Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FARMASI KOMUNITAS

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
- Pitri Kurnia Saputri (4820102220047)
- Prila Rahmatika (4820102220048)
- Putri Afrina Hayatie (4820102220049)
- Rahmawati (4820102220050)
- Ramadhani (4820102220051)
- Rastina Lestari (4820102220052)
- Raudatul Fitri (4820102220053)
- Rika Amelia (4820102220054)
- Riny Dwi Desemi L (4820102220055)

PROGRAM STUDI SI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BORNEO LESTARI
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmasi Komunitas adalah cabang farmasi yang fokus pada pelayanan
kesehatan di tingkat komunitas atau masyarakat. Bidang ini berfokus pada
pelayanan obat dan informasi kesehatan kepada individu di luar lingkungan
rumah sakit. Praktik farmasi komunitas memiliki akar sejarah yang panjang.
Awalnya, apoteker lebih fokus pada pembuatan dan penyediaan obat-obatan.
Namun, seiring berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat akan akses mudah
ke obat-obatan dan informasi kesehatan mengarah pada pengembangan
praktik farmasi komunitas. Farmasi komunitas memainkan peran penting
dalam memastikan akses yang mudah dan cepat terhadap obat-obatan dan
layanan kesehatan. Khususnya di daerah-daerah yang mungkin jauh dari
fasilitas kesehatan lainnya, apotek menjadi sumber informasi dan solusi
kesehatan yang signifikan.
Farmasi komunitas telah mengalami perkembangan dalam hal
kolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya, seperti dokter, perawat, dan
tenaga kesehatan lainnya. Kolaborasi ini meningkatkan pengelolaan penyakit
kronis, pemantauan kesehatan, dan pelayanan yang lebih terintegrasi. Selain
menyediakan obat-obatan, farmasi komunitas juga memberikan perhatian
khusus pada pencegahan penyakit dan edukasi kesehatan. Ini dapat mencakup
penyuluhan tentang pola hidup sehat, vaksinasi, dan manajemen penyakit
kronis. Perkembangan teknologi juga telah memainkan peran dalam farmasi
komunitas. Penggunaan sistem informasi, rekam medis elektronik, dan
layanan kesehatan digital telah meningkatkan efisiensi dan kualitas
pelayanan.
Salah satu farmasi komunitas adalah telefarmasi, Telefarmasi adalah
pelayanan kefarmasian oleh Apoteker melalui penggunaan teknologi
telekomunikasi dan sistem informasi kepada pasien (Depkes RI, 2021). Casey
et al. juga mendefinisikan telefarmasi sebagai penyedia perawatan
kefarmasian melalui penggunaan teknologi telekomunikasi dan informasi
kepada pasien dari jarak jauh, Telefarmasi dilakukan untuk pelayanan
rekonsiliasi, monitoring, dan konseling serta informasi obat menggunakan
media whatsap atau system dan website (Casey et al., 2010).
Telefarmasi membantu sistem kesehatan untuk memperluas layanan
dengan biaya tambah yang lebih rendah dengan mempekerjakan satu apoteker
penuh waktu, yang berinteraksi dengan pasien dan profesional melalui
telekomunikasi jarak jauh, dari pada beberapa apoteker paruh waktu dan
dapat melakukan aktivitas pelayanan obat ketika apoteker idak hadir secara
fisik atau ketika sumber daya farmasi mungkin terbatas seperti pada fasilitas
kesehatan yang terisolasi secara geografis (Alexander et al. 2017).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana apoteker menyediakan obat-obatan, farmasi komunitas
juga memberikan perhatian khusus pada pencegahan penyakit dan edukasi
kesehatan.

1.3 Tujuan
Supaya mengetahui bagaimana apoteker menyediakan obat-obatan,
farmasi komunitas juga memberikan perhatian khusus pada pencegahan
penyakit dan edukasi kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmasi Komunitas


