Anda di halaman 1dari 30

KONSEP DASAR K3

(Materi 1)

A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohniah tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kondisi yang aman atau selamat
dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan kerja
merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran,
ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat
tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menunjukkan pada kondisi yang bebas
dari kondisi yang bebas dari fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.Resiko kesehatan kerja merupakan faktorfaktor dalam lingkungan
kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang telah ditentukan, lingkungan kerja
dapat menyebabkan atau membuat stress emosi dan gangguan fisik.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rokhaniah tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil dan makmur. Segi keilmuan adalah ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dapat dikontrol dan
diprediksikan dengan yang lebih disebabkan oleh faktor ketidak beruntungan dan
kesempatan atau disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak diketahui dan tidak dapat
diantisipasi.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan merugikan
fisik seseorang atau kerusakan hak milik yang disebabkan kontak dengan energy
(kinetik, listrik, kimiawi dan lain-lain) yang melewati ambang batas dari benda atau
bangunan.
Kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak
diharapkan bukannya suatu peristiwa kebetulan saja, tetapi ada sebabsebabnya.Sebab
itu perlu diketahui dengan jelas agar usaha keselamatan dan pencegahan dapat di ambil,
sehingga kecelakaan tidak terulang kembali dan kerugian akibat kecelakaan dapat
dihindarkan. Kecelakaan ini terjadi karena kondisi yang tidak aman.
Dari defenisi diatas jelas bahwa pengertian kecelakaan kerja tidak hanya
terbatas pada insiden-insiden yang menyangkut terjadinya luka-luka saja, tetapi juga
meliputi kerugian fisik dan material sebab-sebab terjadi kecelakaan tersebut.
Kecelakaan akan selalu disertai kerugian material maupun penderitaan dari yang paling
ringan sampai yang paling berat dan 23 bahkan ada yang tewas, oleh karena itu sebelum
terjadi kecelakaan, perlu dilakukan tindakan-tindakan pencegahan atau keselamatan.

B. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat
multi disiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan
tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus.Secara
umum adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami
pendekatan masing-masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakikatnya. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan
potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan
kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan
praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system
oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu
perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify)
potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah
itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat
menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan
berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Langkah-langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah
sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir
dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada hakekatnya adalah
bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko
tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatanpendekatan
tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang mempunyai kerangka pemikiran
yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara
sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu
organisasi.Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini
diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar.
Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety
Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui systim
manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) inilah pola pikir dan berbagai
pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi
agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta
menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak
lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya organisasi memiliki systim manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah
menjadi peraturan.Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Di Indonesia panduan yang serupa
dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di
Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1.
Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga
menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara,
industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Dewasa ini
organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki systim manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki
budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya
menampilkan perilaku aman dan sehat.

C. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Untuk memudahkan pemahaman sejarah keselamatan dan kesehatan kerja maka
akan dibagi menjadi 4 era yaitu:
1. Era revolusi industri (abad XVIII) Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi
perkembangan K3 adalah penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti
mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi
a) Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
b) Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya
bidang industri kimia dan logam)
c) Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya
industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru
d) Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa
pembakaran.
2. Era industrialisasi
Sejak era revolusi industri di atas sampai dengan pertengahan abad 20,
penggunaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti
perkembangan ini. Perkembangan K3 mengikuti penggunaan teknologi (APD,
safety device, interlock, dan alat-alat pengaman)
3. Era Manajemen
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga
sekarang. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti
penyebab-penyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor
manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
Pada era ini berkembang sistem otomasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah
sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun sistem otomasi
menimbulkan masalahmasalah manusiawi yang akhirnya berdampak pada
kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya
masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International
Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation
Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang
penyebab terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya
kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20
berkembanglah suatu konsep keterpaduan sistem manajemen K3 yang berorientasi
pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit-
unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu sistem
manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input
proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar
internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000. Terbitnya buku
Silent Spring oleh Rachel Carson (1965), masyarakat global menuntut jaminan
keselamatan sebagai berikut:
a) Safe Air to Breath
b) Safe Water to Drink
c) Safe Food to Eat
d) Safe Place to Live
e) Safe Product to Use
f) Safe & Healthful Work Place
4. Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada
permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja.
Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk
masyarakat luas. Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor
aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia
serta penerapan hak asasi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi.
Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang
merupakan perwujudan aspek-aspek K3.

