Anda di halaman 1dari 5

Nama :Elvan Dito Siregar

NIM : 0702213062

Kelas / Semester : SI – 1 / 3

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Ananda Meisarah Harahap,M.Hum

Perjuangan Menggapai Mimpi

Areka dan Bagas tak bisa tidak takjub ketika sampai di stadion yang disulap jadi
panggung konser. Di sekeliling mereka ratusan atau mungkin ribuan orang berdiri
mengelilingi panggung. Di depan mereka, seorang wanita tengah menyanyi diiringi musik
dari teman-temannya. Lampu-lampu tertata rapi, menyorot band di atas panggung seolah
mereka pusat dunia.

Suara musik dan nyanyian memecah keheningan. Bintang di langit bersinar lebih
terang dari biasanya, seolah ikut menikmati konser band ternama itu. Areka melambaikan
seperti penonton lainnya. Sedangkan Bagas, sibuk mengabadikan momen di ponsel, sambil
menyanyi.

Di sela memvideo, Bagas menoleh ke Areka dan berteriak, “Areka, ayo kita buat band
dan konser seperti mereka!”

“Hah? Apa?!” Areka balas teriak, tidak mendengar ucapan Bagas.

Bagas mendengus lalu mendekatkan mulut ke telinga Areka. Ia kembali teriak, “Ayo
buat band. Aku ingin kita jadi musisi hebat seperti mereka!”

Mata Areka membulat. Ia melirik band kesukaannya sebelum menatap Bagas. “Ayo!
Aku yakin kita akan jadi musisi hebat seperti mereka!”

Sehari setelah menonton konser, mereka bertemu di kantin sekolah. Mendiskusikan


rencana membentuk band.
“Kita butuh anggota tambahan. Gak mungkin band cuman terdiri dari 2 orang.” Areka
memberi pendapatnya.

“Kamu benar. Begini saja, aku akan membuat brosur lalu kita bisa bagikan ke anak-
anak lain. Siapa tahu ada yang mau ikut bergabung.”

Usul Bagas disetujui Areka. Mereka membagikan brosur. Tapi tidak ada yang
berminat. Semua yang mereka ajak mengatakan, membentuk band sangat merepotkan.
Mereka harus sering latihan, mengeluarkan uang untuk menyewa studio, dan mengorbankan
waktu belajar. Siswa di SMA Garuda terlalu mementingkan nilai dan tidak ingin melakukan
kegiatan yang akan membuat nilai turun.

Areka menghela napas sebelum duduk di bawah pohon. Pandangannya


memperhatikan siswa siswi yang duduk di kursi taman. Menatap brosur di tangan, lagi-lagi ia
menghela napas. Semangatnya turun ke dasar jurang. Binar di mata Areka redup, seiring sakit
yang dia rasakan ketika teringat penolakan orang-orang yang dia ajak.

“Bagaimana ini? Gak ada yang mau ikut bergabung.”

Bagas berbaring di sebelah Areka. Ia melirik sekilas pemuda berambut hitam itu.
“Aku tidak tahu. Padahal aku baru saja dapat info sebentar lagi ada audisi menyanyi di
Jakarta. Pemenangnya akan mendapat uang dan dikontrak label musik.”

“Benarkah?!” seru Areka. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk


senyuman. Membayangkan berdiri di atas panggung di hadapan juri dan penonton, pasti
menegangkan sekaligus bahagia. Tapi senyumnya luntur saat ingat dia kekurangan anggota.
“Mungkin kita gak ditakdirkan jadi musisi. Ya sudahlah, kita fokus sekolah saja.”

“Audisi? Kalian mau ikut audisi?”

Sebuah suara mengejutkan Areka dan Bagas. Mendongak, mereka melihat dua lelaki
berdiri, menatap mereka.

Bagas langsung duduk. “Iya, kami mau ikut audisi. Niatnya kami mau bentuk band
untuk ikut audisi itu, tapi semua orang menolak bergabung.” Bagas menjawab dengan suara
lesu. Kemudian menunduk setelah memberikan brosur ke dua siswa itu. Ia yakin mereka
berdua juga tidak akan tertarik.
Tebakan Bagas salah. Mereka dua memekik sembari menatap Bagas dan Areka.
“Kapan audisi itu? Kita harus segera latihan kalau mau menang.”

Bagas dan Areka saling pandang dengan dahi mengerut. Kemudian menatap dua
lelaki di depannya. “Maksudnya?” tanya mereka berbarengan.

“Kami mau bergabung dengan band kalian.”

“Serius?!” Areka bangkit dengan ceroboh. Ia mengaduh sembari mengelus kepala


karena terbentur batang pohon.

“Tentu. Perkenalkan, Aku Raka. Ini temanku, Putra. Kami murid baru di sini.” Orang
bernama memperkenalkan diri lalu menunjuk lelaki berambut ikal di sampingnya.

Mendung di wajah Areka dan Bagas menghilang. Berganti senyum secerah matahari
di langit. Mereka tidak menyangka hari ini akan jadi keberuntungan mereka.

Mulai saat itu Areka, Bagas, Raka, dan Putra membentuk band bernama Bintang
kejora. Mereka ingin seperti kejora yang bersinar lebih terang dari bintang lain. Ingin menjadi
band paling terkenal yang menginspirasi orang lain.

