Anda di halaman 1dari 64

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK

KOMBINASI DAUN,KULIT DAN BUAH JERUK


KUNCI(Citrus Microcarpa Bunge)TERHADAP
PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococus Aureus

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Kesehatan

OLEH:
NI WAYAN SANDY PRAMITHA
PO.71.39.1.21.061

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Proposal Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Skrining Fitokimia Dan Uji Antibakteri Ekstrak Kombinasi Daun,Kulit,
Dan Buah Jeruk Kunci (Citrus Microcarpa Bunge) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococus aureus tepat pada waktunya.Proposal ini disusun untuk memenuhi syarat
mencapai gelar ahli madya Farmasi pada Program Studi Farmasi Poltekes Kemenkes Palembang.
Penulisan Proposal ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu dan
mendukung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Dewi Marlina, S.F., Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing
yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan mendukung
penulis dalam menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes selaku pembimbing
pendamping yang memberi masukan dan saran dalam penulisan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Ibu Mindawarnis, S.Si., Apt., M.Kes selaku Ketua Jurusan
Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang.
4. Bapak dan Ibu dosen serta staf Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan
Farmasi.
5. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, dan
motivasi dalam menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.
6. Teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
yang selalu memberi dukungan dan motivasi sehingga mendorong penulis untuk
pantang menyerah dan selalu semangat dalam keadaan apapun.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan.Oleh karena itu, penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun, demi tercapainya kesempurnaan pada
proposal ini. Akhir kata, penulis berharap penelitian ini semoga bermanfaat bagi kalangan
akademis, masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Palembang,
Penulis

Ni Wayan Sandy Pramitha


HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK


KOMBINASI DAUN,KULIT DAN BUAH JERUK KUNCI(Citrus
Microcarpa Bunge)TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Staphylococus Aureus
NI WAYAN SANDY PRAMITHA
PO.71.39.1.21.061

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dewi Marlina, S.F., Apt., M.Kes Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes
NIP.19750525 2008 01 2008 NIP.19630214 199402 1 001

Mengetahui :
Ketua Jurusan Farmasi

Mindawarnis, S.Si., Apt., M.Kes


NIP.19720606 200112 2 002

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2024
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ……………….……………………………………..


KATA PENGANTAR ………………………..………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………..………………………………………..
DAFTAR TABEL ………………………..……….…………………………………..
DAFTAR GAMBAR ……………….…………..…………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN …………………………..…………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………
A. Latar Belakang ……..………………………….…………………….... 1
B. Rumusan Masalah ….……………………..….………………………..

C. Tujuan Penelitian …..……………………….…………………….……


1. Tujuan Umum ………………………………………………….……
2. Tujuan Khusus ……………………………………………….………
D. Manfaat Peneltian …..………………………………….……….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………
A. Jeruk Kunci ( Citrus microcarpa bunge) …….……………….......…..
1. Morfologi ………………………………..………………………….
2. Nama Daerah …………………………….………………...……….
3. Kandungan Kimia ……………………….………………………….
4. Manfaat ………………………………….………………………….
B. Skrining Fitokimia ………………………….………………………….
1. Flavonoid ………………………………..………………………….
2. Fenol …………………………………….………………………….
3. Alkaloid …………………………………………………………….
4. Saponin ………………………………….………………………….
5. Terpenoid ………………………………..………………………….
6. Steroid ……………………………………………………………….
7. Tanin ……………………………………..………………………….
C. Simplisia …………….……………………………….……….…..…….
D. Ekstraksi …………….….………………………………….…….….….
1. Definisi Ekstraksi ..………………………………………………….
2. Macam – macam ekstraksi .…………………………………………
3. Tujuan Ekstraksi ..…………………………………………………..
4. Macam-macam metode ekstraksi ….………………………………..
5. Prinsip Maserasi ………………….…………………………………
E. Bakteri Staphylococus Aureus …………………………….……..……
1. Bakteri Staphylococus Aureus ……………………………………..
2. Taksonomi Staphylococus Aureus …………………………………
3. Morfologi Staphylococus Aureus ………………………………….
4. Patogenitas Staphylococus Aureus ………………………………...
5. Struktur Antigen Staphylococus Aureus …………………………..
6. Uji Kualitas Pada Media …………………………………………...
7. Identifikasi Staphylococus Aureus …………………………………
F. Kerangka Teori …………………………………………….….….……
G. Hipotesis ……..…………………..…………………………..……..….

BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………………….


A. Jenis Penelitian …………………………………………………….…
B. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………..….
C. Populasi …………………………………………………………….…
D. Pengumpulan Data ……………………………………………….…...
1. Data Primer ……………………………………………………….
2. Data Sekunder …………………………………………………….
E. Alat …………………………………………………………………..
F. Bahan ……………………………………………………………..…..
G. Prosedur Penelitian ……………………………………………………
1. Persiapan Sampel ………………………………………………….
2. Ektraksi Tanaman Jeruk Kunci …………………………………….
3. Sterilisasi Alat ………………………………………………………
4. Skrining Fitokimia Tanaman Jeruk Kunci …………………………
5. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) ……………………………
6. Pembuatan Kontrol Positif ………………………………………..
7. Pembuatan Kontrol Negatif ……………………………………….
8. Pembuatan Larutan Uji …………………………………………….
9. Pengujian Aktivitas Antibakteri Tanaman Jeruk Kunci …………..
H. Variabel ……………………………………………………………….
1. Variabel Independent ………………………………………………
2. Variabel Dependent ………………………………………………..
I. Definisi Operasional ………………………………………………….
1. Ekstrak Kombinasi Jeruk Kunci Dengan Metode Maserasi …….…
2. Konsentrasi Kombinasi Tanaman Jeruk Kunci
3. Mengukur Daya Hambat Ekstrak Kombinasi Jeruk Kunci ………..
J. Kerangka Operasional …………………………………………………
K. Analisa Data ……………………………………………………………
L. Dumy Tabel …………………………………………………………….
M. Rencana Kegiatan ………………………………………………………..
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Zona Hambat Bakteri …………………………………………………………


Tabel 3.1 Definisi Operasional ………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur Dasar Flavonoid ……………………………………………………………


2.2 Struktur Fenol ……………………………………………………………………….
2.3 Struktur Dasar Alkaloid ……………………………………………………………..
2.4 Struktur Dasar Saponin ……………………………………………………………...
2.5 Struktur Dasar Terpenoid ……………………………………………………………
2.6 Struktur Dasar Steroid ………………………………………………………………
2.7 Struktur Dasar Tanin ………………………………………………………………..
2.8 Tanaman Jeruk Kunci ( Citrus microcarpa bunge) …………………………………
2.9 Mikroskopis Bakteri Staphylococus Aureus ………………………………………...
LAMPIRAN
Lampiran 1: Perhitungan Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Kunci (Citrus
Microcarpa Bunge)
Lampiran 2: Perhitungan Perkiraan Simplisia Yang Akan Digunakan
Lampiran 3:Perhitungan Pengenceran Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Kunci (Citrus Microcarpa
Bunge)
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakteri Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri yang dapat menyebabkan

infeksi pada kulit (Muntiaha dkk, 2014). Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram

positif yang dapat menyebabkan luka di permukaan kulit seperti melepuh dan

peradangan. Staphylococcus aureus termasuk flora normal yang terdapat pada kulit dan

selaput lendir manusia, namun ada juga yang bersifat patogen pada tubuh manusia

(Brooks et al., 2013). Staphylococcus aureus berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm

yang tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, tidak membentuk

spora, dan tidak bergerak, biasanya hidup dalam saluran pernapasan dan kulit.

Staphylococcus aureus menginfeksi manusia melalui invasi jaringan dan pengaruh toksin

yang dihasilkannya.

Infeksi dengan Staphylococcus aureus dapat diobati dengan antibiotika. Namun

untuk mengetahui antibiotika yang sesuai harus dilakukan kultur bakteri dan uji kepekaan

antibiotika karena saat ini sudah banyak yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotika

(Soedarto, 2015). Resistensi antibiotik menyebabkan kebalnya kuman atau

mikroorganisme dalam tubuh, sehingga infeksi sulit untuk disembuhkan bahkan dapat

menyebabkan kematian (Humaida, 2014). Angka kematian yang disebabkan oleh

resistensi antibiotik pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 700.000, sehingga

diperkirakan pada tahun 2050 angka kematian mencapai 10 juta jiwa dimana jumlah
angka kematian oleh resistensi antibiotik lebih besar dari pada angka kematian yang

disebabkan oleh kanker. Hal ini disebabkan cepatnya perkembangan dan penyebaran

infeksi bakteri (Depkes RI, 2016).