D. Tujuan dan Indikator Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik juga akan
menunjukan manajemen dan kepemimpinan yang baik diperusahaan, karena
keselamatan dan kesehatan kerja dapat menurunkan kerugian yang timbul akibat
kecelakaan d76an karyawan akan terlatih dalam menghadapi resiko kerja.
Tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat
kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Dengan mempelajari materi diatas diharapkan dapat memahami dan


mengembangkan bangunan kebijakan K3, menetapkan dan mengembangkan tujuan
K3, membangun organisasi dan tanggung jawab pelaksanaan K3, mengidentifikasi
bahaya, menyiapkan Alat Pelindung Diri, memanfaatkan statistik kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, serta mengembangkan program K3 dengan mitra kerja.

Sasaran dari program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah untuk
memenuhi kepentingan bersama, antara lain adalah :

1. Mencegah dan mengurangi adanya bahaya kecelakaan yag mungkin timbul pada
setiap tempat kerja.
2. Membimbing dan menanamkan rasa disiplin serta kesadaran bagi karyawan
3. Perusahaan senantiasa dapat menghasilkan produksi sebaik mungkin, alatalat kerja
dipelihara dan bertanggung jawab.

Tujuan dari program pencegahan kecelakaan ini adalah mewujudkan suasana kerja
yang mengembirakan, salah satu faktor yag sangat penting dalam memberikan rasa
tentram,semangat kerja karyawan sehingga dapat mempertinggi mutu pekerjaan,
meningkatkan prodiksi dan produktivitas kerja.

Peristiwa kecelakaan akan selalu disertai dengan merugikan materi ataupun


penderitaan terhadap karyawan dan keluarganya. Menurut sifatnya kecelakaan dibagi
atas:

1. Luka ringan, apabila si korban kurang dari 3 minggu telah dapat bekerja kembali
seperti biasa.
2. Luka berat, apabila sikorban lebih dari 3 minggu baru dapat bekerja kembali.
3. Tewas/mati, apabila sikorban meninggal 24 jam setelah kecelakaan.

Selain luka-luka dan kematian, kecelakaan kerja dapat pula mengakibatkan


kerugian karena terganggunya aktivitas kerja, kerusakan alat-alat, lingkugan dan
menurunnya moral karyawan terutama bagi mereka yang langsung memahami atau
melihat terjadinya kecelakaan tersebut.

Berdasarkan kerugian yang diderita oleh perusahaan biasanya dapat diukur dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena terjadinya kecelakaan.

E. Dasar Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diadakan karena tiga dasar
penting yakni:
1. Berdasarkan perikemanusiaan.
Pertama-tama para manajer akan mengadakan pencegahan kecelakaan kerja
atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan demikian
untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit dari pekerjaan yang diderita luka
serta keluarga.
2. Berdasarkan Undang-Undang
Ada juga alasan mengadakan program keselamatan dan kesehatan kerja
berdasarkan Undang-Undang federal, Undang-Undang Negara Bagian dan
Undang-Undang kota perja tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan sebagian
mereka melanggarnya akan dijatuhi hukuman denda.
3. Berdasarkan Ekonomi
Alasan ekonomi untuk sadar keselamatan kerja karena biaya kecelakaan
dampaknya sangat besar bagi perusahaan. Adapun indikator dari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan kerja
b. Stres pekerjaan
c. Kehidupan kerja yang berkualitas rendah
d. Alat-alat perlindung kerja
e. Kondisi ruang kerja
f. Penggunaan peralatan kerja

