Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PELAKSANAAN PROSES PEMERIKSAAN

KEIMIGRASIAN STUDI KASUS PEMBERIAN IZIN MASUK


BAGI KRU KAPAL ASING DI KANTOR IMIGRASI KELAS II
TPI SORONG

Tri Susilo Anggoro


Analis Keimgrasian Pertama
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
KANTOR WILAYAH PAPUA BARAT
KANTOR IMIGRASI KELAS II TPI SORONG
Jalan Masjid Raya HBM Sorong 98416 Tlpn (0951) 321915, 321393
Laman: www.sorong.imigrasi.go.id Email: kanim_sorong@.imigrasi.go.id

LEMBAR PENGESAHAN
NOMOR : W31.IMI.IMI.2-HH.03.01-001

JUDUL MAKALAH : “ANALISIS PELAKSANAAN PROSES PEMERIKSAAN


KEIMIGRASIAN STUDI KASUS PEMBERIAN IZIN MASUK
BAGI KRU KAPAL ASING DI KANTOR IMIGRASI KELAS II
TPI SORONG”
NAMA PENULIS : Tri Susilo Anggoro
NIP : 198905302017121001
JABATAN : Analis Keimigrasian Pertama

Telah dipresentasikan dan telah disahkan oleh Sub Bagian Tata Usaha
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong
Dan dinyatakan LAYAK BACA
untuk kemudian disimpan di Perpustakaan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong

Pada hari : Senin


Tanggal : 10 Februari 2020

Mengesahkan
Kasubag Tata Usaha

Masrianto Pasaribu
NIP. 19630319 198603 1 001
Abstrak

Pelabuhan Sorong merupakan salah satu pelabuhan internasional


di Papua Barat. Pelabuhan ini berada di pinggir sungai Kapuas
denganjarak 3 lkm dari muara sungai dan memiliki fungsi melayani
arus kapal, arus barang, dan penumpang baik antar pulau di Indonesia
ataupun antar negara. Oleh sebab itu, untuk menentukan orang asing
atau kru yang dapat izin masuk I keluar Indonesia wajib melalui
pemeriksaan Keimigrasian sesuai amanat Undang Undang Nomor 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam pelaksanaan pemeriksaan
sesuai Standar Operasional Prosedur: IMI-GR.01.04.2533
tentang penyelesaian kedatangan awak alat angkut dan
Permenkumham nomor 44 tahun 2015, tentang tata cara
pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan imigrasi secara
keseluruhan dapat diterapkan dengan baik namun terdapat beberapa
kendala yang dialami petugas dalam pelaksanaan pemeriksaan
pemberian izin masuk bagi kru kapa lasing di Wilayah Pelabuhan Sorong.
Metode penilitian menggunakan metode penelitian normatig empiris dan
pendekatan deskriptif-kualitatif. Penulis melakukan penelitian hukum
yang mengkaji hukum tertulis tentang pemeriksaan Keimigrasian dan
menggambarkan atau mendeskripsikan subjek dan objek penelitian
berdasarka fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Kata Kunci: BCM, Pemeriksaan Keimigrasian, Kru Kapal
Abstract