Pengembangan obat antibakteri baru sebagai alernatif pengobatan berpotensi

tinggi sebagai obat melalui pengetahuan empiris yang diyakini masyarakat didaerah

tertentu (Ningsih, 2015). Masyarakat lebih menyukai obat yang berasal dari tumbuhan

atau yang disebut dengan obat herbal. Hal ini dikarenakan adanya beberapa alasan yaitu

khasiat dan tidak adanya efek samping (Ismarani, 2013). Secara umum zat flavonoid,

alkaloid, dan tanin digunakan sebagai antibakteri Staphylococus aureus yang bekerja

dengan cara merusak dinding sel bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan

bisa menyebabkan kematian pada bakteri. (Harlita et al., 2018; Rostikawati, 2020). Untuk

mengetahui kandungan metabolit sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan

skrining fitokimia yang digunakan untuk mempelajari komponen senyawa aktif yang

terdapat pada sampel (Endarini, 2016).

Salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antibakteri

yaitu jeruk kunci ( Citrus x microcarpa Bunge). Jeruk kunci memiliki banyak manfaat

diantaranya kaya akan mineral dan vitamin C (Said, 2010).Tanaman jeruk kunci (Citrus

Microcarpa Bunge) mempunyai bagian-bagian seperti buah, daun, dan kulit. Jeruk kunci

(Citrus Microcarpa Bunge) merupakan tanaman yang termasuk dalam keluarga Rutaceae

yang telah dikembangkan kemudian populer diseluruh Asia Tenggara, terutama Filipina.

Jeruk kunci banyak di temui daerah sumatra, banyak juga ditemukan di daerah

Kepulauan Bangka Belitung hampir setiap rumah memiliki pohon jeruk kunci (Roby

Darisand, 2014). Buah ini dapat tumbuh pada daerah yang memiliki iklim tropis dan
subtropis. Buahnya dimanfaatkan secara luas oleh Masyarakat untuk bumbu masakan dan

minuman.

Tanaman jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) mengandung senyawa kimia

antara lain flavonoid, poli fenol, alkaloid (Wulandari et al 2013), tanin terpenoid,steroid,

saponin (Roanisca et al 2021). Pada kulit buah dan daging buah tanaman jeruk kunci

(bunge Citrus x Microcarpa) Senyawa aktif yang terkandung adalah senyawa flavonoid

(Tripoli,2007). Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi struktur sel,

meningkatkan efektifitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai

antibiotik. Pada daun jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) terdapat kandungan

minyak atsiri. Manfaat minyak atsiri pada aktivitas antibakteri adalah dengan cara

menembus dinding sel bakteri gram positif yang lebih tipis (yulliasari,2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Roanisca dan R G Mahardika, tahun 2020 dengan

judul “Ekstrak buah bunge Citrus x Microcarpa sebagai antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus”.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Jeruk x microcarpa

mengandung senyawa tanin hasil dari pengujian dengan FeCL3 dengan perubahan warna

hitam kehijauan. Uji antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram,

menunjukkan aktivitas antibakteri. Konsentrasi terendah 20% yaitu 12,36 mm,

konsentrasi ekstrak 40% mempunyai daya hambat sebesar 17,37 mm konsentrasi ekstrak

60% membentuk zona bening sebesar 19,61 mm, dan pada konsentrasi ekstrak 80% dan

100% membentuk zona bening masing-masing sebesar 22,90 mm dan 26,63 mm.

Pertumbuhan Staphylococus aureus menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi

ekstrak limbah buah jeruk kunci. Konsentrasi 20%, 40% dan 60% mempunyai daya
hambat antibakteri yang relatif kuat. sedangkan untuk konsentrasi 80% dan 100%

kemampuan menghambatnya sangat kuat.

B. Rumusan Masalah

Tanaman jeruk kunci sangat mudah dijumpai di Palembang. Pada penelitian

terdahulu telah membuktikan bahwa jeruk kunci ( Citrus microcarpa bunge) memiliki

kandungan flavonoid yang tinggi sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococus Aureus. Akan tetapi, bagian dari tanaman jeruk kunci ( Citrus microcarpa

bunge) seperti daun dan kulit hanya sebagai limbah rumah tangga yang tidak terpakai,

Padahal senyawa yang terkandung didalamnya merupakan salah satu bahan alami yang

dapat dikembangkan sebagai antibakteri. Hal inilah mendorong penulis untuk

membuktikan “Apakah ekstrak kombinasi dari daun, kulit, dan buah jeruk kunci (Citrus

microcarpa x Bunge) mengandung senyawa fitokimia yang memiliki potensi sebagai

aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci

(Citrus Microcarpa Bunge) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci

(Citrus Microcarpa Bunge) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus

b. Untuk mengidentifikasi pada konsentrasi berapakah ekstrak kombinasi daun,

kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

c. Untuk mengidentifikasi Senyawa apa saja yang terkandung didalam ekstrak

kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yang

mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan yang terdapat

didalam buah jeruk kunci

2. Sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan manfaat buah

jeruk kunci sebagai alternatif pengobatan antibakteri

3. Mengoptimalkan pemanfatan sumber daya alam untuk mendukung potensi daerah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jeruk Kunci (Citrus microcarpa Bunge)

Gambar 2.8 Buah, kulit, dan daun jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge)
Sumber : Cybext Kementerian Pertanian (2023)

1. Morfologi

Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jeruk kunci (Citrus microcarpa

Bunge) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Pilum : Tracheophyta
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : X microcarpa Bunge
Jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Negara Cina

dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh (David, 2007). Jeruk

memiliki berbagai macam jenis. Tanaman jeruk umumnya tumbuh ditempat yang

memperoleh sinar matahari langsung, teknik okulasi dan pencangkokan salah satu

cara untuk memperbanyak tanaman jeruk. Salah satu jenis jeruk yang banyak

dijumpai diindonesia adalah Jeruk kunci, biasa digunakan sebagai bumbu

masakan dan minuman.

Jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) ini sendiri memiliki bakal buah

berbentuk bola, pada pangkal dan ujung datar, berwarna hijau kuning, buah

berbentuk kecil bertangkai pendek, berwarna kuning saat matang, hampir

berbentuk seperti bola, diameternya 3-5 cm dengan kulit buah yang tipis, dan

menghasilkan buah per tahun antara 2000 – 2.150 buah (Ratulangi and Ratulangi

2016). Buah jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) memiliki kulit dengan

permukaan halus dan berpori minyak, berwarna kuning, atau berwarna hijau

kekuning-kuningan. Besar jeruk kalamansi berdiameter antara 3–4 cm.

Pohon jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) mampu tumbuh dengan

ketinggian kira-kira 2–7 m, tumbuh tegak ramping, silindris, cabang yang padat,

batang berduri, daun dan batang mengembang menyamping, memiliki akar

tunggang. Daun jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) sangat aromatik,

berbentuk oval, berwarna hijau gelap, permukaan atas mengilap, permukaan

bawah berwarna hijau kekuningan, dan berukuran 4–7 cm. Pada bagian dekat

tangkai, daunnya bertepi halus, semakin tinggi semakin bergerigi. Bunga jeruk
kunci (Citrus microcarpa Bunge) terdiri dari bunga majemuk, memiliki putik dan

benang sari dalam satu bunga pada satu pohon, sehingga satu pohon jeruk kunci

mampu melakukan pembuahan tanpa adanya pohon lain (Yuniarti, 2008). Kulit

buah jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) memiliki kulit yang tebal dan

beraroma wangi Kulit buah jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) adalah salah

satu tanaman yang dapat digunakan ekstraknya untuk proses biosintesis

nanopartikel perak dengan metode hijau (green chemistry) yang bersifat

antibakteri sehingga sangat membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang

ditimbulkan oleh bakteri infeksi saluran kemih. Akar buah jeruk kunci (Citrus

microcarpa Bunge) memiliki akar tunggang dimana akar lembaga tumbuh terus

menjadi akar pokok yang bercabang – cabang menjadi akar-akar yang kecil.

Akarnya memiliki cabang dan serabut akar. Ujung akar tanaman jeruk terdiri dari

sel-sel muda yang senantiasa membelah dan merupakan titik tumbuh akar jeruk.

Ujung akar terlindung oleh tudung akar yang bagian luarnya berlendir sehingga

ujung akar mudah menembus tanah (Liana 2017).

2. Nama daerah

Ada banyak nama daerah tanaman jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge),

diantaranya adalah jeruk kalamansi (Bengkulu), jeruk cina atau limau calong

(Bangka Belitung), dan jeruk kunci (Palembang).

3. Kandungan Kimia

Tanaman jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) mengandung senyawa

kimia antara lain flavonoid, poli fenol, alkaloid (Wulandari et al 2013), tanin
terpenoid,steroid, saponin (Roanisca et al 2021). Pada kulit buah dan daging buah

tanaman jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) Senyawa aktif yang terkandung

adalah senyawa flavonoid (Tripoli,2007). Manfaat flavonoid antara lain untuk

melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, antiinflamasi,

mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik. Pada daun jeruk kunci (bunge

Citrus x Microcarpa) terdapat kandungan minyak atsiri. Manfaat minyak atsiri

pada aktivitas antibakteri adalah dengan cara menembus dinding sel bakteri gram

positif yang lebih tipis (yulliasri,2000).

