Anda di halaman 1dari 10

JPT: Jurnal Proteksi Tanaman Vol 2 No.

1 (2018): 18 – 27
(Journal of Plant Protection) Website:http://jpt.faperta.unand.ac.id/index.php/jpt
ISSN : 2580-0604
Online ISSN: 2621-3141

Aktivitas Bagian Tumbuhan Sirih Hutan (Piper aduncum Linnaeus)


yang Berasal dari Lokasi Berbeda dalam Menekan Pertumbuhan
Colletotrichum gloeosporioides secara Invitro
Activity of Part of Spiked Pepper (Piper aduncum Linnaeus) Originating from Different
Locations in Suppressing the Growth of Colletotrichum gloeosporioides Invitro
Lisa Kamilasri1), Eri Sulyanti2)*, Hasmiandy hamid2)
1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang
2) Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang
E-mail: erisulyanti13@gmail.com

ABSTRACT
The boiled water of Leaves and inflorescences of spiked pepper (Piper aduncum) is
one alternative to control the pathogen of anthracnose (Colletotrichum gloeosporioides)
in chili. The purpose of this study was to determine the activity of leaves and
inflorescences of spiked pepper from different locations in suppressing the growth of C.
gloeosporioides in vitro. The research was carried out in Phytopathology Laboratory of
Pests and Plant Diseases Department, Faculty of Agriculture, Universitas Andalas from
March to May 2017. The study used a Completely Randomized Design (CRD) with 5
treatments and 5 replications. Data from observations were analyzed by ANOVA and LSD
at the level of 5%. The parameters observed were the growth of fungal colony area, wet
and dry weight, number of conidia/ml of suspension and conidia germination. The results
showed that the application of leaves and inflorescences of spiked pepper from different
locations could suppress the growth of C. gloeosporioides in chili in vitro. Boiled water of
inflorescences of spiked pepper from Bukit Lampu - Bungus - Padang City became the best
treatment because it had the highest ability in suppressing C. gloeosporioides colony area
with an effective suppression of 73.5% and reducing the highest germination capacity
with an effective suppression of 23.28%. Its ability to reduce wet and dry weight were not
different from inflorescences boiled water from Limau Manis, then the ability to suppress
the number of conidia was not significantly different from leaves and inflorescences
boiled water from Bukit Lampu and Limau Manis.
Keywords: Anthracnose, chili, Colletotrichum gloeosporioides, spiked pepper
PENDAHULUAN dibandingkan spesies lainnya (Park,
2005). Gejala serangan C. gloeosporioides
Lebih dari 90% antraknosa yang
pada buah terdapat bercak kecil yang
menginfeksi cabai di dataran tinggi
kemudian melebar, pada batang dan
disebabkan oleh jamur Colletotrichum
tangkai daun dapat menyebabkan nekro-
gloeosporioides, menyerang tanaman
sis, dan pada bagian titik tumbuh menye-
cabai pada masa generatif dan berkem-
bang lanjut pada proses penyimpanan. babkan tanaman ini mati pucuk dan tidak
dapat berkembang (Gautam, 2014).
Jamur ini dilaporkan paling virulen
Serangan C. gloeosporioides pada buah