Sorong Port is one of the international ports in West Papua. This port is located
on the edge of the Kapuas river with a distance of 3 km from the river mouth and
has the function of serving the flow of ships, goods and passengers both
between islands in Indonesia or between countries. Therefore, to determine
foreigners or crews who can get permission to enter and leave Indonesia, they
must go through an Immigration examination in accordance with the mandate of
Law Number 6 of 2011 concerning Immigration. In carrying out the inspection in
accordance with Standard Operating Procedures: IMI-GR.01.04.2533 regarding
the completion of the arrival of the crew of transportation means and
Permenkumham number 44 of 2015, regarding the procedures for immigration
checks at immigration checkpoints as a whole can be implemented properly but
there are some obstacles experienced by officers in carrying out the inspection
of granting entry permits for lasing boat crews in the Sorong Port Area. The
research method uses empirical normative research methods and descriptive-
qualitative approaches. The author conducts legal research that examines the
written law on Immigration examination and describes or describes the subject
and object of research based on the facts that appear or as they are.
Keywords: BCM, Immigration Check, Ship Crew
I. PENDAHULUAN
Globalisasi menjadi fenomena yang terjadi begitu cepat dengan
pengaruh yang multi dimensi, pertumbuhan ekonomi,stabilitas orientasi
politik, pergaulan sosial dan pergeseran budaya. Salah satu contoh
fenomena tersebut ditandai dengan pergerakan manusia atau migrasi
yang frekuensi dan volumenya nyaris tidak terbendung. Hal tersebut
terjadi atas dukungan perkembangan teknologi dan komunikasi
sehingga batas suatu negara yang semakin mudah dilewati demi
berbagai kepentingan umat manusia antara lain perdagangan,
perindustrian, maupun kepentingan pribadi lainnya. Salah satu negara
yang terkena dampak globalisasi ialah Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dari Sabang sampai Marauke.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Pemerintahan Umum,
Kementrian Dalam Negeri yang dipublikasikan Badan Pusat
Statistik bahwa Indonesia memiliki 17.504 pulau di Indonesia yang
tersebar di 33 Provinsi. Indonesia memiliki garis perbatasan atau batas
suatu negara dengan negara tetangga baik perbatasan darat, laut,
maupun udara. Perbatasan tersebut merupakan pemisah kedaulatan
suatu negara yang di dasarkan atas hukum intemasional (Firdaus,
2018).
Kondisi Indonesia yang strategis membuat Indonesia j adi tempat
perlintasan laut bagi kapal-kapal yang akan masuk wilayah Indonesia,
baik untuk melakukan wisata bagi turis asing maupun kapal-kapal luar
atau dalam negeri yang akan melakukan ekspor-impor di pelabuhan
Indonesia, adapun terdapat beberapa jenis kapal-kapal yang
melakukan keluar atau masuk wilayah Indonesia seperti, kapal tanker,
kapal roro, kapal feri, kapal pesiar, kapal kargo, kapal bulk karier, kapal
tongkang, dan kapal militer asing.
Banyaknya kapal yang keluar masuk diperairan Indonesia
tentunya membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah, mengingat
laut adalah daerah yang sangat luas dan berbeda dengan daratan
pada umumnya, maka untuk memberikan perhatian didaerah
perairan Indonesia, pemerintah telah menempatkan patroli laut
dengan angkatan laut sebagai pertahanan utamanya. Serta
menentukan tempat-tempat yang dijadikan sebagai pintu masuk atau
keluar wilayah Indonesia di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Oleh
karena itu dibuatlah suatu temp at sebagai fasilitas di pinggiran laut,
sungai atau danau untuk sarana trasnportasi laut dalam berbagai
kepentingan baik antar pulau, dalam negeri, maupun luar negeri yang
disebut sebagai Pelabuhan.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat melakukan kegiatan
pemerintah atau perusahaan (Adam & Dwiastuti, 2015). Indonesia
sendiri memiliki sekitar 278 pelabuhan domestik maupun intemasional
(www.bps.go.id/dynamictable). Pelabuhan-pelabuhan inilah tentunya
yang memberikan peranan penting dalam menjaga keamanan serta
sebagai pintu masuk negara Republik Indonesia melalui laut.
Pelabuhan merupakan suatu kawasan yang tidak dapat dipisahkan dari
daerah sekitarnya, atau hinterlandnya, yaitu kawasan yang tersendiri
dari daratan dan perairan tertentu yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan guna pengurusan lalu lalang alat
angkut dan aktifitas lainnya. Salah satu pelabuhan di Indonesia adalah
Pelabuhan Sorong yang berada di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat.
