SALIN AN
jdih.kemenkeu.go.id
-2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA
PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI
KOMPREHENSIF ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA DAN PEMERINTAH PERSATUAN EMIRAT ARAB
(COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT
BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE UNITED ARAB
EMIRATES,.
jdih.kemenkeu.go.id
-3 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang-Undang Kepabeanan.
2. Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut
Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada
dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga
bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat
KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi ·
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat
TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang
memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk
menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan
mendapatkan penangguhan bea masuk.
5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB
adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah
Pa bean dan/ atau barang yang berasal dari tempat lain
dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu)
atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu
tertentu untuk dikeluarkan kembali.
6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya
disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan
Be bas dan TPB.
7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum
yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam
Daerah Pabean.
8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
a. penyelenggara kawasan berikat;
b. penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha
kawasan berikat;
c. pengusaha di kawasan berikat merangkap
penyelenggara di kawasan berikat;
d. penyelenggara gudang berikat;
e. penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha
gudang berikat; atau
f. pengusaha di gudang berikat merangkap
penyelenggara di gudang berikat.
9. Penyelenggara/ Pengusaha PLB adalah:
a. penyelenggara PLB;
b. penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
c. pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara
di PLB.
jdih.kemenkeu.go.id
- 4 -
jdih.kemenkeu.go.id
-5-
jdih.kemenkeu.go.id
-6 -
BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)
Bagian Kesatu
Tarif Preferensi
Pasal 2
(1) Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang
besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN), sepanjang
memenuhi Ketentuan Asal Barang.
(2) Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai
penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan
Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat
Arab.
(3) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan terhadap:
a. impor barang untuk dipakai yang menggunakan
pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan
Impor Barang (PIB);
b. impor barang untuk dipakai yang menggunakan
pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan
impor barang dari TPB, yang pada saat pemasukan
barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan
untuk menggunakan Tarif Preferensi;
c. impor barang untuk dipakai yang menggunakan
pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan
impor barang dari PLB, yang pada saat pemasukan ·
barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan
untuk menggunakan Tarif Preferensi;
d. pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan
Bebas ke TLDDP, sepanjang:
jdih.kemenkeu.go.id
-7-
Pasal3
(1) Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat ( 1) terdiri dari:
a. kriteria asal barang (origin criteria);
b. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
c. ketentuan prosedural (procedural provisions).
(2) Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
( Origin Criteria)
Pasal4
( 1) Kri teria asal barang ( origin criteria) se bagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi
di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained or
produced goods);
jdih.kemenkeu.go.id
- 8 -
Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
( Consignment Criteria)
Pasal5
(1) Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1) huruf b, meliputi:
a. barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota
yang menerbitkan SKA Form IUAE ke dalam Daerah
Pabean; atau
b. barang impor dikirim melalui 1 (satu) atau lebih
negara selain Negara Anggota.
(2) Barang impor dapat dikirim dari Negara Anggota yang
menerbitkan SKA Form IUAE melalui 1 (satu) atau lebih
negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b untuk tujuan transit dan/atau
transshipment atau tempat penyimpanan sementara
dengan ketentuan sebagai berikut:
jdih.kemenkeu.go.id
- 9 -
Pasal6
(1) Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui
1 (satu} atau lebih negara selain Negara Anggota
sebagaimana dimaksucl clalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat
Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/
Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB,
pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan
Usaha/Pelaku Usaha KEK untuk menyerahkan dokumen
berupa:
a. dokumen pengangkutan tunggal (single transport
document) yang mencakup informasi keseluruhan
rute perjalanan barang dari Negara Anggota
pengekspor ke Negara Anggota pengimpor; atau
b. dokumen pendukung lainnya, yang diterbitkan oleh ·
otoritas kepabeanan di negara selain Negara Anggota
atau entitas lain, yang membuktikan pemenuhan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2),
kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai melakukan permintaan
dokumen sebagairnana dimaksud pada ayat (1), lmportir,
Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha
PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib menyerahkan
dokumen yang diminta.
Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)
Pasal 7
(1) SKA Form IUAE, harus memenuhi ketentuan sebagai ·
berikut:
a. diterbitkan dalam Bahasa Inggris;
b. dicetak pada kertas ukuran A4 dengan bentuk dan
format SKA Form IUAE sesuai dengan format yang
tercantum pada Lampiran huruf A angka romawi IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini;
c. dicantumkan nomor referensi SKA Form IUAE;
d. ditandatangani oleh pemohon (eksportir atau
produsen);
e. dicantumkan tanda tangan pejabat yang berwenang
dan stempel resrni dari Instansi Penerbit SKA secara
manual atau elektronik;
jdih.kemenkeu.go.id
- 10 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 11 -
Pasal8
( 1) Perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga ( selain
Negara Anggota) atau perusahaan lain yang berlokasi di
negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya
SKA Form IUAE, dapat menerbitkan Third Party Invoice.
