Anda di halaman 1dari 32

SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI

TINGKAT PERGURUAN TINGGI

KELOMPOK 1

Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah: Kewarganegaraan


Dosen Pengampu:

WELHELMUS MELIGUN S.H,M.H

ROMANTO PANDAPOTAN PURBA 2310118201

FRANSISKUS RISKI NAINGGOLAN 2310118193

ANGGELA MERLIN 2310118232

MELISTA PUTRI ANDITA 2310118235

ERSA ENA 2310118235

ELSHADAY SEPTIAN NAWANG 2310118186

ADVENSIUS DESLI 2310118323

YOSEF KAROL PABAYO 2310118196

Disusun Oleh:
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya makalah yang berjudul “Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Di
Tingkat Perguruan Tinggi” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

Penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai


pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini terutama
kepada:

1. Bapak Welhelmus Meligun S.H,M.H selaku dosen pengampu mata kuliah


Kewarganegaraan, yang memberikan bimbingan dan saran untuk
menyelesaikan makalah ini.

2. Masing – masing anggota dari kelompok yang saling bertukar pikiran dan ide
dalam penulisan makalah ini serta saling memberi semangat.

3. Teman – teman Fakultas hukum UPB pontianak angkatan 2023, yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Pontianak,oktober 10 , 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 3

1.2.1 Sejarah lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?...... 3

1.2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?.................... 3

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 4

1.5 Metode Penelitian......................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................... 6

2.1 Pengertian Pendidikan.................................................................................. 6

2.1.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan............................................... 6

2.1.2 Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan..................................... 9

2.1.3 Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan............................ 15

2.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan........................................ 16

2.3 Dasar Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi............................ 20

2.3.1 Landasan Hukum..................................................................................... 21

2.3.2 Landasan Ideal......................................................................................... 22

ii
BAB III PENUTUP............................................................................................... 25

3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 25

3.2 Saran.............................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi selama ini
telah memberikan perubahan kepribadian mahasiswa menjadi mahasiswa yang
berkarakter pluralis, humanis, nasionalis serta calon pemimpin yang berbudi
pekerti luhur dan berwawasan kebangasaan. Pendidikan Kewarganegaraan
berakar dari nilai-nilai Pancasila sehingga bagi Bangsa Indonesia sudah
seharusnya kita memahami nilai-nilai dasar Pancasila. Tidak ada keraguan
sedikitpun mengenai kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup
dan Dasar Negara.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37


menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat tentang
Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Selain itu, keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan dilandasi adanya


ketetapan yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan Nasional melalui
Kepmendiknas No, 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam ketetapan itu,
Pendidikan Kewarganegaraan, bersama dengan Pendidikan Agama dan
Pendidikan Pancasila merupakan kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi/kelompok program studi. Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya
diajarkan dan dikembangkan diseluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam
istilah dan nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education,
citizenship education dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy
education. Mata kuliah ini memiliki peranan yang strategis dalam mempersiapkan
warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Berdasarkan
rumusan “Civic Internation” pada tahun 1995, disepakati bahwa pendidikan

1
demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, Untuk keberhasilan
pengembangan dan pemeliharaan negara demokrasi.

Setiap Bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Saat ini
dinamika kehidupan Bangsa Indonesia memiliki persoalan dimana melemahnya
komitmen masyarakat terhadap nilai-nilai dasar yang telah lama menjadi prinsip
dan bahkan sebagai pandangan hidup, mengakibatkan sistem filosofi bangsa
Indonesia menjadi rapuh. Ada dua faktor penyebabnya, yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal, berupa pengaruh globalisasi yang di semangati
liberalisme mendorong lahirnya sistem kapitalisme di bidang ekonomi dan
demokrasi liberal di bidang politik. Dalam praktiknya sistem kapitalisme dan
demokrasi liberal yang disponsori oleh negara-negara maju seperti Amerika,
mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi tatanan dunia
baru yang bersifat global mondial. Bahkan mampu menyusup dan mempengaruhi
tatanan nilai kehidupan internal setiap bangsa di dunia. Tarik ulur yang memicu
ketegangan saat ini sedang terjadi dalam internal setiap bangsa, antara keinginan
untuk mempertahankan sistem nilai sendiri yang menjadi identitas bangsa, dengan
adanya kekuatan nilai-nilai asing yang telah dikemas melalui teknologinya
(Iriyanto Widisuseno, 2004: 4).