Pelabuhan Sorong Sorong memiliki Tempat Pemeriksaan
lmigrasi (TPI) dibawah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Imigrasi
kelas II TPI Sorong. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat
pemeriksaan Keimigrasian di pelabuhan laut, bandar udara, pos
lintas batas, atau tempat lain sebagai keluar atau masuk Indonesia
(UU no 6 tahun 2011, pasal 1 angka 12). Orang-orang yang akan
keluar atau masuk ke Indonesia khususnya melalui Pelabuhan Sorong
adalah orang asing ataupun warga negara Indonesia dengan tujuan
wisata, bekerja, serta para pelaut yang akan berlabuh ataupun
berlayar dengan tujuan tertentu, yang wajib melakukan pemeriksaan
keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Berdasarkan Undang-undang no 6 tahun 2011 tentang
Keimigrasian dijelaskan dengan adanya kebijakan selektif (selective
policy) yang menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, diatur masuknya
orang asing ke dalam wilayah Indonesia, demikian pula bagi orang asing
yang memperoleh izin tinggal di wilayah Indonesia harus sesuai
dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia. Berdasarkan
kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi kepentingan
nasional, hanya orang asing yang memberikan manfaat serta tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan
masuk dan berada di wilayah Indonesia. Oleh karena itu peran
keimigrasian muncul ketika orang asing melintasi perlintasan batas
wilayah laut Indonesia, sehingga sebagai wujud dari fungsi
keimigrasian tersebut maka pemerintah Indonesia menetapkan
tempat-tempat tertentu yang di jadikan pintu masuk atau keluar
wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan keimigrasian.
Untuk mengoptimalkan empat (4) fungsi Keimigrasian yaitu
(pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan
fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat) maka di
perlukan standar kegiatan atau yang lebih di kenal Standar
Operasional Prosedur (SOP) sebagai suatu pedoman yang mengatur
tata cara pemeriksaan Keimigrasian yang benar di TPI laut Sorong,
misalnya bagaimana prosedur pemeriksaan imigrasi, kapan hal
tersebut di lakukan, siapa yang berwenang dalam melakukan
pemeriksaan dan hal-hal lainnya dalam pemeriksaan Keimigrasian di
TPI laut Sorong.
Pada dasamya proses pemeriksaan keimigrasian harus
berjalan sesuai Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan
Direktorat Jendral Imigrasi SOP Nomor IMI.GR.01.04.2533 tentang
Penyelesaian Kedatangan Awak Alat Angkut Asing. Peraturan
lainnya yang mengatur mengenai pemeriksaan keimigrasian di TPI
yaitu Permenkumham Nomor 44 tahun 2015 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Di
dalam SOP tersebut di katakan bahwa pemeriksaan keimigrasian
dilakukan di Pos Pemeriksaan Imigrasi namun pada kenyataan di
lapangan pejabat atau petugas imigrasi melakukan pemeriksaan di
atas alat angkut/kapal.
Dengan demikian pemeriksaan keimigrasian di TPI laut
Sorong bagi pejabat imigrasi menjadi sangat penting karena
berfungsi membantu pejabat imigrasi mengoptimalkan tugas dan
fungsi keimigrasian. Perlunya pengawasan yang lebih optimal
mengingat banyak kemungkinan yang dapat dilakukan dan tentunya
dapat merugikan ataupun dapat membahayakan, mengingat letak
geografis kota Sorong yang berbatasan langsung dengan Malaysia,
Singapura, dan negara tetangga lainnya, dan akan dibangunnya
dermaga lnternasional Kijing yang tentunya akan semakin
meningkatkan intensitas perlintasan kapal antar negara di wilayah laut
Kalimantan Barat.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian artikel ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan dan mengetahui pelaksanaan
pemeriksaan keimigrasian dalam pemberian izin masuk
atas kru atau anak buah kapal asing di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi laut Sorong.
2. Untuk menjelaskan mengenai kendala-kendala yang
dihadapi petugas imigrasi dalam pemeriksaan keimigrasian
di TPI Laut Sorong.
II. PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah normatif empiris
dengan pendekatan kualitatif-deskriptif. Pendekatan deskriptif yang
bertujuan untuk mendeskripsikan apa - apa yang saat ini berlaku dan
diamati. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,
analisis dan menginterprentasikan kondisi yang terjadi atau ada
dengan melihat kaitan antara variabel yang ada sedangkan Kualitatif
merupakan suatu metode yang berfungsi sebagai prosedur
penelusuran dalam memecahkan suatu masalah yang diselidiki serta
pendalaman dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan
objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai
mana keadaan di lapangan..

