Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun Oleh :

dr Dini Marini

Pendamping :

dr. Prawtiwi Indar Palupi

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA WAHANA RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH

KOTA TANGERANG

2023

1
BAB 1
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 39 tahun
c. Bangsa : Indonesia
d. No.RM : 00077***
e. Agama : Islam
f. MRS : 04-11-2023

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pendarahan dari jalan lahir sejak 4 jam sebelum masuk
rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang ibu merasa hamil 8 minggu kehamilan ke enam anak keenam
datang ke IGD RSUD Kota Tangerang pada tanggal 04-11-2023 jam 02:35
WIB dengan keluhan pendarahan dari jalan lahir sejak 4 jam sebelum
masuk rumah sakit. Darah bewarna merah segar dan sudah ganti pembalut
3 kali. Pasien mengaku sudah terlambat haid sejak 1 bulan lalu, payudara
terasa kencang dan mengeluh mual namun tidak muntah. Pasien mengeluh
mulas-mulas dan tidak disertai nyeri perut bagian bawah. Keluar jaringan
seperti tetelan dan gelembung-gelembung kecil tidak ada.
Riwayat ngeflek pernah dirasakan pasien 7 hari yang lalu namun janin
masih bisa dipertahankan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keguguran 1 kali, riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat diabetes
mellitus tidak ada

2
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat darah tinggi , diabetes mellitus dan penyakit jantung dalam
keluarga tidak ada

Riwayat Operasi
Ibu tidak memiliki riwayat operasi

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi pada keluarga tidak ada, riwayat diabetes melitus pada
keluarga tidak ada, riwayat asma pada keluarga tidak ada.

Riwayat Kehamilan
Kehamilan : 6 Cukup Bulan : 4 Kurang Bulan : -
Keguguran : 1 Anak Hidup : 4 Operasi Sesar : -

Riwayat Pernikahan
Pernikahan ke 1, masih menikah, lama pernikahan kira-kira 15 tahun

Riwayat Menstruasi
Haid Pertama : 13 tahun
Siklus Haid : 28 hari, teratur
Nyeri Haid : Ada
Lama Haid : 7 hari
HPHT : 10 Oktober 2023
HPL : 17 Juli 2024

3
 Riwayat Persalinan
No Tahun Jenis Penolong Jenis BBL Keadaan
Persalinan Kelamin
1 2001 Spontan Bidan Perempuan 2900 g Sehat
2 2003 Spontan Bidan Perempuan 3600 g Sehat
3 2006 Abortus - - - -
4 2010 Spontan Bidan Laki-Laki 3400 g Sehat
5 2014 Spontan Bidan Laki-Laki 3100 g Sehat
6 Hamil Ini

 Riwayat Pengobatan
Selama kehamilan ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan

 Riwayat Alergi
Ibu tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan

 Riwayat Kontrasepsi
Ibu tidak memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi

 Riwayat ANC
Pasien belum pernah melakukan kontrol kehamilan pada kehamilan
yang sekarang

 Riwayat Psikososial
Pasien tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit

4
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 77x/ menit
Respirasi : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,5oC
BB/TB : 56kg /155 cm

Status Generalis dan Obstetri


 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-)
 Mulut : Mukosa oral basah, lidah kotor (-),
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Pemeriksaan Thorax
 Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+)

 Jantung  Bunyi jantung I dan II reguler


 Pemeriksaan Abdomen
 Lihat pemeriksaan ginekologi

 Ekstremitas :
 Atas : Edema (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik
 Bawah : Edema (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik

5
Status Ginekologi
A. Pemeriksaan Luar
• Inspeksi : perut belum terlihat membesar

B . Pemeriksaan Dalam

 Vulva/vagina : perdarahan pervaginam(+), jaringan hasil konsepsi (-)


 Tanda haegar +
 Porsio : portio tebal lunak , pembukaan 1-2cm
 Adneksa : dalam batas normal, penonjolan kavum douglas (-)

