Ketut Erawati Tugas Filsafat Pendidikan Ibu Heni
Ketut Erawati Tugas Filsafat Pendidikan Ibu Heni
0leh:
KETUT ERAWATI
Nim : 222413101036
Kelas : B
A. LATAR BELAKANG
Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam bahasa
filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat
dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai positif
bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam angan-angan (impian), atau
terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi kemampuan untuk
berpikir dari akal manusia. Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara
terminologis merupakan suatu paham yang dalam 'pencapaian kebenaran'-nya
bersumber dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi. Segala hal di
luar itu, sama sekali tidak dikaji dalam positivisme.
Para ilmuwan dalam bidang eksakta (kimia, fisika, biologi, dan lainnya)
cenderung menggunakan posisi ontologi, yang memandang dunia secara objektif.
Hal ini menyebabkan epistimologi untuk memperoleh kebenaran adalah
menggunakan metode objektif dengan hasil yang dapat digeneralisasikan
(Positivisme). Sejalan dengan itu, para ilmuwan di bidang noneksakta (Pendidikan
agama, kewarganegaraan, ilmu pengetahuan sosial, dan sebagainya) juga
mengikuti pemikiran para ilmuwan bidang eksakta. Hal ini disebabkan pendapat
para ilmuwan eksakta telah mengakar dan sangat populer. Namun, hal ini pula
yang pada akhirnya membawa implikasi yang kurang baik terhadap pendidikan di
Indonesia. Aliran positivisme telah menjadikan ilmu pengetahuan lain, seperti
ilmu pengetahuan sosial menjadi ilmu pengetahuan yang dinomorduakan bahkan
sering dipandang sebelah mata.
1. Lingkungan keluarga
Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan utama. Ki Hadjar
Dewantara (1926) menyatakan bahwa sejak kehidupan manusia di alam fana
ini adab kemanusiaan hingga kini, kehidupan keluarga selalu memengaruhi
perkembangan budi pekerti setiap manusia. Pendidikan dalam lingkungan
keluarga muncul karena manusia mempunyai naluri asli untuk memperoleh
dan mempertahankan eksistensi keturunan, dan oleh karena itu setiap manusia
akan selalu mendidik keturunannya (anak-anaknya) dengan sesempurna
mungkin baik dalam aspek rohani maupun jasmani. Setiap manusia
mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anak-anaknya,
sehingga hakikat keluarga itu adalah semata-mata pusat pendidikan;
walaupun acapkali berlangsung secara amat sederhana dan tanpa kesadaran.
Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa
yang pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan,
teristimewa pendidikan budi pekerti terdapat di dalam kehidupan keluarga.
Perasaan ini tumbuh dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tidak ada
pusat-pusat pendidikan lain yang menyamainya. Pendidikan kesosialan juga
berawal dan lingkungan keluarga; misalnya tolong- menolong, menjaga
saudara yang sakit, menjaga ketertiban, kesehatan, kedamaian, dan keberesan
segala urusan hidup.
Kepentingan keluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya disebabkan
karena adanya kesempatan yang sebaik-baiknya untuk menyelenggarakan
pendidikan diri dan sosial, akan tetapi juga karena orang tua (ibu dan ayah)
dapat menanamkan segala benih kehidupan batiniah di dalam jiwa anak yang
sesuai dengan kehidupan batiniah dirinya. Inilah hak orang tua yang terutama
dan tidak bisa digantikan oleh orang lain. Apabila sistem pendidikan dapat
memasukkan alam keluarga ke dalamnya, maka orang tua terbawa oleh segala
keadaan pendidikan sehingga dia akan dapat berperan sebagai guru, sebagai
pengajar, dan sebagai teladan.
Demikianlah pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak
ketika masih kecil memberikan landasan bagi pendidikan dan kehidupannya
di masa depan. Pandangan ini mendapat dukungan kuat dan pandangan
psikologis bahwa apa yang dialami anak di masa kecil, khususnya pendidikan
yang diterima dari orang tuanya, akan melekat dalam diri dan mewarnai
perkembangan kehidupan berikutnya. Di dalam kehidupan "modern" seperti
saat ini pun fungsi keluarga sebagai lingkungan pendidikan pertama dan
utama tetap memegang peranan penting dalam meletakkan dasar-dasar yang
kokoh bagi perkembangan kepribadian anak selanjutnya.