B. Hasil Penelitian
Pemeriksaan keimigrasian dapat diartikan sebagai suatu
bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pejabat imigrasi yang berupa
pemeriksaan terhadap dokumen keimigrasian orang asing khususnya
dalam penelitian ini ialah awak kapal atau crew kapal asing seperti
paspor mengenai masa berlaku, keabsahan dokumen dan
pemeriksaan daftar CEKAL menggunakan komputer yang telah
terhubung dengan sistem BCM (Border Control Management), dan
dokumen lainnya seperti daftar awak alat angkut (crew list) serta
seaman book apabila diperlukan, dimana pemeriksaan tersebut dapat
dilaksanakan di TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi). Pemeriksaan
tersebut dilakukan pada saat awak alat angkut akan masuk atau
bersandar di Pelabuhan ataupun pada saat mereka ingin berlayar
meninggalkan wilayah Republik Indonesia ke Negara Tujuannya atau
Negara Asalnya.
Selama proses pemeriksaan keimigrasian terhadap kru kapal
asing yang dilakukan pada saat mereka masuk kewilayah Indonesia
melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, secara langsung dan tidak
langsung telah dilakukan pula pengawasan terhadap awak kapal
tersebut. Dalam hal ini pengawasan lebih mengarah kepada
pengawasan administrasi yaitu dalam bentuk pengawasan melalui
penelitian surat-surat atau dokumen, dalam hal ini dokumen yang
dimaksud seperti paspor awak alat angkut, daftar awak alat angkut
(crew list), juga pemeriksaan terhadap daftar pencegahan dan
penangkalan. Dengan demikian pengawasan yang dgunakan lebih
banyak secara administrasi, yaitu nampak hanya berkisar pada
pengumpulan,penelitian, dan pemeriksaan terhadap surat-surat
atau dokumen-dokumen keimigrasian yang dimiliki oleh awak alat
angkut laut tersebut.
Hal ini sangat penting dilakukan mengingat tugas dan fungsi
keimigrasian salah satunya menj aga kedaulatan negara, maka
pemeriksaan keimigrasian terhadap awak kapal atau crew kapal
asinng di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) adalah merupakan
langkah pertama yang dilakukan oleh pihak Imigrasi dalam upaya
pengawasan serta memberikan pelayanan terhadap Orang Asing yang
akan masuk melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Masuk dan
keluarnya orang asing di wilayah Negara Indonesia ten tun ya
merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Indonesia.
Penyelenggaraan pengawasan keimigrasian merupakan prosedur
yang harus dilakukan pada TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi).
Proses pemeriksaan Keimigrasian dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di
TPI yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintahan Indonesia
untuk menentukan orang asing yang berhak untuk masuk ke wilayah
Indonesia. Pada saat ini Indonesia mengenal kebijakan selektif
Keimigrasian (selective policy). Kebijakan ini mengatur tentang
masuknya atau keluamya orang asing ke dalam wilayah Indonesia,
demikian pula bagi orang asing yang memperoleh lzin Tinggal di
wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuannya berada
di Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud serta dalam rangka
melindungi kepentingan nasional, hanya orang asing yang
memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan
ketertiban umum diperbolehkan masuk dan berada di wilayah
Indonesia.
Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang
keimigrasian pasal 9 ayat (1) dijelaskan:
''Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia harus
melalui pemeriksaan oleh petugas imigrasi pada TPI (Tempat
Pemeriksaan Imigrasi). Termasuk awak kapal orang asing yang masuk
ke wilayah Indonesia dengan alat angkutnya atau kapalnya''.
