Anda di halaman 1dari 3

TUJUAN PEMBELAJARAN :

1. DEFINISI & FAKTOR RISIKO IMOBILISASI

Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih,
dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik,
psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama
imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah
psikologis. Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan
imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk
mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut.
Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan)

2. KOMPLIKASI IMOBILISASI

Meskipun pasien dari populasi ini melaporkan masalah nyeri/ketidaknyamanan dan


kecemasan/depresi lebih jarang (nyeri/ketidaknyamanan 27,09%; kecemasan/depresi 20,5%)
dibandingkan masalah pada dimensi EQ-5D lainnya, proporsi ini masih lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa masalah. MCI (major complications of immobility) (nyeri/tidak nyaman 18,82%;
kecemasan/depresi 10,9%). Temuan ini menunjukkan bahwa MCI dapat memiliki dampak fisiologis
dan psikologis pada pasien. Ada akumulasi bukti yang menunjukkan bahwa MCI dapat memiliki
dampak fisik, sosial, dan psikologis pada pasien [31-34]. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan
bahwa pasien dengan ulkus dekubitus umumnya melaporkan emosi negatif seperti frustrasi,
kecemasan, dan depresi [31].

Temuan ini menyiratkan bahwa staf profesional perlu lebih memperhatikan dampak psikologis saat
merawat pasien MCI. Pneumonia adalah komplikasi yang paling umum pada populasi penelitian ini.

3. DAMPAK IMOBILISASI

- SINDROM DELIRIUM PADA PASIEN GERIATRI

- BATUK PRODUKTIF (ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI) DENGAN IMOBILISASI

1) DEFINISI
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir (sputum) sehingga lebih
dikenal dengan sebutan batuk berdahak. Batuk produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa
penuh dan berbunyi. Mereka yang mengalami batuk produktif umumnya mengalami
kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran dahak. Batuk produktif sebaiknya tidak diobati
dengan obat penekan batuk karena lendir akan semakin banyak terkumpul di paru-paru.

2) ETIOLOGI
A. Ada banyak hal yang bisa membuat batuk. Beberapa di antaranya adalah:
1. Iritan atau alergen
2. Merokok
3. Bau yang kuat (seperti pembersih dan parfum).
4. Paparan Debu
5. Terpapar serbuk sari
6. Bulu hewan peliharaan.
7. Obat-obatan tertentu, seperti obat tekanan darah yang dikenal sebagai ACE
inhibitor.
8. Terkena cuaca dingin.
9. Flu, Bronkitis akut atau bronkiolitis.
10. Batuk rejan (juga disebut pertusis).
11. Asma.
B. Kondisi medis yang dapat menyebabkan batuk kronis
1. Bronkitis kronis.
2. Asma.
3. Alergi.
4. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
5. Penyakit refluks gastroesofageal (GERD).
6. Gangguan tenggorokan, termasuk gangguan pita suara.
7. Gagal jantung dan kondisi jantung lainnya.

3) PATOFISIOLOGI

VERSI LANCET
Refleks batuk dapat dipicu oleh beberapa keadaan karena adanya inflamasi atau perubahan
mekanis pada saluran udara akibat menghirup patogen kimia dan mekanik, biasanya
patogen ini masuk melalui saluran napas bagian atas terutama laring, carina/bifurcatio di
trakea, dan bagian lain di cabang saluran pernafasan bagian proksimal.
Reseptor saraf sensorik yang diinduksi pada rangsangan ini adalah rapidly adapting receptors
(RAR), slowly adapting receptors (SAR), atau C-fibre receptors. RAR dirangsang oleh asap
rokok, larutan asam dan basa, hipotonik dan hipertonik saline, stimulasi mekanik, kongesti
paru, atelektasis, bronkokonstriksi. C-fibre reseptor sangat sensitif terhadap bahan kimia
seperti bradikinin (mediator yang dilepaskan selama inflamasi), capsaicin (ekstrak vanilloid
paprika), dan hidrogen ion (pH asam), dan sering disebut sebagai kemosensor.
Batuk juga dapat terjadi akibat merespons rangsangan refluks asam lambung.

Reseptor batuk memiliki saluran ion seperti saluran natrium. Saluran ion kationik potensi
reseptor transien vanilloid-1 (TRPV-1) pada RAR dan C-fibres adalah reseptor untuk
capsaicin, dan diaktifkan oleh panas, asam, bradikinin, turunan asam arakidonat, dan
adenosin trifosfat.

Serat saraf aferen dari reseptor batuk di saluran nafas berkumpul melalui saraf vagus di
bagian batang otak di nukleus traktus solitarius. Nukleus traktus solitarius terhubung ke
neuron yang berhubungan dengan pernapasan di pusat yang mengkoordinasikan efek
respon batuk. Akibat aktivasi C-fibre yang berinteraksi dengan aktivasi RAR melalui dapat
memicu batuk. Sensitisasi dari reflek batuk juga dapat timbul pada neuron batang otak.
Batuk dapat dikendalikan melalui pusat kortikal, sehingga kita dapat mengendalikan batuk.

Kemudian saraf phrenicus, saraf motorik spinal, dan saraf laring akan merangsang
pergerakan dari diafragma, otot intercostae, otot laring dan otot perut yang kemudian dapat
terjadi batuk.

- NAUSEA VOMITUS (ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI, KOMPLIKASI) PASIEN GERIATRIC DENGAN


IMOBILISASI

4. TATALAKSANA PADA PASIEN IMOBILISASI (SESUAI DENGAN KASUS PADA SKENARIO)

Chung KF, Pavord ID. Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic cough. Lancet. 2018; 371:
1364–74

Anda mungkin juga menyukai