Sejauh mana kekuatan setiap bangsa termasuk bangsa Indonesia untuk


mengadaptasi nilai-nilai asing tersebut. Bagi negara-negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia sangat rentan terkooptasi nilai-nilai asing yang
cenderung berorientasi praktis dan pragmatis dapat menggeser nilai-nilai dasar
kehidupan. Kecenderungan munculnya situasi semacam ini sudah mulai
menggejala di kalangan masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini. Seperti nampak
pada sebagian masyarakat dan bahkan para elit yang sudah semakin melupakan
peran nilai-nilai dasar yang wujud kristalisasinya berupa Pancasila dalam
perbincangan lingkup ketatanegaraan atau bahkan kehidupan sehari-hari.
Pancasila sudah semakin tergeser dari perannya dalam praktik ketatanegaraan dan
produk kebijakan-kebijakan pembangunan. Praktik penyelenggaraan

2
ketatanegaraan dan pembangunan sudah menjauh dan terlepas dari konsep
filosofis yang seutuhnya. Eksistensi Pancasila nampak hanya dalam status
formalnya yaitu sebagai dasar negara, tetapi sebagai sistem filosofi bangsa sudah
tidak memiliki daya spirit bagi kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah rapuh. Masyarakat dan bangsa
Indonesia kehilangan dasar, pegangan dan arah pembangunan.

Oleh karena itu, peran penting Pendidikan Kewarganegaraan yang


diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi
dimaksudkan agar generasi-generasi penerus bangsa dapat dibekali dengan budi
pekerti yang luhur serta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai dasar Pancasila dalam
menghadapi tuntutan global.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi?
1.2.2 Bagaimana tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kepribadian
mahasiswa?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Untuk mengetahui sejarah lahirnya mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan yang tercipta bagi kepribadian mahasiswa
dari adanya Pendidikan Kewarganegaraan.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat bagi penulis :

a. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber,


mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang
lebih matang.

3
b. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan
menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis.
c. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
d. Penulis turut memperluas ilmu pengetahuan masyarakat tentang karya
tulisnya.
e. Diharapkan tulisan ini mampu memberikan pengetahuan lebih tentang
mata kuliah Kewarganegaraan.

Manfaat bagi pembaca :


a. Pembaca dapat mengetahui latar belakang sejarah lahirnya pendidikan
Kewarganegaraan.
b. Pembaca dapat mengetahui peran serta pengaruh diajarkannya mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.

1.5 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka.
Beberapa ahli pun telah menjelaskan mengenai pengertian daftar pustaka.
Menurut Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250), pengertian studi kasus adalah
suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan
komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu
tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat
terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik.

Kemudian, Bimo Walgito (2010: 92) berpendapat bahwa studi kasus


merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian
mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan
banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas.Metode ini
merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain.

Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa
studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk
mempelajari keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam,

4
dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya
dalam perkembangan selanjutnya.

Dari tiga pengertian diatas mengenai studi kasus, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa studi kasus adalah metode pengumpulan data secara
komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan
memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai suatu kejadian maupun
keadaan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pendidikan


Pengertian pendidikan berdasarkan Bab I Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
SIDIKNAS No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

5
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian lain mengatakan, pendidikan adalah pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.1

2.1. 1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut Civicus. Selanjutnya,
kata Civicus diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya
mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics
yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic Education , yaitu Pendidikan
Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang memuat
bahasan tentang masalah kebangsaan serta digunakan sebagai pemahaman untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di
seluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama. Mata kuliah
tersebut sering disebut sebagai civic education, citizenship education, dan bahkan
ada yang menyebut sebagai democracy eduation. Mata kuliah ini memiliki peran
yang strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung
jawab dan berkeadaban. Berdasarkan rumusan “Civic International” (1995),
disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture,
untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi
( Mansoer, 2005).