Alat angkut yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kapal
penumpang atau kapal barang yang membawa serta awak alat angkut
atau anak buah kapal yang masuk wilayah indonesia menggunakan
kapal laut terse but. Setiap alat angkut memiliki penanggung j awab atas
alat angkut tersebut. Berdasarkan Undang-undang nomor 6 tahun
tentang keimigrasian 2011 pasal 1 angka 37 menjelaskan bahwa:
''Penanggung jawab alat angkut adalah adalah pemilik,pengurus,
agen, nakhoda, kapten kapal, kapten pilot, atau pengemudi alat angkut
yang bersangkutan. Dan dalam tulisan yang dimaksud dengan
penanggungjawab adalah pemilik, pengurus agen, nahkoda atau kapten
alat angkut”.
Dalam undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian
pada pasal 17 ayat 1 (satu) menjelaskan bahwa Penanggung Jawab
Alat Angkut (nahkoda I kapten kapal) yang masuk atau keluar wilayah
Indonesia dengan alat angkutnya (kapal laut) wajib melalui TPI (Tempat
Pemeriksaan Imigrasi). Pada ayat 2 ( dua) yaitu Penanggung Jawab
Alat Angkut yang membawa penumpang yang akan masuk atau keluar
wilayah Indonesia hanya dapat menurunkan atau menaikkan
penumpang di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Adapun untuk ketentuan lebih lanjut mengenai penanggung
jawab alat angkut di jelaskan dalam Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor 44 tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pemeriksaan Masuk Dan Keluar Wilayah Indonesia Di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi pasal 4 yaitu, penaggung jawab alat alat angkut
memiliki kewajiban untuk:
1. Sebelum kedatangan atau keberangkatan memberitahukan
rencana kedatangan atau keberangkatan secara tertulis
atau elektronik kepada Pejabat Imigrasi dalam waktu paling
lambat 6 ( enam) jam Sebelum Alat Angkut reguler tiba dan
paling lambat 48 (empat puluh delapan) jam sebelum Alat
Angkut nonreguler tiba;
2. Menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak
Alat Angkut yang ditandatanganinya kepada Pejabat
Imigrasi;
3. Memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat bagi
kapal laut yang datang dari luar Wilayah Indonesia dengan
membawa penumpang;
4. Melarang setiap orang naik atau turun dari Alat Angkut
tanpa izin Pejabat Imigrasi sebelum dan selama
dilakukan pemeriksaan Keimigrasian;
5. Melarang setiap orang naik atau turun dari Alat Angkut
yang telah mendapat penyelesaian Keimigrasian selama
menunggu keberangkatan;
6. Membawa kembali keluar Wilayah Indonesia pada
kesempatan pertama setiap Orang Asing yang tidak
memenuhi persyaratan yang datang dengan Alat Angkutnya;
7. Menjamin bahwa Orang Asing yang diduga atau dicurigai
akan masuk Wilayah Indonesia secara tidak sah untuk tidak
turun dari Alat Angkutnya; dan
8. Menanggung segala biaya yang timbul sebagai akibat
pemulangan setiap penumpang dan/atau awak Alat
Angkutnya.
Berdasarakan pengamatan yang penulis lakukan tentang
proses pemeriksaan keimigrasian di TPI (Tempat Pemeriksaan
Imigrasi) Pelabuhan Sorong Sorong, awalnya kapal laut atau alat
angkut laut yang akan datang atau masuk wilayah Indonesia
memberitahukan rencana kedatangan melalui agen kapal lautnya
di Indonesia dengan keterangan tertulis (Surat) kurang lebih 2hari
sebelumnya atau 48jam yang memuat nama perusahaan, nama kapal,
kebangsaan (Bendara yang digunakan pada alat angkut tersebut),
crew list atau jumlah awak kapal (anak buah kapal), waktu perkiraan
tiba yang berisikan (tanggal, bulan, dan tahun, waktu sandar, dan
permohonan pemeriksaan keimigrasian (Clearance)) terhadap awak
kapal laut tersebut. Lalu pej abat imigrasi mencatat kedatangan kapal
