Anda di halaman 1dari 27

JALAN CINTA :

KONSEP MAHABBAH PERSPEKTIF SUNAN BONANG

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama ( S.Ag )

Oleh :
Asrofil Anam
11190380000020

PROGRAM STUDI ILMU TASAWUF

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2023
OUTLINE PROPOSAL SKRIPSI

“Jalan Cinta : Konsep Mahabbah Perspektif Sunan Bonang”

PERSETUJUAN PEMBIMBING

BAB 1 : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
F. Penelitian Terdahulu
G. Metodelogi Penelitian
H. Sistematika Penulisan

BAB 2 : Tasawuf Sebagai Sistem Ajaran Islam yang Sempurna

A. Sejarah Tasawuf
B. Pengertian Tasawuf
C. Ajaran Pokok Tasawuf
D. Tahapan-tahapan dalam Maqomat
E. Perkembangan Tasawuf di Indonesia

BAB 3 : Walisongo, Sunan Bonang, Sang Sufi dari Tuban

A. Walisongo di Tanah Jawa


B. Riwayat Hidup Sunan Bonang
C. Khazanah Keilmuan Sunan Bonang
D. Pengaruh Pemikiran Sunan Bonang
E. Karya-karya Sunan Bonang

BAB 4 : Jalan Cinta : Konsep Mahabbah Perspektif Sunan Bonang

2
A. Konsep Mahabbah Secara Umum
B. Cinta Ilahi dalam Tasawuf
C. Mahabbah yang Hakiki Menurut Sunan Bonang
D. Penerapan Konsep Mahabbah Sunan Bonang Di dalam Kehidupannya

BAB 5 : Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN

3
BAB I

A. Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna karena

diberikan akal, pikiran dan nafsu. Manusia juga diberikan fitrah oleh Allah

SWT salah satunya dicintai dan mencintai. “ Cinta adalah fitrah alamiah

manusia. Atas dasar ini kita bisa melihat bahwa setiap manusia tertarik

pada bagian-bagian lain diantara jenisnya dengan satu kekuatan batiniah

(internal/dalam)”. Cinta merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan

oleh setiap makluk sebab bisa dirasakan dan tumbuh berkembang seiring

berjalannya dengan waktu. Karena cinta adalah landasan dari kasih dan

sayang.

Kesengsaraan dan penderitaan yang timbul dari perasaan

kehilangan sesuatu yang dicintai merupakan bencana bagi manusia.

Demikian ungkap Sayyid Mujtaba Musavi Lari. 1 Sampai sekarang belum

ada kesepakatan karna belum diketahui tentang pengertian cinta itu yang

sebernarnya. Memang untuk mengetahui cinta secara defenitif tidaklah

mudah, seseorang itu menemukan cinta itu secara langsung, apabila

seseorang itu mencintai ataupun dicintai. 2 Didalam kehidupan manusia

tidak akan pernah bisa lepas dari perasaan cinta. Baik itu rasa cinta

terhadap sesuatu maupun cinta terhadap sang pencipta.3

1
Musavi Lari, Youtb and Moral, alih Bahasa,(London : Islamic Culture Development
Office 1990) hlm. 16.
2
M. Habib Musthofa, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya : Usaha Nasional 1984), hlm. 96.
3
M. Sayuthi Ali, Metodelogi Penelitian Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 2002)
hlm. 100.

4
Pada hakikatnnya tuhan yang telah menciptakan manusia, oleh

karena itu setiap manusia pasti ingin lebih dekat dengan-Nya. Atau yang

kita ketahui dengan konsep mahabbah dalam ajaran tasawuf. Tetapi, tidak

mudah untuk bisa mencapai mahabbah yang sesungguhnya, karena

mahabbah bukanlah hal yang mudah dan tidak semua orang sanggup

untuk melakukannya. Karena mahabbah adalah amalan yang paling tinggi

dan hal yang paling mendalam bagi Tuhannya, agar bisa mencintai dan

dicintai oleh Allah SWT, dan yang telah mendapat mahabbah akan

memperoleh ketenangan dalam hidupnya, dan berbagai cara untuk

mencapainya.4

‫ۡا‬ ‫ۡن‬ ‫ٰا‬ ‫ٰۤي‬


‫ـَاُّي َه ا اَّلِذ ۡي َن َم ُنۡو ا َم ۡن َّي ۡر َت َّد ِم ُك ۡم َع ۡن ِد ۡي ـِنٖه َفَس ۡو َف َي ِتى ُهّٰللا ِبَقۡو ٍم‬
‫ُّي ِح ُّبُهۡم َو ُيِحُّب ۡو َن ۤٗه ۙ َاِذ َّلٍة َع َلى اۡل ُم ۡؤ ِم ِنۡي َن َاِع َّز ٍة َع َلى اۡل ٰك ِفِر ۡي َن ُيَج اِه ُد ۡو َن ِفۡى‬
‫َس ِبۡي ِل ِهّٰللا َو اَل َي َخ اُفۡو َن َلۡو َم َة ۤاَل ِٕٮٍم‌ؕ ٰذ ِلَك َفۡض ُل ِهّٰللا ُيۡؤ ِتۡي ِه َم ۡن َّي َش ٓاُء‌ؕ َو ُهّٰللا‬
‫َو اِس ٌع َع ِلۡي ٌم‬

“ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”5
Islam adalah ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW yang

bersifat kasih dan sayang bagi alam semesta, maka dari itu Allah memberikan

gelar Rahmatan lil alamin kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, kajian

4
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 208
5
Q.S. Al-Maidah : 54.

