Anda di halaman 1dari 15

BAB III

BIOGRAFI AL-SUYŪṬĪ DAN


KARAKTERISTIK KITAB TAFSIR
AL-DURR AL-MANTHŪR FĪ AL-
TAFSĪR BI AL-MA`THŪR
BAB III
BIOGRAFI AL-SUYŪṬĪ DAN KARAKTERISTIK KITAB TAFSIR AL-
DURR AL-MANTHŪR FĪ AL-TAFSĪR BI AL-MA`THŪR
Pada sekitar abad ke-9 H, terdapat beberapa mufasir-mufasir yang berperan

dalam mengembangkan penafsiran di dunia tafsir al-Qur`an. Salah satu di antara

sekian banyak mufasir pada masa tersebut adalah Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī. Menjadi

sebuah keharusan bagi para pengkaji tafsir mengenal sosok mufasir dan metodologi

tafsirnya jika ingin memahami sebuah karya tafsir. Oleh karena itu, pada bab ini

akan dipaparkan mengenai biografi Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī beserta karakteristik kitab

tafsir karyanya yang berjudul al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-Ma`thūr.

A. Riwayat Hidup Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī


Al-Suyūṭī bernama lengkap ‘Abd al-Raḥmān bin Abi Bakr bin

Muḥammad bin Sābiq al-Dīn bin ‘Uthmān bin Nāẓir al-Dīn Muḥammad bin

Sayf al-Dīn bin Najm al-Dīn Abī al-Ṣalāḥ Ayyūb bin Nāṣir al-Dīn Muḥammad

bin al-Hammām al-Dīn al-Khuḍayrī al-Asyūṭī49. Al-Suyūṭī mempunyai nama

kuniyah Abū al-Faḍal dan nama laqab Jalāl al-Dīn. Al-Suyūṭī dilahirkan di

Mesir pada bulan Rajab tahun 849 H / 1445 M setelah maghrib. Beliau tumbuh

dalam keadaan piatu setelah Ibunya wafat sesaat setelah kelahirannya. Al-

Suyūṭī ditinggal wafat sang Ayah dan menjadi yatim pada saat beliau belum

genap berumur enam tahun.50

Al-Suyūṭī hidup pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk sekitar abad

ke-15 M. Keluarga al-Suyūṭī termasuk keluarga yang dihormati pada masanya

49
‘Abd al-Raḥman bin Abi Bakar al-Suyūṭi, Ḥusn al-Muḥāḍarah fī Tārīkh Miṣr wa al-Qāhirah (t.tp
: Dār Iḥyā` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1967), p. 335.
50
Al-Suyūṭi, al-Itqān ..., p. 3.

29
30

dan ditempatkan pada posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Beliau

tumbuh di lingkungan yang penuh dengan keilmuan dan ketaqwaan disebabkan

ayahnya yang tekun mengajarinya ilmu pengetahuan dan al-Qur`an. Sehingga

belum genap usia 8 tahun, al-Suyūṭī telah hafal kitab al-‘umdah, minhāj al-fiqh,

al-uṣūl, alfiyyah ibnu mālik, bahkan al-Qur`an.

Tumbuh dalam keadaan yatim piatu tidak menyurutkan semangat al-

Suyūṭī dalam mencari ilmu. Al-Dhahabī mengatakan bahwa al-Suyūṭī

merupakan sosok ahli hadis pada zamannya, beliau menguasai cabang-cabang

ilmu hadis, meliputi rijāl al-ḥadīth, gharīb al-ḥadīth, matan hadis, sanad hadis,