dan menuliskan rencana kedatangan alat angkut tersebut di papan
rencana kedatangan kapal yang terdapat pada pos Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Sorong Sorong, untuk memudahkan
petugas atau pej abat imigrasi mengetahui j adwal kapal asing yang
akan tiba di pelabuhan Sorong Sorong.
Kemudian setelah kapal laut tersebut tiba pada waktu yang
sudah di tentukan, pihak agen kapal melaporkan kedatangan kapal
asing ke syahbandar. Agen kapal laut tersebut menghubungi petugas
imigrasi melalui telepon seluler yang terdapat di terdapat di tempat
pemeriksaan imigrasi (TPI) untuk konfirmasi atas kedatangan alat
angkut tersebut dengan memberikan PKK (Pemberitahuan
Kedatangan Kapal). Setelah kapal sudah bersandar di pelabuhan
Sorong ataupun di Outbar maka pejabat atau petugas imigrasi di TPI
melakukan pemeriksaan keimigrasian secara langsung dengan cara
naik ke atas alat angkut atau kapal laut asing. Pemeriksaan yang
dilakukan terhadap awak kapal asing atau crew kapal tersebut meliputi
pemeriksaan dokumen Keimigrasian (Immigration Clerance).
Mekanisme yang dilakukan pada saat melakukan
pemeriksaan keimigrasian (clearance) di atas alat angkut atau kapal
yaitu, awalnya petugas imigrasi melakukan pemeriksaan daftar awak
alat angkut atau Crew List disertakan dengan rencana kedatangan alat
angkut atau pemberitahuan kedatangan kapal (PKK) tersebut yang
telah diserahkan kepada pejabat imigrasi sebelumnya. Lalu Pejabat
Imigrasi melakukan pemeriksaan di atas alat angkutnya dan ketika
sudah di kapal asing tersebut, pejabat imigrasi memerintahkan kepada
kru kapal asing untuk berbaris rapi sesuai dengan mencocokkan jumlah
penumpang dan kru kapal yang terdapat pada Crew List dan jumlah
paspor yang telah dikumpulkan secara kumulatif oleh penanggung
jawab alat angkut dalam satu ruangan di atas alat angkut atau kapal
laut tersebut. Dokumen yang diperiksa meliputi paspor, buku pelaut
(Seaman's Book), serta Visa bagi penumpang asing (Supernumery,
Supercargo, Superintendent). Setelah itu, dicocokkan dengan identitas
pemegangnya dan masa berlaku paspor. Apabila tidak ditemukan
masalah keimigrasian pada tiap dokumen perjalanan atau paspor dan
buku pelaut dari setiap awak alat angkut ( anak buah kapal) maupun
nahkoda atau kapten kapal laut, maka paspor, daftar awak alat angkut,
last port clearance dibawa ke Pos Pemeriksaan keimigrasian di
pelabuhan Sorong untuk dilakukan proses pemeriksaan keimigrasian
selanjutnya.
Proses selanjutnya adalah pemeriksaan daftar pencegahan dan
penangkalan dilakukan dengan mencocokkan antara crew list
dan paspor dengan daftar pencegahan dan penangkalan (
CEKAL) yang terdapat di TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi)
dengan menggunakan komputer yang telah terhubung dengan sistem
BCM (Border Control Management). Dikarenakan untuk diatas kapal,
pemeriksaan daftar pencegahan dan penangkalan tidak dapat
dilakukan karena tidak ada sinyal akses ke sarana komputer (BCM
Portable) dan saat melakukan pemeriksaan petugas imigrasi hanya
menggunakan kapal kecil yang tidak memungkinkan untuk membawa
(BCM Portable) yang dapat mendukung pemeriksaan CEKAL diatas
kapal. Proses pemeriksaan pada sistem Cegah dan Tangkal (CEKAL)
itu berdasarkan Crew List yang diterima menggunakan sistem BCM
(Border Control Management) pun dilakukan di Pos Pemeriksaan
Sorong Sorong.
Setelah itu pejabat imigrasi yang bertugas memberikan
tanda pemeriksaan keimigrasian telah dilakuakan yaitu Indonesia
Immigration clearance pada halaman belakang setiap crew list yang
dibawa bersama dengan paspor awak alat angkut. Indonesia