5
tasawuf dalam islam sebagai bentuk pemahaman yang diperkenalkan kepada

umat manusia bagaimana ajaran mahabbah (cinta) menduduki tempat tertinggi di

antara maqam-maqam lainnya. Dilihat dari para ulama sufi, seperti Al-Ghazali,

mendudukkan mahabbah sebagai salah satu yang wajib dilewati bagi para sufi.

Wajah tasawuf yang adem dan sejuk telah memancarkan cinta. Mulai zaman

Rabi’ah al-Adawiyah sampai waktu sekarang ini.6

Cinta menurut Rabiah al-Adawiyah mengisyaratkan dua bentuk cinta :

yang pertama, cinta yang lahir dari kesaksian kepada kemurahan Tuhan dalam

bentuk kecukupan hajat hidup insaniyah dan kenikmatan inderawi (hissiyah)

serta kehormatan harga diri (ma’nawiyah), sehingga tiada disangkal jika hati

cendrung dan tergiring untuk mencintai Dzat pemberi kemurahan itu. Cinta

seperti inilah yang disebut hubbulhawa, cinta karena kecendrungan hati. Yang

kedua, cinta yang lahir dari kesaksian hati karena adanya kesempurnaan. Jika

hijab yang menyelimuti hati seorang hamba dibuka oleh Allah, maka nampaklah

keindahan dan kesempurnaan Tuhan dalam segala hal. Pada saat demikian,

lahirlah cinta yang dalam seorang hamba kepada Allah.7

Cinta kedua inilah yang sesungguhnya paling hakiki, karena seorang

hamba tidak lagi melihat seberapa besar Allah SWT memberikan kecukupan

dalam hidupnya, kecuali cinta yang melintas ruang an waktu serta mengatasi

6
Sururin, Rabi’ah al-Adawiyah Hubb Al-Illahi Evolusi Jiwa Manusia Menuju Mahabbah
dan Makrifat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 12.
7
Amin, Kisah Sejuta, Samsul Munir Amin, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, (Jakarta :
Sinar Grafika Offset, 2008), hlm. 229.

6
segala keadaan, baik suka maupun duka.8 Rabiah al-Adawiyah membuat Syair

untuk mengungkapkan kecintaannya kepada Allah SWT ;

“Ya Allah, jika aku menyembah-Mu, karena takut pada nerakamu, maka
bakarlah aku di dalam nerakamu. Dan jika aku menyembah-Mu karena harapan
surgamu, campakkanlah aku dari dalam surgamu. Tetapi jika aku menyembah-
Mu, demi Engkau janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-
Mu, yang Abadi Kepadaku”.

Rabi’ah semakin hari semakin meningkat dan luluh dalam cinta abadi.

Karena dia selalu memperbanyak taubat, dzikir, dan puasa serta sholat siang dan

malam, sebagai perwujudan dari cintanya kepada Allah. Dan semua para sufi

menyebutkan bahwa Rabi’ah Al-Adawiyah selalu mengisi beribadah siang dan

malam dan diiringi tangis kerinduan kepada Tuhan.9

Allah mencintai hambanya karena nama-Nya di dalam Asmaul Husna

terdapat kata al-Wujud artinya Yang Maha Mencintai atau Maha Mengasihi dan

(Yang Maha Dicintai). Allah yang penuh cinta kasih. Seorang ulama Bernama

Ibnu Faris, seorang ahli Bahasa Arab menjelaskan bahwa secara Bahasa kata

wudud itu memiliki arti cinta dan keinginan. Menurut ulama tafsir Al-Qur’an

Bernama al-Biqa’I, hubungan huruf yang ada pada kata wudud yang berarti

waktu dan kesepian.10

Ia adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk.

Bukankah yang sekedar mencintai sesekali hatinya bisa merasakan dongkol

8
Samsul Munir Amin, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, hlm. 228.
9
Samsul Munir Amin, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, hlm. 231.
10
Muhammad Rusdi Amin dan M. Guntur Alting, Cinta Segitiga Allah Rasul-Manusia,
(Jakarta Selatan; AMS Press, 2015), hlm. 20.

