Sejarah KW
Sejarah KW
KELOMPOK 1
Disusun Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya makalah yang berjudul “Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Di
Tingkat Perguruan Tinggi” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan.
2. Masing – masing anggota dari kelompok yang saling bertukar pikiran dan ide
dalam penulisan makalah ini serta saling memberi semangat.
3. Teman – teman Fakultas hukum UPB pontianak angkatan 2023, yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Pontianak,oktober 10 , 2023
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
ii
BAB III PENUTUP............................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 25
3.2 Saran.............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, Untuk keberhasilan
pengembangan dan pemeliharaan negara demokrasi.
Setiap Bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Saat ini
dinamika kehidupan Bangsa Indonesia memiliki persoalan dimana melemahnya
komitmen masyarakat terhadap nilai-nilai dasar yang telah lama menjadi prinsip
dan bahkan sebagai pandangan hidup, mengakibatkan sistem filosofi bangsa
Indonesia menjadi rapuh. Ada dua faktor penyebabnya, yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal, berupa pengaruh globalisasi yang di semangati
liberalisme mendorong lahirnya sistem kapitalisme di bidang ekonomi dan
demokrasi liberal di bidang politik. Dalam praktiknya sistem kapitalisme dan
demokrasi liberal yang disponsori oleh negara-negara maju seperti Amerika,
mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi tatanan dunia
baru yang bersifat global mondial. Bahkan mampu menyusup dan mempengaruhi
tatanan nilai kehidupan internal setiap bangsa di dunia. Tarik ulur yang memicu
ketegangan saat ini sedang terjadi dalam internal setiap bangsa, antara keinginan
untuk mempertahankan sistem nilai sendiri yang menjadi identitas bangsa, dengan
adanya kekuatan nilai-nilai asing yang telah dikemas melalui teknologinya
(Iriyanto Widisuseno, 2004: 4).
2
ketatanegaraan dan pembangunan sudah menjauh dan terlepas dari konsep
filosofis yang seutuhnya. Eksistensi Pancasila nampak hanya dalam status
formalnya yaitu sebagai dasar negara, tetapi sebagai sistem filosofi bangsa sudah
tidak memiliki daya spirit bagi kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah rapuh. Masyarakat dan bangsa
Indonesia kehilangan dasar, pegangan dan arah pembangunan.
3
b. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan
menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis.
c. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
d. Penulis turut memperluas ilmu pengetahuan masyarakat tentang karya
tulisnya.
e. Diharapkan tulisan ini mampu memberikan pengetahuan lebih tentang
mata kuliah Kewarganegaraan.
Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa
studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk
mempelajari keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam,
4
dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya
dalam perkembangan selanjutnya.
Dari tiga pengertian diatas mengenai studi kasus, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa studi kasus adalah metode pengumpulan data secara
komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan
memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai suatu kejadian maupun
keadaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
5
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian lain mengatakan, pendidikan adalah pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.1
6
Kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa
dikembangkan dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan
pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban.
Oleh karena itu dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan intelektual
Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis,
religius, berkemanusiaan dan berkeadaban.
Selain itu, adapula pandangan beberapa pakar mengenai pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu sebagai berikut:
1. Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics,
pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciences of
citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized
collections, the individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut,
Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan
hubungan manusia sebagai individu itu sendiri, hubungan antara manusia
dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi
(organisasi sosial, ekonomi, politik) dan antara individu- individu dengan
negaranya.
2. Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship
mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah. Yang pertama,
kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang
sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak,
organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung
jawab
3. Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang
berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut hak dan kewajiban
warga negara.
4. Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga
negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang
dialogial. Sementara Soedijarto mengartikanPendidikan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik
7
untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta
membangun sistem politik yang demokratis
5. Muhammad Numan Soemantri, Civic Education adalah kegiatan yang
meliputi seluruh program sekolah.
Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat
menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik dalam masyarakat
demokrasi. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang
menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-
syarat objektif untuk hidup bernegara
6. Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education
dikembangkan menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak
saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar
akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga
dunia, global society.
7. Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga
negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem
politik yang demokratis.
Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education
(Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif
dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar
sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program
Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik
(mahasiswa) untuk:
a. Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.
b. Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung
jawab dalam berbagai macam masalah seperti masalah pribadi,
masyarakat dan negara.
8
2.1. 2 Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan dalam bahasa lain disebut Civics, selanjutnya dari kata
Civic ini dalam bahasa Inggris artinya mengenai warga negara atau
kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics, ilmu kewarganegaraan dan
Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran Civics diperkenalkan di
Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa
Amerika” atau yang terkenal dengan nama Theory of Americanization. Sebab
seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di
Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu
diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut,
pelajaran civics membicarakan masalah pemerintahan, hak dan kewajiban warga
negara dan civics merupakan bagian dari ilmu politik.
9
b. Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B.
Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut yaitu : Badan pribadi yang
mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana
dibicarakan eigondom Eropa dan hak-hak atas tanah. Masalah kedaulatan
raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam pemerintah Hindia
Belanda. Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan
kesejahteraaan.2
Adapun tujuan dari dibuatnya buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan
lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda,
sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai musuh tetapi
justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang
panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang
disetujui Volksraad, bahwa setiap guru harus memiliki izin mengajar. Dalam
pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah
guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan
lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan
nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik
yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan para
tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai “cikal
bakal” pendidikan politik atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.
Kemudian, tahun 1950, dalam suasana Indonesia merdeka, kedua buku
teks tersebut di atas menjadi buku pegangan guru Civics di sekolah menengah
atas, tetapi dalam mata pelajaran yang termuat pada sekolah menengah atas tahun
1950 itu dikatakan bahwa: Kewarganegaraan diberikan di samping tata negara
adalah tugas dan kewajiban warga negara terhadap pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan diri sendiri, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan: (1) Akhlak;
pendidikan, pengajaran, dan ilmu pengetahuan. (2) Kehidupan rakyat, kesehatan,
imigrasi, perusahaan, perburuhan, agraria, kemakmuran rakyat, kewanitaan, dan
2
10
lain-lain. (3) Keadaan dalam dan luar negeri, pertahanan rakyat, perwakilan,
pemerintah dan soal-soal internasional. Pelajaran tersebut tidak diberikan secara
ilmu pengetahuan melainkan sebagai dasar yang berjiwa nasional serta
kewarganegaraan yang baik (good citizenship ).
Pada tahun 1955 terbit buku tentang kewarganegaraan berbahasa
Indonesia dengan judul “Inti Pengetahuan Warga Negara”, disusun oleh J.T.C
Simorangkir, Gusti Mayur, dan Suminarjo. Dalam kata pendahuluan dinyatakan
bahwa tujuan pelajaran tersebut adalah untuk membangkitkan dan memelihara
keinsyafan dan kesadaran bahwa warga negara Indonesia memiliki tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan negara (good citizenship). Materi
buku ini meliputi Indonesia tanah airku, Indonesia Raya, bendera dan lambang
negara, warga negara beserta hak dan kewajibannya, ketatanegaraan, pajak, dan
perekonomian, termasuk koperasi.
Pada tahun 1957 saat pemerintahan Sukarno, Pendidikan
Kewarganegaraan dikenalkan dengan istilah civics. Kemudian di tahun 1961 mata
pelajaran Civic digunakan untuk memberi pengertian tentang Pidato Kenegaraan
Presiden ditambah dengan Pancasila, sejarah pergerakan, dan hak serta kewajiban
warga negara. Buku pegangan resminya adalah Manusia dan Masyarakat Baru
Indonesia, disusun oleh Supardo, M. Hutauruk, Suroyo Warsid, Sumarjo, Chalid
Rasyidi, Sukarno, dan J.T.C Simorangkir. Di tahun yang sama istilah
“Kewarganegaraan” diganti dengan istilah “Kewargaan Negara” atas prakarsa Dr.
Sahardjo S.H. Alasan penggantian itu guna menyesuaikan dengan Pasal 26 Ayat
(2) UUD 1945 dan menekankan pada warga, yang mengandung pengertian atas
hak dan kewajiban terhadao negara. “Warga” berarti anggota, jadi warga negara
berarti anggota suatu negara, sehingga dengan demikian ada perbedaan hak dan
kewajiban antara warga negara dan orang asing. Istilah “Kewargaan Negara” baru
digunakan secara resmi pada tahun 1967 dengan Instruksi Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar Nomor 31 Tahun 1967 tertanggal 28 Juni 1967.
Pada tahun 1966 setelah peristiwa G-30-S/PKI, buku karangan Supardo,
dkk. dilarang dipakai. Untuk mengisi kekosongan materi civics, Departemen
11
Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan instruksi bahwa materi civics
(kewargaan negara) adalah :
a. Pancasila
b. UUD 1945
c. Ketetapan-ketetapan MPRS
d. Perserikatan Bangsa-Bangsa
e. Orde Baru
f. Sejarah Indonesia
g. Ilmu Bumi Indonesia.
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan resmi masuk dalam
kurikulum sekolah di Indonesia pada tahun 1968. Pelajaran civics diberikan di
tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Di perguruan tinggi terdapat mata kuliah
”Kewiraan Nasional” yang intinya berisi pendidikan pendahuluan bela negara.
Sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan RI tahun 1972, belum ada kejelasan
pengertian tentang apakah kewargaan negara atau pendidikan kewargaan negara.