dan istinbat hukum. Al-Suyūṭī dalam sebuah kesempatan pernah

mengungkapkan bahwa dirinya menghafal 200.000 hadis, bahkan ia pernah

berkata sekiranya dia menemukan hadis lain, maka hadis tersebut akan

dihafalkannya.51

Setelah al-Suyūṭī berumur 40 tahun, beliau mulai menyendiri dari

manusia dan sibuk beribadah kepada Allah. Di saat itu pula, al-Suyūṭī fokus

menulis banyak kitab di Rawḍat al-Miqyās (daerah sekitar sungai Nil). Pada

usianya ini beliau juga meninggalkan berbagai profesi yang telah ditekuninya

sebagai mufti dan pengajar. Al-Suyūṭī wafat pada malam jum’at tanggal 19

Jumadil Ula 911 H / 1505 M di rumahnya setelah sebelumnya mengalami sakit

selama tujuh hari disertai pembengkakan berat di lengan kirinya. Jasad beliau

disemayamkan di Ḥush Qawṣūn Mesir.52

51
Muḥammad Ḥusayn al-Dhahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Vol. 1 (Kairo: Maktabah
Wahbah,t.th), p. 180.
52
Al-Suyūṭi, al-Itqān ..., p. 6.
31

B. Aktifitas Keilmuan Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī


Dalam perjalanan menuntut ilmu al-Suyūṭī tergolong orang yang sangat

tekun dan cerdas sehingga menjadikannya sebagai ulama yang sangat

diperhitungkan dalam berbagai disiplin ilmu. Perhatian ayahnya akan keilmuan

sangat tinggi. Saat masih kecil al-Suyūṭī sudah diajak oleh sang ayah hadir

dalam majelis ilmu Ibnu Ḥajar al-‘Asqālani. Al-Suyūṭī banyak melakukan

perjalanan ke berbagai daerah, dari satu negara ke negara yang lain dengan

tujuan mencari ilmu. Beliau pergi ke kota-kota di Mesir, Shām, Ḥijāz, Yaman,

Hindia, Maghrib (Maroko). Ketika sampai di Mekah pada Rabiul Awwal 869

H untuk menunaikan ibadah haji, al-Suyūṭī meminum air zamzam seraya

berdoa agar diberi derajat keilmuan dalam fikih sekelas Shaykh Sirāj al-Dīn al-

Bulqīnī dan dalam ilmu hadis sekelas Ibnu Ḥajar.53

Dalam pengembaraannya tersebut, al-Suyūṭī mempelajari ilmu fikih dan

nahwu dari sejumlah ulama, mempelajari ilmu farāiḍ dari seorang alim pada

masanya, yaitu Shaykh Shihāb al-Dīn al-Shāramsāḥi. Al-Suyūṭī juga menimba

ilmu dengan Shaykh al-Islām al-Bulqīni dalam bidang fikih hingga wafat,

kemudian dengan putranya, yaitu ‘Alam al-Dīn al-Bulqīni. Al-Suyūṭī juga

berguru kepada al-Shaykh Muḥyi al-Dīn al-Kāfiyāji selama empat belas tahun

sehingga darinya diperoleh berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, uṣūl, al-

‘Arabiyyah, dan lain-lain. Al-Suyūṭī dalam bidang hadis dan tata bahasa juga

berguru dengan al-Shaykh Taqiy al-Dīn al-Shibli al-Ḥanafi selama empat

53
Al-Suyūṭi, Ḥusn al-Muḥāḍarah ..., p. 338.
32

tahun.54 Tidak mencukupkan hanya berguru kepada kaum laki-laki, al-Suyūṭī

juga menimba ilmu dari kaum perempuan.

