Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

YANG MENGALAMI PERUBAHAN PROSES PIKIR


(WAHAM DAN HALUSINASI)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Dewi Mufidah 2314314201209


Dinol Qoyyimah 2214314201179
Endah Kurniawati 2314314201213
Lukman Asari 2314314201226
Fera Setyo R 2314314201216
Meilinda Dwi D 2314314201228
Nur cahyono 2314314201233
Yanuar Imas 2314314201264

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG


SARJANA KEPERAWATAN NON-REGULER
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Perubahan Proses Pikir : Waham”. Makalah ini menjelaskan tentang teori
kenyamanan serta menganalisis secara kritis, dan pendekatan dalam proses asuhan
keperawatan. Makalah ini disusun oleh kelompok 1 untuk memenuhi tugas mata
kuliah untuk memenuh tugas Falsafah dan teori keperawatan. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk menyusun
makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
bantuan dari beberapa pihak :
1. Bpk. Ns. Andi Surya Kurniawan, M.Kep selaku dosen penanggung jawab
mata kuliah untuk memenuh tugas psikiatri yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini selesai tepat
waktu.
2. Teman-teman kelompok 1 yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini dengan baik dan tepat waktu.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah dapat selesai dengan baik. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat berarti bagi kami. Besar
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
serta memberi manfaat bagi pembaca. Aamiin.

Malang , November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 TUJUAN 2
1.3 RUMUSAN MASALAH 2
1.4 MANFAAT 2
BAB II
2.1 WAHAM 3
2.1.1 DEFINSI 3
2.1.2 ETIOLOGI 3
2.1.3 PROSES TERJADINYA WAHAM 5
2.1.4 JENIS-JENIS WAHAM 6
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS 7
2.1.5 PATHWAYS 9
2.1.6 KONSEP ASKEP WAHAM 9
2.2 KONSEP HALUSINASI 15
2.2.1 RENTANG HALULSINASI 15
2.2.2 DEFINSI 17
2.2.3 ETIOLOGI 18
2.2.4 TAHAPAN HALUSINASI 23
2.2.5 MANIFESTASI KLINIS 25
2.2.6 KARAKTERISTIK 26
2.2.7 PELAKSANAAN 27
2.2.8 PRINSIP 30
2.2.9 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 35
BAB III
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

3
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Delusi atau Waham merupakan suatu keadaan dimana proses pikir yang
terganggu dapat dilihat dengan adanya keyakinan yang salah dan bertentangan
dengan kehidupan nyata, namun tetap dipertahankan walaupun individu lain
tidak mempercayai hal tersebut. Waham cukup sering ditemui pada kasus
skizofrenia berat. Penderita skizofrenia dengan waham cukup sulit diketahui
bagi masyarakat umum, karena masyarakat masih banyak yang kurang
mengerti arti waham itu sendiri, dan masih banyak juga yang mengira waham
tersebut adalah halusinasi.
Biasanya masyarakat menganggap gangguan waham tersebut adalah hal
yang tak perlu dianggap serius, sehingga penderita skizofrenia dengan waham
tersebut lebih sering di abaikan dan tidak diberi penanganan lanjut dengan
dibawa ke rumah sakit. Menurut Yosep, (2010) waham adalah suatu
keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah,
keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui
proses interaksi/informasi secara akurat.

1.2 Tujuan Penulisan


I.1.1 Tujuan Umum
Setelah mempelajari laporan pendahuluan serta asuhan keperawatan
tentang waham. Mahasiswa dapat mengaplikasikan intervensi yang
sesuai dengan pasien
I.1.2 Tujuan Khusus
I.1.2.1 Mengetahui dan memahami pasien dengan waham
I.1.2.2 Memahami macam-macam terapi
I.1.2.3 Mengaplikasikan intervensi yang disesuaikan dengan keadaan
pasien

5
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengatasi atau terapi pasien dengan gangguan pola berfikir
halusinasi ?
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Pembaca
Agar dapat menambah pengetahuan tentang waham
1.4.2 Bagi Penulis
Mampu memahami tentang bagaimana cara menangani pasien dengan
waham
1.4.3 Bagi Akademik
Dalam bidang akademik, penulis berharap supaya makalah ini dapat
digunakan sebagai salah satu bahan pembelajaran serta dapat dijadikan
sebagai referensi untuk Mahasiswa lainnya.

6
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM

2.1.1 DEFINISI

Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat,

tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar

belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan

biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak

benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI, 2005).

Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat

dikurangi dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)

2.1.2 Etiologi

Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan

orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons

pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan

eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak

mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku yang

sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.

Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang

terganggu yaitu fungsi kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi,

fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan

persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu.

Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan

berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,

7
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh

karena gangguan orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka

gangguan atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Biologis

o Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal

o Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbik

o Gangguan tumbuh kembang

o Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur

b. Faktor Genetik

o Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan

skizoprenia

c. Faktor Psikologis

o Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitif

o Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan

o Konflik perkawinan

o Komunikasi “double bind”

d. Sosial budaya

o Kemiskinan

o Ketidakharmonisan sosial

o Stress yang menumpuk

2. Faktor Presipitasi

1. Stressor sosial budaya

8
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan

stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting,

atau diasingkan dari kelompok.

2. Faktor biokimia

Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin,

zat halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita

3. Faktor psikologi

Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai

terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan

berkurangnya orientasi realiata

Karakteristik atau Kriteria Waham

1. Klien percaya bahwa keyakinannya benar

2. Bersifat egosentris

3. Tidak sesuai dengan rasio atau logika

4. Klien hidup menurut wahamnya

2.1.3 Proses terjadinya Waham

1. Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang

tidak menyenangkan.

2. Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas

yang menyalahartikan kesan terhadap kejadian

3. Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negative

atau tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal

4. Individu memberikan pembenarn atau interpretasi personal tentang

realita pada diri sendiri atau orang lain.

9
2.1.4 Jenis-jenis Waham

Menurut Mayer Gross, waham dibagi 2 macam :

1. Waham Primer

Timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari

luar. Misal seseorang merasa istrinya sedang selingkuh sebab ia

melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali.

2. Waham Sekunder

Biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi

penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lainnya.

Ada beberapa jenis waham :

1. Waham Kejar

Klien mempunyai keyakinan ada orang atau komplotan yang sedang

mengganggunya atau mengatakan bahwa ia sedang ditipu, dimata-

matai atau kejelekannya sedang dibicarakan

2. Waham Somatik

Keyakinan tentang (sebagian) tubuhnya yang tidak mungkin benar,

umpamanya bahwa ususnya sudah busuk, otaknya sudah cair, ada

seekor kuda didalam perutnya.

3. Waham Kebesaran

Klien meyakini bahwa ia mempunyai kekuatan, pendidikan,

kepandaian atau kekayaan yang luar biasa, umpamanya ia adalah Ratu

Kecantikan, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan

rumah atau mobil.

4. Waham Agama

10
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan

diucapkan secara berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

5. Waham Dosa

Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar,

yang tidak dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab atas suatu

kejadian yang tidak baik, misalnya kecelakaan keluarga, karena

pikirannya yang tidak baik

6. Waham Pengaruh

Yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya diawasi atau

dipengaruhi oleh orang lain atau suatu kekuatan yang aneh

7. Waham Curiga

Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok

yang berusah merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan

secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan

8. Waham Nihilistik

Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal

yang dinyatakan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan

kenyataan

9. Delusion of reference

Pikiran yang salah bahwa tingkah laku seseorang ada hubunganya

dengan dirinya

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS

1. Kognitif :

o Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata

11
o Individu sangat percaya pada keyakinannya

o Sulit berfikir realita

o Tidak mampu mengambil keputusan

2. Afektif

o Situasi tidak sesuai dengan kenyataan

o Afek tumpul

3. Prilaku dan Hubungan Sosial

o Hipersensitif

o Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal

o Depresif

o Ragu-ragu

o Mengancam secara verbal

o Aktifitas tidak tepat

o Streotif

o Impulsive

o Curiga

4. Fisik

o Higiene kurang

o Muka pucat

o Sering menguap

o BB menurun

o Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

12
2.1.6 Pathways

2.1.7 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM

A. Analisa Data

Data Masalah

Data Objektif : Kerusakan komunikasi

o Klien bicara kacau verbal

o Binggung

o Pembicaraan berbelit-belit

Data Subjektif : Perubahan proses pikir :

o klien mengatakan hal-hal yang tidak waham

sesuai kenyataan

o Klien mengatakan berulang kali

Data Objektif :