Farmasi komunitas adalah area praktik apoteker dimana obat dan
produk kesehatan lainnya dijual atau disediakan langsung kepada masyarakat
secara eceran, baik melalui resep dokter maupun tanpa resep dokter (FIP
dalam Setyawati, 2016). Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan apotek.
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017, Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Permenkes Nomor 9
Tahun 2017). Apoteker merupakan salah satu tenaga kesehatan yang tentunya
memiliki peran penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Apoteker yang bekerja di Apotek adalah Apoteker farmasi komunitas.
Di farmasi komunitas dilakukan konseling obat baik resep maupun tanpa
resep kepada pasien, sebagai sumber informasi obat bagi tenaga kesehatan,
pasien, dan masyarakat, serta turut berpartisipasi dalam program pelayanan
kesehatan promotif (WHO dalam dalam Setyawati, 2016).
Apoteker di farmasi komunitas sebagai pemegang peran utama dalam
pelayanan kefarmasian komunitas, menghadapi sebuah permasalahan dalam
menyeimbangkan aspek komersial dan profesional sebagai tenaga kesehatan
(Wirth et al. dalam Setyawati, 2016). Pelayanan yang bermutu sesuai standar
kode etik dan profesi selain dapat menurunkan risiko medication error, juga
akan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek karena sesuai
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

2.2 Telefarmasi
Telefarmasi merupakan salah satu bentuk telemedisin, yang mana
telemedisin telah lebih dahulu diadopsi pada pelayanan kesehatan.
Telemedisin merupakan konsep pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan, tetapi telefarmasi memiliki lingkup yang lebih
khusus karena hanya dapat dilakukan oleh apoteker (Poudel & Nissen, 2016).
Pelayanan kefarmasian yang dapat diberikan melalui telefarmasi diantaranya
yaitu pemantauan dan review terapi obat, disp ensing obat, verifikasi
peracikan sediaan steril dan non-.steril, manajemen terapi obat, penilaian
kondisi pasien, konseling pasien, penilaian hasil terapi obat, dan pemberian
informasi obat (Alexander et al., 2017).
Berdasarkan PMK No. 14 Tahun 2021, telefarmasi adalah pelayanan
kefarmasian oleh apoteker melalui penggunaan teknologi telekomunikasi dan
sistem informasi kepada pasien. Telefarmasi meliputi pelayanan informasi
obat, konseling pasien, monitoring terapi obat dan kepatuhan pasien, serta
monitoring efek samping obat (Baldoni et al. dalam Farid et al., 2022).
Terlepas dari keterbatasannya (misalnya, implikasi hukum dan aksesibilitas
variabel dari teknologi yang diperlukan), telefarmasi telah diadopsi secara
efektif untuk menyediakan layanan farmasi di daerah yang menghadapi
masalah ekonomi dan geografis, yang selama pandemi saat ini dapat
mencakup masalah karantina ataupun pembatasan kegiatan masyarakat
(Plantado et al. dalam Farid et al., 2022).
Telefarmasi menjadi alternatif dalam memperluas jangkauan apotek,
dengan adanya sistem informasi kesehatan elektronik seperti catatan
kesehatan elektronik dapat memberikan informasi yang lebih mudah diakses
oleh apoteker tentang pemeriksaan dan terapi obat yang diresepkan (Pedersen
et al. dalam Rahayu et al., 2023). Telefarmasi itu sendiri dapat didefinisikan
sebagai penyedia pelayanan apoteker oleh apoteker terdaftar melalui
penggunaan telekomunikasi untuk pasien secara jarak jauh. Pelayanan
telefarmasi itu sendiri dapat berupa pemilihan obat, penelaahan resep dan
dispensing, konseling, monitoring pasien, serta penyediaan layanan klinis (Le
et al. dalam Rahayu et al., 2023). Telefarmasi membantu sistem kesehatan
untuk memperluas layanan dengan biaya tambah yang lebih rendah dengan
mempekerjakan satu apoteker penuh waktu, yang berinteraksi dengan pasien
dan profesional melalui telekomunikasi jarak jauh.
Teknologi komunikasi telah kemanfaatan dalam pelayanan kesehatan
selama pandemi (Music et al., 2022). Penerapan telefarmasi menjadi harapan
sekaligus tantangan tersendiri bagi apoteker yang ada di rumah sakit maupun
apotek komunitas, terutama dalam hal memberikan perawatan kefarmasian
kepada pasien rawat jalan (Helmy et al., 2022) (Tortajada-Goitia, 2020).
Kajian pustaka ini bertujuan untuk memaparkan hasil penelitian mengenai
penerapan telefarmasi di dunia. Tinjauan pustaka ini menjawab permasalahan
berupa gambaran pelayanan telefarmasi, dampaknya serta sejauh mana
peraturan terkait telefarmasi di masing-masing negara.
Berdasarkan pada Permenkes tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Produk pada Penyelenggara Perizinan Berusahan Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan, dalam melakukan pelayanan Telefarmasi secara jejaring,
Apotek harus bermitra dengan Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi
(PSEF) dalam penggunaan sistem elektronik berupa retail online atau
marketplace pada fitur khusus kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Adapun Pelayanan Telefarmasi dapat dilakukan untuk
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP kecuali narkotika dan
psikotropika, sediaan injeksi (selain insulin) serta implan KB (Permenkes,
2021).
PSEF sendiri merupakan badan hukum yang menyediakan, mengelola,
dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau
keperluan pihak lain, contohnya pada pelayanan telefarmasi. Adapun
kebijakan telefarmasi di Indonesia sesuai dengan
SEHK.02.01/MENKES/303/2020 Tahun 2020 tentang telefarmasi dalam
rangka telemedisin dan tertuang dalam PMK No 14 tahun 2021 tentang
Penyelenggara Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, dan
Peraturan BPOM No. 8 tahun 2020 tentang pengawasan obat dan makanan
yang diedarkan secara daring.
Berdasarkan PMK No. 14 Tahun 2021, Sistem Elektronik Farmasi
digunakan untuk mendukung fasilitas pelayanan kefarmasian dalam hal
telefarmasi, meliput informasi ketersediaan Obat, Pelayanan resep elektronik,
pelayanan swamedikasi, pengantaran Obat dan/atau pelayanan kefarmasian
secara elektronik lain sesuai standar pelayanan kefarmasian. Selain itu
berdasarkan Peraturan BPOM No. 8 tahun 2020, Apotek dan PSEF
(Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi) menyediakan fungsi komunikasi
secara langsung antara pasien dengan apoteker.
Berdasarkan pada jurnal Rahayu et al. (2023) menyebutkan beberapa
bentuk pelayanan telefarmasi di berbagai negara. Diantaranya pada negara
Kanada, bentuk pelayanan telefarmasinya ialah dengan menggunakan
platform GeriMedRisk. Platform ini merupakan layanan konsultasi
farmakologi geriatrik yang bertujuan untuk mengoptimalkan pengobatan
pasien untuk meningkatkan kognisi, mobilitas, fungsi dan kesehatan mental
metode konsultasi menggunakan telepon dan melalui video. Selain itu, pada
negara Uni Emirat Arab juga melakukan telefarmasi menggunakan aplikasi
melalui telepon, email, website, media sosial (Facebook dan Instagram), dan
aplikasi pesan teks dalam pelayanan penjualan obat secara online dan
penawaran layanan pengiriman obat.