Kedalaman ilmu al-Suyūṭī mencakup beberapa disiplin ilmu, tidak

hanya satu. Seperti yang dikatakannya sendiri bahwa dirinya dikaruniai

kedalaman ilmu dalam bidang tafsir, hadis, fikih, nahwu, ma’ani, bayan, dan

badi’. Dengan keilmuannya yang sangat luas tersebut al-Suyūṭī pernah

mengaku sebagai mujtahid mutlak. Al-Suyūṭī mengatakan “Sekiranya aku

mau, aku akan menulis sebuah karya tulis dalam setiap permasalahan, lengkap

beserta keterangan para ulama dengan dalil-dalilnya yang naql atau qiyās serta

perbandingan antar mazhab, namun itu semua atas pertolongan Allah, bukan

lantaran kemampuan atau kekuatanku”.55 Tentu pernyataannya seperti ini

menimbulkan kontroversi di kalangan ulama pada masa itu, salah satunya al-

Sakhāwī. Namun dalam kesempatan lain, al-Suyūṭī menjelaskan bahwa yang

ia maksud dengan mujtahid mutlak adalah dalam bidang tertentu, yakni dalam

bidang hukum-hukum syari’at, hadis, dan ilmu bahasa Arab. Hal ini

sebagaimana sebelumnya Shaykh Taqiy al-Dīn al-Subki telah mencapai derajat

ini.56

Pada masanya keilmuan al-Suyūṭī dalam semua aspek hadis sangat

mumpuni. Mencakup validitas perawi, matan, dan sanadnya. Kecintaan dan

perhatiannya terhadap ilmu-ilmu hadis dibuktikannya dengan banyak

mendengar dan menghafal riwayat-riwayat hadis, menulis, merangkum,

54
Ibid., p. 336-338.
55
Ibid., p. 339.
56
‘Abd al-Raḥman bin Abi Bakar al-Suyūṭi, al-Taḥadduth bi Ni’mat Allāh Ta’ālā (t.tp: al-Maṭba’ah
al-‘Arabiyyah al-Ḥadīthiyyah, t.th), p. 205.
33

menyeleksi, dan menyusun berbagai karya yang berhubungan dengan ilmu-

ilmu hadis. Al-Suyūṭi dianggap sebagai seseorang yang mempunyai otoritas

pada semua aspek hadis saat itu, termasuk menentukan sahih tidaknya suatu

hadis.57

Dengan kapasitas ilmu yang telah didapatkannya, al-Suyūṭī

menghasilkan karya yang sangat banyak mencapai 600 ratus lebih karya. Pada

masa ini pula al-Suyūṭī juga berprofesi sebagai pengajar di Madrasah al-

Syaikhuniqah selama 12 tahun serta menjabat sebagai mufti dalam waktu yang

relatif lama.58

C. Guru dan Murid Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī


Al-Suyūṭī telah menghitung guru-gurunya yang berjumlah sekitar 150

guru. Di antara guru-guru beliau adalah:59

1. Aḥmad bin ‘Ali bin Abi Bakar al-Shāramsāḥi

2. Aḥmad bin Ibrāhim al-Ḥanbalī

3. Ṣāliḥ bin ‘Umar bin Ruslān al-Bulqīni

4. Muḥammad bin Sulaymān bin Sa’ad al-Kāfiyāji

5. Yaḥya bin Muḥammad al-Munāwī

6. ‘Abdul Aziz bin Muḥammad al-Miqati

7. Muḥammad bin Aḥmad bin Ibrāhim al-Maḥallī

8. Taqiy al-Dīn al-Shibli al-Ḥanafi

9. Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī

57
Khoirul Anam, dkk, “Metodologi Periwayatan Hadis Musalsal: Analisis Deskriptif terhadap Kitab
Jiyād al-Musalsalāt karya Jalal ad-Din as-Suyuthi”, Gunung Djati Conference Series, Vol. 21
(2023), 58.
58
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru, 1994), 4:324.
59
Al-Suyūṭi, al-Taḥadduth bi Ni’mat Allāh Ta’ālā. p. 43.
34

10. Ibrāhim bin Muḥammad al-Ḥanafī

Beliau tidak mencukupkan memperoleh ilmu dari ulama laki-laki saja,

beliau juga mempunyai guru-guru ahli hadis dari kaum perempuan, di antaranya:

1. Ummu Hani’ binti ‘Ali al-Ḥurini

2. Āminah binti Mūsa bin Aḥmad al-Maḥallī

3. Khadījah binti ‘Abdurraḥman al-Makkī

4. Fāṭimah binti ‘Ali al-Yasiri

5. Fāṭimah Ummu al-Ḥasan binti Muhammad al-‘Ajamī

6. Kamāliyah binti Muhammad bin Abu Bakar al-Makki

7. Kamāliyah binti Aḥmad bin Muhammad al-Makki

8. Dan masih banyak lainnya.

Di antara murid-murid beliau adalah:

1. Muhammad bin ‘Ali bin Aḥmad al-Dawudi al-Miṣri al-Shāfi’i

2. Aḥmad bin ‘Ali bin Zakaria Shihāb al-Dīn al-Judayyidī

3. Al-Shihāb bin Abī al-Amīr al-Iyasī al-Ḥanafī al-Shāfi’ī

4. Aḥmad bin Muḥammad bin Muḥammad bin al-Sirāj al-Bukhārī al-

Ḥanafī

5. Ibrāhim bin ‘Abd al-Raḥmān bin ‘Ali al-‘Alqamī al-Qāhirī al-Shāfi’ī

6. Aḥmad bin Muḥammad bin Muḥammad bin ‘Alī bin Ḥajar al-Haytāmī

al-Shāfi’ī
35

7. Yūsuf bin Abdullah al-Armiyūni, dan masih banyak lagi murid-murid

beliau.60

D. Karya-Karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī


Adapun karya-karya beliau sangatlah banyak dari berbagai macam

bidang keilmuan, bahkan oleh Ṭāhir Sulayman dalam kitabnya menyebutkan

lengkap 600 kitab al-Suyūṭi, di antaranya61 :

1. Tafsir dan ‘Ulūm al-Qur`ān

a. Tafsīr al-Jalālayn

b. Al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr al-Ma`thūr

c. Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur`an

d. Nāsikh al-Qur`ān wa Mansūkhuhu

e. Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl

2. Hadis dan ‘Ulūm al-Ḥadīth

a. Jam’u al-Jawāmi’ fī al-Ḥadīth

b. Al-Aḥādīth al-Ḥisān

c. Al-Durrar al-Muntathirah fī al-Aḥādīth al-Mushtahirah

d. Al-Jāmi’ al-Ṣaghīr

e. Miṣbāḥ al-Zujājah ‘Ala Sunan Ibnu Mājah

f. Tadrīb al-Rāwī fī Sharḥ Taqrīb al-Nawāwī

3. Fiqh dan Usul Fiqh

a. Al-Ashbāh wa al-Naẓāir fī al-Fiqh

b. Sharḥ al-Taqrīb al-Nawāwī

Al-Suyūṭi, al-Itqān ..., p. 6.


60

Ṭāhir Sulayman, Jalāl al-Dīn al-Suyūṭi ‘Aṣruhu wa Ḥayātuhu wa Āthāruhu wa Juhūduhu fī al-
61

Dars al-Lughāwī (Bairut: al-Maktab al-Islāmi, 1410 H), p. 212-233.


36

4. Bahasa Arab

a. Al-Tadhkirah fī al-‘Arabiyyah

b. Al-Ashbāh wa al-Naẓāir fī al-Naḥwi

5. Sejarah

a. Ḥusn al-Muḥāḍarah fī Tārīkh Miṣr wa al-Qāhirah

b. Tārīkh al-Khulafā

6. Tasawuf

a. Tadhkirah al-Nafs fī al-Taṣawuf

b. Tanbīh al-Ghabī fī Tanzīhi Ibnu ‘Arabi

7. Dan masih banyak lainnya.

E. Komentar Ulama Tentang Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī


Al-Suyūṭī banyak mendapatkan tanggapan dari para ulama akan

keilmuannya. Di antara mereka ada yang mengakui dan ada yang tidak

mengakui keilmuannya. Pro dan kontra dari ulama tersebut dilatarbelakangi

oleh sifat dan pemikiran serta penafsiran dari al-Suyūṭī sendiri yang terkadang

menimbulkan kontroversi di kalangan ulama. Di antara ulama yang mengakui

keilmuan al-Suyūṭī adalah:

1. Al-Shawkānī yang seorang ahli fikih dan hadis, mengatakan

bahwasanya al-Suyūṭī merupakan imam dalam bidang al-Qur`an dan

sunnah serta menguasai ilmu yang dibutuhkan untuk melakukan ijtihad.

2. Ibnu ‘Imad dari suriyah merupakan ahli fikih dari mazhab hanbali

mengatakan bahwa al-Suyūṭī adalah seorang penulis yang produktif,

kitab-kitabnya sangat berharga.


37

Sedangkan di antara ulama yang menolak keilmuan al-Suyūṭī adalah al-

Sakhāwī dalam kitabnya al-Ḍaw`u al-Lāmi’ li Ahli al-Qur`ān al-Tāsi’. Al-

Sakhāwī mengatakan bahwa al-Suyūṭī telah melakukan plagiasi karya ulama

sebelumnya, kemudian mengakui sebagai karangannya sendiri, seperti

memplagiasi karya Ibnu Taymiyah yang membahas tentang pengharaman ilmu

mantiq. Selain itu dikatakan al-Suyūṭī juga menjiplak karya Ibnu Ḥajar al-

‘Asqlānī tentang ilmu hadis seperti Nashr al-‘Abīr fī Takhrīj Aḥādīth al-Sharḥ

al-Kabīr62. Selain itu al-Sakhāwī juga mengatakan dalam kitab al-Durr al-

Manthūr banyak menghadapi kritik keras karena banyak riwayat hadis sahih

yang bercampur dengan riwayat hadis yang tidak sahih.

F. Kitab Tafsir al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-Ma`thūr


1. Latar Belakang Penulisan Kitab al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi
al-Ma`thūr
Al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bi al-Ma`thūr merupakan sebuah karya

dalam bidang tafsir dari ratusan karya al-Suyūṭi. Tafsir ini sebenarnya

merupakan ringkasan dari kitab Tarjumān al-Qur`ān karya lain beliau.

Beliau bermaksud meringkas hadis-hadis dengan hanya menyebutkan

matanya saja tanpa menyebutkan sanad secara lengkap agar

memudahkan pembaca dalam memahami kitab tersebut. Hal ini beliau

sampaikan sendiri secara singkat dalam muqaddimah tafsirnya :

“Setelah aku menyusun kitab Tarjumān al-Qur`ān yaitu


merupakan tafsir yang bersambung dari Rasulullah dan para
sahabatnya, dan alhamdulillah kitab ini selesai sempurna
dalam beberapa jilid, maka ada yang saya sampaikan di
dalamnya dari athar (jejak) dengan sanad-sanad kitab yang
ditakhrij darinya. Aku berpendapat bahwa keterbatasan

62
Muḥammad bin ‘Abd al-Raḥman al-Sakhāwī, al-Daw`u al-Lāmi’ li Ahli al-Qur`ān al-Tāsi’, Vol.
4 (Bairut: Dār al-Jīl, 1992), p. 66.
38

kebanyakan hasrat dari mencapainya dan kegemaran mereka


dalam meringkas matan hadith tanpa sanad-sanad dan tidak
panjang lebar, maka aku merangkum darinya dengan
ringkasan pada matan dari athar bersumber pada riwayat dan
takhrij dalam kitab yang diperhitungkan. Aku beri nama
kitab tersebut dengan al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bi al-
Ma`thūr (Mutiara yang ditaburkan pada tafsir bi al-
Ma`thur)”.63
Sesuatu yang benar-benar menarik dari tafsir ini pada masanya dan

berbeda dari mufassir lainnya adalah tafsir ini mencakup berbagai hadis

yang diperlukan untuk menjelaskan suatu ayat, sehingga sesuai dengan

namanya, yakni tafsir bi al-Ma`thūr, sebab hampir seluruh unsur-unsur

tafsir bi al-Ma`thūr tercakup dalam tafsir ini. Jadi tafsir ini murni

menggunakan sumber dari athar (jejak) nabi dan sahabatnya yang

dikutipnya dari kitab-kitab hadis dan tafsir lainnya. Dalam

penghimpunan riwayat-riwayatnya, al-Suyūṭī tidak berpijak pada

kesahihan riwayat yang dikutipnya. Sehingga membutuhkan keuletan

dalam menjelaskan lagi mana-mana hadis yang ṣaḥīḥ, ḥasan, dan ḍa’īf.

2. Metode Penafsiran Kitab al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-


Ma`thūr
Metode yang digunakan al-Suyūṭī dalam penyusunan kitab tafsir ini

disusun secara tartib muṣḥafi. Dilihat dari keluasan penjelasan

menggunakan metode taḥlili. Jika dilihat dari sumber penafsirannya

maka tergolong tafsir bi al-ma`thūr. Dalam penyusunan tafsir ini al-

Suyūṭī terbilang mempunyai metode yang berbeda dari lazimnya

mufasir bi al-ma’thūr lain pada zamannya. Hal tersebut dapat dilihat

sebagai berikut:

63
Al-Suyūṭi, al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr al-Ma`thūr, Vol. 1, p. 9.
39

a. Dalam tafsirnya hanya memuat riwayat-riwayat dari para ulama

salaf tanpa menerangkan kedudukan ataupun kualitas riwayat

tersebut, apakah sahih atau ḍa’īf, dengan kata lain riwayatnya masih

tercampur baur akan kualitasnya. Al-Suyūṭī juga tidak menjelaskan

atau mengkritik riwayat yang dikutipnya tersebut, yang hanya dari

pengakuannya merupakan riwayat yang sudah beliau takhrīj.

b. Dalam riwayat-riwayat (hadis atau athar) yang dikutipnya, al-Suyūṭī

meringkas sebagian jalur sanadnya. Dengan kata lain hanya

menyebutkan rawi pertamanya saja.

c. Dalam penafsirannya terhadap suatu ayat, al-Suyūṭī konsisten

menafsirkannya hanya dengan menggunakan riwayat-riwayat hadis.

Tidak sekalipun beliau menafsirkan ayat menggunakan pemikiran

pribadinya atau menggunakan pendapat-pendapat yang menguatkan

periwayatan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan Ibnu Jarir

dan Ibnu Kathir.

3. Corak Penafsiran Kitab al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-


Ma`thūr
Untuk corak penafsiran sendiri tafsir ini sulit ditentukan karena

memuat banyak pembahasan. Buktinya seperti contoh dalam surat al-

Fātiḥah ayat 6, beliau menjelaskan perihal bacaan-bacaan qirā`āt pada

lafal al-Ṣirāṭ64. Dalam al-Nisā` ayat 43 beliau menjelaskan terdapat

beberapa hal mengenai fikih dengan mencantumkan riwayat-riwayat

yang berkaitan dengan asbab al-nuzūl ayat maupun yang berkaitan

64
Ibid., Vol, 1, p. 38.
40

dengan kandungan ayat tersebut65. Dan masih banyak pembahasan

lainnya, seperti naskh mansūkh, faḍilah, hikmah, dan lain-lain sehingga

coraknya sulit ditentukan.

