Anda di halaman 1dari 19

Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)

Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)


Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

POLITIK PERANAKAN TIONGHOA DI KABUPATEN


BELU PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Dian Festianto

Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia

Email: d_festianto@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menjelaskan penggunaan modalitas peranakan Tionghoa


dalam ranah politik elektoral di Kabupaten Belu. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus bersifat deskriptif analitis. Konsep
modalitas dari Bourdieu penulis gunakan sebagai kerangka analisis. Penulis
melakukan wawancara mendalam dengan politisi peranakan Tionghoa sebagai
informan kunci dengan menggunakan teknik purposive sampling dan tim sukses
sebagai informan tambahan. Pengolahan data penelitian menggunakan metode
triangulasi untuk menjamin reabilitas, validitas, dan generabilitas. Hasil penelitian
menunjukkan politisi peranakan Tionghoa melakukan konversi modal sosial dan
modal ekonomi menjadi modal politik ke dalam tiga ranah secara bersamaan, yang
pada akhirnya menghantarkan mereka menduduki jabatan politik baik sebagai
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun kepala daerah.
Fenomena demokratisasi lokal di Kabupaten Belu memiliki dua implikasi. Pertama;
kondisi masyarakat local masih tradisional, berpendidikan rendah dan relatif miskin
dan belum memiliki orientasi politik yang jelas cenderung mudah dimobilisasi oleh
para politisi. Kedua, pada saat yang bersamaan partisipasi peranakan Tionghoa
dalam ranah politik elektoral telah mewujudkan representasi politik substansi,
karena kelompok minoritas terwakili dalam sistem politik formal. Untuk itu, regulasi
tentang pembatasan biaya kampanye dan sanksi berat bagi politisi yang melakukan
praktek pembelian suara sangat diperlukan guna mendukung penguatan substansi
demokrasi di ranah lokal.

Kata Kunci: Peranakan Tionghoa, modalitas, politik elektoral, demokratisasi


lokal.

PENDAHULUAN formalitas dalam pergantian jabatan


Rekrutmen politik di Indonesia politik secara perlahan bergeser lebih
telah mengalami perubahan yang cukup bebas, inklusif dan egaliter. Pergeseran
mendasar pasca runtuhnya rezim Orde dari kekuasaan yang sentralistik ke
Baru. Demokrasi elektoral sekedar model demokrasi liberal menjadi

Halaman|275
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

peluang dan daya dorong bagi peranakan menunjukkan adanya upaya negara
Tionghoa terjun dalam politik elektoral dalam mengubah identitas dan mengebiri
setelah sebelumnya termarginalkan hak-hak peranakan Tionghoa yang
secara politik. Fenomena empiris cenderung represif (Suryadinata, 2003:
menunjukkan sebagian peranakan 2). Konsekuensinya, ranah politik yang
Tionghoa di Kabupaten Belu telah seharusnya menjadi hak bagi setiap
bertransformasi dari ranah ekonomi warga negara menjadi arena yang sulit
menjadi elit politik lokal baik sebagai ditembus bagi peranakan Tionghoa
ketua partai politik, anggota Dewan untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Memasuki era reformasi, melalui
maupun kepala daerah. Keberhasilan Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun
mereka dalam dunia politik praktis 1998 tentang Menghentikan Penggunaan
tersebut menarik untuk dikaji, untuk itu Istilah Pribumi dan Non Pribumi maka
pendekatan modalitas cukup relevan negara menghapus penggunaan istilah
sebagai instrumen analisis terhadap pribumi dan non-pribumi. Selanjutnya
fenomena tersebut. lahir Keputusan Presiden Nomor 6
Diskriminasi politik terhadap Tahun 2000 tentang Pencabutan
peranakan Tionghoa di Indonesia Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun
memiliki cerita sejarah yang cukup 1967 dan melalui Keputusan Presiden
panjang. Sejak rezim Orde Lama sampai Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari
tumbangnya rezim Orde Baru, peran Tahun Baru Imlek menunjukkan negara
peranakan Tionghoa sebagai warga mengakui budaya Tionghoa sebagai
negara sangat terbatas. Ruang gerak bagian dari budaya bangsa Indonesia,
mereka pada sektor perdagangan dan yaitu menjadikan Imlek sebagai hari
ekonomi yang diatur secara terbatas libur nasional. Di bidang sosial politik
melalui Peraturan Presiden Nomor 10 pemerintah mengeluarkan Undang-
Tahun 1959 tentang Larangan Bagi Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran Kewarganegaraan dan Undang-Undang
yang Bersifat Asing Diluar Ibu Kota Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Daerah Swatantra Tingkat I dan II serta Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Karesidenan, karena berdasarkan (Satya dan Maftuh, 2016: 12). Hal ini
regulasi yang ada saat itu mereka sulit mempertegas komitmen pemerintah
dalam mengakses sektor politik dan dalam memberikan perlindungan,
cenderung diskriminatif. Lahirnya kepastian, dan kesamaan kedudukan di
Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun dalam hukum pada semua warga negara
1967 tentang Agama Kepercayaan dan untuk hidup bebas dari diskriminasi ras
Adat Istiadat Cina semakin dan etnis. Produk regulasi tersebut