2.3 Kelebihan dan Keterbatasan Telefarmasi


Berdasarkan Rahayu et al. (2023) dalam pelaksanaan telefarmasi juga
masih terdapat keuntungan maupun keterbatasan dari pelaksanaannya.
Keuntungan telefarmasi diantaranya:
1. Tingkat kepuasan yang tinggi pada pasien terhadap pelayanan telefarmasi
2. Membantu meningkatkan akses ke pelayanan farmasi
3. Mengatasi ketidaksetaraan layanan pada daerah yang terpencil yang
kurang terlayani
4. Layanan telefarmasi berguna untuk membantu pasien dalam mengontrol
terapinya
5. Memberikan solusi yang tepat untuk memperluas akses pengobatan dan
penggunaan telefarmasi tidak akan berdampak negative terhadap kualitas
penggunaan obat
6. Dapat menghemat waktu dan biaya perjalanan pasien
7. Konsultasi virtual memungkinkan pasien dapat mengakses obat-obatan
dengan perasaan nyaman dirumah atau dimanapun yang mengarah pada
kepatuhan terhadap regimen obat

Sedangkan, keterbatasan dari telefarmasi diantaranya yaitu: (Rahayu et al.


2023)
1. Perlunya operator pesan teks yang professional seperti apoteker atau ahli
farmasi dengan teori dan pengalaman praktis untuk memastikan bahwa
pertanyaan yang diajukan oleh pelanggan dapat dijawab dengan cukup
2. Keengganan atau ketidakmampuan dalam penggunaan teknologi modern
yang dapat membatasi pelaksanaan pelayanan telefarmasi
3. Keterbatasan dalam proses pelayanan kepada pasien yang membutuhkan
observasi
4. Kekurangan dari sisi legalitas resep
5. Masalah keamanan yang mengarah pada informasi kesehatan pasien
6. Investasi awal yang besar telefarmasi mungkin tidak relevan dengan
fasilitas di tempat praktik.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hasil dan Pembahasan Farmasi Komunitas :


