TS Larutan
TS Larutan
LARUTAN
(Revised and Checked by David Christianto Yohanes; Rechecked by Esty Kusumawardhany)
April 2018
Keterangan:
Tulisan Biru Tambahan
Tulisan Hijau Terverifikasi
Highlight Ungu Belum terjemahkan
Highlight Kuning Tidak ditemukan/ tidak ada referensinya
I. DEFINISI SEDIAAN
Definisi Larutan
● FI III, hal 32
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan lain,
sebagai pelarut digunakan air suling.
● FI V, hal 51
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal:
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur.
Goeswin Agoes, 2012, Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida (SFI-7), hal 57
Larutan adalah sediaan cair (liquida) yang mengandung satu atau lebih bahan kimia yang
melarut dalam suatu pelarut yang sesuai atau campuran dari sistem pelarut yang tercampur
(mutually miscible).
Definisi Sirup
● FI Ed III, hal 31
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain,
kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.
FI V, hal 51
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar tinggi.
Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks. Istilah
sirup juga digunakan untuk bentuk sediaan cair lain yang mengandung pengental dan
pemanis, termasuk suspensi oral.
● (Aulton, Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design 4th ed (2013), hal 398)
Larutan berair oral yang mengandung sukrosa dengan konsentrasi tinggi atau gula lainnya.
'Sirup BP 'adalah larutan sukrosa (66,7%) di air murni; membuat kerusakan gigi dan Tidak
cocok untuk pasien diabetes Sirup 'bebas gula' diperoleh dengan mengganti sukrosa dengan
glukosa terhidrogenasi, manitol, sorbitol, xilitol, dll.
BP ebook 2009 vol III, general monograph “Oral Liquids of the BP”, hal 6528.
Sirup tidak mengandung zat aktif, bukan merupakan suatu bentuk sediaan, tetapi
merupakan campuran yang seringkali digunakan sebagai pelarut atau zat pembawa
karena rasa dan sifat manisnya. Sebaiknya dibuat segar kecuali apabila ditambahkan
zat pengawet.
| APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN LARUTAN
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
3. Dosis takaran
4. Penyimpanan
Larutan pada umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang
baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Untuk semua larutan, terutama yang mengandung
pelarut mudah menguap, harus digunakan wadah tertutup rapat dan terhindar dari panas
berlebih. Jika senyawa tidak stabil dan mudah mengalami degradasi secara fotokimia,
penggunaan wadah tahan cahaya perlu dipertimbangkan (FI V hal 46)
b. Penggolongan Larutan
Larutan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian dapat berdasarkan cara pemberian, cara
pembuatan. berikut penggolongan larutan dari beberapa pustaka:
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya. Misalnya larutan oral, larutan
topikal, larutan otik, larutan optalmik. Penggolongan dapat juga didasarkan pada sistem pelarut
dan zat terlarut seperti Spirit, Tingtur, dan Larutan air.
Penggolongan Definisi/Keterangan Referensi
Larutan Oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian FI V, Hal 51
oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau
tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau
pewarna yang larut dalam air atau campuran
kosolven-air. Sediaan zat padat atau campuran zat
| APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN LARUTAN
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
Ansel
Serbuk campuran untuk larutan
Berupa campuran serbuk kering yang mengandung formula zat aktif, flavouring agent,
pewarna, dapar kecuali pelarut. Sebelum diberikan pada pasien, campuran serbuk di
larutkan dengan sejumlah air. Contoh campuran serbuk untuk larutan oral yang perlu di
rekonstitusi:
o Cloxacillin Sodium for Oral Solution, USP (Teva), an anti-infective antibiotic
o Penicillin V Potassium for Oral Solution, USP (Veetids, Geneva), an anti-infective
antibiotic
o Potassium Chloride for Oral Solution, USP (K-LOR, Abbott), a potassium
supplement
pemanis untuk meningkatkan penampilan dan rasanya. pH larutan biasanya 7,0, meskipun
kisaran pH 2-9 dapat ditoleransi. Untuk kenyamanan, dosisnya biasanya dalam kelipatan
5 mL. Viskositas harus sesuai untuk kenyamanan dan mudah untuk dituang. Memiliki
viskositas yang lebih tinggi daripada air. (Aulton, Pharmaceutics, The Science of Dosage
Form Design 4th ed (2013), hal 398)
3. Banyak obat kurang larut dalam air. Sehingga diperlukan formulasi yang dapat membuat
bahan dapat melarut
4. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu
memerlukan penambahan pengawet.
5. Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien untuk menakar.