Halaman|276
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

membuka peluang etnis Tionghoa untuk ke seluruh pelosok daratan Timor,


melebarkan peran bukan saja dalam sehingga di pulau Timor tidak ada
ranah ekonomi dan perdagangan, namun perkampungan Cina yang bersifat
menjadi momentum bagi mereka terjun eksklusif. Asimilasi budaya dengan
dalam dunia politik praktis. Hal ini motif kepentingan ekonomi tersebut
ditandai mereka menjadi kontestan pada dinamika politik kontemporer di
dalam politik elektoral di berbagai Kabupaten Belu menjadi modal bagi
daerah di Indonesia termasuk di politisi peranakan Tionghoa. Kesamaan
Kabupaten Belu. identitas sebagai hasil konstruksi sosial
Fakta empirik menunjukkan secara turun-temurun pada akhirnya
setelah reformasi politisi peranakan membantu mereka berhubungan dengan
Tionghoa di Kabupaten Belu cukup eksis masyarakat lokal melalui jejaring karena
dalam ranah politik elektoral. Sebut saja mereka memiliki kesamaan nilai dengan
Joachim Lopez yang menjabat bupati masyarakat lokal, hal ini sebagai sumber
selama dua periode dan Willybrodus Lay daya dan dapat dipandang sebagai modal
yang saat ini menjadi petahana kepala (Field, 2003: 224). Dengan demikian,
daerah. Selain itu, berdasarkan hasil dalam konteks kontemporer pilihan
pemilihan umum tahun 2019 jumlah kawin masuk dan penggunaan marga
politisi peranakan Tionghoa yang lokal tersebut memberikan keuntungan
terpilih menjadi anggota DPRD di tersendiri bagi peranakan Tionghoa yaitu
Kabupaten Belu sebanyak lima orang, untuk memperluas jaringan politik ketika
dan menunjukkan kecenderungan mereka ikut berkontestasi dalam
mengalami peningkatan dari periode- pemilihan umum pasca reformasi.
periode sebelumnya. Keberhasilan strategi yang
Keberhasilan peranakan Tionghoa diterapkan peranakan Tionghoa
dalam dunia politik di Kabupaten Belu sebenarnya tidak terlepas dari karakter
tidak terlepas dari kehidupan sosial masyarakat Timor yang masih
mereka yang inklusif. Interaksi yang tradisional yang mana dalam politik
harmonis antara peranakan Tionghoa elektoral mereka cenderung membangun
dengan masyarakat etnis lokal telah afiliasi politik dan memilih aktor politik
berlangsung turun-temurun. Perkawinan berdasarkan pada kesamaan identitas.
campur tersebut pada awalnya bermotif Fenomena politik menunjukkan bahwa
ekonomi, untuk mempermudah akses peranakan Tionghoa cukup berhasil
orang Tionghoa memperoleh kayu dalam mereproduksi identitas dan
cendana sebagai komoditas perdagangan melakukan transformasi dari ranah sosial
primadona saat itu. Dalam perjalanan dan ekonomi ke ranah politik. Selama ini
waktu orang Tionghoa hidup menyebar peranakan Tionghoa memiliki kuasa atas

Halaman|277
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

perekonomian dan perdagangan di Tionghoa sebagai pemilih aktif


wilayah perbatasan Timor Barat. walaupun dalam ranah sosial masih
Meminjam konsep Casey (2005: 1-24) cenderung eksklusif.
penguasaan ekonomi tersebut semakin Paramita (2016: 1-17) menemukan
menambah kekayaan pribadi yang bahwa pada pemilihan umum 2014 di
menjadi potensi dalam ranah politik. Jakarta calon anggota legislatif dari etnis
Berdasarkan fenomena politik Tionghoa kurang mendapatkan
tersebut kajian terhadap dinamika politik dukungan dari etnis Tionghoa di Jakarta
peranakan Tionghoa dalam ranah politik Barat dan Jakarta Utara, karena kurang
elektoral di Kabupaten Belu penting percaya dengan kemampuan mereka dan
dilaksanakan. Alasannya, sampai saat ini beranggapan dunia politik tidak sesuai
belum ada akademisi politik yang dengan karakter masyarakat etnis
khusus mengkaji permasalahan ini, Tionghoa. Namun pada pemilihan
sehingga penelitian ini akan gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta
memberikan sumbangan bagi kemajuan tahun 2012 jumlah pemilih warga
studi peranakan Tionghoa dalam Tionghoa mencapai 100% karena saat itu
demokratisasi lokal di wilayah yang menjadi calon wakil gubernur
perbatasan. Untuk itu, penelitian ini berasal dari etnis Tionghoa yang dinilai
bertujuan menjelaskan penggunaan bisa merubah keadaan yang lebih
modalitas politisi peranakan Tionghoa mengakomodasi kepentingan etnis
dalam ranah politik elektoral di Tionghoa. Studi ini menempatkan etnis
Kabupaten Belu. Tionghoa sebagai pemilih yaitu pada
pemilihan kepala daerah dan pemilihan
KAJIAN PUSTAKA anggota legislatif di Jakarta.
Sejauh ini kajian tentang politikus Juliastutik (2010: 45-58) dalam
peranakan Tionghoa di Indonesia relatif studinya menemukan fenomena yang
terbatas. Suharyanto (2014: 151-160) cukup menarik yaitu pada pemilu 2004
menemukan bahwa pada pemilihan lebih dari 200 orang etnis Tionghoa di
kepala daerah di Kota Binjai tahun 2010 Makasar mencalonkan diri menjadi
menunjukkan etnis Tionghoa memiliki calon legislatif namun mereka hanya
partisipasi politik yang aktif karena sekedar menjadi alat penghimpun suara
adanya rasa simpati terhadap salah satu dan dana oleh partai politik, sedangkan
calon yang dinilai bisa mewakili mereka, tahun 2009 mereka tidak hanya menjadi
hal ini berbanding terbalik dengan calon legislatif tetapi sudah berperan
interaksi sosial sehari-hari yang aktif dalam partai politik. Studi ini
cenderung eksklusif. Kajian ini terbatas memang sudah mulai fokus pada
pada bentuk partisipasi politik etnis perilaku politik praktis etnis Tionghoa

Halaman|278
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

dalam ranah politik elektoral, namun dinamika politik calon anggota legislatif
hanya mengulas berdasarkan pada peranakan Tionghoa dalam
periodesasi pemilu. merekonstruksi modalitas sebagai
Berdasarkan pemetaan pada instrumen dalam pemilihan umum tahun
penelitian terdahulu terdapat dua limitasi 2019 di Kabupaten Belu Provinsi Nusa
yang ditemukan, yaitu; 1) belum Tenggara Timur (NTT) yang berada di
menempatkan etnis Tionghoa sebagai wilayah perbatasan antara Indonesia
aktor politik yang berkontestasi dengan Timor Leste. Dengan demikian,
langsung dalam pemilihan umum, dan 2) penelitian ini bertujuan membangun
hanya mengkaji motif dan teori atau pola pengetahuan tertentu
kecenderungan dalam menentukan dengan mengeksplorasi dan memahami
pilihan politik etnis Tionghoa. makna dari aktor (Creswell, 2010: 4)
Melengkapi kajian terhadap politik dengan menyajikan pandangan informan
peranakan Tionghoa, penelitian ini tentang fenomena yang terjadi sehari-
menempatkan mereka sebagai aktor hari sebagai sumber data (Yin, 2002:
politik yang berkontestasi dalam 18).
pemilihan umum di wilayah perbatasan Penulis melakukan wawancara
antara Indonesia dengan Timor Leste. secara mendalam dengan politisi
Untuk itu, konsep modalitas dari peranakan Tionghoa sebagai informan
Bourdieu (1986) dalam Casey (2005) kunci dengan menggunakan teknik
penulis gunakan sebagai kerangka purposive sampling dan tim sukses
analisis. Penulis hanya meminjam aspek sebagai informan tambahan. Proses
modal ekonomi, modal sosial dan modal analisis data dengan cara memaknai dan
politik, karena modal budaya identik memperdalam pemahaman mengenai
dengan modal sosial dalam kehidupan data yang terkumpul, sehingga
keseharian di lokasi penelitian. pembahasan penelitian ini tidak terlepas
dari aspek lokasi penelitian, aktor,
METODE PENELITIAN peristiwa dan proses (Creswell, 2010:
Penelitian ini menggunakan 267). Pengolahan data penelitian
pendekatan kualitatif dengan strategi menggunakan metode triangulasi dengan
studi kasus bersifat deskriptif analitis mendeskripsikan, mengklasifikasikan,
yang mana peneliti melakukan dan menghubungkan keterkaitan antar
penyelidikan secara cermat suatu fenomena, setelah data-data dipelajari
peristiwa, aktivitas atau proses dan ditelaah selanjutnya dilakukan
sekelompok individu (Creswell, 2010: reduksi data untuk menarik kesimpulan
20). Pilihan pendekatan ini dinilai paling (Moleong, 2001: 288), hal untuk
tepat dalam menjelaskan bagaimana menjamin reliabilitas, validitas, dan