1.Telefarmasi Indonesia dan Negara Luar negri
Telefarmasi merupakan salah satu bentuk telemedicin, yang mana
telemedisin telah lebih dahulu diadopsi pada pelayanan kesehatan. Telemedisin
merupakan konsep pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan oleh seluruh
tenaga kesehatan, tetapi telefarmasi memiliki lingkup yang lebih khusus karena
hanya dapat dilakukan oleh apoteker (Poudel & Nissen, 2016). Penggunaan
telefarmasi mulai mengalami peningkatan sejak pandemi coronavirus disease-
19 (COVID-19) karena adanya berbagai pembatasan pada pelayanan
kesehatan, sehingga telefarmasi menjadi metode yang sangat dibutuhkan oleh
apoteker untuk tetap memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien
(Moreno & Gioia, 2020). Telefarmasi memungkinkan apoteker untuk
menggunakan teknologi telekomunikasi dalam berbagai aspek pelayanan
kefarmasian (Alexander et al., 2017; Kosmisky et al., 2019).

Telefarmasi memberikan berbagai keuntungan pada pelayanan


kefarmasian, sehingga walaupun pandemi COVID-19 mulai terkontrol,
telefarmasi tetap memiliki potensi untuk terus digunakan (Unni et al., 2021).
Penggunaan telefarmasi memiliki keuntungan yaitu kemampuannya untuk
menjangkau pasien yang terkendala jarak dan memberikan akses pelayanan
kefarmasian pada daerah dengan keterbatasan jumlah apoteker (Alexander et
al., 2017; Segal et al., 2020). Pelayanan kefarmasian yang dapat diberikan
melalui telefarmasi diantaranya yaitu pemantauan dan review terapi obat,
dispensing obat, verifikasi peracikan sediaan steril dan non-steril, manajemen
terapi obat, penilaian kondisi pasien, konseling pasien, penilaian hasil terapi
obat, dan pemberian informasi obat (Alexander et al., 2017)
Dari Pembahasan 5 jurnal nasional yang masing masing berjudul

Peneliti Judul Hasil


Sofa D. Alfian , Pengetahuan,Persepsi,da terlepas dari terbatasnya
Qisty A. Khoiry , n Kemauan pengetahuan tentang
Mochammad menggunakan Layanan telefarmasi, mayoritas
Andhika A. Pratama Telefarmasi Pada mahasiswa farmasi melaporkan
, Ivan S. Pradipta , Mahasiswa Farmasi : a persepsi positif dan kesediaan
Susi A. Kristina , multicenter Cross- untuk menyediakan layanan
Elida Zairina , Eelko Sectional Indonesia telefarmasi dalam karir mereka
Hak dan Rizky di masa depan Faktor-faktor
Abdulah spesifik mahasiswa seperti usia
dan keahlian dalam penggunaan
ponsel pintar yang berhubungan
dengan pengetahuan dan jenis
kelamin yang berhubungan
dengan persepsi perlu
dipertimbangkan untuk
memfasilitasi adopsi
telefarmasi di Indonesia.

