Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU (TB PARU)


RUANG ASOKA RSU ANWAR MEDIKA SIDOARJO
Dosen Pembimbing: Ns. Lutfi Wahyuni, S.Kep., M.Kes

NAMA : WARDATUL MUKHLISHOH


NIM : 202373053

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO

TA. 2023 – 2024


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
I. KONSEP PENYAKIT TB PARU.................................................................1
1.1 Definisi Tuberculosis Paru (TB Paru)...........................................................1
1.2 Etiologi..........................................................................................................1
1.3 Klasifikasi.....................................................................................................2
1.4 Penularan & Faktor Risiko............................................................................3
1.5 Manifestasi Klinis.........................................................................................3
1.6 Patofisiologi..................................................................................................4
1.7 Pathway........................................................................................................5
1.8 Komplikasi....................................................................................................6
1.9 Pemeriksaan Penunjang................................................................................6
1.10 Penatalaksanaan Medis.................................................................................7
II. KONSEP ASUHAN KLIEN DENGAN PENYAKIT TB PARU.............11
1.1 Pengkajian...............................................................................................11
1.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................17
1.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
I. KONSEP PENYAKIT TB PARU

I.1 Definisi Tuberculosis Paru (TB Paru)


Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
mycobacterium tubercoli yang berbentuk batang aerobik ini tahan asam yang
menyerang paru -paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya, bakteri ini dapat
masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (Amin & Hardhi, 2015). Menghirup tetesan bahan infeksius dari individu
yang terinfeksi mengakibatkan sebagian besar infeksi tuberkulosis, yang terjadi
melalui udara. Peluang 10% tertular tuberkulosis paru ada pada mereka yang
memiliki Mycobacterium tuberculosis. Orang dengan sistem kekebalan yang
lemah, seperti pengidap HIV, diabetes, malnutrisi, diabetes, atau perokok, lebih
rentan terhadap penyakit (Ramadhan, Fitria, & Rosdiana, 2017).

Mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis merupakan penyakit


kronis yang dapat membahayakan paru-paru dan menyebar melalui udara. Selain
merusak paru-paru, TBC juga dapat menyebar ke dan merusak organ lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening (Dwiningrum, Wulandari, &
Yunitasari, 2021). Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit dengan risiko
penularan yang tinggi. Penentu keberhasilan penatalaksanaan terapi tuberkulosis
adalah kepatuhan pasien terhadap terapi (WHO, 2018).

I.2 Etiologi
Tuberkulosis paru disebabkan oleh basilituberkel yang berasal dari
genusmycobaterium. Terdapat tiga jenis parasit obligat yang dapat menyebabkan
penyakit tuberkulosis yaitu mycobacterium tuberkulosis, Mycobacterium bovis
dan Mycobacterium africanum. Walaupun demikian,98% penyakit TBC
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Infeksi dari bakteri ini terutama
terjadi pada saluran pernafasan yang sering dikenal dengan tuberkulosis paru-
paru. Infeksi TBC dapat pula terjadi diluar paru-paru (extrapulmonary
tuberkulosis). Tuberkulosis ditandai dengan berbagai gejala seperti batuk keras

1
selama 3minggu atau lebih, nyeri dada, batuk dengan darah/sputum, badan lemas
dan mudah kelelahan, berat badan menurun, nafsu makan menurun, menggigil,
demam, dan berkeringat pada malam hari. Tidak semua orang yang terinfeksi
bakteri TBC akan menjadi sakit. Tuberkulosis dapat di klasifikasikan menjadi
TBC laten dan TB aktif. Pada TBC laten, bakteri TBC hidup di dalam tubuh
penderita namun tidak menyebabkan sakit ataupun munculnya suatu gejala. Pada
kondisi ini tubuh dapat melawan bakteri sehingga mencegah bakteri untuk
tumbuh. Pada TB aktif, bakteri yang semula tidak aktif di dalam tubuh akhirnya
menjadi aktif dikarenakan sistem imun yang tidak dapat mencegah bakteri untuk
kambuh. Akhirnya orang yang menderita penyakit ini akan mudah untuk
menyebarkan bakteri TBC kepada orang lain.

