Bintang Makalah Pancasila
Bintang Makalah Pancasila
Disusun Oleh:
Dosen Pengampu :
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-
Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah saya yang berjudul “Peran
Mahasiswa dalam Pemahaman Pancasila Sebagai Dasar Negara” dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas UTS pada mata kuliah Pancasila.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat disajikan dalam bentuk tulisan.
Terutama kepada bapak Romadhona Kusuma Yudha, M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah yang telah membantu proses selama perkuliahan dan membimbing
sampai adanya pembelajaran ini. Saya berharap makalah ini bisa menambah
wawasan dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Demikian makalah ini, bila terdapat kekeliruan, makalah ini dapat di kritik
dan diberi masukan agar kedepannya bisa menampilkan tulisan yang lebih baik lagi.
Terima kasih.
Bintang Triza
ii
DAFTAR ISI
2.3 Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi Besar Lainnya yang
ada di Dunia. ....................................................................................................10
2.4 Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dan Relevansinya Dengan Masalah Bangsa
..........................................................................................................................12
2.5 Peran Mahasiswa dalam Memahami Pancasila Sebagai Ideologi Negara .......15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Fungsi dan kedudukan Pancasila yang mulai terancam bisa dilihat dengan
runtuhnya rezim Orde Baru yang mengakibatkan keterpurukan di segala bidang
kehidupan. Karena kedudukan Pancasila yang strategis sebagai dasarpemersatu
bangsa Indonesia, maka Pancasila harus dipertahankan dan dilestarikan melalui
revitalisasi dan aktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila perlu diturunkan dari generasi ke generasi yang
dapat diturunkan melalui pendidikan Pancasila di perguruan tinggi. Pendidikan
Pancasilamerupakan cara untuk menanamkan kepribadian yang bermoral dan
berwawasan luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, pendidikan Pancasila harus diberikan pada setiap jenjang
pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah hingga tinggat perguruan
tinggi.Pendidikan Pancasila sebagai pendidikan nasional tidak terlepas dari
keyakinan bahwa Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia, falsafah
negara Indonesia tetap mengandung nilai-nilai yang relevan dengan proses
pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara.
1
Pancasila juga memiliki landasan eksistensial yang sangat kokoh, baik
dalam segi filosofis, yuridis, maupun dalam segi sosiologis. Landasan-landasan
tersebut harus memperkuat eksistensi Pancasila di Indonesia. Saat ini kekuatan
Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa mulai melemah, salah
satunya adalahkelompok mahasiswa.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ideologi
Secara etimologis Istilah ideologi berasal dari kata “idea”, yang dapat
diartikan sebagai “gagasan, konsep, pengertian dasar, dan cita-cita”, serta “logos”
yang berarti “ilmu”. Sedangkan kata “idea” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani
yaitu dari kata “ eidos”, yang berarti bentuk. Disamping itu ada pula kata “Idein”
yang berarti melihat. Maka secara harfiah idiologi dapat diartikan dengan ilmu
pengertian-pengertian dasar, yang dalam keseharian “idea” disamakan artinya
dengan cita-cita. Yaitu cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai. Sehingga
cita-cita tersebut sekaligus menjadi dasar, menjadi pandangan atau faham. (Kaelan,
Achmad Zubaidi, 2007: 30).
3
Istilah ideologi pertama kalinya dilontarkan oleh seorang filosuf
berkebangsan Perancis, yang bernama Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796,
sewaktu revolusi Perancis tengah menggelora. (Christenson, dkk, 1971: 3). Trary
menggunakan istilah ideologi guna menyebut suatu studi tentang asal mula, hakikat
dan perkembangan ide-ide manusia atau yang biasa dikenal sebagai “Scinece of
idea”. Di mana gagasan ini diharapkan dapat membawa perubahan institusional
dalam masyarakat Perancis. Namun Napoleon mencemoohnya sebagai khayalan,
yang tidak memiliki nilai praktis. Dan pemikiran De Tracy ini sebenarnya mirip
dengan impian Leibnitz yang disebut “one great system” (Pranarka, 1987).
4
5. Ideologi merupakan seperangkat asumsi dasar, baik normatif maupun
empiris, mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat, agar dapat
dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik. Dengan
demikian ideologi merupakan seperangkat prinsip pengarahan (guiding
principle) yang dijadikan dasar. Memberi arahan dan tujuan yang akan di
capai di dalam melangsungkan dan mengembangkan kehidupan bangsa dan
negara, serta mencakup seluruh aspek eksistensi manusia. (Anthony dalam
Cheppy dan Suparlan, 1982).
Pengertian Pancasila
5
kerajaan Mojopahit pada abad XIV, yaitu terdapat dalam buku Negarakertagama
Karangan Empu Prapanca, dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular.
