Makalah Filsafat Kelompok 1
Makalah Filsafat Kelompok 1
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 1:
NURLIANAN 22222064
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah ﷻ, yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah sesuai dengan rencana. Shalawat serta
salam semoga tetap terhaturkan kepada Rasulullah Muhammad ﷺyang telah membawa
umatnya dari kegelapan menuju jalan terang benderang berupa agama islam.
Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
dengan judul “Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat”. Dengan terselesaikannya penulisan
makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL I
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Dasar Pendidikan Islam Dan Barat 3
B. Pendidikan Islam Dan Barat Dari Segi Ontologis, Epistemologis, Dan Akseologis 4
C. perbandingan tujuan pendidikan Islam dan Barat...........................................................6
BAB III PENUTUP 9
A. Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata awalan
“me” sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara
dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlaq dan
kecerdasan pikiran. Selanjutnya pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan (Depdikbud, 1994).
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme
yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan yang ada di
Barat. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemikiran falsafah yang ada di dunia Barat yang
bercirikan materialisme, idialisme, sekulerisme dan rasionalisme. Karena Barat memandang
tujuan kehidupan dalam satu sisi yang paling utama yakni bahagia di dunia. Sekalipun peradaban
modern Barat menghasilkan ilmu yang bermanafaat namun peradaban itu juga telah
menyebabkan problematis sebab dalam pendidikan Barat ilmu tidak dibangun di atas wahyu dan
kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi
filosofis yang terkait dengan kehidupan sekuler yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada manusia sehingga menyebabkan adanya
paham ateisme.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka terdapat beberapa
permasalahan pokok dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Pendidikan Islam dan Barat
Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa segala motif (dorongan) yang menjadi dasar
pertimbangan manusia untuk melakukan sesuatu kegiatan pada hakikatnya selalu mengacu pada
tujuan tunggal, yaitu mecapai kebahagiaan hidup. Kebahagiaan merupakan sesuatu yang abstrak.
Karena itu kebahagiaan bersifat relatif. Setiap orang, masyarakat atau bangsa mempunyai
penilaian yang berbeda dalam mengartikan kebahagiaan. Masing-masing memiliki kritiria
sendiri-sendiri tentang kebahagiaan dalam hidup (Jalaluddin, 2003).
Setelah mengalami fase panjang zaman kegelapan yang disebut sebagai the dark ages of
europe, peradaban modern kemudian mengembangkan Workview dan filsafat ilmu sekuler, yang
menolak “keberadaan dan kehadiran tuhan” Tuhan dalam seluruh aspek kehidupan. “Tuhan”
dipandang sebagai sesuatu yang “mengganggu” kebebasan manusia. Filsuf terkenal, Jean-Paul
Sartre (1905-1980) menyatakan bahwa sekalipun Tuhan itu ada,itu pun harus ditolak, sebab ide
tentang Tuhan mengganggu kebebasan mereka: “even ifgod existed, it wiill still necessary to
reject him, since the idea of God negates our freedom” (Adian Husaini, 2013). Ilmu yang
dikembangkan dalam pendidikan Barat di bentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang
dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekulerisme dan
rasionalisme, apa yang dianggap mereka baik dan benar dapat membuatnya bahagia. Pendidikan
Barat tidak mengenal yang nama agama walaupun mereka mempercayainya kalau adanya Tuhan.
3
Bagi mereka agama adalah kebutuhan sekunder sedangkan kebutuhan primer adalah ekonomi
dimana uang adalah satu-satunya ukuran nilai dan kekayaan (Eko Ariwidodo, 2011).
B. Perbedaan Konseptual Pendidikan Islam dan Barat dari Segi Ontologi, Epistemologis
dan Akseologis
1. Perbedaan Pendidikan Islam dan Barat dari Segi Ontologis
Secara konseptual ontologi kedua entitas peradaban di atas (Barat dan Islam) memiliki cara
pandang dan tekanan pemahaman yang sangat berbeda terhadap masalah pendidikan. Perbedaan
itu tidak saja karena perbedaan sistem penalaran masing-masing oleh karena konteks sosio-
kultural yang melingkupinya, namun perbedaan keduanya terlihat terutama karena pemahaman
terhadap ruang lingkup muatan pendidikan, hakikat pendidikan, dan tujuan akhir pendidikan itu
sendiri. Bagi Barat, ruang lingkup pendidikan hanya dibatasi pada aspek-aspek dhohir (al-
syahaadah) yang Nampak (empirik-positifistik) (Murtadha Muthahhari,1993).
