Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

STABILISASI KADAR PH DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) AIR LIMBAH TAMBANG BATUBARA DI
AREA SETTLING POND 2 PT KALTIM BATUMANUNGGAL, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Satuan Proses dan Satuan Operasi yang
Diampu Oleh Ibu Rr.Dina Asrifah, ST.,M.Sc.

Disusun Oleh:
Reka Revara
114200003-TL

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun
untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Satuan Proses dan Satuam Operasi dengan judul
“STABILISASI KADAR PH DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) AIR LIMBAH TAMBANG
BATUBARA DI AREA SETTLING POND 2 PT KALTIM BATUMANUNGGAL, PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR”
Terima kasih disampaikan kepada Ibu Rr. Dina Asrifah, ST.,M.Sc. selaku dosen mata kuliah
Satuan Proses dan Satuan Operasi yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya
tugas ini. Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata
kuliah Satuan Operasi dan Satuan Proses.

Kutai Kartanegara, 6 Oktoberer 2023

Reka Revara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia pertambangan, saat ini batubara merupakan bahan tambang yang menjadi
primadona. Berdasarkan data Kementerian ESDM 2021, dijelaskan bahwa cadangan batubara
Indonesia mencapai 38,84 miliar ton dengan rata-rata produksi batubara sebesar 600 juta
ton/tahun. Selain cadangan batubara, terdapat juga sumber daya batubara yang tercatat
sebesar 143,7 miliar ton. Oleh sebab itu, batubara memiliki keterkaitan dengan sumber daya
energi energi primer yang dihasilkan di Indonesia. Kegiatan penambangan batubara bisa
dilakukan dengan metode tambang terbuka (open pit mining) maupun tambang bawah tanah
(underground mining). Aktivitas pertambangan tersebut berpotensi menimbulkan perubahan
bentang alam, sifat fisik, kimia, dam biologis pada tanah. Potensi yang ditimbulkan nantinya akan
mengganggu ekosistem yang ada di sekitar kawasan pertambangan batubara termasuk tata air
pada kawasan tersebut. Terganggunya suatu ekosistem khususnya pada daerah perairan dari
kegiatan pertambangan batubara yaitu terkait dengan air limbah pertambangan batubara. Air
limbah pertambangan batubara merupakan air yang dihasilkan dari aktivitas tambang batubara
dan air pengolahan maupun pencucian batubara (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 113
Tahun 2003 dalam Harahap, 2017).
Air limbah tambang batubara bersifat kompleks karena disebabkan berbagai parameter
seperti pH dan Total Suspended Solid (TSS). Selain itu, kegiatan tambang batubara menghasilkan
air limbah tambang berupa air asam tambang atau Acid Mine Drainage (AMD). Air asam
tambang terbentuk karena adanya proses oksidasi mineral sulfida yang terdapat pada batuan,
hasil oksidasi mineral sulfida seperti pirit (FeS) nantinya bereaksi dengan oksigen (O2) di udara
melalui lingkungan berair. Apabila air limbah tambang batubara serta air asam tambang
langsung dialirkan ke badan air seperti sungai, danau, maupun lautan akan menyebabkan
kerusakan pada ekosistem badan air tersebut. Kerusakan ekosistem pada badan air tentunya
akan menurunkan kualitas air. Selain menurunkan kualitas air juga berpotensi terhadap
ancaman keanekaragaman hayati (biodiversity) dan pencemaran lingkungan (Fitriyanti, 2016).
Perlu dilakukan pengelolaan air limbah tambang batubara untuk menghindari dampak buruk
bagi lingkungan. Metode pengelolaan pertama yang digunakan untuk pengelolaan air limbah
tambang batubara yaitu sistem pengelolaan secara aktif. Sistem pengelolaan secara aktif
dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang dibantu dengan manusia dalam proses
pengoperasian guna melakukan pengelolaan. Metode pengelolaan kedua berupa sistem
pengelolaan secara pasif yang dilakukan dengan mengandalkan kapabilitas fisik alami, geokimia,
dan biologi tanpa menggunakan instrumen alat pendukung dalam pengoperasiannya (Wahyudin,
2018). Setiap sistem pengelolaan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penerapan