18
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

cabai yang rentan dan kondisi lingkungan pada buah pisang. Selanjutnya Elfina et al.
sesuai dapat menimbulkan kerusakan (2015) menyatakan bahwa pemberian
yang serius (Ratulangi et al., 2012). ekstrak tepung daun P. aduncum mampu
Gunawan (2016) selanjutnya melaporkan mengendalikan penyakit antraknosa yang
bahwa serangan penyakit antraknosa disebabkan oleh jamur C. capsici.
dapat menyebabkan kehilangan hasil Navickiene et al. (2006) melaporkan bah-
buah cabai mencapai 100% jika tanpa wa minyak atsiri yang dihasilkan buah P.
pengendalian. aduncum mampu mengendalikan jamur
Berbagai jenis tumbuhan dapat Cladosporium sphaerospermum dan me-
dimanfaatkan sebagai bahan untuk fung- miliki efektivitas paling tinggi diban-
isida nabati dalam mengendalikan jamur, dingkan buah P. arboreum dan P.
namun jumlah dan jenis kandungan tuberculatum.
metabolit sekunder pada setiap bagian Kualitas dan kuantitas senyawa
dari tumbuhan yang sama belum tentu anti jamur tumbuhan sirih hutan dapat di-
sama, sehingga kemampuannya dalam pengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat
mengendalikan jamur patogen juga tumbuh. Bahan tumbuhan yang berasal
berbeda. Senyawa yang sama ataupun dari lokasi berbeda dapat memiliki ke-
kelompok senyawa yang sama dimungkin- mampuan sebagai pestisida nabati yang
kan untuk disintesis atau ditimbun pada berbeda pula. Kaufman et al. (2006)
organ yang berbeda (Millah, 2014). menyatakan bahwa keefektifan suatu
Murniati (2016) melaporkan bahwa air tumbuhan sebagai sumber pestisida naba-
rebusan daun tua tumbuhan ketepeng ti dipengaruhi ekologi tumbuhan, keadaan
cina merupakan bagian yang paling efektif geografi dan iklim ditempat tumbuh dari
mengendalikan jamur C. gloeosporioides tumbuhan tersebut. Schoonhoven et al.
dibandingkan dengan bagian akar, biji, (2005) melaporkan bahwa perbedaan
bunga, daun muda dan batang. Hal ini ketinggian tempat mempengaruhi kuan-
menunjukkan bahwa daun tua mengan- titas dan keragaman metabolit sekunder
dung senyawa metabolit sekunder tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk
(antijamur) lebih tinggi dibandingkan mengetahui aktivitas bagian tumbuhan
dengan bagian lainnya. (daun dan buah) sirih hutan yang berasal
Salah satu tumbuhan penghasil dari lokasi berbeda (Limau Manis dan
fungisida nabati adalah sirih hutan (Piper Bukit Lampu) dalam menekan pertum-
aduncum). Daun tumbuhan ini dilaporkan buhan jamur C. gloeosporioides penyebab
mengandung alkaloid, flavanoid, saponin, penyakit antraknosa pada cabai secara in
steroid, polifenol, tanin, dan terpenoid vitro.
(Nova, 2016), sedangkan buahnya meng- METODOLOGI
andung alkaloid, flavonoid, fenolik,
triterpenoid, steroid, saponin, kumarin Penelitian ini telah dilaksanakan di
dan dillapiol (Arneti, 2012). Mahera et al. Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama
(2015), mendapatkan bahwa ekstrak dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
tepung daun P. aduncum mampu meng- Pertanian, Universitas Andalas, Padang.
hambat pertumbuhan jamur Ganoderma Penelitian ini dimulai dari Bulan Maret
boninense. Hal ini diperkuat oleh pene- sampai Mei 2017.
litian yang dilakukan Mardiana (2016) Rancangan
yang menyatakan bahwa air rebusan daun Penelitian menggunakan Rancang-
P. aduncum mampu menghambat per- an Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perla-
tumbuhan C. musae penyebab antraknosa kuan dan 5 ulangan. Perlakuannya adalah

19
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

ekstrak air bagian tumbuhan sirih hutan vortex. Suspensi jamur kemudian digo-
dengan konsentrasi 5% sebagai berikut: reskan pada media WA secara zig-zag
kontrol (aquadest steril), daun sirih hutan menggunakan jarum ose di dalam cawan
asal Limau Manis, daun sirih hutan asal petri dan diinkubasi selama 2 hari. Spora
Bukit Lampu, buah sirih hutan asal Limau tunggal yang tumbuh dipotong dan dipin-
Manis, dan buah sirih hutan asal Bukit dahkan ke media PDA baru dan diinkubasi
Lampu. Data yang diperoleh kemudian pada suhu ruang.
dianalisis dengan menggunakan uji F dan Pengambilan sampel tumbuhan sirih
apabila berbeda nyata dilanjutkan deng- hutan
an uji LSD (Least Significant Difference) Bahan tumbuhan yang digunakan
pada taraf 5%. dalam penelitian ini adalah daun dan
Isolasi Colletotrichum gloeosporioides buah sirih hutan yang diambil dari dua
Jamur diisolasi dari buah cabai lokasi yang berbeda. Lokasi pertama sirih
yang bergejala yang diperoleh dari hutan diambil di daerah Limau Manis –
pedagang sayur di pasar Bandar Buat, Pauh - Kota Padang dengan ketinggian
Kota Padang. Isolasi dilakukan dengan tempat ±255 mdpl, topografi datar, curah
cara memotong bagian jaringan buah hujan tinggi. Lokasi kedua berada di
dengan ukuran kurang lebih 1 x 1 cm daerah Bukit Lampu, Bungus Kota Padang
menggunakan pisau dengan mengikut- dengan ketinggian tempat ±150 mdpl,
sertakan bagian yang tidak bergejala. topografi bukit (tebing), kondisi tanah
Kemudian dilakukan sterilisasi permukaan tidak subur, tumbuh jauh dari sumber air
dengan mencelupkan potongan jaringan (defisit air).
selama 1 menit ke dalam akuades, lalu Pembuatan air rebusan daun dan buah
dicelupkan ke dalam alkohol 70% selama sirih hutan
1 menit, kemudian dicelupkan lagi ke Daun dan buah sirih hutan yang
dalam akuades selama 1 menit selan- digunakan adalah daun dan buah yang tua
jutnya dikering-anginkan di atas kertas dan sehat. Daun tua adalah daun yang
tisu. Masing-masing potongan sampel memiliki warna hijau pekat, sedangkan
diletakkan pada bagian tengah media PDA
buah yang tua adalah buah yang ber-
di dalam cawan petri. Cawan petri yang warna hijau. Daun dan buah sirih hutan
sudah berisi masing-masing 5 potongan dicuci bersih kemudian dikering-anginkan,
jaringan kemudian diinkubasi-kan selama dipotong kecil-kecil. Sebanyak 10 gram
2 hari. daun dan buah dihaluskan menggunakan
Jamur C. gloeosporiodes yang lumpang. Setelah itu ditambahkan akua-
tumbuh dari jaringan sampel dipindahkan des steril 100 ml dan dimasukkan ke
ke dalam media Potato Dextrose Agar dalam erlenmeyer steril, ditutup dengan
(PDA) di dalam cawan petri. Pemindahan dengan aluminium foil, dipanaskan sam-
dilakukan dengan cara memotong ujung pai mendidih dan suhunya dipertahankan
hifa dengan menggunakan cork borer. selama 15 menit. Selanjutnya diangkat
Potongan hifa diinkubasikan pada suhu dan disaring menggunakan kertas saring.
ruang selama 2 hari untuk proses Pengujian dilakukan dengan cara
pemurnian. mencampurkan perlakuan dengan PDA
Pemurnian dilakukan dengan cara yang sudah dicairkan ke dalam tabung
memotong biakan jamur menggunakan reaksi masing-masing 1:1 (5 ml perlakuan
cork borer dan dimasukkan ke dalam
dan 5 ml PDA) kemudian dihomogenkan
tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades, dengan menggunakan vortex, lalu ditu-
lalu dihomogenkan dengan menggunakan

20
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

angkan ke dalam cawan petri dan ditung- Jumlah konidia C. gloeosporioides/ml


gu sampai padat. C. gleosporioides dengan suspensi
ukuran 7 mm (ukuran diameter cock Perhitungan jumlah konidia jam-
borer) diinokulasi di tengah media. Selan- ur dilakukan apabila cawan petri pada
jutnya diinkubasi pada suhu ruang sampai kontrol dipenuhi jamur (hari ke 14)
cawan petri pada kontrol dipenuhi jamur dengan cara 10 ml akuades steril ditu-
(± 14 hari setelah inokulasi). angkan ke dalam cawan petri yang berisi
biakan jamur, lalu konidia dilepaskan
Pengamatan
untuk mendapatkan suspense jamur,
Luas koloni C. gloeosporioides dilanjutkan dengan pengenceran sampai
Pengamatan luas koloni jamur 10-1. Sebanyak 1 tetes suspensi hasil
dilakukan dimulai pada hari kedua setelah pengenceran diletakan di Haemocyto-
diinokulasi sampai cawan petri pada meter improve neurbuer untuk meng-
kontrol dipenuhi oleh jamur (14 hari hitung jumlah konidia, menggunakan
setelah inokulasi). Luas koloni jamur rumus:
diukur dengan menggunakan kertas milli- S=RxKxF
meter plotting yaitu dengan meng- Keterangan :
gambarkan luas koloni tersebut pada S = jumlah konidia/ml suspensi
plastik kaca. R = jumlah rata-rata konidia pada 80 kotak
Berat basah C. gloeosporioides terkecil
Berat basah koloni jamur ditim- K = konstanta koefisien alat (4x106)
bang pada hari setelah cawan petri kon- F = faktor pengenceran yang dilakukan
trol dipenuhi koloni jamur (hari ke 14). Daya perkecambahan konidia C.
Setiap cawan petri dituangkan 5 ml HCL gloeosporioides
2,5% dan dipanaskan pada suhu 50-750C Pengujian daya kecambah jamur C.
selama 1-2 menit untuk melarutkan agar, gloeosporioides menggunakan metode
kemudian disaring dengan kertas saring slide germination. Gelas objek dicelupkan
Whatman no 41 hingga tidak ada tetesan ke dalam masing-masing perlakuan sela-
air lagi. Berat basah jamur adalah berat ma beberapa menit lalu dikeringkan.
hasil penimbangan miselium jamur dibu- Selanjutnya ditetesi dengan suspensi
ngkus kertas saring Whatman no 41 konidia jamur 0,05 ml dalam kerapatan
dikurangi dengan berat kertas saring 50.000 spora/ml suspensi ke dalam gelas
basah. objek tersebut. Setiap tetes diupayakan
Berat kering C. gloeosporioides agar menyebar pada diameter 10 mm
Kertas saring Whatman no 41 dengan menggoyang-goyangkan. Kemudi-
ditimbang menggunakan timbangan ana- an gelas objek disimpan didalam cawan
litik. Selanjutnya miselium jamur dibu- petri plastik yang telah dialasi kertas
ngkus menggunakan kertas saring ter- tisu dan dibasahi dengan akuades steril,
sebut, kemudian dikeringkan dengan oven serta disimpan di ruang lembab. Peng-
pada suhu 600C selama 48 jam (berat amatan daya kecambah dilakukan satu
kering konstan). Setelah itu ditimbang kali 24 jam setelah suspensi konidia
dengan timbangan analitik. Berat kering diteteskan. Daya perkecambahan konidia
jamur adalah berat hasil penimbangan dihitung dengan rumus:
dikurangi dengan berat kertas saring.

21
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

Jumlah konidia yang diamati = 100

Efektifitas masing-masing air re- HASIL


busan daun dan buah sirih hutan
terhadap penekanan luas koloni, berat Luas koloni C. gloeosporioides
basah, berat kering, jumlah konidia, dan Pemberian air rebusan daun dan
daya kecambah C. gleosporioides dihitung buah sirih hutan yang berasal dari lokasi
dengan rumus: berbeda mampu memperkecil luas koloni
C. gloeosporioides. Air rebusan buah lebih
tinggi menekan luas koloni dibandingkan
daun, dan buah yang berasal dari Bukit
Keterangan: Lampu lebih tinggi menekan luas koloni
E = Efektivitas dibandingkan Limau Manis. Penekanan
K = Hasil yang diperoleh pada Kontrol tertinggi diperoleh dari air rebusan buah
P = Hasil yang diperoleh pada Perlakuan yang berasal dari Bukit Lampu dengan
efektivitas penekanan 73,5% (Tabel 1).

Tabel 1. Luas koloni jamur C. gloeosporioides dengan perlakuan air rebusan daun dan
buah sirih hutan dari lokasi berbeda (inkubasi 14 hari)
Perlakuan Luas koloni (cm2) Efektivitas (%)
Kontrol 56,2 a 0
Daun asal Limau Manis 41,3 b 26,51
Daun asal Bukit Lampu 38,48 c 31,53
Buah asal Limau Manis 22,58 d 59,82
Buah asal Bukit Lampu 14,89 e 73,5
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut LSD taraf nyata 5%.

Berat basah dan berat kering C. C. gloeosporioides oleh air rebusan buah
gloeosporioides dari Bukit Lampu mencapai 89,15%.
Pemberian air rebusan daun dan Selanjutnya, pemberian air rebusan sirih
buah sirih hutan dari lokasi berbeda dapat hutan cenderung menurunkan berat keri-
menurunkan berat basah C. gloeospori- ng C. gloeosporioides, namun dengan
oides secara nyata. Perbedaan lokasi asal efektivitas penekanan yang rendah. Per-
sirih hutan tidak mempengaruhi berat bedaan lokasi asal sirih hutan cenderung
basah C. gloeosporioides jika sama-sama tidak mempengaruhi berat kering C.
diaplikasikan dengan air rebusan buah, gloeosporioides jika sama-sama diaplika-
akan tetapi berat basah C. gloeo- sikan dengan air rebusan buah, akan
sporioides yang diaplikasikan air rebusan tetapi berat kering C. gloeosporioides
buah lebih rendah dibandingkan air yang diaplikasikan air rebusan buah asal
rebusan daun, dan air rebusan daun asal Bukit Lampu lebih rendah dibandingkan
Bukit Lampu lebih rendah dari asal Limau air rebusan daun dari kedua lokasi (Tabel
Manis. Efektivitas penurunan berat basah 2).

22
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

Tabel 2. Berat basah dan berat kering C. gloeosporioides dengan perlakuan air rebusan
daun dan buah sirih hutan dari lokasi berbeda (inkubasi 14 hari)
Berat basah Efektivitas Efektivitas
Perlakuan Berat kering (g)
(g) (%) (%)
Kontrol 1,66 a 0 0,09 a 0
Daun asal Limau Manis 1,18 b 28,91 0,08 ab 11,11
Daun asal Bukit Lampu 0,9 c 45,78 0,08 ab 11,11
Buah asal Limau Manis 0,31 d 81,32 0,07 bc 22,22
Buah asal Bukit Lampu 0,18 d 89,15 0,06 c 33,33
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut LSD taraf nyata 5%.

Jumlah konidia jamur C. gloeosporioides memiliki kemampuan yang sama dalam


Pemberian air rebusan daun dan menurunkan jumlah konidia, termasuk air
buah sirih hutan dari lokasi berbeda dapat rebusan buah asal Limau Manis, kemam-
menurunkan jumlah konidia C. gloeos- puan penekanan ketiganya lebih tinggi
porioides secara nyata dengan efektivitas dibandingkan dengan air rebusan daun
penurunan berkisar 29,42-57,35%. Air asal Limau Manis (Tabel 3).
rebusan buah dan daun asal Bukit Lampu
Tabel 3. Jumlah konidia jamur C. gloeosporioides dengan perlakuan air rebusan daun
dan buah sirih hutan dari lokasi berbeda (inkubasi 14 hari)
Perlakuan Jumlah konidia/ ml suspensi Efektivitas (%)
Kontrol 13,6 x 108 a 0
Daun asal Limau Manis 9,6 x 106 b 29,41
Daun asal Bukit Lampu 7,5 x 106 c 44,85
Buah asal Limau Manis 7,4 x 106 c 45,58
Buah asal Bukit Lampu 5,8 x 106 c 57,35
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut LSD taraf nyata 5%.

Daya kecambah jamur C. gloeosporioides akan tetapi ada perbedaan pengaruh air
Pemberian air rebusan daun dan rebusan buah dari kedua lokasi.
buah sirih hutan dari lokasi yang berbeda Pemberian air rebusan buah asal Bukit
dapat menurunkan daya kecambah C. Lampu lebih tinggi menekan daya
gloeosporioides dengan efektivitas ber- kecambah C. gloeosporioides dibanding-
kisar 8,20 – 23,28 %. Tidak ada perbedaan kan yang lainnya dengan efektivitas
antara air rebusan daun dari kedua lokasi, penekanan 23,28% (Tabel 4).

23
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

Tabel 4. Daya kecambah jamur C. gloeosporioides dengan perlakuan air rebusan daun
dan buah sirih hutan dari lokasi berbeda (inkubasi 14 hari)
Perlakuan Daya kecambah (%) Efektivitas (%)
Kontrol 90,20 a 0
Daun asal Limau Manis 82,80 b 8,20
Daun asal Bukit Lampu 79,00 bc 12,41
Buah asal Limau Manis 77,20 c 14,41
Buah asal Bukit Lampu 69,20 d 23,28
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut LSD taraf nyata 5%

PEMBAHASAN Air rebusan buah sirih hutan lebih


efektif mengendalikan jamur C. gloeos-
Pemberian air rebusan daun dan
buah sirih hutan yang berasal dari lokasi porioides dibandingkan dengan air rebu-
san daun sirih hutan. Hal ini diduga
berbeda mampu menekan pertambahan
karena kandungan senyawa metabolit
luas koloni (Tabel 1), menurunkan berat
sekunder yang pada buah lebih tinggi
basah dan berat kering (Tabel 2), menu-
dibandingkan dengan kandungan pada
runkan jumlah konidia (Tabel 3) dan daya
daun. Arneti (2012) melaporkan bahwa
kecambah (Tabel 4) C. gloeosporioides.
ekstrak buah sirih hutan lebih aktif
Perbedaan bagian tumbuhan dan lokasi
dibandingkan dengan ekstrak daun. Esk-
tumbuh sirih hutan mempengaruhi daya
trak buah pada konsentrasi 0,5% dapat
penekanan tersebut. Penekanan tertinggi
menyebabkan kematian larva Crocidolo-
terhadap luas koloni jamur diperoleh dari
mia pavonana 100% sedangkan ekstrak
air rebusan buah dari Bukit Lampu dengan
daun pada konsentrasi yang sama
efektivitas penekanan sebesar 73,5%,
menyebabkan mortalitas larva 17,7%.
berbeda nyata dari perlakuan lainnya
Lebih lanjut, buah sirih hutan mengan-
(Tabel 1). Perbedaan lokasi asal sirih
dung senyawa metabolit sekunder seperti
hutan tidak mem-pengaruhi berat basah
alkaloid, flavanoid, fenolik, triterpenoid,
dan berat kering C. gloeosporioides jika
steroid, saponin, kumarin dan dillapiol
sama-sama diaplikasi dengan air rebusan
(Arneti, 2012). Senyawa flavonoid sendiri
buah. Efektivitas penurunan berat basah
memiliki kemampuan dalam mengikat
C. gloeospori-oides oleh air rebusan buah
protein di dalam sel jamur sehingga
dari Bukit Lampu mencapai 89,15%,
sedangkan untuk berat kerng mencapai menyebabkan pembentukan dinding sel
jamur terhambat, dan pertumbuhan hifa
33,33% (Tabel 2). Air rebusan buah dan
juga terhambat karena komposisi dinding
daun asal Bukit Lampu serta air rebusan
sel yang diperlukan tidak terpenuhi
buah asal Limau Manis memiliki kemam-
(Harborne, 1987 dalam Wati et al., 2012).
puan yang sama dalam menekan jumlah
Idris dan Nurmansyah (2015) me-
konidia, kemampuan penekanan keti-
nyatakan bahwa ekstrak etanol tumbuhan
ganya lebih tinggi dibandingkan dengan
sirih hutan bersifat anti jamur yang
air rebusan daun asal Limau Manis (Tabel
mampu menghambat pertumbuhan dia-
3). Pemberian air rebusan buah asal Bukit
meter dan biomassa koloni jamur C.
Lampu lebih tinggi menekan daya
kecambah C. gloeosporioides disbanding- gloeosporioides penyebab penyakit an-
traknosa pada tanaman buah naga. Luas
kan yang lainnya dengan efektivitas
koloni jamur C. gloeosporioides berban-
penekanan 23,28% (Tabel 4).

24
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

ding lurus dengan berat basah dan berat berada dalam kondisi yang kurang meng-
kering jamur. Semakin kecil luas koloni, untungkan. Sirih hutan di Bukit Lampu
semakin rendah berat basah dan berat mengalami cekaman desifit air karena
kering dari jamur tersebut. tumbuh jauh dari sumber air sedangkan
Penekanan terhadap daya kecam- sirih hutan di Limau Manis tidak meng-
bah konidia jamur ini diduga karena alami cekaman defisit air dikarenakan
adanya senyawa steroid yang terkandung curah hujan di daerah Limau Manis
dalam sirih hutan. Subshisha dan yang tinggi. Kondisi defisit air pada sirih
Subramoniam (2005) menyatakan bahwa hutan di Bukit Lampu meningkatkan
senyawa steroid pada sirih hutan dapat produksi metabolit sekunder. Hal ini
berfungsi sebagai anti jamur karena sifat sejalan dengan penelitian yang dilakukan
lipofilik yang dimiliki oleh steroid dapat oleh Rahardjo et al. (2000) yang
menghambat perkecambahan konidia dan menyatakan bahwa faktor lingkungan
perbanyakan miselia pada jamur. Sel- seperti cekaman defisit air dapat mening-
anjutnya Burke dan Nair (1986) dalam katkan metabolit sekunder pada tana-
Idris dan Nurmansyah (2015) melaporkan man obat. Pengaruh cekaman defisit air
bahwa senyawa alkaloid, fenol, dan sapo- dalam meningkatkan aktivitas metabo-
nin dapat merusak stabilitas membran sel, lisme sekunder, akan meningkatkan mutu
sehingga menghambat proses pemben- dan khasiat obat simplisia tanaman. Hal
tukan dinding sel yang diperlukan untuk ini diperkuat oleh Pebrulita (2013) menya-
memanjangkan ujung hifa, percabangan takan bahwa aktivitas ekstrak daun dan
dan pembentukan spora, dan mengham- buah sirih hutan dengan kondisi tanaman
bat pembentukan tabung kecambah. kurang air cenderung lebih toksik.
Efektivitas penekanan air rebusan Sementara itu sirih hutan asal
yang berasal dari Bukit Lampu cenderung Limau Manis tumbuh pada tanah yang
lebih tinggi dibandigkan Limau Manis, lebih subur dibandingkan dengan sirih
terutama terhadap luas koloni dan daya hutan di Bukit Lampu. Kondisi tanah
kecambah jamur. Hal ini menunjukkan tempat tumbuh sirih hutan di Bukit Lampu
bahwa produksi senyawa metabolit seku- miskin hara. Kondisi tanah kurang hara ini
nder sirih hutan yang berperan sebagai menyebabkan peningkatan kandungan
anti jamur di Bukit Lampu lebih tinggi metabolit sekunder pada sirih hutan. Hal
dibandingkan Limau Manis. Tinggi rendah- ini sejalan dengan pendapat Salim (2016)
nya produksi senyawa metabolit sekunder menyatakan bahwa kandungan hara ta-
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Sirih nah berbanding terbalik dengan produksi
hutan yang mengalami cekaman ling- metabolit sekunder. Semakin rendah
kungan dapat memproduksi senyawa kandungan hara pada tanah, akan sema-
metabolit sekunder lebih tinggi. Sesuai kin banyak produksi metabolit sekunder
dengan pendapat Einhellig (1996) dalam yang akan dihasilkan tumbuhan, begitu
Setyorini dan Yusnawan (2016) menya- pula sebaliknya.
takan bahwa produksi metabolit sekunder KESIMPULAN
dipicu oleh cekaman pada tanaman.
Sirih hutan di Limau Manis tum- Pemberian air rebusan sirih hutan
buh pada topografi yang datar sedangkan yang berasal dari bagian tum-buhan dan
sirih hutan di Bukit Lampu tumbuh pada lokasi berbeda dapat menekan partum-
tebing tinggi dan diantara bebatuan. buhan jamur C. gloeosporioides pada
Kondisi seperti ini akan membuat cabai secara in vitro. Pemberian air
tumbuhan sirih hutan di Bukit Lampu rebusan buah sirih hutan yang berasal dari

25
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

Bukit Lampu, Bungus, Kota Padang men- The uses of plant natural products
jadi perlakuan terbaik karena memiliki by humans and risks associated with
kemampuan paling tinggi dalam menekan their use. dalam Cseke LJ, A
luas koloni dengan efektivitas penekanan Kirakosyan, PB Kaufman, SL Warber,
73,5% dan menurunkan daya kecambah JA Duke, HL Breilmann, editor.
tertinggi dengan efektifitas penekanan Natural products from Plants. CRC
23,28%. Kemampuannya dalam menurun- Press. Boca Raton. USA.
kan berat basah dan berat kering tidak Mahera R, E Yetti dan R Rustam. 2015. Uji
berbeda dengan air rebusan buah asal beberapa konsentrasi ekstrak
Limau manis, selanjutnya kemampuan tepung daun sirih hutan (Piper
dalam menekan jumlah konidia tidak aduncum L.) terhadap jamur
berbeda nyata dengan air rebusan daun Ganoderma boninense Pat. secara in
asal Bukit Lampu dan air rebusan buah vitro. JOM Faperta. 2. Jurusan
asal Limau Manis. Agroekoteknologi. Fakultas Per-
tanian. Universitas Riau.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiana. 2016. Aktivitas air rebusan
Arneti. 2012. Bioaktivitas ekstrak buah beberapa tanaman dalam menekan
Piper aduncum L. (Piperaceae) pertumbuhan jamur Colletotrichum
terhadap Crocidolomia pavonana musae (Berk of Curt) penyebab
(F.) (Lepidoptera: crambidae) dan penyakit antraknosa pada buah
formulasinya sebagai insektisida pisang secara in vitro. Skripsi.
botani. Disertasi. Program Pasca- Universitas Andalas. Padang
sarjana Universitas Andalas. Padang. Millah A. 2014. Aktivitas antioksidan
Elfina Y, A Muhammad dan A Lilis. 2015. ekstrak kloroform dan metanol
Uji beberapa konsentrasi ekstrak batang dan daun tanaman daun
tepung daun sirih hutan (Piper dewa (Gynura pseudochina L).
aduncum L.) untuk mengendalikan Thesis. Fakultas Biologi. Universitas
penyakit antraknosa pada buah Gadjah Mada. Yogyakarta.
cabai merah pasca panen. SAGU. Murniati. 2016. Uji ekstrak tumbuhan
Gautam AK. 2014. Colletotrichum ketepeng cina (Cassia alata Linn:
gloeosporiodes: Biology, patho- Fabaceae) terhadap pertumbuhan
genecity, and management in India. Colletotrichum gloeosporioides
Journal of Plant Physiology and penyebab penyakit antraknosa pada
Phatology 2(2): 2–11. tanaman cabai secara in vitro.
Gunawan O. 2016. Mikroba antagonis Skripsi. Universitas Andalas. Padang.
untuk pengendalian penyakit Navickiene D, A Andreia, C Alberto, O Luis,
antraknos pada cabai merah. Jurnal CB Debora, T Mercelo dan J Alberto.
Hortikultura 16(2):151-155. 2006. Composition and antifungal
Idris H dan Nurmansyah. 2015. Efektivitas activity of essential oils from Piper
ekstrak etanol beberapa tanaman aduncum, Piper arboreum and Piper
obat sebagai bahan baku fungisida tuberculatum. Quim Nova 29 (3):
nabati untuk mengendalikan 467-470.
Colletotrichum gloeosporioides. Nova C. 2016. Skrining fitokimia dan uji
Bulletin Penelitian Tanaman Tropika aktivitas antioksidan ekstrak
26 (2):117-124. metanol daun sirih lengkung (Piper
Kaufman PB, A Kirakosyan, M McKenzie, P aduncum L.). Skripsi. Universitas
Dayanandan, JE Hoyt dan C Li. 2006. Sanata Dharma. Yogyakarta.

26
Kamilasari et al. Aktivitas bagian Tumbuhan Sirih Hutan

Park SK. 2005. Differential interaction produksi senyawa metabolit


between pepper genotypes and sekunder pada tanaman duku
Colletotrichum isolates causing (Lansium domesticum Corr var
anthracnose. Thesis. Seoul National Duku) dan potensinya sebagai
University. Seoul. Korea. larvasida. Jurnal Vektor Penyakit 10
Pebrulita YM. 2013. Aktifitas insektisida (1):11–18.
ekstrak sirih hutan (Piper aduncum) Schoonhoven LM, JA van Loon dan M van
asal Riau terhadap ulat krop kubis Dicke. 2005. Insect plant biology.
(Crocidolomia pavonana). Thesis. third edition. Oxford University
Sekolah Pascasarjana Institut Press. New York.
Pertanian Bogor. Bogor. Setyorini, D Sulistiyo, dan Y Eriyanto.
Rahardjo M dan I Darwati. 2000. 2016. Peningkatan kandungan
Pengaruh cekaman air terhadap metabolit sekunder tanaman aneka
produksi dan mutu simplisia kacang sebagai respon cekaman
tempuyung (Sonchus arvensis L.). biotik. Balai Penelitian Tanaman
Jurnal Littri 6: 73-79. Aneka Kacang dan Umbi. Malang.
Ratulangi MM, DT Sembel, CS Rante, MF Jawa Timur. Indonesia.
Dien, ERM Meray, M Hammig, dan Wati DK, Yuliarni dan LS Budipramana.
M Shepard. 2012. Diagnosis dan 2012. Pengaruh pemberian filtrat
insiden penyakit pada beberapa alang-alang (Imperata ciylindrica L.)
varietas tanaman cabe di Kota terhadap pertumbuhan miselium
Bitung dan Kabupaten Minahasa. jamur Trichoderma sp. yang hidup
Jurnal Eugenia 18(20): 81-88. pada media tanam jamur tiram
Salim M, Yahya, S Hotnida, N Tanwirotun putih (Pleurotus streatus). Lentera
dan Marini. 2016. Hubungan Bio 1(2): 93-98.
kandungan hara tanah dengan

27

Anda mungkin juga menyukai