Immigration clearance merupakan sebuah cap yang diterakan dalam
crew list pada saat kedatangan dan pada saat keberangkatan setelah
dilakukan pemeriksaan keimigrasian Jadi, fungsi dari Indonesia
Immigration clearance adalah untuk menunjukkan bahwa suatu kapal
telah melalui proses pemeriksaan keimigrasian. Dan sekaligus untuk
mengetahui jangka keberadaan kapal tersebut selama berada di wilayah
pelabuhan Indonesia.
Dalam proses immigration clearance tersebut, masih ada kendala-
kendala yang dihadapi oleh Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong, antara
lain:
a. Kekosongan Pejabat Imigrasi dan Sumber Daya Manusia
Pemeriksaan keimigrasian merupakan wewenang dari
pej abat imigrasi untuk naik keatas kapal dan langsung
menuju ruang Kapten atau N ahkoda kapal untuk
memeriksa dokumen keimigrasian seluruh awak kapal.
Namun karena kekosongan pejabat imigrasi, maka
pemeriksaan dilakukan oleh petugas imigrasi yang ditunjuk.
Biasanya kepala sub seksi juga melakukan pemeriksaan
keimigrasian di TPI Sorong. namun, karena Kantor Imigrasi
kelas 1 TPI Sorong memilki 2 TPI, yaitu TPI Udara dan TPI
Laut maka kepala sub seksi harus membagi waktu karena
kekosongan pejabat imigrasi di kedua TPI tersebut. Dan
banyaknya intensitas perlintasan kapal laut asing yang
masuk melalui Pelabuhan Sorong membuat pemeriksaan
menjadi tidak maksimal. Dengan melihat data statistik jumlah
kapal yang datang berbanding terbalik dengan jumlah
sumber daya manusia yang ada pada Tempat Pemeriksaan
Imigrasi Laut Sorong Sorong. Seringkali terjadi keterlambatan
pemeriksaan terhadap kapal laut yang telah bersandar di
pelabuhan Sorong Sorong dikarenakan kekosongan
pejabat imigrasi dan petugas pemeriksa pada TPI tersebut.
Untuk meminimalisir hal tersebut seringkali diberikan
kebijakan kepada agen untuk langsung mengkumulatifkan
paspor awak alat angkut orang asing beserta kapten atau
nahkoda kapal untuk langsung dibawa ke Pos Imigrasi
tanpa melalui pemeriksaan langsung di atas kapal oleh
petugas imigrasi. Dan hal tersebut tentunya akan sangat
berbahaya bagi keamanan negara sebab tidak dapat
dipastikan bahwa di atas alat angkut atau kapal laut tersebut
tidak ada orang asing selain awak alat angkut (crew) yang
akan masuk wilayah Indonesia dengan maksud dan tujuan
membahayakan keamanan dan kedaulatan negara.
b. Tidak adanya kapal patroli atau pemeriksaan yang dimiliki
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong
Hal ini sangat berpengaruh dalam kegiatan
keimigrasian baik pelayanan maupun pengawasan
keimigrasian. Selama ini petugas imigrasi selalu menyewa
kapal atau menggunakan kapal milik agen ketika akan
melakukan pemeriksaan keimigrasian. Hal ini membuat
pengawasan keimigrasian di Pelabuhan Sorong kurang
maksimal dikarenakan pengawasan hanya bisa dilakukan di
darat dan untuk melakukan pengawasan orang asing di laut
maka harus menyewa kapal terlebih dahulu.
c. Tidak ada digitalisasi data Manifest alat angkut
Pada Pos Pemeriksaan Keimigrasian di pelabuhan
Sorong Sorong, hanya memiliki 2 lemari besi yang digunaka
untuk menyimpan berbagai macam kebutuhan pemeriksaam,
seperti cap keimigrasian, alat tulis menulis, dan berkas-
berkas lainnya. Dalam hal ini dengan setiap harinya terdapat
minimal 1 kedatangan kapal, maka secara tidak langsung
menimbulkan penumpukan data manifest kapal di pos
pemeriksaan tersebut sehingga menyulitkan petugas imigrasi
dalam laporan bulanan dan mencari data yang menumpuk jika
terjadi masalah.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pemeriksaan di tengah laut hampir secara
keseluruhan poin-poin pada prosedur operasional standar
