Anda di halaman 1dari 221

PENERIMAAN DIRI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS

(ODHA) MELALUI KELOMPOK PERSAHABATAN


ODHA DI YAYASAN PELITA ILMU JAKARTA

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh
Auliya Rahmah
NIM 11160541000055

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020

i
PENERIMAAN DIRI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS
(ODHA) MELALUI KELOMPOK PERSAHABATAN
ODHA DI YAYASAN PELITA ILMU JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk


memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Auliya Rahmah
NIM. 11160541000055

Di bawah bimbingan

Lisma Dyawati Fuaida, M. Si


NIP . 198005272007102001

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020

ii
iii
iv
ABSTRAK

Auliya Rahmah, Penerimaan Diri pada Orang Dengan


HIV/AIDS (ODHA) Melalui Kelompok Persahabatan ODHA
di Yayasan Pelita Ilmu Jakarta
Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang
penerimaan diri pada ODHA dengan pertanyaan penelitian yaitu
faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada ODHA melalui
program Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penerimaan diri pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang
tergabung dalam Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan
Pelita Ilmu Jakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang
dengan HIV/AIDS yang berusia 22-37 tahun dan positif
mengidap HIV/AIDS sudah lebih dari tiga tahun. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan
studi dokumentasi.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga
subyek sudah mampu menerima dirinya sebagai ODHA dilihat
dari sikap positif yang muncul dalam menyikapi tujuan hidup,
peran, relasi serta situasi sosial pasca terinfeksi HIV. Ketiga
subyek sama-sama belum open status dimasyarakat, namun
memiliki pola pikir yang positif dalam menyikapi dirinya
sebagai ODHA sesuai dengan faktor yang mempengaruhi
penerimaan diri pada ODHA yang meliputi pemahaman diri,
adanya harapan diri yang realistik, tidak adanya hambatan
dilingkungan, sikap anggota masyarakat yang menyenangkan,
tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh
keberhasilan, identifikasi dengan orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik, prespektif diri, pola asuh di masa
kecil yang baik, serta konsep diri yang stabil. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kelompok persahabatan ODHA dirasa
cukup membantu ODHA dalam menerima dirinya.
Kata Kunci : Penerimaan Diri, ODHA, HIV/AIDS

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Terima kasih kepada


Allah SWT berkat rahmat dan karuniany, peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerimaan Diri pada Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA) Melalui Kelompok Persahabatan
ODHA di Yayasan Pelita Ilmu Jakarta dengan tuntas. Sholawat
serta salam tak lupa penulis curahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya yang telah memberikan
contoh yang baik untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu.

Pada kesempatan kali ini, peneliti akan mengucapkan


terima kasih banyak kepada berbagai pihak, yang telah turut serta
memberikan motivasi, dukungan serta bantuan dalam proses
skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Suparto, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu


Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Bapak Ahmad Zaky, M. Si selaku Ketua Jurusan
Kesejahteraan Sosial.
3. Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris Jurusan
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M. Si selaku dosen
pembimbing yang sudah sangat sabar dalam membantu
peneliti hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

vi
5. Ibu Dr. Siti Napsiyah, S.Ag., MSW, Ibu Ellies
Sukmawati, S.T., M.Si, Ibu Nadya Kharima, M.Kessos,
Ibu Nurkhayati, S.E, M.Si, Bapak Drs. Helmi Rustandi,
M.Ag, Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku dosen prodi
Kesejahteraan Sosial.
6. Ibu Dr. Hj. Khadijah, M.A selaku dosen penasehat
akademik.
7. Yayasan Pelita Ilmu yang telah memberikan izin kepada
peneliti untuk melakukan penelitian.
8. Ibu Sri Sulistiarini selaku pengurus Yayasan Pelita Ilmu,
Ibu Siti Sundari selaku koodinator Kelompok
Persahabatan ODHA dan khususnya untuk ketiga ODHA
yaitu EN, MA dan BR selaku subyek dalam penelitian ini
yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk
melakukan wawancara dengan peneliti.
9. Orang tua tercinta dan tersayang yang terus mendukung
peneliti dalam suka maupun duka yaitu Bapak
Muhammad Raihan, S.H dan almh. Ibu Siti Hawa, M.Pd,
serta tak lupa adik tercinta yang selalu sabar membantu
dan menyemangati peneliti dalam hal apapun yaitu Dian
Maharani Septya. Serta tak lupa Bibi Siti Hamidah, M, Pd
yang selalu mensupport dan menyayangi peneliti dan juga
Om Sahrul yang membantu peneliti dalam pembuatan
skripsi pertama kali.
10. Keluarga Besar H. M. Sidik di Bima, NTB yang tak lupa
mengirimkan doa untuk peneliti dalam proses
penyelesaian skripsi ini.

vii
11. Chaerunissa Adinda Putri, Nadhira Az-zahra dan Shabrina
Puspa Larasati yang selalu memberi support dan
menemani dikala suka dan duka dari semenjak SMP
hingga saat ini.
12. Aghatya Sasqia Putri, Rima Fitrianesti dan Rifanti Dwi
Astuti yang selalu saling mensupport satu sama lain dari
awal perkuliahan hingga pembuatan skripsi serta
menjadikan masa-masa perkuliahan peneliti semakin
berwarna dengan kerecehan dan kerusuhan mereka.
13. Dian Pitaloka, Rahmat Dwi Aji, dan M. Yogaswara yang
membuat peneliti merasa senang dan tidak menjadi bosan
serta jenuh dalam mengerjakan skripsi.
14. Novita Rilia Sari, Yuliana Vonica, Pramesta Oktaviana,
Wal Triningsih, Danang Baktiar dan Muhammad Affan
yang selalu mensupport dan membantu peneliti untuk
semangat mengerjakan skripsi ini, walaupun dua laki-laki
ini tidak membantu.
15. Naila Fitri, teman seperjuangan dibawah naungan Ibu
Lisma Dyawati Fuaida, yang selalu menyemangati,
memberi dukungan serta bantuan dari mulai awal
bimbingan hingga sidang akhir.
16. Sepupu’s Team yaitu Ida Fitriyah, Nurhidayah, Mustika
Rahayu, Marisya Ami M, dan Mufida Agustin yang turut
menyemangati peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
17. Himpunan Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial
(HMJ KESSOS).

viii
18. Seluruh Mahasiswa/i Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta
angkatan 2016.
19. Serta semua pihak yang telah terlibat membantu peneliti
dengan memberikan doa dan dukungannya dalam
pembuatan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan
satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali


kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan jauh dari kata
sempurna walaupun sudah berusaha melakukan yang terbaik.
Untuk itu, penulis memohon maaf dan pengertiannya apabila
terdapat kekeliruan dan kekurangan. Besar harapan penulis agar
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pemerintah dan
masyarakat luas. Semoga semakin luas lagi informasi terkait
HIV/AIDS, agar tidak ada lagi masyarakat yang masih awam
tentang HIV/AIDS dan menilai ODHA dengan sebelah mata
tanpa tahu informasi yang sebenarnya.

Depok, 11 November 2020

Penulis,

Auliya Rahmah

ix
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................. x
BAB I ............................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Batasan Masalah ........................................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................... 12
D. Kajian Terdahulu .......................................................... 14
E. Metode Penelitian ......................................................... 20
F. Sistematika Penulisan ................................................... 29
BAB II ......................................................................................... 32
KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 32
A. Penerimaan Diri (Self-Acceptance) .............................. 32
1. Definisi Penerimaan Diri .............................................. 32
2. Karakteristik Penerimaan Diri ...................................... 34
3. Aspek-Aspek Penerimaan Diri ..................................... 36
4. Faktor-Faktor Penerimaan Diri ..................................... 38
5. Proses Penerimaan ........................................................ 43
6. Dampak Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian Diri
dan Sosial ...................................................................... 44
B. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) ............................. 46
1. Definisi ODHA ............................................................. 46
2. Penyebaran HIV/AIDS ................................................. 47
3. Penularan HIV/AIDS .................................................... 48
4. Penanggulangan HIV/AIDS.......................................... 50

x
C. Konsep Diri ................................................................... 51
D. Teori Sistem .................................................................. 51
E. Teori Support Groups ................................................... 52
F. Kerangka Berpikir ......................................................... 53
BAB III ....................................................................................... 57
GAMBARAN UMUM YAYASAN PELITA ILMU ................. 57
A. Profil Yayasan Pelita Ilmu ............................................ 57
1. Sejarah YPI ................................................................... 57
2. Bentuk Kegiatan............................................................ 60
B. Visi Dan Misi ................................................................ 61
C. Program YPI ................................................................. 63
1. Program Pencegahan HIV/AIDS .................................. 63
2. Konseling, Testing dan Pengobatan .............................. 66
3. Program Dukungan Masyarakat untuk ODHA ............. 67
4. Program Nasional dan Jangkauan ................................. 69
D. Layanan YPI ................................................................. 70
E. Struktur Organisasi ....................................................... 72
F. Jumlah ODHA .............................................................. 73
G. Kemitraan ...................................................................... 74
H. Mitra Pendanaan ........................................................... 75
BAB IV ....................................................................................... 76
DATA DAN TEMUAN .............................................................. 76
A. Profil Informan.............................................................. 76
B. Temuan ......................................................................... 82
1. Pemahaman Diri............................................................ 87
2. Harapan yang realistik .................................................. 89
3. Tidak adanya hambatan di lingkungan ......................... 90
4. Sikap anggota masyarakat yang menyenangkan........... 93

xi
5. Tidak adanya gangguan emosional yang berat ............. 95
6. Pengaruh keberhasilan .................................................. 96
7. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian
diri yang baik ................................................................ 98
8. Perspektif diri .............................................................. 100
9. Pola asuh yang baik di masa kecil .............................. 103
10. Konsep diri yang stabil ............................................... 104
BAB V ....................................................................................... 106
PEMBAHASAN ....................................................................... 107
A. Penerimaan diri ODHA melalui Kelompok Persahabatan
ODHA di Yayasan Pelita Ilmu .............................................. 108
B. Diskusi ........................................................................ 131
BAB VI ..................................................................................... 136
PENUTUP ................................................................................. 136
A. Simpulan ..................................................................... 136
B. Implikasi ..................................................................... 137
C. Saran ........................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 140
LAMPIRAN .............................................................................. 149
Lampiran 1 ............................................................................ 149
Lampiran 2 ............................................................................ 153
Lampiran 3 ............................................................................ 157
Lampiran 4 ............................................................................ 164
Lampiran 5 ............................................................................ 172
Lampiran 6 ............................................................................ 184
Lampiran 7 ............................................................................ 193

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 .................................................................................... 2


Gambar 1.2 .................................................................................... 3
Gambar 1.3 .................................................................................... 4
Gambar 3.1……………………………………………………...59

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan merupakan bagian dari diri dan
merupakan hak asasi manusia yang sangat fundamental,
sehingga menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi
setiap manusia. Salah satu masalah kesehatan yang menjadi
perhatian dunia termasuk Indonesia adalah HIV/AIDS.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, HIV atau Human
Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan
turunnya kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS atau
Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
Penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terus
bertambah dan menyebar luas di seluruh dunia. Kecepatan
penularan HIV dari tahun ke tahun dapat dijadikan salah satu
indikator potensi penularan HIV di masyarakat selain faktor
situasi dan perilaku berisiko serta peningkatan kasus
penyakit menular seksual (PMS) di masyarakat (Muninjaya
1998, 7).

Menurut Direktur Jendral P2P (2020), berdasarkan


data dari Sistem Informasi HIV AIDS & IMS (SIHA) dan

1
Dinas Kesehatan Provinsi, sejak pertama kali ditemukan
tahun 1987 sampai dengan Desember 2019, HIV/AIDS telah
dilaporkan oleh 476 (93,2%) kabupaten/kota di seluruh
provinsi di Indonesia. Terdapat penambahan 7
kabupaten/kota yang melapor dibandingkan triwulan III
tahun 2019 seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.1
dibawah ini.

Gambar 1.1
Grafik Jumlah HIV/AIDS yang dilaporkan per Tahun sd
Desember 2019

(Direktorat Jendral P2P, 2019)

Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari bulan


Oktober sampai dengan Desember 2019 sebanyak 14.038
orang, dimana sebagian besar terdapat pada kelompok umur
25-49 tahun (69,3%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun
(15,8%), dapat dilihat dalam gambar 1.2 dibawah ini.

2
Gambar 1.2
Persentase Kasus HIV yang dilaporkan menurut umur
per Oktober – Desember 2019

(Direktorat Jendral P2P, 2019)

Faktor risiko dari kasus HIV yang dilaporkan 19%


merupakan Lelaki Seks Lelaki (LSL) dan 18% heteroseksual
serta penggunaan jarumsuntik tidak steril pada penasun (1%).
Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan
Desember 2019 sebanyak 377.564 (65,5% dari target 90%
estimasi ODHA tahun 2016 sebanyak 640.443). Kasus AIDS
yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019
sebanyak 121.101 orang dimana jumlah kasusnya relatif
stabil setiap tahun.

3
Gambar 1.3
Sepuluh Provinsi yang melaporkan jumlah HIV
terbanyak Oktober – Desember 2019

(Direktorat Jendral P2P, 2019)

Pada Gambar 1.3 terdapat sepuluh Provinsi dengan


jumlah kasus HIV tertinggi sejak bulan Oktober hingga
Desember 2019 dan urutan ketiga dalam grafik 1.3 terdapat
di daerah DKI Jakarta yaitu 1.640 orang.

Orang dengan HIV dan AIDS adalah orang yang


positif terinfeksi HIV atau mengidap AIDS. Ketika infeksi
yang terjadi semakin parah, maka mereka dikategorikan
mengidap AIDS (Arriza et al. 2011, 153). Para ODHA inilah

4
yang seharusnya tidak didiskriminasikan, tetapi di beri hak
yang sama dengan masyarakat pada umumnya, dan di beri
pengertian untuk tidak menularkan penyakit tersebut.
Walaupun kebanyakan ODHA ini berasal dari masa lalu
yang tidak baik seperti pecandu narkoba, gay, pelaku seks
bebas dan lain sebagainya, tetapi untuk saat ini ada pula
ODHA yang tidak disangka-sangka seperti ibu rumah tangga,
bayi, dan anak-anak. Saat ini HIV AIDS tidak lagi
menyandang julukan penyakit perilaku, siapapun bisa
terkena jika tidak waspada dan hati-hati.

Dalam pandangan Islam, sakit merupakan musibah


yang dapat menimpa siapa saja, termasuk orang-orang saleh
dan berakhlak mulia sekalipun. Artinya, orang yang terkena
penyakit belum tentu sakitnya itu akibat perbuatan dosa yang
dilakukannya, tetapi boleh jadi merupakan korban dari
perbuatan orang lain, sebagaimana dalam firman Allah swt.
Surah Al-Anfal ayat 25:

ًۖ ً‫ه الَّ ِذيهًَ ظَلَ ُموا ِم ْن ُك ًْم خَاصَّة‬ ً َ ً‫َواتَّقُوا فِ ْتنَة‬


ِ ُ‫ل ت‬
ًَّ َ‫صيب‬
ِ ‫ّللاَ َش ِدي ًُد ْال ِعقَا‬
ً‫ب‬ ًَّ ‫ن‬ًَّ َ‫َوا ْعلَ ُموا أ‬
Artinya:

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak


khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
(Quran Kemenag RI 2020).

5
Pada dasarnya ajaran Islam sarat dengan tuntunan
untuk berpola hidup sehat secara jasmani dan rohani, di
antaranya, Islam mengajarkan untuk menghindari penyakit
dan berobat jika sakit, bersabar dan banyak beristighfar jika
mendapat musibah, pantang berputus asa, menerima dengan
ikhlas segala musibah dan agar merawat serta
memperlakukan orang yang sakit dengan baik.

ODHA harus menjalani terapi ART (Anti


Retroviral) dengan obatnya ARV (Anti Retrovirus) walaupun
tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan
HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat
namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang
tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat
memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada
sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.
Perubahan kondisi fisik dan psikis ODHA memberikan
dampak negatif terhadap perkembangan psikologisnya
seperti rasa malu dan hilangnya kepercayaan dan harga diri.
Perubahan tersebut dapat menyebabkan stres fisik, psikologis
dan sosial. Perubahan emosi yang dialami penderita tersebut
akan menimbulkan penolakan (denial) terhadap diagnosis,
kemarahan (anger), penawaran (bargaining), dan depresi
(depression), yang kemudian pada akhirnya individu harus
menerima kenyataan (acceptance) (Bastaman 2007, 49).

Permasalahan yang timbul dari HIV bukan sekedar


permasalahan pada fisik tetapi juga pada psikis penderitanya.

6
Permasalahan pada psikis biasanya terjadi karena adanya
tekanan, baik itu dari diri sendiri maupun orang lain. Hal
yang paling menonjol adalah pendiskriminasian terhadap
ODHA. Subjek EN dan BR memaparkan bahwa pada
kenyataannya pengetahuan tentang HIV memang masih
sangat minim dilingkup keluarganya, apalagi dimasyarakat.
Masyarakat cenderung melihat dari sudut pandang terburuk
sehingga selalu ada rasa khawatir yang mengakibatkan rasa
takut berlebih dan membuat isu-isu untuk dapat menjauhkan
ODHA dari lingkungan (Wawancara EN & BR 11
September 2020). Wan Yanhai (dalam Paryati, et al. 2013, 3)
menyatakan bahwa individu yang terinfeksi HIV cenderung
menerima stigma dan perlakuan yang tidak adil
(diskriminasi). Masyarakat cenderung menganggap ODHA
sebagai orang yang kotor, menakutkan, dan membahayakan
bagi kelangsungan hidup banyak orang. Mereka juga sering
mendiskriminasi dan menghindari ODHA karena merasa
takut tertular akan penyakit tersebut. Hal tersebut pernah
dialami oleh keluarga subyek MA yang memperlakukan
tetangganya yang mengidap HIV dengan membuang semua
barang yang pernah dipakai tetangganya dan menjauhkan diri
dari ODHA tersebut (Wawancara MA 11 September 2020).
Persoalan yang dialami oleh penderita HIV/AIDS bukan
hanya sebatas diskriminasi, namun juga dengan bagaimana
ODHA dapat menerima dirinya dengan ikhlas tanpa
menyalahkan dirinya atau siapapun dan menjalani hidup

7
dengan baik. Hal inipun yang masih sulit dilakukan oleh
kebanyakan ODHA.

Penerimaan diri adalah satu sikap individu dalam


menerima kenyataan yang ada dalam dirinya sendiri serta
mampu untuk mengaktualisasikan hidupnya sesuai
harapannya (Supratiknya dalam Marni dan Yuniawati 2015,
3). Penerimaan diri pada ODHA sangatlah penting demi
kelangsungan hidup yang mereka jalani. Hal tersebut
merupakan kunci terpenting untuk menentukkan bagaimana
perilaku mereka terhadap kesehatannya. Menurut Berger
(dalam Sofiyah 2016, 120) salah satu dari karakteristik
individu yang menerima dirinya yaitu individu tidak merasa
malu dengan keadaan dirinya, sehingga dapat bersosialisasi
dengan baik. Penerimaan diri juga dapat dipengaruhi oleh
faktor luar seperti dukungan sosial.

Sarafino (dalam Simarmata 2017, 19) menyebutkan


bahwa dukungan sosial adalah perasaan kenyamanan,
perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari
orang atau kelompok lain. ODHA yang mampu menerima
keadaan diri apa adanya akan mampu melihat kembali masa
depannya serta mengembangkan potensi dirinya menjadi
lebih baik. Akan tetapi, menurut Kurniawan (dalam Marni
dan Yuniawati 2015, 2) kemampuan individu untuk
menerima diri berbeda-beda karena adanya beberapa faktor
seperti usia, pendidikan, pola asuh, dan dukungan sosial.
Hermawanti dan Widjanarko (2011, 97) juga menemukan

8
bahwa penerimaan diri dipengaruhi oleh dukungan,
pengalaman, pengetahuan, mandiri, dan menghargai dirinya
sendiri.

Sarafino (dalam Simarmata 2017, 20)


menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan
sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai,
merasa diterima dan merupakan bagian dari kelompok yang
dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Akan
merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang
ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam
sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam sebagai rasulnya” (HR. Muslim no. 34). Arti
“Ridha kepada Allah sebagai Rabb” adalah ridha kepada
segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan
pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak
diberikan-Nya, seperti pada penyakit HIV yang diderita oleh
ODHA, harus diterima dengan ridha karena dengan meridhai
apa yang jadi ketentuan Allah, hati menjadi tenang dan dapat
menerima diri sendiri lebih baik lagi serta tidak menyalahkan
siapapun atas apa yang telah menimpanya.

Pelayanan terhadap HIV dan AIDS harus


dilaksanakan dengan pilihan pendekatan sesuai dengan
kebutuhan: perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan;
dan perawatan rumah berbasis masyarakat. Pelayanan serta
pemberian dukungan pada HIV dan AIDS harus dilakukan

9
secara menyeluruh dan sistematis dengan pendekatan
biopsikososiospiritual yang meliputi: gejala; tata laksana
perawatan penyakit kronis dan juga akut; edukasi kesehatan;
pencegahan komplikasi; perawatan paliatif; dukungan
psikologis kesehatan mental, dukungan sosial ekonomi, dan
pemberdayaan masyarakat untuk membina kelompok-
kelompok dukungan; dan evaluasi dan pelaporan hasil.

