Anda di halaman 1dari 12

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PENDERITA TETANUS

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Kosep dasar.
a. Definisi.
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
CLOSTRIDIUM TETANI yang masuk melalui tali pusat yang luka karena
tindakan atau keperawatan yang tidak benar. (Rusepno H, dkk. 1985 :
568).
b. Etiologi.
 Penyebab penyakit tetanus adalah toksin kuman clostridium tetani.
 Kuman berbentuk batang, dengan sifat :
Basil gram positif dengan spora pada ujungnya
Obligat anaerob ( berbentuk vegetatif apabila berada dalam
lingkungan anaerob ) dan dapat bergerak dengan menggunakan
flagelia.
Menghasilkan eksotoksin yang kuat
Membentuk spora yang mampu bertahan dalam suhu yang tinggi
Kekeringan dan desinfektan.
 Kuman hidup ditanah dan didalam usus binatang terutama pada
tanah dan daerah peternakan / pertanian, spora dapat menyebar
kemana-mana, spora dapat bertahan dalam keadaan yang tidak
menguntungkan selama bertahun dalam lingkungan yang anaerob
dapat berubah menjadi bentuk vegetatif yang akan menghasilkan
ekotoksin.
( Sumarno.S.Poerwo, 2002 : 344 )
c. Anatomi fisiologi.
Secara anatomi fisiologi sistim syaraf dapat dibagi atas :
 Sistem Syaraf Pusat ( Sentral Nervus Sistim )
Otak : otak besar, otak kecil, batang otak.
Medula Spinalis.
 Sistem Syaraf Tepi ( Peripherial Nervus Sistem )
o Sistem Syaraf Somatik.
o Sistem Syaraf Otonom.
Syaraf simpatis.
Syaraf para simpatis.

1
1. System Syaraf Pusat.
a. Otak.
Merupakan organ tubuh yang sangat penting dan merupakan bagian syaraf
pusat yang terletak dalam rongga tengkorak yang dibungkus selaput otak.
Bagian-bagian otak ;
 Otak besar ( sereberum )
Merupakan lapisan otak terbesar yang mengisi rongga tengkorak.
Lapisan otak ada 2 :
Lapisan luar (kortek serebri) yang berwarna kelabu, yang
terdiri dari inti-inti syaraf.
Lapisan dalam (medula serebri) yang berwarna putih
terdiri dari serabut syaraf.
Fungsi otak besar :
Pada kortek serebri.
Pusat pemikiran.
Pusat motoris.
Pusat sensoris
Pusat pendengaran.
Pusat pengecapan.
Pusat penciuman.
Pusat bicara.
Pusat penglihatan.
Pada medula serebri.
1. Thalamus fungsinya :
 Tempat seluruh impuls kecuali impuls penciuman,
sebelum sampai di tempat kortek serebri.
 Pusat pengatur suhu.
 Pusat rasa raba kasar.
 Pusat nyeri.
2. Hypothalamus.
Mengatur fungsi alat-alat dalam seperti mengatur
metabolisme dan mengatur nafsu makan.
3. Formatio retikularis.
Pengatur bangun dan tidur.
 Otak kecil ( sereberum ).
Terletak dibelakang bawah otak besar didalam fossa cranii
posterior.
Fungsinya : Pusat pengatur keseimbangan.
Tempat koordinasi otot rangka.

2
 Batang otak
Ada 2 bagian :
1. Pons.
Terletak didepan otak kecil, antara otak besar dengan
medula oblongata.
2. Medula oblongata.
Terletak dibawah pons dan diatas medula spinalis disini
terdapat persilangan serat kortek spinalis yang rangsangan
motoris dari otak ke medula spinalis dan juga merupakan
pusat pernafasan dan pusat kardiovaskuler

b. Medula spinalis.
Terletak dari medula oblongata sampai setinggi vetebra lumbalis pertama
dan kedua.
Dibungkus oleh meningen yang terdiri dari 2 bagian :
1. Sebelah belakang : kornu posterior.
Tempat masuknya serabut syaraf dari perifer yang membawa
rangsangan sensorik memasuki radik posterior.
2. Sebelah depan : kornu anterior.
Tempat keluarnya serabut syaraf yang membawa rangsangan motorik
ke perifer yang keluar melalui radik anterior.
Fungsi :
Menghubungkan otak dengan perifer.
Pusat reflek otomatis.
2. Sistem Syaraf Tepi.
 Merupakan cabang medula spinalis yang berjumlah 31 pasang.
 Merupakan cabang cranialis berjumlah 12 pasang.

3
d. Pathofisiologi.
Spora clostridium tetani

Luka

Anearob (bentuk vegatatif)

Eksotoksin (tetanospasmin)

Ujung syaraf motorik pembuluh limfe

Axilindrik sirkulasi darah arteri

Kornu anterior

Susunan syaraf pusat Susunan Syaraf pusat

Syaraf simpatik diikat jaringan syaraf otak

Jantung menghambat asetilkolin

menempel pd cerebral gangliosider

- Takikardi spasme otot mempengaruhi pengatur suhu di


Hipothalamus.
- Hipertensi
- Vasokontriksi perifer
- Berkeringat banyak Gggn rasa nyaman gelisah,peningkatan
- Aritmia suhu tubuh.
- Cardiac arest Resiko kejang berulang.

4
trimus muka kaku spasme otot spasmeperut spasme
ekstremitas risus kuduk pernafasan otot tegang spinter
sukar sardonikus episto sesak nafas menelan ani
dibuka tonus asfiksia spinter uretra
ggg beraktifitas
fisik

tdk adekuatnya resiko cedera tdk efektifnya


ggg pola eliminasi
keb. Nutrisi fisik;fraktur kebersihan jln - konstipasi.
Columna nafas -retensio urine.

Vetbra

Kejang

Clostredium tetani dalam bentuk spora masuk ketubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuk spora ini melalui
luka yang terkontaminasi, anatara lain : luka tusuk, luka bakar, luka lecet, otitis media,
infeksi gigi, ulkus kulit yang kranis, abortus, kadang-kadang luka tersebut hampir tidak
terlihat.
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat tersebut menjadi anaerob disertai
terdapatnya jaringan nekrosis, leukosit yg mati maka spora tubuh menjadi vegetatif yang
kemudian berkembang. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepas eksotoksin yaitu
tetanus yang sangat mudah diikat oleh syaraf dan mencapai syaraf melalui dua cara
yaitu :
1. Secara lokal : diabsorbsi melalui mioneural junetion pada ujung syaraf motorik
melalui axis slindris ke kornu anterior susunan syaraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu kesirkulasi darah untuk seterusnya
kesusunan syaraf pusat.
Aktififitas tetano spasmin pd motor and plate akan menghantar pelepasan asetil
kolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron, sehingga tonus otot
meningkat dan menjadi kontraksi otot berupa spasme otot.

5
Tetano spasme juga mempengaruhi sistem syaraf simpatis pada kasus yang berat
sehingga terjadi over aktivitas simpatis, seperti hipertensi yang labil, kaki kerdil, keringat
yang berlebihan. Tetano spasmin yang terikat pada jaringan syaraf sudah tidak dapat
dinetralisir oleh anti toksin tetanus.
5. Tanda dan gejala.

 Trimus.
Dimana klien akan kesukaran membuka mulut dan mengunyah serta berbicara,
sehingga akan kesulitan waktu makan mengakibatkan tidak adekuatnya pemenuhan
nutrisi.
1. Terjadi ketegangan otot perut seperti papan menyebabkan nyeri yang
mengganggu aktifitas klien.
2. Terjadinya kaku kuduk, nyeri sewaktu melakukanfleksi leher.
3. Terjadinya kontraksi otot-otot punggung secara terus menerus apabila terjadi
serangan kejang dpt menyebabkan fraktur pada columna vetebrata.
4. Spasme otot spinter ani dan uretra menyebabkan terjadinya konstipasi dan
retensio urine sehingga terganggunnya pola eliminasi.
5. Spasme otot paring dan pernafasan dapat menyebabkan gangguan menelan,
asfiksia dan sianosis.
6. Kenaikan suhu tubuh umumnya tidak tinggi tetapi apabila disertai dengan
infeksi akan terjadi panas yang tinggi.
7. Kesadaran klien tetap baik.
8. Kejang dapat timbul secara spontan maupun hanya dengan rangsangan
minimal ( Rabaan, sinar, bunyi ) kejang menyebabkan lengan fleksi serta
tangan mengepal kuatdan kaki dalam posisi ekstensi.
6. Komplikasi.

 Bronchopneumoni.
 Gagal jantung.
 Septikemia.
 Pneumothoraks.
7. Klasifikasi.
Menurut berat ringannya tetanus dapat dibagi atas :

 Tetanus ringan.
Trimus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.
 Tetanus sedang.
Trimus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
 Tetanus berat.
Trimus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

6
 Grade I ringan.
o Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
o Period of onset > 6 hari.

Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada. Lokalisasi kekakuan dekat
dengan daerah luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi
beberapa jam atau hari.
 Grade II sedang.
o Masa inkub asi 10 – 14 hari.
o Period of onset 3 hari atau kurang.
o Trimus dan disfagia ada.