6
Kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa
dikembangkan dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan
pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban.
Oleh karena itu dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan intelektual
Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis,
religius, berkemanusiaan dan berkeadaban.
Selain itu, adapula pandangan beberapa pakar mengenai pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu sebagai berikut:
1. Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics,
pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciences of
citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized
collections, the individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut,
Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan
hubungan manusia sebagai individu itu sendiri, hubungan antara manusia
dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi
(organisasi sosial, ekonomi, politik) dan antara individu- individu dengan
negaranya.
2. Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship
mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah. Yang pertama,
kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang
sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak,
organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung
jawab
3. Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang
berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut hak dan kewajiban
warga negara.
4. Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga
negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang
dialogial. Sementara Soedijarto mengartikanPendidikan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik

7
untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta
membangun sistem politik yang demokratis
5. Muhammad Numan Soemantri, Civic Education adalah kegiatan yang
meliputi seluruh program sekolah.
Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat
menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik dalam masyarakat
demokrasi. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang
menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-
syarat objektif untuk hidup bernegara
6. Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education
dikembangkan menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak
saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar
akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga
dunia, global society.
7. Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga
negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem
politik yang demokratis.
Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education
(Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif
dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar
sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program
Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik
(mahasiswa) untuk:
a. Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.
b. Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung
jawab dalam berbagai macam masalah seperti masalah pribadi,
masyarakat dan negara.

8
2.1. 2 Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan dalam bahasa lain disebut Civics, selanjutnya dari kata
Civic ini dalam bahasa Inggris artinya mengenai warga negara atau
kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics, ilmu kewarganegaraan dan
Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran Civics diperkenalkan di
Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa
Amerika” atau yang terkenal dengan nama Theory of Americanization. Sebab
seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di
Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu
diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut,
pelajaran civics membicarakan masalah pemerintahan, hak dan kewajiban warga
negara dan civics merupakan bagian dari ilmu politik.

Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia


Sebelum Indonesia Merdeka, atau tepatnya sebelum Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan sebenarnya telah ada,
yaitu pada masa Hindia Belanda. Istilah Pendidikan Kewarganegaraan yang
terdapat di masa ini yaitu Burgerkunde. Pelajaran ini pada hakikatnya untuk
kepentingan penguasa kolonial, yang pada saat itu diberikan di sekolah guru,
sedangkan kebanyakan sekolah lanjutan mendapat pelajaran Staats Inrichting
(Tata Negara). Terdapat dua buku pelajaran Civic yang digunakan, yaitu:
a. Indische Bugerschapkunde,disusun oleh P. Tromps dan diterbitkan oleh
penerbit J.B Wolters Maatsschappij N.V. Groningen, Den Haag, Batavia,
1934, yang di bicarakan dalam buku tersebut, masalah masyarakat
pribumi, pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan
dan kebudayaan, masalah pertanian, masalah perburuhan. Kaum
menengah dalam industri dan perdagangan, perubahan ataupun
pertumbuhannya dengan terbentuknya Dewan Perwakilan
rakyat(Volsraad), masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak,
tentara dan angkatan laut.

9
b. Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B.
Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut yaitu : Badan pribadi yang
mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana
dibicarakan eigondom Eropa dan hak-hak atas tanah. Masalah kedaulatan
raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam pemerintah Hindia
Belanda. Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan
kesejahteraaan.2