Berbagai upaya penanggulangan sudah dilakuakan


oleh pemerintah bekerjasama dengan berbagai lembaga di
dalam maupun di luar negeri. Upaya yang dilakukan
pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI dan lembaga-
lembaga lainnya dalam mengurangi penderita HIV/AIDS
dilakukan massa, penyebaran leaflet dan kampanye
menggunakan kondom. Tetapi upaya tersebut masih saja
kurang atau belum menurunkan angka HIV/AIDS. Hal lain
yang dilakukan oleh LSM adalah memberdayakan individu
penderita HIV/AIDS untuk bisa mandiri dan siap
menghadapi kehidupan selanjutnya (Nurachmah and
Mustikasari 2009, 64). Salah satu LSM yang menangani
kasus tentang HIV/AIDS adalah Yayasan Pelita Ilmu terlibat
menjadi salah satu LSM nasional yang menjadi sub-recipient
program HIV-AIDS nasional yang didanai oleh GFATM.
YPI menjadi Sub-Reciepients nasional dari Nahdlatul Ulama
dalam menjalankan Program Penjangkauan Populasi Kunci
di 11 Provinsi, yaitu Sumbar, Lampung, Banten, Yogyakarta,
Kalbar, Kalsel, Kaltim, Sulut, NTB, NTT, Maluku. YPI

10
bekerjasama dengan 11 LSM setempat sebagai SSR (sub-sub
recipient), yaitu Yayasan Lantera Minangkabau, PKBI
Lampung, Sankar Tangerang, Vesta Yogyakarta, Yayasan
Pontianak Plus, LKKNU Kalsel, Yayasan LARAS, LKKNU
Sulut, Yayasan Inset, Yayasan Tanpa Batas, LPPM Ambon.
Yayasan Pelita Ilmu memiliki 4 program utama, salah
satunya adalah Program Dukungan untuk Orang dengan
HIV-AIDS (ODHA). Salah satu program dukungan untuk
ODHA ini adalah Kelompok Persahabatan ODHA.

Alasan penulis tertarik membahas dan meneliti


adalah dilatarbelakangi dengan fakta bahwa sampai saat ini,
penerimaan diri merupakan hal tersulit yang dirasakan oleh
penderita HIV. Masih banyak masyarakat penderita HIV
yang kurang menerima keadaan dirinya, sehingga mereka
menutup diri dan mengakibatkan kurang mendapatkan
dukungan sosial dari orang-orang terdekatnya. Maka dari itu
dibutuhkan lembaga maupun yayasan yang dapat membantu
serta mendampingi penderita HIV dalam penerimaan dirinya.
Salah satu yayasan yang menangani masalah HIV ialah
Yayasan Pelita Ilmu. Maka penulis ingin mendeskripsikan
dan menganalisa lebih dalam terkait penerimaan diri (self-
acceptance) pada ODHA melalui Kelompok Persahabatan
ODHA agar dapat menerima dirinya dengan ikhlas serta
melanjutkan hidupnya dengan bahagia. Berdasarkan
penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
bagaimana “Penerimaan Diri pada Orang Dengan HIV/AIDS

11
(ODHA) Melalui Kelompok Persahabatan ODHA di
Yayasan Pelita Ilmu Jakarta”.

B. Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, untuk
menghindari pembahasan yang terlalu luas, penulis
membatasi permasalahan yang akan berfokus pada program
dukungan kepada ODHA yaitu Kelompok Persahabatan
ODHA yang ada di Yayasan Pelita Ilmu dalam menangani
penerimaan diri pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Hal ini bertujuan untuk menghindari perluasan materi yang
akan dibahas selanjutnya.
a. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam
penelitian ini berbentuk pertanyaan sebagai berikut:
“Bagaimana penerimaan diri pada ODHA melalui
Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu
Jakarta?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan


dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
tentang penerimaan diri pada ODHA melalui Kelompok
Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu.
b. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Akademis

12
1) Hasil penelitian ini diharapkan mempermudah
pemahaman mahasiswa khususnya di Prodi
Kesejahteraan Sosial mengenai Kelompok
Persahabatan ODHA dalam kaitannya dengan
permasalahan Orang Dengan HIV/AIDS.
2) Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan
gambaran untuk penelitian selanjutnya tentang
masalah yang terkait.
b) Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kepedulian sosial bagi para pembaca terhadap
masalah sosial terkait isu mengenai HIV/AIDS agar
bersikap tidak mengucilkan melainkan harus
membantu mereka dengan memberikan motivasi
untuk ODHA.
2) Dapat dijadikan sebagai bahan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan sosial yang diberikan oleh
Yayasan Pelita Ilmu sehingga dengan demikian
diharapkan pemerintah dapat melaksanakan dan
terus meningkatkan kepedulian sosial bagi orang-
orang yang terkena HIV/AIDS supaya semakin
banyak lagi lembaga maupun yayasan peduli sosial
yang bekerja sama dalam menangani kasus
HIV/AIDS.
3) Untuk memberikan pengetahuan kepada lembaga
lainnya yang masih belum terdapat kelompok

13
dukungan seperti Kelompok Persahabatan bagi
ODHA.

D. Kajian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan
kajian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian, sebagai kelanjutan dan mengisi ruang kosong dari
penelitian yang sudah ada sebelumnya. Setelah melakukan
tinjauan kajian terdahulu, maka peneliti menggunakan e-
journal dan skripsi sebagai tinjauan pada penelitian ini,
diantaranya sebagai berikut :
1. Nama : Deni Savitri.
Judul : Penerimaan Diri Pada Remaja ODHA
Tahun : 2017

Hasil penelitian menunjukkan kedua subjek


penelitian mampu menggambarkan penerimaan dirinya
dengan memiliki semua ciri-ciri penerimaan diri pada
remaja yang mengidap HIV/AIDS. Dengan beberapa ciri-
cirinya yaitu menghargai diri sendiri, memiliki penilaian
yang realistik atas kemampuan diri sendiri, memiliki
keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat orang lain,
serta memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri
sendiri. Kedua subjek dalam penelitian ini berada dalam
satu LSM yang sama di daerah Surabaya.

Subjek pertama mampu menjaga kondisi


tubuhnya, mengenali kemampuannya dibidang kesehatan,

14
subjek juga memiliki keyakinan bahwa suatu saat virus
HIV dapat disembuhkan, serta cenderung lebih
mempercayai pendapat sendiri, tanpa harus mendengarkan
orang lain. Subjek kedua dapat menggambarkan
penerimaan dirinya dengan menjaga pola makan dan
menghilangkan kebiasaan buruk, mengetahui
kemampuannya dan bekerja dibidang yang dikuasai yaitu
speaking, subjek memiliki pemikiran bahwa dapat meraih
kesuksesan tidak peduli keadaannya seburuk apapun,
subjek juga cenderung tidak menghiraukan pendapat
orang lain yang dapat menurunkan semangatnya.

2. Nama : Robertus Sandy Purna Putra


Judul : Penerimaan Diri Penderita HIV dan AIDS Studi
Fenomologi.
Tahun : 2017
Hasil kajian menunjukkan bahwa di dalam penelitian ini
adalah subjek dalam penelitian ini memiliki penerimaan
diri yang positif. Penerimaan diri dan penyesuaian diri
yang kuat dari subjek awalnya tidak menerima dirinya
sendiri dan butuh waktu yang cukup lama dalam
menerima diri. Beliau menyadari akan pentingnya hidup,
dan mampu mengenali diri sendiri ketika membangun
hubungan dengan orang lain. Keberanian subjek juga
bersikap tegar dalam menghadapi penderitaan untuk terus
melanjutkan hidupnya yang terus berjalan. Semangat dan

15
dorongan keluarga membuat subjek menjadi yakin dan
percaya diri untuk melakukan setiap aktifitasnya.

3. Nama : Anis Fauziah


Judul : Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Self-
Acceptance Penderita HIV Dan AIDS Dalam
Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Berdasarkan
Teori Health Belief Model.
Tahun : 2017
Hasil kajian menunjukkan penelitian ini menjelaskan
bahwa faktor pemodifikasi demografi penderita
HIV/AIDS yaitu memiliki hubungan yang signifikan
dengan persepsi individu (persepsi hambatan). Penderita
HIV/AIDS dalam KDS Yayasan Mahameru Surabaya
sebagian besar memiliki tingkat self-acceptance yang baik
walaupun tidak jauh berbeda dengan selisih penderita
HIV/AIDS yang memiliki self acceptance yang buruk.
Ada hubungan yang signifikan dengan kerentanan
dan manfaat, yang berarti semakin tinggi persepsi (positif)
kerentanan terhadap HIV/AIDS yang dirasakan oleh
ODHA, maka semakin tinggi self acceptance dalam
dirinya, begitu pula dengan jika semakin tinggi persepsi
(positif) manfaat yang dirasakan oleh ODHA maka
semakin tinggi pula self acceptance dalam dirinya.

4. Nama : Fitriatun Khasanah dan Luh Putu Shanti K

16
Judul : Penerimaan Diri pada Perempuan Pekerja Seks
Penderita HIV/AIDS
Tahun : 2015
Hasil pembahasan ini menunjukan bahwa faktor ekonomi
menjadi alasan ketiga subyek pada penelitian ini
melakukan kegiatan seksual secara bebas, latar belakang
ekonomi mereka dibawah rata-rata. Lalu, penerimaan diri
yang dimiliki masing-masing subyek terkait dengan
kondisi mereka yang terinfeksi HIV/AIDS dikategorikan
berbeda-beda. Dua subyek mampu menerima diri mereka
sebagai ODHA walaupun masih remaja, namun salah satu
subyek cenderung belum bisa menerima dirinya terinfeksi
HIV/AIDS.

5. Nama : Ida Ayu Karina Putri dan David Hizkia Tobing


Judul : Gambaran Penerimaan Diri pada Perempuan Bali
Pengidap HIV-AIDS
Tahun : 2019
Hasil penelitian menunjukkan peneliti menemukan
beberapa kriteria yang mempengaruhi gambaran
penerimaan diri pada keseluruhan responden, yaitu faktor
agama, faktor risiko penularan HIV-AIDS, serta faktor
kasta. Ketujuh karateristik yang dijelaskan secara umum
melalui teori yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam
Cronbach, 1963) mengenai karakteristik-karakteristik
individu yang telah mampu melakukan penerimaan
terhadap diri. Terdapat sembilan gambaran penerimaan

17
diri pada perempuan Bali yang terinfeksi HIV-AIDS yaitu
optimis, selalu bersyukur, menghargai diri sendiri, selalu
melakukan yang terbaik, pembuktian diri, memiliki hak
dan merasa sejajar dengan orang lain, tidak ingin
diperlakukan berbeda, ingin membantu serta dapat berbagi
dengan orang lain, introspeksi diri, mendekatkan diri
dengan Tuhan.

6. Nama : Devia Juwita Sari dan Muhammad Reza


Judul : Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan
Penerimaan Diri pada Remaja Penderita HIV di
Surabaya.
Tahun : 2013
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil
analisis data dengan teknik Product Moment dari Carl
Pearson, diperoleh nilai korelasi sebesar 0,664 dengan
taraf signifikansi kurang dari 5%, artinya terdapat
hubungan yang positif secara signifikan antara dukungan
sosial dengan penerimaan diri remaja penderita HIV di
Surabaya. Semakin tinggi dukungan sosial yang didapat,
maka semakin baik pula penerimaan diri remaja penderita
HIV di Surabaya, begitu juga sebaliknya. Dukungan sosial
memiliki hubungan yang kuat dengan penerimaan diri.
Keluarga diharapkan mengerti akan kebutuhan dan
dukungan yang diperlukan oleh remaja yang terinfeksi
HIV sehingga dapat menerima diri dan terus semangat
dalam menjalani hidup.

18
7. Nama : Anette Isabella Ginting
Judul : Penerimaan Diri pada Perempuan Dengan
HIV/AIDS (PDHA) di Rumah Singgah
Moderamen GBKP.
Tahun : 2018
Hasil penelitian menjelaskan bahwa setiap subyek yang
diteliti mengalami dinamika psikologis dan proses
penerimaan diri yang berbeda pada masing-masing orang.
Dapat terlihat wajar mengingat setiap subyek memiliki
pengalaman yang berbeda-beda mengenai diri mereka
sebaga PDHA. Terdapat persamaan dari ketiga subyek
penelitian, yaitu adanya kesadaran. Untuk membantu
memulihkan kesehatan fisik dan mental mereka
memerlukan pola pikir yang positif. Mereka bertiga juga
sudah mampu menerima dirinya sebagai PDHA. Ketiga
subyek juga merasakan berada di rumah singgah dan
bertemu dengan sesama ODHA memberikan sedikit
banyaknya pengaruh dalam proses penerimaan diri dan
berdampak positif bagi diri mereka.

Beberapa penjelasan mengenai penelitian diatas ini


yang berkaitan dengan penerimaan diri dan orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) yang digunakan dalam penelitian
terdahulu. Subjek yang akan peneliti gunakan pada penelitian
ini adalah ODHA yang sudah tergabung di Kelompok
Persahabatan ODHA, serta pengurus Yayasan Pelita Ilmu

19
dan pengurus juga penanggung jawab program Persahabatan
ODHA yang terdapat di Sanggar Kerja YPI. Lokasi
penelitian yaitu Yayasan Pelita Ilmu yang bertempat di
Tebet, Jakarta Selatan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
adalah mengenai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang
berada di sekitar Jakarta yang masih banyak belum bisa
menerima diri dan cenderung menyalahkan dirinya atas
penyakit HIV yang diderita. ODHA yang terdaftar di salah
satu Yayasan pemberdayaan ODHA dan tergabung didalam
program kelompok dukungan bagi sesama ODHA dalam
upaya untuk menerima dirinya dengan dukungan dari
kelompok di Yayasan tersebut, yaitu Kelompok Persahabatan
ODHA. YPI sebagai salah satu Yayasan pemberdayaan
ODHA, Yayasan Pelita Ilmu sendiri merupakan lembaga
yang sudah bekerja sama dengan pemerintah dan juga
melayani tentang berbagai masalah PMKS, sehingga
penanganan yang dilakukan bisa lebih maksimal didukung
dengan adanya pekerja sosial juga didalamnya sehingga
dapat memberikan dukungan bagi ODHA dalam menerima
dirinya. Oleh karena itu, peneliti tertarik dalam meneliti
bagaimana penerimaan diri pada ODHA dalam Kelompok
Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu.

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian

20
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam
Moleong 2017, 4) mendefinisikan bahwa metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Menurut Ghoni dan Almanshur (2012, 145) yaitu
penelitian kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisa fenomena, peristiwa, aktifitas sosisal, sikap,
kepercayaan, pendapat dan pemikiran manusia secara
individu maupun kelompok.
Penelitian kualitatif bersifat induktif. Artinya,
penulis membiarkan permasalahan-permasalahan muncul
dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data
dihimpun dengan cara pengamatan yang seksama,
mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail
disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam
serta hasil analisis dokumen lain.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
karena penulis berharap hasil yang didapatkan bisa
menyajikan data yang akurat dan menggambarkan dengan
jelas tentang penerimaan diri pada Orang Dengan
HIV/AIDS melalui program Kelompok Persahabatan
ODHA yang ada di Yayasan Pelita Ilmu.
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan untuk memberi gambaran penyajian
laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah

21
wawancara, catatan lapangan, catatan lapangan, catatan
atau memo dan dokumen resmi lainnya (Ghoni dan
Almashur 2012, 147).

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah metode
deskriptif yang ditujukan untuk mengumpulkan data
aktual secara rinci yang menuliskan gejala yang ada,
mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi atau
praktik-praktik yang berlaku.

3. Sumber Data
Bila dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung
dari para informan yang ada di Yayasan Pelita Ilmu
pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh
melalui wawancara. Sumber data primer dalam
penilitian ini yaitu wawancara pengurus yayasan,
penanggung jawab program, dan tiga ODHA.

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan
oleh seorang peneliti secara tidak langsung dari
sumber-umber yang telah ada atau relevan, seperti

22
data-data yang ada di perpustakaan, dokumen, data-
data perusahaan atau lembaga.

4. Tempat dan Waktu Penelitian


1) Tempat Penelitian
Pada kesempatan kali ini peneliti melakukan
penelitian ini yang berlokasi di Yayasan Pelita Ilmu Jl.
Kebon Baru IV No. 16, Asem Baris, Tebet, Jakarta
Selatan 12830. Telp. (021) 837-95480.

2) Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020.
Namun karena adanya Pandemi Covid-19 dan
diberlakukan PSBB beberapa kali di DKI Jakarta, hal
ini menyebabkan Yayasan ditutup sementara waktu
dan membuat kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
Yayasan ditiadakan juga sementara, termasuk kegiatan
penelitian. Penelitian kembali dilakukan pada bulan
Juli hingga Oktober 2020.

5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data sangat diperlukan
dalam mendapatkan data dan informasi untuk dapat
menjawab dan menjelaskan permasalahan ini. Ada
beberapa teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data
yaitu:
a. Wawancara

23
Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, tetapi apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari subjek yang lebih mendalam.
(Sugiyono 2012, 327). Wawancara merupakan bentuk
komunikasi antar dua orang dengan proses tanya jawab
yang berlangsung secara lisan dengan bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi
atau keterangan-keterangan sesuai dengan maksud dan
tujuan dari penelitian (Munandar 2013, 35). Adapun
data yang diperoleh dari teknik wawancara ini adalah
bagaimana ODHA menerima dirinya melalui program
Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita
Ilmu.
b. Studi Dokumentasi
Metode atau teknik ini digunakan untuk
menelusuri data historis atau yang sudah berlalu.
Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk
surat-surat, catatan harian, kenang-kenangan, laporan,
dan sebagainya. Dokumentasi menurut Sugiyono
(2012, 329) adalah suatu cara yang digunakan untuk
memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,
arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa
laporan serta keterangan yang dapat mendukung
penelitian. Metode studi dokumentasi adalah metode
pengumpulan data dengan dengan menyatukan,

24
mempelajari dan menganalisis dokumen-dokumen
terkait, baik dokumen yang tertulis, gambar maupun
digital. Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah
data yang diperoleh berupa data profil yayasan,
Struktur organisasi, mitra pendanaan dan keadaan
yayasan.

6. Teknik Analisis Data


Analisa data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori
uraian dasar. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik interactive model
sebagaimana dalam Miles and Huberman. Teknik analisis
data ini meliputi reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan lalu diverifikasi (Ghoni and
Almashur 2012).
Aktivitas dalam analisis data yaitu:

a. Reduksi Data
Suprayogo dan Tabroni (2001, 193)
menjelaskan bahwa reduksi data ialah mengelola data
mentah yang dikumpulkan dari hasil wawancara,
dokumentasi dan observasi yang diringkas dan di
sistematisasikan, agar dipahami dan dicermati oleh
pembaca. Reduksi data ini merupakan satu bentuk
analisis data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir data penelitian dapat di buat verifikasi.

25
Merangkum atau memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dan dicari
tema beserta polanya.
b. Penyajian Data
Kegiatan memaparkan data yang telah
dianalisis dan dikaji terlebih dahulu dalam bentuk
diagram batang, diagram lingkrangan, tabel, naratif,
atau grafik. Pada umumnya peneliti menyajikan data
dalam bentuk naratif atau statistik. Penerimaan diri
ODHA melalui program Kelompok Persahabatan
ODHA yang telah direduksi kemudian diuraikan secara
singkat dalam bentuk naratif.
c. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dari analisis kualitatif menurut
Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan.
Kesimpulan awal yang didapat perlu dilakukan
verifikasi agar dapat benar-benar
dipertanggungjawabkan dan dilakukan untuk validasi
dnegan mecari bukti-bukti pendukungnya.

Ketiga macam kegiatan analisis yang telah


dipaparkan di atas saling berhubungan dan berlangsung
secara terus menerus selama penelitian dilakukan. Dengan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dari awal
hingga akhir penelitian dapat menciptakan data yang

26
diperoleh saling berkaitan karena tidak timpang atau berat
sebelah.

7. Teknik Keabsahan Data


Dalam penelitian kali ini maka peneliti
menggunakan teknik tringulasi. Tringulasi sumber untuk
menguji kredibilitas data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber (Sugiyono 2012, 331).Triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber
dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dengan
membandingan hasil wawancara antara pengurus yayasan,
penanggung jawab program, dan tiga ODHA, kemudian
triangulasi teknik dengan menggunakan berbagai metode
pengumpulan data seperti wawancara dan dokumentasi
terkait ODHA dalam menerima dirinya melalui Kelompok
Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu.

8. Pedoman Penulisan Skripsi


Penulisan penelitian kali mengacu pada Keputusan
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507
Tahun 2017 tentang pedoman penulisan karya ilmiah
(skripsi, tesis, dan disertasi) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

9. Teknik Pemilihan Informasi


Teknik yang digunakan untuk subjek penelitian ini
adalah teknik purposive sampling (bertujuan). Purposive

27
sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Kita memilih orang sebagai sampel
dengan memilih orang benar-benar mengetahui atau
memiliki kompetensi dengan topik topik penelitian kita
(Sugiyono 2012, 340).
Informan dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat
dalam memberikan informasi tentang program Kelompok
Persahabatan ODHA terkait Penerimaan Diri pada Orang
Dengan HIV/AIDS di Yayasan Pelita Ilmu. Informan
yang dipilih ada lima orang. Satu orang merupakan
pengurus yayasan yang cukup mengetahui tentang
Yayasan Pelita Ilmu, lalu satu orang merupakan
penanggung jawab Kelompok Persahabatan ODHA
karena fokus penelitiannya ada pada program tersebut.
Pada penelitian ini, peneliti memilih informan yaitu ketiga
ODHA berdasarkan usia, stadium HIV pada masing-
masing ODHA, serta waktu bergabung ODHA di
Kelompok Persahabatan ODHA. Berikut tabel 1.1
mengenai informan.
Tabel 1.1 Informan

28
No Informan Informasi yang dicari Jumlah

1. Pengurus Gambaran umum 1 Orang


Yayasan Pelita lembaga, struktur
Ilmu organisasi, dll.