I.3 Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer (Childhoodtuberculosis).
2) Tuberculosis post primer (Adulttuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (kochpulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh. Tuberculosis
paru BTA negatif dengan kriteria :
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan Tuberculosis paru
aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas Tuberculosis paru dengan kriteria :
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada tau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi Tuberculosis inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung)
d. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit TBC
e. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

2
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien tampak sesak dan batuk
mengeluarkan sputum.
f. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
g. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
(LeMone, M.Burke, & Bauldoff, 2016)

I.4 Penularan & Faktor Risiko


Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi udara. Individu
terinfeksi, melalui berbagai cara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, .
melepaskan droplet besar (lebih dari 100 unit ) dan kecil 1 sampai 5 unit). Droplet
yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan diudara dan terhirup
oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi untuk tertular
tuberkulosis adalah :

a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif


b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
terinfeksi dengan HIV)
c. Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang edekuat
e. Individu yang tinggal di daerah perumahan sub standart kumuh
Risiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya
organisme yang terdapat di udara (LeMone, M.Burke, & Bauldoff, 2016).

3
I.5 Manifestasi Klinis
a. Demam 40-41°C , Serta ada batuk / batuk darah : Batuk berdahak yang terjadi
dalam kurun waktu yang lama untuk kembali sembuh, umumnya lebih dari tiga
minggu. Batuk berdarah. Ini yang paling sering terjadi, sebab sudah tersebar
pada paru-paru dan menyebabkan infeksi.
b. Sesak nafas dan nyeri dada : Terjadi karena paru-paru yang sudah terinfeksi,
sehingga geraknya lemah atau tidak normal pada waktu proses pernafasan.
c. Malaise, keringat malam.
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada : Ronchi Bunyi dengan nada rendah,
sangat kasar terdengar baik inspirasi maupun ekspirasi akibat terkumpulnya
secret dalam trachea atau bronchus.
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit : Terjadi karena paru-
paru yang sudah terinfeksi, sehingga geraknya lemah atau tidak normal pada
waktu proses pernafasan.
f. Pada anak:
1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
3) Batuk kronik ≥ 3 minggu ,dengan atau tanpa wheezing
4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

4
I.6 Patofisiologi
Kuman M. tuberculosis masuk ke alveoli melalui saluran udara saat
seseorang menghirupnya, alveoli yakni tempat bakteri berkumpul dan
berkembang biak. Melalui sistem limfatik dan cairan tubuh, M. tuberculosis juga
dapat menyerang bagian tubuh lainnya, termasuk ginjal, tulang, korteks otak, dan
area paru lainnya (lobus atas). Respon inflamasi akan dilakukan oleh sistem imun
sebagai respon. Fagosit menghambat pertumbuhan kuman, dan limfosit yang
spesifik untuk melisiskan (membunuh) bakteri tuberkulosis dan jaringan sehat.
Eksudat terakumulasi di alveoli sebagai akibat dari interaksi ini, yang dapat
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal sering terjadi 2–10 minggu setelah
terpapar kuman (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).

Granuloma terbentuk pada tahap awal infeksi akibat interaksi sistem


kekebalan dengan M. tuberculosis. Basil hidup dan mati dikelompokkan bersama
dalam granuloma, yang dilindungi oleh makrofag. Granuloma berubah menjadi
akumulasi jaringan fibrosa. Pusat massa, yang dikenal sebagai TBC Ghon,
mengering dan berubah menjadi keju. Ini pada akhirnya akan mengklasifikasikan
dan membuat jaringan kolagen, setelah itu bakteri akan menjadi tidak aktif.
Seseorang mungkin mengalami penyakit aktif setelah infeksi pertama sebagai
akibat dari respon imun yang tidak memadai atau melemah. Infeksi ulang dan
kebangkitan kembali bakteri laten, yang sebelumnya lembam, juga dapat
menyebabkan penyakit ini. Tuberkel ghon dalam hal ini hancur, menghasilkan
kaseosa nekrotikan di bronkus. Penyakit itu kemudian menyebar lebih luas
sebagai akibat dari penyebaran bakteri di udara. Tuberkel yang mati menghasilkan
jaringan parut saat sembuh. Saat paru-paru yang terinfeksi semakin membengkak,
kondisi bronkopneumonia memburuk (Sigalingging, Hidayat, & Tarigan, 2019).