IV. RESUME
Ny. N 39 tahun, G6P4A1 hamil 8 minggu datang ke IGD RSUD
Kota Tangerang pada tanggal 04-11-2023 jam 02:35 WIB dengan keluhan
pendarahan dari jalan lahir sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Darah
bewarna merah segar dan sudah ganti pembalut 3 kali. Pasien mengaku
sudah terlambat haid sejak 1 bulan lalu, payudara terasa kencang dan
mengeluh mual namun tidak muntah. Pasien mengeluh mulas-mulas dan
tidak disertai nyeri perut bagian bawah. Keluar jaringan seperti tetelan dan
gelembung-gelembung kecil tidak ada. Riwayat ngeflek pernah dirasakan
pasien 7 hari yang lalu namun janin masih bisa dipertahankan.
Pada riwayat menstruasi didapatkan siklus haid 28 hari, HPHT
tanggal 10/10/2023 dan HPL pada tanggal 17/7/2024. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran penuh, tekanan
darah 120/90 mmHg, nadi 77 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit,
dan suhu tubuh 36.5oC.
Pada pemeriksaaan ginekologi pada inspeksi perut belum terlihat
membesar. Pemeriksaan dalam ditemukan vulva/vagina perdarahan
pervaginam(+), jaringan hasil konsepsi (-), tanda haegar + , portio tebal
lunak, pembukaan 1-2cm serta adneksa dalam batas normal dan tidak ada
penonjolan kavum douglas.

6
V. DIAGNOSIS KERJA
G6P4A1 hamil 8 minggu dengan perdarahan dari jalan lahir e.c Abortus
Inkomplit

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG : Gestasi sack +, intrauterin hamil 8 minggu, dinding uterus reguler

VII. TATALAKSANA
 Rencana diagnosa
 USG
 Rencana tindakan dan terapi
 Kuretase
 Bedrest
 BLPLObat Pulang:
Cefadroxil 2x1
Asam Mefenamat 2x1
Grahabion 2x1
IX. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad Bonam
 Quo ad fungtionam : dubia ad Bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad Bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

2.2 Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah
sebagai berikut.
 Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik
- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Resiprokal
 Kelainan congenital uterus
- Anomali duktus Mulleri
- Septum uterus
- Uterus bikornis
- Inkompetensi serviks uterus
- Mioma uteri
- Sindroma Asherman
 Autoimun
- Aloimun
- Mediasi imunitas humoral
- Mediasi imunitas seluler
 Defek fase luteal
- Faktor endokrin eksternal
- Antibodi antitiroid hormon
- sintesis LH yang tinggi
 Infeksi
 Hematologik
 Riwayat trauma
 Obat-obatan dan toksin lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang
penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan
inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.

8
 Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip
embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum
termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya
kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan
poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan
kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada
awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi
yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya nondisjunction meiosis
atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena
kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi
ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme
patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar
trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis.
Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan
kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.
Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom
1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik
pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21)
bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik
amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas
35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35
tahun karena angka kejadian kelainan kromosom atau trisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilitasi abnormal
(tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan
kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus
akibat kelainan kromosom, di mana terjadinya kelainan pada fase sangat
awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan
struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini
menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari
ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada
rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang
kehamilan dan terjadinya keguguran.

9
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena
adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan
menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering
menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa
autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan
penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan
gangguan fungsi uterus.
Gangguan jaringan konektif lain, misalnya Sindroma Marfan,
Sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elasticum.
Juga pada perempuan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami
abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan
hematologik lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi,
defisiensi faktor XIII, dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom
yang abnormal, di mana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua,
faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian
abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.
 Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin.
Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan.
Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada
27% pasien.
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan
malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa bertahan
sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5% mengalami persalinan
abnormal (premature, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena
kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus
bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko
kejadiannya antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian
besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau
yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan
gangguan.
Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-
80%, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis
kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.