2. Penanggung Perihal Program 1 Orang


Jawab Kelompok Persahabatan
Kelompok ODHA
Persahabatan
ODHA

3. ODHA Terkait penerimaan diri 3 Orang


ODHA melalui
Kelompok Persahabatan
ODHA.

F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan kali ini disajikan dalam enam bab, sebagai
berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, batasan


masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfat penelitian,
kajian terdahulu, metode penelitian (yang terdri dari
pendekatan penelitian, jenis penelitian, sumber data, tempat
dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
analisa data, teknik kebasahan data, pedoman penulisan

29
skripsi, dan teknik pemlihan informan), dan sistematika
penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori apa yang akan


digunakan dalam membahas pendampingan psikososial
korban tindak kekerasan fisik pada anak, kajian pustaka, dan
kerangka berpikir.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN

Peneliti menuliskan gambaran tempat penelitian baik


secara historis, struktur organisasi serta program Kelompok
Persahabatan ODHA yang terdapat di Yayasan Pelita Ilmu.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Berisi uraian penyajian dan data temuan penelitian


yang dilakukan di lapangan sesuai dengan judul “Penerimaan
Diri pada Orang Dengan HIV/AIDS Melalui Kelompok
Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu”.

BAB V PEMBAHASAN

Membahas tentang bagaimana Penerimaan Diri pada


Orang Dengan HIV/AIDS Melalui Kelompok Persahabatan
ODHA di Yayasan Pelita Ilmu.

BAB VI PENUTUP

30
Yang terdiri dari kesimpulan dan implikasi dari
penelitian tersebut serta saran untuk lembaga atau untuk
prodi Kesejahteraan Sosial kedepannya.

31
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan landasan teori yang akan digunakan


untuk memperkuat penjelasan teoritis dalam penerimaan diri pada
orang dengan HIV/AIDS. Bab ini menejelaskan definisi
penerimaan diri, karakteristik penerimaan diri, aspek-aspek
penerimaan diri, faktor penerimaan diri, proses penerimaan,
dampak penerimaan diri, definisi ODHA, HIV/AIDS dan proses
penularan HIV/AIDS serta kerangka berpikir.

A. Penerimaan Diri (Self-Acceptance)


1. Definisi Penerimaan Diri
Penerimaan diri merupakan dasar bagi semua
pertumbuhan dan perkembangan diri seorang individu.
Dengan menerima diri, individu akan membangun diri
dengan mengadakan pertumbuhan dan perubahan
berdasarkan keadaan dirinya yang nyata (Maulida dalam
Riyanto 2006, 30). Chaplin (dalam Heriyadi 2013, 15)
menjelaskan bahwa penerimaan diri merupakan sikap
yang pada dasarnya merasa puas terhadap diri sendiri,
kualitas-kualitas dan bakat-bakat yang dimiliki diri
sendiri, dan pengakuan akan segala keterbatasan-
keterbatasan atas diri sendiri. Individu yang bisa
menghargai segala aspek yang ada pada dirinya entah itu
yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif

32
merupakan makna penerimaan diri dalam hal ini. Hurlock
(dalam Heriyadi 2013, 16) menyatakan bahwa semakin
baik seseorang dapat menerima diri, maka akan semakin
baik pula penyesuaian diri dan sosialnya.

Sependapat dengan diatas, Hurlock (dalam


Satyaningtyas dan Sri Muliati 2012, 4) mengemukakan
bahwa penerimaan diri merupakan kemampuan individu
dalam menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik
kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga
apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan
maka individu tersebut akan mampu berpikir logis tentang
baik buruknya masalah yang terjadi dengan tidak
menimbulkan perasaan, permusuhan, perasaan rendah
diri, malu dan rasa tidak aman. Lalu, Coleridge (dalam
Satyaningtyas dan Sri Muliati 2012, 4) menambahkan
bahwa menerima identitas diri secara positif, pandangan
tentang diri sendiri dan harga diri tidak menurun sama
sekali, bahkan dapat meningkat dan hal tersebut bukanlah
sikap pasrah tetapi merupakan penerimaan diri.

Maka dari itu, penerimaan diri bisa menjadi salah


satu pusat kebahagian pada setiap individu (Schultz &
Schultz dalam Wangge dan Hartini 2013, 4). Menurut
Ridha (dalam Ardhian Putra 2014, 5) penerimaan diri
lebih bersifat suatu proses dalam hidup sepanjang hidup
manusia. Penerimaan diri berkaitan dengan kondisi yang
sehat secara psikologis, yang memiliki penerimaan penuh

33
terhadap seperti apa diri mereka, namun dalam proses
penerimaan diri bisa saja muncul tekanan, konflik,
frustasi, yang bisa menyebabkan individu terdorong untuk
meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk
membebaskan dirinya dari kegagalan (Pertiwi 2011, 16).

2. Karakteristik Penerimaan Diri


Adapun karakteristik individu yang dapat
menerima dirinya menurut Berger (Sofiyah 2016, 122)
adalah:
1. Mempunyai nilai-nilai dan standar sendiri
Individu mengutamakan nilai-nilai dan standar
yang ada di dalam dirinya dan mengenyampingkan
tekanan-tekanan yang berasal dari luar dirinya sebagai
pedoman perilakunya. Menurut Matthew (dalam Nadia
2016, 2) individu percaya dan merasa aman akan nilai-
nilai dan setiap prinsip yang dianutnya tanpa
dipengaruhi oleh pendapat suatu kelompok.
2. Memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam
menghadapi kehidupan.
Individu memiliki rasa percaya diri atas
kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi setiap
kegagalan dan rintangan dalam mengatasi masalah
(Matthew dalam Nadia 2016, 2).
3. Bertanggung jawab dan menerima konsekuensi atas
perilakunya.

34
Individu harus bertanggung jawab atas segala
perbuatan yang ditimbulkannya dan mengakui
kesalahannya.
4. Menerima pujian dan kritikan secara objektif.
Individu yang dapat menerima dirinya, dapat
menerima pujian dari orang lain tanpa kerendahan hati
yang salah dan pujian tanpa rasa bersalah (Matthew
dalam Nadia 2016, 2)
5. Menyadari keterbatasannya.
Seseorang yang menerima dirinya akan sadar
dengan keterbatasannya tanpa menjadi rendah diri,
sebaliknya berusaha aktif dan mengembangkan
kelebihan yang dimilikinya secara optimal.
6. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang
sederajat dengan orang lain.
Seseorang yang mampu menerima dirinya
memiliki kepercayaan serta rasa aman dalam dirinya,
dan memaklumi bahwa setiap manusia adalah unik
dengan caranya masing-masing sehingga dapat bergaul
dengan setiap orang serta menerima orang lain secara
tulus.
7. Tidak merasa orang lain akan menolaknya.
Individu tidak merasa ditolak oleh orang lain
karena keadaan dirinya. Individu yang dapat menerima
dirinya dengan tidak merasa orang lain akan
menolaknya, baik dirinya memberikan alasan pada
mereka untuk menolaknya atau tidak.

35
8. Tidak menganggap dirinya benar-benar berbeda dari
orang lain atau abnormal.
Individu dapat menyesuaikan diri dengan baik
sehingga individu tidak merasa dirinya menyimpang
dan berbeda dari orang lain. Berada dalam situasi
pergaulan yang berbeda tidak lantas membuat
seseorang merasa takut atau sungkan dalam bergaul.
9. Tidak merasa malu
Individu tidak merasa malu sehingga dapat
bersosialisasi dengan baik dengan keadaannya dirinya.
Penerimaan diri akan membuat seseorang mempunyai
keyakinan terhadap setiap perilaku dan perbuatannya,
bebas berpendapat sesuai dengan apa yang
dipikirkannya dan tidak takut pendapatnya salah.

3. Aspek-Aspek Penerimaan Diri


Sohur (dalam Putra 2017, 9) mengemukakan
beberapa apek-aspek yang terkandung dalam penerimaan
diri, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan Diri
Menurut Bastaman (2007, 54) melalui
pengetahuan terhadap diri sendiri terutama
keterbatasan diri, proses penerimaan diri dapat
ditempuh dengan tidak berpura-pura untuk sanggup
melakukan sesuatu. Pengetahuan diri dapat dilakukan
dengan mengenal diri, baik secara internal maupun
eksternal. Cara yang dapat dilakukan untuk mengenal

36
secara internal adalah dengan menilai diri sendiri
dalam hal kelebihan, kelemahan, sifat-sifat, dan lain-
lain adalah. Secara eksternal pengenalan diri dilakukan
dengan cara menilai diri menurut pandangan orang
lain.
2. Penerimaan Diri Pantulan (Reflected Self-Acceptance)
Penerimaan diri pantulan yaitu membuat
kesimpulan tentang diri kita berdasarkan penangkapan
kita tentang bagaimana orang lain memandang diri
kita. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meminta
pendapat orang lain tentang diri sendiri (Supratiknya
dalam Putra 2017, 9).
3. Penerimaan Diri Dasar (Basic Self-Acceptance)
Penerimaan diri dasar adalah keyakinan bahwa
diri diterima secara intrinsik dan tanpa syarat.
Penerimaan diri dasar ini lebih berorientasi pada urusan
personal individu. Individu mampu menghargai dan
menerima diri apa adanya serta tidak menempatkan
standar atau syarat yang tinggi di luar kesanggupan
dirinya (Supratiknya dalam Putra 2017, 9).
4. Pembandingan antara yang Riil dan Ideal (Real-Ideal
Comparison)
Pembandingan antara yang riil dan ideal yaitu
penilaian tentang diri yang sebenarnya di bandingkan
dengan diri yang diimpikan atau yang dinginkan
(Supratiknya dalam Putra 2017, 10). Kesenjangan

37
antara diri ideal dan real hanya akan menyebabkan
individu merasa tidak puas diri dan mudah frustasi.
5. Pengungkapan diri
Penerimaan diri dapat ditempuh dengan upaya
mengasah keberanian untuk mengungkapkan diri.

Menurut Husniyati (2009, 4), individu yang


mempunyai penerimaan diri rendah akan mudah putus
asa, selalu menyalahkan dirinya, rendah diri akan
keadaannya, malu, merasa iri terhadap keadaan orang lain,
merasa tidak berarti, akan sulit membangun hubungan
positif dengan orang lain, dan tidak bahagia.

4. Faktor-Faktor Penerimaan Diri


Hurlock (dalam Yahya 2016, 19) mengemukakan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
penerimaan diri adalah:

1. Pemahaman Diri
Pemahaman dan penerimaan diri saling
berhubungan, semakin individu memahami dirinya
semakin ia akan menerima diri seutuhnya dan semakin
individu tidak memahami dirinya maka ia semakin
tidak menerima diri. Kurangnya pemahaman diri dapat
mengakibatkan kesenjangan antara konsep diri yang
ideal dan gambaran yang diterima melalui kontak
sosial. Seseorang yang menerima dirinya berarti belajar
untuk mengetahui keberadaan dirinya secara rasional,

38
maka secara tidak langsung individu dapat mengetahui
karakteristik dirinya, serta mengetahui seperti apa
dirinya yang sesungguhnya. Faktor yang penting dalam
menerima diri seutuhnya yaitu pemahaman tentang
diri. Apabila individu memiliki pandangan positif
tentang dirinya, ia dapat memanfaatkan kelebihan
secara optimal dan tidak terpuruk oleh kelemahan yang
dimiliki.

2. Harapan yang Realistik


Ketika harapan menjadi sebuah pencapaian
realistik, maka kinerjanya akan meningkat sesuai
dengan harapannya. Dengan mengenali kelemahan dan
kelebihan yang dimiliki, harapan individu dapat
menjadi kenyataan apabila dikerjakan secara optimal,
tetapi harapan atau ambisi tersebut harus disesuaikan
dengan kemampuan diri ini yang akan berkontribusi
pada kepuasan diri yang penting dalam penerimaan
diri,.

3. Tidak Adanya Hambatan di Dalam Lingkungan


Hambatan yang bersumber dari lingkungan
tempat tinggal individu sebagai contohnya labeling,
dikriminasi ras, jenis kelamin, maupun agama dari
orang-orang yang sangat berpengaruh bagi individu
tersebut misalnya orangtua, guru, atau teman sebaya.
Hambatan tersebut akan mengakibatkan individu yang

39
mengetahui potensinya akan sulit menerima diri. Tetapi
sebaliknya, ketika lingkungan mendorong individu
untuk mencapai keberhasilan maka ia akan puas
dengan pencapaian yang membuktikan harapannya
adalah suatu hal yang realistis.

4. Sikap-Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan


Jika individu menerima sikap-sikap yang positif
yang menyenangkan dari anggota masyarakat, akan
membantu membentuk pandangan yang positif
sehingga individu dapat menerima dirinya. Adapun tiga
hal yang mengarah pada evaluasi sosial menyenangkan
adalalah tidak adanya prasangka negatif terhadap orang
lain dan keluarganya, memiliki keahlian sosial serta
dapat menerima kelompok.

5. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat


Adanya gangguan emosional yang berupa stres
secara emosional dapat mengarah pada
ketidakseimbangan fisik dan psikologi. Gangguan stres
yang berat dapat membuat individu tidak bekerja
dengan baik dan maksimal, kurang bahagia, tidak
tenang dan nyaman. Jika individu dapat mereduksi
stres maka akan lebih mudah tenang dan merasakan
senang. Kondisi positif ini yang diharapkan dapat
membuat individu mampu melakukan evaluasi diri

40
sehingga dapat tercapai penerimaan diri yang
memuaskan.

6. Pengaruh Keberhasilan
Pengaruh keberhasilan dapat mengarah pada
penerimaan diri, sedangkan pengaruh kegagalan dapat
mengarah kepada penolakan diri. Individu akan
memperoleh penilaian sosial dari lingkungannya saat ia
berhasil ataupun gagal. Individu tidak akan mudah
terpengaruh oleh penilaian sosial terkait kesuksesan
maupun kegagalan ketika ia memiliki aspirasi tinggi.
Kemudian individu telah puas dengan keberhasilan
yang dicapainya tanpa harus memikirkan pendapat
lingkungan sosial karena ia menjadi lebih mudah dalam
menerima dirinya.

7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian


Diri yang Baik
Individu yang mengidentifikasikan dirinya
dengan orang-orang yang menyesuaikan diri dengan
baik dapat mengembangkan sikap positif terhadap
hidupnya, sehingga akan mempunyai penerimaan diri
yang baik. Penerimaan diri yang baik didapat pula dari
lingkungan dengan model indentifikasi yang baik lalu
membentuk kepribadian yang sehat pada seseorang.

41
8. Perspektif Diri
Perspektif yang luas tentang diri adalah
memahami diri menjadi lebih baik, tidak hanya melihat
individu lain yang lebih baik tetapi juga
memperhatikan individu yang lebih lemah dari dirinya.
Individu yang perspektif dirinya cenderung sempit
maka akan menolak dirinya, sedangkan individu yang
mempunyai perspektif diri baik maka akan menerima
dirinya.

9. Pola Asuh di Masa Kecil


Pola asuh masa kecil berpengaruh pada perilaku
individu di masa depan termasuk penerimaan diri.
Penerimaan diri juga turut dipengaruhi oleh pola asuh
di masa kecil, karena sejak kecil konsep diri mulai
terbentuk, meskipun penyesuaian diri pada seseorang
dapat berubah secara radikal dikarenakan perubahan
serta peningkatan dalam hidupnya.

10. Konsep Diri yang Stabil


Konsep diri yang stabil merupakan cara
individu melihat dirinya secara konstan dan tidak
berubah-ubah. Konsep diri yang baik mengarah pada
penerimaan diri, tetapi jika konsep diri yang rendah
maka mengarah pada penolakan diri. Jika dalam waktu
yang sering individu mampu melihat kondisinya dalam

42
keadaan yang sama, maka ia dapat dikatakan memiliki
konsep diri yang stabil.

5. Proses Penerimaan
Proses penerimaan seseorang menurut Kubler
Ross (dalam Mufidatu Z 2015, 16-17) adalah untuk
melihat bagimana proses seseorang menerima suatu
keadaan, sebelum ia mampu untuk menerima dirinya.
Adapun tahapan proses penerimaan:
1. Penyangkalan dan Pengasingan Diri
Penyangkalan dan pengasingan diri adalah fase
awal ketika “Tidak, bukan saya, itu tidak benar”.
Individu mungkin akan bersikap seolah-olah kenyataan
tersebut tidak terjadi padanya. Penyangkalan
merupakan pertahanan sementara dan segera
digantikan dengan penerimaan yang bersifat parsial.
Mempertahankan penyangkalan tidak selalu
mengakibatkan distres bila tetap dipertahankan sampai
akhir, namun hal seperti itu sangat jarang.
2. Marah
Kemarahan adalah tahap kedua setelah
penyangkalan pada tahap pertama yang tidak
tertahankan lagi yang diikuti rasa gusar, cemburu, dan
benci. Reaksi pertanyaan yang muncul adalah
“mengapa aku?”. Berlawanan dengan tahap
penyangkalan, tahap marah sangat sulit diatasi.
Alasannya karena kemarahan ini terjadi di segala

43
penjuru dan diproyeksikan kepada lingkungan pada
saat-saat tidak terduga. Individu berpendapat bahwa
kejadian ini tidak adil, bahkan mencari pihak yang
mungkin bisa ditimpahkan kesalahan.

3. Menawar
Pada tahap ini, individu berusaha mengubah
kondisinya dengan melakukan tawar-menawar atau
berusaha untuk bernegosiasi dengan Tuhan.
4. Depresi
Individu pada tahap ini merasa tidak berdaya.
Individu merasa bahwa negosiasi tidak menolong dan
orang tersebut merasa sudah tidak ada peluang lebih
untuk hidup.
5. Menerima
Individu dengan kesempatan hidup yang tidak
banyak lagi akan mencapai penerimaan ini setelah
tidak lagi mengalami depresi, sehingga merasa lebih
tenang dan siap menghadapi kematian.

6. Dampak Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian Diri


dan Sosial
Berikut dampak penerimaan diri menurut
Hurlock (dalam Permatasari dan Gamayanti 2016, 142)
yaitu:
1. Penyesuaian Diri (Effects on Self-Adjustment)

44
Individu yang memiliki penerimaan diri akan
mampu mengenali kelebihandan kekurangannya.
Umumnya, ia memiliki self confidence, self esteem,
dan kemampuan untuk menerima kritikan. Penerimaan
diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk
mengembangkan diri membuat individu menilai
dirinya secara lebih realistis.
Penilaian yang realistis terhadap diri sendiri
akan memunculkan sikap jujur dan tidak berpura-pura.
Individu juga mampu membuat penilaian diri yang
kritis sehingga membantu individu untuk mengenal dan
mengoreksi kekurangan yang ada pada dirinya.
Individu juga akan merasa puas menjadi dirinya sendiri
tanpa memiliki keinginan untuk menjadi orang lain.
2. Penyesuaian Sosial (Effects on Social Adjustments)
Penerimaan diri berkaitan dengan adanya
penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki
penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima
orang lain, memiliki perasaan toleransi terhadap
sesama, memberikan perhatian pada orang lain, serta
menaruh minat terhadap orang lain, seperti
menunjukan rasa empati dan simpati, yang
menimbulkan kemauan untuk membantu orang lain.
Dengan demikian, individu yang memiliki
penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial
yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang
merasa rendah diri. Individu tersebut akan mampu

45
mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu
orang lain.

B. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)


1. Definisi ODHA
ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan
HIV/AIDS. Istilah ODHA digunakan untuk penderita
HIV/AIDS positif. HIV adalah kepanjangan dari Human
Immunodeficiency Virus, suatu virus yang menyerang
kekebalan tubuh, yaitu suatu sistem tubuh yang secara
alamiah berfungsi melawan penyakit dan infeksi. Virus ini
menyebabkan kondisi tubuh sangat rentan terhadap virus
dan bakteri lainnya. HIV menyerang salah satu jenis sel
darah putih (limfosit/sel-sel T4) yang bertugas menangkal
infeksi. Replikasi virus yang terus menerus
mengakibatkan semakin berat kerusakan sistem kekebalan
tubuh dan semakin rentan terhadap infeksi oportunistik
(IO) sehingga akan berakhir dengan kematian (Brunner &
Suddarth 2002).
Bedanya virus HIV dengan virus lain, HIV dapat
memproduksi selnya sendiri dalam cairan darah manusia,
yaitu pada sel darah putih. Sel-sel darah putih yang
biasanya dapat melawan segala virus, lain halnya dengan
virus HIV, virus ini justru dapat memproduksi sel sendiri
untuk merusak sel darah putih (Harahap 2008, 42).
AIDS merupakan singkatan dari Acquired
Immune Deficiency Syndrome, yaitu menurunya

46
kekebalan tubuh terhadap penyakit karena infeksi virus
HIV (Human Immunodeviciency Virus) (Djoerban,
Zubairi 2006, 39). Menurut Sarafino E (2011, 27), HIV
dapat berkembang lebih cepat menjadi AIDS apabila
individu tidak menjaga kesehatannya.