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja


Para ahli banyak yang menduga bahwa 4 dari 5 kecelakaan yang terjadi
penyebabnya adalah mausia, karenanya program keselamatan kerja harus banyak
memusatkan pada aspek teknisnya. Penyebab-penyebab kecelakaan kerja adalah:
1. Perbuatan manusia yang tidak aman
a. Melaksanakan pekerjaan tanpa wewenang atau yang berwenang gagal
mengamankan atau memperingatkan seseorang.
b. Menjalankan alat-alat mesin diluar batas aman
c. Menyebabkan alat-alat keselamatan kerja tidak bekerja
d. Cara angkat,angkut menempatkan barang dan menyimpan yang kurang baik
/tidak aman
e. Memakai sikap/posisi tubuh yang kurang baik/tidak aman
f. Bekerja dengan alat/mesin bergerak atau berbahaya
g. Melakukan tindakan mengacau, menyalahgunakan, melampaui batas.
2. Kondisi fisik dan mekanis yang tidak aman
a. Alat pengaman yang kurang/ tidak bekerja
b. Tidak ada pengaman
c. Adanya kondisi tidak aman
d. Design yang kurang baik
e. Pengaturan proses kerja yag berbahaya atau mengandung resiko seperti : badan
terlali berat, jalan yang sempit/tidak teratur
f. Penerangan,ventilasi kurang baik
g. Perencanaan proses kerja kurang/tidak aman

Berdasarkan analisis sebab kecelakaan yang terjadi pada umumnya disebabkan


oleh perbuatan yang memahayakan. Adapun perbuatan yang membahayakan itu
bersumber dari :

1. Pemakaian alat-alat pelindung diri


2. Posisi seseorang yang sedang bekerja
3. Cara menggunakan perkakas
4. Tata cara kerja dan ketertiban

Kecelakaan tidak hanya disebabkan oleh suatu faktor, penggolongan menurut


jenis akan dapat menunjukan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan
dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Menurut organisasi perburuhan internasional, klasifikasi berdasakan
jenis kecelakaan adalah :

1. Terjatuh
2. Tertimpa benda tajam
3. Tertumbuk atau terkea benda-benda
4. Terjepit oleh benda
5. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
6. Pengaruh suhu tinggi
7. Terkena arus listrik
8. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya.

Selain dipengaruhi oleh beberapa factor di atas, kecelakaan kerja juga


dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak kondusif.Lingkungan kerja
adalah semua yang ada di sekitar kita baik berupa barang berwujud atau tidak
berwujud yang berpengaruh terhadap diri seseorang yang ada di lingkungan
tersebut.Lingkungan kerja bisa berupa lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja
social

G. Peraturan Undang-Undang Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23
mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-
garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh
produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Perundang-undangan yang mengatur tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) ialah salah satu alat kerja yang sangat penting bagi perusahaan dan bagi para ahli
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) guna menerapkan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Tempat Kerja.
Berikut merupakan kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain :
1. Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) :
a. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Undang-undang No.33 / 1947 tentang Kecelakaan Kerja dan Undangundang No.3
/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3. Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 Pasal 1 angka 6 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 1 angka 3
tentang Ketenagakerjaan
4. Peraturan Pemerintah terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) :
a. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
b. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
c. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
d. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi. Dalam Penjelasan UU No.
1 tahun 1970 pasal 1, terdapat tambahan lembaran: 1) Negara Republik
Indonesia Nomor 2918. 2) Undang-undang nomor 23 tahun 1992 3) UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam UU NO. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 1 dijelaskan


bahwa 22:

1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja.

Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-


ruangan ataulapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan yangbekerja. 22Undang-Undang No. 1 tahun 1970 Pasal 1 Tentang
Keselamatan Kerja

Dalam undang-undang no 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan dijelaskan


bahwa :

1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri
c. Menjalankan perusahaan bukan miliknya
d. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
7. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan.
8. Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang
berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti,
nilai dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan.
9. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh,
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin,
sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
10. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
11. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan
secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara
langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh
yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di
perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan
tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh
pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi
kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.
13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud
bekerja di wilayah Indonesia.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang
bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentinganpe kerja
/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang
anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh yang sudah
tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur
pekerja/buruh.
19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari
unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan
antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh
yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
22. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan.
23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh
untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak
pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
25. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
26. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00.
28. 1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
29. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja /buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,
atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
31. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau
keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi
produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
32. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
RANGKUMAN

Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohniah tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3
adalah kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian
ditempat kerja. Resiko keselamatan kerja merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja
yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar,
keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Keselamatan
dan Kesehatan Kerja K3 menunjukkan pada kondisi yang bebas dari kondisi yang bebas
dari fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko
kesehatan kerja merupakan faktorfaktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi
periode waktu yang telah ditentukan, lingkungan kerja dapat menyebabkan atau
membuat stress emosi dan gangguan fisik.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan merugikan
fisik seseorang atau kerusakan hak milik yang disebabkan kontak dengan energy
kinetik, listrik, kimiawi dan lain-lain yang melewati ambang batas dari benda atau
bangunan. Kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak
diharapkan bukannya suatu peristiwa kebetulan saja, tetapi ada sebabsebabnya. Sebab
itu perlu diketahui dengan jelas agar usaha keselamatan dan pencegahan dapat di ambil,
sehingga kecelakaan tidak terulang kembali dan kerugian akibat kecelakaan dapat
dihindarkan. Kecelakaan ini terjadi karena kondisi yang tidak aman.
Kesehatan Kerja K3 bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multi disiplin
maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu perlu
dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum adalah
memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan
masing-masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multi disiplin, pada hakikatnya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja K3 mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya
atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang
mungkin terjadi.
SOAL
(Materi 1)

1. Dibawah ini yang merupakan tujuan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)
adalah……
a. Menghindari bahaya yang akan terjadi
b. Memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat
mengakibatkan kesakitan, kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi
c. Menambah potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan,
kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi
d. Mencegah hal buruk
e. Semua jawaban salah

2. Upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya
tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan
program perlindungan tenaga kerja. Hal ini tertuang dalam UU No…..
a. UU No. 20 Tahun 1992
b. UU No. 21 Tahun 1992
c. UU No. 22 Tahun 1992
d. UU No. 23 Tahun 1992
e. UU No. 24 Tahun 1992
PATIENT SAFETY

(Materi 2)

A. Pengertian Patient Safety


Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental
atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan. Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI,2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak
adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko.Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan
dengan risiko pasien,pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman dan nyaman . Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang diakibatkan oleh kesalahan akibat melakukan suatu tindakan
ataupun tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Hampir setiap tindakan
medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan
prosedur, serta jumlah pasien dan staf RS yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). kesalahan medis diartikan
sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan
tidak seperti yang diinginkan ( kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk
mencapai suatu tujuan ( kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera/luka pada
pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

B. Tujuan Patient Safety


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RumahSakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di RumahSakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:

1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)


2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi
kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasienterluka karena
jatuh)

C. Urgensi Patient Safety


Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar
pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi
bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari
terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga
keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien
tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya
urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll.
D. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient
safety
1. Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a. Keselamatan pasien
b. Keselamatan pekerja (nakes)
c. Keselamatan fasilitas (bangunan,peralatan)
d. Keselamatan lingkungan
e. Keselamatan bisnis.
2. Elemen Patient safety
a. Advers drug events (ADE)/ medication error (ME) ketidak cocokan obat/
kesalahan pengobatan)
b. Renstraint use (kendali penggunaan)
c. Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d. Pressure ulcers (tekanan ulkus)
e. Blood Product safety / administration
f. Pressure ulkus (tekanan ulkus)
g. Blood product safety adminsitration (keamanan produkdara/administrasi)
h. Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
i. Immunization program (program imunisasi)
j. Falls(terjatuh)
k. Blood strean-vaskular ccatheter care (aliran darah-perawatan kateter pembuluh
darah)
l. Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports
(tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung
laporan kejadian)
3. Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling
Umum):
a. Communication problems (masalah komunikasi)
b. Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c. problems (masalah manusia)
d. Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e. Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f. Staffing patterns/work flow (pola staf/alurkerja)
g. Technical failures (kesalahan teknis)
h. Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak
memadai) (AHRQ (Agency for Health care Research and Quality) Publication,
2003)