Adapun tujuan dari dibuatnya buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan
lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda,
sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai musuh tetapi
justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang
panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang
disetujui Volksraad, bahwa setiap guru harus memiliki izin mengajar. Dalam
pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah
guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan
lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan
nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik
yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan para
tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai “cikal
bakal” pendidikan politik atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.
Kemudian, tahun 1950, dalam suasana Indonesia merdeka, kedua buku
teks tersebut di atas menjadi buku pegangan guru Civics di sekolah menengah
atas, tetapi dalam mata pelajaran yang termuat pada sekolah menengah atas tahun
1950 itu dikatakan bahwa: Kewarganegaraan diberikan di samping tata negara
adalah tugas dan kewajiban warga negara terhadap pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan diri sendiri, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan: (1) Akhlak;
pendidikan, pengajaran, dan ilmu pengetahuan. (2) Kehidupan rakyat, kesehatan,
imigrasi, perusahaan, perburuhan, agraria, kemakmuran rakyat, kewanitaan, dan
2

10
lain-lain. (3) Keadaan dalam dan luar negeri, pertahanan rakyat, perwakilan,
pemerintah dan soal-soal internasional. Pelajaran tersebut tidak diberikan secara
ilmu pengetahuan melainkan sebagai dasar yang berjiwa nasional serta
kewarganegaraan yang baik (good citizenship ).
Pada tahun 1955 terbit buku tentang kewarganegaraan berbahasa
Indonesia dengan judul “Inti Pengetahuan Warga Negara”, disusun oleh J.T.C
Simorangkir, Gusti Mayur, dan Suminarjo. Dalam kata pendahuluan dinyatakan
bahwa tujuan pelajaran tersebut adalah untuk membangkitkan dan memelihara
keinsyafan dan kesadaran bahwa warga negara Indonesia memiliki tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan negara (good citizenship). Materi
buku ini meliputi Indonesia tanah airku, Indonesia Raya, bendera dan lambang
negara, warga negara beserta hak dan kewajibannya, ketatanegaraan, pajak, dan
perekonomian, termasuk koperasi.
Pada tahun 1957 saat pemerintahan Sukarno, Pendidikan
Kewarganegaraan dikenalkan dengan istilah civics. Kemudian di tahun 1961 mata
pelajaran Civic digunakan untuk memberi pengertian tentang Pidato Kenegaraan
Presiden ditambah dengan Pancasila, sejarah pergerakan, dan hak serta kewajiban
warga negara. Buku pegangan resminya adalah Manusia dan Masyarakat Baru
Indonesia, disusun oleh Supardo, M. Hutauruk, Suroyo Warsid, Sumarjo, Chalid
Rasyidi, Sukarno, dan J.T.C Simorangkir. Di tahun yang sama istilah
“Kewarganegaraan” diganti dengan istilah “Kewargaan Negara” atas prakarsa Dr.
Sahardjo S.H. Alasan penggantian itu guna menyesuaikan dengan Pasal 26 Ayat
(2) UUD 1945 dan menekankan pada warga, yang mengandung pengertian atas
hak dan kewajiban terhadao negara. “Warga” berarti anggota, jadi warga negara
berarti anggota suatu negara, sehingga dengan demikian ada perbedaan hak dan
kewajiban antara warga negara dan orang asing. Istilah “Kewargaan Negara” baru
digunakan secara resmi pada tahun 1967 dengan Instruksi Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar Nomor 31 Tahun 1967 tertanggal 28 Juni 1967.
Pada tahun 1966 setelah peristiwa G-30-S/PKI, buku karangan Supardo,
dkk. dilarang dipakai. Untuk mengisi kekosongan materi civics, Departemen

11
Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan instruksi bahwa materi civics
(kewargaan negara) adalah :
a. Pancasila
b. UUD 1945
c. Ketetapan-ketetapan MPRS
d. Perserikatan Bangsa-Bangsa
e. Orde Baru
f. Sejarah Indonesia
g. Ilmu Bumi Indonesia.
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan resmi masuk dalam
kurikulum sekolah di Indonesia pada tahun 1968. Pelajaran civics diberikan di
tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Di perguruan tinggi terdapat mata kuliah
”Kewiraan Nasional” yang intinya berisi pendidikan pendahuluan bela negara.
Sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan RI tahun 1972, belum ada kejelasan
pengertian tentang apakah kewargaan negara atau pendidikan kewargaan negara.
Baru pada tahun 1972 setelah Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan
Civics (Civic Education) di Tawangmangu Surakarta, mendapat ketegasan dan
memberi batasan bahwa :
1. Civics diganti dengan ”Ilmu Kewargaan Negara,” yaitu suatu
disiplin ilmu dengan obyek studi tentang peranan para warga
negara dalam bidang spiritual, sosial, ekonomi, politik, hukum, dan
kebudayaan, sesuai dan sejauh diatur dalam UUD 1945;
2. Civic education diganti dengan ”Pendidikan Kewargaan Negara,”
yaitu suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina
warga negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan
ukuran ketentuan-ketentuan UUD 1945. Bahannya diambil dari
ilmu kewargaan negara termasuk kewiraan nasional, filsafat
Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional.