2. Penyebaran HIV/AIDS

Virus merupakan organisme kecil yang dapat


menimbulkan penyakit berbeda-beda pada diri manusia.
Apabila virus, kuman, bakteri masuk kedalam aliran
darah, penderita akan langsung melawannya dengan sel
darah putihnya, sehingga virus ataupun lainnya akan mati.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, Sel-sel darah putih
yang terdapat dalam tubuh sangat penting karena
merupakan pertahanan diri atau sistem kekebalan tubuh
(immune system) (Harahap 2008, 40).

Pembagian stadium seseorang yang terkena


HIV/AIDS, dikelompokkan menjadi empat (Nursalam dan
Kurniawati 2009, 47), yaitu:
1. Stadium 1
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan
diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibodi
terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif. Window Period adalah rentang waktu sejak
HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIV menjadi positif. Lama window period

47
antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang
berlangsung hingga enam bulan.
2. Stadium 2
Asimptomatik (tanpa gejala) berarti bahwa di
dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak
menunjukkan gejala-gejala yang signifikan. Cairan
tubuh individu yang terkena HIV meski tampak sehat,
tetapi sudah dapat menularkan virus HIV kepada orang
lain. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-
10 tahun.
3. Stadium 3
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy),
tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan
berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium 4
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam
penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit
syaraf, dan penyakit infeksi sekunder.
3. Penularan HIV/AIDS
Ada empat cara dalam penularan HIV/AIDS:
1) Melalui hubungan seksual dengan seseorang pengidap
HIV/AIDS tanpa alat pelindung. Hal tersebut
dikarenakan saat berhubungan seksual sering terjadi
lecet-lecet yang ukurannya mikroskopis (hanya dapat
dilihat dengan mikroskop).

48
2) HIV/AIDS dapat menular melalui transfusi dengan
darah yang sudah tercemar HIV/AIDS.
3) Seorang ibu pengidap HIV/AIDS menularkan kepada
bayi yang ada dalam kandungannya. HIV/AIDS bukan
berarti penyakit keturunan, karena penyakit keturunan
berada di gen-gen manusia, tetapi HIV/AIDS menular
saat darah atau cairan vagina ibu membuat kontak
dengan darah atau cairan anaknya.
4) Orang dapat terinfeksi melalui pemakaian jarum suntik,
akupuntur, jarum tindik, dan peralatan lain yang sudah
dipakai oleh terinfeksi HIV/AIDS. Infeksi melalui
jarum suntik juga dapat terjadi apabila jarum yang
dipakai pecandu narkotika suntik yang mengidap
HIV/AIDS dipakai temannya (Harahap 2008, 21-22).

Empat cara di atas merupakan asal HIV/AIDS


dapat tumbuh dalam diri individu, setelah terinfeksi akan
tumbuh gejala-gejala dalam diri individu yang terkena
HIV/AIDS. Hawari (2002, 99-100) menjelaskan bahwa
seseorang penderita HIV/AIDS pertama kali akan
mengalami gejala-gejala umum seperti influenza. HIV/
AIDS akan menjadi bervariasi pada kurung waktu antara
enam bulan sampai tujuh tahun, atau rata-rata 21 bulan
pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.

Perlu diperhatikan pula gejala-gejala non spesifik


dari penyakit AIDS yaitu disebut ARC (AIDS Related
Complex) yang berlangsung lebih dari tiga bulan, dengan

49
gejala-gejala, yaitu: berat badan turun lebih dari 10%;
demam lebih dari 38 derajat Celcius (38°C); berkeringat
di malam hari tanpa sebab; diare kronis tanpa sebab yang
jelas lebih dari satu bulan; rasa lelah berkepanjangan;
bercak-bercak putih pada lidah (hairy leukoplakia);
penyakit kulit (herpes zoster) dan penyakit jamur
(condidiasis) pada mulut; pembesaran kelenjar getah
bening (limfe), anemia (kurang darah), leukopenia
(kurang sel darah putih), limfopenia (kurang sel-sel
limphosit) dan trombositopenia (kurang sel-sel trombosit
atau sel darah merah); ditemukan antigen HIV atau
antibodi terhadap HIV; dan beberapa gejala klinis lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan


bahwa HIV adalah sebuah virus yang menyebabkan
terjadinya AIDS. AIDS tidak menular, yang menular
adalah HIV. AIDS merupakan gejala yang ditimbulkan
dari HIV. HIV dapat menular dari beberapa cara, yaitu:
seks bebas, melalui transfusi darah orang yang terkena
HIV, jarum suntik yang tercemar HIV, dan bayi dalam
kandungan melalui tali pusar ibunya yang mengidap HIV.

4. Penanggulangan HIV/AIDS
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009, 76),
salah satu pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
adalah dengan layanan VCT. VCT adalah suatu
pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tidak
terputus antara konselor dan klien dengan tujuan untuk

50
mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral,
informasi serta dukungan lainnya kepada ODHA,
keluarga dan lingkungannya. ODHA harus menjalani
terapi ART (Anti Retroviral) dengan obatnya ARV (Anti
Retrovirus) walaupun tidak ada obat yang dapat
sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan
penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan
sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-
obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang
diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan
menunda awal terjadinya AIDS.

C. Konsep Diri
Kosslyn dan Rosenberg (dalam Indasari 2014, 22)
mengatakan bahwa konsep diri merujuk pada keyakinan,
keinginan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang ditetapkan
seseorang terhadap dirinya sendiri. Hal ini sependapat
dengan teori konsep diri menurut Sugianto (dalam Indasari
2014, 19) bahwa aspek-aspek terbentuknya konsep diri
adalah memahami sifat-sifat yang dimiliki, memahami
kemampuan yang dimiliki, dan memahami potensi yang
mungkin dapat dikembangkan dengan baik dan maksimal.

D. Teori Sistem
Sistem fokus pada hubungan-hubungan diantara,
dan sumber-sumber, keluarga dan kelompok, serta pada
upaya membantu agar hubungan-hubungan ini berjalan baik.
Sistem berinteraksi satu sama lain melalui proses-proses

51
yang kompleks di mana informasi dan tindakan membentuk
aliran-aliran energi dan menyebrangi batas-batas sistem. Kita
bisa memahami bagaimana orang-orang dalam keluarga,
komuntas, lembaga-lembaga dan lingkungan sosial yang
lebih luas saling mempengaruhi satu sama lainnya (Payne
2016, 153-154).
Teori sistem adalah sebuah gagasan yang penting
mengenai kapasitas untuk bangkit kembali atau mendapatkan
keuntungan dari peristiwa-peristiwa atau situasi yang
merugikan. Germain and Gitterman (1996, 63-64) merujuk
untuk mengidentifikasi dan membuat berguna faktor-faktor
dalam individu atau lingkungan mereka yang dapat
membantunya mengatasi stres.

E. Teori Support Groups


Support Groups adalah sekolompok orang yang
saling berbagi karakteristik tertentu yang berkumpul bersama
untuk saling memberikan dorongan, informasi dan rezeki
(Barker dalam Kirst-Ashman and Hull 1999, 96). Support
Groups dapat dibedakan dari kelompok lain menggunakan
strategi intervensi yang mendukung dengan tujuan utamanya
yaitu untuk menumbuhkan gotong-royong, untuk membantu
sesama mengatasi peristiwa kehidupan yang penuh tekanan,
serta untuk merevitalisasi dan meningkatkan kemampuan
koping sesama sehingga mereka dapat secara efektif
beradaptasi dan mengatasi peristiwa kehidupan yang penuh
tekanan di masa depan. Support Groups banyak berbagi

52
informasi, pengalaman, dan strategi koping. Seringnya
pengungkapan diri materi yang bermuatan emosional.
Berdasarkan pengalaman hidup bersama yang beragam
(Ronald W and Rivas, Robert F 2005, 21-22).

F. Kerangka Berpikir
HIV atau Human Immunodeficiency Virus secara
fisiologis adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang menderita HIV. Orang yang sudah
terinfeksi HIV biasanya mengalami stres dan jika sudah
berkepanjangan, akan mempercepat menyebarnya AIDS.
AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrom disebut
sebagai sindrom yang merupakan kumpulan dari gejala-
gejala berbagai penyakit dan infeksi akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh penderitanya oleh virus (HIV). HIV
dapat menyebabkan sistem imun penderita mengalami
beberapa kerusakan bahkan kehancuran, lambat laun sistem
kekebalan tubuh penderita menjadi semakin lemah atau tidak
memiliki kekuatan lagi pada tubuhnya, maka saat itulah
berbagai penyakit yang dibawa virus, kuman dan bakteri
akan sangat mudah menyerang penderita HIV/AIDS atau
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak
menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak setelah
terjadi infeksi. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar
dengan efek seperti demam (disertai panas tinggi, gatal-gatal,
nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat

53
terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya
infeksi. Kendati infeksi HIV tidak disertai gejala awal,
seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan
virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk
menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang
adalah melalui tes HIV yaitu VCT. Terapi antiretroviral
dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan
menurunkan jumlah virus dalam tubuh yang terinfeksi.
HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan dan belum ada
obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan virus ini.
Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak
dapat dihentikan sepenuhnya. Obat-obatan antiretroviral
yang dikonsumsi rutin hanya dapat memperlambat kerusakan
yang diakibatkan oleh virus pada sistem kekebalan tubuh dan
menunda awal terjadinya AIDS.
ODHA biasanya mengalai stress dan depresi.
Mereka merasa malu, takut akan adanya diskriminasi
terhadap dirinya, tidak mau menerima dirinya karena
penyakit HIV ini, tidak percaya diri dan sensitif akan banyak
hal serta cenderung menutup dirinya dari keluarga bahkan
lingkungan. Maka dari itu, ODHA sangat butuh dukungan
dari orang terdekat dan orang-orang yang dapat membuat
dirinya nyaman serta terbuka akan statusnya sebagai ODHA.
Dari dukungan tersebut yang akan membuat ODHA dapat
menerima dirinya kembali. Dengan ODHA menerima dirinya
kembali, maka orang tersebut akan merasa menghargai diriya
sendiri, mengetahui apa kemampuan dirinya walaupun

54
dengan kekurangan yang sekarang dialami, mengerti diri
sendiri sehingga dapat mengontrol dirinya bahkan di
lingkungan. Salah satu yayasan yang dapat membantu dan
menangani tentang HIV/AIDS adalah Yayasan Pelita Ilmu
(YPI), yayasan ini berfokus pada penanganan ODHA, untuk
memberikan dukungan penuh terhadap kondisi ODHA
dengan pendampingan. Tujuan dari yayasan ini adalah untuk
memberdayakan ODHA agar mandiri dan bisa berfungsi
kembali di masyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas, kerangka berpikir
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
bagan 2.1.

55
BAGAN 2.1

Kerangka Berpikir

(Diolah peneliti, 2020)

56
BAB III

GAMBARAN UMUM YAYASAN PELITA ILMU

Bab ini menjelaskan tentang profil lembaga, visi dan


misi yayasan, program YPI, struktur organisasi, jumlah ODHA,
kemitraan, serta mitra pendanaan yang ada di Yayasan Pelita
Ilmu. Dengan menjelaskan gambaran umum lembaga diharapkan
mampu memberikan pemahan, penjelasan maupun gambaran
terkait dengan Yayasan Pelita Ilmu. Berikut gambaran umum
Yayasan Pelita Ilmu.

A. Profil Yayasan Pelita Ilmu


1. Sejarah YPI
Yayasan Pelita Ilmu (YPI) adalah sebuah
lembaga swadaya masyarakat nirlaba yang didirikan
pada tanggal 4 Desember 1989 di Jakarta atas prakarsa
dua orang dokter dan seorang Sarjana Kesehatan
Masyarakat, berdasarkan pada kepedulian mereka
terhadap permasalahan kesehatan di Indonesia. Tujuan
utama YPI adalah berpatisipasi aktif dalam
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
taraf hidup masyarakat, khususnya di bidang kesehatan.
Saat ini YPI menekankan kegiatannya dalam usaha
pendidikan/pencegahan dam pelayanan (care) terhadap
HIV/AIDS. YPI memiliki beberapa program yaitu
program pencegahan, program dukungan masyarakat
untuk ODHA, pusat penelitian keterampilan hidup dan

57
klinik konsultasi dan tes HIV serta program pendidikan
bagi anak-anak putus sekolah. Dengan makin maraknya
pengguna narkoba melalui pengguna jarum suntik yang
tidak steril, rentan menularkan HIV/AIDS. Oleh karena
itu YPI memberikan perhatian khusus pada para
pengguna narkoba (Website YPI 2020).
“karena kasus ODHA sangat banyak dan juga
belum banyak lembaga yang menanganinya.
ODHA perlu dukungan, suatu perkumpulan untuk
sharing dan menambah informasi lebih lanjut
mengenai HIV/AIDS, maka dari itu dibentuklah
Yayasan Pelita Ilmu”. (w-1 RN 20 Juli 2020)

Sampai saat ini, YPI telah bekerjasama dengan


berbagai lembaga pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan lembaga donor. Kerjasama
dilakukan dalam bentuk yang berbeda-beda namun
selalu bertujuan untuk menanggulangi HIV/AIDS dan
masalah-masalah yang terkait dengan HIV/AIDS di
Indonesia. Salah satu contoh kerjasama yang pernah
dilakukan adalah program Rumah Gaul. Rumah Gaul
adalah tempat berkumpul bagi remaja (anak gaul) Blok
M. Disini para remaja mendapatkan bantuan, dapat
berkonsultasi atau sekedar menjalin persahabatan.
Semua ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi upaya pencegahan HIV/AIDS,
Narkoba, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan
kesehatan reproduksi. Program ini dapat terselenggara

58
berkat kerjasama yang baik antara YPI dengan LEVI’S
dan PCI.
Adapun sanggar kerja Yayasan Pelita Ilmu yang
beralamat di Jl. Kebon Baru IV No. 16 Jakarta Selatan
tidak hanya berfungsi sebagai kantor namun digunakan
sebagai tempat tinggal bagi para penderita HIV/AIDS
yang tidak diterima oleh masyarakat. Kegiatan di
sanggar kerja Yayasan Pelita Ilmu adalah melakukan
bimbingan atau konseling kepada para penderita
HIV/AIDS untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih
mendalam tentang virus ini.
Di sanggar kerja YPI ini para ODHA diberikan
pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh RN:
“disanggar kerja ini para ODHA kita berikan
pelatihan dan penyuluhan bagi mereka yang ingin
bekerja dan membantu perokonomian keluarga,
namun belum memiliki keterampilan kerja, lalu
kita asah kemampuannya disini”. (w-1 RN 20 Juli
2020)

Selain sebagai tempat konseling, seminar dan


juga pertemuan rutin setiap minggu dan bulannya,
dalam pertemuan rutin tersebut para ODHA diberikan
beberapa pelatiham ataupun keterampilan yang akan
mengasah potensi yang mereka miliki lalu hasilnya
menjadi merchandise YPI dan akan dipasarkan untuk
menambah penghasilan ODHA tersebut. Yayasan
Pelita Ilmu bisa dijangkau dengan datang langsung ke
Sanggar Kerja, ataupun dengan menghubungi lewat

59
telepon/fax (021) 837-95480 dan juga email
ypilmu@rad.net.id, lalu mereka juga mempunyai
website yang berisikan tentang informasi mengenai
Yayasan Pelita Ilmu itu sendiri maupun berita update
tentang permasalahan HIV/AIDS yang mereka tangani,
bisa dilihat di www.ypi.or.id.

Gambar 3.1
Sanggar Kerja YPI

(Diolah oleh peneliti, 2020)

2. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan di Yayasan Pelita Ilmu sangat
beragam, Yayasan ini memiliki banyak kegiatan yang
ditargetkan untuk semua masyarakat khususnya Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA). Walaupun begitu, banyak
juga bentuk kegiatan yang mengikutsertakan pelajar
untuk pencegahan dini menekan angka positif

60
HIV/AIDS di Indonesia. Program Peduli Kespro di
Sekolah (Kesehatan Reproduksi).
Program ini dibuat sebagai bentuk kepedulian
YPI terhadap kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah
yang ditujukan secara khusus bagi para generasi muda
karena penting menjaga kesehatan reproduksi sedini
mungkin dan merupakan sikap preventif yang dilakukan
oleh setiap individu. Lalu melakukan pendampingan pada
remaja Mall/Anak Gaul dan juga pendampingan pada
anak-anak yang dilacurkan. Layanan Informasi Kesehatan
Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS. Sama halnya dengan
poin nomor 1, hanya saja program ini berupa layanan
terkait informasi mengenai kesehatan reproduksi, IMS dan
HIV/AIDS. Layanan ini ditujukan bagi masyarakat yang
memerlukan informasi-informasi tersebut. Pemberian
layanan informasi terkait narkoba, adanya klinik remaja,
klinik keluarga mandiri, serta klinik sahabat keluarga.

B. Visi Dan Misi

Visi dari Yayasan Pelita Ilmu adalah menjadi


institusi terpercaya yang konsisten dalam mewujudkan
masyarakat, khususnya remaja Indonesia, yang
berperilaku hidup sehat secara mandiri, berwawasan luas
sehingga mampu hidup produktif, berkualitas dan
sejahtera pada tahun 2025. Sedangkan Misi dari Yayasan
Pelita Ilmu yaitu membentuk kemandirian masyarakat

61
khususnya peran aktif remaja untuk berperilaku hidup sehat,
melalui upaya kegiatan pendidikan dan layanan kesehatan
yang menjunjung tinggi pemenuhan hak asasi manusia
dengan prinsip keadilan, kemitraan, kesetaraan, transparansi
dan akuntabilitas. Luas dan besarnya misi yang diemban oleh
YPI selalu dibarengi dengan nilai-nilai dan prinsip kerja
luhur. Keenam prinsip nilai yang dipegang teguh, di
antaranya:

1. Kemandirian. YPI selalu berupaya mengemban


kemampuan internal dalam pengelolaan program maupun
lembaga. YPI selalu berupaya membangun landasan
kemampuan dan inisiatif masyarakat beneficiaries untuk
menyelesaikan masalah dasar kesehatan mereka.

2. Transparansi dan akuntabilitas. YPI menjamin


aksesibilitas informasi dan pertanggunggugatan dalam
pengelolaan program maupun lembaga.

3. Partisipasi. YPI selalu membuka ruang keterlibatan bagi


masyarakat beneficiaries dalam pengelolaan program.

4. Keadilan gender. YPI selalu berupaya untuk mengatasi


ketimpangan relasi gender dalam pengelolaan program
dan lembaga. YPI tidak akan bekerjasama dengan pihak
lain maupun menjalankan program yang justru
mengukuhkan ketimpangan gender.

5. Kemitraan. YPI selalu berupaya untuk membangun


kerjasama dengan pihak lain: pemerintah, lembaga dana,

62
NGO, korporasi, dan beneficiaries.

6. Kesetaraan. YPI bekerjasama dengan mitra dan


beneficiaries dalam hubungan yang saling menghormati.
YPI tidak melakukan diskriminasi terhadap mitra dan
beneficiaries (Website YPI 2020).

C. Program YPI
1. Program Pencegahan HIV/AIDS
1) Penyuluhan HIV/AIDS bagi masyarakat umum
Sasaran program ini adalah kalangan remaja,
mahasiswa, guru, dosen, pembina anak jalanan,
karyawan swasta, pegawai pemerintah, tenaga
medis, seniman, pekerja sosial, penyelenggaraan
jenazah, tokoh agama, wartawan, tokoh olahraga,
waria, pengemudi ojek dll. Sasarannya adalah
remaja sekolah, remaja luar sekolah, mahasiswa, ibu
hamil, dan terumata pada populasi risiko tinggi
(WPS, Waria, LSL, IDU, HRM). Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan untuk menunjang program ini
diantaranya adalah Penyuluhan, Konser music peduli
AIDS, Mengadakan stand informasi HIVAIDS
ditempat umum, Dialog AIDS ditempat rekreasi, dll.
Penanggung jawab program ini ada tiga orang.

2) Propas (Program Peduli AIDS di Sekolah)

63
Sasaran dari program ini antara lain adalah
siswa/i SLTP, SLTA, remaja dan guru yang
bekerjasama dengan puskesmas. Adapun kegiatan
yang dilakukan untuk menunjang program ini antara
lain yaitu School Visit. School visit diadakan untuk
pelatihan kesehatan remaja dan pendidik sebaya yang
dilakukan oleh para relawan di Yayasan Pelita Ilmu.
Lalu ada bincang-bincang tentang AIDS bersama
rekan-rekan sebaya. Hal ini dilakukan untuk
membangun rasa kepercayaan pada sesamanya.
Mengadakan penyuluhan tentang Narkoba, HIV/AIDS
dan mengadakan diskusi mengenai Narkoba,
HIV/AIDS dan Kespro. Sketsa adalah bagian dari
Yayasan Pelita Ilmu yang terletak di Bukit Duri.
Kemudian ada Dance for Life yang dikhususkan untuk
remaja. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan di Yayasan
Pelita Ilmu yang berlokasi di Bukit Duri serta
penanggung jawab dalam Propas ini ialah SH.