Ruang lingkup muatan pendidikan bagi Barat, hanya dibatasi pada muatan pendidikan yang
bisa dipelajari, difahami, dan dihayati secara empirik dan dibuktikan secara inderawi karena
keberadaannya yang kasat mata. Ruang lingkup muatan pendidikan adalah ruang lingkup yang
bisa dinalar oleh logika anak didik secara logis-sistematik-rasionalistik, tanpa menyentuh ruang
lingkup lain yang bersifat intuitif-emosionalistik, yaitu ranah-ranah batin, hati, dan
mental.Karena itulah pendidikan agama, etika maupun moral di Barat sengaja tidak diajarkan
secara terstruktur dalam materi kurikulum tertentu. Hakikat pendidikan Barat selain hanya
dibatasi pada ranah dhohir, pendidikan Barat juga hanya berorientasi pada kedewasaan dunia dan
mengesampingkan akhirat. Peserta didik hanya diajak berpikir secara sadar pada objek-objek
yang bersifat material-positifistik. Pemahaman ontologis yang demikian tentu akan
mengantarkan arah dan tujuan pendidikan mereka yang sangat sekuler. Urusan moral, etika, dan
agama bagi mereka tidak dikait-kaitkan dengan kehidupan publik. Agama bagi mereka adalah
urusan yang sangat privat (individu). Sebab agama bagi mereka acapkali berseberangan dengan
cara pandang dunia provan ini. Agama bagi anggapan Barat dalam faktanya banyak menghalang-
halangi proses kemajuan penalaran dan pembangunan. Sehingga pada sisi tertentu agama harus
dinegasikan dari kehidupan publik mereka.
Sementara itu model pendidikan Islam tidaklah demikian. Model pendidikan dalam Islam
adalah pendidikan yang mutlak berdasarkan pada paradigma sistem nilai-nilai keagamaan, etika,
dan moral. Pendidikan apapun coraknya, termasuk pendidikan umum, selalu saja sarat dengan
basic nilai. Model pendidikan yang di dalamnya sengaja ditanamkan nilai-nilai al-akhlaq al-
karimah. Oleh karena itu konsepsi pendidikan Islam adalah konsepsi pendidikan yang
menyentuh dua domain sekaligus, yaitu domain fisik maupun psikis, dhohir maupun batin,
jasmani maupun ruhani, sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita.
4
2. Perbedaan Pendidikan Islam dan Barat dari Segi Epistemologis
Secara epistemologis, pendidikan Barat dan Islam bisa dibedakan dari dua instrument
mendasar, yaitu instrument sumber pengetahuan dan instrument cara/strategi menggalinya.
Berhubungan dengan intrumen sumber pengetahuan atau materi, epistemologi akan berbicara
tentang dari mana sumber pendidikan itu di peroleh, dan meliputi apa saja sumber pendidikan itu
diadaptasi. Sementara itu yang berhubungan dengan instrument cara/strategi, epistemologi akan
berbicara tentang bagaimana cara, strategi, dan proses efektif mentransfer sumber pengetahuan
atau materi pendidikan tersebut ke dalam karakter peserta didik. Perbedaan epistemologi Barat
dan Islam tentang instrument sumber pengetahuan terlihat sangat menonjol. Sumber pengetahuan
atau materi pendidikan Barat lebih menekankan pada aspek pengalaman kehidupan secara
empirik. Pengalaman kehidupan empirik yang dipandang banyak memberikan arti dalam
kehidupannya dianggap sebagai sumber inspirasi kehidupan yang bisa diulang-ulang, sejauh
belum ada sumber inspirasi kehidupan lain yang dinilai memiliki nilai lebih.
Sedangkan sumber pengetahuan yang memberikan inspirasi dalam Islam adalah sumber nilai
pengetahuan yang memiliki kebenaran universal, yakni sumber ilmu yang berasal dari Tuhan dan
utusannya yang diperoleh melalui sejumlah saluran, indera yang sehat, laporan yang benar yang
disandarkan pada otoritas, akal yang sehat dan intuisi (Mustafa, 2007).
Sumber pengetahuan yang terjadi di Barat kering dari aspek sakralitas, sementara Islam sarat
dengan muatan-muatan kesucian dan kesakralan. Dari aspek sumber pengetahuan, antara Barat
dan Islam telah terlihat adanya perbedaan yang sangat menonjol. Perbedaan itu akan lebih
Nampak lagi ketika dilihat dari aspek cara maupun strategi mendapatkan pengetahuan atau
proses transfer knowledge, dari sumber pengetahuan hingga cara mendapatkannya.