13
o Klien tampak binggung

Data Subjektif : Gangguan konsep diri

o Klien merasa malu berinteraksi dengan berhubungan dengan harga

orang lain diri rendah

Data Objektif :

o Ekspresi muka sedih dan murung

B. Masalah Keperawatan

1. Kerusakan komunikasi verbal

2. Perubahan isi pikir: waham kebesaran

3. Gangguan konsep diri

C. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham kebesaran

2. Perubahan isi pikir: waham kebesaran b.d HDR

D. Rencana Tindakan Keperawatan

Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham kebesaran

TUM : Klien dapat mengontrol wahamnya sehingga komunikasi verbal

dapat berjalan dengan baik

TUK 1 : Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya :

o Salam terapetik, perkenalan diri,

o Jelaskan tujuan interaksi,

o Ciptakan lingkungan yang tenang,

14
o Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan

waktu)

2. Jangan membantah dan mendukung klien

o Kata-kata perawat menerima keyakinan klien “saya menerima

keyakinan anda” disertai ekspresi menerima

o Kata-kata perawat tidak mendukung disertai ”sukar bagi saya

untuk mempercayainya” disertai ekspresi ragu tapi empati

o Tidak membicarakan isi waham klien

3. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung

o Anda berada di tempat yang aman, kami akan menerima anda

o Gunakan keterbukaan dan kejujuran

o Jangan tinggalkan klien sendirian

TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

Intervensi :

1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistik

2. Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang dimiliki pada

waktu lalu dan saat ini yang realistik, hati-hati terlibat dengan waham

3. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-

hari) kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini

4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai

kebutuhan waham tidak ada.

5. Perawat perlu memperlihatkan bahwa klien penting

TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi

Intervensi

15
1. Obsrvasi kebutuhan sehari-hari klien

2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik secara di rumah

dan di RS (rasa takut, ansietas, marah)

3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham

4. Tingkat aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan

memerlukan waktu dan tenaga (aktivitas dapat dipilih dan dibuat

jadwal bersama dengan klien)

5. Atur situai agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan

wahamnya

TUK 4 : Klien dapat b.d realitas (realitas: diri, orang lain, tempat, waktu)

Intervensi :

1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas

2. Sertakan klien dalam TAK :TAK Orientasi Realita

3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

Perubahan isi pikir: waham kebesaran b.d HDR

TUM : Klien dapat meningkatkan harga dirinya sehingga mampu

mengendalikan wahamnya

TUK 1 : Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya

Intervensi :

Bina hubungan saling percaya dengan :

1. Salam terapetik, perkenalan diri,

2. Jelaskan tujuan interaksi,

3. Ciptakan lingkungan yang tenang,

4. Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)

16
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan harga diri

rendah (HDR)

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan klien tentang HDR

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang

penyebab HDR

3. Diskusikan dengan klien tentang HDR serta penyebab dan akibat yang

mungkin muncul

4. Beri penguatan positif pada kemampuan klien dalam mengungkapkan

pendapatnya tentang HDR

5. Bantu klien mengidentifikasi aspek positif tentang perasaannya

TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimilikinya

Intervensi :

1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

2. Hindarkan pemikiran penilaian negative, utamakan memeberikan

pujian realistis

TUK 4 : Klien dapat menerapkan dan merencanakan kegiatan sesuai

dengan kemampuan yang dimilikinya

Intervensi :

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari

sesuai dengan kemampuannya

2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien

17
TUK 5 : Keluarga dapat membantu klien untuk berperilaku adaptif

terhadap lingkungan

Intervensi :

1. Diskusikan dengan keluarga tentang bentuk dukungan yang perlu

diberikan pada klien dengan HDR

2. Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat dan menghadapi

klien dengan HDR

18
2.2 KONSEP HALUSINASI

2.2.1 Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang

berada dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini

merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat

persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan

stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera

(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien

dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun

sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut

adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan

persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang

disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang

dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus

yang diterima. Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

o Pikiran logis o Pikiran kadang o Kelainan pikiran


menyimpang
o Persepsi akurat o Ilusi o Halusinasi
o Emosi o Emosi berlebihan o Tidak mampu
konsisten dengan mengatur emosi
pengalaman kurang
o Perilaku sosial o Perilaku ganjil o Ketidak teraturan
o Hubungan o Menarik diri o Isolasi sosial
sosial
(Stuart & Laraia 2005)

19
Keterangan Gambar :

1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-

norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut

dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat

memecahkan masalah tersebut.

Respon adaptif berupa :

a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari hati sesuai dengan pengalaman.

d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran.

e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan.