5
I.7 Pathway

Gambar 1.1 PathwayTBC Berdasarkan modifikasi Teori Dari (Amin & Hardhi, 2015) & (LeMone,
M.Burke, & Bauldoff, 2016)

6
I.8 Komplikasi
a. Kerusakan jaringan paru yang masif
b. Gagal nafas (terjadi bilamana pertukaraan oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh, sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia)
c. Fistulabronkopleural (fistula antara ruang pleura dan paru-paru dapat
berkembang setelah pneumono nectomy, pasca trauma atau infeksi tertentu)
d. Pneumothoraks (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Efusi pleura (kelebihan cairan yang menumpuk pada organ pleura, ruang berisi
aliran yang mengelilingi paru).
f. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
g. Infeksi organ tubuh lain oleh fokus mikro bakteri kecil.
h. Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat
(Kimberly, 2011)

I.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yg di lakukan pada klien dengan TBC Paru, yaitu :

a. Laboratorium darah rutin: LED normal/meningkat, linfositosis


b. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnosa TBC paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% klien yang dapat di
diagnosa berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (paroksidaseanti peroksidase): merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya
spesifik terhadap basil TBC Paru

7
d. Tes mantoux/tuberculin : merupakan uji serologi imuno peroksidase memakai
alat histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil
TBC Paru
e. Pemeriksaan radiologi : rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjukkan diagnosis TBC Paru yaitu:
1) Bayangan lesi terdapat pada lapang paru atas atau segment apical lobus
bawah
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
3) Adanya kavitas, tunggal dan ganda
4) Kelainan bilateral terutama dilapang atas paru
5) Adanya klasifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7) Bayangan millie
(Nurarif & Kusuma, 2016)

I.10 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan Tuberculosis paru dibagi menjadi tiga bagian menurut
(Amin & Hardhi, 2015) yaitu pencegahan dan pengobatan.

a. Pencegahan Tuberculosis paru:


1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita Tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chestX-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang

8
masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang
menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
risiko timbulnya Tuberculosis paru milier dan meningitis Tuberculosis
paru
b) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
yang bergaul erat dengan penderita Tuberculosis paru yang menular
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif
jangka panjang
b. Terapi pengobatan farmakologi
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) adalah teknik
penyembuhan TB paru jangka pendek yang dianjurkan oleh WHO. Setiap hari
"pemantauan langsung konsumsi obat jangka pendek dengan pengawasan obat"
adalah definisi dari taktik ini. Tiga langkah penting menyusun strategi ini:
mengidentifikasi pasien, memberikan perawatan, dan melakukan pengawasan
langsung. Sumber penularan TB paru berikutnya adalah pasien yang berhasil
menghindari penemuan, sehingga deteksi atau diagnosis menjadi sangat
penting. Dua tahap pengobatan TB paru adalah sebagai berikut:
1) Fase pertama (intens)
Pada titik ini, pasien minum obat setiap hari dan perlu diawasi dengan
ketat untuk menghindari berkembangnya resistensi obat. Diharapkan pasien
dengan BTA positif dapat mengalami konversi (berubah menjadi BTA
negatif) dalam waktu kurang lebih dua bulan jika pengobatan tahap intens
dilakukan dengan benar (Kemenkes RI, 2021).
2) Tahap kemajuan
Pada titik ini, pasien menerima lebih sedikit jenis obat dalam jangka
waktu yang lebih lama. Membunuh kuman yang membandel pada stadium
lanjut sangat penting untuk mencegah kekambuhan.

9
3) Imunisasi
Imunisasi merupakan terapi kedua untuk tuberkulosis paru. Penyakit
TB paru akan diproteksi secara aktif oleh vaksin ini. Strain Mycobacterium
tuberculosis Bacillus Calmette-Guerin (BCG) digunakan untuk membuat
vaksinasi tuberkulosis paru, juga dikenal sebagai BCG. Efisiensi
peningkatan kekebalan tubuh setelah dua atau tiga kali pemberian BCG
tidak terpengaruh. Oleh karena itu, vaksin BCG hanya diberikan sekali
seumur hidup seseorang (UNAIR, 2017).

