Laporan Kegiatan Pelatihan Manajemen Stress Pada Siswa-Siswi SD Negeri Demangan 1 Bangkalan
Laporan Kegiatan Pelatihan Manajemen Stress Pada Siswa-Siswi SD Negeri Demangan 1 Bangkalan
Laporan Kegiatan Pelatihan Manajemen Stress Pada Siswa-Siswi SD Negeri Demangan 1 Bangkalan
DOSEN PENGAMPU :
Triyo Utomo, S.Psi, M.Psi, Psikolog
DIBUAT OLEH :
Yessi Isnaini Syafar 200541100030
Moh. Ainun Najih Aldiyansyah 200541100071
Himmatuzzahro Jasumba Putri 200541100130
Ahmad Jurjies Muzammil G. 200541100106
2
Rangkuman
Pada proses kegiatan pelatihan yag kelompok kami laksanakan, kelompok
kami mengngkat sebuah pelatihan dengan materi manajemen stres. Pelatihan ini
diikuti oleh 20 peserta pelatihan yang mana merupakan siswa-siswi kelas 6 SD
Negeri Demangan 1 Bangkalan. Tujuan dari diadakan pelatihan ini untuk
memberikan pengetahuan baru maupun wawasan baru terhadap peserta
pelatihan agar mereka nantin dapat menerapkan memanajemen stres dengan
sebaik mungkin.
3
I. Analisis Kebutuhan Pelatihan
1.1 Metode yang Digunakan
• Wawancara
Menurut Hadi (1986), wawancara adalah salah satu cara untuk
memperoleh data secara tanya jawab lisan, dengan dua orang atau lebih
berhadap-hadapan.
Moleong (2010) mendefinisikan wawancara sebagai percakapan
dengan maksud tertentu, dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.
Ada 3 jenis wawancara yaitu wawancara terstruktur, semi
tersetruktur, tidak terstruktur. Wawancara terstruktur yaitu teknik
pengumpulan data ketikasudah mengetahui dengan pasti tentang infof
yang akan didapatkan, dengan jenis wawancara ini dibutuhkan pertanyaan
terlebih dahulu. Wawancara semi tersetruktur dalam teknik ini pihak
responden diminta pendapat dan ide-idenya, dalam wawancara ini lebih
fleksibel dibanding dengan wawancara terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur teknik ini tidak memiliki pedoman dalam wawancaranya, ini
hanya menggunakan garis-garis besar dalam permasalahan jadi nanti
akan dikembangkan lagi oleh pewawancara.
Pada analisis kebutuhan pelatihan ini, yang kelompok kami gunakan
adalah jenis wawancara semi terstruktur, kelompok kami menanyakan
semua hal yang masih berkaitan dengan stress dengan list pertanyaan
yang sudah disediakan tetapi masih bisa memunculkan pertanyaan-
prtanyaan baru, jadi kami bisa mendapat jawaban seluas mungkin dan bisa
mengembangkan sesuai dengan jawaban narasumber.
• Survei
4
Ada 2 jenis survei yaitu Jenis yang pertama adalah Cross Sectional.
Cross Sectional merupakan jenis survey yang popular serta sering
digunakan. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan Cross
Sectional, peneliti bisa mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan
waktu lebih cepat.
Cross Sectional adalah desain penelitian yang membuat peneliti
hanya perlu mengumpulkan data di satu titik waktu. Desain yang satu ini
sangat efektif untuk memberi snapshot dari sikap sekarang ini (ketika
penelitian sedang dilakukan).
Dan yang kedua adalah Longitudinal bukan hanya Cross Sectional
yang dapat digunakan, tetapi ada juga Longitudinal. Longitudinal
merupakan desain yang akan melibatkan pengumpulan data di periode
waktu tertentu.
Jenis survei yang kami gunakan adalah cross sectional karena
dengan menggunakan tipe ini maka kami akan mendapat data lebih cepat
dan bisa langsung menemukan sebuah hal yang akan dibutuhkan oleh
orang tersebut.
5
• Kuesioner
6
1.4 Dokumentasi Kegiatan Analisis Kebutuhan Pelatihan
7
dipahami, dipelajari dan diaplikasikan oleh para pesrta pelatihan. Terlebih peserta
pelatihan dari kelompok kami yaitu siswa-siswi kelas 6 SD yang mana harus
menggunakan kalimat ataupun kata-kata yang sesederhana mungkin agar lebih
mudah ditangkap dan dicerna oleh pemikirannya.
8
3. Tahap Penilaian: Tes Uji Coba.
Pada tahap ini, pemateri kemudia memberikan sebuah lembar kerja yang
berisi beberapa pertanyaan dengan jawaban berupa uraian. Hal ini
bertujuan untuk menguji sejauh mana mereka memahami terkait
manajemen stres dan untuk menegtahui bagaiman cara mereka dalam
menghadapi situasi yang mengarah pada keadaan stres agar dapat
menegelola stresnya dengan baik.
9
11. 09.45 - 10.00 Ice breaking Najih
12. 10.00 - 10.45 Pos-test dan evaluasi Himma
13. 10.45 - 10.55 Penutup Yessi
14. 10.55 - 11.10 Foto bersama Jurjis
15. 11.10 - selesai Pamit ke kepala sekolah Himma
16. 16 Desember Evaluasi level 4 Himma
2023
A. Pengertian Stres
Stres menurut Hans Selye dalam Sary (2015) adalah respon tubuh yang
sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang telah
mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga
yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik,
maka ia disebut mengalami distres. Pada gelaja stres, gejala yang dikeluhkan
penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula
disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi
negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres. Menurut
Goldenson (dalam, Saam & Wahyuni, 2014) Mengatakan bahwa stres adalah
suatu kondisi atau situasi internal atau lingkungan yang membebankan tuntutan
penyesuaian terhadap individu yang bersangkutan. Keadaan stres cenderung
menimbulkan usaha ekstra dan penyesuaian baru, tetapi dalam waktu yang lama
akan melemahkan pertahanan individu dan menyebabkan ketidak puasaan. Dari
penjelasan terkait pengertian stres menurut bberapa ahli, kelompok kami
10
menyimpulkan dengan singkat bahwa stres merupakan perasaan dalam diri ysng
muncul karena adana tekanan atau kesulitan dalam situasi tertentu.
B. Tanda-tanda stres
• Perubahan Emosional
Perubahan emosi menjadi salah satu tanda paling umum yang terjadi
pada pengidap stres. Kondisi ini menyebabkan seseorang mudah
gusar, merasa frustasi, dan suasana hati menjadi mudah berubah-
ubah atau mood swing. Orang yang mengalami stres umumnya akan
sulit untuk menenangkan pikiran, merasa rendah diri, kesepian,
bingung, menghindari orang lain, sulit mengendalikan diri, hingga
depresi.
• Gejala Fisik
Perubahan kondisi fisik juga bisa menjadi tanda seseorang mengalami
stres. Hal ini menyebabkan seseorang mudah merasa lemas, pusing,
migrain, gangguan pencernaan, nyeri otot, serta jantung berdebar.
Stres juga sering ditandai dengan sulit tidur di malam hari, tubuh
gemetar, kaki terasa dingin dan berkeringat, mulut kering, sulit
menelan, hingga menurunnya hasrat seksual.
• Perubahan Kognitif
Selain ciri fisik, stres juga bisa menyebabkan seseorang mengalami
perubahan kognisi. Kondisi ini membuat seseorang menjadi sering
lupa, sulit memusatkan perhatian, selalu berpikir negatif, pesimis, dan
sering membuat keputusan yang tidak baik.
• Perubahan Perilaku
Dalam tingkat yang parah, rasa tertekan dan stres bisa menyebabkan
seseorang mengalami perubahan perilaku. Kondisi ini menyebabkan
penurunan nafsu makan, tidak fokus dan sering menghindari tanggung
jawab, sering gugup, mudah marah hingga mencari “pelampiasan”
misalnya dengan mengonsumsi minuman beralkohol dan merokok.
C. Penyebab stres
11
• Media Sosial
Menurut tim peneliti (Pusat Penelitian Media, Teknologi dan kesehatan
University of Pittsburgh). Bahwa orang yang dilaporkan menggunakan
tujuh sampai 11 platform media sosial, tiga kali lebih mungkin
menunjukkan gejala depresi dan kecemasan daripada teman-
temannya yang menggunakan nol sampai dua platform. Menandakan
bahwa setiap orang yang aktif dalam bermain medsos, akan lebih
cenderung mengalami stress.
• Masalah keluarga
Dalam study kasus, Australian Department of Health mengungkapkan,
hubungan keluarga yang negatif dapat menyebabkan stres,
berdampak pada kesehatan mental, dan menyebabkan gejala
gangguan fisik. Situasi keluarga yang tidak mendukung (adanya
masalah keluarga) dapat mengurangi kesehatan mental seseorang
dan atau menyebabkan penyakit mental kian memburuk.
• Trauma psikologis adalah kondisi yang terjadi sebagai akibat dari
peristiwa buruk yang menimpa diri seseorang. Saat mengalaminya,
tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang akan tersiksa dengan
emosi, ingatan, dan kecemasan yang mengingatkan kepada peristiwa
tersebut. Respons yang muncul dari masing-masing individu terhadap
kejadian traumatis bisa sangat berbeda-beda. Salah satu diantaranya
yang sering terjadi adalah stress dan cemas
12
2.4 Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan
Sebelum melaksanakan pelatihan ini, kelompok kami melakukan survey di
salah satu SD yang ada di Bangkalan pada hari Jumat 1 Desember 2023. Kami
melakukan survey analisis kebutuhan dengan cara Wawancara dan menyebar
kuesioner kebeberapa siswa-siswi kelas 6 di SDN Demangan 1 Bangkalan.
Kemudian kelompok kami mengurus surat perizinan untuk ditujukan kepada
tempat di mana kelompok kami melakukan pelatihan. Kelompok kami mengurus
surat perizinan pada tanggal 5 Desember 2023. Pada tanggal 8 Desember 2023
dilanjut melengkapi tanda tangan dosen pengampu mata kuliah, koordinator
program studi dan wakil dekan 1 pada sura perizinan.
Surat perizinan yang kami buat dibawa langsung ketika hari H acara pelatihan
dilaksanakan yaitu pada tanggal 9 Desember 2023, epatnya pada Hari Sabtu.
Kelompok kami menyerahkan surat perizinan terlebih dahulu kepada perwakilan
kepala sekolah SDN Demangan 1 Bangkalan yang diwakilkan oleh wali kelas 6
SD tersebut. Seelah surat perizinan selasai diserahkan, kelompok kami mulai
menyiapkan ruangan serta mengumpulkan siswa-siswa yang telah ditunjuk
sebagia peserta pelatihan.
Acara pelatihan di mulai tepat pukul 07.30 di mana seperti biasa kelompok
kami memperkenalkan diri kepada para peserta pelatihan. Kemudian dilanjut
dengan menyampaikan judul materi yang akan kelompok kami bawakan serta
menyampaikan maksud dan tujuan dari program pelatihan yang kelompok kami
adakan.
13
lembar berisi pertanyaan-pertanyaan seputar materi pelatihan yang bertujuan
untuk menguji seberapa paham para peserta pelatihan dengan materi yang
disampaikan dan untuk melatih para peserta pelatihan dalam menghadapi suatu
masalah dengan ilmu baru yang didapat dari acara pelatihan. Soal yang kelompok
kami sajikan berupa soal denagn jawaban uraian dan soal dalam bentuk studi
kasus. Proses pengerjaan soal dilakukan selama kurang lebih 20 menit. Setelah
rangkaian tersebut selesai, kelompok kami melakukan ice breaking untuk
mengistirahatkan pikiran peserta pelatihan sebelum nantinya diadakan evaluasi.
Ice breaking dilakukan hanya sekitar 10 menit dan dilanjutkan pada kegiatan
evaluasi.
Sebelum masuk pada tahap akhir dari rangkaian kegiatan pelatihan yaitu
evaluasi, sebelumnya kelompok kami telah melakukan evaluasi di awal sebelum
materi pelatihan disampaikan yaitu berupa pemberian pre-tes yang mana pre-tes
ini merupakan bagian dari evaluasi learning. Selanjutnya evaluasi reaksi, evaluasi
learning berupa post-tes, dan evaluasi perilaku, diberikan waktu masing-masing
selesai dalam waktu lebih kurang 15 menit. Terkecuali evaluasi pada level 4
(evaluasi result/hasil), kelompok kami tidak mengadakan evaluasi saat itu juga,
kelompok kami melakukan evaluasi tersebut seminggu setalah kegiatan pelatihan
terlaksana. Rangkaian kegiatan pelatihan telah terselesaikan satu-persatu dan
sebelum menutup kegiatan pelatihan kami foto bersama dengan para peserta
pelatihan dan setelahnya kami menutup kegiatan pelatihan tersebut.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa evaluasi level 4/ evaluasi result ini
dilakukan seminggu setelah kegiatan terlaksana yaitu pada tanggal 16 Desember
2023. Karena tujuan dari diadakannya evaluasi level 4 ini atau evalusi result untuk
mengetahui hasil yang ditujukkan dari diadakannya program pelatihan untuk
siswa-siswa kelas 6 di SDN Demangan 1 Bangkalan. Evalausi level 4 ini
dilakuakan oleh wali kelas 6 di SD tersebut karena beliau yang mendampingi
14
selama pelaksanaan pelatihan dan beliau yang bisa mengamati/memantau hasil
dari diadakannya kegiatan pelatihan.
15
III. Kegiatan Evaluasi Pelatihan
3.1 Metode yang Digunakan
Metode evaluasi yang digunakan dalam pelatihan ini adalah ‘Evaluasi 4 Level’
model Kirkpatrick. Metode ini merupakan model evaluasi pelatihan yang
dikembangkan pertama kali oleh Daniel L. Kirkpatrick pada tahun 1959. Model ini
mengidentifikasikan 4 (empat) Level yang berbeda untuk melakukan evaluasi
pelatihan. Berikut penjelasan terkait 4 level evaluasi tersebut:
• Level 1 – Reaksi
Mengukur tingkat kepuasaan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan.
Indikator-indikator yang dijadikan acuan untuk pengukuran ini adalah: materi,
fasilitas, konsumsi, dan instruktur saat pelatihan.
• Level 2 – Pembelajaran
Mengukur apakah peserta dapat memperhatikan dan memahami materi yang
diberikan oleh instruktur. Data evaluasi ini diperoleh dengan membandingkan
hasil dari tes awal sebelum pelatihan (pre-test) dengan hasil dari tes akhir
sesudah pelatihan (post-test).
• Level 3 – Perilaku
Mengetahui apakah pengetahuan, keahlian, dan sikap yang diajarkan saat
pelatihan benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan ke dalam perilaku kerja
peserta sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
kinerja/kompetensi di unit kerja masing-masing.
• Level 4 – Hasil
Mengetahui apakah terjadi peningkatan performansi atau kinerja organisasi
setelah pelatihan. Tujuan dari pengumpulan informasi pada Level ini adalah
untuk menguji dampak terhadap kelompok kerja atau organisasi secara
keseluruhan.
3.2 Alat Ukur yang Digunakan
Evaluasi pelatihan ini menggunakan alat ukur Pre-test dan Post-test. Pre-
test dan Post-test merupakan metode evaluasi yang sering digunakan saat akan
untuk mengetahui sejauh manakah materi yang akan diajarkan sudah dapat di
kuasai oleh siswa. Kelompok kami juga menggunakan alat ukur berupa kuesioner
sederhana atau lembar evaluasi emosi untuk mengetahui bagaimana perasaan
mereka setelah mengikuti pelatihan. Hal ini dilakukan dengan tujuan menilai
bagaimana anak-anak merespons pelatihan manajemen stres. Lalu kelompok
16
kami juga menggunakan tes sederhana berupa pertanyaan-pertanyaan singkat
tentang konsep manajemen stress yang ada pada lembar evaluasi. Hal ini
bertujuan untuk mengukur pemahaman anak-anak terhadap konsep manajemen
stres dan keterampilan yang mereka peroleh. Kemudian untuk menilai sejauh
mana anak-anak menerapkan teknik manajemen stres dalam kehidupan sehari-
hari mereka, kelompok kami menggunakan alat ukur berupa pengamatan oleh
guru atau orang tua terhadap perilaku anak dalam situasi stres. Serta wawancara
tidak terstruktur atau diskusi untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang
penerapan keterampilan. Selain itu kelompok kami juga melakukan survei atau
wawancara dengan guru untuk mendapatkan pandangan mereka tentang
perubahan perilaku dan kesejahteraan anak-anak. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk menilai dampak positif pelatihan manajemen stres pada
kesejahteraan anak dan kelas.
3.3 Hasil Kegiatan Evaluasi Pelatihan
Sangat baik x 5
Baik x 4
Rata-rata x 3
25/20 = 10 Kuesioner
24/20 = 4 Kuesioner
23/20 = 5 Kuesioner
20/20 = 1 Kuesioner
17
Jadi kesimpulanya terdapat 4 penilaian dari reaksi yang mana nilai tertinggi
terdapat 10 Kuesioner dan nilai ini bisa digunakan untuk penilaian individu
dengan realistis.
18
6 4 16
7 3 17
Tabel Post-test
No. Soal Jawaban Benar Jawaban Salah
1 20 -
2 2 18
3 20 -
4 20 -
5 20 -
6 20 -
7 20 -
Evaluasi pada Level ketiga ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada
Level kedua. Penilaian sikap pada evaluasi Level 2 difokuskan pada perubahan
sikap yang terjadi pada saat pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat internal,
sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke aktivitas yang dilakukan seperti biasanya. Yang dinilai dalam
tingkah laku ini adalah perubahan perilaku setelah kembali ke kehidupan sehari-
harinya setelah mengikuti pelatihan. Maka dari itu evaluasi Level ketiga ini dapat
disebut dengan evaluasi terhadap outcome dari kegiatan pelatihan.
19
Pada kegiatan evaluasi perilaku di Level 3 ini, dalam poin Pengenalan yang
tercantum pada Lembar Evaluasi Perilaku (Level 3) menunjukkan hasil bahwa
sebanyak 6 anak menunjukkan pilihan yang Sangat Baik dalam memahami
konsep stress sejak mengikuti pelatihan. Lalu Adapun sebanyak 9 anak
menunjukkan pilihan Baik dalam memahami konsep stress sejak mengikuti
pelatihan. Kemudian sebanyak 5 anak memilih kategori cukup dalam memahami
konsep stress sejak mengikuti pelatihan. Dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
dari 20 peserta pelatihan manajemen stress yang dilaksanakan pada anak sd
kelas 6 Demangan 1 Bangkalan telah memahami konsep stress sejak mengikuti
pelatihan dengan baik.
Kemudian pada poin Kesulitan atau Tantangan yang tercantum pada Lembar
Evaluasi Perilaku (Level 3) menunjukkan hasil bahwa sebanyak 20 anak, atau dari
jumlah keseluruhan peserta pelatihan manajemen stress menunjukkan pilihan Ya.
Hal ini secara tidak langsung menunjukkan pula bahwa peserta pelatihan
manajemen stress menghadapi kesulitan atau tantangan tertentu dalam
20
menerapkan manajemen stress. Cara mereka mengatasi kesulitan atau tantangan
yang mereka alami pun cukup beragam.
Evaluasi hasil dalam Level keempat ini difokuskan pada hasil akhir yang
terjadi karena peserta mengikuti suatu pelatihan. Dengan kata lain dalam evalusi
hasil (Level 4) ini adalah evaluasi terhadap impact program. Evaluasi Level 4
dalam Model Kirkpatrick berfokus pada hasil jangka panjang atau dampak yang
lebih luas dari pelatihan. Dalam konteks pelatihan manajemen stres untuk anak
kelas 6 SD, hasil evaluasi Level 4 akan mencoba mengukur bagaimana pelatihan
tersebut memengaruhi keberhasilan dan kesejahteraan anak-anak di lingkungan
sekolah dan mungkin juga di luar sekolah. Evaluasi Hasil pada Level keempaat ini
diisi oleh guru wali kelas 6 SD Demangan 1 Bangkalan. Berikut adalah beberapa
hal yang mungkin diukur dan hasil yang mungkin tercapai:
Selanjutnya pada poin Hubungan Antar Peserta Didik yang tercantum pada
Lembar Evaluasi Hasil (Level 4), wali kelas 6 SD Demangan 1 Bangkalan
menunjukkan atau melihat adanya perubahan dalam hubungan antar peserta didik
sejak pelatihan. Beliau menjelaskan bahwa telah melihat lebih banyak anak
membantu teman sekelas yang sedang stres atau memberikan dukungan saat ada
masalah.
21
menunjukkan atau melihat adanya dampak positif dalam penerapan keterampilan
manajemen stres oleh peserta didik memengaruhi kualitas pembelajaran. Hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa beliau melihat anak-anak lebih fokus dalam
belajar setelah menggunakan berbagai Teknik dalam manajemen stress yang
telah disampaikan pada saat pelatihan, khususnya pada pekan ujian sekolah
belakangan ini.
Selain itu, adapun saran atau ide perbaikan dari wali kelas 6 SD Demangan 1
Bangkalan terkait implementasi pelatihan ini di sekolah yakni berupa saran untuk
lebih bisa efektif lagi mengenai acara pelatihan yang kelompok kami laksanakan
agar anak-anak lebih tertarik dan fokus mendengarkan materi yang di sampaikan
saat pelatihan berlangsung. Lalu wali kelas 6 SD Demangan 1 Bangkalan juga
menjelaskan terkait efektivitas implementasi keterampilan manajemen stres di
sekolah dapat dipantau dan ditingkatkan. Yakni dengan cara adanya pemantauan
lebih lanjut oleh wali kelas, guru pengajar, serta guru bk dan adanya kerja sama
dengan wali murid untuk Bersama-sama meningkatkan keterampilan manajemen
stress di sekolah dengan anak-anak atau murid SDN Demangan 1 Bangkalan.
22
IV. Kesimpulan dan Saran
• Kesimpulan
Penting untuk melihat pelatihan manajemen stres sebagai langkah awal dan
menjaga kontinuitas pendekatan pembelajaran. Integrasi keterampilan
23
manajemen stres ke dalam kehidupan sehari-hari, dukungan yang berkelanjutan
dari guru dan orang tua, serta penyesuaian program sesuai kebutuhan adalah
kunci untuk menjaga efek positif dari pelatihan. Kolaborasi antara sekolah dan
rumah dalam mendukung peserta didik kelas 6 sangat diperlukan. Informasi yang
saling terbuka dan dukungan yang konsisten dari dua lingkungan ini memperkuat
efektivitas pelatihan manajemen stres.
• Saran
24
6. Dorong partisipasi aktif peserta didik dalam setiap sesi. Ajak mereka
untuk bertanya, berbicara, dan berbagi pemikiran mereka. Hal ini dapat
membantu membangun keterlibatan dan pemahaman yang lebih baik.
7. Kenali bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda.
Sesuaikan pendekatan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan individual
dan memberikan dukungan tambahan jika diperlukan.
8. Jika memungkinkan, undang orang tua untuk ikut serta atau
mendukung pelatihan. Memberikan informasi kepada orang tua tentang
apa yang diajarkan akan membantu mereka memberikan dukungan
tambahan di rumah.
9. Jika memungkinkan, pilihlah fasilitator atau instruktur yang memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan anak-anak dan menciptakan
suasana yang ramah anak. Keakraban dan kehangatan dapat
meningkatkan keterlibatan peserta didik.
10. Sesuaikan materi dengan konteks lokal, budaya, dan nilai-nilai yang
ada di lingkungan sekolah. Ini akan membantu peserta didik merasa
lebih terhubung dengan materi yang diajarkan.
11. Lakukan pemantauan dan evaluasi terus-menerus terhadap efektivitas
pelatihan. Gunakan umpan balik dari peserta didik, guru, dan orang tua
untuk menilai dampak positif dan membuat perbaikan jika diperlukan.
12. Sertakan rencana tindak lanjut setelah pelatihan selesai. Ini dapat
mencakup sumber daya tambahan, dukungan individual, atau sesi
lanjutan untuk memperkuat keterampilan yang telah dipelajari.
25
mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang cara mengelola
stres dalam konteks pendidikan mereka.
2. Jika memungkinkan, adakan kelas atau sesi diskusi reguler yang
difasilitasi oleh guru atau konselor, di mana peserta didik dapat berbagi
pengalaman mereka, mendiskusikan tantangan stres, dan memperoleh
dukungan dari teman sekelas dan guru.
3. Informasikan orang tua tentang pelatihan manajemen stres yang
diberikan kepada peserta didik. Sertakan orang tua dalam sesi-sesi
yang mendukung agar mereka dapat memahami strategi yang
diajarkan dan memberikan dukungan di rumah.
4. Libatkan konselor sekolah untuk memberikan dukungan individu
kepada peserta didik yang mungkin mengalami tingkat stres yang lebih
tinggi. Konseling dapat membantu mereka mengatasi stres secara
pribadi dan merancang strategi yang sesuai.
5. Lakukan pemantauan dan evaluasi terhadap perubahan perilaku dan
suasana kelas setelah pelatihan manajemen stres. Ini membantu
sekolah dalam menilai keberhasilan program dan membuat
penyesuaian yang diperlukan.
6. Atur peringatan stres berkala, terutama menjelang ujian atau tugas
besar, untuk membantu peserta didik tetap fokus dan memberikan
pengingat tentang teknik manajemen stres yang telah mereka pelajari.
26
2. Terapkan strategi manajemen stres yang dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari. Gunakan teknik pernapasan, olahraga ringan, atau
kegiatan hobi untuk membantu meredakan stres.
3. Bangun dukungan antar teman sekelas. Bagikan strategi manajemen
stres dan berkomunikasi secara terbuka ketika ada tantangan.
Menciptakan lingkungan yang mendukung dapat membantu semua
orang.
4. Atur jadwal waktu istirahat yang cukup di antara tugas dan aktivitas
sekolah. Pilih waktu untuk bersantai dan meremajakan diri agar tidak
terlalu lelah dan stres.
5. Berbicaralah dengan orang tua atau wali tentang pengalaman dengan
manajemen stres. Mereka mungkin dapat memberikan dukungan
tambahan dan memahami lebih baik dan bisa membantu
6. Pertahankan gaya hidup sehat dengan tetap aktif dan menjaga pola
makan yang seimbang. Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi
tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan.
7. Jika merasa kesulitan mengelola stres, jangan ragu untuk berbicara
dengan guru atau konselor. Mereka dapat memberikan saran
tambahan dan membantu untuk menemukan solusi.
8. Kenali batasan diri dan jangan ragu untuk meminta bantuan jika
diperlukan. Bekerja sama dengan teman sekelas, guru, atau orang tua
dapat membantu mengurangi beban stres.
9. Jaga keseimbangan antara tugas sekolah, kegiatan ekstrakurikuler,
dan waktu luang. Keseimbangan ini penting untuk kesejahteraan
secara keseluruhan. Berikan diri sendiri waktu untuk bersantai dan
melakukan aktivitas yang dinikmati. Merenung, membaca buku, atau
mendengarkan musik dapat menjadi cara yang baik untuk melepaskan
stres.
10. Ingatlah bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi stres. Banyak
teman sekelas dan teman sebaya mungkin mengalami hal yang sama.
Mendukung satu sama lain dapat membuat suatu hal lebih mudah.
Kemudian berikut ini adalah beberapa saran untuk orang tua peserta didik
kelas 6 SD terkait dengan pelatihan manajemen stres anak:
27
1. Usahakan terlibat dalam pembelajaran manajemen stres anak.
Diskusikan dengan anak tentang apa yang mereka pelajari dan
bagaimana Anda dapat mendukung penerapan keterampilan tersebut
di rumah.
2. Ciptakan lingkungan rumah yang mendukung pengembangan
keterampilan manajemen stres. Buat suasana yang positif, nyaman,
dan terbuka untuk berbicara.
3. Bantu anak mengelola waktu mereka dengan seimbang antara tugas
sekolah, bermain, dan istirahat. Bantu mereka memahami pentingnya
memiliki waktu untuk kegiatan yang menyenangkan dan bersantai.
4. Amati tanda-tanda stres pada anak. Jika melihat perubahan perilaku
atau kesehatan yang mencurigakan, berbicaralah dengan anak untuk
memahami lebih lanjut dan memberikan dukungan.
5. Buka saluran komunikasi dengan anak. Ajukan pertanyaan tentang hari
mereka, tantangan yang dihadapi, dan bagaimana mereka merasa. Hal
ini dapat membantu mereka merasa didengar dan dimengerti.
6. Sediakan waktu khusus untuk berbicara dengan anak Anda setiap hari.
Ini dapat menjadi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
membagikan pengalaman, atau membahas isu-isu yang mungkin
memengaruhi stres mereka.
7. Pastikan anak mendapatkan tidur yang cukup, makan makanan bergizi,
dan menjaga kesehatan secara umum. Kesehatan yang baik dapat
membantu mereka mengatasi stres dengan lebih baik.
8. Ajak anak untuk berkegiatan di luar ruangan. Alam terbuka dan udara
segar dapat memiliki dampak positif pada kesejahteraan emosional
mereka.
9. Tentukan aturan layar yang sehat untuk penggunaan gadget. Waktu
yang terlalu lama di depan layar dapat menjadi faktor peningkat stres.
10. Hindari menjadi terlalu pemaksa terhadap prestasi akademis. Berikan
dukungan, namun juga hargai upaya dan perkembangan anak, tidak
hanya hasil nilai.
28
Dengan memberikan dukungan yang kokoh dan terlibat dalam proses
pembelajaran manajemen stres anak, orang tua dapat membantu menciptakan
lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan anak mereka.
29
V. Daftar Pustaka
Kavita Gupta, updated by expanded by Cathrine M, Sleezer and Darlene
F.Russ- Eft. A Practical Guide to Needs Asessment.
Noe, R. A. (2020). Employee Training and Development. New York.
McGraw-Hill Education
Jean Barbazette. (2006). Training Needs Asessment.
Kirkpatrick, Donald. 2008. Evaluation Training Programs : The Four Level.
Third Edition. San Fransisco : Berrett-Koehler Publisher, Inc Naugle.
Selye, Hans. (2015). Stress in Health and Disease-Elsiver Science.
30
Lampiran
31