Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

Motivasi asal katanya dari bahasa latin yang berarti to move. Secara

umum motivasi artinya adalah kekuatan dorongan yang dapat menggerakkan

kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi

kita juga akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan

(Notoatmodjo, 2015). Pengertian lain motivasi adalah karakteristik psikologis

dari manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang.

Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,

menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan

antusias mencapai hasil yang optimal (Hasibuan, 2017). Sedangkan menurut

Nursalam tahun 2015, motivasi adalah pikiran atau perasaan yang mendorong

seseorang untuk melakukan pekerjaan atau untuk menjalankan kekuasaan,

terutama dalam hal berperilaku (Nursalam, 2015).

Dari berbagai macam definisi motivasi, ada tiga hal yang dapat diambil

dari pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan

tujuan. Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang kurang,

baik fisiologis maupun psikologis. Jadi dorongan merupakan arahan untuk

memenuhi kebutuhan manusia, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus

motivasi. (Notoatmodjo, 2015).

11
12

2.1.2 Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah

menggerakkan atau menggugah seseorang agar dalam dirinya timbul

keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat

mencapai tujuan tertentu. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang ingin

seseorang capai, makin jelas pula bagaimana tindakan motivasi itu harus

dilakukan. Dan bagi orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal

dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan dan

kepribadian orang yang akan mereka beri motivasi. (Winardi, 2015)

Adapun tujuan motivasi secara khusus sebagai berikut:

1. Dapat meningkatkan moral seseorang

2. Meningkatkan produktivitas kerja

3. Dapat mempertahankan kestabilan pekerja

4. Meningkatkan kedisiplinan pekerja

5. Untuk menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

6. Memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas-tugasnya

2.1.3 Bentuk Motivasi Kerja

Pada umumnya bentuk motivasi yang sering dianut meliputi empat unsur

(Mangkunegara, 2014) :

1. Kompensasi Bentuk Uang

Kompensasi yang biasanya berbentuk uang adalah salah satu bentuk

motivasi yang paling sering diberikan kepada tenaga kerja.

2. Pengarahan dan Pengendalian


13

Pengarahan yang dimaksud menentukan bagi tenaga kerja tentang apa

saja tugas yang harus mereka kerjakan dan tugas apa yang tidak perlu

mereka kerjakan.

3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Penetapan pola kerja yang efektif diperlukan agar tidak timbul kebosanan

kerja yang menjadi penghambat dalam pekerjaan, tenaga kerja akan

menanggapi kebosanan dengan berbagai tehnik.

4. Kebijakan

Kebijakan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan

sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para

pekerja. Dalam kata lain kebijakan adalah suatu usaha untuk membuat

tenaga kerja bahagia.

Didalam bukunya, (Nursalam, 2015) menyatakan, menurut bentuknya

motivasi terdiri dari:

1. Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu atau disebut motivasi

intrinstik

2. Motivasi yang bersumber dari luar individu atau disebut motivasi

ekstrinsik

3. Motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak

serta menghentak dan cepat sekali atau disebut motivasi terdesak.

2.1.4 Jenis Motivasi Kerja

Menurut (Suhardi, 2013) motivasi dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu motivasi

instrinsik dan ekstrinsik sebagai berikut :


14

1. Motivasi Intrinsik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang bersumber atau muncul dari

dalam diri sendiri. Motivasi ini bisa saja muncul tanpa adanya pengaruh

dari luar. Seseorang yang termotivasi secara intrinsik biasanya lebih

mudah terdorong untuk mengambil tindakan. Dan mereka bisa

memotivasi dirinya sendiri tanpa perlu dimotivasi oleh orang lain.

2. Motivasi Ekstrinsik.

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber atau muncul karena

adanya pengaruh dari luar diri seorang tersebut. Untuk dapat termotivasi

harus ada pemicunya. Pemicu ini dapat berupa bonus, uang insentif,

pujian, penghargaan, promosi jabatan dan sebagainya. Motivasi

ekstrinsik ini mempunyai kekuatan dalam hal mengubah kemauan

seseorang dari yang tadinya tidak mau hingga akhirnya mau melakukan

sesuatu.

Menurut (Notoatmodjo, 2015) menyebutkan jenis motivasi atas dasar

pembentukannya terdiri atas :

1. Motivasi Bawaan

Motivasi bawaan adalah jenis motivasi insting manusia sebagai makhluk

hidup, motivasi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan,

motivasi untuk berumah tangga serta motivasi agar terhindar dari

penyakit atau wabah. Motivasi ini akan terus berkembang sebagai

konsekuensi logis manusia.


15

2. Motivasi yang Dipelajari

Motivasi yang dipelajari adalah jenis motivasi yang akan ada dan

berkembang disebabkan karena adanya keingintahuan seseorang dalam

proses pembelajarannya.

3. Motivasi Kognitif

Motivasi kognitif mempunyai makna bahwa motivasi akan muncul

karena adanya desakan proses pikir, sehingga motivasi ini sangat

individualistik.

4. Motivasi Ekpresi Diri

Motivasi ekspresi diri adalah motivasi individu dalam melakukan suatu

kegiatan bukan hanya untuk memuaskan kebutuhan saja tetapi ada

kaitannya dengan bagaimana individu tersebut berhasil untuk

menampilkan diri dengan kegiatan tersebut.

5. Motivasi Aktualisasi Diri

Motivasi aktualisasi diri adalah motivasi seseorang dengan

menggunakan kemampuannya untuk dapat mencapai tujuan yang mereka

inginkan atau pemenuhan diri.

2.1.5 Penggerak Motivasi

Motivasi tenaga kerja akan ditentukan penggerak motivasi tenaga kerja

atau motivator sehingga menimbulkan pengaruh perilaku tenaga kerja yang

bersangkutan. Unsur-unsur penggerak motivasi sebagai berikut (Siswanto,

2013) :
16

1. Achievement (Prestasi)

Keinginan untuk dapat mencapai prestasi menjadi suatu kebutuhan yang

mendorongya mencapai sasaran.