7
terhadap kekasih atau kesal kepada yang dicintainya ? Kata wudud mengandung

arti cinta, tapi bukan cinta biasa, ia adalah cinta plus. Yaitu cinta yang tampak

buahnya dalam sikap dan perlakuan, sama seperti kepatuhan sebagai hasil dari

rasa kagum terhadap sesuatu.11 Di dalam surah Al-Imran ayat 31-32 ;

‫ُقْل ِإن ُك نُت ْم ُت ِحُّبوَن ٱَهَّلل َفٱَّت ِبُعوِنى ُيْح ِبْب ُك ُم ٱُهَّلل َو َي ْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُن وَب ُك ْم ۗ َو ٱُهَّلل َغ ُفوٌر َّر ِحيٌم‬

“Katakanlah, Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya


Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian," Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.12

‫ُقْل َأِط يُعو۟ا ٱَهَّلل َو ٱلَّر ُسوَل ۖ َفِإن َت َو َّلْو ۟ا َفِإَّن ٱَهَّلل اَل ُيِحُّب ٱْلَٰك ِفِر يَن‬

“Katakanlah, "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kalian berpaling, maka


sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.13

Ayat-ayat diatas menjelaskan penilaian orang-orang yang mengaku cinta

kepada Allah SWT, tetapi tindakannya tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad

SAW : maka sesungguhnya merekalah yang berdusta dalam pengakuannya

sebelum mengikuti ajaran Nabi. Dan keyakinan agamanya terungkap dalam

semua pernyataan dan buktinya. Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan,

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda ;

‫ "من أحدث في أمرنا هذا ما ليس‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن عائشة رضي هللا عنها قالت‬
‫منه فهو رد‬

“Siapa saja yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan

tersebut tertolak”.14
11
Muhammad Rusdi Amin dan M. Guntur Alting, Cinta Segitiga Allah Rasul-Manusia,
hlm. 21.
12
Q.S. Ali Imron, : 31.
13
Q.S. Ali Imron, : 32.
14
Anas Burhanuddin, Kitab Hadis Arbain Nawawi, (Radio Rodja : 2019).

8
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah

Jawa pada abad ke 14 M. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai Utara

Pulau Jawa, yaitu Surabaya – Gresik – Lamongan – Tuban di Jawa Timur,

Demak – Kudus – Muria – di Jawa Tengah dan Cirebon di Jawa Barat.

Zaman Walisongo adalah zaman berakhirnya dominasi Hindu-Budha

dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka

adalah symbol penyebaran Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Tentu

banyak tokoh lain yang terlibat. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam

mendiriikan Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa. Itu berdampak pada seluruh

masyarakat dan budaya secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para

Walisongo ini dikenal daripada yang lain.

Di Jawa, pada abad ke-15 Masehi agama Islam mengalami perkembangan

pesat terutama di wilayah bagian pantai Utara. Seiring berjalannya waktu Islam

mulai merambat ke daerah pedalaman15 dan muncul peradaban baru yaitu

Peradaban Islam-Jawa. Hal ini terjadi seperti datangnya agama Hindu-Budha di

Jawa muncul sebuah dialektika budaya Jawa yang bercorak agama Hindu-Budha.

Demikian pula pada waktu agama Islam, terjadilah interaksi antara budaya Jawa

dan agama Islam yang melebur menjadi satu.16

Ada dua pola yang muncul sejak awal, yaitu Islam dipengaruhi nilai

budaya Jawa dan Islam yang mempengaruhi nilai budaya Jawa. Sebagai contoh

adalah alat musik Gamelan, kesenian ini sudah muncul sejak zaman Hindu-
15
Ahmad Mundzir dan Nurcholis, Sunan Bonang Wali Sufi Guru Sejati, (Tuban: Yayasan
Mubarrot Sunan Bonang Tuban,2016) hlm. 143.
16
Ahmad Mundzir dan Nurcholis, Sunan Bonang Wali Sufi Guru Sejati, hlm. 29.

9
Budha yang mendominasi Indonesia. Dalam mitologi Jawa, Gamelan diciptakan

oleh Sang Gyang Guru Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa yang

istananya di Medangkamulan atau Gunung Lawu. Pada saat Penyebaran agama

Islam di Jawa. Sunan Bonang mengubah Gamelan yang pada waktu itu sangat

kental dengan estetika Hindu. Gubahannya waktu itu memberi nuansa

trasendental atau wirid yang mendorong kecintaan pada kehidupan, dan

menambahkan instrument bonang pada satu set Gamelan.

Di Indonesia penyebaran islam ditandai dengan kehadiran Walisongo

khususnya tanah Jawa. Julukan Walisongo merupakan julukan yang mengandung

perlambangan suatu dewan wali-wali, dengan mengambil angka Sembilan yang

sebelumnya pengaruh Islam sudah dipandang sebagai angka keramat.17

Bilangan sembilan mempunyai kaitannya dengan kosmologi orang Jawa

yang memeluk agama Hindu, bahwa mereka berkeyakinan yang mengatur dan

melindungi seluruh yang ada di alam ini adalah dewa berjumlah sembilan.