(2) SKA Form IUAE yang menggunakan Third Party Invoice,
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. dicantumkan nomor dan tanggal Third Party Invoice
pada kolom angka 10 SKA Form IUAE serta
dicantumkan nama, alamat, dan negara Perusahaan ·
yang menerbitkan Third Party Invoice pada kolom
angka 13 SKA Form IUAE;
b. dalam hal Third Party Invoice belum
diterbitkan/tidak diketahui pada saat penerbitan
SKA Form IUAE, dicantumkan nomor dan tanggal
invoice eksporter pada kolom angka 10 SKA Form
IUAE serta dicantumkan nama dan alamat
perusahaan yang menerbitkan Third Party Invoice
pada kolom angka 13 SKA Form IUAE; dan
c. diberikan tanda ( � ) pada kolom angka 13 SKA Form
IUAE kotak "Third Party Invoice".
Pasal9
(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
a. menyerahkan SKA Form IUAE sesuai dengan
ketentuan mengenai tata cara penyerahan surat
keterangan asal dan/ atau deklarasi asal barang
dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas ·
barang impor berdasarkan perjanjian atau
kesepakatan internasional;
b. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan
Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab
pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara
benar; dan
c. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA
Form IUAE pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
secara benar.
(2) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB
wajib:
a. menyerahkan SKA Form IUAE sesuai dengan
ketentuan mengenai tata cara penyerahan surat
keterangan asal dan/ atau deklarasi asal barang
dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas
barang impor berdasarkan perjanjian a tau
kesepakatan in ternasional;
b. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan
Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab
pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun
di TPB secara benar; dan
c. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA
Form IUAE pada pemberitahuan pabean impor
untuk ditimbun di TPB secara benar.
jdih.kemenkeu.go.id
- 12 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 13 -
BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI
Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form IUAE
jdih.kemenkeu.go.id
- 14 -
Pasal 10
(1) Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan
penelitian terhadap SKA Fann IUAE dalam rangka
pengenaan Tarif Preferensi.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada
Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/
Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d
angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kepabeanan.
(3) Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang
diimpor dengan menggunakan SKA Fann IUAE
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan.
Pasal 11
(1) Penelitian terhadap SKA Fann IUAE untuk pengenaan
Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
meliputi:
a. pemenuhan kriteria asal barang ( origin criteria)
se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
b. pemenuhan kriteria pengmman (consignment
criteria) se bagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan
Pasal 6;
c. pemenuhan ketentuan prosedural (procedural
provisions) se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 9;
d. jenis, jumlah, dan klasifikasi barang yang
mendapatkan Tarif Preferensi;
e. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan
berdasarkan Tarif Preferensi yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea
masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan
Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab;
f. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean
impor dan/ atau Dokumen Pelengkap Pabean dengan
data pada SKA Fann IUAE; dan
g. kesesuaian antara fisik barang dengan uraian
barang yang diberitahukan pada pemberitahuan
pabean impor, SKA Fann IUAE, dan/ atau Dokumen
Pelengkap Pabean, dalam hal barang impor
dilakukan pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan
bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih
Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1), SKA Fann IUAE ditolak dan atas barang
impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku
umum (Most Favoured Nation/MFN).
jdih.kemenkeu.go.id
- 15 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 16 -
Pasal 12
( 1) SKA Form IUAE tetap sah dalam hal terdapat perbedaan
yang bersifat minor (minor discrepancies).
(2) Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) meliputi:
a. kesalahan pengetikan dan/ atau ejaan pada SKA
Form IUAE, sepanjang dapat diketahui
kebenarannya melalui Dokumen Pelengkap Pabean;
b. perbedaan kecil antara tanda tangan dan/ atau
stempel pada SKA Form IUAE dengan spesimen;
c. perbedaan satuan pengukuran (antara lain: satuan
berat, satuan panjang) pada SKA Form IUAE dengan ·
Dokumen Pelengkap Pabean;
d. perbedaan kecil pada ukuran kertas yang
digunakan; dan/ a tau
e. kesalahan kecil pada penulisan uraian barang
antara SKA Form IUAE dengan Dokumen Pelengkap
Pabean, sepanjang dapat dibuktikan bahwa barang
tersebut merupakan barang yang sama.