Nomor. IMI-GR. 01.04-2533 dan Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia nomor 44 tahun 2015 sudah terlaksana
dengan cukup baik. Namun pemindaian dokumen,pengambilan
data biometrik dan pemeriksaan CEKAL tidak bisa dilakukan
diatas alat angkutnya. Karena sulitnya sinyal untuk
menghubungkan akses internet ke data BCM dan melakukan
pengecekan ke dalam sistem CEKAL, serta fasilitas BCM
yang dimiliki TPI Sorong Sorong dinilai kurang optimal untuk
dibawah pemeriksaan di atas alat angkutnya.
Secara keseluruhan penerapan dilapangan poin-poin
pada prosedur operasional standar No. IMI-GR.01.04-2533 dan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 44 tahun
2015 sudah terlaksana dengan baik, Namun dalam
pelaksanaannya dilapangan belum sepenuhnya berjalan
dengan optimal, disebabkan masih terdapat beberapa kendala
seperti seringnya disconnected BCM ( Offline), terbatasnya
kuantitas sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang
dinilai tidak dapat menunjang proses pemeriksaan tersebut.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan, adapun saran dari
hasil penelitian ini yaitu:
1. Sebaiknya terdapat Pejabat Imigrasi dan penambahan
petugas imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
Sorong Sorong untuk menunjang peningkatan
pemeriksaan di atas alat angkut. Sebab, idealnya
pemeriksaan diatas kapal harus dilakukan oleh
seorang pejabat imigrasi yang dibantu oleh 3 orang petugas
imigrasi. Dengan pembagian tugas yaitu 3 orang naik
keatas kapal untuk melakukan pemeriksaan
keimigrasian dan melakukan pemeriksaan terhadap awak
alat angkut diatas kapal, sedangkan 1 orang menunggu
dibawah untuk memastikan tidak ada orang yang naik
atau turun dari kapal selama pemeriksaan
keimigrasian berlangsung.
2. Melakukan peningkatan jaringan Enhanced Cekal
System (ECS) dan Border Control Management (BCM)
dari offline ke online dan diharapkan kedepannya terdapat
Aplikasi BCM yang dapat melakukan perekaman data foto
dan sidik j ari yang dilakukan di handphone Mobile Unit
sehingga pemeriksaan keimigrasian di atas alat angkut
dapat dilakukan lebih efektif, efisien, dan real time.
3. Melakukan Peningkatan Sarana dan Prasarana di Pos
Pemeriksaan Sorong Sorong, karena tidak tersedianya
jaringan internet (wifi) padahal jaringan tersebut sangat
diperlukan dalam proses pemindaian dokumen dan
pemeriksaan ke daftar CEKAL dan meningkatkan
ketersedian Penampung yang sesuai standard, karena
kenyataan dilapangan ditemukan penampung yang rusak
dan tidak bisa di gunakan. Serta Digitalisasi data manifest
agar mempercepat dan memudahkan dalam melakukan
pemeriksaan keimigrasian tanpa menghilangkan sisi
penegakan hukum keimigrasiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Johari, (2008). Teori Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Psikologi Pendidikan


No II
M Alvi, Syahrin, (2019). Kebijakan Selektif Keimigrasian. Jurnal Teori
Kebijakan Selektif Keimigrasian
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 44 tahun 2015,
Tentang Tata Cara Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi
Riyanto, (2012). Kedaulatan Negara Dalam Kerangka Hukum
Intemasional Kontemporer. Jurnal Yustisia Hukum vol 1, 5-14
Rudi M. Tambunan. (2013). Standard Operating Procedures (SOP) Edisi 2.
Jakarta; Maiestas Publishing.
Santoso, M. I. (2014). Perspektif Imigrasi: Dalam Migrasi Manusia (M. I.
Santoso (ed.); EdisiI). Pusaka Reka Cipta
Saragih, ( 1977). Masalah kekuasaan kehakiman dilndonesia. Jurnal
Hukum dan Pembangunan
Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta

Undang-Undang nomor 6 tahun 2011, Tentang Kelmigrasian

Anda mungkin juga menyukai