4. Manfaat

Jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) biasa ditambahkan ke dalam

sambal kecap atau sambal terasi atau dibuat minuman segar dengan

menambahkan air dan gula. Aromanya yang menyegarkan dengan rasa asam

kecut mampu menghilangkan bau amis makanan laut dan menambah lezat

hidangan. Buah ini sering dijadikan asam untuk cuka. Selain itu biasa

ditambahkan kedalam model atau tekwan untuk menambahkan rasa asam pada

makanan. Aromanya sangat segar dan bisa dikonsumsi langsung karena rasanya

pun sangat nikmat meski tentunya sangat kecut (Sakinah, 2023).

Jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) dapat digunakan dalam berbagai

macam penyakit seperti dijadikan sebagai campuran obat batuk, influenza, radang

tenggorokan, demam, sakit kepala dan lelah, obat pilek, dan obat masuk angin

dengan cara direbus bersama dengan kayu putih dan dioleskan ke punggung dan

dada. Jika digunakan sebagai obat batuk, ambil Jeruk kunci, kecap dan garam,
kemudian minum setiap pagi dan sore hari secara teratur. Dengan begitu batuk

pun akan reda (Sakinah, 2023).

B. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah penelitian yang dikerjakan untuk mengetahui senyawa

metabolit yang dihasilkan oleh tumbuhan yang terdapat pada daun, kulit dan buah jeruk

kunci ( Citrus Microcarpa Bunge). Senyawa metabolitt adalah senyawa yang dihasilkan

oleh tumbuhan yang berguna untuk kelangsungan hidup. Senyawa yang terdapat pada

metabolit sekunder yaitu flavonoid, fenolik, alkaloid, steroid, terpenoid dan saponin.

Skrining fitokimia digunakan untuk menguji ada atau tidaknya senyawa metabolit yang

dihasilkan oleh tumbuhan tersebut (Rasyd, 2012).

Senyawa organik yang terdapat di dalam tumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu,

senyawa metabolit sekunder dan senyawa metabolit primer. Senyawa metabolit primer

merupakan senyawa utama yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang, seperti

karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan senyawa metabolit sekunder disebut juga

sebagai senyawa non nutrisi karena dihasilkan tumbuhan untuk melindungi tumbuhan

dari gangguan bakteri, serangga dan lain sebagainya (Rasyd, 2012).

Metode yang bisa dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa bioaktif yaitu

skrining fitokimia. Identifikasi senyawa metabolit sekunder adalah Langkah pertama

dalam penelitian ini, untuk mencari senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang bisa

menjadi bahan baku obat tertentu. Penelitian ini yaitu uji fitokimia, dimana uji yang akan

dilakukan adalah flavonoid, fenolik, alkaloid, saponin, terpenoid dan steroid (Rasyd,

2012).
1. Flavonoid

Flavonoid adalah salah satu metabolit sekunder yang berada pada daun,

hal ini terjadi bisa saja karena akibat adanya proses fotosintesis sehingga yang

terlihat pada daun muda tidak terlalu banyak menghasilkan flavonoid. Senyawa

flavonoid memiliki struktur C6-C3-C6, setiap Bagian C6 adalah cincin benzene

yang dihubungkan oleh atom C3 yang merupakan rantai alfatik (Harborne, 2009).

Gambar 2.1. Struktur dasar flavonoid

Flavonoid sendiri terdiri dari 15 atom karbon dan pada umumnya ada pada

tumbuhan sebagai glikosida. Gugus gula inilah memiliki senyawa satu atau lebih

gugus hidroksil fenolik. Flavonoida merupakan senyawa fenol. Untuk mengetahui

ada atau tidaknya pada senyawa flavonoid yaitu ditambahkan magnesium dan

asam klorida pada ekstrak sampel tumbuhan sehingga menghasilkan warna merah

atau ungu (Harborne, 2009).

2. Fenol

Senyawa fenol adalah senyawa antioksidan alami yang didapatkan dalam

bentuk senyawa aktif pada tumbuhan atau makanan. Kandungan fenol yang
terdapat di dalam suatu tumbuhan dinyatakan sebagai GAE (galic acid equivalent)

adalah jumlah kesetaraan asam galat di dalam 1 gram sampel. Senyawa fenolik ini

bisa mencegah berbagai jenis penyakit. Senyawa fenolik ini berperan sebagai

salah satu faktor pelindung terhadap adanya bahaya oksidasi bagi tubuh manusia

(Harborne, 2009).

Senyawa fenol secara umum mempunyai sifat antiseptik, antihelmenetik

dan bakterisidal. Fenol itu sendiri adalah senyawa yang bersifat polar sehingga

menjadi kelarutan yang paling tinggi di dalam pelarut polar. Senyawa fenol

mempunyai peran yang sangat penting sebagai antioksidan yang terdapat di dalam

sayur-sayuran dan buah-buahan. Senyawa fenol tersebut terdapat banyak pada

bagian kulit, daun, batang dan biji. Untuk mengetahui adanya atau tidaknya

senyawa fenolik pada suatu tumbuhan yaitu ditambahkan FeCl3 1% di dalam air

atau dengan menggunakan etanol sehingga mendapatkan hasil yang berwarna

biru, hitam atau hitam pekat (Harborne, 2009).

Gambar 2.2. Struktur fenol

3. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau bahkan

lebih atom nitrogen. Alkaloid biasanya tidak berwarna dan sering bersifat optis
aktif, kebanyakan berbentuk kristal. Alkaloid di dalam tumbuhan biasanya

terdapat pada akar, kulit kayu, daun dan buah. Alkaloid bisa bedakan dari

sebagian besar komponen lain berdasarkan sifat basa yang terdapat didalam

tumbuhan sebagai garam dengan berbagai asam organik. Garam pada tumbuhan

ini adalah senyawa padat berbentuk kristal tidak berwarna. Alkaloid bebas tidak

larut didalam air tetapi larut didalam pelarut organik, sebaliknya alkaloid dalam

bentuk garam dapat larut didalam air tetapi tidak larut didalm pelarut organik

(Tobing, 2007).

Gambar 2.3. Struktur dasar alkaloid

4. Saponin

Saponin merupakan glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin memiliki

sifat seperti sabun yaitu memiliki senyawa aktif dipermukaan yang bisa

menimbulkan busa jika dikocok dalam aquades dan pada konsentrasi yang rendah

menghasilkan hemolysis sel darah merah. Bebarapa saponin bekerja sebagai

antimikroba. Saponin adalah senyawa yang berasa pahit dan dapat mengakibatkan

iritasi pada selaput lender (Sirait, 2007).


Gambar 2.4. Struktur dasar saponin

5. Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprene yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik. Terpenoid

merupakan senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, yang

terdistribusi luas didalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid tidak hanya

ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, namun terdapat juga pada terumbu

karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprene. Untuk

mengetahui adanya senyawa terpenoid pada tumbuhan yaitu ditambahkan asam

sulfat, jika adanya senyawa terpenoid maka larutan akan berwarna merah

kecoklatan. Beberapa senyawa memiliki nilai ekologi pada tumbuhan yang

mengandungnya karena senyawa ini bekerja sebagai insektisida atau

antipemangsa dan antifungus (Sirait, 2007).

Gambar 2.5 Struktur dasar terpenoid

6. Steroid
Steroid merupakan molekul bioaktif yang penting dengan kerangka dasar

17 atom karbon yang tersusun dari empat buah gabungan cincin, tiga diantaranya

yaitu sikloheksana dan siklopentana. Senyawa steroid berupa kristal yang

berbentuk jarum dengan karakteristik yang mengandung gugus OH, gugus metil

dan memiliki ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi. Salah satu kandungan

steroid yang ada pada tanaman yaitu campetrol yang memiliki efektifitas sebagai

anti kanker. Untuk mengetahui adanya senyawa steroid yaitu ditambahkan asam

klorida, asam cuka dan asam sulfat yang akan menghasilkan warna larutan

berwarna hijau atau biru, yang menandakan adanya steroid didalam tumbuhan

tersebut (Salempa, 2009).

Gambar 2.6 Struktur dasar steroid

7. Tanin

Senyawa tanin (C76H52O46) adalah senyawa polifenol yang berasal dari

tumbuhan, termasuk kategori tumbuhan tingkat tinggi atau rendah yang memiliki

kemampuan meredam reaksi oksidatif akibat radikal bebas. Berdasarkan struktur

kimianya digolongkan menjadi tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi

(Soenardjo, 2017: 91). Untuk mengetahui adanya senyawa tanin dalam tanaman

adalah dengan cara mendidihkan ekstrak tanaman dengan aquadest kemudian


didinginkan dan disaring. Ditambahkan FeCl3 beberapa tetes pada filtrat. Reaksi

positif apabila terbentuk coklat kehijauan atau biru kehitaman (Ikalinus et al.,

2015)

Gambar 2.7 Struktur dasar tanin

C. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah berupa bahan yang telah dikeringkan, belum

mengalami pengelolahan apapun, biasanya digunakan sebagai bahan obat, ada tiga jenis

simplisia yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).