Tahapan Pengobatan TB:

Tahapan pengobatan TB menurut (Kemenkes RI, 2019), terdiri dari 2


tahap yaitu:

a) Tahap Intensive
Pengobatan tahap intensive diberikan setiap hari dengan tujuan
mengurangi jumlah kuman dalam tubuh pasien secara efektif dan
mengurangi dampak dari kuman yang mungkin sudah resisten
sebelumnya. Pengobatan intensive harus dilakukan selama awal
pengobatan sampai 2 bulan pada semua pasien baru. Biasanya,
penularan sudah berkurang secara signifikan setelah 2 minggu pertama
pengobatan yang teratur dan tanpa komplikasi.
b) Tahap Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk mengeliminasi sisa
kuman yang masih bertahan dalam tubuh, terutama kuman yang
persisten, untuk memastikan pemulihan pasien dan mencegah
kemungkinan kekambuhan. Tahap lanjutan berlangsung sejak bulan ke-
2 sampai bulan ke-6, dan selama fase ini, pasien diharuskan
mengonsumsi obat setiap hari.
c. Terapi non farmakologi adalah:
1) Fisioterapi dada

10
Fisioterapi dada adalah istilah bagi suatu kelompok terapi yang
didesain untuk meningkatkan efisiensi pernafasan. Tujuan fisioterapi dada
adalah untuk membantu meningkatkan efisiensi pernafasan. Tujuan
fisioterapi dada adalah untuk membantumembuang sekresi bronchial,
memperbaiki ventilasi dan meningkatkan efisiensi otot-otot membuang
sekresi bronchial, memperbaiki ventilasi dan meningkatkan efisiensi otot-
otot.
2) Batuk Efektif
Latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk
membersihkan laring, trachea, dan bronkiolus dari secret atau benda asing
dijalan nafas. 3. Posisi Semi Fowler Pada posisi semi fowler dengan
kemiringan 45 derajat yaitu dnegan gaya gravitasi untuk pengembangan
paru, dan mengurangi tekanan abdomen pada diafragma.

11
II. KONSEP ASUHAN KLIEN DENGAN PENYAKIT TB PARU

1.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
1. Nama Klien
2. Nomor RM
3. Jenis Kelamin
Komposisi antara laki-laki dan perempuan terhadap penyerangan
infeksi virus TBC hampir sama. Pada perokok aktif kasusnya lebih banyak
terjadi dibanding yang tidak mengonsumsi rokok.
4. Umur
TB paru pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun namun yang
paling banyak adalah pada usia antara 1-2 tahun. Anak anak lebih sering
mengalami TB luar paru-paru dibanding TB paru (extrapulmonary).
Kelompok paling rentan menderita tuberculosis (TB) adalah kelompok
usia dewasa muda yang juga merupakan kelompok usia produktif 20-60
tahun.
5. Status Perkawinan
6. Pekerjaan
Penyakit TB paru sering diderita dari golongan ekonomi menengah
ke bawah. Dan juga berhubungan dengan jenis pekerjaan yang berada di
lingkungan yang banyak terpajan polusi udara setiap harinya. Polusi udara
dapat menurunkan efektifitas kerja paru-paru dan menurunkan sistem
imunitas tubuh kita.
7. Agama
8. Alamat
Lingkungan dengan penderita TB paru yang cukup banyak memicu
mudahnya penyebaran infeksi serta keadaan lingkungan dengan kualitas
kebersihan yang buruk juga dapat menjadi faktor penularan virus TBC
9. Tanggal MRS

12
10. Diagnosa Medis
Diagnosa medis sering menunjukkan adanya komplikasi pada klien
penderita TB paru.

B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
a. Demam : subfebris, febris (40-41 C) hilang timbul.
b. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkis, sebagai reaksi tubuh
untuk mengeluarkan produksi dari proses inflamasi, mulai dari batuk
kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul
dalam jangka waktu lama (kurang lebih 3 minggu).
c. Sesak napas : timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai
setengah paru.
d. Nyeri dada meningkat karena batuk berulang namun jarang ditemukan
kecuali terjadi infiltrasi radang sampai ke pleura
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Sesak napas dan batuk kadang disertai sputum atau tidak, demam
tinggi, kesulitan tidur, BB menurun drastis. Malaise ditemukan anoreksia,
nafsu makan dan berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta
berkeringat pada malam hari tanpa sebab. Pada atelektasis terhadap gejala
sianosis, sesak napas, dan kolaps.
3. Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita sebelumnya apakah
ada hubungannya dengan penyakit sekarang seperti penyakit jantung paru
(penyakit pernafasan), penyakit DM, riwayat pemakaian alkohol.
4. Riwayat penyakit keluarga (RPK)
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit TB Paru
(penyakit pernafasan lain) yang menular.