2. Recognation (Penghargaan)

Penghargaan yang diberikan atas suatu prestasi seseorang menjadi

motivator yang kuat. Pemberian penghargaan atas suatu prestasi menjadi

kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk

materi atau hadiah.

3. Challenge (Tantangan)

Tantangan menjadi motivator karena keinginan manusia untuk dapat

mengatasinya.

4. Responsibility (Tanggung Jawab)

Tanggung jawab berarti ikut merasa memiliki akan menyebabkan

timbulnya dorongan motivasi pada seseorang.

5. Development (Pengembangan)

Mengembangkan kemampuan sehingga menjadi lebih baik bisa

bersumber dari pengalaman kerja maupun kesempatan untuk maju

menjadi motivator kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja.

6. Involvement (rasa ikut Terlibat)

Rasa ikut terlibat dalam pengambilan keputusan menjadi motivator yang

cukup kuat untuk tenaga kerja.


17

7. Opportunity (Kesempatan)

Adanya kesempatan maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka yang

diberikan oleh perusahaan dapat menjadi motivator kuat bagi tenaga

kerja untuk lebih baik lagi dalam bekerja.

2.1.6 Iklim Motivasi di Ruang MPKP

Menurut Sugiharto (2012) iklim motivasi diruang MPKP diterapkan

melalui upaya berikut :

1. Budaya pemberian reinforcement positif. Reinforcement psoitif adalah

upaya menguatkan perilaku positif dengan memberikan imbalan

(reward). Reward yang diberikan di ruang MPKP adalah pemberian

pujian yang tulus. Setiap staf dibudayakan untuk memberikan pujian

yang tulus diantara sesama mereka atas kinerja dan performa kerjanya.

2. Doa bersama sebelum memulai kegiatan. Doa bersama dilakukan setiap

pergantian dinas. Setelah selesai operan, semua staf berkumpul untuk

melakukan ritual doa bersama sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing. Dengan berdoa diharapkan akan lahir kesadaran diri

(self-awareness) dan dorongan spiritual.

3. Memanggil staf secara periodik untuk memahami masalah setiap

personal secara mendalam dan membantu mereka menyelesaikannya.

2.2 Kinerja perawat

2.2.1 Pengertian Kinerja Perawat

Kinerja perawat adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang

diperlihatkan; kemampuan kerja. Kinerja perawat adalah catatan tentang hasil


18

yang diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun

waktu tertentu. (N.Kewuan, 2016). Kinerja merupakan gambaran pencapaian

pelaksanaan (achievement) suatu program kegiatan perencanaan strategis dan

operasional organisasi (efforts) oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

suatu organisasi baik secara kuantitas dan kualitas, (Nursalam, 2015).

Kinerja berasal dari kata to performa artinya melakuan, menjalankan,

melaksanakan, (to do or carry of a execute ), memenuhi atau melaksanakan

kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), melaksanakan atau

menyempurnakan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do

what is expected of a person , machine) (Nursalam, 2015).

Harsuko menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana seseorang

telah berhasil dalam melaksanakan strategi perusahaan. Kinerja adalah

konsep multidimensional yang mencakup tiga aspek, yaitu sikap (attitude),

kemampuan (ability), dan prestasi (accomplishment). (Priansa, 2014).

Sedangkan menurut Kurniadi A, kinerja perawat adalah hasil atau keluaran

yang diperoleh dari fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan

atau suatu profesi dalam kurun waktu tertentu (Indriani, 2018).

Dari pendapat-pendapat diatas, kinerja perawat adalah hasil kerja atau

prestasi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam pelayanan, asuhan, dan

praktik keperawatan kurun waktu tertentu yang dapat diamati dan tercatat.

2.2.2 Dimensi Kinerja

Premeaux Noe dalam (Priansa, 2014) menyatakan bahwa pengukuran

kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi berikut:


19

1. Kuantitas pekerjaan (quantity of work ); sesuatu yang berkaitan dengan

volume pekerjaan dan produktivitas kerja dalam kurun waktu tertentu

2. Kualitas pekerjaan (quality of work); berkaitan dengan pertimbangan

ketelitian, prestasi, kerapihan, dan kelengkapan dalam menangani tugas-

tugas yang ada di perusahaan

3. Kemandirian (dependability) ; berkaitan dengan pertimbangan

kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara

mandiri dengan meminimalisasi bantuan orang lain.

4. Inisiatif (initiative); berkaitan dengan pertimbangan kemandirian,

fleksibilitas berpikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab.

5. Adaptabilitas (adaptability); berkenaan dengan pertimbangan

kemandirian, fleksibilitas berpikir, dan kesediaan untuk menerima

tanggung jawab

6. Kerja sama (cooperation); berkaitan dengan pertimbangan kemampuan

untuk bekerja sama dan dengan orang lain.

Parasuraman et al (1994) dalam (Priansa, 2014), berpendapat bahwa

beberapa tolak ukur kinerja dalam dimensi kualitas pelayanan antara lain:

1. Kehandalan (reability); terdiri dari kemampuan seorang karyawan dalam

memberikan pelayanan dengan tepat dan segera.

2. Daya tanggap (responsiveness); keinginan karyawan memberikan

pelayanan dengan tanggap untuk membantu konsumen / pelanggan.

3. Jaminan (assurance); yaitu mencakup kemampuan, kejujuran dan

kesopanan yang dimiliki karyawan. bebas dari bahaya dan risiko


20

4. Empati (emphaty); yaitu meliputi peran karyawan dalam melakukan

hubungan komunikasi dan memahami kebutuhan pelanggan

5. Keberwujudan (tangibles); yaitu meliputi fasilitas fisik dan penampilan

karyawan dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen.

2.2.3 Indikator kinerja perawat

Beberapa pengertian indikator kinerja (performance indicators), adalah

sebagai berikut : Indikator kinerja perawat adalah variable untuk mengukur

prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu. Indikator berfokus

pada pasien dan proses pelayanan yang disebut indikator kinerja klinis.

Menurut Lohman, indikator kinerja perawat adalah variabel yang

digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektifitas dan efiusiensi

proses atau operasi dengan berpedoman pada tareget dan tujuan organisasi.