III. FORMULA
a. Formula Baku
Zat aktif Flavouring agent (perasa)
Pelarut/pembawa Pewarna (dye)
Pemanis Dapar (jika perlu)
Pengental (peningkat viskositas) Pembasah (jika perlu)
Anti cap-locking agent Solubilizer (jika perlu)
Pengawet Antioksidan (jika perlu)
b. Contoh Formula Sediaan Larutan di Buku (Ansel, 10th ed, hal. 416)
TUJUAN AGEN
MELINDUNGI BAHAN AKTIF SEDIAAN Dapar
Antioksidan
pengawet
MEMPERTAHANKAN PENAMPILAN Pewarna
Penstabil
Kosolven
Pengawet antimikroba
Elektrolit
PENUTUPAN RASA/BAU TIDAK ENAK Pemanis
Penambah cita rasa
1. Pelarut / pembawa
Pelarut terdiri dari pelarut air dan pelarut bukan air. Sebagian besar pelarut yang digunakan
adalah air
Karena memiliki kelebihan seperti kurang toksisitas dan biaya rendah. Selain itu dapat juga
digunakan: (Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system 10th ed (2014), hal
401-403)
Alkohol USP,
Untuk produk oral OTC Ditujukan untuk anak di bawah usia 6 tahun Batas kandungan
alkohol yang disarankan adalah (0,5%); untuk anak 6-12 tahun (5%); untuk anak-anak <
12 tahun dan untuk orang dewasa (10%)
Alkohol yang diencerkan (diluted alcohol NF)
volume akhir yang didapat bukan jumlah dari pencampuran dari dua komponen; volume
akhirnya kurang lebih 3% lebih sedikit dari yang diperkirakan. Missal masing-masing 50
mL dicampurkan, pengukuran diperkirakan 97 mL. alkohol ini berguna sebagai pelarut
hidroalkoholik pada proses dan preparasi yang bervariasi
Rubbing alcohol (70% etil alkohol)
Rubbing alcohol mengandung volume sekitar 70% etanol. Setiap 100 mL, harus
mengandung sukrosa oktaasetat tidak kurang dari 355 mg atau 1,4 mg denatonium
benzoate, senyawa pahit prior to injectionyang discourage accidental atau abusive ingesti
oral. Produk ini mudah menguap dan mudah terbakar dan harus disimpan pada wadah
yang tertutup rapat dijauhkan dari api. Digunakan sebagai rubefacient secara eksternal,
sebagai soothing rub, instrument germisida, pembersih kulit prior to injection, juga
digunakan sebagai pembawa untuk preparat topical.
Glycerin, USP (glycerol)
(CH2OH.CHOH.CH2OH)
Merupakan cairan sirup yang jernih dengan rasa manis. Dapat bercampur dengan air dan
alkohol. Sebagai pelarut, dapat dibandingkan dengan alkohol, namun karena
| APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN LARUTAN
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
viskositasnya, solute lebih lambat larutnya kecuali viskositasnya dikurangi dengan cara
pemanasan. Gliserin memiliki sifat preservative dan sering digunakan sebagai stabilizer
dan sebagai pelarut tambahan dari air atau alkohol. Digunakan pada banyak preparat
internal.
Isopropyl rubbing alcohol
Mengandung 70% isopropil alkohol, sisanya mengandung air baik dengan atau tidak
tambahan perwarna, stabilizer, dan minyak parfum. Digunakan secara eksternal sebagai
Rubefacient dan soothing rub dan sebagai pembawa untuk produk topical. Preparat
yang tersedia adalah larutan 91% isopropyl alkohol yang secara umum digunakan pada
penderita diabetes dalam menyiapkan jarum dan syringes untuk injeksi hipodermik
insulin dan untuk desinfeksi kulit.
Propylene glycol, USP
CH3CH(OH)CH2OH
Likuid kental, dapat bercampur dengan air dan alkohol. Merupakan pelarut yang berguna
dengan jangkauan aplikasi yang luas dan seringkali ditambahkan untuk gliserin pada
formulasi farmasetik yang modern.
Purified Water, USP
Didapatkan dengan cara distilasi, ion exchange, Reverse Osmosis, atau proses lainnya
yang cocok. Digunakan untuk bentuk sediaan cairan kecuali parenteral.
2. Anticaplocking agent
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (cap locking), maka umumnya
digunakan alkohol polyhydric alkohol seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol, atau
dapat pula ditambahkan sirup invert yang terdiri atas campuran glukosa dan fruktosa
(Aulton, Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design 2nd ed (2001), hal 321 ). Yang
paling umum digunakan adalah sorbitol sebanyak 15-30%. (HOPE Ed.6, hal 679) Sirup,
dengan konsentrasi sukrosa lebih dari 65% akibat adanya efek osmotik, tetapi bisa terjadi
kristalisasi sukrosa, butuh anticaplocking agent (TPC, 1994, hal 34).