Penciptaan iklim kehidupan keluarga yang dapat memberikan
kemudahan bagi anak untuk mengembangkan pola-pola perilaku dasar,
seperti yang dikemukakan pada awal uraian ini, yang diperlukan bagi
pendidikan dan pengembangan diri selanjutnya merupakan fungsi. esensial
keluarga sebagai lembaga pendidikan. Iklim keluarga adalaht suasana yang
dihayati bersama oleh seluruh anggota keluarga. Iklim keluarga merupakan
wahana bagi tindakan pendidikan dalam keluarga. Tindakan orang tua dalam
mendidik anak tidak terlepas dari iklim. keluarga, tindakan itu disertai dan
berada di dalam iklim keluarga. Terbentuknya iklim keluarga tidak hanya
didukung oleh orang-orang tertentu melainkan oleh seluruh anggota keluarga.
Tampilnya masing- masing anggota keluarga secara wajar, sesuai dengan
peranan masing- masing akan menimbulkan kewajaran iklim keluarga itu
sendiri.
Melalui pendidikan dalam keluarga itu, anak bukan saja diharapkan
menjadi suatu pribadi yang mantap, yang secara mandiri dapat melaksanakan
tugas hidupnya dengan baik, melainkan juga diharapkan kelak dia menjadi
anggota masyarakat yang baik. Terkait dengan hal ini, pendidikan dalam
keluarga dapat disebut sebagai suatu persiapan ke arah kehidupan anak untuk
bermasyarakat. Itulah sebabnya maka dikatakan bahwa salah satu fungsi
keluarga adalah fungsi sosialisasi.
Sebagai lembaga pendidikan keluarga menjalankan fungsi sosialisasi
dan edukasi. Fungsi sosialisasi lebih berkaitan dengan proses pewarisan nilai
yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan di
dalam keluarga akan selalu terkait dengan aturan-aturan yang tumbuh dan
hidup di dalam masyarakat, apakah berupa tata cara, adat kebiasaan, tradisi
dan aturan-aturan lainnya. Sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan proses
pengembangan seluruh daya atau potensi anak sehingga dia tampil
sebagaimana dia mampu menjadi dirinya.
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari
sejumlah kecil orang karena hubungan semenda (hubungan kekeluargaan
karena ikatan perkawinan) dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk
keluarga inti (nucleus family: Ayah, ibu dan anak), ataupun keluarga yang
diperluas (di samping inti, ada orang lain seperti, kakek/ nenek, adik ipar, dan
lain-lain). Meskipun Ibu yang merupakan anggota keluarga yang mula-
mulanya sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak, namun
pada akhirnya seluruh angota keluarga itu ikut berintraksi dengan anak. Pada
awal kehidupan manusia, keluargalah yang terutama berperan baik pada
aspek pembudayaan, maupun penguasaan pengetahuan, dan keterampilan.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dan aspirasi anak, kebutuhan pada
umumnya tidak mampu lagi dipenuhi hanya dalam keluarga termasuk di
bidang pendidikan. Oleh karena itu, sebagian dari tujuan pendidikan akan
dicapai melalui jalur pendidikan sekolah ataupun jalur pendidikan luar
sekolah lainnya seperti: kursus, kelompok belajar, dan lain-sebagainya.
Peran jalur pendidikan sekolah makin lama makin penting.
khususnya dengan aspek pengetahuan dan keterampilan. Keluarga dalam hal
ini tidak berarti dapat melepaskan diri dari tangung jawab terhadap
pendidikan anaknya itu, karena keluarga diharapkan bekerja sama dan
mendukung kegiatan pusat pendidikan lainnya (sekolah dan masyarakat).
Keluarga selalu menjadi tempat pendidikan yang pertama.
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan Masyarakat
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial mengandung implikasi bahwa
dalam diri manusia ada dorongan untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan
hidup bersama dengan orang lain. Dorongan ini dibentuk dalam suatu tatanan
hidup yang teratur yang disebut masyarakat. Jadi dalam masyarakat ada
keteraturan, harapan, dan peranan yang harus dimainkan para anggotanya
sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Garafindo Persada