Pada tahun 1975, guna menindaklanjuti hasil seminar tersebut di atas,


disusun buku Pokok-pokok Kewiraan dan diterbitkan pertama kali sebagai buku

12
Kewiraan untuk Mahasiswa pada tahun 1979 yang digunakan sebagai bahan
perkuliahan Pendidikan Kewiraan di Perguruan Tinggi. Pada tahun 1987 buku
tersebut mengalami perubahan dan perbaikan. Selain itu, pada tahun 1975 di
jenjang SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan, Pendidikan Kewarga
Negara diganti menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang visi dan misinya
berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD
1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97). Perubahan ini sejalan dengan
misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Lalu di tahun
1981 ditetapkan Pedoman Kurikulum Inti bagi Perguruan Tinggi sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0212/U/1981, dan disusul
dengan Penetapan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi (Kep No. 25/Dikti/Kep/1985). Surat Keputusan
Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Pertahanan dan
Keamanan tanggal 1 Februari 1985 dengan nomor 061/U/1985 dan Nomor
Kep/002/II/1985 mnggariskan pola Pembinaan Pendidikan Kewiraan di
lingkungan Perguruan Tinggi.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan, Pasal 39 Ayat (2)
menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
wajib memuat (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Pancasila, dan (3)
Pendidikan Kewarganegaraan, mencakup pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di dalam operasionalnya ketiga mata kuliah
wajib tersebut dihimpun ke dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) sebagai bagian kurikulum inti yang berlaku secara nasional.
Pelaksanaan PPBN melalui dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Tahap awal diberikan kepada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar sampai
dengan menengah dan dalam kegiatan pendidikan luar sekolah, yang dilaksanakan
antara lain melalui kepramukaan dan diintegrasikan dalam mata pelajaran di

13
sekolah sesuai dengan tingkatannya. Pada tahap lanjutan, diberikan kepada peserta
didik tingkat Perguruan Tinggi dalam bentuk “Pendidikan Kewiraan”.3
Pendidikan Kewiraan sebagai pendidikan yang membekali mahasiswa
berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diandalkan menjadi
seorang warga yang membela bangsa dan NKRI. Pendidikan Kewiraan saat itu
bersifat intrakulikuler dan wajib, menitikberatkan kepada kemampuan penalaran
ilmiah dalam rangka ketahanan nasional.
Kemudian, keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 056/U/1994,
yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990, menetapkan
status Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan dalam kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib
untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) Pendidikan Kewiraan ditetapkan dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 32/DJ/Kep/1983 dan disempurnakan kembali
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 151/Dikti/2000.
Selanjutnya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Selanjutnya, Pendidikan Kewiraan diintegrasikan dan menjadi bagian dari
Pendidikan Kewarganegaraan. Ini didasarkan oleh Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Nomor 38/Dikti/Kep/2002 yang membentuk kelompok Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi. Pembentukan
didasarkan atas pertimbangan:
1. Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa telah
ditetapkan bahwa Pendidikan Agama. Pendidikan Pancasila, dan
Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan kelompok MPK yang
wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi atau
kelompok program studi.