Indikator kinerja perawat adalah varibael untuk mengukur suatu perubahan,

baik langsung maupun tidak langsung (N.Kewuan, 2016).

Dari pendapat-pendapat diatas indikator kinerja perawat adalah

variabel kuantitatif dan atau kualitatif yang menunjukkan tingkat pencapaian

sasaran/ tujuan yang ditetapkan oleh seorang perawat dalam pelayanan,

asuhan, dan praktik keperawatan atau yang disebut dengan kinerja klinis

Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS), Tahun 2018,

dalam materi workshop kompetensi dan kewenangan staf (KKS) edisi 1

tentang Penilaian kinerja staf klinis. Penilaian kinerja staf klinis atau Ongoing

Professional Practice Evaluation (OPPE) merupakan kesimpulan yang

didokumentasikan dari pengumpulan data secara berkesinambungan dengan


21

tujuan yaitu untuk menilai kompetensi dan profesionalisme praktisi.

Informasi yang nantinya berhasil didapatkan dari proses ini dijadikan sebagai

acuan untuk pengambilan keputusan mengenai kewenangan klinis yang

sudah diberikan apakah untuk dilanjutkan, harus direvisi atau terpaksa

dicabut.

Indikator kinerja perawat menurut Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI) dalam workshop penilaian kinerja klinis perawat atau

ongoing professional practice evaluation (OPPE), tahun 2019, yaitu:

1. Perawatan pasien (patient safety centre)

a. Indentifikasi pasien dilingkungan rumah sakit pada saat pasien

dilakukan pelayanan kesehatan

b. Kejadian dekubitus terjadi di rawat inap , perkecualian kejadian

decubitus dari luar rumah sakit

c. Kejadian pasien jatuh dilingkungan rumah sakit pada saat pasien

dilakukan pelayanan kesehatan

d. Pelaksanaan time out tindakan operasi dan tindakan diagnostik

seperti endoscopi

2. Pengetahuan keperawatan : capaian mengikuti pendidikan keperawatan

berkelanjutan melalui pelatihan / seminar/ symposium/ workshop/

lokakarya/ CNE yang diselenggarakan oleh rumah sakit atau organisasi

profesi dan mendapatkan satuan kredit profesional (SKP) dari PPNI 5

SKP/ tahun
22

3. Practice based learning; praktik keperawatan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, regulasi seperti: kebijakan,

pedoman, panduan dan SPO yang berlaku

4. Interpersonal skill and communication; adanya complain dari pasien dan

keluarga melalui penyampaian langsung , media social dan kotak saran

5. Systembase practice

a. Hasil audit dokumentasi asuhan keperawatan meliputi pengkajian,

rencana keperawatan, implementasi, evaluasi dan edukasi di

dokumen rekam medis pasien yang dirawat

b. Hasil audit hand hygiene yang dilaksanakan oleh IPCN sesuai

dengan pedoman audit dari WHO

6. Profesionalisme; mengikuti diskusi refleksi kasus sesuai dengan

fenomena yang ada di tatanan keperawatan rawat inap , rawat jalan 2 kali

/ tahun.

7. Penilaian perilaku; kepatuhan terhadap standar etik dan displin profesi

keperawatan.

Soetoto, (2018 : 508) Indikator kinerja perawat meliputi:

1. Asuhan pasien/ patient care; perawat memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien dengan cara kasih, efektif dan tepat sasaran, untuk

promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, dan

pelayanan sampai meninggal dunia.


23

2. Pengetahuan keperawatan / medical- clinical knowledge; dalam ilmu-

ilmu biomedis, klinis dan sosial serta dalam hal penerapan pengetahuan

kedalam asuhan keperawatan pasien dan pendidikan orang-orang lain.

3. Pembelajaran dan peningkatan berbasis praktek / practice –based

learning and improvement; pelaksanaan asuhan keperawatan

menggunakan bukti dan metode ilmiah untuk investigasi, evaluasi, dan

meningkatkan praktek asuhan pasien

4. Ketrampilan hubungan antar manusia / interpesonal and communication

skill; yaitu interpersonal dan komunikasi dari perawat yang akan

memgumpulkan dan menjaga hubungan professional dengan pasien,

keluarga dan anggota kesehatan lain

5. Profesionalisme/ profesionalism; terpancar dalam komitmen untuk

secara terus menerus mengembangkan profesionalitas, praktek-praktek

etika, kepekaan dan pemahaman terhadap keragaman dan sikap tanggung

jawab terhadap pelayanan pasien, profesi dan masyarakat

6. Praktek berbasis system / system –based practice; yaitu perawat harus

memahami terhadap konteks dan system dimana pelayanan kesehatan

yang diberikan.

2.3 Model Praktik Keperawatan Profesional

2.3.1 Definisi Model Praktik Keperawatan Profesional

Keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan

profesional yang menjadi bagian integral dari sebuah pelayanan kesehatan.

Pelayanan keperawatan ini selalu dilandasi oleh nilai-nilai profesional, yaitu


24

mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, pengambilan keputusan yang

mandiri, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, kolaborasi dengan disiplin

lain, pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan klien. Perubahan

dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan bermutu merupakan

sebuah tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Diperlukan sebuah

pendekatan manajemen dalam memberikan asuhan keperawatan yang

memungkinkan diterapkannya metode penugasan yang dapat mendukung

penerapan perawatan yang profesional di rumah sakit (Marquis, 2010).

Sistem MPKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat

unsur, yakni : standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan

sistem MPKP. Definisi tersebut diperoleh berdasarkan prinsip-prinsip nilai

yang diyakini dan tentunya akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan

keperawatan yang diterapkan. Jika perawat dalam penerapan pemberian asuhan

keperawatan kepada pasien tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu

pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan /

keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud

(Nursalam, 2015).

2.3.2 Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan

Dalam penerapan MPKP di satu ruangan terlebih dahulu ditetapkan

jenis tenaga keperawatannya, beberapa jenis tenaga yang ada meliputi kepala

ruang rawat, Clinical Care Manager (CCM), perawat primer (PP), serta

perawat asosiet (PA). Fungsi dan peran dari masing-masing jenis tenaga harus

jelas dan sesuai dengan tanggung jawabnya. (Marquis, 2010).