3. Flavouring agent
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar obat dapat diterima oleh
pasien terutama anak-anak. Sirup dapat ditambahkan pewangi sintetik atau pewangi alami,
seperti minyak atsiri (minyak jeruk), vanilin dan lainnya Dalam pemilihan pewangi harus
dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia pengonsumsinya. (Ansel’s
Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system 10th ed (2014), hal 418)
Pertimbangan untuk pemilihannya:
▪ Harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup
Kadang-kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke dalam sirup untuk menjamin
kelarutan flavouring agent yang kelarutannya buruk dalam air. (Ansel’s Pharmaceutical
dosage forms and drug delivery system 10th ed (2014), hal 418)
▪ Disesuaikan dengan tujuan pemberian
Yaitu untuk anak-anak atau dewasa; juga berhubungan dengan zat pewarna yang
digunakan.
Bahan peningkat Flavour seperti asam sitrat, garam, dan monosodium glutamate kadang-
kadang juga digunakan. Ada juga yang sudah khusus dikombinasikan dengan obat antacid
TEORI SEDIAAN LARUTAN | APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
seperti peppermint untuk dispepsia. Flavouring agent dapat menjadi tidak stabil secara
kimiawi karena reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan adanya pengaruh pH.
The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Ed III, Lachman, hal 470
Rasa Flavour
Asin Butterscotch, maple, apricot, peach, vanilla, wintergreen mint
Pahit Wild cherry, walnut, coklat, anisi, mint combination, passion fruit,
mint spice
Manis Buah-buahan, vanilla, berry
Sour (asam) Citrus, licorice, root beer, raspberry
Selain itu, perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent dan konsentrasi terhadap pembawa
(Aulton, 1988, hal 263).
4.Zat Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam sediaan oral cair untuk meningkatkan penampilan
agar lebih menarik atau meningkatkan penerimaan pasien dan bisa juga untuk memudahkan
identifikasi produk. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai dengan flavour sediaan tersebut
seperti (hijau untuk mint, merah muda untuk strawberry). Umumnya zat warna larut dalam air,
nontoksik, non-iritan, dapat tersatukan dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya dan warna
stabil pada range pH serta cahaya (Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery
system 10th ed (2014), hal 418)
Dalam pemilihan zat warna harus dipertimbangkan juga masalah:
● Kelarutan zat pewarna tersebut dalam air.
● Stabilitas warnanya stabil pada kisaran pH sediaan, di bawah cahaya yang intensif dan masa
penyimpanan.
● Ketercampuran: tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup.
● Konsentrasi zat warna dalam sediaan
● Stabilitas warna biasanya tergantung pada pH.
Contoh : Sunset yellow FCF, stabil pada pH asam dan berubah warna atau terjadi pengendapan
pada pH basa.
Zat warna yang digunakan adalah zat warna yang diizinkan untuk obat oral. Kebanyakan
pewarna yang biasa digunakan pada sediaan farmasi mempunyai Nomor E100-180 dan Nomor
FD&C, contoh:
• Tartrazine (E 102 dan FD & C yellow no 5)
• Citrus red no 2 (Aulton, 1988, 262-263)
Beberapa zat warna yang dilarang di beberapa negara Eropa, diantaranya: tartrazine
(menimbulkan reaksi alergi).
Zat warna dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori (TPC, 1994, hal 36-37):
● Pigmen mineral
Pigmen mineral seperti besi oksida terutama digunakan untuk sediaan padat dan untuk
pemakaian luar. Penggunaannya untuk sediaan oral dilarang karena kelarutannya sangat
kecil dalam air.
● Zat warna alam (natural colorant)
Zat warna alam dapat diperoleh dari isolasi atau ekstraksi tumbuh-tumbuhan atau
hewan. Contoh zat warna alam: antosianin, karotenoid, klorofil, xantofil, riboflavin, saffron,
| APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN LARUTAN
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
ekstrak bit merah, cochineal, dan caramel. Kelemahan dari zat warna alam adalah
komposisi dan warna tiap batch berbeda. Beberapa zat warna alam biasanya digunakan
untuk produk minyak atau lemak. Beberapa larutan dari pewarna alam mempunyai
kestabilan terbatas terhadap cahaya dan pH dan terhadap senyawa pengoksidasi dan
pereduksi.
● Zat warna sintetik (synthetic organic dyes)
Zat warna sintetik lebih disukai dibanding zat warna alam untuk sediaan oral cair karena zat
warna ini mempunyai aneka warna yang lebih luas dan warnanya lebih reprodusibel
dan intensitas warna yang seragam dan warna lebih stabil. Ada 2 tipe zat warna sintetik :
- zat warna asam, yang membentuk garam dengan basa, ion berwarna menjadi bermuatan
negatif ; sebagian zat warna yg digunakan dlm larutan oral merupakan acid dyes, ex:
garam natrium dari asam sulfonat dan banyak senyawa azo ; inkompatibel dgn alkaloid,
antihistamin, turunan fenotiazin (interaksi dgn kation membentuk senyawa tidak larut).
- zat warna basa, yang membentuk garam dengan asam, ion berwarna menjadi bermuatan
positif
5.Pengawet
Sirup dapat diawetkan dengan (a) penyimpanan pada suhu rendah; (b) menambahkan bahan
pengawet seperti gliserin, asam benzoat, natrium benzoat, metilparaben, atau alkohol dalam
formulasi; atau (c) pemeliharaan sukrosa dengan konsentrasi tinggi sebagai bagian dari
formulasi. Konsentrasi sukrosa yang tinggi biasanya akan melindungi bentuk sediaan cairan oral
dari pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme. Akan tetapi perlu menambahkan bahan lain
ke sirup yang bisa menyebabkannya penurunan konsentrasi sukrosa, sukrosa yang tinggi akan
berpotensi menyebabkan kristalisasi pada bagian cap botol. Namun dengan penurunan sukrosa
ini dapat menyebabkan hilangnya efektivitas, tetapi pengawet dari sukrosa Ini bisa diatasi,
bagaimanapun, dengan menghitung jumlah bahan pengawet (semacam itu sebagai alkohol)
untuk menambahkan formula untuk menjaga keefektifan pengawet produk akhir, seperti pada
contoh perhitungan berikut : (Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system
10th ed (2014), hal 416).
R/ zat aktif 5 ml
Obat lain 3 ml
Glycerin 15 ml
Sucrose 25 g
Etanol 95%
Purified water q.s 100 ml
Perhitungan jelas (Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system 10th ed
(2014), hal 417)
Pengawet merupakan bagian dari formula larutan kecuali: jika ada cukup khasiat pengawet
dalam formulasi itu sendiri, seperti karena kandungan gula tinggi, presensi obat antimikroba,
atau pelarut yang menghambat pertumbuhan seperti alkohol. Dalam semua kasus, perlu
dilakukan uji efikasi pengawet untuk membuktikan efektifitas yang memadai terhadap
pertumbuhan mikroorganisme selama masa simpan dan penggunaan produk. (Handbook of
manufacturing )
Jumlah pengawet yang dibutuhkan untuk melindungi sediaan sirup dari pertumbuhan bakteri
tergantung dari proporsi air yang tersedia untuk tumbuh, sifat dari zat tambahan (banyak
| APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN LARUTAN
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
flavouring oil yg punya aktivitas antimikroba), dan kekuatan pengawet itu sendiri. (Ansel’s
Pharmaceutical Dosage Form and drug delivery system 10th ed (2014), hal 416). Terkadang
bahan pengawet digunakan secara kombinasi adalah dalam rangka untuk meningkatkan
kemampuan spektrum antimikroba, efek yang sinergis memungkinkan penggunaan
pengawet dalam jumlah kecil, sehingga kadar toksisitasnya menurun pula, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya resistensi.
● Daftar pengawet lain (Remington Essentials Of Pharmaceutics 22nd ed, 2012, hal 438)
6.Antioksidan
Banyak obat dalam larutan mengalami penguraian secara oksidasi. Reaksi tersebut dimediasi
oleh radikal bebas atau molekul oksigen dari hidrogen yang hilang. Antioksidan adalah agen
dengan potensial oksidasi lebih rendah dari obat. Antioksidan ditambahkan ke dalam larutan
tersendiri atau dalam bentuk kombinasi dengan zat pengkhelat atau oksidan lain dan berfungsi
sebagai oksidasi preferensial yang secara bertahap dikonsumsi atau memblokir reaksi oksidasi
berantai yang tidak dikonsumsi. Antioksidan yang umum digunakan dalam larutan air adalah
senyawa sulfit. Metabisulfit digunakan pada pH rendah.