Kosmologi tersebut dinamakan kosmologi Nawa Dewata.18

Sunan Bonang adalah satu dari sembilan Walisongo, Lahir di Rembang

pada tahun 1465 M dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim yang

merupakan putra keempat dari perkawinan Sunan Ampel dan Nyai Ageng

Manila (Candrawati). Sunan Bonang dikenal sebagai penyebar agama Islam yang

menguasai macam-macam keilmuan diantaranya Ilmu Fiqh, Ushuluddin, Seni,

17
Hamid Nasuhi, Orang Suci Tanah Jawa: Sosok Sunan Kalijaga dalam Tradisi
Mataram Islam, (Jakarta : LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015) hlm. 29.
18
Luthfia Febriana, Skripsi: “Jalan Kesucian: Ajaran Tasawuf Dalam Suluk Wujil Sunan
Bonang”, (Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah : 2021).hlm. 5.

10
Tasawuf, Sastra, Arsitektur, dan Ilmu Silat dengan kesaktian dan kedigdaan yang

menakjubkan.

Sunan Bonang banyak dipengaruhi oleh tokoh sufi yaitu al-Ghazālī.

Bahkan beliau terang-terangan berkata bahwa kitab Ihyā ‘Ulūm al-Dīn sebagai

salah satu kitab yang cukup banyak menginspirasi pemikiran tasawuf dan

ajarannya. Istilah sulūk adalah ajaran Tasawuf Sunan Bonang yang terkenal.

Usul sulūk yang diajarkan olehnya bisa dikatakan sama dengan ajaran-ajaran

tasawuf al-Ghazālī. Sehingga jika dicermati isi uraian Sunan Bonang tentang

Tuhan dan hubungannya dengan manusia termasuk tasawuf pada dasarnya

hanyalah merupakan ikhtisar atau terjemahan bebas dari kitab Ihyā ‘Ulūm al-Dīn

dan kitab Tamhīd.19

Tasawuf dapat diartikan sebagai jalan atau cara mendekatkan diri kepada

Allah untuk mencapai ridha Allah. Para pengikut ilmu tasawuf biasanya orang-

orang yang rindu kepada Allah dan rela meninggalkan segala keduniawian untuk

menghadapkan jiwa serta raga hanya kepada Allah. Ajaran tasawuf cinta atau

'isyq Sunan Bonang mirip dengan ajaran Jalaluddin Rumi. Apabila Allah

mencipta segala sesuatu dengan cinta, maka jalan kembali kepada-Nya adalah

dengan cinta pula.

Menurut Sunan Bonang, cinta di sini sama dengan iman, pengetahuan

intuitif atau makrifat dan kepatuhan kepada Allah. Untuk mencapai hal itu,

19
Kholis dan Mundhir, Menapak Jejak Sulthanul Auliya’ Sunan Bonang, (Tuban:
Yayasan Mubarrot Sunan Bonang Tuban, 1988) hlm: 109.

11
seseorang harus mengesampingkan ego rendahnya hawa nafsu dan masuk dalam

kebakaan. Hal itu ia ungkapkan dalam Suluk Wujil pada bait ke-23 :

Wujil kawruh ing sariraneki / iya iku nyataning pangeran / tan angling

yen tan ana wadine / dene wasitanipun / ana malih kang angyakteni /

samya luruh sarira / sabdane tanpa sung / amojok saking susanta / tanpa

sung kaliru saking pernah neki / iku kang aran lampah20

Artinya :

O Wujil! Barang siapa yang mengenal diri sendiri, adalah dia yang

mengenal tuhan. Dan orang yang mengenal Tuhan tidak sembarang bicara,

kecuali jika kata-katanya mempunyai maksud penting. Ada pula orang lain

yang berusaha mengenal dirinya, karena kesungguhannya mencari maka ia

menemukan dirinya. Mereka tahu, bahwa seseorang tidak boleh terlempar

ke luar dari kehalusan, dan merka pun mengetahui bahwa ia tidak boleh

memilih tempat yang keliru. Demikianlah yang disebut jalan kesucian

(lampah).

Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat

mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta

adalah keyakinan mendalam kepada Allah serta kehendak-Nya, yaitu Haqq

al-yaqin. Haqq al-yaqin inilah sumber paling murni dari kemauan sejati

20
R. Ng. Purbatjaraka, Ajaran Rahasia Sunan Bonang Suluk Wujil, terj. R. Suyadi
Pratomo, (Jakarta : Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), 19.

12
dan perbuatan yang indah. Hal ini beliau nyatakan dalam Kitab Primbon

Bonang21 :

“Ingsoen anakseni tan antara sapolahingkang sinihan, amenoehi sih

noegrahanira dadi nir ananingkang sinihan tan sah anoet inggek ing

sihing dhatu’llah.”22

Artinya :

“Aku bersaksi bahwa sesungguhnya hanya Allah-lah yang cinta-Nya tiada

terputus (tanpa perantara) karena cinta-Nya kepada sang kekasih maka

segala tingkah lakunya terpenuhi dengan karunia-Nya sehingga adanya

kekasih itu lenyap dan selalu mengikuti gerak-gerik cinta zat Ilahi.”