6
dilengkapi dengan dua orang Wakil Ketua, yaitu Yoshio Ichibangase
(berkebangsaan Jepang), dan RP. Soeroso, yang dalam tugasnya merangkap
sebagai kepala Kantor/Sekretariat, serta dengan jumlah anggota sebanyak 64
orang.(Subandi Marsudi, 2001: 18). Namun dalam perkembangannya hadiah
kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang tersebut tidaklah dilandasi oleh
kesungguhan untuk memberikan kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia, tapi ternyata
hanya tipu muslihat pemerintah Jepang belaka. Walaupun demikain Proses
perumusan/sidang BPUPKI tetap dilaksanakan. Dan dalam sidang BPUPKI
pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan masalah yang akan dibahas
pada sidang tersebut, yaitu yang berkenaan dengan calon rumusan Dasar Negara
Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampillah beberapa tokoh pendiri bangsa
yang mengajukan rumusannya masing-masing, yaitu :
7
3) Dalam UUD Sementara (UUDS) tahun1950, yang berlaku mulai 17
Agustus 1950 S.d. 5 juli 1959 Naskah Pancasila yang tercantum konstitusi
RIS tersebut adalah :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Peri Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kerakyatan
e. Keadilan Sosial
4) Rumusan Pancasila di Kalangan Masyarakat; Selain naskah Pancasila
sebagai Dasar Negara sebagaimana telah disebutkan di atas, terdapat pula
rumusan/naskah Pancasila yang beredar di kalangan masyrakat luas, bahkan
rumusannya sangat beraneka ragam, yang antara lain terdapat rumusan
sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosilal
Dari berbagai rumusan Pancasila seperti tersebut di atas, yang benar dan
yang sah adalah yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Hal tserbut
diperkuat pula dengan ketatapan No.XX/MPRS/1966, dan Inpres No. 12 tanggal 13
April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan rumusan Pancasila
Dasar negara Republik Indonesia yang sah dan benar adalah sebagaimana yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945. (Kaelan, 2004: 26-27).
8
tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun
secara sistematis serta diberi petunjuk dengan pelaksanaan yang jelas.
Dari penjalasan itu, setidaknya terdapat tiga tingkatan nilai yang perlu
diperhatikan. Antara lain yaitu nilai tidak berubah atau nilai dasar, nilai
instrumental yang dapat berubah sesuai kondisi namun juga tetap bersandar pada
nilai dasar, dan nilai praktis yaitu berupa implementasi nilai-nilai yang
sesungguhnya. Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai nilai
instrumental dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
Istilah ini sering dikenal dengan way of life atau jalan hidup / pedoman
hidup. Pancasila sebagai petunjuk hidup berbangsa dan bernegara merupakan
pedoman bagi setiap arah dan kegiatan bangsa Indonesia di segala bidang. Dengan
9
demikian, setiap warga Negara harus melaksanakan setiap kegiatan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegaranya dengan bersandar dan tidak melenceng dari
nilai-nilai Pancasil.
Ini berarti, seperti halnya bendera merah putih sebagai ciri khas bangsa atau
negara Indonesia yang membedakan dengan bangsa atau negara lain, Pancasila juga
merupakan ciri khas bang Indonesia yang tercermin dalam sikap, tingkah laku, dan
perbuatan yang senantiasa selaras, serasi dan seimbang sesuai deng nilai-nilai
Pancasila itu sendiri (Sutrisno, 2006).
Ideologi Liberalisme
10
Ideologi Sosialisme
11
2.4 Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dan Relevansinya Dengan Masalah
Bangsa
12
dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia merupakan
kehilangan segala-galanya. Kehilangan yang membuat biduk kebangsaan
limbung, terombang-ambing gelombang perubahan tanpa jangkar dan arah
tujuan. Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya, tak lain
karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari jiwa
kekeluargaan. Peraturan daerah berbasis eksklusivisme keagamaan
bersitumbuh menikam jiwa ketuhanan yang berkebudayaan. Lembaga-
lembaga finansial dan korporasi internasional dibiarkan mengintervensi
perundang-undangan dengan mengorbankan kemanusiaan yang adil dan
beradab. Tribalisme, nepotisme, dan pemujaan putra daerah yang menguat
dalam pemilu kepala daerah melemahkan persatuan kebangsaan. Anggota
parlemen bergotong royong menjarah keuangan rakyat, memperjuangkan
"dana aspirasi" seraya mengabaikan aspirasi rakyat, melupakan
kegotongroyongan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Ekspansi
neoliberalisme, kesenjangan sosial, dan tindak korupsi melebar, menjegal
keadilan sosial. Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke
belakang, membawa kembali rakyat pada periode prapolitik, ketika
terkungkung dalam hukum besi sejarah survival of the fittest dan idol of the
tribe. Ada jarak yang lebar antara voices dan choices, antara apa yang
diargumentasikan dengan pilihan institusi dan kebijakan yang diambil.
Demokrasi yang diidealkan sebagai wahana untuk memperjuangkan
kesetaraan dan persaudaraan lewat pengorganisasian kepentingan kolektif
justru menjadi instrumen bagi kepentingan privat. Demokrasi yang
dikembangkan tanpa mempertimbangkan sistem pencernaan kebudayaan
dan karakter keindonesiaan seperti biduk yang limbung. Dalam satu dekade
terakhir, kita seakan-akan telah mengalami begitu banyak perubahan.
Namun perubahan yang terjadi tidak membawa kita ke mana pun. Ibarat
pohon, sejarah perkembangan bangsa yang sehat tidak bisa tercerabut dari
tanah dan akar kesejarahannya, ekosistem sosial-budaya, sistem
pemaknaan, dan pandangan dunianya tersendiri. Pancasila dirumuskan oleh
pendiri bangsa sebagai dasar dan tuntutan bernegara dengan
mempertimbangkan aspek-aspek itu, lewat usaha penggalian, penyerapan,
13
kontekstualisasi, rasionalisasi, dan aktualisasinya dalam rangka menopang
keberlangsungan dan kejayaan bangsa. Dapat dikatakan bahwa sebagian
besar ketidakmampuan kita memecahkan masalah hari ini disebabkan
ketidakmampuan kita merawat warisan terbaik dari masa lalu. Adapun
warisan termahal para pendiri bangsa yang merosot pada saat ini adalah
karakter. Karena itu, marilah kita hidupkan kembali karakter Pancasila,
sebagai jalan kemaslahatan dan kemajuan Indonesia! Dalam Konteks ini,
Habibie (Mantan Presiden RI) dalam Peringatan Lahirnya Pancasila 1 Juni
1945 (Kompas 3 Juni 2011) menyatakan “Tak kalah penting adalah peran
para penyelenggara negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan
konsekuen serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila
dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang
dilaksanakan. Untuk sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, implementasinya yang dilakukan, antara lain,
dengan meningkatkan kesempatan kerja bagi rakyat atau mengupayakan
kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pancasila itu bukan
untuk disakralkan.
2) Mengembangkan muatan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional
Wakil Ketua MPR H Lukman Hakim Saefuddin mendukung keinginan
revisi UU Sisdiknas, karena Mendiknas memang harus memberikan muatan
nilai-nilai Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Syafii Maarif (2011)
tokoh yang dikenal sebagai "Bapak Bangsa" mendukung revisi UU 20/2003
tentang Sisdiknas karena hilangnya muatan Pancasila dalam sistem
pendidikan nasional. Karena UU Sisdiknas memang harus mengenalkan
Pancasila secara benar, tapi revisi UU Sisdiknas itu harus diiringi dengan
penyiapan sumberdaya manusia atau tenaga pendidik yang Pancasilais dan
patut diteladani".
3) Pembentukan badan khusus perumusan dan pembudayaan Pancasila MPR ,
menurut Wakil Ketua MPR H Lukman Hakim Saefuddin mengusulkan
kepada pemerintah membentuk badan atau komisi khusus yang tugasnya
antara lain merumuskan pengenalan Pancasila secara benar di dunia
pendidikan, politik, kemasyarakatan, dan seterusnya,". Badan atau komisi
14
khusus itu nantinya akan merumuskan cara-cara pembudayaan Pancasila
yang bukan lagi indoktrinasi, pemaksaan, atau tafsir tunggal, namun melalui
cara-cara dialogis. "Misalnya, cara teater untuk pengenalan Pancasila
kepada pelajar sekolah menengah atau cara-cara lain yang bukan seperti
penataran P4 di masa lalu, sebab bangsa Indonesia yang majemuk sangat
membutuhkan Pancasila," . Badan atau komisi khusus itu ada hingga ke
tingkat desa atau kelurahan, karena pembudayaan Pancasila memang harus
sampai ke lapisan masyarakat di tingkat bawah. "Demokrasi yang sangat
liberal seperti yang kita alami sekarang harus dikembalikan kepada
Pancasila yakni demokrasi yang mengutamakan unsur musyawarah atau
perwakilan dalam permusyawaratan,".
Memiliki arti bahwa semua orang berhak memeluk agama dan kepercayaan.
Civitas akademika dapat saling menghormati,s toleransi, dan memiliki rasa atau
kepedulian antar umat beragama sehingga terciptanya rasa saling tolong –
menolong satu sama lain.
Sila kedua pada pancasila ini memiliki arti bahwa sesama manusia harus
saling mencintai, tidak semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, serta meningkatkan
tingkat kepedulian terhadap sesama. Di dunia pendidikan, Civitas akademika dapat
mengaplikasikan dengan ikut serta dalam membantu korban bencana alam,
menggalang dana, maupun bersikap ramah terhadap lingkungan di dalam maupun
di luar kampus.
15
Sila ke-3 “Persatuan Indonesia”
Memiliki arti bahwa kita harus tetap menjunjung tinggi semboyan Bangsa
Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu
jua. Memberikan nilai-nilai pengaplikasian pada Civitas akademika yaitu harus
tetap menghormati dan menghargai perbedaan, baik dari pemikiran, suku dan ras,
maupun pendapat atau sudut pandang.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18