Antioksidan di dalam sediaan larutan berfungsi sebagai proteksi terhadap bahan aktif
yang mudah teroksidasi. Antioksidan yang ideal bersifat: nontoksik, noniritan, efektif pada
konsentrasi rendah (pada kondisi penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase pembawa,
stabil, tidak berbau dan tidak berasa (TPC, 1994, hal 35). Contoh antioksidan adalah (TPC,
1998, hal 35):
dengan filtrasi
Asam Sitrat Monohidrat 0,3-2.0% Pada penyimpanan, HOPE 6th Ed, Hal 181
sukrosa dapat
mengkristal pada sirup
karena adanya asam
sitrat
Natrium Metabisulfit 0,001-1.0% w/v untuk Biasa digunakan untuk HOPE 6th Ed, Hal 654
oral, parenteral, dan preparasi asam, bila
topical basa, gunakan Natrium
Sulfit
Dan pada konsentrasi
Setelah diautoklaf,
27% w/v untuk dimasukan pada wadah
injeksi intramuskular yang udaranya sudah
digantikan dengan gas
inert (c/Nitrogen)
Penambahan dextrose
mengurangi stabilitas.
Natrium Sulfit 0,01-1% b/v sebagai HOPE 6th Ed, Hal 669
AO
0,1% sebagai
antifungi pada pH
rendah
Kebanyakan sirup mengandung proporsi sukrosa yang tinggi, biasanya 60-80%, bukan hanya
karena manis dan viskositas larutan yang diinginkan, namun juga stabilitas inherentnya yang
kontras terhadap sukrosa yang larut. Medium gula cair merupakan mendium nutrient yang
efisien untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama ragi dan jamur. Larutan gula yang
terkonsentrasi cukup resisten terhadap pertumbuhan mikroba karena ketidakcukupan air
yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
b. Sorbitol, manitol, xylitol
Pada dosis tinggi bisa menyebabkan diare (TPC, 1994, hal 35).
c. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula/pengganti gula dengan atau tanpa penambahan
bahan pewangi dan zat aktif obat. Contoh: sirup ceri, sirup coklat, akasia, raspberry, sirup
jeruk. (Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system 10th ed (2014), hal
411)
d. Pemanis sintetik
Penggunaan pemanis sintetik cenderung memberikan rasa pahit dan rasa logam setelah
mengkonsumsinya sehingga penggunaannya kadang dikombinasikan dengan gula (TPC,
1994, hal 35).
Pemanis sintetik yang sering digunakan antara lain:
▪ Garam Na dan Ca dari sakarin
Pemanis ini digunakan untuk larutan. Sakarin larut di air, stabil pada range pH yang luas
(TPC, 1994, hal 35). Dosis kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan 250-500
kali sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa pahit setelah pemakaian.
▪ Aspartam
Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam ini bisa terhidrolisis ketika
dipanaskan pada suhu tinggi sehingga rasa manisnya bisa hilang. Penggunaan aspartam tidak
boleh berlebihan untuk pasien yang mengalami fenilketonuria (TPC, 1994, hal 35). Kadar
kemanisan 200 kali sukrosa, tanpa rasa pahit setelah pemakaian; terhidrolisis pd pemanasan
suhu tinggi yg berakibat pd hilangnya rasa manis. Aspartam stabil pada ph 3,4 – 5,0 pada
suhu lemari pendingin (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Ed III, Lachman, hal
469)
▪ K-acesulfam (jarang digunakan) → tidak terpengaruh oleh pemanasan pada suhu tinggi
(TPC, 1994, hal 35)
▪ Thaumatin Senyawa ini merupakan senyawa paling manis (TPC, 1994, hal 35).
8. Pembasah (humektan)
Berfungsi mengusir udara yg terperangkap di permukaan zat aktif, menurunkan tegangan
permukaan
Contoh pembasah (humektan) antara lain :
Bahan Konsentrasi Keterangan Referensi
Gliserin ≤30 % pada topical, Dapat meledak jika HOPE 6th Ed, Hal 283
dicampur dengan agen
pengoksidasi kuat (c/
KmNO4)
Propilen Glycol 15% humektan HOPE 6th Ed, Hal 592
topical
10-25% kosolven
oral
Sorbitol 3-15% humektan Sterilisasi untuk HOPE 6th Ed, Hal 679
9.Dapar
Zat yang memiliki rentang pH stabilitasnya sempit (< 3), sebaiknya didapar dengan larutan
dapar yang sesuai, dengan memperhatikan:
-ketercampuran dengan kandungan larutan
-inert
-tidak toksik
-kapasitas dapar yang bersangkutan
(Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada KIT pendukung-perhitungan dapar).
Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan dalam suatu pelarut, senyawa ini
mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa ditambahkan. Pemilihan pendapar
yang cocok tergantung dari pH dan kapasitas dapar yang diinginkan. Dapar ini harus dapat
tercampurkan dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas yang rendah. Buffer yang sering
digunakan adalah sitrat, asetat, fosfat/tartrat. Borat umumnya digunakan untuk penggunaan luar
(tapi tidak untuk membran mukosa dan kulit yang terabrasi) (Aulton, Pharmaceutics, 2nd ed,
hal. 317)
pelepasan dan absorpsi obat. (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Ed III,
Lachman, hal 470)
V. METODE PEMBUATAN
Pustaka (Pengembangan Sediaan Farmasi, Goeswin Agoes, 2008, hal 99)
● Larutan encer dapat dibuat dengan cara melarutkan secara cepat dengan
menambahkan solut ke dalam solven dan diaduk sampai larut. Untuk zat yang tidak
mudah larut atau konsentrasi tinggi, kemungkinan diperlukan pemanasan (jangan
pakai api langsung).
● Eksipien biasanya ditambahkan menurut urutan tertentu untuk meningkatkan
kecepatan disolusi dan untuk mempermudah agar dapat cepat mencapai
kesetimbangan. Mentol dan flavor ditambahkan dalam bentuk larutan alkohol pada
bets (penambahan terakhir). Solut yang berada dalam konsentrasi kecil, sebelum
ditambahkan harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum dicampurkan untuk menjamin
bahwa zat telah terdisolusi secara sempurna. Aturan umum: kelarutan sempurna harus
dikonfirmasikan pada setiap proses manufaktur sediaan homogen.
● Larutan harus disaring/klarifikasi untuk penyaringan digunakan ukuran 3 µm. Larutan
tidak boleh mengandung serat. Oleh karena itu, penyaring yang digunakan tidak boleh
melepas serat. Kadang-kadang digunakan dua macam penyaring untuk mengatasi
masalah serat.
Catatan editor: penyaringan di sini dimaksudkan untuk menghilangkan serat,
BUKAN untuk menghilangkan partikulat akibat zat aktif atau eksipien yang
TIDAK LARUT
Pustaka (Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system 10th ed (2014),
hal 418-419) dan (Remington Essentials Of Pharmaceutics, 2012)
Metode pembuatan larutan dilakukan tergantung pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan,
metode yang digunakan adalah :
1. Larutan yang dibuat dengan bantuan panas.
Digunakan bila dibutuhkan untuk membuat sirup secepat mungkin dan komponen
sirup tidak rusak atau menguap oleh panas. Caranya:
Dipanaskan air murni (PW) 80-85o C kemudian tambahkan gula ditambahkan dan
aduk, Dipanaskan sampai larutan terbentuk.
Komponen lain yang tahan panas ditambahkan ke sirup panas, dicampur dan
dibiarkan sampai dingin, dan tambahkan air murni sampai volume nya memenuhi.
Bila terdapat zat-zat yang tidak tahan panas/ada senyawa menguap, ditambahkan ke
sirup setelah larutan gula yang terbentuk oleh pemanasan dan larutan cepat-cepat
didinginkan sampai dengan temperatur ruang.
Contoh: sirup akasia, sirup coklat.
Bila panas digunakan dalam pembuatan sirup, hampir pasti terjadi inversi sukrosa.
Sukrosa, disakarida, dapat dihidrolisis menjadi monosakarida, dekstrosa (glukosa), dan
fruktosa (levulosa). Reaksi hidrolitik ini disebut sebagai "inversi". laju inversi meningkat
sangat dengan adanya asam; ion hidrogen bertindak sebagai katalis dalam reaksi
hidrolitik ini. Fruktosa yang terbentuk selama inversi lebih manis daripada sukrosa,
sehingga sirup yang dihasilkan lebih manis dari sirup aslinya. Rasa manis relatif
fruktosa, sukrosa, dan dekstrosa berada pada rasio 173:100:74. Dengan demikian, gula
invert adalah 1/100 (173 + 74) 1/2 = 1,23 kali lebih manis dari sukrosa. Fruktosa
bertanggung jawab atas penggelapan sirup, karena warnanya kuning. Jika sirup secara
signifikan terlalu panas, sukrosa akan caramelize dan menjadi lebih gelap.
(Remington Essentials Of Pharmaceutics, 2012, hal 444)
Seringkali, sirup atau sirup non-obat lainnya, bukan sukrosa, digunakan sebagai agen
pemanis dan pembawa. Bila zat padat ditambahkan ke sirup, larutkan terlebih
dahulu zat tersebut ke dalam air murni dan kemudian digabungkan ke dalam sirup.
Bila zat padat ditambahkan langsung ke sirup, mereka akan larut perlahan, karena sifat
kental sirup tidak memungkinkan zat padat untuk didistribusikan dengan mudah.
Metode ini dan yang sebelumnya dijelaskan digunakan untuk sediaan sirup. Kebanyakan
sirup obat batuk, misalnya mengandung sukrosa dan satu atau lebih bahan aktif. Banyak
bahan aktif lainnya (misalnya, efhedrine sulfate, disyclomine hydrochloride, chloral
hydrate, atau chlorpromazine hydrochloride) dipasarkan sebagai sirup. Seperti sirup obat
batuk, sediaan ini diberi perasa, diberi zat warna, dan direkomendasikan pada kasus di
mana pasien tidak dapat menelan bentuk sediaan padat.
(Remington Essentials Of Pharmaceutics, 2012, hal 445)
4. Perkolasi
Air murni/larutan air dari cairan obat, atau cairan pemberi rasa dibiarkan untuk melewati
kolom kristal sukrosa dengan lambat sehingga melarutkannya dan membentuk sirup.
Hasil perkolasi (perkolat) ditampung dan dikembalikan ke dalam alat perkolasi sesuai
kebutuhan sampai semua sukrosa telah dilarutkan. Contoh sirup yang dibuat dengan
metode ini Sirup Ipecac dibuat dengan perkolasi dengan menambahkan gliserin dan sirup
ke ekstrak serbuk ipecac yang diperoleh dengan perkolasi. Obat ipecac terdiri dari
rimpang kering dan akar Cephaelis ipecacuanha dan mengandung alkaloid aktif .
Metode ini benar-benar melibatkan dua prosedur terpisah: pertama, persiapan ekstraktif
obat, dan kemudian persiapan sirup. Agar berhasil dalam menggunakan proses ini, teknik
merupakan hal yang kritis:
1) perkolator yang digunakan harus berbentuk silinder atau semi silinder dan berbentuk
kerucut saat mendekati lubang yang lebih rendah; dan
2) gula granular kasar harus digunakan, jika tidak maka akan menyatu menjadi massa
kompak, yang cairannya tidak bisa menembus.
Metode perkolasi diterapkan pada skala komersial untuk pembuatan sirup kompendial,
dan juga untuk penggunaan kembang gula.
(Remington Essentials Of Pharmaceutics, 2012, hal 445)
Catatan: terkadang sirup disiapkan dengan lebih dari satu dari metode ini, dan
pemilihannya mungkin hanya masalah preferensi dari bagian-bagian apotekernya.
(Ansel’s Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system 10th ed (2014), hal 418)
Cara pembuatan :
1) Larutkan ferrous sulfat, asam sitrat, spirit peppermint dan 200 g sukrosa kedalam air
murni 450 ml, saring larutan
2) Larutkan sisa sukrosa dalam saringan
3) Tambahkan air murni ad 1000 ml , campurkan dan saring kembali melalui sebuah
pledget kapas
B. Prosedur pembuatan (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 15) -> david
gak ada diktatnya)
1. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian didinginkan dalam
keadaan tertutup.
2. Penimbangan zat aktif dan bahan pembantu yang diperlukan.
3. Pembuatan sirupus simpleks sebagai pengental dan pemanis (sukrosa yang telah
ditimbang dilarutkan dalam sebagian air, panaskan hingga larut, kemudian disaring)
4. Zat aktif dan bahan pembantu berbentuk serbuk dihaluskan dalam mortir.
5. Melarutkan zat aktif dengan cara penambahan zat aktif sedikit-sedikit ke dalam
sejumlah volume pelarut, sambil diaduk sampai larut sempurna.
6. Bahan pembantu dilarutkan dengan cara yang sama ke dalam sebagian pelarut
yang diperlukan, volume pelarut ditentukan berdasarkan kelarutan eksipien yang
ditambahkan.
PASTIKAN DULU sebelum dicampur, masing-masing komponen sudah terlarut
sempurna dalam pelarut yg sesuai, baru dicampurkan!!!
7. Campurkan bahan-bahan yang sudah larut satu per satu, dan aduk sampai
homogen.
8. Penambahan flavour dalam keadaan terlarut dalam pelarut yang dapat bercampur
dengan pelarut yang digunakan.
9. Tambahkan sisa pelarut sampai volume sediaan yang dibuat.
10.Masukkan ke dalam botol coklat yang telah ditara sebelumnya, penambahan volume
larutan yang ditara di dalam botol disesuaikan dengan kekentalan larutan yang dibuat
(perhatikan volume terpindahkan!! Dilebihkan berapa %) Botol sediaan diberi etiket,
brosur, dikemas dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya.