5
Idealnya arah dan tujuan pendidikan memang demikian. Hampir semua harapan masyarakat
memiliki kesamaan cara pandang, bahwa masyarakat yang semakin tinggi kualifikasi
pendidikannya masyarakatnya semakin maju. Namun demikian fakta sosiologis menunjukkan
sebaliknya. Banyak pakar hukum yang menjalani hukuman, memainkan dan merekayasi hukum,
banyak akuntan, ekonom yang korup, banyak pejabat yang kolusi, banyak orang pinter tapi
keblinger. Statemen ini sederhana tetapi hal demikian sudah menjadi tradisi yang terlanjur
memasyarakat. Mengapa demikian? Tentu ini semua tidak terlepas dari sumber pengetahuan apa
saja yang berhasil diadaptasinya dan strategi bagaimana yang digunakan untuk menggalinya.
Untuk itu dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan, Islam selalu mengkait-kaitkan secara
menyeluruh terhadap ketiga ranah di atas, yaitu ranah ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk manusia yang sempurna (insan kamil),
sebagaimana yang tercakup dalam tujuan akhir pendidikan Islam, maka seluruh kegiatan
pendidikan harus mencerminkan dan mempertimbangkan aspek-aspek kesadaran etik, moral dan
spiritual. Pendidikan Islam telah menjunjung tinggi dan mengarahkan tujuan itu kepada arah
ideal, sehingga pendidikan terhindar dari penyimpangan atau ketergelinciran, mengabdi kepada
kemanusiaan serta mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat.
Sementara itu pendidikan Barat tidak memiliki arah aksiologis yang meliputi ranah kehidupan
secara holistik. Orientasi pendidikan Barat hanya terjebak padapemenuhan kebutuhan
pragmatis/provan/jangka pendek dan menegasikan hal-hal di balik itu. Mereka hanya ingin
membangun kesejahteraan diri mereka sendiri. Orientasi pendidikan demikian akan
mengantarkan sikap individual dan sosial yang sangat egois. Keberhasilan dirinya adalah karena
usaha keras dan jerih payah dirinya sendiri, bukan karena siapa-siapa. Pada saat yang sama
mereka telah menegasikan peran manusia lain, lebih-lebih keterlibatan eksistensi dari Tuhannya.
Tidak ada konsep syukur bagi mereka, selain bersyukur kepada diri mereka sendiri.
Para ahli pendidikan Islam berbeda-beda dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam.
Walaupun demikian, semuanya berada dalam mainstream pemikiran yang sama bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah hasil yang ingin dicapai dari proses pendidikan yang berlandasan Islam.
Zaglul An-Nazar mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk pembinaan
manusia yang sholeh. Apabila Undang-undang Positip tentang Pendidikan bertujuan untuk
pembentukan Negeri yang baik, maka pendidikan Islam bertujuan untuk membina manusia yang
6
sholeh agar tercipta masyaraakat yang baik, guna membangun masyarakat yang sholeh, yang
mampu membantu manusia mengimplementasikan misinya pada kehidupan ini.
Menurut Imam Al-Ghazali, tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan insan puripurna.
Menurutnya, manusia mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan
selanjutnya mengamalkan fadhillah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Fadhilah ini
selanjutnya dapat membawanya dekat kepada Allah dan akhirnya membahagiakan hidupnya di
dunia dan di akhirat. Selanjutnya ia mengatakan:“Apabila” memperhatikan ilmu pengetahuan,
niscaya anda akan melihat kelezatan kepadanya sehingga anda merasa perlu mempelajarinya dan
akan mendapatkan bahwa ilmu itu merupakan sarana menuju kampung akhirat beserta
kebahagiaanya dan merupakan media untuk bertaqarrub kepada Allah SWT dan taqarrub itu
tidak bisa diraihnya jika tidak dengan ilmu tersebut. Martabat yang paling tinggi yang menjadi
hak bagi manusia adalah kebahagiaan yang abadi. Dengan yang paling utama ialah sesuatu yang
dapat mengantar pada kebahagiaan itu.Kebahagiaan tidak dapat dicapai tanpa melalui ilmu dan
amal. Sementara amal tidak dapat diraih sekitarnya tidak melalui ilmu dan cara pelaksaan
mengamalkannya. Pangkal kebahagiaan didunia dan akhirat adalah ilmu pengetahuan.
Olehkarena itu mencari ilmu termasuk amal yang utama” (Mahmud, 2011).
Dapat dirumuskan secara singkat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mengarahkan dan
membimbing manusia melalui proses pendidikan sehingga menjadi orang dewasa yang
berkepribadian muslim yang takwa, berilmu pengetahuan, dan berketrampilan melaksanakan
ibadah kepada tuhan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan umum pendidikan Islam tak
lain hanyalah mendapatkan ridha dari Allah SWT dan barokah hidup yang akan menghantarkan
manusia kedalam kesuksesan dunia dan akhirat.