13
14
C. Pemeriksaan Fisik (B1 – B6):
1. Breathing (B1)
a. Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernafasan, sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya terlihat kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB
paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka akan terlihat adanya
tidak seimetrisan rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi
yang sakit. TB paru yang tidak simetris, yang membuat penderitanya
mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien dengan TB paru minmal dan tanpa komlikasi, biasanya
gerakan pernafasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian,
jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru biasanya klien akan terlihat sesak nafas, peningkatan frekuensi
nafas. Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien
dengan TB paru, biasanya di dapatkan batuk produktif yang disertai
adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen.
Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru di sertai
adanya bronkhiektasis yang membuat klien akan mengalami
peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

b. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernafasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernafas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan karusakan parenkim paru yang luas.

15
Getaran suara (femitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi
yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang
pohon bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunti pada
dinding dada disebut taktil fremitus. Palpasi trakea. Adanya pergeseran
trakea menunjukkan meskipun tidak spesifik penyakit dari lobus atau
paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah berlawanan dari
sisi sakit.
c. Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks
ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat
d. Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai respon vokal. Klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan
penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.

2. Blood (B2)
a. Inspeksi
Adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan fisik dengan
sianosis kemungkinan mengalami syok.
b. Palpasi

16
Perhitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas
denyut nadi, denyut nadi perifer melemah.
c. Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura condong ke arah paru yang sehat.
d. Auskultasi
Tekanan darah biasanya normal atau mengalami peningkatan
tetapi jarang ditemukan, bunyi jantung tambahan tidak didapatkan.
3. Brain (B3)
Kesadaran biasanya composmentis, pada pengkajian objektif klien
tampak dengan wajah meringis, dan merintih. Pengkajian nyeri PQRST.
4. Bladder (B4)
a. Inspeksi
Adanya oliguria menandakan syok hipovolemi. Urin berwarna
jingga pekat dan berbau menandakan fungsi ginjal normal pada
penderita TB paru sebagai eksresi dari OAT terutama rimfamisin.
b. Palpasi
kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemihkarena distensi
sebagai bentuk komplikasi.
5. Bowel (B5)
a. Inspeksi
Klien biasanya mengalami mual muntah, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.
b. Palpasi
Adakah nyeri tekan abdomen sebagai komplikasi.
c. Perkusi
Adanya distensi abdomen akibat batuk berulang.
d. Auskultasi
Terdengar bising usus menurun (normal 5-12x/menit).

17
6. Bone (B6)
a. Inspeksi
Kemungkinan adanya deformitas, aktivitas mandiri terlambat,
atau mobilitas dibantu sebagian akibat kelemahan otot.
b. Palpasi
Adakah nyeri tekan pada sendi atau tulang akibat dari komplikasi
infeksi TB pada tulang.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah salah satu cara untuk menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan penunjang ini meliputi:
1. Ro. Thorax : tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi
dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB
biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau
segmen superior lobus bawah.
2. Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah : adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan
serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif
b. Penurunan gas arteri
c. Sputum : ditemukan basil tahan asam pada sputum yang terdapat pada
penderita tuberkulosis paru biasanya diambil pada pagi hari
d. Test tuberkulosis : test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yag
di tes telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis
bahan diberikan yaitu : old tuberkulosis (OT) dan purifed protein
derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1//2 inci)
n o 24-26, dengan cara mencubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosismatau 5 tuberkulosis unit (5
TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi
antara 5-9 mm dianggap meragukan dan harus diulang lagi. Hasil akan
diketahui selama 48-72 jam tuberkulosis disuntikkan.

18
1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan TB paru,
antara lain:

1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)


a) Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
b) Etiologi
Fisiologis
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis. anestesi)
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
c) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering
4. Mekonium di jalan napas (pada neonatus)

19
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Dispnea
2. Sulit berbicara
3. Ortopnea

Objektif

1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
d) Kondisi klinis terkait
1. Guillan baree syndrom
2. Skelrosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi, transesophageal
echocardiography (TEE))
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stoke
8. Kuadrilegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas
(SDKI PPNI, 2016)
2) Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
a) Definisi
Inspirasi dan/ atau eskpirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
b) Etiologi

20
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan
otot)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neoromuskular
6. Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogra, (EEG) positif,
cedera kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan neurologis
9. Penurunan energi
10. Obesitas
11. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
12. Sindrom hipoventilasi
13. Kerusakan intervensi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
14. Cedera pada medula spinalis
15. Efek agen farmakologis
16. Kecemasan
e) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Dispnea
Objektif
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Ortopnea