Tugas dan tanggung jawab setiap jenis tenaga adalah sebagai berikut :
25

2.3.2.1 Kepala Ruangan

Di ruang rawat dengan model praktik perawatan profesional pemula,

kepala ruang adalah perawat dengan pendidikan minimal DIII

keperawatan dan memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun.

2.3.2.2 Clinical Care Manager (CCM)

Di ruang rawat dengan model praktik perawatan profesional pemula

Clinical care manager adalah seseorang dengan pendidikan S1

Keperawatan/Ners, dengan pengalaman kerja lebih dari 3 tahun

2.3.2.3 Perawat Primer (PP)

Perawat primer pada model praktik perawatan profesional pemula

adalah seorang yang berpendidikan minimal DIII, Tugas perawat

primer adalah memimpin dan bertanggung jawab dalam proses

pelaksanaan asuhan keperawatan serta melakukan pendokumentasian

dan administrasi pada sekelompok pasien yang menjadi tanggung

jawabnya. Berpartisipasi dalam visite dokter, mengkoordinasikan

kepada kepala ruangan tentang proses pelayanan, semua proses

asuhan keperawatan di area kelolaan diatur dan dipantau oleh PP,

mengatasi permasalahan konflik pasien dan memastikan

pendokumentasian dan administrasi dari klien masuk sampai pulang.

Sudah lengkap.

2.3.2.4 Perawat Asosiet (PA)

Di ruang rawat dengan model praktik perawatan profesional pemula

perawat Asosiet adalah yang berpendidikan minimal DIII

Keperawatan, tugas PA adalah melaksanakan dan bertanggung jawab


26

terhadap asuhan keperawatan pada klien yang menjadi

tanggungjawabnya.. Berkoordinasi dengan perawat primer untuk

pelaksanaan asuhan keperawatan dan melaksanakan dokumentasi

keperawatan. Tugas dan tanggung jawab PA lebih ditekankan pada

pelaksanaan terapi keperawatan karena bentuk tindakannya lebih pada

interaksi, tindakan yang tidak memerlukan analisis dapat dilakukan

oleh PA.

2.3.3 Komponen MPKP

Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit,

Hoffart & Woods menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu

inti dari model praktik keperawatan profesional adalah nilai–nilai professional,

yang kedua adalah hubungan antar professional, ketiga metode pemberian

asuhan keperawatan, keempat pendekatan manajemen terutama dalam

perubahan pengambilan keputusan serta yang kelima adalah sistem

kompensasi dan penghargaan (Krisnawati, 2017).

2.3.3.1 Nilai–nilai professional

Pada model ini Perawat Primer (PP) dan Perawat Asosiet (PA)

membangun kontrak dengan pasien maupun keluarganya, menjadi

partner dalam memberikan asuhan keperawatan. PP mempunyai

tanggung jawab membina performa PA agar melakukan tindakan

berdasarkan nilai-nilai professional.


27

2.1.3.2 Hubungan antar professional

Hubungan antar profesional dilakukan oleh Perawat Primer.

Karena sejak awal masuk Perawat Primer yang paling mengetahui

perkembangan kondisi klien, dan mampu memberi informasi tentang

kondisi pasien kepada profesional lain khususnya dokter. Pemberian

informasi ini sangat penting karena informasi yang akurat tentunya

akan membantu dalam penetapan tindakan medik yang akan

dilakukan.

2.1.3.3 Metode pemberian asuhan keperawatan

Modifikasi keperawatan primer digunakan dalam metode

asuhan keperawatan sehingga keputusan tentang rencana perawatan

ditetapkan oleh Perawat Primer. Perkembangan klien setiap hari akan

dievaluasi oleh Perawat Primer dan PP juga membuat modifikasi pada

rencana perawatan sesuai kebutuhan klien.

2.3.3.4 Pendekatan manajemen

Manajemen SDM diberlakukan pada model ini, yaitu adanya

garis koordinasi yang jelas antara Perawat Primer dan Perawat

Asosiet. Performa Perawat Asosiet dalam satu tim adalah menjadi

tanggung jawab Perawat Primer.

2.3.3.5 Sistem kompensasi dan penghargaan.

Kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan yang

dilakukan sebagai asuhan yang profesional berhak diberikan kepada

Perawat Primer beserta timnya.


28

2.3.4 Tujuan MPKP

1. Untuk menjaga konsistensi asuhan keperawatan kepada pasien

2. Dapat mengurangi konflik, tumpang tindih dalam pemberian

asuhan dan kekososongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh

tim keperawatan.

3. Untuk menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan

keperawatan.

4. Untuk memberikan pedoman kepada perawat dalam menentukan

kebijakan dan keputusan

5. Bagi setiap tim keperawatan dapat menjelaskan dengan tegas ruang

lingkup dan tujuan dilaksanakannya asuhan keperawatan.

2.3.5 Pilar–pilar dalam Model Praktik Keperawatan Professional

(MPKP)

Ada empat pilar dalam model praktik keperawatan professional

diantaranya adalah (Keliat, 2012) :

2.3.5.1 Pilar I : Pendekatan Manajemen Keperawatan

Pendekatan manajemen keperawatan menjadi Pilar I pada model

praktik keperawatan profesional. Pada pilar I terdiri dari :

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang praktik keperawatan

profesional meliputi perumusan visi, misi, kebijakan dan filosofi.

MPKP juga menetapkan jenis perencanaan berupa perencanaan


29

jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan

dan tahunan.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian di ruang MPKP dengan yaitu dengan menyusun

stuktur organisasi, jadwal dinas dan daftar alokasi pasien.

3. Pengarahan

Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, manajemen waktu,

menciptakan iklim motifasi, supervise, komunikasi efektif yang

mencangkup pre dan post conference, dan manajemen konflik

4. Pengawasan atau Supervisi

Supervisi perlu dilaksanakan untuk memastikan kegiatan yang

sedang dilakukan berjalan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

5. Pengendalian

Langkah-langkah yang dilakukan adalah meliputi melakukan

pengukuran prestasi kerja, menetapkan apakah prestasi kerja

sesuai dengan standar, penetapan standar dan metode pengukuran

prestasi kerja, serta mengambil tindakan korektif.