Dan pada bait ke 11 dalam Kitab Suluk Wujil Sunan Bonang beliau

menyatakan :

“Pengetisun ing sira ra-Wujil // den yatna uripira’neng dunya // ywa

sumambaraneng gawe // kawruhana den estu // ariranta pon dudu jati //

kang jati dudu sira // sing sapa puniku // weruh rekeh ing sarira //

mangka sasat wruh sira maring Hyang Widhi // iku marga utama.23

21
Kitab Bonang atau Buku Bonang atau Primbon Bonang adalah salah satu karya tulis
Sunan Bonang yang masih terpelihara hingga saat ini. Buku tersebut pernah menjadi bahan
penelitian salah satu ilmuan Belanda bernama B.J.O Schrieke yang kemudian ia beri nama Het
Boek Van Bonang.
22
Schrieke, Het Boek Van Bonang. ((Leiden: The University of Chicago Press, 1916)
Pupuh : 3, 97.
23
R. Ng. Purbatjaraka, Ajaran Rahasia Sunan Bonang Suluk Wujil, terj. R. Suyadi
Pratomo, 57-58.

13
Artinya:

“Ingat-ingatlah Wujil waspadalah, Hidup di dunia ini, Jangan ceroboh dan

gegabah, Dan Sadarlah serta yakin, Bahwa dirimu bukanlah Hyang Jati Tunggal,

Dan Hyang Jati Tunggal bukanlah dirimu, Barang siapa yang mengenal dirinya

sekarang, Seakan-akan mengenal Tuhannya, Itulah jalan ma'rifat sejati.

Berangkat dari uraian di atas, ada ketertarikan sendiri yang dirasakan oleh

penulis untuk mengakaji konsep Mahabbah dalam sudut pandang tokoh Sunan

Bonang. Seorang wali tanah Jawa menjelaskan beberapa tahapan untuk mencapai

hakikat kesempurnaan salah satunya dengan konsep Mahabbah. Sehingga

manusia mengerti bahwa perasaan rindu dan senang yang istimewa terhadap

sesuatu. Perasaan itulah yang menyebabkan seseorang terpusat kepada-Nya

bahkan mendorong orang tersebut memberikan yang terbaik.

Sehingga mengetahui konsep Mahabbah atau rasa cinta seperti apa yang

diajarkan oleh Sunan Bonang untuk bisa lebih dekat dengan sang Khaliq. Juga

sebagai bahan renungan bagi beberapa kelompok atau oknum yang menganggap

bahwa tasawuf memiliki nilai dan ajaran yang menyimpang dari ajaran agama

Islam. Menyadarkan kelompok minoritas yang sedikit demi sedikit berusaha

untuk menghapus jejak Walisongo dalam catatan sejarah dan menganggap

Walisongo tidak mempunyai andil besar dalam penyebaran agama Islam di

Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Namun faktanya Walisongo mampu

membawa masyarakat mengenal Islam dan menjadikan agama Islam sebagai

agama mayoritas, bahkan membekali jiwa manusia agar selalu berada di jalan

yang benar dan di ridhoi oleh Allah SWT.

14
Oleh karena itu, penulis berusaha untuk menggali konsep Mahabbah

seperti apa yang diajarkan oleh sang tokoh Sunan Bonang dalam kehidupannya.

Sehingga penulis tuangkan dalam penulisan skripsi dengan judul “Jalan Cinta:

Konsep Mahabbah Perspektif Sunan Bonang”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis mengindentifikasikan

masalah-masalah yang terdapat pada penelitian ini, diantaranya :

1. Problematika Spiritual Manusia di zaman modern seperti hilangnya

visi ke-Ilahian.

2. Keresahan penulis tentang matakuliah tasawuf nusantara yang

tidak adanya pembahasan yang spesifik tentang Sunan Bonang.

3. Penulis belum menemukan kutipan langsung tentang Mahabbah

Sunan Bonang.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan penelitian ini tidak melebar, maka

penulis membatasi penelitian ini hanya mencakup konsep Mahabbah Sunan

Bonang yang diteliti dari kitab Suluk Wujil dan kitab Primbon Bonang yang

memperlihatkan gaya bahasa yang tidak biasa dan terkesan aneh karena

menunggunakan bahasa Aksara Jawa Ketengah-tengahan yang memang tidak

lazim digunakan dalam penulisan tembang dan terdiri dari 104 bait dan 51

halaman pada kitab Primbon Bonang. Masalah yang diambil dalam penelitian

15
ini hanya beberapa bait yang membahas tentang ajaran tasawuf dan perjalanan

spiritual dalam Suluk Wujil dan Primbon Bonang.

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah sebagaimana dijelaskan di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa pertanyaan tentang penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep Mahabbah Sunan Bonang ?

2. Apakah urgensi mempelajari konsep Mahabbah tersebut ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan adanya penjabaran rumusan masalah di atas, maka peneliti

menarik tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Ingin mengetahui konsep Mahabbah Sunan Bonang

2. Untuk mengetahui penerapan konsep Mahabbah dalam kehidupan

Sunan Bonang dan kehidupan modern ini

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh penulis adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan

dapat memberikan informasi mengenai Mahabbah Sunang Bonang

secara lebih detail dari berbagai aspek. Dapat dijadikan sebagai

bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan tentunya penelitian

ini bisa menambah wawasan bagi pembaca.

2. Memperkenalkan walisongo bahwa mempunyai andil besar dalam

penyebaran agama Islam di Indonesia.

16
3. Memperkenalkan sosok Sunan Bonang dalam segi kehidupan,

intelektualitas, dan religiusitasnya.

4. Dapat menjelaskan bahwa ajaran Tasawuf mengandung nilai dan

ajaran Islam yang benar dan masih relavan untuk di terapkan dalam

kehidupan modern ini.

5. Menjawab konsep Mahabbah yang salah diartikan oleh Sebagian

kelompok.

F. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan untuk melengkapi penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan Konsep Mahabbah Sunan Bonang, maka

peneliti mencantumkan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut:

Pertama, Luthfia Febriana, Mahasiswi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta (2017) dengan judul skripsi “Jalan Kesucian:

Ajaran Tasawuf Dalam Suluk Wujil Sunan Bonang”. Dalam penelitian ini

Luthfia Febriana menjelaskan bahwa ajaran tasawuf dalam Suluk Wujil

adalah ajaran tentang konsep Tuhan, konsep manusia, dan konsep manusia

menuju Tuhan. Konsep manusia menuju Tuhan dikenal sebagai pencarian

hakikat diri manusia menuju kesucian.24

Kedua, Alfi Dewitasari, Mahasiswi Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru (2021) dengan judul skripsi


24
Luthfia Febriana, Skripsi: “Jalan Kesucian: Ajaran Tasawuf Dalam Suluk Wujil Sunan
Bonang”, (Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah : 2021).

17
“Memahami Konsep Mahabbah dalam buku Mahabbah cinta Al-Ghazali

karya Luqman El Hakim”. Dalam penelitian ini Afli Dewitasari

menjelaskan Cinta kepada Allah adalah puncak dari cinta yang paling

tinggi. Sehingga mampu mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi

segala larangannya, serta mengikuti ajaran yang dibawa Rosulullah dengan

hati yang ikhlas.25

Ketiga, Muhammad Syamsuri, Mahasiswa Universitas Islam

Negeri Walisongo Semarang (2020) dengan judul skripsi “Makna Syair

Tombo Ati dalam perspektif Tasawuf”. Dalam penelitian ini Syamsuri

menjelaskan makna syi‟ir tombo ati dalam perspektif tasawuf mengarah

pada penggunaaan qalb dalam setiap tindakan untuk menuju kedekatan

dengan Allah dengan melakukan lima hal, yaitu; membaca Al-Quran,

Salat malam (tahajjud), memperbanyak zikir, melakukan puasa, dan

berkumpul dengan orang shaleh, sehingga sesorang akan menyucikan

dirinya lahir dan batin melalui jalan takhalli, tahalli, dan tajalli dengan

tombo ati tersebut.26

Keempat, Jauharotina Alfadhilah, Mahasiswi Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (2017) mengangkat judul

tesis “Konsep Tuhan dalam Prespektif Maulana Makdum Ibrahim (Studi

25
Alfi Dewitasari, Skripsi. “Memahami Konsep Mahabbah dalam buku Mahabbah cinta
Al-Ghazali karya Luqman El Hakim”, (Pekanbaru, UIN Suska Riau : 2021).
26
Muhammad Syamsuri, Skripsi: “Makna Syair Tombo Ati dalam perspektif Tasawuf”,
(Semarang, UIN Walisongo : 2020).

18
Kitab Bonang dan Suluk Wujil)”. Dalam penelitiannya ini Jauharotona

Alfadhilah berusaha mengungkap bagaimana konsep tentang Tuhan

berdasarkan Kitab Bonang dan Suluk Wujil, mengambil dua naskah

perbandingan yang dijadikan satu berdasarkan segi filsafat ketuhanannya.27

Kelima, Siti Umi Lu’luul Jannah, mahasiswa Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan judul skripsi “Implementasi Suluk

Sunan Bonang sebagai Metode Konseling Islam pada Masyarakat

Tuban”. Dalam penelitiannya Siti berusaha mengimplementasikan suluk

Sunan Bonang sebagai metode bimbingan konseling pada masyarakat

Tuban.28

Berangkat dari kajian terdahulu ini, maka bisa dipastikan bahwa

penelitian ini bersifat baru karena belum ditemukannya penelitian secara

langsung tentang, Jalan Cinta : Konsep Mahabbah dalam perspektif Sunan

Bonang.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research (studi pustaka) yang

bersifat kualitatif deskriptif yaitu dengan menelaah objek material

27
Jauharotina Alfadhilah, Tesis: “Konsep Tuhan dalam Prespektif Maulana Makdum
Ibrahim (Studi Kitab Bonang dan Suluk Wujil)”, (Surabaya, UIN Sunan Ampel, 2017).
28
Siti Umi Lu’luul Jannah, Skripsi: “Implementasi Suluk Sunan Bonang sebagai Metode
Konseling Islam pada Masyarakat Tuban”, (Surabaya, UIN Sunan Ampel, 2014).