dari sistem pengelolaan bergantung dengan kondisi eksisting dan ketentuan perusahaan. PT
Kaltim Batumanunggal meruapakan perusahaan yang bergerak sebagai owner. Sebagai salah
satu perusahaan yang membidangi pertambangan tentunya banyak kegiatan maupun aktivitas
yang dilakukan dalam bidang pertambangan. Salah satu kegiatan yang dilakukan berupa
pengelolaan air limbah tambang batubara. Upaya pengelolaan air limbah tambang batubara
dimulai dari pengaliran air limbah tambang batubara pada cekungan pit tambang batubara
menuju kolam pengontrol atau kolam stabilisasi. Upaya pengelolaan yang dilakukan pada air
limbah tambang batubara berfokus terhadap karakteristik yang terdiri dari kuantitas dan kualitas
air limbah. Air limbah tambang batubara yang terdapat pada kolam pengontrol atau stabilisasi
dilanjutkan menuju pada kolam pengendapan (settling pond) untuk melakukan stabilisasi
terhadap beberapa parameter meliputi pH dan TSS.
Upaya pengelolaan air limbah tambang batubara di PT Kaltim Batumanunggal menggunakan
sistem pengelola aktif. Sistem pengolahan yang ada pada lokasi dilakukan dengan
menambahkan kapur ataupun tawas sehingga terjadi reaksi untuk mengontrol kadar pH dan TSS.
Hal ini berkaitan dengan permasalahan aktual daerah penelitian dikarenakan tingginya kadar TSS
air limbah tambang batubara yang dihasilkan. Tingginya kadar TSS pada daerah penelitian
ditandai dengan keruhnya air yang ada pada sekitar kolam pengendapan saat dilakukan
pengamatan serta pengecekan langsung di lapangan. Kadar TSS yang tinggi menyebabkan kadar
oksigen terlarut di dalam air menjadi berkurang sehingga menurunkan kualitas air permukaan
dan indeks keanekaragaman biota air. Upaya yang telah dilakukan oleh PT Kaltim
Batumanunggal yaitu stabilisasi dengan menambahkan tawas pada air limbah tambang
batubara. Namun, penambahan kadar koagulan yang ditambahkan tidak berdasarkan dosis
optimum. Apabila pengelolaan air limbah tambang batubara dilakukan tidak berdasarkan dosis
optimum, maka akan menimbulkan permasalahan yang baru seperti kondisi air menjadi asam
serta menyebabkan potensi hujan asam. Selain itu, upaya pengelolaan yang tidak berdasarkan
dosis optimum berpengaruh terhadap efektivitas stabilisasi kadar pH maupun TSS di PT Kaltim
Batumanunggal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan dosis optimum koagulan tawas dan
kapur yang nantinya dapat digunakan dalam proses stabilisasi kadar TSS maupun pH di area
settling pond 2 PT Kaltim Batumanunggal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penyusun adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik air limbah tambang batubara di daerah penelitian?
2. Bagaimana efektivitas pengelolaan parameter pH dan Total Suspended Solid (TSS) di
daerah penelitian?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis karakteristik air limbah tambang batubara di daerah penelitian.
2. Menganalisis efektivitas pengelolaan parameter pH dan Total Suspended Solid
(TSS) di daerah penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui karakteristik air limbah tambang batubara di daerah penelitian
2. Mengetahui efektivitas pengelolaan parameter pH dan Total Suspended Solid (TSS) di
daerah penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka
Air merupakan kebutuhan mendasar bagi semua makhluk hidup. Sebanyak 71%
permukaan bumi diisi dengan perairan yang sebagian besar terdapat di laut sebanyak 93%
dan sisanya 3% berasal dari air tawar. Ketersediaan air bergantung kepada siklus air yang
meliputi penguapan (evaporasi), hujan, dan aliran air yang terdapat di atas permukaan tanah
(runoff, mata air, dan sungai). Akan tetapi, air memiliki karakteristik berupa aspek kimia dan
fisika. Karakteristik pada parameter kimia terdiri dari pH, DO (Dissolved Oxygen), BOD
(Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan logam terlarut.
Sedangkan parameter fisika meliputi suhu, warna, kandungan zat padat, bau, dan rasa, serta
parameter biologi mencakupi bakteri. Dari parameter fisik, kimia, maupun biologi ditetapkan
suatu standar kualitas air. Standar kualitas air diimplementasikan terhadap baku mutu yang
