Demam Tifoid - 2A - Kelompok 8
Demam Tifoid - 2A - Kelompok 8
DEMAM TIFOID
NAMA ANGGOTA:
MARIA WIDI ASTARI (20191794)
NADIRA SARAS WATI (20191796)
NATALIA PERMATA A (20191798)
RIDA AMELIA (20191799)
A. DEFINISI
Demam tifoid menurut Solihah (2018) adalah penyakit sistemik yang
bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Sedangkan menurut
Suraya & Atikasari (2019) Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Adapun menurut Nuruzzaman & Syahrul (2016) demam tifoid disebabkan
karena bakteri Salmonella typhi, penularan demam tifoid ini dapat menular
melalui oral atau fecal yang masuk ke dalam tubuh dan minuman yang
terkontaminasi. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut disebabkan oleh Salmonellla
typhi yang dapat menular lewat oral atau fecal dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disetai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari demam tifoid yaitu Salmonella typhi, termasuk dalam genus
Sallmonela yang tergolong dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella
bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul,
gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia. Hidup beberapa hari/minggu
pada suhu kamar, limbah, bahan makanan kering, bahan fermentasi dan tinja.
Salmonella mati dalam 1 jam pada suhu 54,4˚C, atau 60˚C dalam 15 menit.
Salmonella mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen, yaitu
antigen O (somatik, terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flagella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien, terdapat zat anti (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut (Susilaningrum dkk., 2013).
C. PATOFISIOLOGI
Demam tifoid terjadi karena bakteri Salmonella tiphy. Demam tifoid dapat
terjadi pada semua usia, akan tetapi gejala demam tifoid pada anak lebih
ringan daripada dewasa. Salah satu penularan demam tifoid adalah dengan
melalui fecal oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan dihancurkan oleh asam
lambung dan sebagian masuk ke usus halus untuk berkembang biak. Kuman
dapat menembus sel epitel terutama sel M apabila respon immunitas
hummoral mukosa IgA pada usus kurang baik. Setelah itu akan menuju ke
lamina propia untuk berkembang biak dan difagosit oleh sel makrofag.
Selanjutnya dibawa menuju plaque peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar
getah bening mesentrika. Kuman yang terdapat pada makrofag akan masuk ke
dalam aliran darah melalui duktus toraksikus (mengakibatkan bakteremia
pertama asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Sehingga organ tersebut akan mengalami pembesaran
dan terasa nyeri ketika ditekan Pada organ ini kuman meninggalkan sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, setelah
itu akan masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang dapat mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan sakit perut
(Masriadi, 2017).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada demam tifoid menurut Masriadi (2017) yaitu:
1. Masa inkubasi dan klinis
Biasanya terjadi pada hari ke 7-14, dengan tanda dan gejala anoreksia, rasa
malas, nyeri otot, sakit kepala bagian depan , lidah kotor, dan sakit perut.
2. Masa laten dan periode infeksi
a. Minggu pertama (awal terinfeksi)
Ditandai dengan demam tinggi (39-40°C), sakit kepala, pusing, pegal-
pegal, anoreksia, mual, muntah, perut kembung dan merasa tak enak ,
diare, lidah kotor dan tremor.
b. Minggu kedua
Suhu tubuh meningkat setiap hari, biasanya meningkat pada sore atau
malam hari dan turun pada pagi hari. Gejala toksemia ditandai dengan
penderita mengalami delirium, diare dengan feses berwarna gelap
karena perdarahan.
c. Minggu ketiga
Temperatur mulai turun, delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
d. Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi adalah pada usus halus, tapi jarang terjadi.
Gangguan pada usus halus menurut Widagdo (2011) yaitu:
1. Perdarahan usus
Perdarahan usus sedikit dapat dilakukan dengan pemeriksaan tinja
dengan benzidine. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang
disertai dengan nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan
2. Perforasi usus
Biasanya timbul pada minggu ke 3 atau setelahnya, terjadi pada bagian
distal ileum.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi, tapi terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan.
4. Komlikasi di luar usus
Terjadi karena lokalisasi perdangan akibat sepsis ( bakteremia ), yaitu
meningitis, kolestisistis, ensefelopati dan lain – lain. Komplikasi ini
terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia.
F. TEST DIAGNOSTIK
Menurut Prihaningtyas (2014) tes diagnostik yang dapat dilakukan pada
penderita demam tifoid yaitu:
1. Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
cepat (kurang dari 2 menit). Tes ini mendeteksi adanya antibody IgM.
Melakukan pemeriksaan memerlukan alat dan beberapa reagen
2. Darah untuk kultur dan widal
3. Pemeriksaan widal, untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer
zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan laboratorium demam tifoid menurut Prihaningtyas (
2014) antara lain:
1. Hitung darah lengkap:
Dari pemeriksaan darah dapat ditemukan jumlah sel darah putih yang
rendah, jumlah trombosit rendah, dan limfositosis relative.
2. Kultur kuman :
Untuk memastikan infeksi penyebab deman tifoid. Kultur kuman dapat
menggunakan sumsum tulang, darah, atau bagian tubuh yang lain.
BAB II
Konsep Dasar Keperawatan
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada anak dengan demam typoid menurut Susilaningrum dkk.
(2013) yaitu:
1. Sering ditemukan pada anak berumur di atas satu bulan
2. Keluhan utama: perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang (terutama selama masa
inkubasi).
3. Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat febris
remiten, dan suhu tidak terlalu tinggi. Pada minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari. Ketika minggu kedua, pasien terus
dalam keadaan demam. Suhu berangsur turun dan normal pada akhir inggu
ketiga
4. Keadaan pasien biasanya menurun meskipun tidak seberapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah. Gejala
yang lainnya yaitu pada pungggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang
ditemukan bardikardi dan epistaksis pada anak besar
5. Aktifitas dan bermain:
a. Kebiasaan jajan pada anak: apakah jajan sembarangan atau tidak
b. Kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar dan sebelum
makan
c. Kebersihan tangan seperti kondisi kuku yang panjang dan kotor
6. Pemerisaan fisik
a. Mulut: napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
b. Abdomen: keadaan perut kembung (meteorismus), dapat terjadi
konstipasi atau diare bahkan normal
c. Hati dan limfa membesar disetai nyeri pada perabaan
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan
aneosinofilia pada permukaan sakit
b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
c. Biakan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan
pada urine dan feses
d. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis yang diperlukan yaitu titer zat anti terhadap
antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan
yang progresif.
e. Tes TUBEX
Merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang cepat
(kurang dari 2 menit). Tes ini mendeteksi adanya antibody IgM.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut IKAPI (2018) yaitu:
1. Hipertermia b.d proses penyakit
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
3. Defisit volume cairan b.d intake yang tidak adekuat
4. Defisien pengetahuan b.d kurang sumberpengetahuan
5. Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan cairan
6. Diare b.d terpapar pada kontaminan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan berdasarkan Bulechek dkk (2013) yaitu:
N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
O KRITERIA HASIL
1. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Mencapapai atau memelihara
proses penyakit tindakan keperawatan suhu tubuh dalam batas normal:
d.d demam tinggi 3x24 Jam diharapkan 1. Pengaturan suhu tubuh
(39-40 derajat) Hipertermi dapat teratasi (39000) &Perawatan demam
dengan kriteria hasil: (3740)
Termoregulasi(0800) O:-Monitor suhu paling tidak
1. Peningkatan suhu setiap 2 jam sekali, sesuai
tubuh dipertahankan kebutuhan
pada skala 1: berat -Monitor Ttv
ditingkatkan ke skala -Monitor suhu dan warna kulit
3: sedang N:-Sesuaikan suhu lingkungan
2. Hipertermia untuk kebutuhan pasien
dipertahankan dari - Tutup pasien dengan selimut
skala 1: berat atau pakaian ringan, tergantung
ditingkatkan ke skala pada fase demam
3: sedang (yaitu:memberikan selimut
hangat untuk fase dingin:
menyediakan pakaian atau linen
tempat tidur ringan untuk demam
dan fase bergejolak/fush)
-Dorong konsumsi cairan
E:-Informasikan pasien
mengenai indikasi adanya
kelelahan akibat panas dan
penanganan emergensi yang
tepat, sesuai kebutuhan
C:- Beri obat atau cairan
IV(misalnya,antipiretik,agen
antibakteri, dan agen anti
menggigil).