Simplisia nabati adalah simplisia yang berasal dari tanaman (baik tanaman utuh, bagian

tumbuhan maupun eksudat tumbuhan). Eksudat tumbuhan adalah isi sel dari tumbuhan

yang dikeluarkan dengan cra tertentu dan dipisahkan dari tumbuhannya dan belum

berupa zat kimia murni (Depkes RI, 2000).

D. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan

menggunakan pelarut.. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang

berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Prinsip

kelarutan yaitu polar melarutkan yang polar, pelarut semipolar melarutkan


senyawa semipolar, dan pelarut nonpolar melarutkan senyawa nonpolar. Sediaan

yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstraksi, pelarutnya disebut

penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas (Yuwono,

2009).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi Berikut faktor – faktor yang

mempengaruhi ekstraksi (Ubay, 2011).

a. Jenis pelarut

Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut yang

terekstrak dan kecepatan ekstraksi.

b. Suhu

Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam

pelarut.

c. Rasio pelarut dan bahan baku

Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa

yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat.

d. Ukuran partikel

Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin kecil.

Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel

semakin kecil.

e. Pengadukan
Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antarapelarut

dengan zat terlarut.

f. Lama waktu

Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak, karena

kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.

2. Macam-Macam Ekstrak

Berdasarkan sifatnya, ekstrak dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Ekstrak encer

Sediaan ini mempunyai konsistensi seperti madu.

b. Ekstrak kental

Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat dituang kandungan air sekitar

30%.

c. Ekstrak kering

Sediaan ini mempunyai konsentrasi kering dan mudah digosongkan, kandungan

air tidak lebih dari 5% (Yuwono, 2009).

3. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang

terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan

massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antarmuka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Saraswati, 2015).


4. Macam-Macam Metode Ekstraksi

Adapun metode dari ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan

terpekat didesak keluar.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari

tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya terus-

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.


2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu

dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan terus menerus) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40 - 500C.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses

ini dilakukan pada suhu 900C selama 15 menit.

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai

titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-1000C (Saraswati, 2015).

5. Prinsip Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperature kamar, terlindung

dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel

akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel

dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa

tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

sel dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatan yang

digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya adalah waktu yang diperlukan

untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih

banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras

seperti benzoin, tiraks dan lilin (Saraswati, 2015).

E. Bakteri Staphylococcus aureus

1. Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi

tersering di dunia. Tingkat keparahan infeksinya pun bervariasi, mulai dari infeksi

minor di kulit (furunkulosis dan impetigo), infeksi traktus urinarius, infeksi

traktus respiratorius, sampai infeksi mata dan Central Nervous System (CNS)

(Septiani et al., 2017).

2. Taksonomi Staphylococcus aureus

Klasifikasi ilmiah bakteri genus Staphylococcus aureus adalah sebagai

berikut (Soedarto, 2015) :

Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli
Ordo : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

3. Morfologi Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah bakteri gram positif (Gram +) berbentuk bulat.

Staphylococcus berdiameter 0,8 - 1,0 mikron, tidak bergerak, dan tidak berspora.

Koloni mikroskopik Staphylococcus berbentuk menyerupai buah anggur. Uji

enzim katalase bersifat katalase positif. Staphylococcus aureus membentuk koloni

besar berwarna agak kuning dalam media yang baik. Staphylococcus aureus

biasanya bersifat hemolitik pada agar darah. Staphylococcus aureus bersifat

anaerob fakultatif dan dapat tumbuh karena melakukan respirasi aerob atau

fermentasi dengan asam laktat. Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu

15-45 ℃ (Radji, 2010).

Genus Staphylococcus aureus mempunyai paling sedikit 45 spesies.

Empat spesies dengan kepentingan klinis yang paling sering dijumpai adalah

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus lugdunensis,

dan Staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus aureus bersifat koagulase

positif, yang membedakan dari spesies lain. Staphylococcus aureus merupakan

patogen utama untuk manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa

jenis infeki Staphylococcus aureus selama hidupnya, dengan keparahan yang


beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit minor sampai infeksi berat

yang mengancam jiwa (Jawetz et al., 2017).

Koloni Staphylococcus aureus berwarna kuning karena adanya pigmen

staphyloxanthin yang bersifat sebagai faktor virulensi. Pada Mannitol Salt Agar

(MSA) fermentasi mannitol oleh Staphylococcus aureus menghasilkan produk

sampingan bersifat asam yang menurunkan pH medium yang menyebabkan

indikator pH, merah fenol, berubah menjadi kuning. Staphylococcus aureus yang

dibiakkan di medium Columbia agar dengan 5% darah domba defibrinasi pada

suhu 37 ℃ pada penyinaran menunjukkan terjadinya zona hemolisis beta yang

lebar disekeliling koloni (Soedarto, 2015).

Gambar 2.9 Mikroskopis Staphylococcus aureus

Sumber : Yuwono (2009)

4. Patogenitas Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus menyebabkan penyakit pada manusia

melalui invasi jaringan dan atau karena pengaruh toksin yang dihasilkannya.

Infeksi dimulai dari tempat koloni pathogen pada tubuh, lalu ditularkan melalui

tangan ke tempat bakteri dapat memasuki tubuh, misalnya di luka yang ada di
kulit, tempat insisi pembedahan, tempat masuk kateter vaskuler, atau tempat lain

yang lemah pertahanannya misalnya lokasi eksim. Pada infeksi kulit

Staphylococcus aureus akan terbentuk abses atau bisul. Dari ini organisme akan

menyebar secara hematogen. Dengan adanya enzim proteolitik Staphylococcus

aureus dapat menimbulkan pneumonia, infeksi tulang dan sendi, maupun

endokarditis. Pada hospes yang mengalami gangguan sistem imun misalnya

penderita kanker yang mengalami neutropeni, terapi intravena yang dilakukan

dapat menyebabkan komplikasi berat misalnya sepsis yang fatal akibat bakteremi

Staphylococcus aureus. Pada penderita dengan fibrosis kistik, adanya

Staphylococcus aureus yang menetap, dapat menyebabkan terjadinya resistensi

terhadap antibiotika (Soedarto, 2015).

5. Struktur Antigen Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein yang

bersifat antigenik. Sebagian besar bahan ekstraseluler yang dihasilkan bakteri ini

juga bersifat antigenik. Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen

adalah polisakarida A dan yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen adalah

polisakarida B. Polisakarida A merupakan komponen dinding sel yang dapat larut

dalam asam trikloroasetat. Antigen ini merupakan komponen peptidoglikan yang

dapat menghambat fagositosis. Bakteriofaga terutama menyerang bagian ini.

Antigen protein A berada di luar antigen polisakarida, kedua antigen ini

membentuk dinding sel (Radji, 2010).

6. Uji Kualitas Pada Media


Uji kualitas media mencakup aspek yang luas, baik media buatan sendiri

maupun media jadi, oleh karena itu penyiapan media harus diperhatikan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam penyiapan media yaitu, sampel media dehidrasi

harus ditimbang dan ditambahkan ke dalam air suling dan bebas mineral, lalu

dicampur untuk membuat suspensi yang homogen kemudian panaskan untuk

melarutkan zat - zat dalam medium. Panas yang digunakan harus diatur hanya

cukup sampai membuat larutan yang sempurna, kecuali dinyatakan lain dalam

prosedur. Pengocokan yang tetap selama proses pemanasan penting sebab

bongkahan kecil agar atau bahan media yang akan dilarutkan dapat turun ke dasar

wadah dan pemecahannya memerlukan jumlah panas yang tinggi. Pemanasan

lebih lama akan menghasilkan denaturasi protein, karamelisasi karbohidrat,

inaktivasi zat-zat gizi dan kehilangan kadar air yang berarti karena penguapan.

Media dilarutkan ke dalam wadah yang berukuran cukup dan sterilisasi dengan

otoklaf. Setelah selesai harus segera dikeluarkan dari otoklaf untuk menghindari

pemanasan yang lebih lama. Wadah berisi media agar harus dipindahkan ke

waterbath air bersuhu 48 - 50℃ sampai mencapai suhu yang diperlukan.

Penyiapan lebih lama di penangas air harus dihindari. pH setiap media harus

diperiksa dengan pH meter setelah media dibiarkan dingin sampai suhu kamar.

Untuk menguji media agar, dapat digunakan elekrode permukaan atau elektrode

biasa. Media yang menyimpang > 0,2 unit pH dari pH optimum harus dibuang.

Media dapat dituang ke dalam tabung atau cawan petri dalam ruangan bersih atau

di bawah aliran udara leminar. Ruangan tersebut harus dijaga cukup terang, bebas

dari bahan - bahan lain dan bebas dari lalu lalang selama proses pembagian.
Kualitas media harus diperiksa dahulu sebelum media digunakan (PerMenKes

No. 43, 2013).