nantinya akan menjadi acuan bagi penggunaan air sebagai kebutuhan untuk kehidupan
sehari – hari (Rohmawati & Kustomo, 2020).
Tingkat kualitas air yang dibuthkan untuk memenuhi semua kegiatan memiliki baku
mutu tersendiri yang artinya berbeda-beda satu sama lain. Oleh karena itu, perlu adanya
pengujian dan penetapan dalam mengetahui kesesuaian standar kualitas air sesuai dengan
peruntukan kegiatan yang berkaitan. Air asam tambang adalah limbah yang berasal dari
aktivitas pertambangan. Air asam tambang disebabkan karena adanya proses oksidasi bahan
mineral pirit (FeS2) dan bahan mineral sulfida lainnya yang tersingkap ke permukaan tanah
melalui proses pengambilan bahan mineral pada pertambangan. Proses yang terjadi selama
pembentukan air asam tambang merupakan proses kimia dan biologi. Proses tersebut
meningkatkan derajat keasaman sehingga dengan keasaman yang tinggi akan berpengaruh
terhadap kualitas lingkungan. Banyaknya mineral sulfida pada batuan sekitar area
pertambangan menjadi penyebab utama air asam tambang. Proses aktivitas penimbunan
bahan galian pada stockpile juga menyebabkan mineral sulfida yang terdapat pada batuan
dan bahan galian kontak langsung dengan udara terbuka di bawah kondisi adanya oksigen.
Hal ini menyebabkan proses oksidasi dan air berada dalam keadaan asam. Berikut
merupakan reaksi pembentukan air asam tambang :
4 Fe𝑆2 + 15 𝑂2 + 14 𝐻2O → 4 Fe (𝑂𝐻)3+ 8 𝐻2S𝑂4
Reaksi tersebut dapat dirinci menjadi empat tahap :
1. Reaksi pertama adalah reaksi pelapukan pirit yang dilanjutkan dengan proses oksidasi.
Sulfur dioksidasi menjadi sulfat, melepaskan [Fe(II)]. Untuk setiap mol pirit yang
teroksidasi, proses ini menghasilkan dua mol keasaman.
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O → 2 Fe2+ + 4 SO4 2- + 4 H+
Pyrite Oxygen Water Ferrous Iron Sulfate Acidity
2. Reaksi kedua terjadi pada proses konversi dari [Fe(II)] menjadi [Fe(III)] yang memakan
satu mol keasaman. Laju reaksi lambat pada pH < 5 dan kondisi abiotik. Bakteri
Thiobacillus akan mempercepat proses oksidasi.
4 Fe2+ + O2 + 4 H+ → 4 Fe 3+ + 2H2O
Ferrous Iron Oxygen Acidity Ferric Iron Water
3. Hidrolisis besi adalah proses ketiga. Hidrolisis adalah pemisahan molekul air. Reaksi ini
menghasilkan tiga mol produk. Pembentukan endapan (III) hidroksida bergantung pada
pH, dengan pembentukan yang lebih besar terjadi pada tingkat pH di atas 3,5.
4 Fe3+ + 12 H2O → 4 Fe(OH)3 + 12 H+
Ferric Iron Water Ferric Hydroxide Acidity
4. Reaksi keempat adalah oksidasi lanjutan dari pirit oleh [Fe(III)]. Ini adalah reaksi
propagasi yang berlangsung sangat cepat dan akan berhenti jika pirit atau [Fe(III)] habis.
Agen pengoksidasi dalam reaksi ini adalah [Fe(III)].
FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O → 15 Fe2+ + 2 SO42- + 16 H+
Pyrite Ferric Iron Water Ferrous Iron Sulfate Acidity
Dari reaksi yang terjadi akan dipercepat (katalisasi) dengan adanya bakteri jenis Thiobacillus
feroksidan.
Jenis, jumlah, dan komposisi mineral sulfida dan unsur basa dalam suatu batuan akan
menentukan derajat keasaman, kompossi, konsentrasi logam dalam air asam tambang.
Adanya bahan alkali sangat penting karena dapat menetralkan suasana asam dan
mengurangi kuantitas air asam tambang yang akan dihasilkan (J. G. Skousen et al,. 2015)
al., 2015).
pH merupakan kadar yang digunakan untuk menentukan tingkat derajat keasaman
atau basa oleh suatu senyawa maupun zat dari larutan (Zulius, 2017). Kadar 45 pH diukur
dengan skala 0 sampai dengan 14. Secara definisi pH adalah logaritma negatif yang berasal
dari konsentrasi ion (H+). Apabila nilai pH semakin kecil (< 7) maka mendekati suasana asam,
sedangkan nilai pH yang semakin besar (> 7) akan mendekati suasana basa. Nilai pH netral
apabila dintujukkan dengan angka 7. Pengukuran parameter pH bisa dilakukan dengan
kertas lakmus ataupun pH meter. Total Suspended Solid (TSS) merupakan jumlah secara
keseluruhan padatan tersuspensi di dalam air. Padatan yang tersuspensi tersebut bisa
berasal dari pasir, lumpur, tanah liat. Menurut Annisa, 2018 kandungan yang ada pada TSS
