Etiket
Etiket
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat
kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat
penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan.
Etiket adalah suatu sikap seperti sopan santun atau aturan lainnya yang mengatur hubungan
antara kelompok manusia yang beradab dalam pergaulan.
Berikut di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia dalam
kehidupan sehari-hari :
* Pembagian
o Pedoman ini berlaku untuk seluruh direksi dan karyawan serta setiap pihak yang bekerja sama dengan
CCBI.
* Persetujuan
o Direktur dan/atau atasan langsung karyawan (dengan jabatan minimal manager) Perusahaan (sesuai
dengan tingkatan kasus) harus meninjau dan dapat memberikan persetujuan secara tertulis untuk setiap
keadaan yang mensyaratkan ijin khusus.
* Penyidikan
o National Examiner & Account Receivable Manager dan/atau National Legal Manager and Corporate
Secretary akan dilibatkan apabila diperlukan dalam proses penyidikan. Mereka akan bekerja sama
dengan direktur atau manager dari karyawan yang melakukan pelanggaran untuk memberikan saran
mengenai tindakan perbaikan dan disipliner.
* Tindakan disipliner
o Metode penanganan pelanggaran Etika Bisnis.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan
santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang- undangan, norma agama berasal dari agama
sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-
hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang
merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis,
mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki
bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok
manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.
Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan
kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia
dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan
dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau
sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Pluralisme moral
Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral.
Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk
dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-
akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah.
Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.
Etika dan Agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi
moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu
memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini
disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan
memerintahkan sesuatu, tetapi ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat
membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan
bahkan bertentangan.
3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi
masalah moral yang secara langsung tidak disinggung- singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung,
reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi
rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya
terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama
dan pandangan dunia.
Definisi Profesi:
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan
ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya
pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan
dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,
kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan
diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Kode Etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan
perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Sifat Kode Etik Profesional
Pada tahun 1895 muncullah istilah dokumentasi sedangkan orang yang bergerak dalam bidang
dokumentasi menyebut diri mereka sebagai dokumentalis, digunakan di Eropa Barat.
Di AS, istilah dokumentasi diganti menjadi ilmu informasi; American Documentation Institute (ADI)
kemudian diganti menjadi American Society for Information (ASIS). ASIS Professionalism Committee
yang membuat rancangan ASIS Code of Ethics for Information Professionals.
Kode etik yang dihasilkan terdiri dari preambul dan 4 kategori pertanggungan jawab etika, masing-
masing pada pribadi, masyarakat, sponsor, nasabah atau atasan dan pada profesi.
Kesulitan menyusun kode etik menyangkut (a) apakah yang dimaksudkan dengan kode etik dan
bagaimana seharunya; (b) bagaimana kode tersebut akan digunakan; (c) tingkat rincian kode etik dan (d)
siapa yang menjadi sasaran kode etik dan kode etik diperuntukkan bagi kepentingan siapa.
Profesionalisme
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu
dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan –serta ikrar
untuk menerima panggilan tersebut– dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan
pertolongan
kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan
(Wignjosoebroto, 1999).
Menurut Harris [1995] ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika profesi yang
distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran terhadap kode etik profesi bisa dalam
berbagai bentuk, meskipun dalam praktek yang umum dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:
a. Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau membeda-bedakan pelayanan
jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan
merupakan perbuatan yang sering dianggap melanggar kode etik profesi;
b. Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas
keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut standar maupun kriteria
profesional.
Etika Penggunaan TI
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu,
yang keberadaannya bisa dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat atas prilaku yang diperbuat.
Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral. Moral adalah tradisi kepercayaan
mengenai prilaku benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaannya bahwa etika
akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer
1. kelenturan logika (logical malleability), kemampuan memrograman komputer untuk melakukan apa
pun yang kita inginkan.
2. faktor transformasi (transformation factors),
Contoh fasilitas e-mail yang bisa sampai tujuan dan dapat dibuka atau dibaca dimanapun kita berada,
3. faktor tak kasat mata (invisibility factors).
Semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan, yang membuka peluang pada nilai-nilai
pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan yang rumit terlihat dan penyalahgunaan yang tidak
tampak
Sepuluh langkah dalam mengelompokkan perilaku dan menekankan standar etika berupa:
Formulasikan suatu kode perilaku;
? Tetapkan aturan prosedur yang berkaitan dengan masalah-masalah seperti penggunaan jasa
komputer untuk pribadi dan hak milik atas program dan data komputer;
? Jelaskan sanksi yang akan diambil terhadap pelanggar, seperti tenguran, penghentian, dan tuntutan;
? Kenali perilaku etis;
? Fokuskan perhatian pada etika secara terprogram seperti pelatihan dan bacaan yang disyaratkan;
? Promosikan undang-undang kejahatan komputer pada karyawan. Simpan suatu catatan formal yang
menetapkan pertanggungjawaban tiap spesialis informasi untuk semua tindakan, dan kurangi godaan
untuk melanggar dengan program-program seperti audit etika.
? Mendorong penggunaan program rehabilitasi yang memperlakukan pelanggar etika dengan cara
yang sama seperti perusahaan mempedulikan pemulihan bagi alkoholik atau penyalahgunaan obat bius;
? Dorong partisipasi dalam perkumpulan profesional;
? Berikan contoh.