10
 Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara
pasien SLE sekitar 10%, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan
peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka
diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya
kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya
aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari
fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti
klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin
antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS).
APS (antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa
keadaan obstetrik, misalnya pada preeklampsia, IUGR dan prematuritas.
Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis
arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, dan hipertensi
pulmonum.
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan
klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
 Trombosis vaskular
- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau
histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran
inflamasi
 Komplikasi kehamilan
- Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.
- Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi
secara sonografi normal
- Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin
normal dan berhubungan dengan preeklampsia berat atau
insufisiensi plasenta yang berat.
 Kriteria laboratorium
- aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau
sama dengan 6 minggu
- aCL diukur dengan metode ELISA standar
 Antibodi fosfolipid atau antikoagulan

11
- Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT,
PT, dan CT)
- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang
dengan penambahan plasma platelet normal
- Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan
penambahan fosfolipid
- Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan
pemakaian heparin

aPA ditemukan kurang dari 2% pada perempuan hamil yang


sehat, kurang dari 20% pada perempuan yang mengalami abortus
dan lebih dari 33% pada perempuan dengan SLE. Pada kejadian
abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat
adanya atherosis dan oklusi vaskular dini dianjurkan pemeriksaan
darah terhadap β-2glikoprotein 1 yang lebih spesifik.
Pemberian antikoagulan misalnya aspirin, heparin, IL-3
intravena menunjukkan hasil yang efektif. Pada percobaan
binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth hormone plasenta
dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.
Trombosis plasenta pada APS diawali dengan adanya
peningkatan rasio tromboksan terhadap prostasiklin, selain juga
akibat dari peningkatan agregasi trombosit, penurunan e-reaktif
protein dan peningkatan sintesis platelet-activating factor. Secara
klinis lepasnya kehamilan pada pasien APS sering terjadi pada usia
kehamilan di atas 10 minggu.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin
subkutan, aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau
kombinasi semuanya. Studi case-control menunjukkan pemberian
heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan
daya tahan janin dari 50% jadi 80% pada perempuan yang pernah
mengalami abortus lebih dari 2 kali tes APLAs positif. Yang perlu
diperhatikan ialah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu
pengawasan terhadap risiko kehilangan massa tulang, perdarahan,
serta trombositopeni.
 Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian
abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis.
Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian
abortus antara lain:

12
 Bakteria
- Listeria monositogenes
- Klamidia trakomatis
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial vaginosis
 Virus
- Sitomegalovirus
- Rubela
- Herpes simpleks virus (HSV)
- Human immunodeficiency virus (HIV)
- Parvovirus
 Parasit
- Toksoplasmosis gondii
- Plasmodium falciparum
 Spirokaeta
- Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi


terhadap risiko abortus, di antaranya sebagai berikut.
 Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
 Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa
berlanjut kematian janin.
 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia
bawah (misal Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma
urealitikum, HSV) yang bisa menggangu proses implantasi.
 Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria
monositogenes).
 Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh
karena virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus
19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik
sitomegalovirus CMV, HSV).

 Faktor Lingkungan

13
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya
paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok
diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah
diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu
dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada
sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin
yang berakibat terjadinya abortus.
 Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.
 Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko
abortusnya tidak lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa
diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbAlc
tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin
meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan
kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 - 3 kali lipat
mengalami abortus.
 Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen
dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus
luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah
berhubungan dengan risiko abortus. Support fase luteal punya
peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana
trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu
akan menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada
pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.
 Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi
progesteron saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23-
60% perempuan dengan abortus berulang. Sayangnya belum ada
metode yang bisa drpercaya untuk mendiagnosis gangguan ini.
Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih
dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase

14
luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi defek fase luteal
punya gambaran progesteron yang normal.

 Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua


Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada
mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini
mendukung proses implantasi juga proses migrasi trofoblas dan
mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini
berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan
infiltrasi leukosit pada mukosa uterus. Sebagian besar sel ini
berupa Large Granular Lymphocytes (LGL) dan makrofag, dengan
sedikit sel T dan sel B.
Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada
endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada
tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai peran penting
dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului
membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA.
Trofoblas ekstravillous (dengan pembentukan cepat HLA1) tidak
bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan
terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang normal.
 Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen
koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi
embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan
hiperkoagulasi dikarenakan:
 Peningkatan kadar faktor prokoagulan
 Penurunan faktor antikoagulan
 Penurunan aktivitas fibrinolitik

Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan


normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering
didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia
kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia
kehamilan 8-11 minggu. Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin

15
memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan
mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar
protein C dan fibrinopeprida. Defisiensi faktor XII (Hageman)
berhubungan dengan trombosis sistematik araupun plasenter dan telah
dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari
22% kasus.
Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selama konversi
metionin ke sistein. Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun
akuisita, berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini.
Kondisi ini berhubungan dengan 2l% aborus berulang. Gen pembawa akan
diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah
defisiensi folat. Pada pasien ini, penambahan folat akan mengembalikan
kadar homosistein normal dalam beberapa hari.