14
2. Bahwa sebagai pelaksanaan butir 1 di atas, dipandang perlu
menetapkan rambu-rambu pelaksanaan MPK di Perguruan Tinggi.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional pada Pasal 37 ayat (2) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi
wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Di
dalam operasionalnya, ketiga mata kulia wajib tersebut dihimpun ke dalam
kelompok MPK. Pada tahun 2006 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Keputusan Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Kelompok MPK di Perguruan Tinggi sebagai penyempurnaan dari
Keputusan Nomor 38/Dikti/kep/2002, menetapkan Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah yang
dihimpun dalam kelompok MPK sekaligus menjadi mata kuliah yang wajib
diajarkan di seluruh program studi Perguruan Tinggi.
Nama mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) diubah kembali
pada tahun 1994 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Pada masa Reformasi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan menghilangkan kata
Pancasila yang dianggap sebagai produk Orde Baru.

2.1. 3 Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran


yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-
kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945
(Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan
mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic
Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya
menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

15
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan
zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

2.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Menurut pendapat Ahli
1. Branson (1997:7)
Tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat
lokal, negara bagian, maupun nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam
Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai
berikut:

a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu


Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta


bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

16
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia


secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.

2. Djahiri (1994/1995:10)

(Secara umum)

Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian


Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan,
kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”

(Secara khusus)

Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam


kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari
berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil
dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan
sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi
melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

17
3. Sapriya (2001)

Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan


politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip
dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang
efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat
ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk
berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun
ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-
watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta
dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang
sehat serta perbaikan masyarakat.

4. Somantri (2001:279)

Warga negara yang patriotik, toleran, setia, terhadap bangsa dan


negara, beragama, demokratis. Pancasila sejati.

Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk
warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan
negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD RI 1945.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan
Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam
tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan
dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b)
tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.

Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn mahasiswa


diharapkan :

18
a) Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b) Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara
RI.
c) Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir
diatas.
d) Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri
dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa tujuan


negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara
menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang
memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial,
maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics
responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai


program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM
yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan
menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek
tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.

2.3 Dasar Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Tingkat Perguruan


Tinggi
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebuah media untuk
meningkatkan rasa kesadaran berbangsa dan bernegara, meningkatkan keyakinan
dan ketangguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dalam
pelaksanaannya, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua hal sebagai
landasannya, yaitu Landasan Hukum dan Landasan Ideal.

19
2.3.1 Landasan Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Pembukaan UUD 1945
Pembukaan alinea kedua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan dan alinea
keempat khusus tentang tujuan negara, yaitu keamanan dan kesejahteraan.

a. Pasal 27 (3) (II)


Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.

b. Pasal 30 ayat (1) (II)


Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.

c. Pasal 31 ayat (1) (IV)


Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

d. Pasal 28 A-J tentang Hak Asasi Manusia.


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982
Undang-undang No. 20/1982 adalah tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara
1982 No. 51, TLN 3234).

1. Pasal 18 Hak dan Kewajiban warga negara yang diwujudkan


dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan
melalui pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bagian tidak
terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.

20
2. Pasal 19 ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib
diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap,
yaitu:
(1) Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah
dan dalam gerakan Pramuka.

(2) Tahap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat


Pendidikan Tinggi.

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional dan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, serta
Nomor 45/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah
ditetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Bahasa dan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok mata kuliah
Pengembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi atau kelompok program studi.

4. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43 Tahun 2006


Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 43/DIKTI/2006
tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

2.3.2 Landasan Ideal

Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa


dikembangkannya Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem
filsafat menjiwai semua konsep ajaran Kewarganegaraan dan juga menjiwai

21
konsep ketatanegaraan Indonesia. Dalam sistematikanya dibedakan menjadi tiga
hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa dan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal itu dapat dibedakan,
namun tidak dapat dipisahkan.

1. Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan
negara dan menjadi sumber hukum positif di Indonesia. Pancasila sebagai
dasar negara pola pelaksanaannya dipancarkan dalam empat pokok pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar
negara.

Pembukaan UUD 1945 pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran


persatuan yang berfungsi sebagai dasar negara, merupakan landasan
dirumuskannya wawasan nusantara sebagai bagian dari geopolitik. Pokok
pikiran kedua yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang berfungsi sebagai
tujuan negara merupakan tujuan wawasan nusantara sekaligus tujuan
geopolitik Indonesia. Tujuan negara dijabarkan langsung dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu tujuan berhubungan dengan
segi keamanan dan kesejahteraan dan ketertiban dunia. Geopilitik
Indonesia pada dasarnya adalah sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila
di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

2. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa


Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur
yang diyakini kebenarannya. Perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila
terkandung juga dalam konsep geopolitik Indonesia demi terwujudnya
ketahanan nasional sebagai geostrategi Indonesia sehingga ketahanan

22
nasional ini disusun dan dikembangkan berdasarkan geopolitik Indonesia.
Perwujudan nilai-nilai Pancasila mencakup lima bidang kehidupan
nasional yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam yang disingkat dengan Ipoleksosbud Hankam. Ipoleksosbud
Hankam menjadi dasar pemikiran ketahanan nasional.

Dari lima bidang kehidupan nasional, bidang ideologi merupakan landasan


dasar. Ideologi itu berupa Pancasila sebagai pandangan hidup yang
menjiwai empat bidang lainnya. Dasar pemikiran ketahanan nasional di
samping lima bidang kehidupan nasional tersebut yang merupakan aspek
sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran aspek alamiah
trigatra yang merupakan geostrategi Indonesia.

3. Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kesatuan konsep-konsep
dasar yang memberikan arah dan tujuan dalam mencapai cita-cita bangsa
dan negara. Cita-cita bangsa dan negara berlandaskan Pancasila
dipancarkan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 merupakan cita-
cita untuk mengisi kemerdekaan, yaitu: bersatu, berdaulat adil dan
makmur.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah penulis paparkan mengenai Pendidikan


Kewarganegaraan, baik itu sejarah Pendidikan Kewarganegaraan yang secara
khusus menjadi bahasan makalah, serta bahasan lain mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan yang penulis sampaikan. Maka, dapat kita simpulkan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi dalam kehadirannya sebagai
Pengembangan Kepribadian sangat lah vital dan juga berperan dalam memberikan
pedoman kepada mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang berkepribadian luhur
serta memiliki kearifan lokal. Disamping itu, Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata kuliah yang mengajarkan mahasiswa agar memiliki rasa cinta
tanah air, mengamalkan dan merefleksikan cara berpikir dan bertindak sesuai
dengan nilai – nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945

3.2 Saran

Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehadirannya akan selalu dibutuhkan


bagi bangsa Indonesia, oleh karena itu, peran Pemerintah dan juga pihak-pihak
terkait dalam memberikan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dunia
pendidikan Indonesia khususnya Perguruan Tinggi, perlu untuk di optimalkan
kembali. Pendidikan Kewarganegaraan harus menjadi mata kuliah yang tidak
dipandang sebelah mata dan dipersepsikan sebagai mata kuliah yang
membosankan.
Hal-hal yang dapat dilakukan adalah memperbaiki keefisienan program
pembelajaran dengan tidak hanya terpaku pada teori. Namun substansi dari
Pendidikan Kewarganegaraan dapat pula diajarkan melalui kegiatan praktik.

24
Kemudian, tentunya kita sebagai masyarakat dan juga mahasiswa harus
mendukung terus berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengatasi
pelbagai masalah yang terdapat di negeri ini dan merefleksikan teori yang ada
dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kewarganegaraan

Karunadarani. , Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.


https://www.kompasiana.com/karunadarani/pentingnya-pendidikan-
kewarganegaraan-di-perguruan-tinggi-pada-era-
globalisasi_54f76d8aa33311d6338b495d

Eka. 2017, Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan.


http://ekaidrisup.blogspot.co.id/2017/10/makalah-sejarah-perkembangan-pkn-
dan.html?m=1

_____. 2017, Pendidikan Kewarganegaraan


http://pknpentingnyakewarganegaraan.blogspot.co.id/2017/03/makalah-
pendidikan-kewarganegaraan.html

Ryan Saputra. 2014, Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan.


http://ryansaputra125.blogspot.co.id/2014/12/makalah-sejarah-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai