Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH BAHAN KULIAH

- Judul Bahan Kajian : Fungsi Kontrol Pada Proses Pengembangan


Kebijakan
- Mata kuliah : Manajemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
(M-AKK)
- Program Studi : Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
STIK Husada (PSMKM)
- Beban Studi : 2 (dua) SKS
- Waktu : TM = (2x 50 menit), BM (2x170 menit), TT (2x170
menit)
- Dosen pengampu : Achmad Ridwan, MO, dr, M.Sc
- Mhs penyusun : Retza Prawira Putra
bahan

- Kemampuan akhir yang diharapkan (Sub CMPK) : Fungsi Kontrol Pada Proses
Pengembangan Kebijakan
- Materi pembelajaran: Fungsi Kontrol Pada Proses Pengembangan Kebijakan
Materi bahan kajian ini meliputi:
 Monitoring
 Evaluasi Kebijakan
 Pendekatan Evaluasi Kebijakan
 Kerangka Berpikir
 Aplikasi Evaluasi Kebijakan

Uraian Materi
1. Monitoring
Monitoring atau pengawasan harus dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk mengawasi
impelementasi kebijakan agar berlansung dengan baik, dapat menjawab permasalahan yang
menjadi dasar terbentuknya kebijakan atau untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
Tujuan Monitoring:
• Mengawasi/memantau agar kebijakan yang tengah dijalankan sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan atau menjawab permasalahan yang menjadi latar belakang kebijakan
tersebut.
• Mendeteksi sedini mugnkin kekurangan dan kesalahan, baik pada unsur input, maupun
proses, pada kebijakan yang tengah dijalankan.
• Mengubah system atau menambahkan sumber daya yang diperlukan agar kebijakan yang
tengah dijalankan dapat berjalan lbh baik
• Hasil monirtoring dapat menjadi masukan atau input bagi kebijakan lain yang akan
dibuat atau akan diimplementasikan

Jenis atau ruang lingkup monitoring:


1. Pemenuhan/penyesuaian
2. Audit
3. Akuntansi
4. Penjelasan
Monitoring Policy Impact (MPI)
MPI oleh Manfred Metz (2005), seorang konsultan dlm pengawasan kebijakan dijelaskan
sebagai instrument dalam manajemen kebijakan yang berfungsi untuk:
1. Menelusuri dan menganalisis pengaruh kebijakan
2. Meningkatkan efektifitas kebiajakan dalam mencapaia tujuannya
3. Mengidentifikasi keragaman realitas yang terjadi selama kebijakan diterapkan
4. Mengetahui apakah kebijakan telah berjalan sesuai dengan jalurnya atau tahap yang
direncanakan
5. Mengidentifikasi factor kritis dalam proses formulasi dan implementasi yang
berpengaruh pada efektifitas kebijakan dalam mencapai tujuan
6. Mengidentifikasi faktor eksternal (atau factor dan kebijakan relevan lainnya) yang
menentukan dampak kebijakan (Impact)
7. Mengidentifikasi efek samping kebijakan dan lingkungan eksternal yang bersifat krusial
dan tidak diharapkan
8. Dengan cepat menyampaikan umpan balik hasil MPI kepada pembuat kebijakan,

2. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi berfungsi untuk memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai.
Pertanyaan mendasar yang hendak dijawab dari suatu evaluasi kebijakan adalah: apakah
akibat-akibat dari suatu kebijakan, apakah akibat akibat itu memang diharapkan, bagaimana
hasilnya, bagaimana lokasi dan kondisi dilapangan, dan bagaimana dukungan per undang-
undangan.
Evaluasi kebijakan pada dasarnya harus dapat memperjelas seberapa jauh kebijakan dan
implementasinya dapat mencapai tujuan. Yang menyulitkan umumnya tujuan sering dibuat
“secara luas dan umum” yang sulit diukur keberhasalannya.
Proses Pembuatan/pengembangan kebijakan (Texas Politica, 2009)

1. Agenda
Setting

2.Policy 5. Policy
Formulation Evaluation

3. Policy 4.Policy
Adoption Implementation

Proses evaluasi 10 langkah utama


1. Merencanakan evaluasi
2. Menyusun ruanglingkup dan kegunaan evaluasi
3. Menyusun alasan, maksud dan tujuan program / kebijakan
4. Memilih ukuran dan indicator
5. Menyusun contoh kasus sbg perbandingan tentang yang akan terjadi seandainya program
blm dilaksanakan (Ada grup control sbg pembanding)
6. Mendefinasiukan asumsi
7. Identifikasi efek sampuing dan efek distribusi
8. Analisis akan sangat bergantung pada pilihgan evaluasi proses atau hasil.
9. Hasil evaluasi
10. Presentasi dan diseminasi hasil.
3. Pendekatan Evaluasi Kebijakan
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu program/kebiajakan dapat digunakan sejumlah
pendekatan yang berbeda yang tentu nya akan mempengaruhi indikator yang digunakan,
antara lain:
1. Pendekatan berdasarkan system Nilai yang diacu ( ada tiga: evaluasi semu, evaluasi teori
keptusan dan evaluasi formal)
2. Pendekatan berdasarkan Dasar Evaluas (Desain riset)
3. Pendekatan berdasarkan Kriteria Evaluasi (efekifitas, efisiensi, adequacy, equity,
responsiveness)

TIPE KRITERIA PERTANYAAN

1.Efektifitas Apakah hasil yang dinginkan telah tercapai?

2Efisiensi Seberapa banyak usaha yang dibutuhkan untuk mencapai hail yang
diinginkan?