2.3.5.2 Pilar II : Sistem Penghargaan

Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan

professional berfokus pada penilaian kinerja, proses rekruitmen,

seleksi kerja orientasi, staf perawat. Proses ini juga meliputi

pemberian reward dan penghargaan kepada perawat atas prestasi yang

telah dilakukan.
30

2.3.5.3 Pilar III : Hubungan Professional

Hubungan professional sangat diperlukan dalam pemberian pelayanan

keperawatan (tim kesehatan) dan dalam penerima pelayanan

keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan

professional bisa terjadi secara internal misalnya antara perawat

dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan dan lain–lain. Dan

hubungan professional secara eksternal adalah hubungan yang terjadi

antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.

2.3.5.4 Pilar IV : Manajemen Asuhan Keperawatan

Pilar IV adalah pelayanan keperawatan dengan mengunakan

manajemen asuhan keperawatan di MPKP tertentu. Manajemen

asuhan keperawatan yang diterapkan di model praktik keperawatan

profesional adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses

keperawatan.

2.3.6 Macam Metode Praktik Keperawatan Profesional

Menurut Nursalam (2015), dalam setiap perawat memiliki peran

masing-masing diantaranya :

2.3.6.1 Metode Keperawatan Total

Metode keperawatan asuhan pasien total adalah perawat

mengemban tanggung jawab total untuk memenuhi semua kebutuhan

pasien yang dikelola selama waktu kerja mereka (Marquis, 2010).

Metode keperawatan Total yaitu pengorganisasian dan

pelaksanaan pelayanan / asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa


31

klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas selama periode waktu

tertentu atau sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab

dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang

pelayanan keperawatan klien.

Metode penugasan ini masih luas digunakan di rumah sakit dan

lembaga perawatan kesehatan di rumah. Struktur organisasi ini

memberikan otonomi dan tanggung jawab yang tinggi pada perawat,

batas tanggung jawab dan pertanggungjawaban jelas. Secara teori,

model keperawata total memerlukan tenaga perawat yang cukup

banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama, dan pasien

akan mendapatkan asuhan yang holistic dan tidak terpisah-pisah

selama waktu kerja perawat.

2.3.6.2 Metode Tim

Metode tim adalah pengorganisasian pelaksanaan asuhan

keperawatan dengan menggunakan tim yang terdiri atas perawat dan

kelompok klien. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah

dan berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya

(Regestered Nurse). Pembagian tugas dilakukan oleh pimpinan

kelompok / ketua group dan ketua group juga harus bertanggung

jawab untuk dapat mengarahkan anggota group / tim. Ketua group

bertugas menerima laporan kemajuan atas asuhan perawatan yang

diberikan kepada pasien serta memberi pengarahan dan membantu

anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan


32

dalam pelaksaan tugas dan selanjutnya ketua tim melaporkan semua

kepada kepala ruang.

Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat

berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim

dapat menyatukan perbedaan katagori perawat pelaksana dan sebagai

upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat penggunaan

model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan

asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah

arahan/pimpinan seorang perawat profesional (Nursalam, 2015).

Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat

akan dapat bekerja bersama untuk memenuhi sebagai perawat

fungsional. Penugasan terhadap pasien dibuat untuk tim yang terdiri

dari ketua tim dan anggota tim.

2.3.6.3 Metode Primer

Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an,

menggunakan beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan

primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana

perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan

pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk

rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat

primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika

perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan / didelegasikan

kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah

disusuni oleh perawat primer. Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik
33

dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien tertentu akan

merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Setiap perawat primer

mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai kewenangan

untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga

sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan

kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan

tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan

yang diberikan.

Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega

yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan

yang yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat

primer. Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian

perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus

antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,

melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang

jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan

lain. Walaupun perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan

balik dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan

keperawatan klien.

Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-

hati karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan

kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil keputusan yang

tepat, menguasai 10 keperawatan klinik, akuntabel serta mampu


34

berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju

pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah

seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam

bidang keperawatan.

1. Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :

a. Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan

keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan

sampai pemulangan.

b. Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan

keperawatan, kolaborasi dengan pasien dan professional

kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.

c. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh

perawat primer kepada perawat sekunder selama shift lain.

d. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan

penyelia.

e. Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer

2. Kelebihan

a. Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil

dan memungkinkan untuk pengembangan diri.

b. Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi

meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat.

c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan

perawat primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan

sepanjang hospitalisasi.
35

d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran

manajer operasional dan administrasi.

e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberikan asuhan

keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh

perawat primer adalah memungkinkan pengembangan diri

melalui penerapan ilmu pengetahuan.

f. Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi

tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta

informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar

mengetahui keadaan kliennya.

g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas

mereka.

h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi

dan supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung

kepada klien.

i. Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan

karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.

j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.

k. Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan

perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.

l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.

m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.

n. Metode ini mendukung pelayanan profesional.


36

o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga

keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi.

3. Kelemahan

a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional

b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri,

memiliki akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta

merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.

c. Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.

d. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan

dasar yang sama.

e. Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.

4. Ketenagaan metode primer

a. Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”

b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer

c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal

d. Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun

non professional sebagai perawat asisten.

5. Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer

a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer

b. Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer

c. Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat

asisten

d. Orientasi dan merencanakan karyawan baru

e. Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff.