berupa senyawa organik dan anorganik. Kadar TSS memiliki korelasi dengan turbiditas. TSS
memiliki pengaruh terhadap kualitas suatu perairan terlebih dari pengamatan secara visual.
Apabila badan perairan semakin keruh, kadar TSS akan semakin tinggi. Tingginya kadar TSS
pada badan perairan akan membahayakan biota perairan karena reduksi sinar matahari dan
berpengaruh terhadap rantai makanan akibat terhambatnya fotosintesis mikroorganisme.
Peristiwa tersebut berakibat pada peningkatan suhu perairan serta pendangkalan badan air
akibat partikel tersuspensi yang mengalami pengendapan.
Koagulasi adalah proses pengolahan air limbah melalui destabilisasi partikel koloid
dengan mencampurkan bahan koagulan untuk membentuk mikroflok (flok berukuran kecil)
yang bisa disaring dan diendapkan. Peristiwa tersebut dikarenakan terdapat pencampuran
bahan koagulan ke dalam air baku sehingga partikel padatan dengan berat ringan dan
berukuran kecil menjadi lebih berat serta ukurannya lebih besar untuk memudahkan proses
pengendapan. Bahan koagulan yang biasanya digunakan yaitu Tawas (Al2(SO4)3), Natrium
Aluminat (NaALO2), Feri Sulfat (Fe2(SO4)3), Fero Sulfat (FeCl2), Fero Chlorida (FeCl3), Feri
Chlorida. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi adalah pH, pH limbah yang
akan diolah dengan proses koagulasi mempengaruhi jenis koagulan yang akan dipergunakan.
Jenis koagulan dan flokulan tertentu memiliki range pH tertentu dan biasanya dicantumkan
dalam label produk/spesifikasi. Kemudian faktor lainnya yaitu kecepatan pengaduk
merupakan faktor yang berpengaruh pada proses koagulasi. Pada proses koagulasi dilakukan
dengan cepat. Pengadukan dapat dilakukan secara hidrolik dan mekanik. Pengadukan secara
hidrolik dilakukan dengan memanfaatkan turbulensi.
B. Pembahasan
Settling Pond (kolam pengendapan) merupakan kolam dengan fungsi untuk
memisahkan padatan dari air limbahKarakteristik air limbah. Beberapa pengelolaan air
limbah menggunakan kolam pengendapan atau sedimentasi memiliki bak penampung air
sementara yang dialirkan dan diolah sebelum dibuang ke badan sungai atau lingkungan.
Tujuan adanya settling pond yaitu untuk menampung dan mengendapkan material yang
terbawa aliran air sehingga dapat menurunkan kualitas air di bawah baku mutu. Pada
umumnya settling pond atau kolam pengendapan memiliki empat zona. Empat zona
tersebut meliputi, Zona masukan atau inlet merupakan zona masuknya air limpasan yang
masih bercampur dengan material dan logam terlarut. Zona Endapan Lumpur merupakan
zona sedimentasi dimana material yang masih menyatu dengan air akan terendapkan atau
tersedimentasi. Zona pengendapan memiliki fungsi untuk mengendapkan material halus dan
logam terlarut. Zona keluaran merupakan tempat air keluar dari kolam pengendapan dan
dilanjutkan ke badan air yang terdapat di sekitar zona keluaran. Di PT Kaltim Batumanunggal
untuk pengelolaan settling pond masih sangat kurang adanya perawatan dan pemantauan di
beberapa settling pond sehingga untuk pemantauan tersebut masih kurang optimal.
Tambang batubara pada daerah penelitian dijabarkan melalui kualitas dan kuantitas
air limbah tambang batubara. Kualitas air limbah tambang batubara didapat dari sampel air
dari beberapa titik pengambilan pada settling pond 2. Pengelolaan limbah pertambangan
yang dilakukan oleh PT Kaltim Batumanunggal meliputi pengolahan Air Asam Tambang (AAT)
dengan mengatur sistem drainase, pembentukan kolam settling pond untuk pengolahannya
yaitu melakukan penjernihan yaitu dengan penambahan tawas untuk menjaga tingkat
kekeruhan air, serta mempercepat proses pengendapan partikel sedimen yang mungkin
terbawa, dan penambahan kapur untuk mempercepat penetralan pH air limbah tersebut
sehingga air buangan diharapkan sesuai dengan baku mutu limbah cair penambangan.
Sistem penirisan akan menggunakan penirisan sistem konvensional dimana pompa
digunakan untuk mengeluarkan air yang terlanjur masuk ke pit. Cara yang digunakan yaitu
sistem kolam terbuka (open sump) dimana air yang masuk ke pit dipompa keluar dan
dibuang ke sump.

Gambar 2.13 Settling Pond


(Sumber : Survei Lapangan, 2023)

Pada saat dilakukan pemantauan terkait kualitas air maka bersama tim HSE, berdasarkan
sampel air yang didapatkan dan pengukuran di lapangan dengan tujuh sampel selama tujuh hari
diketahui bahwa air limbah tambang batubara area inlet memiliki karakteristik dengan kadar pH
pada rentang 6,62 – 7,11 sedangkan untuk kadar TSS berada pada rentang 110 – 479 mg/L. Untuk
pH sudah memenuhi baku mutu namun untuk TSS masih belum memenuhi baku mutu yang
diterapkan yaitu 200 Mg/L. Hal ini disebabkan air limbah yang terdapat pada area inlet baru
ditambahkan koagulan berupa kapur serta tawas. Terlebih aliran air yang terdapat pada area inlet
berasal dari Pit aktif dan melewati saluran parit pada sehingga banyak padatan tersuspensi yang
mengalami transportasi.
Arahan rekomendasi yaitu berupa penambahan tanggul bertujuan meminimalisir masuknya
debit limpasan akibat hujan. Hal ini berkaitan dengan potensi peningkatan kadar TSS. Apabila tidak
dilakukan tindakan preventif maka optimalisasi pengelolaan kadar TSS berpotensi mengalami
kendala. Penambahan tanggul pada sekitar area settling pond 2 PT Kaltim Batumanunggal
didasarkan pada kondisi aktual yang mana terdapat lereng yang berdekatan langsung dengan kolam
pengendapan (settling pond). Akan tetapi, antara kolam pengendapan dengan lereng tidak adanya
pembatasan berupa tanggul yang dapat menahan debit limpasan dari lereng apabila terjadi hujan.
Jika debit limpasan tidak dibendung oleh tanggul maka proses stabilisasi kadar TSS yang telah
dijalankan mulai area inlet kolam pengendapan berpotensi gagal, bahkan mengalami peningkatan
terhadap kadar TSS karena partikel suspensi dari debit limpasan masuk ke dalam kolam
pengendapan. Oleh sebab itu, penambahan tanggul di sekitar area settling pond 2 PT Kaltim
Batumanunggal diharapkan mampu mengoptimalkan stabilisasi kadar TSS melalui pencegahan
masuknya debit limpasan yang membawa partikel suspensi dari lereng sekitar kolam pengendapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan limbah pertambangan yang dilakukan oleh PT Kaltim Batumanunggal
meliputi pengolahan Air Asam Tambang (AAT) dengan mengatur sistem drainase,
pembentukan kolam settling pond untuk pengolahannya yaitu melakukan penjernihan yaitu
dengan penambahan tawas untuk menjaga tingkat kekeruhan air, serta mempercepat
proses pengendapan partikel sedimen yang mungkin terbawa, dan penambahan kapur untuk
mempercepat penetralan pH air limbah tersebut sehingga air buangan diharapkan sesuai
dengan baku mutu limbah cair penambangan. Sistem penirisan akan menggunakan penirisan
sistem konvensional dimana pompa digunakan untuk mengeluarkan air yang terlanjur masuk
ke pit. Cara yang digunakan yaitu sistem kolam terbuka (open sump) dimana air yang masuk
ke pit dipompa keluar dan dibuang ke sump.
B. Penutup
Demikian makalah ini yang dapat penyusun sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif
sangat penyusun harapkan demi perbaikan selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batubara.
Fitriyanti, R. 2016. Pertambangan Batubara : Dampak Lingkungan, Sosial Dan Ekonomi. Program
Studi Teknik Kimia, 1 (1), 34–40.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) PT Kaltim Batumanunggal. 2020. Kabupaten Kutai
Kartanegar aProvinsi Kalimantan Timur.
Johnson, D. B., & Hallberg, K. B. 2005. Acid Mine Drainage Remediation Options: A Review. Science
Of The Total Environment, 338(1-2 Spec. Iss.), 3–14.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Scitotenv.2004.09.002

Anda mungkin juga menyukai