7. Identifikasi Staphylococcus aureus

Pemerikasaan laboratorium Staphylococcus aureus secara langsung dapat

dilakukan dengan beberapa macam cara. Berbagai spesies Staphylococcus aureus

tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37℃. Kisaran suhu

pertumbuhan adalah 15 - 40℃ dan suhu optimum adalah 35℃. Dalam lempeng

agar darah pada suhu 37℃, pembentukan pigmen kurang baik. Akan tetapi,

apabila koloni tersebut dipindahkan ke agar biasa atau perbenihan Loeffler dan

diinkubasi pada suhu kamar, pembentukan pigmen akan sangat baik (Radji,

2010).

Kekuatan antibakteri dapat dibagi menjadi 4 kriteria antara lain sebagai

berikut (Buldani et al., 2017).

No Diameter Zona Hambat (mm) Kekuatan Antibakteri

1. ≤5 Lemah

2. 5 – 10 Sedang

3. 10 – 20 Kuat

4. ≥ 20 Sangat Kuat

Tabel 2.1 Zona Hambat Bakteri


F. Kerangka Teori

Kombinasi
Daun, Kulit Dan Buah Jeruk Kunci
( Citrus microcarpa bunge)

Uji Fitokimia Uji Antibakteri


Staphylococcus aureus
untuk mengetahui suatu senyawa yang (Buldani et al., 2017).
terkandung di dalam tumbuhan

Flavonoid Alkaloid Terpenoid Saponin Tanin ≤5 5 – 10 10 – 20 ≥ 20

2 ml etanol dan asam klorida 2 ml Lieberman- Aquadest 2-3 tetes FeCl3 Lemah Sedang Kuat Sangat
tambahkan + pereaksi Burchard dipanaskan lalu 1%
kuat
serbuk Mg, HCL dragendroff 2-3 sebanyak 1 ml dikocok Warna biru atau

pekat 3-5 tetes. tetes warna hijau terbentuk busa hijau kehitaman

Berwarna jingga endapan berwarna kehitaman 1-2 cm selama (Jannah et al.,2017).

atau kuning coklat (Noval et ataupun hijau tua 30 detik

(Noval et al., 2019). al., 2019). Riana Ningsih et al., Noval et al.,

2016). 2019).
G. Hipotesis

HO : Tidak ada aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dari ekstrak kombinasi

daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

HI : Ada aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dari ekstrak kombinasi daun,

kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk

mengetahui aktivitas antibakteri dan diameter zona hambat aktivitas antibakteri

Staphylococcus aureus serta melakukan skrining fitokimia yang bertujuan untuk

mengetahui kandungan senyawa yang tersimpan dalam ekstrak kombinasi daun, kulit

dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) .

B. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium fitokimia jurusan farmasi Poltekes

Kemenkes Palembang dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang.

Waktu penelitian bulan Februari 2024 hingga Juni 2024.

C. Populasi

Populasi adalah suatu daerah yang terbagi dari subyek atau obyek yang memiliki

kualitas dan karakteristik yang sudah ditetapkan oleh peneliti (Masturoh & Anggita .T,

2018). Populasi pada penelitian ini yaitu tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa

Bunge) yang didapatkan dari Palembang, Sumatera Selatan.

D. Pengumpulan Data

1. Data primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan peneliti secara langsung atau bisa

juga disebut data asli. Peneliti bisa mengumpulkan data dengan cara observasi, kuisioner,

atau wawancara (Masturoh & Anggita .T, 2018). Data primer pada penelitian ini ialah

hasil setelah dilakukannya penelitian atau pengamatan skrining fitokimia dan aktivitas

antibakteri ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa

Bunge) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

2. Data sekunder

Data sekunder ialah data yang didapatkan peneliti dari berbagai pihak maupun

sumber yang sudah ada, data ini bisa didapatkan dari laporan, jurnal, dan sumber lainnya

(Masturoh & Anggita .T, 2018). Data sekunder pada penelitian kali ini diperoleh dari

buku dan jurnal.

E. Alat

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu batang pengaduk, erlenmeyer,

gelas beker, ayakan, blender, alat maserasi, pipet volume, cawan porselen, kertas cakram,

gunting/pisau, pipet tetes, alumuium foil, kertas saring, wrapping plactic, pinset, spidol,

kertas label, penggaris, kawat ose, toples kaca untuk maserasi, corong, sarung tangan,

masker, spatula, tabung reaksi, rak tabung, spiritus, kapas, tissu, hot plate, mikropipet,

rotary evaporator, autoklaf, BSC (Bio Safety Cabinet), timbangan analitik, lemari

pendingin, dan inkubator.

F. Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu


1. Ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa

Bunge)

2. etanol 96%,

3. media Muller-Hinton Agar (MHA)

4. Amoxicillin

5 Staphylococcus aureus yang didapatkan dari Balai Besar Laboratorium

Kesehatan (BBLK)

G. Prosedur Penelitian

1. Persiapan sampel

Dibawah ini merupakan tahapan untuk pembuatan simplisia dari Tanaman

jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) :

a. Pengumpulan bahan

Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan

buah, lalu masing masing bagian diambil sebanyak 3 kg secara langsung di kota

palembang lalu masing-masing dipisahkan kemudian diolah sebagai simplisia.

b. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian dari tanaman

jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) seperti daun, kulit serta buah jeruk kunci

( Citrus Microcarpa Bunge) sampai bagian yang tidak diperlukan, proses ini

dilakukan secara manual (Rina et al., 2017)..


c. Pencucian simplisia

Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan dan

menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada tanaman. Pencucian

dilakukan menggunakan air yang mengalir dengan air bersih (Rina et al., 2017).

d. Perajangan simplisia

Perajangan simplisia dilakukan untuk mempersingkat atau memudahkan

saat pengeringan, penggilingan, dan pengepakan. Perajangan bisa dilakukan

menggunakan alat seperti pisau dan lainnya, sehingga dihasilkan potongan kecil

atau irisan yang tipis (Rina et al., 2017).

e. Pengeringan simplisa

Pengeringan pada tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

dilakukan dengan cara diangin anginkan pada suhu ruangan , tidak terkena

matahari secara langsung (Rina et al., 2017).

f. Sortasi kering

Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan benda-benda asing

atau kotoran-kotoran yang ada menempel atau tertinggal pada saat proses

pengeringan berlangsung (Rina et al., 2017).


g. Pengilingan dan pengayakan simplisia

Penggilingan dilakukan bertujuan memperkecil ukuran simplisia untuk

mempermudah pada saat proses ekstraksi, simplisa digiling menggunakan

blender. Sedangkan pengayakan dilakukan untuk memisahkan ukuran partikel

dari yang terbesar hingga yang terkecil, mesh 44 adalah ayakan yang akan

digunakan. Setelah dilakukan pengilingan dan pengayakan, kemudian simplisia

ditimbang untuk mengetahui hasil yang didapat dan digunakan untuk ekstraksi

(Maulida & Guntarti, 2015).

h. Pengepakan

Setelah proses pengayakan selesai maka simplisia yang diperoleh

disimpan dan dikepak atau dibungkus untuk mencegah terjadinya kerusakan atau

terkontaminasi dengan benda-benda dan kotoran- kotoran asing. Simplisia

disimpan dalam wadah yang baik dan terlindung dari sinar matahari langsung

(Rina et al., 2017).

2. Ekstraksi Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) dengan cara

maserasi :

a. Ekstrak Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) didapatkan dengan

ekstraksi cara dingin yaitu maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara

merendam bagian tanaman yaitu bagian daun, kulit, dan buah secara terpisah

yang sebelumnya sudah di haluskan menggunakan blender dan diletakkan

dalam bejana tertutup pada suhu kamar selama 3 hari.


b. Kemudian dilakukan pengadukan sesekali hingga semua bagian terlarut

dalam cairan pelarut etanol 96%. Pelarut diganti setiap 1x24 jam.

c. Hasil dari rendaman kemudian dilakukan penyaringan dengan kain flanel

untuk memisahkan residu dari filtratnya.

d. Maserat yang terkumpul kemudian dikentalkan menggunakan alat rotary

evaporator, sampai diperolehnya ekstrak kental dari bagian daun, kulit, serta

buah dari tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge). keuntungan dari

proses ini yaitu bagian tanaman yang hendak diekstraksi tidak harus dalam

bentuk serbuk halus.

e. Ekstrak yang telah kental ditimbang dan disimpan dalam bejana tertutup baik

untuk menjaga agar ekstrak tetap baik dan stabil (Lully Hanni, 2016).

3. Sterilisasi alat

Semua alat yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan terlebih

dahulu, dan sebelum disterilisasi dibungkus menggunakan aluminuim foil. Alat

yang telah dibungkus kemudian dimasukan ke dalam alat autoklaf dengan suhu

121⁰ C selama 15 menit, untuk menghilangkan mikroorganisme yang mungkin

masih tertempel pada alat tersebut dan mencegah terjadinya kontaminasi selama

proses pengujian berlangsung (Makalew et al., 2016).