3) Pencegahan Narkoba, HIV/AIDS dan pelayanan


kesehatan bagi anak dan anak yang dilacurkan

Sasaran dari program ini adalah anak yang


menjadi jaringan penyebaran narkoba, anak yang
dilacurkan, yaitu anak-anak yang berusia kurang dari
18 tahun (menurut konvensi anak internasional).
Adapun bentuk kegiatannya adalah penjangkauan dan
pendampingan, pendirian Base Camp dan Drop-in

64
Center, kegiatan layanan informasi AIDS, konseling
dan rujukan, serta layanan kesehatan, penyuluhan
dan diskusi grup.

4) Pendampingan bagi remaja ditempat umum


Program ini dibuat karena melihat
banyaknya anak-anak maupun remaja yang “gaul”
yang tidak jelas arah tujuannya. Sasaran dari
program ini adalah anak gaul di mal-mal Jakarta,
berdasarkan usia 10-24 tahun. Bentuk kegiatannya
adalah memberikan penyuluhan, penjangkauan dan
pendampingan tentang permasalahan kesehatan
reproduksi, HIV/AIDS dan narkoba. Pemberian
informasi mengenai kesehatan reproduksi manusia,
infeksi menular seksual, HIV/AIDS dan NAPZA.
Konsultasi (curhat) bagi anak gaul (Remaja), lalu
penyediaan KIE bagi anak gaul, Rujukan bagi para
remaja untuk konseling dan tes HIV/AIDS, IMS dan
NAPZA, Mengadakan pertemuan rutin antar anak
gaul, Membuat modul pelatihan Peer Educator anak
gaul, Menyediakan pusat layanan untuk remaja.
Adapun penanggung jawab dari program
pendampingan bagi remaja ini adalah Enny Zuliatie.

5) Program penanganan Narkoba dan HIV/AIDS


berbasis masyarakat

65
Sasaran dari program ini adalah masyarakat
pada umumnya tanpa terkecuali. Bentuk kegiatannya
meliputi Penjangkauan ke masyarakat (pecandu
narkoba), Mengembangkan pendidik sebaya (peer
group) diantara pecandu narkoba, Layanan kesehatan
(detoksifikasi, kesehatan dasar, dukungan ODHA:
pemberian ARV, obat infeksi oportunistik), Layanan
tes HIV bagi klien yang setelah mendapat konseling
lalu memutuskan untuk diuji darahnya dilaboratorium,
Penyuluhan dan pelatihan tentang narkoba, Pertemuan
dengan tokoh masyarakat, Temu bulanan pecandu dan
ODHA pecandu, Pemberian life skill untuk pecandu
narkoba. Penanggung jawab adalah Pungky Djoko
(YOI Kampung Bali). (Arsip YPI 2020).

2. Konseling, Testing dan Pengobatan


Program konseling, tes HIV dan layanan kesehatan
mempunyai sasaran diantaranya adalah Tenaga medis,
paramedis, staf rumah sakit, guru, dosen dan masyarakat
umum. Beberapa kegiatannya adalah Memberikan
layanan konseling terkait HIV/AIDS, dengan datang
langsung ke klinik VCT yang tersedia untuk bertatap
muka dengan konselornya. Layanan tes HIV bagi klien
yang sudah mendapat konseling pra tes dan sebelum
penyerahan hasil lab yang diberikan saat konseling pasca
tes. Pengiriman konselor YPI untuk menjadi tenaga
pelatih dalam beberapa pelatihan di Jakarta maupun luar

66
Jakarta.

3. Program Dukungan Masyarakat untuk ODHA


Sanggar Kerja YPI menjadi pusat kegiatan dan
layanan bagi para ODHA, fungsi utama dari sanggar kerja
ini sebagai model perawatan ODHA di rumah, berfungsi
sebagai tempat persinggahan bagi para ODHA yang
membutuhkan. Program kegiatan dukungan untuk ODHA
meliputi Kelompok Persahabatan ODHA, layanan tim
ahli, Penyuluhan kepada keluarga, kunjungan kerumah
ODHA, menjaga ODHA yang dirawat di Rumah Sakit,
Kerja Mandiri untuk ODHA, Advokasi kepada ODHA,
Terapi Kreatif, Layanan Obat. Adapun kegiatannya yang
biasa dilakukan di Rumah Singgah yaitu kegiatan banyak
dilakukan di Sanggar Kerja, relawan Pendamping
(buddies), rujukan tenaga ahli, layanan ARV, bantuan
advokasi, support group, dukungan ODHA Anak, income
generating (Website YPI 2020). Dalam program ini juga
memperlihatkan keterampilan ODHA dalam karya seni
sebagai bentuk mengekspresikan diri mereka di kaos
untuk dijadikan merchandise YPI yang nantinya di jual
kembali di website YPI dan dananya akan diberikan
kepada ODHA yang membuat
A. Kelompok Persahabatan ODHA
Kelompok Persahabatan ODHA dilatar
belakangi dengan semakin meningkatmya angka
masyarakat terlebih perempuan dengan HIV/AIDS,

67
banyaknya ODHA yang masih awam terhadap
informasi mengenai HIV/AIDS, sebagian besar
ODHA perempuan lemah secara ekonomi, sebagian
besar ODHA yang perempuan berstatus single parent
(orang tua tunggal) dan memiliki yang HIV+.
Kelompok Persahabatan ODHA dibentuk sejak
tanggal 21 Juli 2005. Program ini merupakan
kelanjutan dari Program PMTCT yang kebanyakan
anggotanya adalah berlatar belakang ekonomi yang
cukup rendah. Asessment awal dilakukan dengan
mulai melakukan penjangkauan terhadap teman
ODHA dan menghasilkan banyak ODHA perempuan
yang awam informasi mengenai HIV/AIDS,
banyaknya permasalahan tetntang stigma dan
diskriminasi, masalah ekonomi keluarga (biaya
pengobatan yang mahal).
Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu
kunjungan ke rumah ODHA dan Rumah Sakit,
berbagi informasi kesehatan, terapi komplementer
(meditasi), close meeting, pertemuan ODHA,
OHIDHA, Keluarga dan Relawan (Obrass). Usaha
mandiri yang dilakukan oleh ODHA khususnya
perempuan sekitar 200 ODHA dalam program ini
yaitu asesories, menjahit, warung sembako, salon,
kue-kue dan baju-baju muslim online. Sejak 15 tahun
berdiri, program ini telah menjangkau 300 sahabat
ODHA perempuan, dan 15 diantaranya aktif

68
menggerakan program ini. Terlibat dalam kampanye
di media massa (Koran, majalah, media elektroik,
dsb), terkait dengan upaya pemberian informasi dan
menekan stigma dan diskriminasi. Mulai terbangun
kepercayaan diri pada ODHA dengan adanya program
Kelompok Persahabatan ODHA. Adanya perubahan
yang dirasakan pada diri sahabat ODHA, mulai dari
penambahan informasi dan pengetahuan serta juga
psikologis dan perubahan perilaku. ODHA menjadi
memahami dirinya dan mulai menerima dirinyayang
berstatus pengidap HIV. ODHA memiliki kesadaran
untuk hidup bertanggung jawab, terutama dibidang
kesehatan.
Evaluasi dari program ini, diantaranya: masih
banyak tantangan untuk menjadikan ODHA lebih baik
lagi, lalu dukungan dari pemerintah sudah ada namun
belum maksimal (termasuk pengobatan), dukungan
dari LSM lain juga ada namun masih sangat
dibutuhkan dari lembaga lainnya misalnya swasta.

4. Program Nasional dan Jangkauan


Program Nasional dan Jangkauan yang dimiliki
oleh Yayasan Pelita Ilmu cukup banyak dan tersebar
hampir diseluruh daerah di Indonesia. Program PMTCT
tersebar diseluruh Indonesia dengan periode 2016 – 2017.
Sedangkan Program Penjangkauan dan Perubahan
Perilaku Populasi Kunci tersebar di pulau Jawa yaitu

69
Sankar Tangerang (Banten), Vesta (Yogyakarta), lalu di
pulau Sumatera yaitu Sumatera Barat (Yayasan Lentera
Minang Kabau), Lampung (PKBI Lampung), di pulau
Kalimantan yaitu Yayasan Pontianak Plus (Kalimantan
Barat), Yayasan LARAS (Kalimantan Timur), LKKNU
Kalsel (Kalimantan Selatan), di Pulau Sulawesi yaitu
LKKNU Sulut (Sulawesi Utara), Yayasan Inset (Nusa
Tenggara Barat), Yayasan Tanpa Batas (Nusa Tenggara
Timur), LPPM (Maluku). Pada program-program
penjangkauan tersebut masing-masing memiliki partner
seperti SR Nasional melalui PR Kemenkes GAFTM, SR
Nasional melalui PR Nahdatul Ulama GFATM, Data
lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bagian lampiran-
lampiran (Arsip YPI, 2016).

D. Layanan YPI
1. Kantor Pusat
Kantor pusat YPI merupakan tempat diadakannya
kegiatan administrasi kesekretariatan sehari-hari, rapat
atau pelatihan. Lokasi kami adalah di : Jl. Kebon Baru IV
No. 16, Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan 12830 (dekat
Kantor Pos Kebon Baru). Telp/Fax: (021) 837-95480.
2. Sanggar Kerja
Sanggar Kerja ini sendiri memiliki fungsi sebagai
Model Perawatan ODHA di rumah, berfungsi sebagai
Rumah Persinggahan bagi ODHA yang membutuhkan,
ODHA dapat juga singgah untuk bermalam beberapa hari

70
di Sanggar Kerja, membantu ODHA mengatasi
permasalahan psikologis dan sosial yang dihadapinya,
meningkatkan kualitas hidup ODHA agar tetap hidup
secara positif dan produktif, menanamkan kesadaran
terhadap ODHA untuk menjaga agar jangan sampai
menularkan HIV ke orang lain, mengubah sikap
masyarakat dari yang semula menolak menjadi menerima
kehadiran ODHA (advokasi). Layanan yang terdapat di
Sanggar Kerja, diantaranya: Rumah Singgah untuk
ODHA, Layanan Sahabat Pendamping (buddies),
Layanan Rujukan, Layanan Konseling, Layanan advokasi
kasus stigma dan diskriminasi, Kelompok Persahabatan
ODHA (Top Support).
3. SKETSA
Lalu ada Sanggar Kesehatan Sahabat Remaja
(SKETSA). Konsep SKETSA adalah memberikan
kemudahan bagi remaja untuk mendapatkan layanan
informasi dan medis sehubungan dengan masalah
kesehatan reproduksi. Di SKETSA ada dua program,
KOMED (program Komunikasi, Media Edukasi)
sedangkan yang layanan medis, khusus diberikan
kepada remaja dengan sebutan Klinik Remaja. Program
informasi yang diberikan kepada remaja adalah
berbasis di sekolah dan masyarakat.
Strategi yang dijalankan dengan memanfaatkan
peran teman sebaya, memberikan layanan informasi di
tempat strategis dan mengadakan penyuluhan dengan

71
kemasan yang menarik seperti melalui musik, talkshow
dan lainnya. Program sekolah diperkuat dengan adanya
guru yang telah dilatih sebagaimana siswanya. Di
Klinik Remaja, remaja dapat mengakses layanan
konsultasi dan medis yang memang dikemas secara
khusus untuk usia mereka. Layanan meliputi masalah
kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, serta
penyalahgunaan narkoba. Alamat Sanggar Kerja berada
di Jln. Kebon Baru IV No. 16 Kebon Baru, Tebet,
Jakarta Selatan. Telp. 021-83795480, 83705780.
4. Pelita Desa
Kegiatan Pelita Desa YPI, antara lain: Pendidikan
Luar Sekolah, Training Centre, Outbound & outdoor
activity, Lifeskill Training. Pelita Desa ini terletak di Jln.
H. Miing Rawa Bangsa, Putat Nutug, Ciseeng, Parung,
Bogor. Telp. (0251) 8543456 dan 8542319.

E. Struktur Organisasi
Untuk mendukung para ODHA, YPI mempunyai 20
staf dan 100 relawan yang cukup mumpuni dibidangnya dan
sangat membantu dalam menjalankan kegiatan. Dalam
struktur organisasi di Yayasan Pelita Ilmu terdapat dewan
pembina dan dewan pengurus, dalam dewan pembina terdiri
dari Bapak Prof. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI, Bapak
Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, KHOM, Ibu Sri
Wahyuningsih, SKM, MSI. Mereka merupakan pendiri
Yayasan Pelita Ilmu.

72
Badan Pengurus Harian
Ketua : DR. dr. Toha Muhaimin, M. Sc
Wakil Ketua : Husein Habsyi, SKM, MH.Comm
Sekretaris : Usep Solehidin, SKM, MTI
Bendahara : Enny Zuliatie, S.Sos, M.Kes
Staf Operasional : Sri Sulistiarini
Seksi-seksi :
Pencegahan : Sri Wahyuningsih, SKM
Pelatihan : Dr. Prajna Paramitha, Sp.P
Dukungan untuk ODHA : Siti Sundari
Manager Program : Kustin Kharbiati, S.IP
Konseling dan Tes HIV : Dra. Siti Chasanah Machdi, M.Si
Ir. Ahmad Helmi Wardiyono
M. Firdaus, S.S
Widiyatna, S.Pd

F. Jumlah ODHA
Jumlah ODHA yang berada di Yayasan Pelita Ilmu
banyak sekali mengingat Yayasan ini berdiri sudah lama,
namun secara keaktifannya dalam keikutsertaan berbagai
kegiatan terhitung sekitar 200 ODHA berdasarkan bantuan
yang mereka terima dan sifatnya mereka tidak terikat karena
memang Yayasan ini tidak berbasis panti. Sekitar 120
ODHA merupakan wanita, dari anak-anak, remaja hingga
ibu-ibu lalu sisanya laki-laki.
Lalu berdasarkan usianya, di Yayasan Pelita Ilmu
banyak yang berusia produktif, yaitu 25 – 60 tahun, 0 – 17

73
tahun anak-anak. Jumlah ODHA berdasarkan faktor risiko
cukup banyak yaitu heteroseksual, lalu penasun, anak-anak
yang disebabkan oleh air susu ibunya atau dari semasa
kandungan, dan terkahir yaitu laki-laki seks laki-laki yang
mulai banyak terjadi juga.

G. Kemitraan
Yayasan Pelita Ilmu bekerja sama dengan berbagai
pihak, utamanya adalah Kementerian Kesehatan dan
Kementerian Sosial, namun banyak pihak yang turut
berkontribusi seperti Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan & Perlindungan Anak, Kementerian Agama,
Rumah Sakit, Puskesmas, LSM-LSM AIDS, Badan
Narkotika Nasional, Palang Merah Indonesia, Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), LSM
Perempuan, Universitas-universitas, Media, dan lain-lain.
KPAN, KPAP, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial,
Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak,
Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja &
Transportasi, Kementerian Hukum dan HAM, Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Palang
Merah Indonesia, Badan Narkotika Nasional, Pokdisus AIDS
FKUI/RSCM, Forum LSM AIDS, LSM-LSM AIDS, LSM
Perempuan, MPAI, PDPAI, Rumah Sakit, Puskesmas, Panti

74
Penelitian Kesehatan UI, IAKMI, IDI, IDAI, IBI, Univertas,
Mass Media (Brosur YPI 2020).

Dari semua daftar kemitraan diatas memiliki


tanggung jawab dan bagiannya masing-masing, seperti
Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan
berkontribusi memberikan nutrisi dalam bentuk susu yang
dibagikan untuk bayi dan anak-anak dengan HIV/AIDS, serta
Kementerian Sosial yang meberikan sebagian modal usaha
bagi para ODHA yang terdaftar untuk tetap bertahan apalagi
dimasa pandemi ini.

H. Mitra Pendanaan
Yayasan Pelita Ilmu memiliki cukup banyak mitra
pendanaan yang berasal dari Nasional maupun Internasional
diantaranya adalah USAID – FHI-ASA, World Population
Foundation, AusAID, Global Fund, World Bank, World
Health Organization, British Council, Save the Children Ford
Foundation, Medicine San Frontiers, Terre des Homme,
Becton Dickinson, Levi Strauss, Asia Foundation, ILO,
UNICEF, UNFPA, IPF, PLAN Internasional, Estee Lauder /
KPAN, Nahdatul Ulama. Tahun ini mitra pendanaan yang
masih berjalan dan bermitra dengan Yayasan Pelita Ilmu
adalah USAID dan Global Fund (Arsip YPI 2020).

75
BAB IV

DATA DAN TEMUAN

Bab ini menyajikan data berupa hasil wawancara dan


hasil studi dokumentasi. Adapun sub bahasannya, terdiri dari
profil infroman dan temuan lapangan. Berikut ini adalah paparan
masing-masing sub bab tersebut:

A. Profil Informan
Informan pada penelitian ini terdiri dari satu pengurus
Yayasan Pelita Ilmu, satu orang penanggung jawab program
Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu, dan
tiga ODHA yang tergabung dalam Kelompok Persahabatan
ODHA. Berikut pemaparannya:

a) Profil Informan Ke-1


RN merupakan seorang wanita muslimah berusia
44 tahun kelahiran Jakarta, 15 Maret 1976 yang saat ini
bertempat tinggal di daerah Depok. RN merupakan
sekretaris di Yayasan Pelita Ilmu yang sudah bekerja sejak
1997 hingga saat ini. RN menjelaskan bahwa banyak
ODHA yang sudah bergabung di YPI dengan beragam
masalah, namun niat pengurus di YPI ini adalah membantu
masyarkat khususnya ODHA dengan setulus hati tanpa
mendiskriminasi mereka, hal ini diperjelas oleh RN sebagai
berikut:
“...Kami disini dengan senang hati membantu mereka
dengan dukungan, bukan hanya dukungan emosional

76
seperti sharing dan konseling saja, melainkan bantuan
berupa modal usaha, pelatihan, dan pemberian
sembako serta nutrisi bagi para anak dengan
HIV/AIDS (ADHA)”. (w-1 RN 20 Juli 2020)

b) Profil Informan Ke-2


SN merupakan wanita berusia 41 tahun, beragama
Islam kelahiran Pekalongan 3 April 1979 yang saat ini
bertempat tinggal di Sawangan, Depok. SN bekerja di
Yayasan Pelita Ilmu sejak tahun 1999 sampai saat ini, dan
sekarang menjabat sebagai koordinator/penanggung jawab
program Kelompok Persahabatan ODHA. SN paham
bagaimana perbedaan kondisi ODHA pada saat pertama
kali datang ke YPI dengan ODHA yang sudah lama
bergabung. SN mengungkapkan bahwa yang dapat bekerja
di Yayasan atau Lembaga Sosial adalah orang-orang
terpilih dan mempunyai jiwa yang besar serta tulus
membantu orang banyak, hal ini diperjelas oleh SN sebagai
berikut:
“Saya disini dari 1999 jadi sudah banyak banget
ketemu sama ODHA, dari yang mereka malu-malu
awalnya, ada yang nangis-nangis, ada yang stress
banget sama masalahnya karena menjadi ODHA,
macem-macem lah… sampai mereka sudah bisa
menerima dirinya dan kembali ke masyarakat”. (w-2
SN 21 Juli 2020)
“…disini tuh kita banyak dilatih kesabarannya karena
kan banyak menghadapi ODHA dengan kondisi yang
berbeda-beda sesuai dengan masalah yang sedang
mereka alami. Terus juga kalo kerja di yayasan gini tuh

77
harus orang-orang yang memang hatinya sudah
diniatkan untuk membantu banyak orang, gak bisa tuh
yang cuma asal-asalan aja. Maksudnya tuh ya, dengan
kondisi ODHA yang berdeda-beda inilah yang menjadi
tugas kita, bagaimana kita menyikapi dan menghadapi
mereka dengan berbagai cara seperti mendengarkan,
memberi arahan, memberi advokasi, serta memberikan
berbagai pelatihan untuk menambah dan memperkuat
skill yang belum atau sudah mereka kuasai”. (w-2 SN
21 Juli 2020)

c) Profil Informan Ke-3


EN merupakan seorang konselor di klinik PKWI
yang menangani tentang HIV/AIDS di Jakarta Timur. EN
sendiri adalah orang asli Jakarta, dia seorang wanita 37
tahun yang tinggal bersama suami ketiganya dan tiga
anaknya, dua perempuan (kembar) dan satu laki-laki. EN
positif HIV/AIDS pada bulan Agustus 2005. EN terdaftar
menjadi klien pada tahun 2016. Awal mula EN terinfeksi
HIV itu karena dilakukannya pemeriksaan kesehatan
setelah suaminya meninggal. EN terinfeksi karena tertular
oleh Almarhum suaminya yang sejak SMP merupakan
pengguna narkoba jarum suntik (penasun). EN dan
Almarhum suaminya memiliki anak kembar yang negatif
HIV, karena pada saat menyusui tidak secara langsung,
yaitu dengan ASI nya di botol susu. Di awal menjadi
ODHA, EN sempat tidak terima dengan keadaan dan
mencoba untuk melang-lang buana ke Jogja dengan
temannya, mencari jati dirinya. EN open status dengan