1) Tujuan keduniawian sebagaimana menurut paham pragmatism yang dipelopori oleh John
Dewey dan William Kilpatrick adalah diarahkan pada pekerjaan yang berguna dan untuk
mempersiapkan anak menghadapi kehidupan masa mendatang.
2) Saint Thomas Aquinas (1225-1237 M) berpendapat bahwa tujuan pendidikan dan tujuan
hidup adalah merealisasikan kebahagiaan dengan cara menanamkan keutamaan akal dan
akhlak (moralitas). Juga John Lock memperkuat pentingnya pendidikan akhlak.
Sedangkan Jean Jaque Rousseau mengajak kepada kehidupan yang amaliah dan
menganjurkan agar pendidikan berbuat untuk menyenagkan dan menghormati kegemaran
anak-anak juga kebebasan anak untuk tumbuh sesuai dengan tabiatnya.
7
3) Hegel (1770-1831 M) berpendapat bahwa sebaiknya pendidikan itu berusaha untuk
mendorong perkembangan jiwa kelompok dan menghindari perbuatan yang membawa
kepada dorongan kebendaan (matreialisme).
4) Spencer (1820-1902 M) berpendapat bahwa sesunggunhnya pendidikan bertujuan
mempersiapkan anak-anak untuk mencapai kehidupan yang sempurna
5) Thorndike memberikan pengertian terhadap tujuan pendidikan yaitu adalah membentuk
manusia agar mencintai segala sesuatu yang benar dan mampu mengendalikan hukum
alam dan lingkungan.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disumpulkan bahwa perbedaan pendidikan islam dan barat dapat
dilihat dari tiga hal, yakni dasarnya, konseptualnya dan tujuannya. Dalam dasar pendidikan islam
itu terdapat Al-Qur’an dan Al-Hadits serta ijtihad para ulama. Pendidikan Islam menempatkan
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Dengan demikian manusia sebagai obyek dan sekaligus
juga adalah subyek pendidikan yang tidak bebas nilai. Hidup dan kehidupan diikat oleh nilai-
nilai yang terkandung dalam hakikat penciptaannya. Sedangkan dasar pendidikan barat tidak lain
hanya dengan menerapkan rasionalisme, kapitalisme, liberalisme dan lain sebagainya. Berbeda
dengan Islam yang menggunakan al-Quran dan al-Hadits sebagai dasar pendidikan, hal inilah
yang membedakan antara Dasar pendidikan Islam dan Barat.
Sementara dalam hal konseptual terletak pada ranah ontologis dan epistemologis dan
aksiologis. Pada ranah ontologis, perbedaan pendidikan Islam dan Barat terlihat terutama pada
ruang lingkup dan hakikat pendidikan itu sendiri. Pada ranah epistemologis, perbedaan keduanya
terletak pada sumber pengetahuan yang dicari serta cara dan strategi untuk menggali sumber
pengetahuan itu. Secara aksiologis, pendidikan Barat tidak menjadikan nilai-nilai sebagai bagian
dari hasil pendidikan, sementara Islam basis nilai menjadi sebuah keniscayaan dan bagian yang
tak terpisahkan dari hasil pendidikan itu sendiri.
Adapun dalam hal tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasi menjadi tiga tujuan pokok,
yaitu keagamaan, keduniaan, dan ilmu untuk ilmu. Tiga tujuan tersebut terintegrasi dalam satu
tujuan yang disebut tujuan tertinggi pendidikan Islam. Yaitu tercapainya kesempurnaan insani.
Sedangkan pendidikan Barat membagi tujuan pendidikan menjadi dua pandangan besar. Pertama
adalah Society-centered yang melihat pendidikan sebagai kendaraan untuk menciptakan warga
Negara yang baik. Kedua adalah child atau person-centered position, yaitu yang lebih
menekankan kebutuhan, kemampuan dan ketertarikan dari si murid itu sendiri.
9
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Hery Noer & Munzier. (2003).Watak Pendidikan Islam.Jakarta Utara : Friska Agung Insani
Jurnal Filsafat dan Pemikiran Keislaman, 11, (2), 24. Retrieved from
https://www.academia.com.edu/37160783/Paradigma_Reduksionisme_Epistemik_dalam_Rekay
asa_Genetika
Husaini, Adian. (2013).Filsafat Ilmu(Perspektif Barat dan Islam). Jakarta : Gema Insani
Jalaluddin. (2003).Teologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mulyanto, Tri. (2017). Skripsi:“Epistemologi Pendidikan Islam dan Barat Serta Implikasinya
Pada
Mustafa. (2007).Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat dari Sudut Metodologi
Keilmuan.IQRA’, 3, 30
10