2.4 Macam-macam Abortus

 Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan
dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes
urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran
1./l0.Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adaiah
baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad
malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed,
consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan
rersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan
kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri
janinlkantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan
HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di sarnping

16
ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun
transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan
kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic utindou.t yang baik
agar rincian hasil USG dapat jelas.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi
tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah rcrjadinya
abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak
bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan.
Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan
khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu.

 Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam karum uteri dan daiam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering,dan
kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus
dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan
didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan,
gerak janin dan gerak ;'antung janin masih jelas walau mungkin sudah
mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau
pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari
dinding urerus.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum
dan perubahan keadaan hemodinamik yangter)adi dan segera lakukan
tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila
perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus
biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus
hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang
kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika.
Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding
uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian
uterotonika, dan antibiotika profilaksis.

 Abortus Kompletus

17
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari karum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah
menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu
dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada
pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7 - 1,0 hari setelah
abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan
pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.

 Abortus Inkompletus
Sebagian hasii konsepsi telah keluar dari karum uteri dan masih ada
yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian
jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kamm uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan
biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung
pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian pkcenal slre masih
terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan
anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum
dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan
tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan
diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan
dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di karum uteri tampak massa
hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat
berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan
tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hari sesuai
dengan keadaan umum ibu dan besarnya utems. Tindakan yang dianjurkan
ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan
perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.

 Missed Abortion

18
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita rnissed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa
pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita
justeru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadang kala
missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes
urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus
yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak
beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan
kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan
keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini
dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya
evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu
diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu
kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari
1,2 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan
melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks urerus memungkinkan. Bila
umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dart 20 minggu dengan
keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan
induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematang-kan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan
pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit
dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan retesan dipertahankan untuk
mencegah rcrjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita
diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal
3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi
ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah
menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi
pada missed abonion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah

19
dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi
pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks
sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kawm uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed
abonion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada
dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat
hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen.
Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dan pemberian antibiotika.

 Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit
untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian
abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan, Penyebab
abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengairkannya
dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphhocyte trofoboblast cross reactipe (TLX). Bila reaksi terhadap
antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini
dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi,
dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini
secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia
serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban
untuk tetap bertahan menurup setelah kehamilan melewati trimester
pertama, di mana osrium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa
disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin.
Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan
sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang
berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis
sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis
yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai
diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai
menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini
melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks
dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila dicurigai adanya
inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi

20
pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur
kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 - 14 minggu
dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis
servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru
dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.

 Abortus Infeksius, Abortus Septik


Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi
pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis).
Keiadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis
dan antisepsis.
Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan
pengelolaan yang adekuat karena dapat ter.jadi infeksi yang lebih luas
selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke
seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok
septik.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang
upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis
dengan didapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah,
takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar
dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi
dengan leukositosis. Biia sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan
tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempenimbangkan keseimbangan
cairan tubuh dan periunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai
dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan
cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat
diberikan Penisiiin 4 x 1.,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah
Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x I gram. Selanjutnya antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah
membaik minimal 5 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa
pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam
waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan
antibiotik yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu

21
ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vaginaluterus dengan
larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total secepatnya.

 Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)


Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana
mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap
terbentuk. Di samping mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut
terbentuk. Kelainan ini merupakan suaru kelainan kehamilan yang baru
terdeteksi seteiah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak dilakukan
tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin
di dalamnya. Biasanya sampai sekitar 1,4 - 1,6 minggu akan terjadi
abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kelainan kehamilan ini
mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan
anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7 – 8 minggu bila pada
pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada
diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu,
bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu
dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah atau kantongkuning telur dan diameter kantong gestasi
sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan
anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi
kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.