Kekauan umu terjadi dalam beberapa hari tetapi disnoe dan sianosis tidak ada.
 Grade III berat.
o Masa inkubasi < 10 hari.
o Period of onset 3 hari atau kurang.
o Trimus berat.
o Disfagia.

Kekakuan umum dan gangguan pernafasan asfiksia keringat banyak dan


tachikardi.

8. Pencegahan.
- Toksid tetanus diberikan 3 kali berkali-kali berturut-turut pada trisemester ketiga
kehamilan.
- Sterilitas hendaknya harus diperhatikan pada waktu pemotongan tali pusat serta
perawatan tali pusat dikeringkan kemudian dibungkus dengan kasa steril yang
sebelumnya disahi dengan alkohol 70 %.

7
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.
Pengkajian primer

Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
Pengkajian Sekunder
1. Indentitas klien.
2. Riwayat kesehatan.
 Riwayat kesehatan sekarang.
Terdapat luka atau infeksi pada neonatus (perlukaan pada tali pusat
yang tidak terawat dengan baik).
Mulut klien sukar dibuka dan sukar menelan.
Kaku leher, kakau kuduk, kakau otot muka hanya dengan rangsangan
minimal (rabaan, sinar dan bunyi).
Klien sesak nafas, nyeri dan gelisah.
Keringat banyak.
 Riwayat kesehatan dahulu.
Adanya riwayat pertolongan persalinan dengan pemotongan tali
pusat yang tidak menggunakan / memperhatikan tekhnik kesterilan
alat.
Adanya riwayat luka (pada orang dewasa atau anak).
 Riwayat kesehatan keluarga.
Tetanus bukan merupakan penyakit keturunan tetapi adanya riwayat
ibu klien yang mendapat imunisasi TT sewaktu akan menikah serta
selama masa kehamilan sebanyak 2 x akan mempengaruhi terjadinya
infeksi pada neonatus.

8
3. Pemeriksaan fisik.
 Mata.
 Mulut : sukar dibuka mencucut seperti mulut ikan.
 Muka : risus sardonikus.
 Thoraks : spame otot pernafasan, sesak nafas.
 Abdomen : tegang seperti papan.
 Ekstremitas atas : kaku tangan mengepal.
 Ekstremitas bawah : kaku tegang seperti papan.
4. Aktifitas sehari-hari.
 Makan dan minum.
Pada klien tetanus terjadinya gangguan dalam pemenuhan asupan
makanan / minum karena adanya gangguan menelan.
 Istirahat dan tidur.
Klien terganggu dengan adanya ketidak nyamanan nyeri yang
ditimbulkan kejang.
 Pola eliminasi.
Akan terganggu karena spasme otot spinter ani dan spasme otot
saluran kemih sehingga terjadi konstipasi dan retensio urine.
5. Data sosial ekonomi.
Lingkungan kotor dimana tercemar oleh lingkungan manusia, hewan, debu
tanah, sampah-sampah sangat mendukung sekali untuk terjadi tetanus .
karena lingkungan tersebut tempat penyebaran dari clostridium tetani.
Faktor ekonomi biasanya tidak begitu berpengaruh terhadap timbulnya
tetanus, karena bisa saja timbul dari ekonomi rendah / tinggi.
6. Data psikologis keluarga.
Pada keluarga terutama ibu klien sendiri akan merasa cemas terhadap
keadaan yang menimpa anaknya.
7. Pemeriksaan laboratorium.
 Hb.
 Leukosit.
B. Masalah keperawatan.
Kemungkinan masalah keperawatan sebagai berikut.
1. Tidak efektifnya jalan nafas b/d spasme otot pernafasan (marylin.e doenges
1999 ; 361).
2. Resiko terhadap aspirasi b/d penumpukan lendir pada jalan nafas
(marylin.e doengoes 1999 ;1030).
3. Resiko kejang berulang b/d hipersensitivitas terhadap rangsangan (standar
askep keperawatan anak ;82).
4. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi / kurang dari kebutuhan tubuh b/d
intake yang tidak adekuat (marylin.e doengoes 1999 ;285).
C. Perencanaan.
1. Tidak efektifnya jalan nafas b/d spasme otot pernafasan.
Tujuan : jalan nafas kembali efektif.

9
Intervensi.
a) Istirahatkan klien.
Rasional : dengan mengistirahatkan klien maka aktifitas otot akan
berkurang sehingga rangsangan terhadap timbulnya spasme otot
dapat dicegah.
b) Atus posisi klien dengan kepala ekstensi.
Rasional : posisi kepala yang ekstensi akan membantu lancarnya
jalan nafas sehingga pernafasan akan lebih efektif.
c) Berikan oksigen sesuai dengan program dokter.
Rasional : dengan memberikan oksigen aliran udara akan adekuat
sampai kesusunan syaraf pusat di otak. Bila terjadi spasme otot
pernafasan sehingga asfiksia dan hypoksia tidak terjadi.
d) Bersihkan jalan nafas dari sekret dengan cara pengisapan lendir
yang tepat dan benar dengan tidak merangsang kejang.
Rasional : bila penghisapan tidak tepat atau salah maka akan
merangsang timbulnya spasme pada otot pernafasan.
e) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : dengan mengawasi tanda-tanda vital akan dapat
diketahui terjadinya kelainan secara dini.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan.
Rasional : dengan obat anti konvulsan diharapkan membatasi
penyebaran rangsangan sehingga kekuatan spasme dan frekuensi
kejang yang terjadi akan berkurang pada otot pernafasan.

2. Resiko terhadap aspirasi b/d penumpukan lendir pada jalan nafas.


Tujuan : Aspirasi tidak terjadi.
Intervensi.
a) Pertahankan kepala ekstensi pada posisi klien telentang / miring kiri
kanan dan diganjal dengan bantal.
Rasional : Dengan posisi kepala tetap ekstensi diharapkan lendir /
cairan saliva tidak menumpuk didalam rongga mulut sehingga dapat
menimbulkan resiko terjadinya aspirasi.
b) Lakukan pengisapan lendir atau cairan saliva bila menumpuk dalam
rongga mulut.
Rasional : Dengan melakukan pengisapan lendir / cairan saliva yang
menumpuk dalam rongga mulut maka lendir atau cairan saliva
dapat dikeluarkan sehingga resiko terjadinya aspirasi dapat
dihindari.
c) Lakukan pengawasan sewaktu menyonde makanan cair.
Rasional : dengan melakukan pengawasan dapat mengetahui secara
dini hal-hal yang bisa menimbulkan terjadinya aspirasi.
3. Resiko terjadinya kejang berulang b/d hipersensitivitas terhadap
rangsangan.
Tujuan : Kejang tidak berulang.

10
Intervensi :
a) Rawat klien dalam ruangan isolasi yang cukup ventilasi dan jauh
dari keributan dan cukup pencahayaan.
Rasioanal : diharapkan dapat mencegah terjadinya kejang yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan dari lingkungan termasuk
suara.
b) Hindari sentuhan langsung misalnya melakukan pengisapan lendir
bila tidak diperlukan.
Rasional : dengan menghindari sentuhan diharapkan tidak terjadi
rangsangan yang menimbulkan kejang.
c) Berikan obat-obat sesuai dengan hasil kolaborasi tepat pada
waktunya ( obat anti konvulsan ).
Rasional : Obat anti konvulsan dapat merelaksasikan otot dan
mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan.
d) Jelaskan pada keluarga klien hal-hal yang dapat menimbulkan
rangsangan sehingga tidak terjadi kejang.
Rasional : Dengan memberikan informasi diharapkan keluarga
dapat mengerti dan menghindari hal-hal yang menimbulkan
rangsangan yang mengakibatkan terjadinya kejang.
4. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
yang tidak adekuat.
Tujuan : Gangguan nutrisi tidak terjadi.
Intervensi :
a) Berikan diit seimbang yang dititik beratkan pada kalori dan protein.
Rasional : Memberikan diit seimbang akan dapat terpenuhi
kebutuhan klien terutama terhadap protein dan kalori.
b) Berikan makan cair personde.
Rasional : dengan memberikan makanan cair personde akan dapat
mengalirkan makanan kelambung secara tepat sehingga dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
c) Berikan makanan cair personde secara perlahan.
Rasional : Dengan memberikan makan cair secara perlahan
diharapkan tidak merangsang lambung yang dapat mengakibatkan
terjadinya kejang.
D. Implementasi.
Setelah rencana tindakan keperawatan tersusun selanjutnya diterapkan dalam
tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan
tindakan keperawatan perawat dapat langsung melaksanakan pada klien untuk
melibatkan keluarga klien dibawah pengawasan perawat..
E. Evaluasi.
Evaluasi merupakan akhir proses keperawatan untuk menilai yang diharapkan
terhadap perkembangan perawatan yang telah dilakukan pada klien dan sejauh
mana masalah klien dapat diatasi. Disamping itu juga dilakukan pengkajian ulang

11
apabila tujuan telah ditetapkan belum tercapai, maka proses keperawatan
dilanjutkan atau dimodifikasi.
***

12

Anda mungkin juga menyukai