Kompetensi dasar standar (standard core competency) yang harus dimiliki oleh ke semua kategori
lapangan pekerjaan yaitu:
1. Kemampuan mengoperasikan perangkat keras, dan
2. Mengakses Internet.
2. Web Designer;
Kompetensi yang harus dimiliki:
1. Kemampuan menangkap digital image,
2. Membuat halaman web dengan multimedia.
3. Database Administrator
3. Database Administrator;
Kompetensi yang harus dimiliki:
• Monitor dan administer sebuah database
4. Help Desk
Kompetensi yang harus dimiliki:
• Penggunaan perangkat lunak Internet berbasis Windows seperti Internet Explorer, telnet, ftp, IRC.
5. System Administrator
Kompetensi yang harus dimiliki:
• Menghubungkan perangkat keras;
• Melakukan instalasi Microsoft Windows;
• Melakukan instalasi Linux;
• Pasang dan konfigurasi mail server, ftp server, web server, dan
• Memahami Routing
6. Network Administrator
Kompetensi yang harus dimiliki:
• Menghubungkan perangkat keras;
• Administer dan melakukan konfigurasi sistem operasi yang mendukung network;
• Administer perangkat network;
• Memahami Routing;
• Mencari sumber kesalahan di jaringan dan memperbaikinya;
• Mengelola network security;
• Monitor dan administer network security.
7. Technical Support
Kompetensi yang harus dimiliki:
• Menghubungkan perangkat keras;
• Melakukan instalasi Microsoft Windows;
• Melakukan instalasi Linux;
• Mencari sumber kesalahan di jaringan dan memperbaikinya;
• Penggunaan perangkat lunak Internet berbasis Windows seperti Internet Explorer, telnet, ftp, IRC;
• Pasang dan konfigurasi mail server, ftp server, web server.
1. Pendahuluan
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak
mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan
negaraIndonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang
bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi
ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin
dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dengan
kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan
mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut
sebagai conditio sine qua non(syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif
saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah jantungnya.
Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam
makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika
guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan
menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian Etika dan Profesional
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik
yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama
Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan
dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar
di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.
Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut hubungan manusia
dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya
profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut.
Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat
mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.
Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan
khusus untuk pekerjaannya tersebut.
Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang
menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk
memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar
dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
2.2 Kode Etik Guru Profesional
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan
apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan
dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi
kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu,
guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi.
Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode
etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-
35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa,
bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan
setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil
untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan
pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara
rinci akan diuraikan satu-persatu.
2.2.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur
bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah
dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru
mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan
melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan
kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum
berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan
kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku
dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru
tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan nasional.
2.2.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik
untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki
Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta
didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab
ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh
guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru
hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan
perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa.
Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya,
seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa.
Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan
bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan
pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru
bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa
menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan
mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru,
keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya.
Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan
perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran
mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik,
tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan
yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan
tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan
pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat
pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek
semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
2.2.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani
masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang
memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan
keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh
sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan
mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi
dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan
ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru,
belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang
sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam
bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan
cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran,
lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio,
koran, dan sebagainya.
2.2.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas.
Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin
pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas
sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi,
guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya
manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai
bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata,
keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap
profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti
ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk
lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi
pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan
harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua
peserta didik.
3. Penutup
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah
ditetapkan
http://www.tugaskuliah.info/2009/06/etika-profesional-dalam-pendidikan.html
a. Sanksi moral
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau
komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang
tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban
melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.
Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti
kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi
untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini
tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-anggota profesi,
seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran.
Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan
dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah
menempatkan etika profesi di atas pertimbanganpertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing
pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat
melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari
norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini
lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun
sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik
profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa
yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan
tidak boleh dilakukan oleh seorang professional
Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya kode
etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi.
Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin
banyak terjadi penyalah gunaan profesi.
BAB III
KESIMPULAN
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan
pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis
tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi
etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa
kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas
yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai
yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik
dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri
harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk
mewujudkan nilai nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari
luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang
bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk
dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat
berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA
Etika Berasal dari bahasa Yunani Ethos, Yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-
tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the
performance index or reference for our control system". Etika adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri
B. PROFESI
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan
bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja
tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup
disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidangbidang pekerjaan seperti kedokteran,
guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti
manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE
GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah
profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum
tentu termasuk dalam pengertian profesi.
Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi
standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu
profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama
adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis.(Chung, 1981 )mengemukakan
empat asas etis, yaitu :
Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai
pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi
terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu
memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan
dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang
memaksa perilaku etis anggota profesi.
Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara
yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahsannya setiap
orang harus menjalankan serta mejiwai akan Pola, Ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu
tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan berhadapan dengan sanksi.
Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1. Melindungi suatu
profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu
profesi. (3). Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru
itu sendiri, antara lain :
1. Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
3. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada
profesinya.
4. Penberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam
melaksanakan tugas.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman
kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya. Menurut Oteng
Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai
penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupahelping
relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan
terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai adanya
perilaku4 empati,penerimaan4dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan
serta kejelasan ekspresi seorang guru.
Seorang guru apabila ingin menjadi guru yang professional harusnya mendalami serta memiliki
etika diatas tersebut.
Etika Hubungan garis dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa guru
percaya kepada pimpinan dalam meberi tugas dapat dan sesuai dengan kemampuan serta guru percaya
setiap apa yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin
bahwa tugas yang telah diberikan telah dapat untuk dilaksanakan.
Guru sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan.
Guru juga harus menghayati apa saja yang menjadi tanggung jawab tugasnya.