19
karyakarya, dan sumber data yang diambil dan dikumpulkan dari buku-

buku, tulisan-tulisan dan kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian

ini.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis bersifat kualitatif. Moleong

berpendapat, Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang

menggunakan latar alamiah, dengan maksud untuk menafsirkan fenomena

yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang

ada.29 Pendekatan kualitatif menunjukkan proses penelitian yang

memungkinkan kompleksitas sosial yang dijelaskan secara holistik melalui

serangkaian teori, metode, dan analisis. Penelitian kualitatif juga

memberikan ruang kepada responden penelitian untuk mengungkapkan

pandangannya sendiri (emic perspective), sehingga hal-hal yang sifatnya

subyektif dapat dipahami dari kerangka pelakunya sendiri.

3. Sumber Data
Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam kajian ini

diperoleh dari bahan-bahan yang dikategorikan sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dari sumber pertamanya atau

dokumen utama yang dijadikan sumber pada penelitian dalam

29
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2017. h.5

20
penulisan ini, Adapun sumber data primer yang penulis temukan

hanya sebatas wujud dari manuskrip tersebut yang penulis temukan

di Perpustakaan Nasional Jakarta, Naskah Suluk Wujil dengan kode

K.B.G 54, dengan tulisan Aksara Jawa dan Naskah Kitab Primbon

Bonang yang penulis dapatkan pada Website Digital Collection

Leiden University Library tanda rak 1928 dengan tulisan Aksara

Jawa.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan sarana yang dapat digunakan sebagai

pendukung untuk memahami masalah yang akan diteliti, dengan

artian bahwa data sekunder merupakan data sebagai penunjang

sumber utama. Data sekunder yang dimaksud berupa buku-buku,

jurnal, skripsi, artikel dan yang berhubungan dengan tema

penelitian. Adapun sumber data sekunder menggunakan tulisan

Poerbatjaraka, “De Geheine Leer Van Soenan Bonang” (Soeloek

Woedjil)” Djawa, Jaargang 1938, No.3-5. Diterbitkan oleh Kolff

Buning. Yang ditulis menggunakan Bahasa belanda dan di

terjemahkan ke Bahasa Indonesia, oleh R. Suyadi Pratomo,

“Ajaran Rahasia Sunan Bonang Suluk Wujil” diterbitkan oleh

Proyek Penerbitan sastra Indonesia dan Daerah, di Jakarta pada

1985.

21
Adapun sumber buku lainnya yang selaras dengan penelitian ini

adalah : Sunan Bonang Wali Sufi Guru Sejati, Menapak Jejak

Sulthanul Auliyah Sunan Bonang, Petuah-petuah Sunan Bonang.

Penulis juga menyantumkan data tambahan sebagai data

pendukung pada penelitian ini, seperti buku pembahasan tasawuf,

walisongo terkhusus Sunan Bonang, jurnal, dan kajian terdahulu

dari penelitian sebelumnya baik berupa skripsi ataupun tesis.

4. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik Library Reserch, yaitu buku-buku, dokumen,

jurnal, artikel website atau literatur yang memiliki kaitan dengan

rencana penelitian ini, teknik ini digunakan demi kelengkapan data

dari penelitian. Data yang akan penulis kumpulkan pada penelitian ini

adalah data yang memuat tentang pembahasan mengenai konsep

Mahabbah dalam perspektif Sunan Bonang.

Adapun langkahnya yaitu mengklarifikasi data yang diperoleh

menjadi data primer dan data sekunder. Kemudian langkah selanjutnya

yaitu menelaah beberapa literatur yang ada, kemudian mengutip

bagian-bagian yang berhubungan dengan penelitian.

5. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengurutan dan mengelompokkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat

22
ditemukan tema serta bisa dirumuskan hipotesis kerja sebagaimana

yang disarankan oleh data30.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

isi yaitu suatu teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik

kesimpulan yang benar dari data atas dasar konteksnya. Setelah semua

data terkumpul maka langkah yang dilakukan yaitu penulis akan

menganalisa data tersebut sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.