E. Langkah-langkah penatalaksanaan Patient Safety


Mengacu kepada standar keselamatan pasien pada Lampiran I, maka rumah
sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden,
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah
sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Uraian Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1. Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka danadil. Langkah penerapan:
a. Bagi rumah sakit
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah
pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga.
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana adainsiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
rumahsakit.
3) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.
b. Bagi unit/tim
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah
sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan
terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yangtepat.
2. Memimpin dan Mendukung Staf Membangun komitmen dan focus yang kuat dan
jelas tentang Keselamatan Pasien dirumah sakit.
Langkah penerapan:
a. Untuk rumah sakit
1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
keselamatan pasien
2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan
untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan KeselamatanPasien
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan
maupun rapat-rapat manajemen rumahsakit
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah
sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya
b. Untuk unit/tim
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin
Gerakan Keselamatan Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan KeselamatanPasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.
3. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko Mengembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan asesmen hal yang potensial
bermasalah. Langkah penerapan :
a. Untuk RumahSakit:
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis
dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien danstaf
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumahsakit
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporaninsiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu -isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen
yang terkait
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen
risiko rumah sakit
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitassetiap risiko, dan ambillah langkahlangkah yang tepat untuk
memperkecil risiko tersebut
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumahsakit.
4. Mengembangkan Sistem Pelaporan Memastikan staf dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien RumahSakit. Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit: Lengkapi rencana implementasi system pelaporan insiden
kedalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke Komite Nasional
Keselamatan PasienRumah Sakit.
b. Untuk Unit/Tim: Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara
aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
5. Melibatkan Dan Berkomunikasi Dengan Pasien Mengembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien. Langkahpenerapan:
a. Untuk RumahSakit:
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan
cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan
para pasien dan keluarganya.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan
jelas bilamana terjadiinsiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.
b. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadiinsiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila mana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar
secaratepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien
dan keluarganya.
6. Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien Mendorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itutimbul. Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit:
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasipenyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden
yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and
Effects Analysis (FMEA) untuk proses risikotinggi.
b. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisisinsiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa
depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebihluas.
7. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien Menggunakan
informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan. Langkah penerapan:
a. Untuk RumahSakit:
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk
menentukan solusi setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatanpasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yangdirencanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional
Keselamatan Pasien RumahSakit.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yangdilaporkan.
b. Untuk Unit/Tim :
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebihaman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yangdilaporkan.

F. Stantar kesalamatan pasien di rumah sakit


1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tak
diharapkan.
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencanapelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan dan prosedur untuk pasien termasukkemungkinan KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga.
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung pasien dalam asuhan pasien. Keselamatan pasien dalam pemberian
pelayanan dapat di tingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan patner
dalam proses pelayanan. Karena itu di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.
Kriteria:
a. Memberi informasi yang benar, jelas, lengkap danjujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggangrasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
3. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan.
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumahsakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang di sesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transaksi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjutlainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman danefektif.
4. Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif , dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perencanaan yang baik, mengacu
pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain
yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai dengan ” langkah menuju keselamatan
pasien rumah sakit”
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja antara lain yang
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, menejemen resiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan evaluasi suatu proses kasus
resikotinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang di perlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
5. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan ”7 langkah menuju
keselamatan pasien rumahsakit”.
b. Pmpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangiKTD/KNC.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatanpasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah rakit serta meningkatkan
keselamatanpasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatanpasien.
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien.
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaiatan jabatan dengan keselamatan pasien secarajelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
yangberkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayananpasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal daneksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dana kurat.