Tabel Klasifikasi Abortus

Jenis Perdarahan Serviks Hasil Besar Uterus Gejala Lain


Abortus Konsepsi
Abortus Sedikit Tertutup Masih di Sesuai usia Kram dan nyeri
iminens sampai dalam uterus kehamilan perut
sedang Nyeri punggung
bawah

Abortus Sedang Terbuka Masih dalam Sesuai atau Kram dan nyeri
Insipien sampai uterus lebih kecil perut
banyak dari usia
kehamilan

22
Abortus Sedikit Terbuka Keluar Lebih kecil Kram dan nyeri
inkomplit sampai sebagian dari usia perut
banyak kehamilan Keluar jaringan

Abortus Sedikit Tertutup Keluar Lebih kecil Nyeri dan kram


komplit sampai tidak seluruhnya dari usia perut tidak
ada kehamilan dirasakan atau
hanya sedikit
bila ada. Uterus
agak kenyal

Missed Tidak ada Tertutup Tidak ada Lebih kecil Tanda-tanda


abortion (mati) dari usia kehamilan
kehamilan menghilang.

Abortus Ostium Keluar Sesuai usia Tanpa gejala


Habitualis inkompeten seluruhnya kehamilan kontraksi
(aburtus setelah
spontan yang trimester 1
terjadi 3 kali
berturut-
turut)
Abortus Perdarahan Terbuka Membesar Demam, lelah,
septik pervaginam dan lembut takikardia, nyeri
(abortus yang berbau tekan supra
spontan pubis
dengan
infeksi alat
genitalia)
Blighted - - Masih berada Hanya -
Ovum di dalam pembesaran
(mudigah uterus tanpa
tidak

23
terbentuk janin
sejak awal
walaupun
kantong
gestasi tetap
terbentuk)

2.5 Diagnosis
 Anamnesis: riwayat kehamilan dan abortus sebelumnya, jumlah
perdarahan, jaringan yang keluar, riwayat trauma dan penggunaan obat-
obatan;
 Pemeriksaan obstetrik dan ginekologik
 Pemeriksaan Ginekologi (kehamilan <20 minggu) : Inspekulo (melihat
OUI)
 Pemeriksaan Obstetrik (kehamilan >20 minggu) : Manuver Leopold,
Cardiotocography,
 Pemeriksaan penunjang:
- Darah prefer lengkat: kadar Hb untuk menilai anemia, leukosit dan laju
endap darah untuk abortus septik,
- Pemeriksaan kehamilan: kadar β-hCG dapat digunakan untuk
membedakan haid dan kehamilan.
- Ultrasonografi: melihat kantung gestasi, embrio, denyut jantung, dan
sebagainya.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus sesuai dengan jenis abortus:
1. Abortus imminens:
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan antenatal termsuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi.
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG,
nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
f. Tablet penambah darah

24
g. Vitamin ibu hamil diteruskan

2. Abortus insipiens
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan
rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan
informasi mengenai kontrasepsi paska keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus; jika
evakuasi tidak dapat dilakukan segera: berikan ergometrin 0,2 mg
IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu: tunggu pengeluaran hasil
konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari dalam
uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl
0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes permenit.
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam,
bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa
kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8 gr/dl dan keadaan
umum baik, ibu diperbolehkan pulang.

3. Abortus Inkomplit
a. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)

b. Tindakan kuretase sesuai dengan keadaan umum dan besarnya


uterus à kuret vakum dengan kanula dari plastik

c. Pemberian uterotonika parenteral dan antibiotik

4. Abortus Komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia
perlu diberikan sulfas ferossus dan dianjurkan supaya makanannya
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.

5. Missed Abortion
a. Lakukan konseling
b. Jika usia kehamilan < 12 minggu: evakuasi dengan

25
c. Jika usia kehamilan 12-<20 minggu: lakukan pematangan kanalis
serviks lalu evakuasi dengan infus oksitosin 10 unit dalam 500 ml
dekstrose 5% dengan kecepatan 20 tpm hingga terjadi ekspulsi
hasil konsepsi.
6. Abortus Infeksius, Abortus Septik
a. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta unit atau
Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan
Metronidazol 2 x I gram secara parenteral . Selanjutnya antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur.
b. Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah
membaik minimal 5 jam setelah antibiotika adekuat diberikan.
Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan
uterotonika.