37

6. Tanggung jawab perawat primer

a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara

komprehensif

b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan

c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas

d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang

diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain

e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai

f. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang

g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan

lembaga sosial dimasyarakat

h. Membuat jadual perjanjian klinis

i. Mengadakan kunjungan rumah

7. Struktur Model Keperawatan Primer

Perawat Penanggung Sumber Daya


Dokter
Jawab Rumah Sakit

Perawat Primer

Pasien/Klien

Perawat Associate Perawat Associate Perawat Associate


(sore hari) (malam hari) (sesuai kebutuhan)
(sepanjang hari)

Gambar 2.1 Diagram sistem asuhan keperawatan primer (Marquis, 2010)


38

2.3.6.4 Metode Modular

Metode Modular yaitu pengorganisasian pelaksanaan asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional dan non profesional

(trampil) pada sekelompok klien dari mulai masuk rumah sakit sampai

pulang disebut tanggung jawab total atau keseluruhan. Dalam metode ini

idealnya diperlukan 2-3 perawat yang berpengetahuan, terampil dan

memiliki kemampuan kepemimpinan untuk 8-12 orang pasien.

Metode modular atau metode modifikasi adalah metode asuhan

keperawatan yang merupakan modifikasi antara metode tim dan metode

primer. Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode ini

dilakukan oleh dua hingga tiga perawat dengan tanggung jawab paling

besar ada pada perawat professional. Perawat professional ini

berkewajiban untuk membimbing dan melatih perawat non professional.

Apabila perawat professional sebagai ketua tim dalam keperawatan

modular ini tidak masuk, maka tugas dan tanggung jawab dapat digantikan

oleh perawat professional lainnya yang berperan sebagai ketua tim.

Dalam model praktik keperawatan modular peran perawat kepala

ruangan (nurse unit manager) adalah membuat jadwal dinas dengan

mempertimbangkan kecocokan anggota dalam bekerja sama, dan berperan

sebagai fasilitator, pembimbing secara motivator.

1. Kelebihan

a. Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif dan

holistik dengan pertanggungjawaban yang jelas.


39

b. Memungkinkan pencapaian proses keperawatan

c. Konflik atau perbedaan pendapat antar staf daapt ditekan melalui

rapat tim, cara ini efektif untuk belajar.

d. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal

e. Memungkinkan menyatukan kemampuan anggota tim yang

berbeda-beda dengan aman dan efektif.

f. Produktif karena kerjasama, komunikasi dan moral

g. Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau

diterapkan.

h. Memberikan kepuasan kerja bagi perawat

i. Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga yang menerima

asuhan keperawatan

j. Lebih mencerminkan otonomi

k. Menurunkan dana perawatan

2. Kekurangan

a. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga

tugas rutin yang sederhana terlewatkan.

b. Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat

penanggung jawab klien bertugas.

c. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional

d. Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain karena lebih

banyak menggunakan perawat profesional.


40

e. Perawat harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi

kesehatan/ kedokteran

f. Perawat anggota dapat merasa kehilangan kewenangan

g. Masalah komunikasi

3. Tugas dan tanggungjawab kepala perawat

a. Bertugas untuk memfasilitasi dalam pelaksanaan pemberian

asuhan keperawatan kepada pasien.

b. Bekewajiban memberikan motivasi pada staf perawat.

c. Bertugas untuk melatih perawat agar dapat bekerjasama dalam

pemberian asuhan.

4. Tugas dan tanggung jawab ketua tim moduler

a. Bertugas untuk memimpin, mendukung, dan menginstruksikan

perawat non profesional yang menjadi bawahannya untuk

melaksanakan tindakan perawatan.

b. Bertugas memberikan asuhan keperawatan pasien yang

mencakup kegiatan mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan

menilai hasil asuhan keperawatan.

c. Bertugas untuk memberi bimbingan dan instruksi kepada perawat

patner kerjanya.

5. Tugas dan tanggung jawab anggota tim :

a. Bertugas untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

yang ditugaskan kepadanya oleh ketua tim.


41

6. Struktur Model Keperawatan Modular

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

Pasien Pasien Pasien

Gambar 2.2 Sistem pemberian asuhan keperawatan modular (Marquis, 2010)

2.3.6.5 Metode Kasus

Metode Kasus yaitu pengorganisasian pelaksanaan asuhan keperawatan

dimana perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang

mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan.

Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab

terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu

pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu. Ruang-

ruang perawatan khusus seperti isolasi dan intensive care cocok untuk

diterapkan metode kasus. Dimana perawat memberikan asuhan keperawatan

kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga sangat dituntut perawat

yang memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi.

1. Kelebihan :

a. metode itu cukup sederhana dan langsung

b. Pertanggung jawab terhadap kegiatan asuhan jelas


42

c. Kebutuhan pasien akan pelayanan cepat terpenuhi

d. Metode ini memudahkan perencanaan tugas

e. Perawat yang melaksanakan metode ini lebih memahami kasus per

kasus.

2. Kekurangan :

a. Perawat profesional melakukan tugas-tugas perawat non profesional

b. Tidak dapat dikerjakan perawat non profesional

c. Terkadang membingungkan

d. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab

e. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar

yang sama

3. Struktur Model Asuhan Keperawatan Kasus

Kepala Ruangan

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

Pasien Pasien Pasien

Gambar 2.3 Sistem pemberian asuhan keperawatan kasus (Marquis, 2010)

2.4. Teori Keperawatan

Dalam penelitian ini peneliti mengambil teori keperawatan yang sesuai

dengan pembahasan yang ada pada judul tesis ini yaitu pengaruh motivasi dan

kinerja perawat terhadap penerapan model praktik keperawatan profesional.


43

Adapun teori keperawatan yang dimaksud adalah teori menurut

Ida Jean Orlando. Alasan peneliti menggunakan teori Ida Jean Orlando ini

karena di dalam teori dikenal dengan teori proses keperawatan atau disiplin

proses keperawatan. Dalam teorinya Orlando mengemukanan tentang

beberapa konsep utama, diantaranya adalah konsep disiplin proses

keperawatan (nursing process discipline) yang juga dikenal dengan sebutan

proses disiplin atau proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan

meliputi komunikasi perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera,

mengidentifikasi permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat,

menanyakan untuk validasi atau perbaikan. Berikut akan diuraikan tentang

teori keperawatan Ida Jean Orlando.

2.5. Model Konsep Teori Keperawatan Ida Jean Orlando

2.5.1 Falsafah Teori Orlando

Teori Orlando lebih menekankan ada hubungan timbal balik

antara pasien dan perawat, apa yang mereka katakan dan kerjakan

akan saling mempengaruhi. Proses aktual interaksi perawat-pasien

sama halnya dengan interaksi antara dua orang, dan Orlando

menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”.