G. Alat Pelindung Diri (APD)


Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sebaga investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum. Peningkatan derajat kesehatan bukan hanya ditujukan kepada
masyarakat tetapi juga untuk tenaga kesehatan yang berperan sebagai pemberi
pelayanan kesehatan sehingga rumah sakit berkewajiban menyehatkan para tenaga
kerjanya. Upaya tersebut dilaksanakan secara integrasi dan menyeluruh untuk
mengurangi risiko terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Hal ini sesuai
dengan Permenkes RI nomor 66 tahun 2016 yang mengatakan bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
data dari WHO tahun 2010 menyatakanbahwa 59 juta petugas kesehatan telah terpapar
dengan berbagai macam bahaya setiap harinya. Terpaparnya tenaga kesehatan dengan
berbagai potensi yang berbahaya dapat menimbulkan penyakit infeksi akibat
kecelakaan kerja.
Tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber-sumber bahaya.
Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua Alat Perlindungan Diri
(APD) yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai
dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja. Bahaya tidak dapat dihilangkan atau dikontrol secara memadai,
maka Alat Pelindung Diri (APD) dapat digunakan pada saat melakukan pekerjaan di
area berbahaya. APD harus dianggap sebagai tindakan terakhir dari perlindungan ketika
semua metode lainnya tidak tersedia.Kepatuhan tenaga kerja dalam penggunaan APD
dapat mengurangi risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja, yaitu dengan patuh
terhadap peraturan yang telah disepakati perusahaan dalam mengurangi risiko
kecelakaan kerja. Ketidakpatuhan penggunaan APD sangat mempengaruhi kejadian
kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja yang akan menyebabkan 5 jenis
kerugian diantaranya adalah kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan,
kelainan dan cacat, kematian keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia
rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang
digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Alat Pelindung Diri (APD) perlu sebelumnya
dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan,
yaitu:
a. Alat Pelindung Diri (APD) harus dapat memberikan perlindungan yang adekua
terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga
kerja.
b. Berat alatnya hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
d. Bentuknya harus cukup menarik.
e. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
f. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang
dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.
g. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
h. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakainya dan
suk cadangnya mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
2. Macam-Macam Alat Pelindung Diri
Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang
memakainya, bahkan mungkin lebih membahayakan dibandingkan tanpa memakai
APD. Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan harus
mampu mengidentifikasi bahaya potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat
dihilangkan ataupun dikendalikan. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD). Alat
Pelindung Diri (APD) ada berbagai macam yang berguna untuk melindungi
seseorang dalam melakukan pekerjaan yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh
tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja. Berdasarkan fungsinya, ada
beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga kerja di rumah sakit, antara lain:
a. Baju Pelindung (Body Potrection)
Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuh dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Contoh:
Apron, merupakanpelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat
menyerap radiasi pengion.
b. Sepatu steril
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja diruang
bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
c. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian
lainnya dari benda tajam atau goresan, bahan kimia,benda panas dan dingin,
kontak dengan arus listrik. Jenis alat pelindung tangan antara lain: sarung tangan
bersih, sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang di disinfeksi tingkat
tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir
misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka. Sarung
tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung
tangan steril. Dan ada juga arung tangan steril, sarung tangan steril adalah
sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada tindakan bedah. Bila
tidak tersedia sarung tangan steril baru dapat digunakan sarung tangan yang
didisinfeksi tingkat tinggi.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh APD agar dalam
pemakaiannya dapat memberikan perlindungan yang maksimal. Ada beberapa
kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung, maka
hanya dua yang terpenting yaitu:
a. Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan cukup
perlindungan terhadap bahaya tersebut.
b. Peralatan atau pakaian harus ringan dipakainya dan awet dan membuat rasa
kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan
dan sebagainya yang maksimum.
RANGKUMAN

Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera
pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan. Patient safety
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
dilakukan DepKes RI,2006. Menurut Kohn, Corrigan Donaldson tahun 2000, patient
safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan.
Keselamatan pasien patient safety adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Meliputi assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko
pasien,pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan
staf RS yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan
medis medical errors. kesalahan medis diartikan sebagai suatu kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diinginkan
kesalahan tindakan atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan kesalahan
perencanaan. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cederaluka pada pasien, bisa berupa
Near Miss atau Adverse Event Kejadian Tidak DiharapkanKTD.
Tujuan Patient Safety yaitu: 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di
Rumah Sakit; 2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat; 3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit; 4. Terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD.
SOAL
(Materi 2)

1. Dibawah ini merupakan tujuan kesselamatan pasien secara internasional,


kecuali……..
a. Identify patient correctly
b. Improve effective communication
c. Reduce the risk of health care associated infection
d. Restrain use
e. Reduse the risk of patient harm for falls

2. Dibawah ini yang merupakan standar keselamatan pasien di rumah sakit, kecuali…….
a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
e. Penjabaran sistem

Anda mungkin juga menyukai