Pasal 13
(1) Dalam hal SKA Form IUAE ditolak dan Tarif Preferensi
tidak diberikan, maka:
a. direktur di lingkungan Direktorat J enderal Bea dan
Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di
bidang Audit Kepabeanan dan Cukai, Penelitian
Ulang, dan pemeriksaan tujuan tertentu;
b. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
c. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
d. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan ·
Cukai; atau
e. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk,
menyampaikan pemberitahuan penolakan SKA Form
IUAE kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB,
Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan
Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(2) Pemberitahuan penolakan SKA Form IUAE sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis,
dengan memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak
dapat diberikan dengan disertai alasan penolakan.
jdih.kemenkeu.go.id
- 17 -
Bagian Kedua
Retroactive Check dan Verification Visit
Pasal 14
(1) Terhadap SKA Form IUAE yang diragukan keabsahan dan
kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada
Instansi Penerbit SKA.
(2) Permintaan Retroactive Check selain sebagaimana ·
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak
(random).
(3) Atas barang impor yang dilakukan Permintaan
Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dikenakan tarif bea masuk yang berlaku
umum (Most Favoured Nation/MFN).
(4) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dengan copy atau
pindaian SKA Form IUAE, dengan menyampaikan alasan,
disertai dengan permintaan informasi sebagai berikut:
a. penjelasan keabsahan dan kebenaran isi SKA Form
IUAE; dan/ a tau
b. informasi, catatan, bukti, dan/ a tau data pendukung
terkait.
(5) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
a. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di
bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
b. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
c. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
d. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai; atau
e. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(6) SKA Form IUAE ditolak dan Tarif Preferensi tidak
diberikan apabila jawaban atas Permintaan Retroactive
Check:
a. tidak disampaikan dalam jangka waktu paling
lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah tanggal
diterimanya Permintaan Retroactive Check; atau
b. tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan
Ketentuan Asal Barang dan/ atau keabsahan SKA
Form IUAE.
Pasal 15
(1) Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang
ditunjuk dapat melakukan Verification Visit, dalam hal ·
jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagairnana
dimaksud dalam Pasal 14:
a. diragukan kebenarannya; dan/ atau
b. tidak mencukupi untuk mernbuktikan pemenuhan
Ketentuan Asal Barang dan/ a tau keabsahan SKA
Form IUAE.
(2) Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur
Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk,
menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada:
jdih.kemenkeu.go.id
- 18 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 19 -
Pasal 16
(1) Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive
Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga
kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang
melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan
Asal Barang.
Pasal 17
( 1) Dalam hal jawaban atas Permintaan Retroactive Check, ·
SKA Form IUAE diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat
Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang kepabeanan.
(2) Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB,
Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan
Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK
yang menggunakan SKA Form IUAE sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil
dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA
Form IUAE terkait dengan penyelesaian hal tersebut
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan
Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat
Arab.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan
pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, ·
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
jdih.kemenkeu.go.id
- 20 -
Pasal 18
Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam
pemalsuan SKA Form IUAE, terhadap importasi yang berasal
dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif
Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir
dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form
IUAE.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 19
(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai melakukan monitoring dan/ atau evaluasi terhadap
pemanfaatan SKA Form IUAE di wilayah kerja masing-
masing secara periodik.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/ atau evaluasi
se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) kepada direktur
yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja
sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi
kebijakan pemanfaatan SKA Form IUAE.
BABV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif
Preferensi:
a. atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB;
b. atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP;
dan
c. atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 21
Dalam hal SKA Form IUAE dibatalkan oleh Instansi Penerbit
SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.
Pasal 22
Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menetapkan
prosedur pemberian Tarif Preferensi dalam hal terjadi keadaan
kahar (force majeure).
Pasal 23
Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea
masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Kemitraan
Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab, dapat ditetapkan oleh
Direktur J enderal.
jdih.kemenkeu.go.id
- 21 -
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap
barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah
mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean
tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal
berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 September
2023.
jdih.kemenkeu.go.id
- 22 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2023
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
jdih.kemenkeu.go.id
- 23 -
LAMPI RAN
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 88 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG
IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI
KOMPREHENSIF ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH PERSATUAN EMIRAT ARAB
jdih.kemenkeu.go.id
- 24 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 25 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 26 -
� rJ
wilayah Negara Anggota lainnya se bagai bahan baku un tuk
jdih.kemenkeu.go.id
- 27 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 28 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 29 -
(IUAE-CEPA)
3. Consignee's Name and
Address
CERTIFICATE OF ORIGIN
Form IUAE
Issued in _
(Country)
See Overleaf Notes
Departure Date
D Preferential Treatment Given Under IUAE-CEPA
6. Item 7. Marks and numbers on packages; Number 8.0rigin 9. Gross Weight, 10. Number and date
number and kind of packages; description of goods; Criterion Quantity and FOB or of invoices
HS code in six digits EWP value (if use
QVC Criterion)
(Country)
Signature
and that they comply with the origin requirements and
specified for these goods in the Rules of Origin under Stamp
Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA) for
the goods exported to
OR Code
or
(Importing Country) Website
O De Minimis
(Name and D Issued Retroactively
Address)
jdih.kemenkeu.go.id
- 30 -
OVERLEAF NOTES
Box 1 State the full legal name, address (including country) of the exporter.
Box 2 : Provide the producer of the goods (name and country). If the producer and the exporter are the same,
complete box with the details as on Box 1. In case of multiple producers, indicate "SEE BOX 7" in Box 2 and provide
the details in Box 7 for each item.
Box 3 : State the full legal name, address (including country) of the consignee.
Box 4 : Complete the means of transport and route and specify the departure date, transport vehicle No., port of
loading and discharge.
Box 5 : The Customs Authority of the importing Party must indicate in the relevant boxes whether or not
preferential treatment is accorded. For multiple items declared in the same Form IUAE, if preferential treatment is
not granted to any of the items, this is also to be indicated accordingly in Box 5.
Box 6 : State the item number.
Box 7 : Provide a full description of each good. The description should be sufficiently detailed to enable the
products to be identified by the Customs Officers examining them and relate it to the invoice description and to the
HS description of the good. Shipping Marks and numbers on the packages, number and kind of package shall also
be specified. For each good, identify the correct HS tariff classification, using the HS tariff classification of the
country into whose territory the good is imported.
Box 8 : For exports from one Party to the other Party to be eligible for preferential treatment the exporter must
indicate in Box 8 of this form the origin criteria on the basis of which he claims that his goods qualify for preferential
treatment, in the manner shown in the following table:
Box 9 : Gross weight in Kilos should be shown here. Other units of measurement e.g. volume or number of items
which would indicate exact quantities may be used when customary; the FOB or EWP value shall be the invoiced
value declared by exporter to the Competent Authority.
Box 10 : Invoice number and date of invoices should be shown here.
Box 11 : This box must be completed, signed and dated by the exporter. Insert the place, date of signature.
Box 12 : This box must be completed, signed, dated and stamped by the authorized person of the certifying
authority. In the case of a certified true copy, the word "CERTIFIED TRUE COPY" should be written or stamped on
box 12 of the certificate with the date of issuance of the copy in accordance with Article 3.24.
Box 13 :Third party invoice: In the case where invoices are issued by a third party, the "Third party invoice" box
should be ticked (,,J) and such information as name and address of the company issuing the invoice shall be
indicated.
In an exceptional case where the invoice issued by a third party is not available at the time of issuance of the
certificate of origin, the invoice number and the date of the invoice issued by the exporter to whom the certificate of
origin is issued should be indicated in box 10, and it should be indicated in box 13 that the goods will be subject to
another invoice to be issued by a third party for the importation into the importing Party, identifying the full legal
name and address of the company or person that will issue another invoice. In such case, the Customs Authority of
the importing Party may require the importer to provide the invoices and any other relevant documents which
confirm the transaction from the exporting Party to the importing Party, with regard to the goods declared for import.
Box 14:
Accumulation : In the case where goods originating in a Party are used in other Party as materials for finished
goods, in accordance with Article 3.7, the "Accumulation" box should be ticked (,,I).
De Minimis : if a good that does not undergo the required change in tariff classification does not exceed ten
percent (10%) of the FOB value, in accordance with Article 3.9, the "De Minimis" box should be ticked (,,I).
Issued retroactively: In exceptional cases where a Certificate of Origin has not been issued prior to or at the time
of shipment or within 5 (five) days thereafter, due to involuntary errors or omissions or other valid causes, the
Certificate of Origin may be issued retroactively, in accordance with paragraph 2 of Article 3.24, the "Issued
Retroactively" box should be ticked (,,I).
jdih.kemenkeu.go.id
- 31 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 32 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 33 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 34 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 35 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 36 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 37 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 38 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 39 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 40 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 41 -
·,V
jdih.kemenkeu.go.id