2.5.2 Konsep Utama

Teori keperawatan Orlando menekankan ada hubungan timbal

balik antara pasien dan perawat, apa yang mereka katakan dan

kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan sebagai orang pertama yang

mengidentifikasi dan menekankan elemen-elemen pada proses


44

keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi pasien dalam

proses keperawatan. Proses aktual interaksi perawat-pasien sama

halnya dengan interaksi antara dua orang. Ketika perawat

menggunakan proses ini untuk mengkomunikasikan reaksinya dalam

merawat pasien, Orlando menyebutnya sebagai ”nursing procces

discipline”. Itu merupakan alat yang dapat perawat gunakan untuk

melaksanakan fungsinya dalam merawat pasien. Orlando

menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama yaitu

fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon internal

atau kesegeraan, disiplin proses keperawatan serta kemajuan.

1. Tanggung jawab perawat

Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien

butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya kenyamanan

fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam

pemantauan). Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk

membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui benar peran

profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang

dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna

mencapai tujuan dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas

spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat

dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat

lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi

kewenangannya.
45

2. Mengenal perilaku pasien

Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang

dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien.

3. Reaksi segera

Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan pasien.

Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat

dan persepsi individu pasien, berfikir dan merasakan.

4. Disiplin proses keperawatan

Disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally

interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara

perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi

perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan,

mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk

melakukan tidakan yang tepat.

5. Kemajuan / peningkatan

Peningkatan berarti tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan

produktif.

2.6 Karakteristik Responden

2.6.1 Umur

Umur berkaitan dengan kematangan, kedewasaan dan

kemampuan seseorang dalam bekerja. Semakin bertambah umur

seseorang akan menunjukkan kematangan jiwa dan seseorang akan

semakin cepat berfikir rasional, dia akan mampu untuk menentukan

keputusan, mampu mengontrol emosi, semakin bijaksana, taat


46

terhadap aturan dan norma serta semakin komitmen terhadap

pekerjaannya.

Pembagian kelompok umur atau kategori umur dikeluarkan

oleh Departemen Kesehatan RI, sebagai berikut :

1. Masa balita berada pada kisaran umur 0 – 5 tahun,

2. Masa kanak-kanak berada pada kisaran umur 6 – 11 tahun.

3. Masa remaja Awal berada pada kisaran umur 12 – 16 tahun.

4. Masa remaja Akhir berada pada kisaran umur 17 – 25 tahun.

5. Masa dewasa Awal berada pada kisaran umur 26 – 35 tahun.

6. Masa dewasa Akhir berada pada kisaran umur 36 – 45 tahun.

7. Masa Lansia Awal berada pada kisaran umur 46 – 55 tahun.

8. Masa Lansia Akhir berada pada kisaran umur 56 – 65 tahun.

9. Masa Manula berada pada kisaran umur 65 – atas (Muchammad,

2017).

2.6.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin lali-laki dan perempuan secara umum tidak

menunjukkan perbedaan yang berarti dalam melaksanakan

pekerjaan. Teori psikologi menjumpai bahwa wanita lebih

bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan

lebih besar kemungkinan dari pada wanita dalam memiliki

pengharapan untuk sukses, meskipun perbedaan ini kecil (Prastyani,

2019).
47

Dengan semakin berkembangnya kesetaraan gender banyak

perempuan yang memilih untuk bekerja pada profesi perawat, mereka

cenderung menyukai karena dalam pelaksanaannya membutuhkan

sifat kelembutan dan kesabaran dan lebih mengedepankan emosi.

Tetapi sesuai dengan perkembangan sosial yang ada maka banyak

lelaki juga tertarik untuk menjadi seorang perawat.

2.6.3 Pendidikan

Tingkat pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang akan

berpengaruh terhadap kemampuannya dalam melaksanakan

pekerjaan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dalam

kemampuan menyelesaikan pekerjaan bila dibandingkan dengan

orang yang tidak memiliki pendidikan. Hal ini berlaku pula pada

tingkat pendidikan perawat, dimana pendidikan perawat akan

mempengaruhi kinerja perawat yang bersangkutan. Tenaga

keperawatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik

karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas,

dapat memberikan saran atau masukan yang bermanfaat terhadap

manajer keperawatan dalam meningkatkan kinerja keperawatan.

(Kumajas, 2014).
48

2.6.4 Lama Kerja

Lama kerja berkaitan dengan jangka waktu seseorang bekerja

untuk menjalankan pekerjaan tertentu. Perawat yang bekerja lebih

lama sudah pasti akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan

perawat yang baru lulus. Senioritas dan produktivitas pekerjaan

berkaitan secara positif. Perawat yang bekerja lebih lama berarti

perawat tersebut lebih berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya

dan semakin rendah keinginan perawat untuk meninggalkan

pekerjaannya (Arifianto, 2017)

Lama bekerja menurut Handoko dalam (Pranowo, 2016) dapat

dikategorikan menjadi 3 yaitu :