2. Psikososial

Respon psikososial, antara lain :

a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

kekacauan/mengalami gangguan.

b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan

panca indera.

c. Emosi berlebihan atau berkurang.

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas kewajaran.

20
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain atau hubungan dengan orang lain.

3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungannya. Respon maladaptif yang sering ditemukan meliputi :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari

hati.

d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak

teratur.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu

dan di terima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu

keadaan yang negatif mengancam.

2.2.2 DEFINISI

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa

adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera

tanpa ada rangsangan dari luar. Menurut Varcarolis, halusinasi dapat

21
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana

tidak terdapat stimulus (Yosep, Iyus, 2009).

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

(dunia luar).Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien

mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara

(Kusumawati, 2010).

2.2.3 ETIOLOGI

1. Faktor predisposisi

a. Faktor perkembangan

Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan

yang berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam

pencapaian tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan

menyebabkan seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan

terhadap stres.

b. Faktor biologik

Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal

adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai

berikut : Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan

keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi

pada area frontal temporal dan limbic paling berhubungan dengan

22
perilaku psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan dengan gejala

skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan lain lain.

c. Faktor sosiokultural.

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi

(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya kepada lingkungannya.

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk

mass depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari

alam nyata menuju alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil

studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan

yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,

stressor juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.

a. Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang

mal adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang

mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu

23
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara

efektif menanggapi rangsangan

b. Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang

berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya

gangguan perilaku.

c. Perilaku

respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak

nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata

dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan

bahwa hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang

dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga

dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :

 Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang

eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat

ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,

intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang

lama.

 Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien

24
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

 Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi

ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri

untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal

yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku

klien.

 Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan

adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang

tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem

kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi

berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk

itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi

keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi

yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,

serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

25
 Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga

interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang

mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga

proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan

keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam

individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu

kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

d. Sumber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu

dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber

koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk

menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat

membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang

menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

e. Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya

penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang

digunakan untuk melindungi diri

26
2.2.4 TAHAPAN HALUSINASI

1. Tahap 1 (non psikotik ) – Comforting

Pada Tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman, tingkat

orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan

hal yang menyenangkan bagi klien.

Karakteristik

 Mengalamai kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan

 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan

kecemasan

 Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control

kesadaran

Perilaku yang muncul

 Tersenyum atau tertawa sendiri

 Menggerakkan bibir tanpa suara

 Pergerakan mata yang cepat

 Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi

memberatkan)

Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami

tingkat kecemasn berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat

menyebabkan antipasti

Karakteristik

27
 Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh

pengalaman tersebut

 Mulai merasa kehilangan control

 Menarik diri dari orang lain

Perilaku yang muncul

 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan

darah

 Perhatian terhadap lingkungan menurun.

 Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun

 Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi

dan realita

3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman

sensori menjadi berkuasa)

Klien biasanya dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan

berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi

Karakteristik

 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya

 Isi halusinasi menjadi atraktif

 Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir

Perilaku yang muncul

 Klien menuruti perintah halusinasi

 Sulit berhubungan dengan orang lain

 Perhatian terhadap lingkungan sedikit dan sesaat

 Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata

28
 Klien tampak tremor dan berkeringant

4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam

halusinasi)

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya dan biasanya klien

terlihat panic

Perilaku yang sering mucul

 Risiko tinggi menciderai

 Agitasi/ Kataton

 Tidak mampu merespon rangsangan yang ada

 Timbul perubahan persepsi halusinasi biasanya diawali dengan

seseorang yang menarik diri dari lingkunganya karena orang

tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien memiliki halusinasi

dengar dan lihat atau salah satunya menyuruh pada kejelekan,

maka akan berisiko terhadap perilaku kekerasan

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Menurut Mary C. Townsend, 1998

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan

merasa sesuatu tidak nyata.

3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.

29
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.

6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.

7. Sikap curiga.

8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.

9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.

10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.

11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.

12. Muka merah dan kadang pucat.

13. Ekspresi wajah tenang.

14. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.

2.2.6 Karakteristik halusinasi menurut (Stuart and Laraia, 2003)

Jenis Karakteristik

Halusinasi

Pendengaran Mendengar suara-suara/kebisingan, paling sering suara

kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai

percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami

halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien

mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk

melakukan sesuatu kadang-kadang dapat

membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar

giometris, gambar karton dan atau panaroma yang luas

dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang

30
menyenangkan/ sesuatu yang menakutkan seperti

monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, feses

umumnya bau-bau yang tidak menyenangkan.

Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke,

tumor, kejang/dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa

stimulus yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang

dari tanah, benda mati atau orang lain

Kinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera

(arteri), pencernaan makanan

Klinestetik Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri

2.2.7 PENATALAKSANAAN

1. Psikofarmaka

Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya

untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang

tergolong dalam pengobatan psikofarmaka adalah :

a. Clopromazine (CPZ)

 Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya

ingat normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi

31
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial

dan melakukan kegiatan rutin.

 Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada

reseptor sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.

 Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering,

kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,

tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.

 Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,

ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan

kesadaran.

b. Thrihexyfenidil (THP)

 Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca

ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat

misalnya reserfina dan senoliazyne.

 Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin

dan anti kolinergik lainnya.

 Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual,

muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi

urin.

 Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil,

glukoma sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi

prostase dan obstruksi saluran cerna.

c. Halloperidol (HLP)

32
 Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita

dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.

 Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade

dopamine pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak,

khususnya system limbic dan system ekstra pyramidal

 Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan

otonomik yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan

defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler

meninggi, gangguan irama jantung.

 Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung,

febris, ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan

kesadaran.

2. Therapy Somatik

Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan

langsung mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik

adalah :

a. Elektro Convulsif Therapy

 Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik

dengan kekuatan 75-100 volt.

 Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat

dikatakan bahwa therapy ini dapat memperpendek lamanya

serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan

orang lain.

b. Pengekangan atau pengikatan

33
 Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti

manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta

sprei pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan

membalutnya.

 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan

perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk

c. Isolasi

 Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana

klien tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai

kehendaknya.

 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan

perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak

lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada

didekatnya.

3. Therapy Okupasi

a. Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk

mencurahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas

atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk

memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.

b. Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai

media pelaksana.

2.2.8 Prinsip Tindakan

34
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai

berikut :

1. Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara

mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.

2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi

tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasi.

3. Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan

bantuan perawat.

4. Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa

yang sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan

kepada individu dengan membantunya memahami gejala yang

dialaminya atau ditunjukkannya. Hal ini akan menolong individu

untuk mengendalikan penyakitnya, meminta bantuan dan

diharapkan dapat mencegah halusinasi yang lebih kuat.

5. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan

nada bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada

klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat

akan membantu.

6. Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan

dasar klien seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.

7. Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi

yang sekarang dengan terakhir yang dialaminya.

35
8. Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran,

perasaan dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan

dengan halusinasi yang dialaminya.

9. Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan

antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.

10. Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam

pemenuhan kebutuhan.

11. Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi

kemampuan individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.

36
PSIKODINAMIKA HALUSINASI

Faktor predisposisi

biologis psikologis sosiocultural

Abnormalitas perkembangan Tipe kepribadian lemah dan tidak kemiskinan, konflik sosial
sistem saraf, lesi daerah frontal, bertanggung jawab berpengaruh budaya (perang,
dopamine neurotransmitter, terhadap kemampuan klien dalam kerusuhan, bencana alam)
factor biokimia. mengambil keputusan yang tepat dan kehidupan yang
bagi masa depan sehingga klien terisolasi disertai stress,
lebih memilih kesenangan sesaat tinggal di ibukota,
dan lari dari alam nyata kea lam penolakan dari lingkungan
hayal.

Stresor presipitasi

sifat Jumlah asal waktu

Bio: memikirkan sesuatu Kuantitas Bio:kelelahan,obat-obatan, Sejak kapan


yang tidak nyata halisinasi delirium, intoksikasi alcohol, terjadi
Psiko: tidak termotivasi muncul pada kesulitan tidur untuk waktu yang halusinasi,
dalam hidup klien lama kapan saja
Sosial: kurang sosialisasi Psiko: cemas yang berlebihan terjadi halusinasi
Spiritual: tidak percaya Sosial:gangguan interaksi sosial
Tuhan Spiritual: hilangnya aktivitas
ibadah, kehampaan hidup

Penilaian terhadap stressor

37
Penilaian terhadap stressor

kognitif afektif fisiologis perilaku sosial

penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan curiga, ketakutan, Klien asyik dengan
ringan sampai dalam rasa tidak aman, halusinasinya,
berat, takut, komunikasi gelisah, bingung, seolah-olah ia
sedih dan putaran perilaku merusak merupakan tempat
balik otak, diri, kurang untuk memenuhi
Tekanan perhatian, tidak kebutuhan akan
darah mampu mengambil interaksi sosial,
meningkat, keputusan, bicara kontrol diri dan
Mual, Muntah inkoheren, bicara harga diri yang
sendiri, tidak tidak didapatkan
membedakan yang dalam dunia nyata
nyata dengan yang
tidak nyata..