Untuk memperoleh hasil yang benar dan tepat dalam menganalisa data,

disini peneliti menggunakan teknik membaca, mencatat data serta

menginventariskan data kemudian menganalisi isi. Dengan seperti itu

maka didapatkan suatu kesimpulan mengenai bagaimana konsep

Mahabbah dalam perspektif Sunan Bonang. Dalam menganalisis data

penelitian ini penulis menggunakan pendekatan teori Dualisme

Aristoteles Hyle (materi), Morphe (bentuk). Diharapkan dengan

pendekatan ini dapat mengantarkan penulis dalam mencaritahu aspek-

aspek yang dapat berubah dan yang tidak dapat berubah dalam

pembahasan penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah cara yang diterapkan untuk

menyajikan gambaran mengenai permasalahan yang akan di bahas dalam

penulisan ini, sehingga memperoleh gambaran yang jelas tentang isi dari

30
Sandu Siyoto, Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media
Publishing, 2015), hlm. 120.

23
penulisan penelitian ini, agar memudahkan penulisan pada penelitian ini,

maka peneliti menyusun sitematika penulisan ini dengan bab-bab serta

sub-bab sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan, pada bab pertama ini akan diuraikan tentang

latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah,

tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kajian terdahulu, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Pada bab kedua ini akan dibahas pandangan tasawuf,

mencakup pengertian tasawuf, sejarah, ajaran pokok tasawuf, jalan

maqomat, dan perkembangan tasawuf di Indonesia.

BAB III. Pada bab ketiga ini akan diuraikan terdiri dari biografi

Sunan Bonang sebagai tokoh dalam penelitian ini, Adapun beberapa

pembahasan yang penulis rasa penting untuk dibahas seperti latar belakang

kehidupan Sunan Bonang, khazanah keilmuan Sunan Bonang serta

pengaruh pemikiran Sunan Bonang.

BAB IV. Pada bab keempat ini akan fokus pada inti pembahasan

menguraikan cara meraih mahabbah atau cinta Allah SWT dalam

perspektif Sunan Bonang yang meliputi Konsep Mahabbah Sunan Bonang

dan Penerapan ajaran cinta dalam kehidupannya.

24
BAB V. Pada bab kelima ini adalah penutup yang terdiri dari

kesimpulan, kritik, saran, daftar Pustaka, serta lampiran-lampiran.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad Rusdi dan Guntur Alting. Cinta Segitiga Allah Rasul-Manusia.
Jakarta Selatan : AMS Press, 2015.

25
Amin, Samsul Munir. Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi. Jakarta : Sinar Grafika
Offset, 2008.

Alfadhilah, Jauharotina. “Konsep Tuhan dalam Prespektif Maulana Makdum


Ibrahim (Studi Kitab Bonang dan Suluk Wujil)”. Tesis S2. Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2017. Di akses dari
https://digilib.uinsa.ac.id

Ali, Muhammad Sayuthi. Metodelogi Penelitian Agama. Jakarta: PT. Raja


Grafido Persada, 2002.

Burhanuddin, Anas. Kitab Hadis Arbain Nawawi. Jakarta: Radio Rodja, 2019. Di
akses dari https://www.radiorodja.com

Dewitasari, Alfi. “Memahami Konsep Mahabbah dalam buku Mahabbah cinta Al-
Ghazali karya Luqman El Hakim”. Skripsi S1. Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau, 2021. Di akses http://repository.uin-
suska.ac.id

Febriana, Luthfia. “Jalan Kesucian: Ajaran Tasawuf Dalam Suluk Wujil Sunan
Bonang”. Skripsi S1. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2021. Di akses dari https://repository.uinjkt.ac.id

Jannah, Siti Umi Lu’luul. “Implementasi Suluk Sunan Bonang sebagai Metode
Konseling Islam pada Masyarakat Tuban”. Skripsi S1. Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014. Di akses dari
https://digilib.uinsa.ac.id

Mundzir, Ahmad dan Nurcholis. Sunan Bonang Wali Sufi, Guru Sejati. Tuban :
Yayasan Mubarrot Sunan Bonang, 2016.

Mundzir, Ahmad dan Nurcholis. Menapak Jejak Sulthanul Auliyah Sunan


Bonang. Tuban: Penerbit Mulia Abadi, 2013.

Musawi Lari, Sayyid Mujtaba, Youtb and Moral, alih Bahasa, Psikologi Muslim.
Bandung: Pustaka Budaya, 1995.

26
Musthofa, Muhammad Habib. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional,
1984.

Nata, Abudin. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998.

Nasuhi, Hamid. Orang Suci Tanah Jawa : Sosok Sunan Kalijaga dalam Tradisi
Mataram Islam. Jakarta: LP-UIN Syarif Hidayatullah, 2015.

Purbatjaraka, R. Ng. Ajaran Rahasia Sunan Bonang Suluk Wujil. Terj. R. Suyadi
Pratomo. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Schrike, B.J.O. Het Van Boek Bonang: Exchange Dissertations. Laiden: The
University Of Chicago, 1916.

Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. Dasar Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015.

Sururin. Rabi’ah al-Adawiyah Hubb Al-Illahi Evolusi Jiwa Manusia Menuju


Mahabbah dan Makrifat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Syamsuri, Muhammad. “Makna Syair Tombo Ati dalam perspektif Tasawuf”.


Skripsi S1. Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2020. Di
akses dari https://eprints.walisongo.ac.id

27

Anda mungkin juga menyukai