7. Abortus Habitualis
a. Tindakan Fiksasi Serviks
b. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 - 14 minggu dengan
cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis
servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan
simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap
dilahirkan.

8. Blighted Ovum
Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan
dengan dilatasi dan kuretase secara elektif setelah hasil USG kedua
sebelum kantong gestasi melebihi 2,5cm.

2.8 Prognosis
Pada abortus iminens, janin biasanya masih dapat diselamatkan, bergantung
pada jumlah perdarahan yang dialami sang ibu. Prognosis ibu pada abortus
iminens juga baik. Pada abortus insipiens, inkomplit, dan komplit, prognosis sang
ibu baik.

2.9 Komplikasi
Perdarahan hebat dan persisten, sepsis, infeksi, sinekia intrauterine,
infertilitas, perforasi dinding uterus, serta cedera usus dan kandung kemih.

26
Diagnosis banding
Diagnosi Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
s penunjang
banding
Abortus - perdarahan dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
iminens uterus pada umur kehamilan masih positif
kehamilan - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional
sebelum 20 sac (+), fetal plate
minggu berupa (+), fetal
flek-flek movement (+),
- nyeri perut ringan fetal heart
- keluar jaringan movement (+)
(-)
Abortus - perdarahan - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
insipien banyak dari umur kehamilan masih positif
uterus pada - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional
kehamilan sac (+), fetal plate
sebelum 20 (+), fetal
minggu movement (+/-),
- nyeri perut berat fetal heart
- keluar jaringan (-) movement (+/-)
Abortus - perdarahan - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
inkompli banyak / sedang umur kehamilan masih positif
t dari uterus pada - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa
kehamilan - teraba jaringan dari hasil konsepsi (+)
sebelum 20 cavum uteri atau
minggu masih menonjol
- nyeri perut ringan pada osteum uteri
- keluar jaringan eksternum
sebagian (+)
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan masih positif
- keluar jaringan - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari
(+) setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)
Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan negatif setelah 1
- biasanya tidak - Dilatasi serviks (-) minggu dari
merasakan terhentinya
keluhan apapun pertumbuhan
kecuali kehamilan.
merasakan - USG : gestasional
pertumbuhan sac (+), fetal plate
kehamilannya (+), fetal

27
tidak seperti yang movement (-), fetal
diharapkan. Bila heart movement (-)
kehamilannya >
14 minggu
sampai 20
minggu penderita
merasakan
rahimnya
semakin
mengecil, tanda-
tanda kehamilan
sekunder pada
payudara mulai
menghilang.
Mola - Tanda kehamilan - TFU lebih dari - tes kehamilan urin
hidatidos (+) umur kehamilan masih positif
a - Terdapat banyak - Terdapat banyak (Kadar HCG lebih
atau sedikit atau sedikit dari 100,000
gelembung mola gelembung mola mIU/mL)
- Perdarahan - DJJ (-) - USG : adanya
banyak / sedikit pola badai salju
- Nyeri perut (+) (Snowstorm).
ringan
- Mual - muntah
(+)
Blighted - Perdarahan - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
ovum berupa flek-flek usia kehamilan positif
- Nyeri perut - OUE menutup - USG : gestasional
ringan sac (+), namun
- Tanda kehamilan kosong (tidak terisi
(+) janin).
KET - Nyeri abdomen - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb
(+) - Tanda-tanda syok rendah, eritrosit
- Tanda kehamilan (+/-) : hipotensi, dapat meningkat,
(+) pucat, ekstremitas leukosit dapat
- Perdarahan dingin. meningkat.
pervaginam (+/-) - Tanda-tanda akut - Tes kehamilan
abdomen (+) : positif
perut tegang - USG : gestasional
bagian bawah, sac diluar cavum
nyeri tekan dan uteri.
nyeri lepas
dinding abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan
servik.

28
- Uterus dapat teraba
agak membesar
dan teraba
benjolan
disamping uterus
yang batasnya
sukar ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri
bila diraba

29
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Krishadi, Sofie R.et all. editor. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin.Bagian Pertama. Bandung.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Perjan RSHS.

30

Anda mungkin juga menyukai