Halaman|279
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

generabilitas (Creswell, 2010: 284). ke pedalaman dan menyebar ke seluruh


tanah Timor. Untuk memperoleh
HASIL DAN PEMBAHASAN jaminan keamanan dan mempermudah
1. Sejarah Singkat Peranakan dalam penguasaan kayu cendana mereka
Tionghoa di Kabupaten Belu mulai melakukan kawin campur dengan
Kajian terhadap dinamika politik dengan perempuan dari keluarga raja-
kontemporer peranakan Tionghoa di raja Timor dengan sistem kawin masuk
Kabupaten Belu tidak bisa dilepaskan (oa’ laen/matsao tam/tmafe tam).
dari aspek historis. Eksistensi mereka Dengan demikian, mereka memperoleh
yang semula hanya bergerak di sektor nama keluarga bangsawan tersebut,
ekonomi yang didukung dengan seperti; Sally, Samara, Koliatin, Bitin
kepemilikan identitas ganda hanya bisa Berek, Taolin, Puai, Halitaek, dan Tiwu.
dipahami dengan perspektif sejarah. Hal Selain itu, mereka juga mengambil
ini karena kehidupan sosial budaya nama-nama Portugis yang memiliki
mereka cukup unik dan berbeda dengan pengaruh besar dalam kehidupan sosial
kehidupan etnis Tionghoa di tempat lain di pulau Timor seperti Pareira, Lopez,
di Indonesia yang cenderung ekslusif. Da Silva, dan Da Costa.
Purcell (1987: 52) dalam kajiannya Selain institusi perkawinan, orang
menyatakan bahwa orang Tionghoa di Cina di Timor juga memperoleh nama
Indonesia umumnya berasal dari suku- marga dari kalangan raja atau bangsawan
suku Hakka, Hainan, Hokkien, Kantonis, karena proses pemberian oleh para raja
Hokchia dan Tiochiu. Namun, namun di Timor. Berdasarkan informasi dari
sejarah masuknya suku bangsa Tiongkok tokoh masyarakat proses tersebut diawali
ke Pulau Timor belum diketahui secara ketika terjadi gejolak politik di Pulau
pasti, karena minimnya catatan sejarah Timor dan beberapa orang Cina saat itu
yang tersedia. Berdasarkan cerita dari datang menghadap raja-raja di Timor
para tokoh peranakan Tionghoa dan minta perlindungan. Untuk melindungi
kajian Malagina (2019: 54-71) bangsa mereka, maka para raja memberikan
Tiongkok masuk ke Pulau Timor dimulai nama marga kepada orang-orang Cina,
dengan aktivitas perdagangan kayu secara tidak langsung maka mereka
cendana dengan penduduk Pulau Timor sudah menjadi keluarga raja dan
sekitar abad ke-13. Pada saat itu, bangsawan lokal. Status raja dan
Atapupu telah digunakam oleh etnis Han bangsawan yang melekat pada
sebagai basis perdagangan dan peranakan Tionghoa sampai saat ini
pemukiman mereka. Namun untuk masih melekat dan tetap ditaati oleh
memperoleh akses masuk ke daerah masyarakat lokal.
kayu cendana, mereka mulai berpindah

Halaman|280
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

Proses asimilasi tersebut terjadi perkebunan dan pertanian. Mereka


karena realitas sosial yang terjadi dalam memainkan peran penting dalam
rangkaian sejarah kehidupan orang Cina menggerakkan roda perekonomian
yang berinteraksi dengan masyarakat masyarakat di Kabupaten Belu. Untuk
lokal yang berlangsung secara natural. mempertahankan hegemoni ekonominya,
Hubungan baik yang membentuk nilai- mereka tetap mengadopsi nilai-nilai
nilai modal sosial pada perjalanannya kearifan lokal seperti berbahasa,
merupakan salah satu penopang bagi bersikap dan bertindak layaknya orang
peranakan Tionghoa menjadi kekuatan Timor termasuk mengkonsumsi sirih
ekonomi yang hegemonik di Pulau pinang. Sirih pinang merupakan simbol
Timor. Hubungan baik tersebut terjalin untuk mempererat tali persaudaraan atau
melalui hubungan dagang yang dirintis kekeluargaan. Bahkan dari pengakuan
oleh leluhur mereka. Rata-rata orang tua para informan, mereka lebih familiar
peranakan Tionghoa memiliki latar disebut sebagai orang Timor dari pada
belakang pedagang hasil bumi. Untuk sebagai orang Cina. Hal ini ditegaskan
menjamin keselamatan dan pasokan oleh politisi peranakan Tionghoa,
padi, asam, mete dan lain sebagainya, Wilibrodus Lay yang menjabat Bupati
mereka memanfaatkan status sosial Belu, anggota DPRD Belu Fabianus
mereka dan berkomunikasi dengan Juang dan Benediktus Manek.
bahasa Dawan maupun Tetun. Hal ini 2. Lokus Konversi Modalitas
dilakukan untuk memperoleh simpati Dalam politik elektoral, politisi
dan mempermudah transaksi dalam akan melakukan berbagai macam
negosiasi harga komoditas dengan strategi untuk meningkatkan elektabilitas
masyarakat petani di pedesaan. Dengan mereka. Salah satu strategi yang
demikian pola hubungan keluarga para dilakukan oleh politisi peranakan
politisi peranakan Tionghoa yang Tionghoa di Kabupaten Belu melakukan
bergerak di sektor perdagangan memiliki konversi modal sosial dan modal
hubungan yang saling menguntungkan ekonomi menjadi modal politik ke dalam
dengan masyarakat setempat. tiga ranah secara bersamaan, yaitu;
Dalam perjalanan waktu, masyarakat umum, basis massa, dan
peranakan Tionghoa menjadi kekuatan partai politik. Konversi modalitas dalam
ekonomi yang menguasai hampir seluruh pasar politik tersebut semakin masif
kebutuhan masyarakat dan menjelma menjelang pelaksanaan pemilihan
sebagai tuan tanah dan padagang kaya di umum, hal ini menunjukkan bahwa
Kabupaten Belu. Mereka menguasai modalitas dimanfaatkan secara maksimal
perdagangan, jasa konstruksi, jasa untuk menopang kerja-kerja politik
transportasi, perikanan, peternakan, peranakan Tionghoa dengan tujuan