78
keluarganya sendiri dan keluarga Alm. suaminya, saudara-
saudaranya, dan sahabat-sahabatnya. Hal ini diperjelas
sebagai berikut:
“…gue positif HIV/AIDS karena tertular suami gue
yang pertama, dia penasun dan selalu memakai jarum
suntik yang sama dengan teman-temannya secara
bergantian. Gue tuh udah ngerasa ada yang aneh nih
dibadan gue, apalagi pas lagi hamil anak kembar gue,
seluruh badan dan muka gue bentol-bentol yang
melenting gitu isi air tapi bukan bisulan, gatel dan
perih banget. Terus setelah suami gue meninggal
barulah gue disuruh periksa VCT, karena suami kan
meninggal karena HIV tuh. Dan setelah diperiksa,
bener aja, gue positif HIV”. (w-3 EN 11 September
2020)

d) Profil Informan Ke-4


MA adalah wanita berusia 35 tahun kelahiran
Jakarta 03 Agustus tahun 1985 yang berodmisili di Jakarta.
MA merupakan seorang ibu rumah tangga lulusan SMA
dengan tiga orang anak, tinggal di sebuah kontrakan dengan
suami dan anak-anaknya didaerah Cicilitan. MA didiagnosa
positif HIV/AIDS. Awal mula MA menjadi ODHA sejak
kehamilan anak ketiga ketika sedang pemeriksaan
kehamilan pada tahun 2014 di Poliklinik Puskesmas
Kramat Jati. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:

“….saya tadinya mah nggak ngerasain apa-apa, cuma


pas lagi periksa kehamilan anak ketiga dokternya
bilang ke saya kalo saya ada gejala yang kemungkinan

79
terinfeksi HIV. Lah saya kaget kan dengernya, terus
juga gatau apa-apa, saya panik banget. Untungnya,
suami nemenin untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang
HIV iut, yaudah saya beraniin diri. Pas setelah saya
periksa dan dinyatakan positif HIV, saya kaget dan
sedih banget Mba…lemes banget badan saya
dengernya. Kok bisa saya yang kena...”
“…abis itu dokternya nanya-nanya dan suruh saya
inget-inget ada gak kejadian atau hal yang membuat
saya bisa terinfeksi, terus kan dijelasin tuh apa-apa aja
yang bisa menularkan HIV/AIDS. Saya langsung inget
kalo mantan suami saya tuh pengguna jarum suntik
narkoba. Soalnya saya nggak pernah lah dan nggak
mau juga gonta-ganti pasangan, sumpah deh…”. (w-4
MA 11 September 2020)

MA didiagnosa positif HIV karena sebelumnya


diperiksa dan ditanya terlebih dahulu dengan dokternya.
MA positif HIV karena tertular dari suami pertamanya yang
dulunya merupakan Penasun (Pengguna Narkoba Jarum
Suntik). Setelah mengetahui dirinya Positif menjadi
ODHA, MA dianjurkan untuk minum vitamin dan susu
kehamilan serta ARV, namun MA sempat khawatir dan
selalu memikirkan hidupnya karena positif HIV, maka dari
itu berat badan MA terbilang kurang dan harus minum
vitamin. MA belum berani open status dengan orang tua,
mertua, sahabat serta lingkungan, hanya suami saja yang
mengetahui.

e) Profil Informan Ke-5

80
BR merupakan ODHA laki-laki dengan status gay
yang berusia 22 tahun kelahiran Jakarta 28 Febuari 1998.
BR mulai bergabung di Yayasan Pelita Ilmu pada tahun
2018. BR bekerja sebagai pegawai di salah satu LSM
Jakarta yang berfokus dengan kawula muda. BR merupakan
anak tunggal yang sedari SD sudah tinggal berdua dengan
ayahnya saja didaerah Pasar Minggu. BR mulai tertarik
menjadi gay sejak SD. Sejak kecil, semasa TK nya BR
sudah tertarik dengan sesama jenis yang lebih tua darinya.
BR beranggapan laki-laki yang lebih dewasa darinya
terlihat tampan dan membuat hatinya nyaman. Hal ini
diperjelas dalam wawancara sebagai berikut:

“…saya tuh dari TK udah tertarik dengan sesama jenis,


gatau kenapa ya, kalau liat laki-laki yang lebih dewasa
dari saya, saya tuh ngerasa nyaman aja gitu, apalagi
kalau yang ganteng ya. Ada ketertarikan aja gitu
ngeliatnya..”. (w-5 BR 11 September 2020)

Klien awalnya terkena HIV dari transimisi seksual.


Orientasi BR menjadi seorang gay dan aktif seksual sejak
kelas 6 Sekolah Dasar, pada saat itu BR masih tabu terkait
penggunaan kondom dan tidak aware dengan kesehatan diri
pribadi. Kemudian BR dinyatakan positif HIV pada
Agustus 2016. Sejak awal positif HIV, BR sudah rutin tes
VCT pada saat SMK, karena BR menyadari dirinya masih
melakukan perilaku berisiko yaitu bergonta-ganti pasangan
tanpa menggunakan kondom.

81
“…Saya paham betul konsekuensi yang akan saya
terima dan jalani dengan perilaku berisiko saya
lakukan. Oleh karena itu, saya sudah mencari tahu
selama saya melakukan hal tersebut, dampaknya apa
dan akan bagaimana. Saya juga awalnya masih tabu
banget soal HIV dan LGBT ini, tapi saya pelajarin dan
pahamin itu semua… dan yaaa beginilah saya
sekarang. Saya tidak pernah menyesal dengan
keputusan yang saya ambil”. (w-5 BR 11 September
2020)

BR juga sudah mulai mengkonsumsi ARV sejak


sehari sesudah ia positif HIV. Perasaan BR setelah
terdiagnosa HIV yaitu biasa saja, karena menurut BR, ia
merupakan salah satu orang yang sudah terkapasitasi terkait
informasi dasar penggunaan kondom dan HIV dasar serta
pengobatan HIV setelah terjun sebagai LGBT.

B. Temuan
Penelitian ini akan dibagi dalam beberapa sub judul
faktor penerimaan diri, diantaranya adalah pemahaman diri,
adanya harapan diri yang realistik, tidak adanya hambatan
dilingkungan, sikap anggota masyarakat yang menyenangkan,
tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh
keberhasilan, identifikasi dengan orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik, prespektif diri, pola asuh di masa
kecil yang baik, serta konsep diri yang stabil.

Sebelum membahas tentang faktor-faktor yang


mempengaruhi ODHA, ada beberapa aspek penerimaan diri
yang dimiliki ketiga ODHA, diantaranya:

82
1. Pengetahuan Diri
Hal yang dilakukan untuk mengenal secara internal
dan eksternal yaitu dengan menilai diri sendiri dalam hal
kelebihan, kelemahan, dan sifat-sifat.
“Gue tau tahu betul akan diri gue, yang paling tau
tentang diri gue ya cuma gue sendiri, makanya
sekarang segala sesuatunya gue bikin sesimple
mungkin, gamau ribet, gue juga gamau bilang kalo
HIV itu penyakit buat gue”. (w-3 EN 11 September
2020)

“Saya tau kelemahan dan kelebihan saya tapi kadang


saya suka gak percaya diri, minderan orangnya… tapi
pengen gitu percaya diri tapi kok ya susah banget
selalu coba sih saya, mungkin bertahap ya…”. (w-4
MA 11 September 2020)

“Saya sangat paham tentang diri saya, maka saya


menerima segala konsekunsi saya menjadi ODHA,
saya tidak pernah menyesal karena itu pilihan saya
dan kemauan saya. Saya mengerti apa yang saya harus
perbuat, saya juga tahu akan segala macam
resikonya”. (w-5 BR 11 September 2020)

2. Penerimaan Diri Pantulan (Reflected Self-Acceptance)


Penerimaan diri pantulan yaitu membuat kesimpulan
tentang diri kita berdasarkan penangkapan kita tentang
bagaimana orang lain memandang diri kita. Hal tersebut
juga dilakukan oleh ketiga ODHA, seperti pada kutipan
berikut:
“Ooh, kadang tuh di pelatihan juga ada, jadi tuh kita
diminta buat beri pendapat tentang mereka, mereka

83
beri pendapat tentang kita, satu-satu. Menurut mereka,
katanya gue asik, ramah, suka bercanda, gue orangnya
tuh suka ngejek tapi yang ecek-ecek gapernah yang
serius”. (w-3 EN 11 September 2020)

“Pernah sih nanya sama temen sesama ODHA kalo


lagi galau gitu. Terus kata mereka “jangan kaya gitu,
La. Lu masih sayang gak sama hidup lu. Malah kita
lebih tegar dibanding orang biasa, La. Selalu ngasih
dukungan, kalo saya udah kendor ada aja yang
ngingetin”. (w-4 MA 11 September 2020)

“Hmmm saya ngelakuin itu lebih ke partner saya,


karena gimanapun juga ketika saya melakukan relasi
dengan orang lain, saya harus membuka tentang jati
diri saya siapa, itu sebagai pengenalan paling utama
sih sebenernya untuk bisa mengenali saya lebih dalam
seperti apa, dan cukup menarik sih karena gak selalu
sama jawabannya. Ada dulu saya kenal sama orang
dan saya ceritakan tenatng status HIV saya dan lain-
lainnya, awalnya dia biasa-biasa aja awalnya support,
tapi lama-lama dia menjauh gitu. Tapi kalo yang
sekarang, saya menceritakan tentang status HIV saya
dan dia mensupport sampe sekarang, dan bahkan kita
tetep yang namanya melakukan hubungan seksual dia
gaada takut atau apa, karena kita dari awal selalu pake
kondom”. (w-5 BR 11 September 2020)

3. Penerimaan Diri Dasar (Basic Self-Acceptance)


Ketiga ODHA mampu menghargai dan menerima
diri apa adanya serta tidak menempatkan standar atau
syarat yang tinggi di luar kesanggupan dirinya, seperti
pada kutipan berikut ini:

84
“Gue sudah bisa menghargai diri gue sendiri
alhamdulillah, karena dari dulu gue bertekad gue
gamau gini-gini aja, gajelas tujuannya apa, makanya
ARV yang gue minum itu gue bilangnya buat obat
cantik gue.. kalo gue mau cantik ya gue minum ARV
gituu…”. (w-3 EN 11 September 2020)

“Saya gapernah muluk-muluk pengen ini pengen itu,


suami saya support banget aja aja saya seneng banget
jadi semangat saya buat sehat terus dan makin nerima
diri saya apa adanya, orang terdekat saya aja nerima
saya masa saya sendiri gak nerima sih”. (w-4 MA 11
September 2020)

“Saya tuh ya karena sudah tau akan jadi seperti ini


jadi ya saya terima aja gitu, gaada penyangkalan
ataupun gak terima, karena saya sendiri yang mau
seperti ini dan saya jalani itu dengan sebagaimana
mestinya”. (w-5 BR 11 September 2020)

4. Pembandingan antara yang Riil dan Ideal (Real-Ideal


Comparison)
Penilaian tentang diri yang sebenarnya di
bandingkan dengan diri yang dinginkan dari ketiga ODHA
sejauh ini seimbang dan searah.
“Gue sih gapernah pengen yang gimana-gimana,
Cuma pengen banget bisa edukasi lebih banyak
ODHA jadi mereka ebantu gitu dan gak merasa
sendiri. Ya yang sekarang lagi gue tekunin sih belajar
dan cari pengalamn yang banyak”. (w-3 EN 11
September 2020)

85
“Saya pengen banget bisa jualan lagi, gausah yang
ribet-ribet ya jualan kue-kue gitu, makanya sekarang
saya lagi belajar buat kue yang enak biar orang-rang
tuh pada suka”. (w-4 MA 11 September 2020)

“Saya sih pengen banget bantu temen-temen sesame


ODHA biar bisa mengedukasi mereka iniloh
HIV/AIDS gini loh… tapi saya tahu untuk menuju
kesitu butuh usaha dan banyak belajar makanya saya
sedang tekunin itu”. (w-5 BR 11 September 2020)

5. Pengungkapan diri
Ketiga ODHA, baik EN, MA, dan BR sama-sama
tidak open status di lingkungannya, namun bagi EN dan
BR hal tersebut tidak menjadi masalah ketika dirinya dapat
menerima dengan ikhlas sebagai Orang Dengan
HIV/AIDS, seperti pada kutipan berikut ini:
“Menurut gue sih kita gak harus open status ke
semua orang ya, karena juga buat apa… dia gabakal
peduli juga sama kita yang ada cuma bully kita, ya
kann… lagi pula juga gue open status cuma sama
sesama ODHA dengan begitu kan mereka juga jadi
mau terbuka sama kita, jadi mau sharing dan kita jadi
bisa berbagi informasi”. (w-3 EN 11 September
2020)
“Saya kayanya sih gaakan open status di lingkungan,
karena kita kan gatau ya mulut orang gimana dan
respon mereka terhadap saya nantinya kaya
gimana… lagi pula juga kata suami lebih baik kita
bertiga aja (saya, suami dan anak) yang tau biar lebih
tenang juga”. (w-4 MA 11 September 2020)

“Saya sih gapeduli orang mau ngomongin apapun


tentang saya, tapi kalo untuk open status ke

86
masyarakat gitu juga buat apa coba? cuma bikin
mereka makin kepo aja tentang hidup saya. Idup saya
udah ribet jangan dibikin makin ribet sama omongan
mereka hahaha mereka juga gak beliin gue bajo gak
ngasih makan gue.. ibaratnya gitu kan. Mending open
status ke sesama ODHA uda jelas bisa saling bantu
saling sharing hahaha”. (w-5 BR 11 September
2020)

Selanjutnya peneliti menemukan beberapa informasi


terkait penerimaan diri yang dialami oleh Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) melaui program Kelompok Persahabatan
ODHA di Yayasan Pelita Ilmu baik dalam bentuk penerimaan
diri hingga faktor yang mempengaruhi penerimaan diri
ODHA. Selanjutnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pemahaman Diri
Individu yang sudah mampu memahami dirinya
berarti dapat menerima dirinya dengan mengenali dan
mengetahui dirinya secara sadar tanpa paksaan dan tuntutan
dari orang lain. Hal ini terdapat pada diri EN. Seperti dalam
kutipan wawancara berikut ini:
“Gue tau gue ODHA tapi banyak ko ODHA yang baik-
baik aja, gak lantas gue ODHA dan jadi terpuruk terus.
Gue paham betul akan diri gue, maka dari itu gue tau
batas gue main sama temen-temen gue, jam 10 gue
udah mesti pulang untuk minum obat dan istirahat”.
(w-3 no. A-1 EN 11 September 2020)

“Gue tuh orangnya gak ambil pusing orang lain mau


ngomong apa, gue yang lebih tau diri gue kaya gimana,

87
yaudah gue anggap angin lalu aja mereka”. (w-3 no. A-
2 EN 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Saya tuh orangnya pendiem banget, ngomong
seperlunya aja, apalagi sama orang baru dan gak
dikenal. Tapi kalo udah kenal gitu, ya ngobrol aja gitu
santai walaupun gak sebanyak orang-orang biasanya”.
(w-4 no. A-1 MA 11 September 2020)

“Saya juga kalo waktunya minum obat ya minum gitu,


kadang diingetin juga sama suami, jadi makin
semangat kan. Karena mau gimana lagi kan, udah
takdirnya juga begini ya terima aja”. (w-4 no. A-1 MA
11 September 2020)
Hal yang sama juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam
kutipan wawancara berikut ini:

“Kurang pinter ajasih saya sebenernya, secara


akademis saya cukup lemah, tapi kalo daya nalar saya
cukup bagus sih. Kalo secara finasial sih dibilang
kurang juga nggak. Saya juga sudah tau
konsekuensinya menjadi LGBT dan segala resikonya,
and it’s fine for me, karena saya nyaman dengan hal
itu. Saya juga merupakan orang yang sudah
terkapasitasi oleh pengetahuan tentang HIV/AIDS, cara
minum ARV dan penggunaan kondom, jadi saya sadar
akan hal tersebut pengaruhnya apa pada diri saya”. (w-
5 no. A-1 BR 11 September 2020)

“…Gue sih orang yang cukup cuek jadi kadang orang


mau nilai apa gue cuekin juga sih. Gak ambil pusing

88
dan orang lain juga sebenernya gak banyak komentar
tentang diri saya dan apa yang saya punya”. (w-5 no.
A-2 BR 11 September 2020)

2. Harapan yang realistik


Setiap individu memiliki harapan yang ingin dicapai
dalam hidupnya. Harapan tersebut dapat dicapai dan
menjadi kenyataan apabila dilakukan dan dikerjakan
dengan baik dan benar serta secara optimal. Walau begitu,
harapan yang dicapai tersebut haruslah disesuaikan dengan
kemampuan yang ada pada diri. Dengan demikian tiap-tiap
inividu harus mengenali kelebihan dan kelemahan yang
dimiliki. Hal ini terdapat pada diri EN. Seperti dalam
kutipan wawancara berikut ini:

“Gue tuh ya pengen banget bisa memperdalam lagi


pengetahuan gue tentang HIV/AIDS, pengen meng-
edukasi orang-orang karena gue pengen bantu dan
ngasih tau ke orang-orang yang masih awam tentang
HIV/AIDS kalo HIV/AIDS tuh kaya gini-gini lohhh…
nggak seperti yang orang-orang bayangin. Nah upaya
yang gue lakuin untuk mencapai hal tersebut ya gue
harus belajar lebih banyak lagi mengenai HIV/AIDS,
biar mereka dapet informasi juga gak asal dan gue
ngasih tau mereka mengenai HIV/AIDS itu juga
dengan benar dan tepat”. (w-3 no. B-1 EN 11
September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

89
“Pengen banget bisa mandiri gitu bikin usaha lagi
walaupun gak gede yang penting punya pemasukan
yang tetap dengan kondisi aku sebagai ODHA. karena
aku tau, banyak kok ODHA yang sukses dan gak
menjadikan penyakitnya sebagai ancaman yang besar”.
(w-4 no. B-1 MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Saya sebenernya pengen jadi orang yang peduli


dengan orang lain, dapat menolong orang lain dan
sekiranya saya punya banyak uang sebagai faktor
pendukung saya bisa membantu orang lain. Saya jga
pengen jadi role model bagi temen-temen odha yang
butuh bantuan dan sedang bingung. Upayanya ya saya
banyak belajar tentang HIV/AIDS, saya juga sedang
bekerja demi mendapatkan uang, lalu kedepannya ingin
melanjutkan kuliah”. (w-5 B-1 BR 11 September 2020)

3. Tidak adanya hambatan di lingkungan


Hambatan tersebut akan mengakibatkan individu
yang mengetahui potensinya akan sulit menerima diri.
Tetapi sebaliknya, ketika lingkungan mendorong individu
untuk mencapai keberhasilan maka ia akan puas dengan
pencapaian yang membuktikan harapannya adalah suatu hal
yang realistis. Hambatan yang terjadi dilingkungan seperti
adanya diskriminasi, labelling, tindak bullying, dll. Hal ini

90
terdapat pada diri EN. Seperti dalam kutipan wawancara
berikut ini:
“Banyak hahaha. Pertama kali gue positif HIV itu udah
didiskriminasi sama keluarga gue sendiri, dari mulai
makan dipisah, alat makan sendok gelas piring dipisah,
alat mandi dipisah, baju lemari dipisah. Tapi itu cuma
di keluarga aja sih, karena kan gue memang open status
di keluarga, gak open status dilingkungan. Tapi
keluarga besar juga tau. Pada saat itu mereka belum tau
pengertiannya jadi kaya gitu, cuma kalo sekarang udah
gak lagi.” (w-3 no. C-1 EN 11 September 2020)

“Orangtua gue, gue bawa ikut pelatihan, seminar-


seminar. Di tahun 2010 gue aktif di Lentera Anak
Pelangi (LAP) jadi mereka gue bawa tuh biar pada tau
nih HIV/AIDS kaya gimana, penularannya dari apa aja,
jadi gausah gue jelasin berkali-kali tapi mereka cukup
dengerin aja tuh pelatihan dan seminar-seminar. Nah
dari situ, bokap nyokap sudah mulai ngerti, tapi
kayanya sih bokap biasa aja udah ngerti gitu dari awal,
nah nyokap yang agak lama ngertinya karena kan juga
itu nyokap tiri dan dia juga strick banget”. (w-3 no. C-2
EN 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Kalo saya sih gapernah ngerasain tapi dulu waktu
tinggal sama mertua, dan mertua bilang kalo ada yang
ngontrak lagi hamil gaada suaminya terus pendarahan
dan dibawa sama tetangga ke rumah sakit, susternya
ngomong kalo dia positif HIV. Setelah dari situ,
barang-barang yang dipunya sama orang itu disuruh
dibuangin sama mertua karena katanya bisa nularin,

91
disitu aku shock banget. Segala karpet, gelas, sendok,
semuanya dibuang-buangin saking takutnya itu mertua
aku. Karena posisinya aku tau kalo aku positif HIV
juga, baru 6 bulanan, suami diem aja nanggepin
orangtuanya, nah dari situ aku jadi takut untuk open
status, karena orang lain yang positif HIV digituin
apalagi kalo mertua tau kalo aku positif juga, makin
takut lah aku”. (w-4 no. C-1 MA 11 September 2020)

“Yaa gimana, aku diem aja gabisa apa-apa. Soalnya


gimana, aku jadi takut banget. Takut akan penolakan
dari mertua aku”. (w-4 no. C-2 MA 11 September
2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Hmmm diskriminasi sih belum pernah. Kalo stigma


mungkin ada. Jadi pada saat, kebetulan saya sudah
coming out ke keluarga tentang status HIV dan
orientasi seksual saya. Orangtua sih biasa saja, tapi
untuk pakde saya itu dia sempet menjauh dan mencoba
menanyakan apa yang saya ceritakan kepada sodar-
sodara saya yang lainnya, dan itu sempet ada gap gitu
diantara kita, yang biasanya kita akrab-akrab aja, tapi
jadi lost contact, kaya gitu. Tapi Alhamdulillah sih
udah membaik sekarang. Mungkin karena di awal-awal
kaya mereka kaget atau apa gitu, karena orang yang
lebih tua diatas kita biasanya kurang mengerti,
informasi yang mereka dapatkan cukup minim gitu”.
(w-5 no. C-1 BR 11 September 2020)