4. Sistematika Penafsiran al-Suyūṭī dalam Kitab al-Durr al-Manthūr


fī al-Tafsīr bi al-Ma`thūr
Adapun sistematika penafsiran yang diaplikasikan al-Suyūṭī dalam

tafsir al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bi al-Ma`thūr ini dengan menafsirkan

suatu ayat menggunakan hadis-hadis nabi, pendapat para sahabat dan

tabi’in, dan pendapat imam-imam qirā`āt. Riwayat yang dikutipnya

dalam menjelaskan berkaitan dengan beberapa aspek sebagai berikut:

a. Golongan surah Makkiyyah atau Madaniyyah

b. Tentang faḍilah (keutamaan) surah

c. Tentang asbāb al-nuzūl ayat

d. Tentang perbedaan qirā`āt

e. Tentang hikmah suatu ayat atau surah

f. Tentang nāsikh mansūkh ayat

g. Riwayat-riwayat isrāīliyyāt

h. Syair-syair orang Arab

5. Sumber Penafsiran Kitab al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-


Ma`thūr
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa tafsir al-Durr al-Manthūr

ini merupakan salah satu tafsir bi al-ma`thūr, yang menjadi ciri utama

tafsir jenis ini adalah menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an; al-

65
Ibid., Vol. 2, p. 545.
41

Qur`an dengan hadis nabi; al-Qur`an dengan perkataan sahabat; dan al-

Qur`an dengan perkataan tabi’in66. Hal demikian terlihat jelas dalam

riwayat-riwayat yang dikutip al-Suyūṭī sebagai sumber penafsiran kitab

tafsir ini.

Riwayat-riwayat yang al-Suyūṭī kutip dalam tafsirnya ini berasal

dari kitab al-Bukhāri, Muslim, al-Nasā`ī, al-Tirmidhī, Aḥmad, Abī

Dāwud, Ibnu Jarīr, Ibnu Abī Ḥātim, dan masih banyak lainnya. Namun,

al-Suyūṭī tidak memilah antara riwayat yang ṣaḥīḥ dan ḍa’īf bahkan

mencampur keduanya, padahal al-Suyūṭī sendiri terkenal sebagai ulama

muḥaddithīn dan sangat mumpuni dalam bidang ilmu hadis.67

6. Kelebihan dan Kekurangan Kitab al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi


al-Ma`thūr
Sebagai sebuah karya tafsir pasti mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Upaya menjelaskan al-Qur`an yang dituangkan dalam

sebuah tafsir oleh para ulama tidak menutup kemungkinan terdapat segi-

segi kurang dan lebihnya masing-masing. Sekalipun usaha tersebut

sudah dinilai mencapai titik kebenaran yang dikandung al-Qur`an.

Tidak terkecuali tafsir al-Durr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-Ma`thūr, di

antara kelebihan kitab tafsir ini adalah:

a. Dalam mengutip setiap periwayatan selalu mencantumkan sumber

asli pengutipan

b. Penafsirannya menjelaskan berbagai aspek yang dapat ditemukan

dalam setiap ayat

66
Mannā’ al-Qaṭṭān, Mabāḥith fī ‘Ulūm al-Qur`ān, p. 337.
67
Muḥammad Ḥusayn al-Dhahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Vol. 1, p. 181.
42

c. Membatasi terjerumus ke dalam subjektifitas yang berlebihan

d. Penafsirannya murni menggunakan riwayat-riwayat hadis yang

bersumber dari Nabi Muhammad, sahabat, tabi’in dan para imam-

imam qirā`āt

Sedangkan kekurangan tafsir ini adalah:

a. Masuknya riwayat-riwayat Isrā`īliyyāt

b. Penghilangan sebagian sanad-sanad dalam penafsirannya

c. Tidak adanya penyeleksian terhadap riwayat-riwayat yang dikutip

sehingga menimbulkan tercampurnya riwayat yang ṣaḥīḥ dan ḍa’īf68

68
Nasihatul Ulya Az Zahra, “Ad-Dakhīl Dalam Tafsir Ad-Durr Al-Mantsūr Fī At-Tafsīr Bi Al-
Ma`tsūr Karya Jalāl Ad-Dīn As-Suyūthī (Telaah Penafsiran Ayat-Ayat Kisah dalam Surat Al-
Baqarah)”, (Skripsi di Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, 2020), 69.

Anda mungkin juga menyukai