Firda Riska Pelaksanaan Telefarmasi Pelayanan telefarmasi telah


Rahayu, Iqbal Pada Pelayanan banyak dilakukan di berbagai
Sujida Ramadhan, Kefarmasian Di Farmasi negara baik di asia, eropa,
Rini Hendriani Komunitas amerika, hingga afrika. Bentuk
pelaksanaan yang dilakukan
tiap negara berbeda beda
diantaranya melalui platform
khusus, menggunakan video
conference, chat messenger dan
telefon. Disamping banyaknya
keuntungan, namun terdapat
beberapa hambatan dan
tantangan dalam penggunaan
telefarmasi yang melibatkan
kerjasama antara pasien, sektor
pemerintah, swasta serta
lembaga ilmiah dan akademisi
sehingga dapat mencapai hasil
yang memuaskan dan
meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya farmasi
secara efektif.
Martania Pratiwi , PELAYANAN Pelayanan telefarmasi
Suci Hanifah TELEFARMASI merupakan kegiatan pelayanan
SELAMA COVID 19 penyediaan asuhan kefarmasian
melalui teknologi
telekomunikasi dan informasi
kepada pasien dari jarak jauh.
Berdasarkan hasil telaah
pustaka telah dilaporan
pelayanan telefarmasi di negara
Amerika, Canada, Emirat,
Indonesia, dan Spanyol. Media
yang digunakan berupa
whatsapp, website atau sistem
teknologi informasi, maupun
email. Bentuk pelayanan
telefarmasi paling banyak
berupa pelayanan obat termasuk
rekonsiliasi, monitoring, dan
konseling serta informasi obat.
Pelayanan telefarmasi terbukti
memberikan dampak positif
berupa penurunan kesalahan,
efek samping, lama rawat, serta
biaya. Peraturan yang
diterbitkan mendukung
apoteker dalam melakukan
pelayanan telefarmasi
Abdul Fattah Efektivitas Penggunaan Berdasarkan hasil penelitian ini,
Farid, Adelia Layanan Telefarmasi di disimpulkan bahwa penggunaan
Zahra Firdausy, Era Pandemi COVID-19 telefarmasi di era COVID-19
Alifia Maulida dari Perspektif efektif dari prespektif
Sulaiman, Dewi Masyarakat masyarakat Penggunaan
Enjelita telefarmasi sangat membantu
Simangunsong, pasien terutama dalam hal
Febi Eka pembelian obat, pelayanan
Sulistyani, Frizca telefarmasi efektif untuk
Maulida Arila pemberian informasi obat,
Varianti, Kevin pemantauan efek samping obat,
Kanady Ong, serta pemantauan terapi obat.
Livia Kristiany, Pada masa pandemi COVID-
Nancy Endah 19, telefarmasi berperan dalam
Mustika meminimalkan interaksi
Diningsih, langsung antara apoteker dan
Natasha Febiani, pasien. Namun, pemahaman
Salsabila, Sherin dan minat masyarakat terkait
Nadiyya Azzahra, telefarmasi masih kurang
Salsabela sehingga penggunaannya masih
Komalasari, cukup rendah di masyarakat
Yasmin Zulfah,
Toetik Aryani
Dewi Latifatul Analisis Tingkat Apoteker yang berpraktik di
Ilma, Ika Pengetahuan, Sikap dan apotek mayoritas memiliki
Mustikaningtias , Perilaku Apoteker tingkat pengetahuan dan sikap
Irhamna Yulia Terkait Penggunaan yang baik (89,74%; 66,67%),
Nikma Salsabila , Telefarmasi: Studi serta perilaku yang cukup
Nia Kurnia Cross-Sectional (46,15%) terkait penggunaan
Sholihat dan telefarmasi. Hasil penelitian ini
Damairia Hayu yaitu terdapat hubungan yang
Parmasari signifikan antara pengetahuan
dengan sikap terkait
penggunaan telefarmasi
(p=0,006), serta sikap dengan
perilaku terkait penggunaan
telefarmasi (p=0,002), tetapi
tidak terdapat hubungan yang
signifikan terkait pengetahuan
dengan perilaku penggunaan
telefarmasi (p=0,573). Hasil ini
menunjukkan bahwa
pengetahuan apoteker yang baik
terkait telefarmasi, belum
menjamin bahwa apoteker
memiliki perilaku yang baik
terkait penggunaan telefarmasi.

Dari Pembahasan 5 jurnal Internasional yang masing masing


berjudul

Peneliti Judul Hasil


Masresha Derese Tegegne, Tele-pharmacy Tis study found that
Sisay Maru Wubante, perception, pharmacy students have
Mequannent Sharew knowledge limited knowledge and
Melaku , Nebyu Demeke and associated perceptions of the Tele-
Mengiste , Ashenaf factors pharmacy system. A
Fentahun , Wondwossen among pharmacy continuing Tele-pharmacy
Zemene, Tirualem students training package,
Zeleke , Agmasie Damtew in northwest incorporating pharmacy
Walle , Getnet Tadesse Ethiopia: an input information system
Lakew , Yonas Tsegaw for implementers guidelines as part of their
Tareke , Mubarek education, and providing
Suleman Abdi , Hawariyat managerial support could
Mamuye Alemayehu , be recommended to
Eskedar Menkir Girma , improve pharmacy
Gizaw Getye Tilahun , students’ knowledge and
Addisalem Workie perception of Tele-
Demsash2 and Hiwote pharmacy. Based on the
Simane Dessie fndings, policymakers and
other stakeholders can
develop a plan to
implement Tele-pharmacy
in the health care system.
Mohamed Hassan Elnaem, Telepharmacy Most study participants had
Muhammad Eid Akkawi, Knowledge, adequate knowledge,
Abdul Kareem Al-Shami, Perceptions, and positive perceptions and
Ramadan Elkalmi Readiness among demonstrated readiness to
Future Malaysian implement telepharmacy
Pharmacists Amid services in their future
the COVID-19 pharmacy practice.
Pandemic However, they expressed
concerns about the potential
for an increased workload
and a lack of incentive
associated with the
widespread adoption of
telepharmacy practice
models. It is suggested that
the sustainable
telepharmacy practice
model should carefully
consider the essential
training, balanced
workload, and
reimbursement for service
providers. This study may
support the future
implementation of
telepharmacy
pharmaceutical care
services in full capacity in
Malaysia. Also, it might aid
academic initiatives in
expanding the inclusion of
telepharmacy practice
models as a subject course
in the curriculum, thereby
better preparing future
healthcare providers to
perform their role
effectively in delivering
telepharmacy services.
Nehad J. Ahmed , Ziyad S. Knowledge, The study’s results showed
Almalki a, Asmaa perceptions, and that telepharmacy services
H.Alsawadi b, readiness of are well accepted and ready
Abdulmohsen A.Alturki telepharmacy to be used in the
a , Abdulaziz H. among community community setting.
Bakarman b , Alwaleed pharmacists However, it is necessary to
M.Almuaddi a , Saeed develop training programs
M.Alshahrani a ,Meshari to improve pharmacists’
B. Alanazia,Ahmed knowledge and proficiency
M.Alshehri a, Ahmed A. in telepharmacy among
Albassama,Sarah Fatani community pharmacists.
a ,Abdullah K.Alahmari Future research in this area
a,Saad A. Aldosari a, may help to advance our
Ahmad A. Alamer a understanding of the
telepharmacy functions that
are appropriate for
community pharmacy
practice and, in turn, direct
the creation of efficient
ways to integrate
telepharmacy services into
routine care delivery
Simone Baldoni , Telepharmacy The adoption of
Francesco Amenta and Services: Present telepharmacy can represent
Giovanna Ricci Status and Future a solution to the problem of
Perspectives: A pharmacist shortage and
Review can contribute to guarantee
a proper pharmaceutical
assistance in underserved
areas. The diffusion and
adoption of telepharmacy
represent a challenge
involving different actors;
the cooperation between
public and private sectors
as well as scientific
institutions and academia is
of paramount importance to
obtain relevant results and
an effective improvement in
healthcare.
Elizabeth J. Unni , Telepharmacy As a result of the COVID-
Kanchita Patel , Isaac Rex during COVID-19: 19 pandemic, the use of
Beazer and Man Hung A Scoping Revie telepharmacy increased to
provide pharmaceutical
care and counseling
services to patients despite
geographical area and other
posed implementation
challenges. However, the
study also revealed the
steps that can be taken by
pharmacy organizations,
payers, and pharmacy
entrepreneurs in leveraging
the convenience of
telepharmacy.

Hasil pada jurnal Indonesia ini memiliki karakteristik yang sama bahwa
harus diadopsi dengan sistem digital dengan tekonologi yang cukup memadai
untuk melakukan layanan kefarmasian. Tugas apoteker pada telefarmasi
memberikan asuhan kefarmasian kepada pasien dengan adaptasi teknologi dari
luar negeri yang mana telefarmasi yang telah siap digunakan dengan sistem, dan
ada beberapa penelitian untuk mengukur pengetahuan dan persepsi apoteker dan
mahasiswa terhadap telefarmasi dan juga beberapa memberikan layanan
telefarmasi hal ini menjadi sisi positif farmasi komunitas Indonesia yang mulai
berkembang untuk adaptasi teknologi untuk memecahkan berbagai masalah
dengan telefarmasi.

Dalam hal efektivitas dan pengalaman penggunaan layanan telefarmasi,


hanya didasarkan oleh jawaban yang diberikan menurut responden. Berdasarkan
data yang diperoleh, terdapat 90 dari 234 responden yang pernah menggunakan
layanan telefarmasi dan seluruhnya merasa terbantu dengan adanya fasilitas
pembelian obat secara online. Dari 90 responden yang pernah menggunakan
layanan telefarmasi, 80% mengatakan paham mengenai informasi obat yang
disampaikan, 15,6% mengatakan sangat paham mengenai informasi obat yang
disampaikan, dan 4,4% mengatakan kurang paham mengenai informasi obat yang
disampaikan. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu aspek yang krusial
untuk menunjang pelayanan kesehatan masyarakat. Pandemi COVID-19 telah
menimbulkan hambatan pada pelayanan kefarmasian. Oleh karena itu, pelayanan
kefarmasian harus dapat beradaptasi dengan keadaan baru agar perawatan farmasi,
distribusi obat, serta pelayanan kefarmasian lainya dapat berjalan dengan efektif.

Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, berbagai teknologi


dapat dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas dan kebutuhan masyarakat terlebih
di masa pandemi COVID-19 di mana mobilitas masyarakat sangat dibatasi. Untuk
mengimplementasikan asuhan kefarmasian yang sesuai pada standar pelayanan
kefarmasian di apotek, penerapan telefarmasi di kalangan masyarakat dapat
menjadi sebuah pelayanan alternatif demi mengurangi tendensi interaksi aktif
secara langsung antara apoteker dengan pasien (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan
PMK No. 14 Tahun 2021, telefarmasi adalah pelayanan kefarmasian oleh
apoteker melalui penggunaan teknologi telekomunikasi dan sistem informasi
kepada pasien. Telefarmasi meliputi pelayanan informasi obat, konseling pasien,
monitoring terapi obat dan kepatuhan pasien, serta monitoring efek samping obat
(Baldoni et al., 2019). Terlepas dari keterbatasannya (misalnya, implikasi hukum
dan aksesibilitas variabel dari teknologi yang diperlukan), telefarmasi telah
diadopsi secara efektif untuk menyediakan layanan farmasi di daerah yang
menghadapi masalah ekonomi dan geografis, yang selama pandemi saat ini dapat
mencakup masalah karantina ataupun pembatasan kegiatan masyarakat (Plantado
et al., 2021).

Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak positif dari telefarmasi


dengan mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan dan biaya yang terkait
dengan kesalahan pengobatan. Peningkatan kepatuhan minum obat ditemukan
pada pasien hipertensi, hiperlipidemia, dan asma (Wattanathum, 2021). Selain itu,
kepuasan pasien dan perawat meningkat secara signifikan setelah implementasi
layanan telefarmasi. Studi yang dilakukan di Amerika Serikat yang bertujuan
untuk mengevaluasi program telefarmasi melaporkan bahwa > 75% dari pasien
yang terlibat dalam penelitian puas dengan layanan dan komunikasi dengan
apoteker melalui video conference (Clifton et al., 2003). Studi serupa tentang
survei pasien di Queensland, Australia, melaporkan bahwa pasien sangat puas
dengan layanan yang mereka terima melalui telefarmasi. Kondisi pandemi
COVID-19 mendorong layanan telefarmasi lebih banyak digunakan oleh
masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang sedang melaksanakan isolasi
mandiri, karena akan lebih aman dan nyaman bagi dirinya sendiri dan sekitarnya.
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas
penggunaan layanan telefarmasi di era pandemi COVID-19 dari perspektif
masyarakat.

Maka perlu banyak adaptasi yang sangat diperlukan untuk pelayanan


farmasi komunitas khususnya farmasi kominitas digital yaitu telefarmasi.Perlu
dilakukan sosialisasi dan pengenalan baik Masyarakat,Pharmacist,Mahasiswa
Farmasi baik di Indonesia atau negara berkembang luar negri untuk melakukan
pengembangan sistem agar siap diakses oleh siapa saja di Indonesia atau Negara
berkembang diluar negri melalui peran apoteker dan melibatkan orang lain.
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat saat ini sudah banyak yang
paham mengenai telefarmasi. Kepuasan pasien dan perawat meningkat secara
signifikan setelah implementasi layanan telefarmasi. Akan tetapi dalam
pemanfaatan telefarmasi untuk memenuhi kebutuhan obat secara swamedikasi
pada kelompok usia produktif di era pandemi COVID-19 masih kurang,
diperlukan upaya sosialisasi layanan telefarmasi untuk menunjang keterjangkauan
pelayanan kefarmasian.
4.2 Saran

Diharapkan dapat menjadi referensi dan pandangan bagi penelitian


selanjutnya. Perlu dilakukan penelitian serupa, untuk mengeksplorasi penggunaan
internet dan media social kepada masyarakat tentang penggunaan telefarmasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, E., Butler, C. D., Darr, A., Jenkins, M. T., Long, R. D., Shipman, C.
J., & Stratton, T. P. (2017). ASHP Statement on Telepharmacy. American
Journal of Health-System Pharmacy. Vol 74(9),
e236-e241.doi:10.2146/ajhp170039
Alexander E, Butler CD, Darr A, Jenkins MT, Long RD, Shipman CJ, et al.
ASHP Statement on telepharmacy. American Journal of Health-System
Pharmacy [Internet]. 2017 May 1 [cited 2020 May 21];74(9):e236–41.
Available from: https://academic.oup.com/ajhp/article/74/9/e236/5102780
Bahlol M, Dewey RS. (2021). Pandemic preparedness of community pharmacies
for COVID-19. (2020). Res Social Adm Pharm. Vol 17(1):1888-1896.
BPOM. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun
2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara
Daring. Jakarta.
Casey, M.M. et al. (2010a) ‘Current practices and state regulations regarding
telepharmacy in rural hospitals’, American Journal of Health-System
Pharmacy, 67(13), pp. 1085–1092. doi:10.2146/ajhp090531.
Clifton, G. D., Byer, H., Heaton, K., Haberman, D. J. and Gill, H. (2003)
‘Provision of pharmacy services to underserved populations via remote
dispensing and two-way videoconferencing.’, American Journal of Health-
System Pharmacy, 60(24), pp. 2577–2582. doi: 10.1093/ajhp/60.24.2577.
Farid, A. F., Adelia Z. F., Alifia M. S., Dewi E. S., Febi E. S., Frizca M. A. V.,
Kevin K. O., Livia K., Nancy E. M. D., Natasha F., Salsabila, S. N. A.,
Salsabela K., Yasmin Z., Toetik A. 2022. Efektivitas Penggunaan Layanan
Telefarmasi di Era Pandemi COVID-19 dari Perspektif Masyarakat. Jurnal
Farmasi Komunitas. 9(2): 152-157.
Helmy Mohamad, A., Farouk Hassan, G. and S. Abd Elrahman, A. (2022)
‘Impacts of ecommerce on planning and designing commercial activities
centers: A developed approach’, Ain Shams Engineering Journal, 13(4), p.
101634. doi:10.1016/j.asej.2021.11.003
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.01/MENKES/303/2020 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2021. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha dan
Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan. Jakarta.
Kemenkes. (2021). Peraturan menteri kesehatan RI nomor 14 tahun 2021 tentang
Stadar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggara Perizinan
Berusahan Berbasis Risiko Sektor Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Le, T., Toscani, M., Colaizzi, J., 2020. Telepharmacy: a new paradigm for our
profession. J. Pharm. Pract. 33, 176–182. https://doi.org/10.1177/
0897190018791060
Music, J. et al. (2022) ‘Telecommuting and food E-commerce: Socially
sustainable practices during the COVID-19 pandemic in Canada’,
Transportation Research Interdisciplinary Perspectives, 13, p. 100513.
doi:10.1016/j.trip.2021.100513
Unni, E. J., Patel, K., Beazer, I. R. and Hung, M. (2021) ‘Telepharmacy during
COVID-19: A Scoping Review.’, Pharmacy, 9(4), pp. 183-195. doi:
10.3390/pharmacy9040183
Pedersen CA, Schneider PJ, Scheckelhoff DJ. (2016). ASHP national survey of
pharmacy practice in hospital settings: Monitoring and patient education.
The American Journal of Health-System Pharmacy. Vol 73(17): 1307–
1330.
Plantado ANR, de Guzman HJD, Mariano JEC, Salvan MRAR, Benosa CAC,
Robles YR. (2021). Development of an Online Telepharmacy Service in the
Philippines and Analysis of Its Usage During the COVID-19 Pandemic. J
Pharm Pract. Vol 17:897-1900211033120.
Poudel A., Nissen L.M. (2016). Telepharmacy: A pharmacist’s perspective on the
clinical benefits and challenges. Integr. Pharm. Res. Pract. Vol 5:75–82.
Presiden RI. 2014. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan. Jakarta.
Rahayu, F. R., Iqbal S. R., & Rini H. 2023. Review Artikel : Pelaksanaan
Telefarmasi Pada Pelayanan Kefarmasian Di Farmasi Komunitas. Journal
of Pharmaceutical and Sciences. 6(1): 273-280.
Segal, E. M., Alwan, L., Pitney, C., Taketa, C., Indorf, A., Held, L., Lee, K. S.,
Son, M., Chi, M., Diamantides, E., dan Gosser, R. (2020). Establishing
Clinical Pharmacist Telehealth Services during the COVID-19 Pandemic.
American Journal of Health-System Pharmacy, 77(17), 1403–1408.
https://doi.org/10.1093/ajhp/zxaa184
Setyawati, S.D. 2016. Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Apoteker Farmasi
Komunitas Apotek Wilayah Kecamatan Banjarnegara Jawa Tengah. Naskah
Publikasi Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Wattanathum, K. (2021) ‘Types of activities and outcomes of telepharmacy: a
review article.’, Isan Journal of Pharmaceutical Sciences, 17(3), pp. 1-15.
doi: 10.14456/ijps.2021.13.

Anda mungkin juga menyukai