1) Lama bekerja kategori baru : 0 – 1 tahun

2) Lama bekerja kategori sedang : 1 – 3 tahun

3) Lama bekerja kategori lama : > 3 tahun


49

2.7 Penelitian Terkait

Tabel 2.1 Penelitian Terkait

Peneliti, tahun, Sifat Penelitian


Persamaan Perbedaan Alat analisis Hasil penelitian
judul
Peneliti: Yulita Lobo Sama-sama Tidak ada variabel Menggunakan uji Hasil penelitian Jenis
Tahun : 2019 menggunakan motivasi perawat statistik korelasi menunjukkan bahwa penelitian
Hubungan Penerapan variabel Spearman Rho ada hubungan antara korelasional
Metode Asuhan Penerapan penerapan MAKP dan dengan
Keperawatan MPKP dan kinerja perawat p = pendekatan
Profesional (MAKP) variabel kinerja 0,000, dengan α = 0,05 cross sectional
dengan Kinerja perawat dimana p < α dengan
Perawat di Ruang (Lobo, 2019) nilai r = 0,961 yang
Kelimutu, Ruang menunjukan hubungan
Komodo, dan Ruang sangat kuat
Anggrek RSUD Prof.
Dr. W.Z.Johannes
Kupang
Peneliti : Setiawati Sama-sama Tidak ada variabel Menggunakan uji Hasil penelitian Penelitian ini
Tahun : 2015 menggunakan kinerja dan chi square menunjukkan terdapat dirancang secara
Pengetahuan Perawat variabel motivasi perawat hubungan yang analitik dengan
Pelaksana Dengan Penerapan tetapi signifikan antara pendekatan model
Penerapan Model MPKP menggunakan pengetahuan perawat deskriptif
Asuhan Keperawatan (Setiawati et al., variabel pelaksana korelasional
Profesional di Ruang 2021) pengetahuan mengenai MPKP
Penyakit Dalam dan sebagai variabel dengan keoptimalan
Bedah RSUD Cibabat independennya penerapan MPKP yang
Kota Cimahi dilaksanakan oleh
perawat pelaksana di
ruangan
Peneliti : Asriani, Sama-sama Tidak ada variabel Analisis Korelasi Hasil penelitian Analisa deskriptif
tahun 2016. menggunakan kinerja dan Pearson Product menunjukkan bahwa kuantatif.
Judul Penelitian: variabel motivasi perawat Moment dalam ada pengaruh kepuasan
Pengaruh Penerapan Penerapan tetapi program SPSS. kerja perawat
Model Praktek MPKP menggunakan sebelum dan sesudah
Keperawatan (Asriani et al., variabel asuhan terhadap penerapan
2016) keperawatan dan Model Praktek
Profesional (MPKP)
variabel Kepuasan Keperawatan
Terhadap Standar
kerja Profesional
Asuhan Keperawatan (MPKP) terhadap di
dan Kepuasan Kerja ruang rawat inap
Perawat di Ruang Rumah Sakit
Rawat Inap RS Bhayangkara
Bhayangkara
Makasar Dan pengaruh kualitas
pelaksanaan standar
asuhan keperawatan
sebelum dan sesudah
terhadap penerapan
Model Praktek
Keperawatan
Profesional
(MPKP) di ruang rawat
50

Peneliti, tahun, Sifat Penelitian


Persamaan Perbedaan Alat analisis Hasil penelitian
judul
inap Rumah Sakit
Bhayangkara.

Peneliti : Yusnita Sama-sama Tidak ada variabel Menggunakan uji Hasil penelitian Analisa deskriptif
Sirait tahun 2012. menggunakan kinerja dan chi square menunjukkan bahwa kuantatif.
Judul Penelitian: variabel motivasi perawat ada hubungan
Hubungan Penerapan Penerapan tetapi penerapan
MPKP Pemula MPKP menggunakan Model Praktek
dengan Tingkat (Yunita Sirait, kepuasan kerja Keperawatan
2012) Profesional
Kepuasan Kerja
(MPKP) terhadap
Perawat dan Dokter
kepuasan kerja perawat
Pada Ruangan MPKP dan dokter
Pemula di RS PGI
Cikini Jakarta

Peneliti : Muhammad Sama-sama Tidak ada variabel Menggunakan uji Berdasarkan hasil Analisa deskriptif
Amin tahun 2014. menggunakan kinerja tetapi chi square analisis data kuantatif.
Judul Penelitian: variabel menggunakan diperoleh nilai ρ (0,401
Hubungan Antara Penerapan reward, komitmen > α (0,05), yang berarti
Reward, Komitmen MPKP dan dan motivasi bahwa tidak ada
dan Motivasi Perawat varaiabel hubungan antara
motivasi reward yang diterima
Dengan Pelaksanaan
(Amin, 2014) perawat dengan
Model Praktek
pelaksanaan kegiatan
Keperawatan MPKP.
Profesional di RSUD
Labuang Baji Diperoleh nilai ρ =
Makassar 0,310 > α (0,05), yang
berarti tidak ada
hubungan antara
komitmen perawat
dengan pelaksanaan
kegiatan MPKP

Hasil uji statistik


diperoleh nilai p =
0,041< α (0,05), maka
dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan
yang antara motivasi
perawat dengan
pelaksanaan MPKP

Ni Putu Ika Novita, Use motivation There is no Data were This research shows The study design
Motivation as a factor and professional analyzed by that factors related to using a cross-
affecting nurse performance as nursing practice univariate, the performance of sectional approach
performance in variabel model variable bivariate, Chi- nurses are work
Regional General (Putu et al., square and motivation, nurse’s
Hospitals : A factors 2019) multivariate used perception of the
application of team
analysis. logistic
method, length of work
regression with a
and education
significance level level (p < 0.05)
of 95%
51

2.6 Kerangka Teori

▪ Achievement Motivasi Perawat Kinerja Perawat ▪ Kuantitas


▪ Recognation 1. Faktor Intrinsik : 1) Perawatan pasien pekerjaan
▪ Challenge tanggung jawab, 2) Pengetahuan ▪ Kualitas
▪ Responsibility prestasi, keperawatan pekerjaan
▪ Development pengembaangan 3) Kepatuhan ▪ Kemandirian
▪ Involvement 2. Faktor Ekstrinsik: terhadap standar ▪ Inisiatif
▪ Opportunity Gaji, kebijakan, 4) Komunikasi dan ▪ Adaptabilitas
rekan kerja, hubungan ▪ Kerjasama
lingkungan interpersonal
5) Dokumentasi dan
pengendalian
infeksi
6) Profesionalisme
7) Penilaian
perilaku

Karakteristik Penerapan Model Praktik


1. Umur Keperawatan Profesional
2. Jenis kelamin 1. Pendekatan manajemen
3. Pendidikan keperawatan
4. Lama kerja 2. Sistem penghargaan
3. Hubungan professional
4. Manajemen asuhan
keperawatan

Sumber : Siswanto (2013), Suhardi (2013), PPNI (2019), Priansa (2014), Muhammad
(2017), Pranowo (2016), Keliat (2012)

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai