Anda di halaman 1dari 3

latar belakang

Jepang merupakan destinasi wisata luar negeri favorit bagi wisatawan Indonesia, terutama Tokyo dan
Osaka yang masuk dalam 10 destinasi paling dicari di Skyscanner Indonesia pada tahun 2017. Selain
kemajuan teknologi, Jepang juga menawarkan keunikan budaya tradisional. Peningkatan jumlah
wisatawan asing, terutama setelah kampanye "Visit Japan" sejak 2003, mencapai puncaknya pada 2013
dengan lebih dari 10 juta orang.

Jepang menarik perhatian dengan 20 objek wisata UNESCO, dari alam hingga sejarah seperti Gunung Fuji
dan Genbaku Dome. Peningkatan jumlah wisatawan Muslim mendorong perkembangan pariwisata
halal, diakui dengan penghargaan "World Best Non-OIC Emerging Halal Destination" pada World Halal
Tourism Award 2016.

Meskipun Jepang bukan negara Muslim, serius mengembangkan wisata halal. Artikel ini menyoroti
pentingnya penelitian terhadap pemahaman masyarakat Jepang terhadap konsep halal dan fasilitas
wisata halal sesuai standar wisatawan Muslim. Perkembangan wisata halal menjadi topik menarik
dengan tren wisata halal yang sedang berkembang secara global. Penelitian ini akan menganalisis sejauh
mana fasilitas dan pelayanan wisata halal di Jepang memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim.

Metode penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Data mengenaiwisata
halal, perkembangan wisatahalal di Jepang, dan informasipendukung lainnya didapatkan melalui
studi kepustakaan. Informasi mengenai fasilitas bagi orang Islam di Jepang diperoleh dari internet
(terutama dari situs halalmediajapan.jp). Informasi pendukung lainnya dikumpulkan dengan membaca
jurnal dan artikel di internet yang temanya terkait dengan penelitian ini.

Selanjutnya, proses analisis data dimulai dengan mengkategorikan data ke dalam beberapa tema
sesuaikajian yang telahditentukan, yaitu cirikhas omotenashi, kebutuhan pengembangan wisata halal
diJepang, dan perkembangan fasilitasterkait wisata halal di negara tersebut. Setelah itu, data dianalisis
sesuaidengan kerangka konseptualwisata halal yang direkomendasikanoleh COMCEC.

Hasil dan pembahasan

Industri pelayanan Jepang menonjolkan konsep omotenashi, sebuah pendekatan yang fokus pada
keramahtamahan dan kepedulian terhadap pelanggan. Omotenashi tidak hanya identik dengan
hospitality Barat tetapi mencerminkan budaya dan tradisi Jepang. Dalam implementasinya, perusahaan
seperti Ritz-Carlton mengadopsi prinsip ekonomi rasionalitas, sementara omotenashi lebih menekankan
pada interaksi pribadi dan pengalaman yang mendalam antara staf dan pelanggan.

Omotenashi, dalam konteks pariwisata, menjadi elemen kunci dalam meningkatkan pelayanan terhadap
wisatawan Muslim di Jepang. Kebutuhan khusus wisatawan Muslim, termasuk makanan halal dan
fasilitas ibadah, menjadi fokus pengembangan industri pariwisata Jepang. Permasalahan yang dihadapi
wisatawan Muslim meliputi sulitnya mencari makanan halal, ketersediaan tempat ibadah, dan
kebutuhan akan fasilitas kamar kecil dengan air.
Dalam perkembangannya, Jepang telah menyesuaikan fasilitasnya untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan Muslim. Restoran halal semakin bertambah, sertifikasi halal diperoleh oleh banyak
perusahaan, dan fasilitas ibadah, termasuk musala, juga semakin tersedia di lokasi strategis. Namun,
beberapa permasalahan masih terjadi, seperti kurangnya tempat wudu di sebagian besar musala dan
minimnya pemahaman tentang konsep halal di masyarakat Jepang.