VII. PERHITUNGAN
Perhitungan jumlah sediaan yang akan dibuat:
Jumlah sediaan yang akan dibuat Z botol @ A ml. Untuk keperluan evaluasi sediaan akhir
sebagai berikut:
Organoleptik
1 Botol
Bobot jenis
Penetapan volume terpindahkan (non destruktif) 10 botol (jika TMS, + 20 botol)
Penetapan pH 1 botol (bisa dari bekas volter)
Penetapan viskositas dan rheologi (Hoppler)~ 120 ml Bisa dari bekas volter
Identifikasi 3 botol*
Penetapan kadar 3 botol
Penetapan potensi antibiotika (jika ZA antibiotika) 2 Botol
Uji batas mikroba 2 Botol
Uji efektivitas pengawet 5 Botol
JUMLAH ±30 botol
*Bila cara uji identifikasi dan penetapan kadar sama, maka dapat dilakukan secara simultan
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yg tidak destruktif shg dapat digunakan untuk evaluasi yg
lain.
Jadi jumlah sirup yg akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah dituang
dari botol.
Volume sediaan tiap botol = A mL+ (3% x A mL) = B mL
Sediaan yang akan dibuat sebanyak = Y botol x B mL = C mL
Metode visual : Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15-
25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Bandingkan larutan uji
| APT ITB 2018-2019
TEORI SEDIAAN LARUTAN
TEORI SEDIAAN APT ITB JANUARI 2018 LARUTAN
dengan larutan suspense padanan yang dibuat segar, setinggi 40 mm. Bandingkan kedua
larutan di bawah cahaya yang terdifusi 5 menit setelah pembuatan suspensi padanan
dengan tegak lurus kea rah bawah tabung menggunakan latar belakang hitam. Difusi
cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan Idapat dibedakan dari air dan
suspensi padanan IIdapat dibedakan dari suspensi padanan I. Larutan dianggap jernih
apabila sama dengan air atau larutan yang digunakan dalam pengujian dengan kondisi
yang dipersyaratkan, atau jika opalesen tidak lebih dari suspensi padanan I.
Larutan hidrazin sulfat. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga
100 ml, biarkan selama 4 – 6 jam.
Larutan heksametilentetramin. Larutkan 2,5 g heksametilentetramin P dalam labut
bersumbat kaca 100,00 ml dengan 25,00 mL air.
Suspensi opalesense primer (suspense formazin) Dalam wadah yang berisi larutan
heksametilen-tetramin tambahkan 25,0 ml larutan hidrazin sulfat. Aduk dan biarkan
selama 24 jam. Larutan stabil selama 2 bulan jika disimpan dalamwadah kaca bebas dari
kerusakan permukaan. Suspensi tidak boleh menempel di kaca dan harus dikocok bila
akan dipergunakan.
Baku opalesen, encerkan 15 mL campuran di atas dengan air hingga 1000mL. Larutan
harus dbuat baru dan digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.
Suspensi padanan. Siapkan suspensi padanan seperti table. Kocok dan aduk sebelum
digunakan.
Suspensi Padanan
I II III IV
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0
Baku kekeruhan Siapkan suspense formazin dengan mencampurkan larutan hidrazin sulfat
dan larutan heksametilen-tetramin dalam jumlah yang sama dan ditetapkan sebagai baku
padanan primer 4000 NTU (Nefelometri Turbidity Units). Larutan padanan I, II, III, dan IV,
masing-masing memiliki nilai 3 NTU, 6 NTU, 18 NTU, dan 30 NTU. Penstabil suspense
formazin yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan, baku kekeruhan encer tesedia
secara komersial dan dapat dipergunakan setelah dibandingkan dengan baku yang dibuat
seperti yang telah dijelaskan.
Keterangan:
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan
● Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk
menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung
● Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
● Viskositas cairan dihitung dengan rumus:
η = B (ρ1-ρ2) t
Keterangan:
η = viskositas cairan
B = konstanta bola
ρ 1 = bobot jenis bola
ρ 2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu (detik)
b. Evaluasi Kimia
1. Penentuan pH larutan: FI V hal 1563<1071>, dibutuhkan 1 botol.
● pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar (atau disesuaikan dengan alat pH
meter yang digunakan)
● ukur pH cairan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
2. Identifikasi
3. Penetapan kadar zat aktif dalam sediaan (sesuai monografi masing-masing sediaan)
Untuk keterangan identifikasi dan penetapan dengan metode kromatografi, lihat FI V hal
1531 Kromatografi <931>.
c. Evaluasi Biologi
1. Jumlah cemaran mikroba (Uji Batas Mikroba): (FI V <51> hal.1343)
2. Untuk sediaan antibiotik dilakukan Penetapan Potensi Antibiotiksecara Mikrobiologi:
FI V <131> hal.1392
3. Uji Efektivitas Pengawet: (FI V <61> hal.1354)