4. Skrining fitokimia Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui suatu senyawa yang

terkandung di dalam tumbuhan yang disebut metabolit sekunder. Metabolit


sekunder merupakan suatu senyawa yang berperan penting dalam kelangsungan

hidup tumbuhan serta memberikan ciri khas pada tumbuhan tersebut. Senyawa

yang dapat digolongkan dari metabolit sekunder seperti alkaloid, tanin,

triterpenoid, flavonoid, dan saponin (Julianto, 2019).

a. Uji Alkaloid

Sampel Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit

dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dilarutkan dengan asam klorida 2

ml, dipanaskan selama 5 menit, dan disaring. Filtrat yang didapatkan dimasukan

ke tabung reaksi dan diberi pereaksi dragendroff 2-3 tetes. Jika sampel positif

mengandung alkaloid akan ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna coklat

(Noval et al., 2019).

b. Uji Tanin

Sampel tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit

dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi

dan tambahkan 2-3 tetes FeCl3 1%. Jika sampel menunjukkan warna biru atau

hijau kehitaman maka sampel positif mengandung tanin (Jannah et al., 2017).

c. Uji Terpenoid

Sampel tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit

dan buah, lalu masing masing bagian sebanyak 2 ml dimasukkan ke tabung reaksi

dan diteteskan pereaksi Lieberman-Burchard sebanyak 1 ml. Jika terdapat warna


hijau kehitaman ataupun hijau tua maka itu menandakan sampel positif

triterpenoid (Riana Ningsih et al., 2016).

d. Uji Flavonoid

Sebanyak 2 ml sampel ekstrak Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa

Bunge) yaitu daun, kulit dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dilarutkan

dengan 2 ml etanol dan tambahkan serbuk Mg, HCL pekat 3-5 tetes. Sampel

positif mengandung flavonoid akan menunjukkan warna jingga atau kuning

(Noval et al., 2019).

e. Uji Saponin

Sebanyak 2 ml sampel tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

yaitu daun, kulit dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dan ditambahkan

dengan aquadest dalam tabung reaksi, lalu dipanaskan selama 2-3 menit, setelah

agak dingin kocok kuat. Jika terbentuk busa setinggi 1-2 cm yang tahan selama 30

detik maka sampel menunjukkan positif saponin (Noval et al., 2019).

5. Pembuatan media nutrient agar (NA)

Media Nutrien Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram lalu dilarutkan

dalam aquadest 1 liter, setelah itu dipanaskan di atas hot plate hingga larut.

Kemudian dilakukan sterilisasi media menggunakan autoklaf dengan suhu 121 ⁰C

selama 15 menit. Setelah, dilakukan sterilisasi media dituangke dalam cawan petri

dan di diamkan di suhu kamar hingga mengeras (Rahmadani, 2015).

6. Pembuatan kontrol positif


Pembuatan kontrol positif dibuat dengan obat antibiotik amoxcillin

ditimbang sebanyak 1 mg lalu dilarutkan dengan aquadest steril sebanyak 1 ml.

Ambil larutan amoxicillin 0,5 ml yang telah dilarutkan lalu ditambahkan bakteri

uji 0,1 ml (Noval et al., 2019).

7. Pembuatan kontrol negatif

Pembuatan kontrol negatif dibuat dengan melarutkan DMSO 0,5 ml ke

dalam tabung reaksi lalu tambahkan bakteri uji 0,5 ml. Tambahkan bakteri uji 0,1

ml (Noval et al., 2019).

8. Pembuatan larutan uji

Pembuatan larutan uji dibuat dalam konsentrasi P1 = 20%, P2 = 40%, dan

P= 60% dengan cara mengencerkan ekstrak tanaman jeruk kunci ( Citrus

Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan buah, lalu masing masing bagian

tersebut dilarutkan dengan DMSO 10% (Andriyawan, 2015).

9. Pengujian aktivitas antibakteri tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

a. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak tanaman jeruk kunci ( Citrus

Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit, buah, serta kombinasi antara daun,

kulit, dan buah jeruk kunci lalu masing masing bagian tersebut dilakukan

menggunakan metode difusi cakram.

b. Letakan kertas cakram dengan diameter 6 mm yang telah direndam ke

dalam larutan ekstrak yang menjadi sampel pada media nutrien agar (MHA)
yang sebelumnya dibuat sebanyak 20 ml di cawan petri, Selanjutnya

didiamkan hingga padat.

c. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak tanaman jeruk kunci ( Citrus

Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan buah, serta ekstrak kombinasi dari

daun, kulit, dan buah jeruk kunci lalu masing masing bagian tersebut

dilakukan dalam BSC (Bio Safety Cabinet) untuk menjaga kesterilan pada

saat proses pengujian berlangsung dan meminimalkan kontaminasi

mikroorganisme lainnya (Jannah et al., 2017).

d. Proses pengerjaan dilakukan pada ekstrak tanaman jeruk kunci ( Citrus

Microcarpa Bunge), kontrol negatif yaitu DMSO dan kontrol positif yaitu

amoksisilin

e. Bakteri uji diambil dan dituang pada media MHA .

f. Kemudian kertas cakram yang telah direndam diletakan ke media MHA.

Media yang telah di masukan kertas cakram akan diinkubasi di inkubator

dengan suhu 37⁰C dalam 1x24 jam (Darsono & Fajriannor, 2020).

g. Kemudian dilakukannya pengukuran zona hambat yang terjadi setelah

inkubasi selesai yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar

kertas cakram.

H. Variabel

1 Variabel independent
Variabel independent pada penelitian ini yaitu ekstrak kombinasi daun,

kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) dengan konsentrasi 20%,

40%, dan 60%.

2. Variabel dependent

Variabel terikat dari penelitian ini adalah daya hambat minimum (KHM)

pada bakteri Staphylococcus aureus.

I. Definisi Operasional

1. Skrining Fitokimia Flavonoid

a. Definisi : Kadar flavonoid dalam sampel yang dinyatakan sebagai ekuivalen


kuersetin Didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus total
flavonoid dengan memasukkan absorbansi sampel ke dalam sumbu
y pada persamaan regresi linier kuersetin. (Desmiaty,2009).

b. Alat ukur : Spektrofotometri UV-Vis, Tabung reaksi

c. Cara ukur : Self assement dengan cara melihat perubahan warna

d. Hasil Ukur : Menunjukkan warna jingga atau kuning (Noval et al., 2019).

2. Skrining Fitokimia Alkaloid

a. Definisi : Alkaloid total merupakan perhitungan untuk menetapkan jumlah


alkaloid total pada ekstrak etanol jeruk kunci ( Citrus Microcarpa
Bunge)

b. Alat ukur : Erlenmeyer

c. Cara ukur : Self assement dengan cara melihat ada atau tidaknya endapan

d. Hasil Ukur : adanya endapan berwarna coklat (Noval et al., 2019).


3. Skrining Fitokimia Terpenoid

a. Definisi : Terpenoid merupakan perhitungan untuk menetapkan jumlah


Terpenoid pada ekstrak etanol jeruk kunci ( Citrus Microcarpa
Bunge)

b. Alat ukur : Tabung Reaksi

c. Cara ukur : Self assement dengan cara melihat perubahan warna

d. Hasil Ukur : Menunjukan warna hijau kehitaman ataupun hijau tua (Riana

Ningsih et al., 2016).

4. Skrining Fitokimia Saponin

a. Definisi : Saponin merupakan perhitungan untuk menetapkan jumlah saponin


pada ekstrak etanol jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

b. Alat ukur : Tabung Reaksi

c. Cara ukur : Self assement dengan cara melihat ada tidaknya busa

d. Hasil Ukur : Terbentuk busa setinggi 1-2 cm yang tahan selama 30 detik

5. Skrining Fitokimia Tanin

a. Definisi : Tanin merupakan perhitungan untuk menetapkan jumlah tanin


pada ekstrak etanol jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

b. Alat ukur : Tabung Reaksi

c. Cara ukur : Self assement dengan cara melihat perubahan warna

d. Hasil Ukur : Menunjukan warna biru atau hijau kehitaman

6. Ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)
dengan metode maserasi
a. Definisi : Kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa
Bunge) yang diekstrak secara maserasi dengan pelarut etanol 96%
dirotary evaporator menjadi ekstrak kental.

b. Alat ukur : Timbangan analitik

c. Cara ukur : Self assement dengan cara perhitungan hasil rendemen ekstrak

% Rendemen = Bobot ekstrak yang didapat (gram)

Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi (gram)

d. Hasil Ukur : Rendeman dari ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk
kunci ( Citrus Microcarpa Bunge).