Kecukupan/keteapatan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan utk memecahkan masalah?
dalam menjawab
masalah

Ekuitas/pemerataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan secara merata kepada kelompok
kelompok yang berbeda?

Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan preferensi atau nilai kelompok
tertentu?

Ketepatgunaan Apakah hasil (tujuan) yang dinginkan benar benar berguna/bernilai?


(appropriatness)

4. Pendekatan Berpikir 6W2H1E Evaluasi Kebijakan


Kebijakan berusaha mencapai tujuan dan maksudnya dengan mengivestasikan SDM dan
anggaran. Untuk tujuan ini, evaluasi kebijakan membutuhkan sudut pandang system
‘6W2H1E”
a. Siapakah yang menjadi subjek kebijakan (Who)?
b. Kepada siapa target kebijakan diajukan?(Whom)
c. Apakah target kebijakan (What)?
d. Mengaopa kebijakan dibutuhkan (Why)?
e. Dimana dan kapan kebijakan tersebut dijalankan (Whre/When)?
f. Bagaimana kebijakan tersebut dikerjakan (How)?
g. Berapa banyak sumber daya finansial yang diinvestsasikan (How Much)?
h. Bagaimana hasil evaluasinya (Evaluation).

5. Aplikasi Evaluasi Kebijakan


Latar belakang Kebijakan
Sedangkan sesuai dengan karakterisitik kesehatan, pelayanan kes di RS harus diberikan
dalam waktu dan respons yang cepat dan tepat. Sementara sempat terjadi situasi dimana tidak
ada kebijakan yang dianggap tepat untuk memberikan ruang otonomi pengeloaan keuangan
sebagai syarat penting untuk pengeloaan RS pemerintah dalam upaya peningkatan mutu
layanan.
Penerapan UU 32/2004 tentang otonomi Daerah dan juga kebijakan Depkes tentang
Reformasi Perumahsakitan turut melatar belakangi semangat lahirnya Perda 13,14 dan 15
tahun 2004, Pemprov DKI Jakarta merasa mempunyai landasan untuk menetapkan kebijakan
PT RS sebagai jawaban dari kebutuhan dan permaslahan yang ada,
Perubahan status RS Pemerintah DKI Jakarta menjadi PT merupakan sebuah kasus
privatisasi yang menyita perhatian banyak pihak, Selama ini privatsiasi memang dilakukan
oleh negara terhadap BUMN baik yang bergerak dalam pengolahan barang maupun
pelayanan jasa. Namun bidang kesehatan adalah barang public (public goods) yang
merupakan bagian dari yan public yang vital karena menyangkut hajat hidup orang banyak
dan secara langsung berhadapan dengan rakyat sehibgga dilindungi oleh negara melalui
UUD 1945, Provinsi DKI Jakarta telah melakukan privatisasi pada yankes khususnya pada
tiga RS pemerintah di RS Haji RS Pasar Rebo dan RS Cengkareng.
Namun pelaksanaan privatisasi RS pemerintah tidak atau belum menyampaikan pada
tujuan-tujuan privarasisi menurut prinsip WHO yakni terpenuhinya ketiga aspek ekuitas,
efisiensi dan kualitas. Ketiga prinsip tersebut juga dapat menjadi dasar untuk menjawab
pertanyaan apakah terjadi komersialisasi dan penelatantaran masyarakat miskin selain aspek
peningkatan kualiatas layananm karena terajadinya efisiensi berlebih atau over efficiency
misalnya dapat menjadi indikasi bahwa telah terjadi komersialiasi.
Terdapat ancaman tidak terlaksananya aspek ekuitas, belum sepnuhnya menunjukkan
hasil pada aspek efisiensi, namun telah terjadi meningkatkan kualitas layanan yang diberikan
RS semasa menjadi PT. Peningkatan kualitas yang RS PT menguatkan asumsi bahwa
dibutuhkan otonomi pengeloaan RS untuk mengatasi persoalan buruknya mutu layanan RS
bahwa seharusnya RS diberikan ruang otonomi pengeloaan RS sendiri seperti batas tertentu
tanpa diganggu oleh rumit dan kakunya birokrasi serta intervensi elite pemerintah.
Khusus untuk bidang kesehatan yang amat strategis karena merupakan hak asasi
manuasia dan menyangkut hajat hidup orang banyak, maka negara tidak dapat menjalankan
perannya secara minimal, negara harus berperan aktif untuk melindungi rakyatnya
mendapatkan hak hak untuk hidup sehat. Oleh karena itu kebijakan dan politik kesehatan
harus diarahkan untuk memastikan bahwa negara tidak akan menjadi sekedar arena
kepentingan dan konflik social politik, pengaturan peran negara sebagai regulator dan
pembuat kebijakan ekonomis semestinya dilakukan secara adil dan berimbang merespons
internalitas dan eksternalitas lingkungan.
Untuk tetap menjamin bahwa kepentingan kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama
dibandingkan pertimbangan keuntungan semata, termasuk didalamnya adalah pengaturan
peran keterlibatan swasta dan elite lainnya. Tidak kalah pentingnya adalah peran negara
untuk menetapkan prinsip-prinsip dan kesiapan yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan
privatisasi pelayanan kesehatan dilengkapi dengan regulasi dan penegakkan kontrol untuk
menjamin bahwa pelaksanan privatiasi tidak akan menelantarkan rakyat dan tetap sesuai
dengan amanat konstistusi, (Ayuningtias 2010).

Anda mungkin juga menyukai