Baru pada tahun 1972 setelah Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan
Civics (Civic Education) di Tawangmangu Surakarta, mendapat ketegasan dan
memberi batasan bahwa :
1. Civics diganti dengan ”Ilmu Kewargaan Negara,” yaitu suatu
disiplin ilmu dengan obyek studi tentang peranan para warga
negara dalam bidang spiritual, sosial, ekonomi, politik, hukum, dan
kebudayaan, sesuai dan sejauh diatur dalam UUD 1945;
2. Civic education diganti dengan ”Pendidikan Kewargaan Negara,”
yaitu suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina
warga negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan
ukuran ketentuan-ketentuan UUD 1945. Bahannya diambil dari
ilmu kewargaan negara termasuk kewiraan nasional, filsafat
Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional.
12
Kewiraan untuk Mahasiswa pada tahun 1979 yang digunakan sebagai bahan
perkuliahan Pendidikan Kewiraan di Perguruan Tinggi. Pada tahun 1987 buku
tersebut mengalami perubahan dan perbaikan. Selain itu, pada tahun 1975 di
jenjang SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan, Pendidikan Kewarga
Negara diganti menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang visi dan misinya
berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD
1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97). Perubahan ini sejalan dengan
misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Lalu di tahun
1981 ditetapkan Pedoman Kurikulum Inti bagi Perguruan Tinggi sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0212/U/1981, dan disusul
dengan Penetapan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi (Kep No. 25/Dikti/Kep/1985). Surat Keputusan
Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Pertahanan dan
Keamanan tanggal 1 Februari 1985 dengan nomor 061/U/1985 dan Nomor
Kep/002/II/1985 mnggariskan pola Pembinaan Pendidikan Kewiraan di
lingkungan Perguruan Tinggi.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan, Pasal 39 Ayat (2)
menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
wajib memuat (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Pancasila, dan (3)
Pendidikan Kewarganegaraan, mencakup pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di dalam operasionalnya ketiga mata kuliah
wajib tersebut dihimpun ke dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) sebagai bagian kurikulum inti yang berlaku secara nasional.
Pelaksanaan PPBN melalui dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Tahap awal diberikan kepada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar sampai
dengan menengah dan dalam kegiatan pendidikan luar sekolah, yang dilaksanakan
antara lain melalui kepramukaan dan diintegrasikan dalam mata pelajaran di
13
sekolah sesuai dengan tingkatannya. Pada tahap lanjutan, diberikan kepada peserta
didik tingkat Perguruan Tinggi dalam bentuk “Pendidikan Kewiraan”.3
Pendidikan Kewiraan sebagai pendidikan yang membekali mahasiswa
berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diandalkan menjadi
seorang warga yang membela bangsa dan NKRI. Pendidikan Kewiraan saat itu
bersifat intrakulikuler dan wajib, menitikberatkan kepada kemampuan penalaran
ilmiah dalam rangka ketahanan nasional.
Kemudian, keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 056/U/1994,
yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990, menetapkan
status Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan dalam kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib
untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) Pendidikan Kewiraan ditetapkan dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 32/DJ/Kep/1983 dan disempurnakan kembali
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 151/Dikti/2000.
Selanjutnya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Selanjutnya, Pendidikan Kewiraan diintegrasikan dan menjadi bagian dari
Pendidikan Kewarganegaraan. Ini didasarkan oleh Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Nomor 38/Dikti/Kep/2002 yang membentuk kelompok Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi. Pembentukan
didasarkan atas pertimbangan:
1. Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa telah
ditetapkan bahwa Pendidikan Agama. Pendidikan Pancasila, dan
Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan kelompok MPK yang
wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi atau
kelompok program studi.
14
2. Bahwa sebagai pelaksanaan butir 1 di atas, dipandang perlu
menetapkan rambu-rambu pelaksanaan MPK di Perguruan Tinggi.
15
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan
zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
16
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
2. Djahiri (1994/1995:10)
(Secara umum)
(Secara khusus)
17
3. Sapriya (2001)
4. Somantri (2001:279)
Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk
warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan
negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD RI 1945.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan
Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam
tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan
dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b)
tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
18
a) Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b) Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara
RI.
c) Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir
diatas.
d) Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri
dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
19
2.3.1 Landasan Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Pembukaan UUD 1945
Pembukaan alinea kedua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan dan alinea
keempat khusus tentang tujuan negara, yaitu keamanan dan kesejahteraan.
20
2. Pasal 19 ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib
diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap,
yaitu:
(1) Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah
dan dalam gerakan Pramuka.
21
konsep ketatanegaraan Indonesia. Dalam sistematikanya dibedakan menjadi tiga
hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa dan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal itu dapat dibedakan,
namun tidak dapat dipisahkan.
22
nasional ini disusun dan dikembangkan berdasarkan geopolitik Indonesia.
Perwujudan nilai-nilai Pancasila mencakup lima bidang kehidupan
nasional yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam yang disingkat dengan Ipoleksosbud Hankam. Ipoleksosbud
Hankam menjadi dasar pemikiran ketahanan nasional.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
24
Kemudian, tentunya kita sebagai masyarakat dan juga mahasiswa harus
mendukung terus berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengatasi
pelbagai masalah yang terdapat di negeri ini dan merefleksikan teori yang ada
dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari.
25
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kewarganegaraan