Halaman|281
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

memenangkan kontestasi pemilihan cukup menguntungkan ketika mereka


anggota legislatif tahun 2019 maupun memanfaatkannya dalam ranah politik
pemilihan kepala daerah tahun 2015 lalu. elektoral. Atribut identitas lokal yang
Eksistensi peranakan Tionghoa melekat pada politisi peranakan
dalam dunia politik praktis tidak Tionghoa tersebut mempermudah
diperoleh secara instan, melainkan mereka memperoleh dukungan dari para
melalui proses yang sudah berlangsung tokoh adat dan tokoh masyarakat.
turun-temurun dalam sektor sosial dan Mereka melakukan mobilisasi dukungan
ekonomi. Hal ini diperkuat dengan fakta masyarakat dengan memanfaatkan tokoh
empirik yang menunjukkan dalam ranah adat dan tokoh masyarakat sebagai
masyarakat umum, mereka memiliki penggalang suara. Strategi ini cukup
kemampuan memenuhi kebutuhan dan ampuh dalam mengantarkan politisi
menampung komoditas pertanian dan peranakan Tionghoa memperoleh
perkebunan yang dihasilkan masyarakat jabatan politik.
lokal. Relasi demikian di satu sisi Uniknya, politisi peranakan
menciptakan relasi saling Tionghoa di Kabupaten Belu tidak
menguntungkan. Namun, di sisi lain semuanya menjadi anggota paguyuban
sebenarnya telah terjadi ketimpangan Tionghoa. Berdasarkan pengakuan
karena ketergantungan sektor ekonomi politisi muda peranakan Tionghoa
masyarakat lokal terhadap peranakan Fabianus Juang dan Benediktus Manek
Tionghoa semakin tinggi. Dalam mengaku enggan bergabung dalam
perjalanan waktu, mereka telah paguyuban Tionghoa karena dinilai
menjelma menjadi kekuatan ekonomi kurang memberikan manfaat. Menurut
dan perdagangan yang cenderung pengakuan mereka, kebanyakan anggota
hegemonik, yang mana menjadi salah paguyuban merupakan peranakan
satu penopang keberhasilan mereka Tionghoa yang tergolong sudah tua.
dalam politik elektoral. Mereka juga mengakui kurang efektif
Selain itu, penggunaan marga lokal memanfaatkan komunitas Tionghoa
yang diperoleh melalui proses kawin sebagai basis dukungan politik,
campur atau pemberian para raja mengingat cukup banyak peranakan
menjadi salah satu modal bagi peranakan Tionghoa yang terjun dalam dunia
Tionghoa untuk memperkuat identitas politik. Mereka hanya memanfatkan
sebagai orang Timor. Dengan demikian, keluarga baik dari garis keturunan bapak
peranakan Tionghoa memiliki identitas atau ibu untuk memperoleh dukungan
ganda dalam waktu yang bersamaan sekaligus menjadi bagian dari tim sukses
yaitu identitas sebagai orang Cina dan mereka. Namun untuk menjaga
identitas sebagai orang Timor. Hal ini silaturahmi diantara peranakan

Halaman|282
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

Tionghoa, mereka mengaku pernah membutuhkan investasi untuk


mengikuti kegiatan yang diadakan memperoleh keuntungan. Untuk itu,
paguyuban Tionghoa seperti dalam acara politisi peranakan Tionghoa menyebut
tahun baru Cina (Imlek). bantuan-bantuan kepada konstituen
Dalam ranah basis massa, sebagai investasi politik. Harapannya,
peranakan Tionghoa memiliki ketika mereka mampu memenuhi
keterikatan yang kuat dengan permintaan konstituen maka imbalbalik
konstituennya. Politisi peranakan yang akan diperoleh berupa bentuk
Tionghoa memegang prinsip bahwa dukungan konstituen dengan memilih
konstituen merupakan lumbung suara mereka ketika pemilihan umum.
yang harus dijaga dan dirawat, karena Pembentukan tim sukses dan para
pola hubungan tersebut dibangun atas saksi di tempat pemungutan suara
dasar kepercayaan. Bagi Benediktus penulis kategorikan dalam ranah
Manek dan Fabianus Juang konstituen dengan pertimbangan personil
mempertahankan kepercayaan tersebut keduanya berasal dari basis massa.
harus dibayar dengan dukungan finansial Politisi peranakan Tionghoa memilih tim
yang tidak sedikit. Untuk itu, dukungan sukses dari tokoh lokal yang memiliki
finansial menjadi kebutuhan mutlak bagi pengaruh di masyarakat dan terbukti
terjaminnya dukungan politik konstituen. loyal. Tim sukses mereka rata-rata tidak
Berdasarkan pengakuan informan, untuk lebih dari 10 orang, tetapi mereka
mendukung ongkos politik tersebut memiliki jaringan yang cukup luas, baik
ditopang dari usaha bisnis dan di kalangan pemuda, masyarakat
sumbangan yang berasal dari keluarga perkotaan maupun masyarakat di
mereka. Berdasarkan pengakuan pedesaan. Sedangkan dalam pembuatan
informan, mereka memberikan bantuan atribut kampanye, para informan hanya
kepada konstituen dalam bentuk mencetak contoh kertas suara, karena
kedukaan, pesta maupun untuk dinilai lebih efektif dan bisa diproduksi
kepentingan umum seperti acara adat, sendiri dengan bantuan perangkat
gotongroyong di tingkat desa, dan komputer yang mereka miliki. Hal ini
pembukaan jalan desa. Dengan mereka lakukan untuk menjelaskan
demikian, penguasaan produksi dan dimana posisi foto mereka, nomor urut
finansial mudah dikonversikan ke dalam mereka dan nomor urut partai politik
bentuk modal lain (Fauzi dalam Halim: sehingga masyarakat tidak mengalami
2018: 96). Bagi politisi peranakan kesulitan ketika hendak mencoblos foto
Tionghoa dunia politik tidak berbeda mereka yang tertera pada kertas suara.
dengan dunia bisnis, keduanya penuh Mereka berpendapat pembuatan baliho
dengan persaingan yang tajam dan dan spanduk dinilai tidak efektif, karena

Halaman|283
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

pada dasarnya masyarakat sudah para pemuda dengan menyiapkan


mengenal mereka. Mereka juga makanan, minuman dan rokok secara
menambahkan yang menjadi problem gratis baik siang maupun tengah malam.
terbesar dalam pemilihan anggota DPRD Disaat para pemuda berkumpul tersebut
adalah kebingungan di tingkat informan dan tim suksesnya melakukan
masyarakat untuk menemukan kandidat pendidikan politik, dan strategi ini
pilihannya akibat banyaknya partai terbukti efektif.
politik dan calon anggota legislatif. Berdasarkan pengakuan informan
Dengan demikian, kebutuhan rata-rata ongkos politik yang dikeluarkan
finansial bisa dialihkan untuk keperluan untuk mendukung operasional kampanye
operasional politik lainnya seperti; gaji berkisar antara Rp200.000.000,00-
bulanan tim sukses, pembelian sirih Rp350.000.000,00. Namun, ketika
pinang, rokok, sopi, pembelian suara, penulis mengkonfirmasikan kepada
dan mahar politik. Besaran biaya masyarakat pemilih di lokasi penelitian
operasional tim sukses ini relatif kecil mereka mangaku bahwa besaran
karena mereka tidak menuntut gaji pembelian suara masyarakat menjelang
bulanan. Namun diantara kandidat hari pemilihan cukup bervariasi yaitu
dengan tim sukses terjadi kesepakatan, antara Rp200.000,00-Rp350.000,00 per
jika kandidat terpilih maka anggota tim suara. Namun, untuk pembelian suara
sukses akan memperoleh kompensasi tersebut, para informan tidak bersedia
tertentu. Untuk memperlancar berkomentar karena hal ini dinilai sangat
komunikasi dengan masyarakat lokal, sensitif dan memiliki potensi
biasanya tim sukses selalu memberikan pelanggaran terhadap aturan pemilihan
sirih pinang, sopi dan rokok kepada umum.
masyarakat maupun tua-tua adat sebagai Ada hal yang cukup menarik,
sarana komunikasi politik. Dalam untuk menekan biaya kampanye para
budaya lokal, ketika sirih pinang dan informan dalam kampanye
sopi telah diterima secara simbolis sudah menggunakan sistem tandem. Mereka
tercipta adanya kontrak politik antara berkolaborasi dengan calon anggota
masyarakat dengan politisi peranakan legislatif pusat dengan mencetak
Tionghoa. Sedangkan untuk pendekatan kalender dan contoh kertas suara yang
kepada para pemuda di kota Atambua, menampilkan foto kedua calon anggota
para informan mencoba memahami legislatif. Selanjutnya, ketika kampanye
keinginan dan kebutuhan para pemuda politisi peranakan Tionghoa membantu
tersebut. Misalnya, Fabianus Juang yang mengkampanyekan calon anggota
juga pengusaha kuliner merelakan rumah legislatif pusat tersebut ke konstituen.
makannya sebagai rumah singgah bagi Adapun sebagian besar biaya yang

Halaman|284
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

dibutuhkan untuk operasional kampanye Masuknya politisi peranakan Tionghoa


ditanggung oleh calon anggota legislatif dalam jajaran elit partai otomatis
pusat. Dengan sistem ini maka mereka mendapatkan dukungan pengurus partai
mampu menekan biaya politik yang dalam mencalonkan diri menjadi
cukup besar. anggota legislatif maupun dalam
Berdasarkan pemetaan di menggerakkan mesin politik partai
lapangan, rata-rata para informan politik sampai ke tingkat paling bawah.
menduduki jabatan pada struktur elit Adapun data mengenai mahar
partai politik di tingkat lokal. politik, penulis mengalami kesulitan
Kemampuan mereka menduduki posisi memperoleh data empirik. Hal ini
elit partai di tingkat lokal tidak terlepas disebabkan tidak terbukanya para
dari keberanian mereka dalam informan memberikan informasi terkait
mengambil keputusan untuk terjun dengan sumbangan calon anggota
dalam dunia politik yang selalu diwarnai legislatif maupun calon kepala daerah
dengan intensitas persaingan yang tinggi. kepada partai politik dimana mereka
Selain itu, mereka juga memiliki berafiliasi. Informasi yang mereka
kelebihan dalam melakukan komunikasi sampaikan relatif sama, yaitu tidak ada
dan lobi-lobi politik, yang mana model- pungutan finansial oleh partai politik
model seperti ini sudah biasa mereka terhadap calon anggota legislatif.
lakukan dalam ranah pemasaran. Mereka 3. Capaian Peranakan Tionghoa
berasumsi dunia bisnis dengan dunia dalam Jabatan Politik
politik memiliki kemiripan karakteristik, Praktek demokratisasi lokal di
karena keduanya selalu menghadirkan empat kabupaten yang berada di wilayah
proses marketing, persaingan, perbatasan antara Indonesia dengan
penggunaan sumber daya yang terbatas, Timor Leste ditandai dengan eksisnya
dan memiliki resiko kalah-menang. politisi peranakan Tionghoa dalam
Ketika mereka mampu menguasai percaturan politik elektoral. Dalam
persaingan dalam dunia bisnis, mereka konteks demokrasi perwakilan,
berpendapat bahwa terjun dalam dunia keterlibatan peranakan Tionghoa
politik elektoral tidak membutuhkan menjadi kontestan dalam pemilihan
penyesuaian yang besar. Hal ini anggota legislatif memberikan
disampaikan oleh para informan yang sumbangan terhadap terwujudnya
memiliki latar belakang keluarga sebagai keterwakilan minoritas dalam politik
pengusaha lokal. Mereka juga memiliki formal kenegaraan. Realitas selama Orde
posisi pada struktur partai politik dimana Lama dan Orde Baru, kebijakan politik
politisi peranakan Tionghoa berafiliasi ditandai dengan praktek-praktek politik
pada jabatan yang cukup strategis. diskriminatif yang tidak mampu

Halaman|285
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

mengakomodasi kepentingan minoritass dalam kampanye maka akan semakin


terutama dari kalangan masyarakat banyak modal politik yang diperolehnya
Tionghoa di Indonesia. Dengan dan ini merupakan pintu masuk untuk
demikian reformasi bisa dikatakan merebut kekuasaan politik. Dengan
sebagai tonggak bagi peranakan demikian, walaupun peranakan
Tionghoa terlibat secara langsung dalam Tionghoa merupakan etnis minoritas,
politik formal kenegaraan. Ketika tetapi mereka menjadi kekuatan ekonomi
peluang sudah terbuka, dan pada saat yang hegemonik dan menjelma menjadi
bersamaan dukungan modalitas yang elit ekonomi di Kabupaten Belu,
dimiliki peranakan Tionghoa cukup ditambah lagi dengan kondisi kultur
besar, maka mereka memiliki peluang masyarakat Timor yang masih
yang cukup besar pula untuk tradisional yang relatif mudah
memenangkan kontestasi dalam dimobilisasi menjadi stimulan bagi
pemilihan anggota legislatif di ranah peranakan Tionghoa terjun dalam dunia
lokal. politik dan hasilnya bisa dikatakan
Sistem liberal demokrasi yang cukup berhasil.
berlaku saat ini memberikan peluang Data empirik menunjukkan politisi
bagi pemilik modal masuk dalam dunia peranakan Tionghoa telah menjadi elit
politik. Sistem liberal demokrasi yang politik dalam pemerintahan yang mana
menghendaki adanya penciptaan mereka mampu menjadi anggota
elektabilitas hanya akan terwujud legislatif di lokasi penelitian selama
dengan dukungan modalitas yang besar empat periode pemilihan umum pasca
dan itu dimiliki oleh politisi peranakan reformasi. Data pada grafik 1
Tionghoa. Alokasi modal tersebut menunjukkan pada periode 2019-2024
digunakan untuk keperluan memperoleh, jumlah anggota legislatif di kabupaten
memelihara dan memperluas konstituen Belu sebanyak lima orang dari jumlah
sebagai basis massa. Secara rasional, keseluruhan anggota DPRD Kabupaten
penguasaan modalitas oleh politisi Belu sebanyak 30 orang (16,67%). Hasil
peranakan Tionghoa tersebut dalam pemilu ini mengalami kenaikan satu
pandangan Birner dan Wittmer (2014) kursi jika dibandingkan pada periode
memungkinkan aktor politik 2014-2019. Jika dilihat dari hasil pemilu
mengakumulasi menjadi modal politik tahun 2004, maka jumlah anggota DPRD
dan menggunakannya secara efektif dari peranakan Tionghoa mengalami
dalam politik elektoral. Dalam kenaikan yang cukup signifikan.
pandangan Lukmajati (2016) semakin Berdasarkan tren grafik tersebut
banyak para kandidat menginvestasikan kemungkinan politisi peranakan
modal sosial, budaya dan ekonomi

Halaman|286
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

Tionghoa yang akan terpilih pada pemilu Terlepas dari kuasa modal yang
ke depan akan mengalami kenaikan. melekat pada politisi peranakan
Tionghoa, kebangkitan mereka dalam
Grafik 1 politik lokal pasca reformasi memiliki
Anggota DPRD Kabupaten Belu dua makna strategis. Pertama,
Peranakan Tionghoa per Periode merupakan upaya peranakan Tionghoa
6 dalam memperoleh pengakuan secara
Jml politis setelah sekian lama
4 kursi
2 termarginalkan secara politik. Kedua,
0
keberhasilan politisi peranakan Tionghoa
04-09 09-14 14-19 19-24 menduduki jabatan publik sebagaimana
konsep Pitkin (1967) dalam Ardi (2014:
Sumber: KPUD Belu diolah, 2019 308) mengarah pada perwujudan
keterwakilan politik secara deskriptif,
Politisi peranakan Tionghoa di karena terakomodirnya keterwakilan
Kabupaten Belu tidak saja berhasil politik dari berbagai kelompok warga
menjadi anggota DPRD, namun juga negara dalam hal ini kelompok
mampu menjadi kepala daerah selama peranakan Tionghoa.
tiga periode berturut-turut. Pada periode Dalam masyarakat modern yang
2004-2009, Joachim Lopez menjadi sangat plural dan dinamis liberal
bupati untuk periode pertama dan pada demokrasi menjadi satu-satunya pilihan
pemilihan kepala daerah tahun 2009 yang paling realistis dalam proses
berhasil mempertahankan jabatannya rekrutmen politik. Untuk itu, kebijakan
untuk periode kedua. Joachim Lopez politik lokal ini layak tetap
merupakan peranakan Tionghoa dipertahankan karena pemilihan umum
keturunan Cina-Hakka dari garis ibu dalam masyarakat modern menjadi
kandung. Selanjutnya pada pemilihan sarana pendidikan politik sekaligus
kepala daerah tahun 2015 salah satu sebagai upaya dalam mewujudkan
peranakan Tionghoa Wilibrodus Lay pemerintahan daerah yang bertanggung
yang berlatar belakang pengusaha jawab untuk kemajuan daerah
kembali terpilih menjadi Bupati Belu (Winengan, 2018: 61-73). Walaupun
untuk periode 2015-2020. Wilibrodus secara empirik dalam demokratisasi
Lay berasal dari marga Lay yang lokal ditemukan praktik-praktik yang
merupakan salah satu subetnis dari etnis cenderung tidak sesuai dengan nilai-nilai
Hakka atau Han yang berasal dari Cina substansi demokrasi seperti pembelian
Utara. suara, namun hal itu bukan menjadi

Halaman|287
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

alasan untuk kembali kepada sistem tidak terlepas dari strategi politik yang
sentralistik. mereka terapkan. Penguasaan modal
Keberhasilan politisi peranakan sosial yang memberikan identitas ganda
Tionghoa menjadi anggota DPRD dan yaitu sebagai orang Tionghoa sekaligus
kepala daerah, juga ditopang oleh sebagai orang Timor menjadi basis isu
jabatan mereka di dalam struktur partai yang selalu diangkat ketika berkontestasi
politik dimana mereka berafiliasi. dalam pemilihan umum. Hal ini tidak
Masuknya peranakan Tionghoa menjadi mengejutkan, mengingat struktur etnis
pengurus partai politik untuk menjamin merupakan variabel penting bagi
terakomodirnya berbagai jenis aspirasi preferensi politik lokal (Rohi, 2015:
yang datang dari masyarakat yang 459), yang masih berciri tradisional
diwakilinya, karena dalam demokrasi pendidikan rendah dan relatif miskin,
kontemporer partai politik menjadi sehingga sentimen etnisitas memiliki
instrumen utama untuk mendapatkan pengaruh dalam pembentukan preferensi
kendali atas institusi-institusi politik politik masyarakat. Ikatan etnis dan
(Pamungkas, 2011: 3). Beberapa politisi hubungan adat-istiadat (Rohi, 2015: 457)
peranakan Tionghoa di Kabupaten Belu tetap menjadi pilihan utama dalam
yang menjadi elit politik partai politik menentukan strategi kampanye politisi
disajikan pada tabel 1 berikut ini. lokal. Meminjam konsep Hall (1996)
Tabel 1 dalam Lefaan (2012) batas-batas
Posisi Politisi Peranakan Tionghoa identitas yang melekat pada diri politikus
pada Jabatan Struktur Partai Politik peranakan Tionghoa di Timor bersifat
No Name Jabatan konstruktivistik, dan bagi Reuter dalam
1 Wilibrodus Lay Ketua Umum DPC Ishiyama dan Breuning (2013: 233)
Partai Demokrat
sebagai pandangan instrumentalis,
Kabupaten Belu
2 Yohanes Juang Pernah menjadi
karena bagi mereka identitas dimaknai
Ketua DPC PDIP sebagai instrumen mobilisasi massa
Kabupaten Belu untuk mencapai tujuan politik yaitu
3 Fabianus Juang Pengurus DPC PDIP kekuasaan.
Kabupaten Belu
Selain memobilisasi modal sosial,
4 Benediktus Ketua Garda Pemuda
Manek Partai Nasional
politisi peranakan Tionghoa juga
Demokrat Kabupaten mengeluarkan modal ekonomi yang
Belu tidak sedikit. Meluasnya praktik
Sumber: data primer diolah, 2019 pembelian suara baik dalam pemilihan
kepala daerah maupun anggota legislatif
Kebangkitan peranakan Tionghoa tidak terlepas dari kondisi masyarakat
dalam dinamika politik lokal saat ini yang tergolong miskin dan pragmatis.

Halaman|288
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

Berdasarkan data dari Badan Pusat (relational cohesion) yang ditandai


Statistik (2018) rata-rata pendapatan dengan terbentuknya jejaring lokal
perkapita masyarakat Kabupaten Belu sebagai frame referensi kesamaan
berkisar antara Rp300.000,00- identitas sosial (Leege dan Wald, 2007:
Rp350.000,00 per bulan. Akibatnya, 295-296). Dengan demikian,
mobilisasi suara dengan kompensasi demokratisasi lokal di Kabupaten Belu
uang cash menjadi godaan yang sulit memiliki karakteristik unik, yaitu
ditolak masyarakat. Berdasarkan temuan eksistensi minoritas dalam politik
di lapangan, praktik pembelian suara elektoral. Peranakan Tionghoa cukup
berkisar antara Rp200.000,00- diuntungkan dengan kebijakan
Rp350.000,00 per suara. Bisa desentralisasi politik pasca reformasi dan
dibayangkan jika dalam rumah tangga lingkungan sosial budaya yang
terdapat dua anggota keluarga yang mendukung, sehingga dengan mobilisasi
memiliki hak suara maka mereka modalitas yang dimiliki peranakan
memperoleh kompensasi yang Tionghoa mampu menjadi elit ekonomi
besarannya melebihi pendapatan mereka bahkan sebagian menjadi elit politik di
per bulan. Kabupaten Belu.
Penggunaan uang selain dalam
bentuk cash, juga dikonversi dalam KESIMPULAN
berbagai bentuk barang seperti sirih Kehidupan sosial peranakan
pinang, sopi (minuman tradisional yang Tionghoa di Kabupaten Belu cenderung
mengandung alkohol), dan rokok. Dalam bersifat inklusif sehingga mereka relatif
budaya lokal sirih pinang dan sopi mudah diterima oleh masyarakat yang
merupakan simbol persaudaraan, pada akhirnya melahirkan budaya
kekeluargaan, dan bentuk penghormatan hybrid. Percampuran budaya dalam
kepada orang yang dituakan. Ketika balutan motif ekonomi mengantarkan
seseorang datang membawa sirih pinang mereka menjadi kekuatan ekonomi yang
dan sopi maka tuan rumah tidak akan dominan. Dalam sistem liberal
menolak permintaan tamu tersebut. demokrasi, kuasa modal peranakan
Proses ini sebagai tanda terjadinya Tionghoa tersebut menjadi salah satu
kontrak politik dan bentuk dukungan instrumen untuk menopang kerja-kerja
masyarakat kepada politisi peranakan politik. Mobilisasi dan konversi
Tionghoa. Interaksi emosional antara modalitas ke dalam ranah masyarakat
peranakan Tionghoa dengan masyarakat umum, basis massa dan partai politik
lokal ini dalam istilah Lawyer dan Yon secara bersamaan ternyata cukup efektif
(1993, 1996) dalam Ritzer dan Smart dalam meningkatkan elektabilitas dan
(2011: 535) sebagai kerapatan relasional

Halaman|289
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

memenangkan kontestasi dalam politik and empirical evidence from


elektoral. Thailand and Columbia”, The
Fenomena penggunaan modalitas 8th Biennial Conference of the
dalam demokratisasi lokal memiliki dua International Association for the
implikasi. Pertama, kondisi masyarakat Study of Common Property
lokal masih tradisional, berpendidikan (IASCP), diakses
rendah dan relatif miskin dan belum darihttps://pdfs.semanticscholar.o
memiliki orientasi politik yang jelas rg/925d/bd4d9d7badcebbe5b8f42
cenderung mudah dimobilisasi oleh para b3d53e5ccc15597.pdf, pada 10
politisi. Kedua, pada saat yang September 2019.
bersamaan partisipasi peranakan
Tionghoa dalam ranah politik elektoral Casey, K. L.(2005), “Defining Political
telah mewujudkan representasi politik Capital: A Reconsideration of
substansi, karena kelompok minoritas Bourdieu’s Theory”, Paper
terwakili dalam sistem politik formal. Presented at the Illinois State
Untuk penguatan substansi University Conference for
demokrasi di ranah lokal perlu adanya Students of Political Science.
regulasi tentang pembatasan biaya University of Missouri-St. Louis,
kampanye yang semakin ketat dan sanksi
diakses
yang semakin berat bagi politisi yang
melakukan pembelian suara, sehingga darihttps://www.researchgate.net/
pemilihan umum benar-benar sebagai publication/237710955_Defining
wahana untuk menghasilkan pemimpin _Political_Capital_A_Reconsider
politik yang berkualitas. ation_of_Bourdieu's_Interconvert
ibility_Theory/link/5b16bddda6f
DAFTAR PUSTAKA dcc6d3e04cb2b/download, pada
Ardi, A. M.(2014), “Perempuan di
7 Oktober 2019.
Legislatif: Advokasi Perempuan
Legislatif Bagi Kepentingan
Dapil Di Dewan Perwakilan Creswell, J. W.(2010), Research Design
Rakyat Daerah Jawa Timur”, Pendekatan Kualitatif,
Jurnal Politik Muda, Vol. 3, No. Kuantitatif dan Mixed. Third
3, pp. 303-318. Edition. Translation: Achmad
Fawaid, Yogyakarta: Pustaka
Birner, R. and Wittmer, H.(2014), Pelajar.
“Converting Social Capital into
Political Capital. How do local Field, J.(2003), Social Capital, London:
communities gain political Routledge.
influence? A theoritical approach

Halaman|290
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

Halim, A.(2018), Politik Lokal Aktor, 18, diakses dari


Problem, dan Konflik dalam Arus https://journal.uny.ac.id/index.ph
Demokratisasi, Malang: Intrans p/mip/article/view/2801/2328,
Publishing. pada 13 Oktober 2019.

Juliastutik (2010), “Perilaku Elit Politik Lukmajati, D.(2016), “Praktek Politik


Etnis Tionghoa Pasca Uang Dalam Pemilu Legislatif
Reformasi”, e-journal 2014”, JournalPolitika, Vol. 7
ofHumanity, Vol. 6, No. 1, pp. No. 1, pp. 138-159.
45-58, diakses
darihttp://ejournal.umm.ac.id/ind Malagina, A.(2019), “Cerita Orang
ex.php/humanity/article/view/852 Cina di Bumi Cendana”, Intisari,
/2971, pada 13 Oktober 2019. edisi Januari, pp. 54-77.
Mengkaka, B.(2019), “Para Tokoh
Reuter, T. K.(2013), “Konflik Etnis”, in Marga Lay (dari etnis Han) di
Ishiyama, John, T. & Breuning, Belu NTT”, Kompas online, 2
M. In Ishiyama, John T., & Januari 2019, diakses
Breuning M. (Eds). Ilmu Politik darihttps://www.kompasiana.com
Dalam Paradigma Abad ke-21 /1b3las-
Sebuah Referensi Panduan mk/5c2c181a6ddcae0af843a747/
Tematis, pp. 232-247, Jakarta: mencermati-para-tokoh-
Kencana Prenada Media Group. bermarga-lay-dari-etnis-han-di-
belu-ntt?page=all, pada 1 Juli
Leege, D. C. Dan Kenneth D. W.(2007), 2019.
“Meaning, Cultural Symbols,
and Campaign Strategies”, in Moleong, L. J.(2001), Metode Penelitian
Neumann W. R (et al), The Affect Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Affect Dynamic of Emotion in Rosdakarya.
Political Thinking and Behavior,
Chicago dan London: The Pamungkas, S.(2011), Partai Politik
University of Chicago Press. Teori dan Praktik di Indonesia,
Yogyakarta: Institute for
Lefaan, A. Et. al.(2012), “Etnosentrisme Democracy and Welfarism
dan Politik Representasi di Era (IDW).
Otonomi Khusus Papua”, e-
journal Jurnal Majalah Ilmiah Paramita, S.(2016), “Komunikasi Politik
Pembelajaran, special edition, 1- dan Demokrasi Etnis Tionghoa

Halaman|291
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

dalam Pemilu 2014”, Proceeding afe=strict&ei=zfX5XOPAGsX7v


Konferensi Nasional Komunikasi ASl8IiYDg&q=penelitian+diskri
Politik, Universitas Brawijaya, minasi+politik+etnis+tionghoa+d
Malang, diakses dari i+Indonesia+jurnal+pdf&oq=pen
https://www.researchgate.net/pub elitian+diskriminasi+politik+etni
lication/303334129, pada 15 s+tionghoa+di+Indonesia+jurnal
September 2019. +pdf&gs_l=psy-
ab.3...377071.388870..389233...0
Purcell, V.(1987), The Chinese in .0..0.208.3734.0j23j1......0....1..g
Southeast Asia, London: Oxford ws-
University. wiz.......0i71j33i21j33i160j33i10.
czsjgtq9vG8 , pada 2 Juli 2019.
Ritzer, G. & Smart, B.(2011), Handbook
Teori Sosial. Translation: Derta Suharyanto, A.(2014), “Partisipasi
Sri Widowatie, Bandung: Nusa Politik Masyarakat Tionghoa
Media. dalam Pemilihan Kepala
Daerah”, Jurnal Ilmu
Rohi, R.(2015), “Nusa Tenggara Timur: Pemerintahan dan Sosial Politik
Politik Patronase, Klientelisme, UMA, Vol. 2, No. 2, pp. 151-160.
dan Pembajakan Kepercayaan
Sosial”, in Edward, A. & Suryadinata, L.(2003), “Kebijakan
Sukmajati, M. (eds.), Politik Negara Indonesia terhadap Etnik
Uang Di Indonesia Patronase dan Tionghoa: Dari Asimilasi ke
Klientelisme pada Pemilu Multikulturalisme?”, e-
Legislatif 2014, pp. 457-485, journalAntropologi Indonesia,
Yogyakarta: Penerbit PolGov. Vol. 71, diakses dari
http://journal.ui.ac.id/index.php/j
Satya, M. & Maftuh, B.(2016), “Strategi ai/article/download/3464/2744,
Masyarakat Etnis Tionghoa dan pada 1 Oktober 2019.
Melayu Bangka dalam
Membangun Interaksi Sosial Winengan.(2018), “Local Political
untuk Memperkuat Kesatuan Democratization Policy: Voter
Bangsa”, e-journal Participation in the Direct
JurnalPendidikan Ilmu Sosial Regional Head Election”, e-
(JPIS), Vol. 25 No. 1, pp. 10-23, journalJurnal Ilmu Sosial dan
diakses dari Ilmu Politik (JSP), Vol. 22 No. 1,
https://www.google.com/search?s

Halaman|292
Jurnal MODERAT,Volume 6, Nomor 2 ISSN: 2442-3777 (cetak)
Website: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat ISSN: 2622-691X (online)
Submitted 1 Mei 2020, Reviewed 17 Mei 2020, Publish 31 Mei 2020

pp. 61-73. doi: Yin, R, K.(2002), Case Study Research


10.22146/jsp.31222. Design and Methods.
Translation: Mudzakir, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Halaman|293

Anda mungkin juga menyukai