7. Konsentrasi kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)

a. Definisi : Konsentrasi kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus
Microcarpa Bunge) dengan konsentrasi 20%, 40%, dan 60%.
dibuat dengan cara mengencerkan ekstrak dengan DMSO.

b. Alat ukur : Timbangan analitik Mikropipet, timbangan analitik, Evaporator


dengan hasil ukur gram (gr).

c. Cara ukur : Self assement dengan cara perhitungan hasil rendemen ekstrak

d. Hasil Ukur : Hasil ekstrak

8. Mengukur daya hambat ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci

( Citrus Microcarpa Bunge)

a. Definisi : Konsentrasi daya hambat minimum (KHM) pada bakteri


Staphylococcus aureus.
b. Alat ukur : Konsentrasi minimum yang bisa menghambat pertumbuhan bakteri
yang ditandai dengan zona bening disekitar media NA yang telah
diinkubasi selama 18 - 24 jam dengan suhu 37⁰ C.

c. Cara ukur : Diukur menggunakan jangka sorong

d. Hasil Ukur : Sangat Kuat, Kuat, Sedang,atau Lemah

J. Kerangka Operasional

Tanaman Jeruk Kunci


K. Analisa Data (Citrus microcarpa bunge)

Pengumpulan data dilakukan dengan

cara melakukan
Daun Kulit Buah
pengamatan dan pengukuran

terhadap hasil diameter Ekstrak (Maserasi) dengan zona hambat yang


pelarut etanol 96%
terbentuk setelah
Mengandung senyawa
inkubasi selama18-24 jam Uji fitokimia flavonoid, alkaloid,
terpenoid, saponin,
pada suhu 34 º C pada tanaman tannin
Jeruk Kunci (Citrus microcarpa bunge).

Analisis data dilakukan


Konsentrasi Kontrol
dengan deskriptif.

Daun Kulit Buah Kombinasi, Daun, Kontrol Kontrol


20% 20% 20% Kulit, Buah 20% positif negatif
Antibiotik DMSO
(Amoxicilin) (Dimetil
Daun Kulit Buah Kombinasi, Daun, sulfoksida)
40% 40% 40% Kulit, Buah 40%
Data yang diperoleh disajikan

dalam bentuk gambar dan


Daun Kulit Buah Kombinasi, Daun,
60% 60% 60% Kulit, Buah 60% tabel.

Bakteri diusapkan digoreskan secara rapat


pada media Mueller Hinton agar

Meletakan kelompok perlakun dan kontrol pada Inkubasi selama


media yang telah digoreskan bakteri 18-24 jam pada
L. Dumy Tabel

Tabel 1. Hasil Pengujian Identifikasi senyawa Kimia Kombinasi Daun,Kulit,Jeruk Kunci

Senyawa Hasil Positif Hasil


Pereaksi
Kimia Berdasarkan Pengamatan
Teori
Flavonoid HCL Pekat Jingga-Kuning
Logam Mg (Noval et al.,2019).
Alkaloid Asam klorida Endapan berwarna
Pereaksi dragendroff coklat
(Noval et al.,2019).
Terpenoid Lieberman Burchard Warna hijau kehitaman
ataupun hijau tua
(Riana Ningsih et
al.,2016).
Saponin Aquades Endapan putih atau
HCL 2N berbusa
(Noval et al.,2019).
Tanin FeCl3 1% Warna biru tua
atau hijau
kehitaman
(Jannah et
al.,2017).

Sampel Daya Hambat Hasil


(Buldani et al.,2017) Pengamatan
Daun ≤ 5(Lemah)
5 – 10(Sedang)
10 – 20(Kuat)
≥ 20(Sangat kuat)

≤ 5(Lemah)
Kulit
5 – 10(Sedang)
10 – 20(Kuat)
≥ 20(Sangat kuat)
≤ 5(Lemah)
Buah
5 – 10(Sedang)
10 – 20(Kuat)
≥ 20(Sangat kuat) Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas

≤ 5(Lemah) Antibakteri Ekstrak Kombinasi


Kombinasi
5 – 10(Sedang)
Daun,Kulit Jeruk Kunci
10 – 20(Kuat)
≥ 20(Sangat Kuat)
≤ 5(Lemah)
Kontrol(+)
5 – 10(Sedang)
10 – 20(Kuat)
≥ 20(Sangat kuat)
M. Rencana Kegiatan
Bulan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni

Kegiatan

Pembuatan

proposal

Penyerahan

Proposal

Seminar

Proposal

Persiapan

Penelitian

Peneltian

Pengolahan

Data

Penyusuna

KTI

Penyerahan

KTI

UAP

Revisi KTI

Daftar Pustaka
Andryawan, P.(2015). Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
http://andryawanbisnis.files.wordpress.com/2013/04/p3k-lengkap.pdf diakses pada 29
Oktober 2018.

Anggita, Imas Masturoh dan Nauri. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakata.

Brooks, GF., Carroll KC, Butel JS, Morse, and all (2013). Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, & Adelberg. Ed. 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Buldani, A., Yulianti, R., & Soedomo, P. (2017). Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Bangle
( Zingiber Cassumunar Roxb .). 2nd Seminar Nasional Iptek Terapan (Senit) 2017, 15–
17.

David et al., 2007.Outbreaks Associated with Contaminated Antiseptics and Disinfectants.


Journal of National Center for Biotechnology Information.V.5(12).

Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2016.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan
Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.

Endarini, L. H. 2016. Farmakognisi dan Fitokimia. Pusat Pendidikan SDM Kesehatan. Jakarta.
215 hal.

Hanni, Lully Endarini, 2016. Farmakognisi dan Fitokimia; Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.

Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi II,
(Bandung:
Institut Teknologi Bandung, 2009), h. 36.

Harlita, T. D., Oedjijono, & Asnani, A. (2018). The antibacterial activity of dayak onion
(Eleutherine palmifolia (L.) merr) towards pathogenic bacteria. Tropical Life Sciences
Research, 29(2), 39–52. https://doi.org/10.21315/tlsr2018.29.2.4

Humaida R., 2014, Strategy to Handle Resistance of Antibiotics, J Majority, 114–


118.

Ismarani, 2013. Kajian Persepsi Konsumen Terhadap Penggunaan Obat Herbal (Kasus di Unisma
Bekasi). Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah, 4(2) : 52-63.

Ikalinus. R., S.K. Widyastuti, dan N.L.E. Setiasih. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit
Batang Kelor (Moringa oleifera). Journal Indonesia Medicus Veterinus 4(1) : 71-79.
Jawetz., et al. 2017. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg, Ed.23, Translation
of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical Microbiology, 23thEd. Alih bahasa oleh
Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC.

Julianto, T. S. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining Fitokimia, Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta. 2019.

Jannah, M., & et al. (2017). Analisis faktor penyebab kejadian hipertensi di wilayah kerja
puskesmas mangasa kecamatan tamalate makassar. Jurnal PENA, 3(1), 410–417.

Kemenkes RI. 2013. Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 43 Tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Liana, E. 2017. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap
Mortalitas Larva Nyamuk Aedes Aegypti. Skripsi. Mataram: Fakultas Ilmu Tarbiyah
Dan Keguruan (FITK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram.
http://etheses.uinmataram.ac.id/196/1/Emi%20Liana151135064.pdf.

Maulida, R dan Guntarti, A. 2015. Pengaruh Ukuran Partikel Beras Hitam (Oryza Sativa L.)
Terhadap Rendemen Ekstrak Dan Kandungan Total Antosianin. Fharmaciana. Vol. 5
No. 1 : 9-16.

Makalew, M.A.J, 2016. Uji efek antibakteri air perasan daging buah nanas (Ananas comosus (L)
Merr.) Terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumonia. Jurnal e-Biomedik. Vol. 4.
No.1. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Muntiaha, miryam ch, Paulina V. Y Yamlean, dan Widya Astuti Lolo. 2014. Uji Efektivitas
Sediaan Krim Getah Jarak Cina (Jatropha multifida L.) Untuk Pengobatan Luka Sayat
YangTerinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus Pada Kelinci (Orytolagus
cuniculus).Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol.

Ningsih, D. R., Zusfahair, & Kartika, D. (2016). Identifikasi senyawa metabolit sekunder serta
uji aktivitas ekstrak daun sirsak sebagai antibakteri. Jurnal Molekul, 11(1), 101-111.

Ningsih,2015,“Hubungan Penerapan Elektronik Katalog terhadap Efisiensi Pengadaan dan


Ketersediaan Obat”,

Noval, N., Yuwindry, I., & Syahrina, D. (2019). Phytochemical Screening And Antimicrobial
Activity Of Bundung Plants Extract By Dilution Method. Jurnal Surya Medika, 5(1),
143–154. Https://Doi.Org/10.33084/Jsm.V5i1.954.

Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran.
Jakarta: EGC.
Rasyd, Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dan UJi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol
Teripang (Stichopus Hermani), Jurnal Ilmu Dan Teknik Kelautan Tropis, Vol.4, No 2,
(2012), h. 363.

Ramadhani, S. 2015. Informasi Awal Pengujian Efektivitas Ekstrak Bakteri UBCF 013 Dan
UBCR 012 Sebagai Agen Biokontrol Untuk Pengendalian Colletotrichum
gloesporioides Pada Cabai Kopay Di Rumah Kaca. Skripsi. Budidaya Pertanian
Padang. Universitas Andalas.

Ratulangi, Soegoto (2016). Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi, Motivasi, terhadap


Kinerja
Karyawan (Studi pada PT. Hasjrat abadi Tendean Monado). Jurnal Embah, 4(4), 322-
334.

Rina, et al., 2017. Jurnal Biologi Universitas Andalas: Komunitas Collembola pada Hutan
Konservasi dan Perkebunan Sawit di Kawasan PT. Tidar Kerinci Agung (TKA),
Sumatera Barat. Volume 5.

Roanisca, O., Rani., dan Mahardika, R.G. 2021. Phytochemical screening and antibacterial
potency of jeruk kunci fruit waste (Citrus x microcarpaBunge) extract against
Propionibacterium acnes. Jurnal Pijar MIPA. 16(3):387-392

Rostikawati, R.T. & Supratman, L. 2020, ‘Uji Antibakteri Obat Kumur Ekstrak Etanol Tanaman
Ciplukan (Physalis angulata l.) Terhadap Bakteri Gram Positif’, Quagga: Jurnal
Pendidikan dan Biologi, vol. 13, no. 1, p. 10.

Said M. 2010. Pengendalian Pneumonia Pada Anak Balita Dalam Rangka Pencapaian
MDG4.Jakarta: Bulletin jendela epidemiologi. Vol. 3.

Soedarto. (2015). Mikrobiologi Kedokteran . jakarta: CV. Sagung Seto.

Soenardjo, N. (2017). Analisis Kadar Tanin Dalam Buah Mangrove Avicennia marina Dengan
Perebusan Dan Lama Perendaman Air Yang Berbeda. 20(November), 90–95.

Sakinah Rakhma Diah Setiawan. (2023). Artikel dengan judul Simak, Keunggulan dan Manfaat
Jeruk Kunci".

Salempa, P., Bioaktivitas fraksi n-heksan dan Senyawa -Sitosterol dari kayu akar
Pterospermumsubpeltatum C.B.Rob, Farmakologi, Vol.4, No.2, (2009), h. 45.

Sirait, Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, (Bandung: ITB, 2007), h. 21.

Saraswati A. 2015. Efektivitas ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis) dengan NaOCL 2,5%
terhadap bakteri Enterococcus faecalis sebagai alternatif larutan irigasi saluran akar
[skripsi]. Makassar: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Septiani, Eko ND, Ima W. 2017. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lammun (Cymodocea rotundata)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Journal of Fisheries
Science ad Technology. 3 (1) :1-6.

Tobing, Isolasi Senyawa Alkaloida dari Batang Tumbuhan Brotowali (Tinospora crispa L.),
Majalah Obat Tradisional, Vol.16, No.3, (2007), h. 142.

Tripoli, E., La Guardia, M., Giammanco, S., Di Majo, D., & Giammanco, M. (2007). Citrus
flavonoids: Molecular structure, biological activity and nutritional properties: A review.
Food chemistry, 104(2), 466-479

Ubay, bey. 2011. Ekstraksi padat-cair. Diakses pada tanggal 6 Juni 2016.
Wulandari, M., Nora, I., dan Gusrizal., 2013., Aktivitas Antioksidan Ekstrak nHeksana, Etil
Asetat dan Metanol Kulit Buah Jeruk Sambal (Citrus microcarpa Bunge)., Volume 2.,
No 2. Universitas Tanjungpura. Pontianak

Yuniarti, T, Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional, Cetakan Pertama MedPress,


Yogyakarta.2008.

Yuwono LF. 2009. Daya antibakteri ekstrak daun teh (Camellia sinensis) terhadap pertumbuhan
Streptococcus sp. pada plak gigi [skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
Lampiran

Lampiran 1: Perhitungan Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Kunci

(Citrus Microcarpa Bunge)

Bobot ekstrak yang didapat


Rendemen = B obot Serbuk simplisia yang diekstraksi (gram) x 100%

a. Rendemen Ekstrak Kulit Jeruk Kunci


Berat ekstrak sampel :Berat Simplisia:
Ekstrak kulit jeruk kunci:

Lampiran 2: Perhitungan Perkiraan Simplisia Yang Akan Digunakan

1. Berpedoman pada penelitian “Aktivitas Antibakteri Kulit Buah Jeruk Kunci Terhadap Bakteri

Staphylococus aureus”Jurnal Pendidikan dan ilmu kimia” dilakukan maserasi dengan pelarut

etanol 96% dan dihasilkan persen rendemen ekstrak etanol daun jeruk kunci sebesar 9,4%

Perkiraan simplisia dapat dihitung sebagai berikut:


gram
Rendemen = x 100%
gram simplisia

47 , 12 g
9,4% = x 100%
gram simplisia

47 , 12 g
Gram simplisia= x 100%= 501,27 gram ~ 505 gram
9,4 %

Dari perhitungan tersebut diperoleh bobot simplisia ekstrak daun jeruk kunci dibutuhkan adalah

505 gram.Untuk meminimalisir kekurangan ekstrak saat penelitian,maka akan diambil simplisia

sebanyak 1,000 gram

2. Berpedoman pada penelitian “Uji Aktivitas Antibakteri Daun Jeruk Kunci Terhadap Bakteri

Staphylococus aureus”Jurnal Pendidikan dan ilmu kimia” dilakukan maserasi dengan pelarut

etanol 96% dan dihasilkan persen rendemen ekstrak etanol buah jeruk kunci sebesar 74,84%

Perkiraan simplisia dapat dihitung sebagai berikut:

gram
Rendemen = x 100%
gram simplisia

780 g
74,84% = x 100%
gram simplisia

780 g
Gram simplisia= x 100%= 104,22 gram ~ 110 gram
74 , 84 %

Dari perhitungan tersebut diperoleh bobot simplisia ekstrak buah jeruk kunci dibutuhkan adalah

110 gram.Untuk meminimalisir kekurangan ekstrak saat penelitian,maka akan diambil simplisia

sebanyak 500 gram.


3. Berpedoman pada penelitian “Uji Aktivitas Antibakteri Daun Jeruk Kunci Terhadap Bakteri

Staphylococus aureus”Jurnal Pendidikan dan ilmu kimia” dilakukan maserasi dengan pelarut

etanol 96% dan dihasilkan persen rendemen ekstrak etanol kulit jeruk kunci sebesar 75,82%

Perkiraan simplisia dapat dihitung sebagai berikut:

gram
Rendemen = x 100%
gram simplisia

780 g
75,82% = x 100%
gram simplisia

780 g
Gram simplisia= x 100%= 102,2 gram ~ 110 gram
7 5 ,8 2 %

Dari perhitungan tersebut diperoleh bobot simplisia ekstrak buah jeruk kunci dibutuhkan adalah

110 gram.Untuk meminimalisir kekurangan ekstrak saat penelitian,maka akan diambil simplisia

sebanyak 500 gram.

Lampiran 3:Perhitungan Pengenceran Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Kunci

(Citrus Microcarpa Bunge)

Prosedur kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Menurut Saridewi dkk

(2017), Pengenceran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

M1.V1 = M2.V2

Keterangan:
M1: Konsentrasi sebelum pengenceran

M2: Konsentrasi setelah pengenceran

V1: Volume sebelum pengenceran

V2: Volume sesudah pengenceran Maka didapatkan hasil perhitungan sebagai

berikut :

1. Konsentrasi 20%

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100% = 10 ml x 20 %

V1 = 2 ml

2. Konsentrasi 40%

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100% = 10 ml x 40 %

V1 = 4 ml

3. Konsentrasi 60%

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100% = 10 ml x 60 %

V1 = 6 ml

Berdasarkan perhitungan di atas didapat konsentrasi 20%, 40%, dan 60%,

seperti pada Tabel di bawah ini


No V1 (ml) M1 V 2 (ml) M2 DMSO
(ml)
1. 2 100 10 20% 8
2. 4 100 10 40% 6
3. 6 100 10 60% 4
Keterangan:

V : Volume ekstrak tanaman jeruk kunci konsentrasi 100% yang akan diencerkan.
V2 : Volume ekstrak tanaman jeruk kunci yang akan dibuat yaitu 10 ml.
M1 : Konsentrasi ekstrak tanaman jeruk kunci yang akan diencerkan yaitu konsentrasi
100%.
M2 : Konsentrasi ekstrak tanaman jeruk kunci yang akan dibuat.
BIODATA

Nama : Ni Wayan Sandy Pramitha


Tempat, Tempat Lahir : Way Kanan, 15 Februari 2004
Alamat : Desa Windusari, kec.Belitang Jaya,
kab.Oku Timur
Agama : Hindu
Email : niwayansandypramitha@student.poltekkespalembang.ac.id

No. Handphone : 085266303357

Nama Orangtua
Ayah : I Wayan Beteng
Ibu : Mardiana
Jumlah saudara : 5
Anak ke- : 4
Riwayat pendidikan

1. TK Sebiduk Sehaluan Sari Jaya : 2008 - 2009


2. SD Negeri Windusari : 2009 - 2015
3. SMP Negeri 2 Belitang 3 : 2015 - 2018
4. SMA Negeri 1 Belitang 3 : 2018 - 2021

Anda mungkin juga menyukai