Seminggu setelahnya, mereka mulai latihan. Areka menjadi vokalis. Bagas dan Raka
sebagai gitaris. Dan Putra menjadi drumer. Mereka latihan di gudang rumah Raka yang
disulap jadi studio musik.

“Guys! Aku udah bilang belum, syarat audisi kita harus menyanyikan lagu buatan
sendiri.” Bagas bertanya ke teman-temannya di tengah latihan.

Semua orang berhenti bermain musik. Mereka serempak berseru, “Gak pernah! Kamu
gimana sih, baru kasih tahu hal sepenting ini.”

“Audisi dua minggu lagi. Mana sempat tulis lirik dan aransemen,” omel Raka.

“Kamu yang semangat bikin band dan ajak audisi, tapi malah kamu yang gak ada
persiapan,” sahut Areka mendengus.

“Maaf, aku lupa.” Bagas menyesal, ia minta maaf, namun ketiga temannya terlalu
marah. Mereka meninggalkan Bagas sendirian di studio.
Bagas sedih persahabatan mereka pecah. Bahkan Areka mendiamkannya berhari-hari.
Orang yang Bagas anggap keluarga karena sudah berteman sejak satu SMP, kini menjauh.
Saat ke rumah Areka, Bagas tidak dibiarkan masuk. Hatinya hancur berkeping-keping. Tapi
Bagas tidak menyerah, ia tidak ingin tali persahabatan mereka putus.

Keesokan harinya, ketika upacara bendera, Bagas maju ke tengah lapangan sebelum
kepala sekolah pidato.

“Areka, Raka, Putra, maafkan aku. Aku tahu, kecerobohanku membuat kalian
kecewa. Kalian ingin memenangkan audisi itu, begitu pula aku. Kalian jangan khawatir. Aku
sudah menulis lirik untuk lomba. Aku yakin kita akan menang. Kalau pun kalah, pasti ada
cara lain untuk mencapai mimpi kita.”

Setelah itu Bagas ditarik guru dan dihukum membersihkan toilet siswa saat pulang
sekolah.

Sepulang sekolah, Areka, Raka, dan Putra menghampiri Bagas di toilet. Mereka
membawa alat kebersihan. Sambil senyum, Areka berkata, “Sebagai teman, kita harus saling
tolong menolong bukan?”

“Jangan nangis. Udah kayak ditonjok sampe babak belur aja.” Raka meledek sembari
memukul pelan bahu Bagas.

“Maafin kita ya, udah marah karena hal sepele. Sekarang, aku gak masalah kita kalah.
Yang penting usaha.” Putra meminta maaf. Ia tertawa melihat muka Bagas basah oleh air
mata. Hidung Bagas jadi meler karena ingus dan matanya sembab seolah digigit semut.

Di sela tangis, Bagas bersyukur dimaafkan teman-temannya terutama Areka. Ia pun


memeluk ketiga temannya.

Hari yang ditunggu tiba. Audisi dimulai. Mereka berpegangan tangan saat berdiri di
belakang panggung, menunggu staf memanggil band mereka.

“Bintang kejora, habis ini kalian ya,” kata seorang wanita memakai kalung staf.

Keempat sahabat itu mengangguk. Pegangan tangan mereka semakin erat. Telapak
tangan keempat pemuda itu basah oleh keringat, diikuti dada yang berdebar secepat motor
balap. Sebentar lagi, mereka akan ditonton juri yang akan mengkritik pedas atau memberi
pujian.

“Kalian siap?” Areka menatap ketiga temannya. Sejujurnya dia sendiri tidak siap.
Kalau boleh, Areka ingin pulang. Namun dia sudah sampai di sini. Sudah terlanjur basah
lebih baik ke cebur sekalian.

“Siap!”

“Apa pun hasilnya yang penting kita usaha. Ayo lakukan yang terbaik.” Bagas
menimpali ucapan Areka. Ia meremas tangan teman-temannya.

Saat band mereka dipanggil, empat anak SMA itu naik ke panggung. Dada mereka
berdetak semakin kencang. Di hadapan mereka, muka juri seperti singa kelaparan. Siap
menerkam mereka sampai mampus. Penonton di belakang juri tidak kalah menyeramkan.

Ke empat orang itu memegang alat musik dan mikrofon dengan tangan bergetar.
Setelah menarik napas panjang, mereka mulai memainkan lagu yang ditulis Bagas.

Tanpa di duga, penonton menikmati pertunjukkan mereka. Suara Areka dan


permainan musik Bagas, Raka, dan Putra berhasil menghanyutkan penonton.

Di akhir audisi, pembawa acara mengumumkan pemenang audisi.

“Selamat untuk Band Kejora!”

“K-Kita ... menang?!” Areka memekik, tidak percaya memenangkan lomba.

Anggukan dan senyuman ketiga temannya membuatnya tersenyum lebar. Impian


mereka terwujud berkat kerja keras dan kerja sama tim.

Itulah gunanya sahabat yang saling mendukung. Meraih mimpi jadi lebih mudah
berkat dukungan orang terdekat.

Anda mungkin juga menyukai