Pengembangan fasilitas pariwisata yang ramah Muslim mencakup tidak hanya pelayanan makanan halal
dan tempat ibadah, tetapi juga penginapan yang memperhatikan kebutuhan khusus wisatawan Muslim.
Hotel dan penginapan tertentu telah menyediakan menu bersertifikat halal, fasilitas salat, dan bahkan
paket-paket khusus bagi wisatawan Muslim.

Selain sektor pelayanan, beberapa perusahaan di luar industri pariwisata juga ikut berkontribusi dengan
memproduksi produk halal seperti pakaian Islami, kosmetik, dan oleh-oleh khas Jepang yang sesuai
dengan prinsip halal.

Pada intinya, upaya Jepang dalam mengakomodasi kebutuhan wisatawan Muslim mencerminkan
komitmen untuk terus meningkatkan pengalaman pariwisata yang inklusif dan menyenangkan bagi
semua pengunjung.

kesimpulan

Kenya man an para wi s a tawan ket ika mengunjungi suatu objekwisatamerupakan hal paling utama
yang akan meningkatkan jumlah kunjungan atau jumlah repeater. Tingginya jumlah wisatawan Muslim
mendorong Jepang untuk mengembangkan wisata halal di sana. Sebagai negara non-Muslim,
masyarakat Jepang memilikipemahamanyang sangat terbatas mengenaikonsep halal maupun wisata
halal. Akan tetapi, Jepang terbukti mampu meningkatkan fasilitas-fasilitas ramah Muslim untuk
memenuhi kebutuhandasarwisatawan Muslim sebagai bentuk omotenashi. Negara ini bersinergi dengan
berbagai lembaga Islam didalam Jepang maupundi luar Jepang misalnyauntuk mendapatkan
sertifikathalalbagi produk-produknya.

Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,jumlah fasilitas


ramah Muslim semakinmeningkat. Dari enam kebutuhan (faith-based needs) wisatawan Muslim, empat
di antaranya telah terpenuhi, yakni kebutuhan akan makanan halal, tempat ibadah, kamar kecil dengan
air, serta pelayanan rekreasional dengan privasi.

Sementara itu, sejauh pengamatan peneliti, dua kebutuhan lainnya belum terpenuhi. Kebutuhan akan
tidak adanya kegiatan non-halal belumterpenuhi secara maksimal karena masih banyak restoran
bersertifikat halal yang masihmemperjualbelikan alkohol. Kebutuhan akan pelayanan makan sahur di
hotel bagi wisatawan Muslim yang berpuasa jugabelumterpenuhikarena sejauh penelusuran peneliti,
belumditemukan hotel yang menyediakan fasilitas ini.

Selain itu, masih terdapat beberapa masalah yang perludiperhatikanoleh Jepang, yaitu pertama,
terbatasnya jumlah restoran halal dikotakecilpadahal wisatawan Muslim juga tertarik untuk
mengunjungi kota-kota kecil di Jepang. Kedua, belum terdapat badan sertifikasihalalyangditunjuk secara
resmioleh pemerintah Jepang. Banyaknya jumlahlembaga yang mengeluarkan sertifikat halal dan
adanya lembaga yang dengan mudahmengeluarkan sertifikat halal membingungkan perusahaan Jepang.
Pemerintah Jepang sebaiknya menentukan lembaga sertifikasi halal mana saja yang dapatmengelurakan
sertifikat halal untuk perusahan-perusahaan Jepang dengan menjalankan prosedur yang semestinya.
Langkah iniakanmembantu perusahaan-perusahaan Jepang yang saat inikesulitan menentukan kemana
harus mendaftarakan produknya.

Ketiga, terbatasnya jumlah musala yang menyediakan fasilitas wudu. Adanya fasilitas berwudu akan
memudahkan wisatawan Muslim dalam menjalankanibadah salat.

Karena keterbatasanwaktu, masih terdapat beberapa hal yang belum dibahas dalam penelitian ini
terutama darisisi supply side key themesseperti fasilitastrasnportasi, fasilitas di objekwisata, agen
perjalanan, dan sumber daya manusia yang terlibat dalambisnis pariwisatadi Jepang. Oleh karena itu,
penelitianselanjutnya akandifokuskanpadahal-hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai