
meningkatkan kebahagiaan dan mengabaikan orang lain jika menghadapi situasi
konflik.
b. Konfrontasi (confrontation). Ketika seorang anak/remaja perempuan mengalami
konflik ia cenderung menentang dengan orangtuanya dalam memanajemeni konflik,
karena anak/remaja perempuan merasa kalau dialah yang benar.
c. Kompromi (compromising). Dalam manajemen konflik seorang anak/remaja yang
mengalami konflik ia cenderung akan berkompromi/bermusyawarah dengan teman
sebaya atau orangtuanya untuk menemukan penyelesaian konflik itu sendiri.
d. Menarik diri (withdrawal). Menarik diri dalam gaya manajemen konflik biasanya
terjadi pada remaja perempuan yang bersikap secara pasif, seolah- olah tidak terjadi
konflik dan tidak mau menghadapi konflik. Sikap menarik diri ini biasanya
dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan remaja perempuan yang menyebabkan
ia tidak berani untuk mengungkapkan pendapatnya.

D. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUI TERJADINYA MANAJEMEN


KONFLIK
Ketika menghadapi situasi konflik, orang berperilaku tertentu untuk menghadapi
lawannya. Perilaku mereka membentuk satu pola atau beberapa pola tertentu. Pola
perilaku orang dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen
konflik. Menurut Wirawan (2010: 135-138) manajemen konflik yang digunakan pihak-
pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya manajemen konflik antara lain:
a. Asumsi mengenai konflik. Asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi
pola perilakunya dalam menghadapi situasi konflik. Karena ketika seseorang telah
memiliki asumsi pandangan tentang konflik maka ia akan berfikir bagaimana caranya
mengatasi konflik tersebut.
b. Persepsi mengenai penyebab konflik. Persepsi seseorang mengenai penyebab konflik
akan mempengaruhi gaya manajemen konfliknya. Persepsi seseorang yang
menganggap penyebab konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan
berupaya untuk berkompetisi dan memenangkan konflik. Sebaliknya, jika orang
menganggap penyebab konflik tidak penting bagi kehidupan dan harga dirinya, ia
akan menggunakan pola perilaku menghindar dalam menghadapi konflik.
c. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya. Seseorang yang menyadari bahwa ia
menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan
konfliknya. Karena dengan menyusun strategi dan taktik merupakan suatu unsur
penting dalam manajemen konflik, yang pada intinya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan yaitu konflik yang dihadapi terselesaikan.
d. Pola komunikasi dalam interaksi konflik. Konflik merupakan proses interaksi
komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat konflik. Jika proses komunikasi
berjalan dengan baik, pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima
secara persuasif, tanpa gangguan dan menggunakan humor yang segar. Dengan
menggunakan komunikasi interpersonal yang dianggap efektif, akan dapat memahami
pesan dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan.
e. Kekuasaan yang dimiliki. Konflik merupakan permainan kekuasaan diantara kedua
belah pihak yang terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa mempunyai
kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya, kemungkinan besar, ia tidak mau
mengalah dalam interaksi konflik.
f. Pengalaman menghadapi situasi konflik. Proses interaksi konflik dan gaya manajemen
konflik yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh
pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen
konflik tertentu.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa individu dengan tingkat
manajemen konflik yang baik, tidak terlalu mengalami kesulitan dalam menghadapi konflik
dengan orang lain, baik dengan orang yang baru dikenal maupun dengan teman lama.
Individu yang memiliki manajemen konflik yang baik senantiasa akan berfikir dua kali
sebelum mengeluarkan pendapat-pendapat yang akan diucapkan, tidak serta merta
menanggapi pendapat orang lain secara langsung tanpa dicerna walaupun pendapat itu
menurut orang lain cukup meyakinkan. Kebanyakan individu yang memiliki manajemen
konflik yang baik maka akan mampu mengendalikan sikap dan perilaku dalam menghadapi
berbagai konflik yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Echols, J.M, and Shadily, H. 1983. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta :Penerbit P.T.
Gramedia.
Fisher, dkkk. 2002. Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak.
The British Council
Madjid, R. 1997. Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan. Bandung : Mizan Pustaka
Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta :
Gramedia
Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status
Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah Mada. Jurnal
Psikologi, No. 2
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan).
Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.

Anda mungkin juga menyukai