21
Objektif

1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior – posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
c) Kondisi klinis terkait
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Guillain barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadripelgia
9. Intoksikasi alkohol
(SDKI PPNI, 2016)

22
1.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1) Bersihan jalan Bersihan Jalan 1) Kaji fungsi respirasi, antara
napas tidak Napas (L. 01001) lain: suara, jumlah, irama, dan
efektif (D.0001) Setelah dilakukan kedalaman nafas serta catatan
berhubungan tindakan keperawatan pula mengenai penggunaan
dengan diharapkan bersihan otot nafas tambahan.
hipersekresi jalan napas 2) Catat kemampuan untuk
jalan napas “Meningkat” dengan mengeluarkan sekret atau
dibuktikan kriteria hasil: batuk secara efektif. Catat
dengan batuk 1) Batuk efektif karakter, volume sputum dan
tidak meningkat adanya hemoptisis.
efektif,tidak 2) Produksi sputum 3) Berikan posisi tidur semi
mampu batuk, menurun fowler/high fowler membantu
spuntum 3) Dispnea menurun pasien untuk berlatih batuk
berlebih, mengi, 4) Frekuensi napas secara efektif dan menarik
wheezing membaik nafas dalam.
dan/atau ronkhi 5) Pola napas 4) Bersihkan sekret dari dalam
kering, dispnea, membaik mulut dan trakea, suction jika
sulit bicara, (SLKI PPNI, 2018) memungkinkan.
ortopnea, 5) Pertahankan intake cairan
gelisah, dengan memberika minum +/-
sianosis, bunyi 2500 ml/hari, menganjurkan
napas menurun, untuk minum dalam kondisi
frekuensi napas hangat jika tidak ada
berubah, dan kontraindikasi.
pola napas 6) Kolaborasi
beruba a) Berikan O2 udara inspirasi
yang lembab
b) Berikan pengobatan sesuai
indikasi
c) Berikan agen anti infeksi
OAT
(SIKI PPNI, 2018)
2) Pola napas Pola napas (L.01004) 1) Monitor pola nafas, monitor
tidak efektif Setelah dilakukan saturasi oksigen
(D.0005) tindakan keperawatan 2) Monitor frekuensi, irama,
berhubungan diharapkan pola napas kedalaman dan upaya nafas
dengan “Membaik” dengan 3) Monitor adanya sumbatan

23
hambatan upaya kriteria hasil: jalan nafas Terapeutik
napas ditandai 1) Dypsnea menurun 4) Berikan oksigen
dengan dispnea, 2) Kedalaman nafas 5) Berikan teknik
penurunan membaik nonfarmakologis untuk
kedalaman 3) Pemanjangan fase mengurangi sesak napas yaitu
nafas, fase ekspirasi menurun terapi pursed lips breathing
ekspirasi 4) Frekuensi nafas 6) Posisikan semifowler/fowler
memanjang, membaik Edukasi
frekuensi napas (SLKI PPNI, 2018) 7) Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun terapi
8) Kolaborasi pemberian dosis
oksigen
(SIKI PPNI, 2018)

24
DAFTAR PUSTAKA

Amin, & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawtan Berdasa Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Medication Jogja.
Dwiningrum, R., Wulandari, R. Y., & Yunitasari, E. (2021). Hubungan
Pengetahuan dan Lama Pengobatan TB Paru dengan Kepatuhan Minum
Obat pada Pasien TB Paru Di Klinik Harum. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu
Kesehatan, 209–214.
Kenedyanti, E., & Sulistyorini, L. (2017). Analisis Mycobacterium Tuberculosis
Dan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 5(2), 152–162.
Kimberly, B. (2011). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan.
Jakarta: ECG.
LeMone, P., M.Burke, K., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Yogyakarta: Mediaction.
Ramadhan, R., Fitria, E., & Rosdiana, R. (2017). Deteksi mycobacterium
tuberculosis dengan pemeriksaan mikroskopis dan teknik pcr pada
penderita tuberkulosis paru di puskesmas darul imarah. Sel Jurnal
Penelitian Kesehatan, 73–80.
SDKI PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sigalingging, I. N., Hidayat, W., & Tarigan, F. L. (2019). Pengaruh Pengetahuan
Sikap, Riwayat Kontak dan Kondisi Rumah terhadap kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Huturakyat Kabupaten Dairi Tahun
2019. Jurnal Ilmiah Simantek, 3(3), 87–99.
SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
SLKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

25

Anda mungkin juga menyukai