Sumber koping

Kemampuan Dukungan Keyakinan


Aset material positif
personal sosial

ketrampilan yang dukungan emosional Fasilitas teknik


dimiliki klien dan bantuan yang Kesehatan Jiwa, pertahanan
didapatkan untuk Asuransi, dan motivasi
penyelesaian tugas,
pengetahuan dan
kemampuan keluarga
memberikan asuhan

Mekanisme Koping

Konstruktif Destruktif

38
39
2.2.9 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji

1. Masalah keperawatan

a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi.

c. Isolasi sosial : menarik diri

2. Data yang perlu dikaji

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

a. Data subjektif: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang

lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak

lingkungannya.

b. Data objektif: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-

barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang

disekitarnya.

Perubahan sensori perseptual : halusinasi.

Data Subjektif:

a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan

stimulus nyata.

b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.

c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.

d. Klien merasa makan sesuatu.

e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.

f. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.

g. Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.

40
Data Objektif:

a. Klien berbicara dan tertawa sendiri.

b. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.

c. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.

d. Disorientasi.

Isolasi sosial : menarik diri

Data Subjektif:

a. Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.

b. Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain.

c. Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.

Data Objektif:

a. Klien terlihat lebih suka sendiri.

b. Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan.

c. Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

41
Intervensi

Perencanaan
No Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Gangguan sensori TUM : Klien dapat 1. Setelah….. x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan
persepsi: mengontrol menunjukkan tanda – tanda menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
halusinasi halusinasi yang percaya kepada perawat : a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
(lihat/dengar/peng dialaminya maupun non verbal
 Ekspresi wajah bersahabat.
hidu/raba/kecap) b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan
TUK 1 :  Menunjukkan rasa senang.
tujuan perawat berkenalan
Klien dapat  Ada kontak mata.
c. Tanyakan nama lengkap dan nama
membina hubungan  Mau berjabat tangan.
panggilan yang disukai klien
saling percaya  Mau menyebutkan nama.
d. Buat kontrak yang jelas
 Mau menjawab salam.
e. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
 Mau duduk berdampingan
dengan perawat. setiap kali interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan menerima apa
 Bersedia mengungkapkan
masalah yang dihadapi. adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi
perasaan klien
TUK 2 : 2. Setelah ….. x interaksi klien 1. Adakan kontak sering dan singkat secara

42
Klien dapat menyebutkan : bertahap
mengenal o Isi 2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya o Waktu halusinasinya (* dengar /lihat /penghidu /raba
o Frekunsi /kecap), jika menemukan klien yang sedang
o Situasi dan kondisi yang halusinasi:
menimbulkan halusinasi a. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu
( halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/
kecap )
b. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang
sedang dialaminya
c. Katakan bahwa perawat percaya klien
mengalami hal tersebut, namun perawat
sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa ada klien lain yang
mengalami hal yang sama.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
4. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :
a. Isi, waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau
sering dan kadang – kadang )

43
b. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan halusinasi

2. Setelah…..x interaksi klien 1. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan


menyatakan perasaan dan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan
responnya saat mengalami untuk mengungkapkan perasaannya.
halusinasi : 2. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan
 Marah untuk mengatasi perasaan tersebut.
 Takut 3. Diskusikan tentang dampak yang akan
 Sedih dialaminya bila klien menikmati halusinasinya.
 Senang
 Cemas
 Jengkel
TUK 3 : 1. Setelah….x interaksi klien 1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan
Klien dapat menyebutkan tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
mengontrol yang biasanya dilakukan marah, menyibukan diri dll)
halusinasinya untuk mengendalikan 2. Diskusikan cara yang digunakan klien,
halusinasinya  Jika cara yang digunakan adaptif beri
pujian.
2. Setelah …..x interaksi  Jika cara yang digunakan maladaptif
klien menyebutkan cara diskusikan kerugian cara tersebut
baru mengontrol halusinasi 3. Diskusikan cara baru untuk memutus/
mengontrol timbulnya halusinasi :
3. Setelah….x interaksi klien  Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak
dapat memilih dan nyata ( “saya tidak mau dengar/ lihat/

44
memperagakan cara penghidu/ raba /kecap pada saat halusinasi
mengatasi halusinasi terjadi)
(dengar/lihat/penghidu/rab  Menemui orang lain
a/kecap ) (perawat/teman/anggota keluarga) untuk
menceritakan tentang halusinasinya.
4. Setelah ……x interaksi  Membuat dan melaksanakan jadwal
klien melaksanakan cara kegiatan sehari hari yang telah di susun.
yang telah dipilih untuk  Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa
mengendalikan jika sedang berhalusinasi.
halusinasinya 4. Bantu klien memilih cara yang sudah
dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang
5. Setelah … X pertemuan dipilih dan dilatih.
klien mengikuti terapi 6. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan
aktivitas kelompok dilatih , jika berhasil beri pujian
7. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi

TUK 4 : 1. Setelah … X pertemuan 1. Buat kontrak dengan keluarga untuk


Klien dapat keluarga, keluarga pertemuan ( waktu, tempat dan topik )
dukungan dari menyatakan setuju untuk 2. Diskusikan dengan keluarga ( pada saat
keluarga dalam mengikuti pertemuan pertemuan keluarga/ kunjungan rumah)
mengontrol dengan perawat a. Pengertian halusinasi

45
halusinasinya 2. Setelah ……x interaksi b. Tanda dan gejala halusinasi
keluarga menyebutkan c. Proses terjadinya halusinasi
pengertian, tanda dan d. Cara yang dapat dilakukan klien dan
gejala, proses terjadinya keluarga untuk memutus halusinasi
halusinasi dan tindakan e. Obat- obatan halusinasi
untuk mengendali kan f. Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama, memantau obat – obatan dan
cara pemberiannya untuk mengatasi
halusinasi )
g. Beri informasi waktu kontrol ke rumah
sakit dan bagaimana cara mencari bantuan
jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di
rumah

TUK 5 : 1. Setelah ……x interaksi 1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan
Klien dapat klien menyebutkan; kerugian tidak minum obat, nama , warna,
o Manfaat minum obat dosis, cara , efek terapi dan efek samping
memanfaatkan obat
o Kerugian tidak minum penggunan obat
dengan baik
obat 2. Pantau klien saat penggunaan obat
o Nama,warna,dosis, 3. Beri pujian jika klien menggunakan obat
efek terapi dan efek dengan benar
samping obat 4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
2. Setelah ……..x interaksi konsultasi dengan dokter

46
klien mendemontrasikan 5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada
penggunaan obat dgn benar dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak
3. Setelah ….x interaksi klien di inginkan .
menyebutkan akibat
berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter

47
SP HALUSINASI PASIEN DAN KELUARGA

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga

SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Menjelaskan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
halusinasi pasien gejala halusinasi, dan jenis
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi yang dialami pasien
halusinasi pasien serta proses terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara merawat pasien
menimbulkan halusinasi dengan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
harian pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung pasien
3. Menganjurkan pasien halusinasi
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah

48
2. Melatih pasien mengendalikan termasuk minum obat (dischange
halusinasi dengan melakukan planning)
kegiatan (kegiatan yang biasa 2. Menjelaskan follow up pasien
dilakukan pasien dirumah) setelah pulang
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

49
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat

dikurangi dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004). Menurut Rawlins

dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa hakikat keberadaan seorang individu

sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-

spiritual seehingga dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu : Dimensi Fisik,

Dimensi Emosional, Dimensi Intelektual, Dimensi Sosial, Dimensi

Spiritual.

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003). Halusinasi

merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang

sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada

rangsangan dari luar.

3.2 SARAN
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat dalam pembelajaran dan
pelaksanaan keperawatan pasien asuhan keperawatan pada pasien waham dan
halu. Mengingat kasus yang ada di makalah ini sering kita jumpai di
kehidupan sehari hari. Dengan adanya makalah ini diharapkan tenaga
kesehatan mampu memberikan asuhan keperawatan terbaik kepada korban
dari kasus tersebut diatas.

50
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.


Bandung: PT. Refika Aditama
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. 2000. Keperawatan Jiwa. Teori
dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Dep. Kes R.I.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart & Sudden .1988. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart GW Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W., dan Laraia, 2003. Principles and practice of psychiatric Nursing.St.
Louis: Mosby year book.
Towsend, Mary C .1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri.
Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika
Aditama.

51

Anda mungkin juga menyukai