“Balik lagi sih, saya sebenernya cuek-cuek aja. Dan


ketika ada yang nanyain saya, saya sudah bisa jawab
gitu kalo saya positif HIV dan saya udah

92
mengkonsumsi ARV, dan saya sudah mendapatkan
status undetectable yang berarti tidak menularkan
kepada orang lain, kalaupun menularkan itu sangatlah
kecil kemungkinannya. Dan saya tetep bisa melakukan
program anak dengan istri dan anak saya nantinya tetep
negatif, dan mereka it’s okay gitu gak masalah, dan
yang pastinya sudah saya kasih pengertian mereka”.
(w-5 no. C-2 BR 11 September 2020)

4. Sikap anggota masyarakat yang menyenangkan


Jika individu menerima sikap-sikap yang positif
yang menyenangkan dari anggota masyarakat atau sesama
ODHA lainnya, hal tersebut akan membantu membentuk
pandangan yang positif sehingga individu cenderung dapat
menerima dirinya. Hal ini terdapat pada diri EN. Seperti
dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Gue di YPI ini seneng sih punya banyak temen, tau
hal-hal baru tentang HIV/AIDS pastinya. Disini tuh
orang-orangnya baik-baik, gaada yang rese-rese. Gue
dengan yang lainnya juga baik-baik aja sih
hubungannya, gaada yang slek-an gitu, biasa aja”. (w-3
no. D-1 EN 11 September 2020)

“Kita tuh disini ada grup sendiri gitu sesama ODHA,


nah yaudah disitu tuh kita tuker informasi, terus
ngadain pertemuan biar saling akrab gitu”. (w-3 no. D-
2 EN 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Karena saya gak open status ke orang lain termasuk
keluarga saya, keluarga suami dan sahabat-sahabat,

93
jadi yang tahu saya positif HIV ya cuma suami dan
sesama odha di YPI aja sih. Mereka sangat mendukung
dan support saya banget apalagi suamiku selalu
ngingetin saya buat minum obat, makan yang teratur,
kasih semangat. Terus di YPI juga orang-orang pada
baik sama aku, saling ngasih informasi tentang
HIV/AIDS, sering ngajak ketemuan diluar Yayasan,
gitu-gitusih. Di YPI ini juga selain ngasih support
secara semangat gitu, tapi kasih bantuan juga kaya
pelitahan, modal usaha terus nutrisi buat anak-anak
dengan HIV/AIDS gitu Alhamdulillah”. (w-4 no. D-1
MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Kalo dukungan dari keluarga dan sahabat secara


keseluruhan saya mendapatkan support terkait mereka
tidak menjauhi saya, tidak menstigma maupun
melakukan diskriminasi, dan juga saya disupport untuk
selalu sehat dan mereka tidak ada membeda-bedakan”.
(w-5 no. D-1 BR 11 September 2020)

“Kita baik-baik ajasih sebenernya, dan kita juga cukup


supportif semisal kita juga sering ngadain pertemuan
tiap bulan, tapi karena ada pandemic ini jadinya kita
jarang ngadain pertemuan bahkan beberapa bulan
terakhir gaada kegiatan sama sekali. Tapi untuk
beberapa bulan lalu sebelum pandemi itu kita sering sih
tiap bulan selalu ada kegiatan untuk ODHA”. (w-5 no.
D-2 BR 11 September 2020)

94
5. Tidak adanya gangguan emosional yang berat
Gangguan stress yang berat dapat membuat individu
tidak bekerja dengan baik dan maksimal, kurang bahagia,
tidak tenang dan nyaman. Dengan tidak adanya tekanan
yang berarti pada individu, akan memungkinkan untuk
bersikap lebih tenang. Jika individu dapat mereduksi stress
maka akan lebih mudah tenang dan merasakan senang,
kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi
terwujudnya penerimaan diri. Hal ini terdapat pada diri EN.
Seperti dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Gue kalo masalah penyakit HIV/AIDS ini sih gaada
masalah ya, gue juga kan udah nerima diri gue. Nah
kalo hal lain mah tuh paling soal laki gue sih,
kerjaannya mabok mulu. Gue tuh ya kayanya apes
banget soal laki. Mulai dari yang pertama meninggal,
yang kedua cerai gara-gara selingkuh, tuh ya mantan
laki gue yang kedua kegep saam gue didepan YPI
ininih dia lagi sama cewek lain, beuuh cari mati dia,
langsung gak pake basa-basi gue ajak ke Pengadilan
Agama nyuruh dia buat nyerain gue. Terus yang
sekarang kerjaannya mabok mulu, pusing gue. Baik sih
laki gue yang sekarang, nerima gue apa adanya, tapi ya
itu mbaoknya itu lohh aduhh…. Tapi kalo lagi stress
gitu ya paling gue belanja dan makan diluar hahaha itu
cara paling ampuh gue”. (w-3 no. E-1 EN 11
September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“…dulu sih kalo lagi cek-cok sama mertua, pikirannya
jadi kemana-mana. Stress banget saya waktu itu. Terus

95
kalo sekarang sih… itusih paling kalo lagi berantem aja
sama suami, daripada kalo aku timpalin makin panas,
yaudah aku diemin aja saya tinggal pergi main
kerumah tetanggangobrol-ngobrol hal lain biar pikiran
aku lupa kalo lagi marahan gitu. Nanti sih ujung-
ujungnya adem lagi, dia yang minta maaf ngajak
ngobrol lagi”. (w-4 no. E-1 MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Stress yaa.. hmmm sebenernya saya stress sama


kerjaan saya sendiri sih yang gaada akhirnya, tekanan
ditempat kerja, kerjaan yang monoton gitu-gitu aja..
Tapi kalo untuk bahas HIV sih saya gapernah stress
gitu. Saya mungkin akan menghilang sejenak dari
pekerjaan saya, kemudian juga saya main game, santai-
santai”. (w-5 no. E-1 BR 11 September 2020)

“Kalo saya mungkin akan menghilang sejenak dari


pekerjaan saya, kemudian juga saya main game, santai-
santai… minum teh hehe”. (w-5 no. E-2 BR 11
September 2020)

6. Pengaruh keberhasilan
Pencapaian yang telah berhasil dilakukan oleh
individu dapat mempengaruhi penerimaan dirinya. Individu
telah puas dengan keberhasilan yang dicapainya tanpa harus
memikirkan pendapat lingkungan sosial karena ia menjadi
lebih mudah dalam menerima dirinya. Pencapaian yang
telah dilakukan oleh individu dan hasilnya baik dapat
menambah kepercayaan diri dan membuatnya lebih mudah

96
dalam menerima dirinya sendiri. Hal ini terdapat pada diri
EN. Seperti dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Keberhasilan gue yang udah gue raih adalah gue bisa
mensetting otak gue untuk bilang bahwa gue tuh sehat,
gue gak sakit. Karena susah lohh buat mensetting otak
itu, sangat gak gampang. Dan butuh waktu yang cukup
lama, ya dari awal gue positif HIV, dari situ gue
mencoba mensetting otak gue, dan akhirnya sekarang
udah berhasil. Itu ngaruh banget bagi gue, gue jadi
merasa sangat sehat, dan gue gak ngerasa kalo diri gue
ini sakit walaupun gue tau gue adalah ODHA”. (w-3
no. F-1 EN 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Yaaa itu sih pencapaian saya yang udah saya raih
walaupun bukan kesuksesan tapi lebih ke kenyamanan
sih, saya udah bisa kontrak sendiri dengan suami,
karena kan tadinya kita masih tinggal sama mertua,
dulu tuh sering cek-cok gitu sama mertua, ada aja yang
dipermasalahin, nah aku tuh pusing banget kasian juga
anak-anak kalo dengerin mulu kaya gitu kan jadi saya
sama suami bertekad pindah dari sana dan ngontrak.
Sekarang tuh alahmdulillah ya jadi tenang banget,
gaada beban lagi itu, hati jadi adem gaada masalah lagi,
dirumah jadinya cuma saya, suami dan anak-anak aja
deh”. (w-4 no. F-1 MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

97
“Kalo saya pribadi saya gapernah ikut lomba ya, tapi
hmmm tapi sampe sejauh ini saya udah banyak untuk
mengkonseling temen-temen yang mau tes maupun
yang baru mengetahui statusnya, sehingga mereka
tanpa ragu untuk mengkonsumsi ARV dan sampe saat
ini mereka masih sehat. Pencapaian saya saat ini juga
saya sudah mulai berkontribusi untuk di isu orang
muda dari LSM tempat saya kerja terfokus untuk
orang-orang muda. Baru sampe situ sih sebenernya,
lebih lanjutnya belum ada”. (w-5 no. F-1 BR 11
September 2020)

“Perubahannya kaya pembelajaran jadi lebih dewasa,


memperbaiki public speaking, terus lebih menambah
wawasan dan koneksi. Saya jadi lebih mudah ambil
mengambil keputusan, cukup lebih bijak untuk
mengambil keputusan, dan bisa memikirkan hal-hal
sebelum mengambil keputusan”. (w-5 no. F-2 BR 11
September 2020)

7. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian


diri yang baik
Penerimaan diri yang baik dari lingkungan dengan
indentifikasi yang baik juga dengan demikian membentuk
kepribadaian diri yang sehat pada seseorang. Seseorang
yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan membawa
pengaruh kepada orang yang mengidentifikasinya,
membawa afirmasi postif bagi diri seseorang, sehingga
menjadikan seseorang dengan orang lainnya saling toleransi
dan menguatkan serta membuat seseorang yang
mengidentifikasi menjadi lebih termotivasi.

98
Dengan menidentifikasi diri sendiri menurut
pandangan orang lain juga dapat mengintrospeksi diri dan
berkaca pada diri sendiri apa kekurangan yang dimiliki
serta belajar menyesuaikan diri dari identifikasi orang lain
yang penyesuaian dirinya sudah baik.
Hal ini terdapat pada diri EN. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Yaa gue mikirnya kita sama saja, sama kaya manusia
normal pada umumnya yang gak sakit, malah kita tuh
keliatannya lebih sehat daripada orang normal
biasanya. Tapi banyak juga sih odha yang belum bisa
nerima dirinya, itu sangat wajar. Makanya kita sesama
ODHA ya saling dukung, saling nyemangatin, biar
mereka ngerasa ada yang senasib sama mereka dan
mereka bisa nerima dirinya tanpa takut dengan apapun
kedepannya”. (w-3 no. G-1 EN 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Ada juga sih disini yang belum nerima dirinya sebagai
ODHA, banyak juga yang udah nerima dirinya. Paling
saling support dan kasih info tentang HIV/AIDS sih,
terus sharing tuh juga penting sih kalo menurut aku.
Terus kita ya saling mahamin diri aja sebagai odha,
kalo odha tuh gini gak kaya yang orang-orang bilang
gitu”. (w-4 no. G-1 MA 11 September 2020)

“…kalo lagi pelatihan nih, biasanya saya sama temen-


temen yang lain suka disuruh buat tanya pendapatnya
tentang temen-temen lainnya kaya gimana, jadi kita
saling terbuka dan tau satu sama lainnya. Jadi
bukannya malah abis pelatihan yaudah aja gitu pulang,
lu lu gue gue, tapi jadi akrab kenal satu sama lain, bisa

99
semangatin juga satu sama lainnya, gak ngerasa
sendirian lagi”. (w-4 no. G-2 MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Karena saya pribadi belum menikah, saya mendapat


banyak pelajaran juga disini tentang bahwasanya ketika
mereka coming out kepada keluarganya, istri dan juga
mertuanya gitu-gitu, itu bukan suatu hal bencana,
bahkan banyak juga dari mereka disini yang belum
berkeluarga tapi mereka saling menerima status mereka
satu sama lain, jadi lebih harmonis. Jadi kalo misalkan
ada yang bilang ODHA itu hidupnya gaakan harmonis
ya gak juga. Malah ada yang misalnya salah satu
pasangannya positif terus yang pria/wanitanya negatif
tetep akur-akur aja tuh, malah lebih romantis daripada
pasangan yang dua-dua sehat. Banyak banget orang
diluar sana yang gatau akan hal itu, jadi karena saya tau
makanya saya bangga sekali sama mereka. Mereka gak
ngeluh sedikitpun, padahal setiap pasangan atau
kehidupan kan gak luput dari masalah ya… cuma
mereka tuh bisa aja gitu menyikapinya dengan wajar”.
(w-5 no. G-2 BR 11 September 2020)

8. Perspektif diri
Kemampuan yang ada dalam diri individu dalam
melihat berbagai macam situasi dari sudut pandang yang
berbeda-beda, namun tetap berpikir rasional. Pespektif diri
bagus untuk diri kita sendiri dan merupakan salah satu cara
dari sekian banyaknya cara kita untuk melihat bagaimana
kita mempersepsikan sesuatu hal. Seseorang yang memiliki

100
perspektif diri yang baik maka akan menerima dirinya
dengan mudah.
Hal ini terdapat pada diri EN. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Gue orangnya tuh gampang bergaul, gue bukannya
sombong, tapi temen gue emang banyak. Apalagi kalo
abis ikut pelatihan gitu, kan ketemu banyak sesama
odha ya, nanti tuh ada aja yang ngenalin gue, katanya
pernah liat gue dimana lah hahaha tapi gue seneng.
Gue tuh orangnya juga mager, tapi gak suka liat
barang-barang berantakan, kesel aja gtu liatnya”.
“…Gue sangat puas dengan diri gue saat ini. Gue
gapernah menyesali apa yang udah gue perbuat dulu.
Gue jadiin itu sebagai sebuah pelajaran bagi hidup gue
untuk kedepannya lebih baik lagi”. (w-3 no. H-1 EN 11
September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Saya kalo ngomong ya secukupnya, kalo gaada yang
ngajak ngobrol yaudah diem hehehe orangnya pendiem
sih saya. Kalo ngobrol yang serius dan penting aja sih
baru ya ngomongnya banyak., nah itukan kalo sifat ya,
tapi kalo keseharian sih dirumah tuh gabisa diem gitu
harus ngelakuin sesuatu, kaya masak, beberes rumah,
bikin-bikin kue, pokoknya apa aja dikerjain gitu, biar
gak bosen juga sih. Kan suami kerja, anak-anak kan
sebelum Covid-19 ini pada sekolah, ya jadinya
sendirian dirumah, kalo gak ngapa-ngapain tuh gaenak
gitu, bosen banget pastinya”. (w-4 no. H-1 MA 11
September 2020)

101
“…Alhamudillah saya puas sih dengan keberadaan diri
saya yang sekarang ini, ya diterima aja, mau diapain
lagi cuma bisa dijalanin aja kan sekarang mah.
Semuanya saya serahin sama Allah aja”. (w-4 no. H-2
MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Biasanya sih orang lain yang nilai, tapi kalo diri


sendiri nilai, kalo saya tipe orang yang humble, saya
orang cuek juga, orang yang gamau ambil pusing
gamau ribet. Hmm apalagi yaa, saya orang cukup baik
sih… mungkin hahaha. Saya hanya mendengarkan
orang lain menceritakan tentang diri saya ya gitu
katanya baik”. (w-5 no. H-1 BR 11 September 2020)

“Hmm cukup puas sih saya dengan diri saya sekarang,


dibilang puas banget ya nggak, karena ada hal-hal yang
saya harapakan lebih dari diri saya pribadi, hmmm
kaya banyak potensi yang sekiranya belum saya
ledakin, kaya gitu sih”. (w-5 no. H-2 BR 11 September
2020)

“eee..nggak sih. Karena gak ambil pusing, cuek,


yaudah. Kaya lo komen negatif, gue gapernah minta
makan sama lo jadi ngapain gue harus ngikutin lo yang
gue harus pake baju ini, gue harus pake baju itu sesuai
selera lu, lu gak ngasih gue baju ko, lo beliin sono gue
baju hahahah kan kasarnya kaya gitu ya”. (w-5 no. H-3
BR 11 September 2020)

102
9. Pola asuh yang baik di masa kecil
Pola asuh masa kecil berpengaruh pada perilaku
individu di masa depan termasuk penerimaan diri. Hal ini
terdapat dalam diri EN. Seperti dalam kutipan wawancara
berikut ini:
“Hmm…kurang bahagi kali ya. Soalnya waktu kecil
gue tinggal dan diasuh sama nenek gue. Sesayang itu
gue sama nenek gue. orang tua gue broken home,
bokap gue terus nikah lagi. Terus mulai SMP gue nakal
banget, ngedrug sama alm. laki gue, pokoknya bandel
deh”. (w-3 no. I-2 EN 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Gak gitu bahagia sih, saya kan dulu semenjak SMP
udah mulai nyari duit sendiri udah nyuci dirumah
orang, siangnya saya sekolah. Terus juga saya tuh kaya
dianak tirikan sama orang tua. Paling mah yang
berkesan kalo sama adiknya bapak dan kakek saya
dinomer satukan, cucu kesayangannya, apa aja
dikasih”. (w-4 no. I-2 MA 11 September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Masa kecil saya bisa dibilang bahagia sih. Karena


saya hidup dengan berkecukupan pada saat saya kecil
dengan apa yang saya butuhi itu sudah terakomodir
dari orangtua saya secara langsung dan saya tidak
kekurangan kasih sayang sama sekali dari mereka”. (w-
5 no. I-2 BR 11 September 2020)

103
10. Konsep diri yang stabil
Konsep diri yang stabil merupakan cara individu
melihat dirinya secara konstan dan tidak berubah-ubah.
Konsep diri yang baik mengarah pada penerimaan diri,
tetapi jika konsep diri yang rendah maka mengarah pada
penolakan diri. Hal ini terdapat pada diri EN. Seperti
dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Gue gapunya role model sih, gue adalah role model
diri gue sendiri. Gue merasa udah jadi diri gue sendiri,
yang apa adanya, yang gak ikut-ikutan orang lain. Gue
bisa sekuat dan jadi seperti sekarang ini ya karena
anak-anak gue, walaupun gue gak deket-deket amat
sama anak gue., tapi yang buat gue pengen sehat terus
selain diri gue sendiri ya anak-anak gue. Gue pengen
liat mereka gede.” (w-3 no. J-1&2 EN 11 September
2020)

Hal ini juga terdapat pada diri MA. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Yakin gak yakin. Soalnya kadang suka minder sama
orang. Kadang kalo bikin kue juga yakin gak yakin
enak apa gak ya, orang bakal suka gak ya, laku gak ya
takutnya malah gak laku malah buang-buang duit”. (w-
4 no. J-1 MA 11 September 2020)
“Yang bikin aku yakin sish karena suami dan anak juga
memang, tapi aku lebih yakin sama diri aku sendiri sih.
Kadang kalo dia lagi marah aku suka bilang gini “lu
takut sama gue yang ODHA gini? Kalo lu takut pergi
aja sana” Cuma dia mah gak, tetep kekeuh dukung aku
nerima aku. Ya aku jadi yakin dan berpikiran ya
kenapa harus takut dengan ODHA, banyak ko ODHA-

104
ODHA yang lain bukan aku doang. Kalo yakin dari
sendiri sih gara-gara dari saya dibilang HIV, saya jadi
merasa lebih gimana yaa maksudnya, dibilang merasa
lebih gak kaya dulu gitu, dulu kan keliatannya saya
merasanya juga terpuruk banget, tapi kalo sekarang
mah gak, malah yakiiin banget, ah gak semua kaya
gitu, saya mesti jadi lebih baik”. (w-4 no. J-2 MA 11
September 2020)

Hal ini juga terdapat pada diri BR. Seperti dalam kutipan
wawancara berikut ini:

“Sejauh ini saya sudah menerima diri sendiri sih, kalo


penerimaan diri sendiri saya bisa kasih skala 9,5;
karena saya udah gapeduli dengan komentar orang
tentang diri saya, dan saya lebih yaudah gue jalanin apa
yang menurut gue bener, dan gue gaakan nyakitin
orang lain ketika gue menjalankan hal tersebut. Soal
yakin gak saya dengan diri sendiri, kalo misalkan
dikasih skala 1-10, saya akan kasih 5, karena terkadang
saya nggak yakin dengan diri saya sendiri. Tapi
dibeberapa lain hal saya bisa gitu mencapai hal
tersebut, jadi banyak pertanyaan dalam diri sendiri
terkait ketidak yakinan itu”. (w-5 no. J-1&2 BR 11
September 2020)

105
Bagan 4.1 Kerangka Temuan Penelitian

(Diolah oleh peneliti, 2020)

106
BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, peneliti akan mengaitkan informasi dari


hasil wawancara yang tertera di dalam bab IV tentang
Penerimaan Diri pada Orang Dengan HIV/AIDS melalui Program
Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu Jakarta
dengan teori-teori yang terdapat di dalam bab II. Ada dua sub
pembahasan yang akan peneliti jelaskan, diantaranya: A).
Penerimaan diri ODHA melalui Kelompok Persahabatan ODHA
di Yayasan Pelita Ilmu Jakarta; dan B). Diskusi.

Chaplin (dalam Heriyadi 2013, 15) menjelaskan bahwa


“penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas
dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan
pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri”. Sehingga
dengan adanya penerimaan diri dapat membantu ODHA dalam
mengatasi tantangan di atas serta melakukan penyesuaian diri
maupun sosial. Telah dijelaskan bahwa dalam menerima dirinya,
selain dari dirinya sendiri untuk bangkit dari keterpurukan,
ODHA juga butuh dukungan dari berbagai pihak, dari keluarga,
sahabat, bahkan dari LSM yang menangani tentang HIV/AIDS.
ODHA dapat dengan mudah menerima dirinya.

Dari hasil wawancara, ODHA yang masih belum bisa


menerima dirinya sendiri karena tidak bisa terima dengan apa
yang sedang dialaminya, yaitu terinfeksi HIV/AIDS. ODHA
selalu menyalahkan dirinya sendiri, merasa hidupnya sebentar

107
lagi dan tidak akan lama. Banyak ODHA yang belum berani
untuk open status kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya
tentang dirinya yang positif HIV/AIDS, jika hal tersebut terjadi
maka kemungkinan terbesar mereka tidak akan open status di
lingkungan. Karena menurut ODHA, jika keluarga, teman-teman
dan lingkungannya tahu hanya akan menimbulkan stigma dan
diskriminasi bagi ODHA itu sendiri dan keluarganya. Oleh sebab
itu, perlu adanya LSM yang menangani tentang masalah
HIV/AIDS, dimana dalam yayasan tersebut dapat membantu
ODHA dalam menerima dirinya, yaitu Yayasan Pelita Ilmu
terdapat salah satu program yaitu Kelompok Persahabatan
ODHA.

A. Penerimaan diri ODHA melalui Kelompok Persahabatan


ODHA di Yayasan Pelita Ilmu
Berdasarkan hasil temuan data terkait penerimaan diri
pada ODHA, peneliti mendapatkan beberapa hal yaitu
penerimaan diri merupakan bentuk rasa syukur kita atas apa
yang kita punya dan sedang kita alami, dengan kelemahan dan
kelebihan yang ada. Dengan dukungan yang didapat dari
keluarga, sahabat-sahabat dan lingkungan maupun LSM,
diharapkan dapat membuat ODHA mampu menerima dirinya
dengan segala kondisi yang ada. Dukungan yang didapat dari
keluarga, sahabat-sahabat dan LSM merupakan sistem yang
saling mempengaruhi bagi diri ODHA seperti yang dijelaskan
dalam teori sistem menurut Payne (2016, 153-154) yaitu
sistem berinteraksi satu sama lain melalui proses-proses yang

108
kompleks di mana informasi dan tindakan membentuk aliran-
aliran energi dan menyebrangi batas-batas sistem. Kita bisa
memahami bagaimana orang-orang dalam keluarga, komuntas,
lembaga-lembaga dan lingkungan sosial yang lebih luas saling
mempengaruhi satu sama lainnya (Bab II, h. 50).

Kelompok Persahabatan ODHA merupakan support


groups yang dapat saling memberi dukungan dorongan bagi
sesama ODHA di Yayasan Pelita Ilmu. Mereka saling bertukar
informasi terkait HIV/AIDS maupun masalah pribadi mereka,
saling sharing pengalaman, saling mendukung dan memotivasi
sesama ODHA. Hal ini sependapat dengan teori Support
Groups menurut Barker dalam Kirst-Ashman and Hull (1999,
96) yaitu sekolompok orang yang saling berbagi karakteristik
tertentu yang berkumpul bersama untuk saling memberikan
dorongan, informasi dan rezeki (Bab II, h. 51).

Berdasarkan pada hasil wawancara yang telah


dilakukan dan dijabarkan beberapa pada bab IV, beberapa
faktor yang mempengaruhi menyebabkan ketiga ODHA dapat
menerima dirinya. Penerimaan diri pada ketiga ODHA
tersebut berbeda-beda. Secara keseluruhan, ketiga informan
memiliki penerimaan diri sebagai ODHA yang tergabung
dalam Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan Pelita Ilmu.
Kesamaan pada tiga ODHA ini adalah sama-sama dengan
mudah menyebutkan banyak kelemahan dan kelebihan secara
fisik, sifat dan karakter. Namun untuk menyebutkan kelebihan
yang dimiliki, hanya dua ODHA saja yang secara mudah

109
menyebutkannya. Salah satu ODHA masih ragu dan berpikir
sedikit lebih lama dalam menyebutkan kelebihan yang
dimilikinya.

Ketiga ODHA memiliki perasaan bangga dan yakin


akan dirinya, lewat pencapaian yang telah berhasil mereka
lakukan maisng-masing. ODHA 1 dan 3 bangga bahwa dirinya
sudah bisa membantu teman-teman sesama ODHA dalam
memberikan konseling dan infromasi lebih terkait HIV/AIDS.
ODHA ke 2 bangga dan yakin akan dirinya ditunjukkan dari
keputusannya untuk tinggal terpisah dengan mertua, hanya
dengan suami dan tiga anaknya. Hal tersebut membuat ODHA
ke 2 menjadi lebih tenang. Namun ODHA ke 2 masih merasa
tidak percaya diri dalam hal membangun usaha, seperti dirinya
yang selalu memikirkan apakah yang telah dimasakannya yang
akan dijual dapat disukai banyak orang atau tidak.

Aspek-aspek penerimaan diri pada ketiga ODHA,


meliputi:

a. Pengetahuan Diri

Menurut Bastaman (2007, 54) Pengetahuan diri


dapat dilakukan dengan mengenal diri, baik secara internal
maupun eksternal (Bab II, h.35). hal ini sesuai dengan
ketiga ODHA bahwa proses penerimaan diri dapat
ditempuh dengan tidak berpura-pura untuk menjadi orang
lain dan sanggup melakukan sesuatu. Ketiga ODHA sama-
sama mengenal dirinya sendiri lebih dari siapapun dan

110
menyadari segala keterbatasannya. Namun walaupun tahu
akan keterbatasannya, tidak menyulutkan semangat ODHA
untuk berkarir (Bab IV, h 81-82).

b. Penerimaan Diri Pantulan (Reflected Self-Acceptance)

Menurut Supratiknya (dalam Putra 2017, 9)


Penerimaan diri pantulan yaitu membuat kesimpulan
tentang diri kita berdasarkan penangkapan kita tentang
bagaimana orang lain memandang diri kita (Bab II, h.36).
Hal ini sejalan dengan ketiga ODHA yang menyimpulkan
dirinya berdasarkan pandangan orang lain tentang dirinya,
dan ketiga ODHA tidak menyangkal apa yang dikatakan
orang lain tentang dirinya karena memang benar adanya
(Bab IV, h. 82-83).

c. Penerimaan Diri Dasar (Basic Self-Acceptance)

Ketiga subyek yakni EN, MA dan BR telah mampu


menerima dirinya secara sadar sebagai ODHA dengan tidak
bermuluk-muluk untuk menjadikan dirinya hebat, tetapi
dengan menjalani dan menjaga pola hidup yang
bertanggung jawab untuk kesehatannya (Bab IV, h. 83-84).
Hal ini sesuai dengan teori pada bab II (h. 36) dijelaskan
bahwa individu mampu menghargai dan menerima diri apa
adanya serta tidak menempatkan standar atau syarat yang
tinggi di luar kesanggupan dirinya (Supratiknya dalam
Putra 2017, 9).

111
d. Pembandingan antara yang Riil dan Ideal (Real-Ideal
Comparison)

Supratiknya dalam Putra (2017, 10) menyatakan


bahwa pembandingan antara yang riil dan ideal yaitu
penilaian tentang diri yang sebenarnya di bandingkan
dengan diri yang diimpikan atau yang dinginkan (bab II, h.
36). Hal ini sejalan ketiga ODHA, bahwa mereka memiliki
impian yang realistik dengan apa yang sekarang sedang
mereka upayakan. Jadi, pembandingan antara yang riil dan
ideal cukup seimbang (Bab IV, h. 84-85).

e. Pengungkapan diri
Walaupun ketiga ODHA tidak open status
dilingkungannya, namun pengungkapan dirinya sebagai
ODHA didepan sesama ODHA adalah hal yang sangat baik,
mengingat masih banyak ODHA yang malu untuk open
status kepada sesama ODHA. EN dan BR adalah salah satu
contoh dari ODHA yang mampu menerima dirinya dengan
baik dan tidak malu untuk mengungkapkan dirinya kepada
sesama ODHA untuk membantu ODHA lainnya (Bab IV,
h.85).

Kemudian, masuk pada pembahasan tentang faktor-


faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada ODHA yang

112
tergabung dalam Kelompok Persahabatan ODHA di Yayasan
Pelita Ilmu antara lain:

1. Pemahaman Diri
Individu yang memiliki penerimaan diri akan
mampu mengenali kelebihandan kekurangannya.
Umumnya, ia memiliki self confidence, self esteem, dan
kemampuan untuk menerima kritikan. Penerimaan diri
yang disertai dengan adanya rasa aman untuk
mengembangkan diri membuat individu menilai dirinya
secara lebih realistis. Hal ini sesuai dengan Hurlock
(dalam Permatasari and Gamayanti 2016, 142) bahwa
penilaian yang realistis terhadap diri sendiri akan
memunculkan sikap jujur dan tidak berpura-pura. Individu
juga mampu membuat penilaian diri yang kritis sehingga
membantu individu untuk mengenal dan merubah
kekurangan yang ada pada dirinya. Dengan begitu,
individu akan merasa puas menjadi dirinya sendiri tanpa
memiliki keinginan untuk menjadi orang lain (Bab II, h.
43).
Dalam hal ini, dari ketiga ODHA tersebut dapat
disimpulkan mampu memahami dirinya dengan baik (Bab
IV, h. 86-87), mereka mampu mengenali dan mengetahui
keberadaan diri serta dapat menempatkan dirinya dengan
tepat. Ketiga ODHA paham akan dirinya sebagai orang
yang terinfeksi HIV/AIDS. Walaupun begitu, ketiga
ODHA tahu bahwa banyak hal yang orang tidak mengerti

113
dan masih tabu tentang HIV/AIDS, mereka mewajarkan
hal tersebut dan tidak terlalu memikirkannya.

2. Harapan yang Realistik


Ketiga ODHA mempunyai harapan yang realistik
dengan kemampuan diri meliputi kelebihan dan
kelemahan yang mereka miliki. Mereka juga memiliki
usaha yang dikerahkan agar harapan-harapan tersebut
dapat terealisasikan secara optimal. Usaha tersebutlah
yang memacu ODHA dapat menerima dirinya dan
mencapai harapan yang dituju. Terlihat dari hasil
wawancara yang peneliti lakukan dengan ketiga ODHA
(Bab IV, h. 88-89) bahwa mereka memiliki harapan yang
realistik dalam hidupnya dan sedang mereka capai. Hal ini
sejalan dengan Hurlock (dalam Yahya 2016, 19) bahwa
ketika harapan menjadi sebuah pencapaian realistik, maka
kinerjanya akan meningkat sesuai dengan harapannya
(bab II, h. 38).
EN dan BR memiliki harapan yang serupa, yaitu
ingin memperluas pengetahuan dan pemahaman lebih
dalam lagi mengenai HIV/AIDS karena mereka ingin
membantu sesama ODHA dan masyarakat lebih banyak
lagi, sehingga tidak ada lagi yang tabu akan informasi
mengenai HIV/AIDS dari lingkungan terkecil maupun
nantinya hingga seluruh Indonesia dan jika hal tersebut
terjadi maka tidak ada lagi diskriminasi atau labeling yang

114
ditujukan kepada ODHA. Lalu, MA memiliki harapan
akan dirinya untuk menjadi lebih baik lagi dan menjadi
lebih mandiri serta dapat membuka usaha makanan
kembali yang sempat terhenti.

3. Tidak Adanya Hambatan di dalam Lingkungan


Telah dijelaskan bahwa menurut Hurlock (dalam
Yahya 2016, 19) hambatan bisa bersumber dari
lingkungan tempat tinggal individu sebagai contohnya
labelling, dikriminasi ras, jenis kelamin, maupun agama
dari orang-orang yang sangat berpengaruh bagi individu
tersebut misalnya orangtua, guru, atau teman sebaya (Bab
II, h. 39-40). Hal tersebut sesuai dengan ketiga ODHA
(Bab IV, h. 89-91), EN dan BR pernah mendapatkan
labeling dan diskriminasi yang didapat dari keluarganya
bahwa dirinya postif HIV. Hal itu mereka dapatkan pada
saat open status pertama kali kepada keluarganya.
Keluarga EN dan BR masih minim akan pengetahuan
tentang HIV/AIDS, dan menganggap HIV/AIDS adalah
penyakit yang sangat berbahaya dan harus dibedakan.
Sedangkan MA juga pernah mendapatakan labelling di
keluarganya, namun tidak secara langsung melainkan dari
tetangganya yang juga positif HIV. Dengan hal tersebut,
MA semakin tidak mau untuk open status dikeluarga
mertuanya karena perlakuan mertuanya kepada
tetangganya tersebut, alhasil hanya suami dan anak

115
keduanya saja yang tahu bahwa MA positif HIV/AIDS
(Bab IV, h. 90-91).
Ketiga ODHA tidak open status di lingkungan
karena menurut mereka lingkungan rumahnya bukan hal
yang penting dan hal menyangkut penyakit mereka tidak
untuk disebarluaskan selama mereka sudah bisa menerima
dirinya sendiri. Ketiga ODHA juga memiliki penilaian
bahwa mereka tidak mau memperkeruh suasana, selama
lingkungan tidak menanyainya. Dan sejauh ini ketiga
ODHA tidak pernah mendapatkan hambatan di dalam
lingkungan dengan tidak open status.
4. Sikap-Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
Jika individu menerima sikap-sikap yang positif
yang menyenangkan dari anggota masyarakat, akan
membantu membentuk pandangan yang positif sehingga
individu dapat menerima dirinya. Adapun tiga hal yang
mengarah pada evaluasi sosial menyenangkan adalalah
tidak adanya prasangka negatif terhadap orang lain dan
keluarganya, memiliki keahlian sosial serta dapat
menerima kelompok. Hal ini sependapat dengan Hurlock
(dalam Permatasari and Gamayanti 2016, 142) yaitu
penerimaan diri berkaitan dengan adanya penerimaan
pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri
akan merasa aman untuk menerima orang lain, memiliki
perasaan toleransi terhadap sesama, memberikan
perhatian pada orang lain, serta menaruh minat terhadap
orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati,

116
yang menimbulkan keinginan untuk membantu orang lain
(bab II, h. 44).
Ketiga ODHA tidak pernah mendapatkan kasus
penolakan atau tindakan tidak menyenangkan. Dari
keluarga maupu lembaga mereka bergabung, semuanya
menerima ketiga ODHA dengan baik. Ketiga ODHA
melakukan kegiatan yang sejauh ini selalu diterima
dimasyarakat, dengan tergabung di Kelompok
Persahabatan ODHA, ketiga ODHA melakukan kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat seperti pelatihan, penyuluhan
HIV/AIDS di masyarakat dan diterima dengan baik oleh
masyarakat (Bab IV, h. 92-93). Kesamaan ketiga ODHA
ini adalah tidak mempedulikan apa yang orang lain
katakan, fokus untuk membuktikan bahwa yang buruk
dikatakan orang lain tentang dirinya ataupun ODHA
lainnya adalah tidak benar. Karena ketiga ODHA tau betul
tentang dirinya dan apa yang diketahuinya selama ini
tentang HIV/AIDS dan menurut mereka tidak seperti yang
orang lain katakan.

5. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat


Pada bab II (h. 39) telah dijelaskan bahwa
gangguan stres yang berat dapat membuat individu tidak
bekerja dengan baik dan maksimal, kurang bahagia, tidak
tenang dan nyaman (Hurlock dalam Yahya 2016, 19). Hal
ini sesuai dengan ketiga ODHA (bab IV, h. 93-95) yang
memiliki masalahnya masing-masing dan seringkali

117
membuat mereka merasa stress. Seperti pada masalah EN
yaitu karena suaminya yang sering mabuk-mabukan.
Sejujurnya, EN bersyukur dengan suami ketiganya
sekarang ini, karena tidak mengkonsumsi narkoba, sayang
dengan dirinya dan anak-anaknya, tidak berulah dengan
wanita lain. Namun permasalahannya hanya satu yaitu
kebiasaan suaminya yang sering mabuk-mabukan dan
sulit sekali untuk dibujuk berhenti, itulah yang selalu
membuatnya stress dan terkadang mengganggu
pikirannya.
Sedangkan permasalahan yang dialami MA yaitu
ketika sedang bertengkar dengan suaminya, karena
sebenarnya support system terbesar dari dirinya yaitu
suaminya. Maka dari itu, jika bertengkar dengan
suaminya, dirinya merasa sedih dan stress. Berbeda
halnya dengan BR, permasalahannya seputar pekerjaan
yang sedang dijalaninya, dirinya merasa stres dengan
pekerjaan yang monoton dan tiada hentinya.
Lalu cara mereka dalam menghilangkan stres
tersebut pun juga berbeda-beda, guna menjadikan diri
mereka tenang dan nyaman serta dapat menerimanya
dengan ikhlas. Hurlock (dalam Yahya 2016, 19)
menambahkan, jika individu dapat mereduksi stress maka
akan lebih mudah tenang dan merasakan senang. Kondisi
positif ini yang diharapkan dapat membuat individu
mampu melakukan evaluasi diri sehingga dapat tercapai
penerimaan diri yang memuaskan (bab II, h. 45). Hal ini

118
sejalan dengan ketiga ODHA dalam menghilangkan stress
(bab IV, h. 93-95). Cara EN dalam menghilangkan
stresnya adalah dengan berbelanja dan makan diluar
rumah, karena dengan hal tersebut, EN dapat dengan
mudah merubah moodnya menjadi senang kembali dan
tidak terlalu memikirkan hal tersebut berlarut-larut.
Lalu, MA menghilangkan stres yaitu dengan
tidak menambah suasana menjadi semakin keruh dan
memilih diam untuk sementara waktu, lalu mengobrol
bersama tetangga-tetangganya. Hal tersebut mampu
menghilangkan stres pada diri MA. Sedangkan BR
memiliki cara yang berbeda juga, cara BR dalam
menghilangkan stres yaitu dengan menghilang dari
kerumunan, menyendiri sejenak merenungi dan
mengevaluasi diri apa yang sudah dilakukan setiap
harinya lalu apa saja hal-hal yang masih kurang dan sudah
tercapai, serta mendengarkan musik dan meminum teh
untuk menjernihkan pikiran.
Dari hasil wawancara kepada ketiga ODHA,
semuanya memiliki kesamaan yaitu hal-hal yang
membuatnya stres bukan terdapat pada masalah penyakit
HIV yang diderita. Hal ini menunjukan bahwa ketiga
ODHA sudah dapat menerima dirinya dengan tidak
menyalahkan penyakit HIV yang dideritanya.

6. Pengaruh Keberhasilan

119
Pengaruh keberhasilan dapat mengarah pada
penerimaan diri, sedangkan pengaruh kegagalan dapat
mengarah kepada penolakan diri. Individu akan
memperoleh penilaian sosial dari lingkungannya saat ia
berhasil ataupun gagal. Individu tidak akan mudah
terpengaruh oleh penilaian sosial terkait kesuksesan
maupun kegagalan ketika ia memiliki aspirasi tinggi. Hal
ini sesuai dengan Berger (dalam Sofiyah 2016, 120) yaitu
dalam menghadapi setiap kegagalan dan rintangan,
individu memiliki rasa percaya diri atas kemampuan yang
dimilikinya untuk mengatasi setiap masalah (Bab II, h.
33). Individu telah puas dengan keberhasilan yang
dicapainya tanpa harus memikirkan pendapat lingkungan
sosial karena ia menjadi lebih mudah dalam menerima
dirinya.
Ketiga ODHA samasama sudah berhasil terhadap
pencapaiannya sejauh ini. Ketiga ODHA telah melakukan
pencapaiannya dengan baik sesuai dengan kapasitasnya
masing-masing (Bab IV, h. 95-97). EN dan BR memiliki
kesamaan pada pencapaiannya yaitu telah membantu
teman-teman sesama ODHA dalam melakukan konseling
dan tes VCT. EN juga sudah dapat men-setting otaknya
untuk mengatakan bahwa dirinya tidak sakit, bahwa
dirinya sehat, bahwa dirinya sama dengan manusia
lainnya. Sedangkan MA dengan pencapaiannya yang telah
memiliki rumah sendiri bersama keluarga kecilnya,
dengan tidak tinggal bersama mertuanya lagi.

120
Semua pencapaian yang telah dilakukan oleh
ketiga ODHA memiliki pengaruh yang cukup besar bagi
diri ODHA yaitu ketiganya jauh lebih merasa bahagia dan
tenang. BR menjadikan hal tersebut sebuah pembelajaran
dan lebih menambah wawasan untuk dirinya. BR juga
menjadi lebih mudah dalam mengambil keputusan, seperti
cukup bijak dan dapat memikirkan hal-hal sebelum
mengambil keputusan. Lalu EN merasa jauh lebih sehat
dan pikirannya menjadi jernih dan dirinya sudah tidak
merasakan sakit lagi.

7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian


Diri yang Baik
Individu yang mengidentifikasikan dirinya
dengan orang-orang yang menyesuaikan diri dengan baik
dapat mengembangkan sikap positif terhadap hidupnya,
sehingga akan mempunyai penerimaan diri yang baik.
Penerimaan diri yang baik didapat pula dari lingkungan
dengan model indentifikasi yang baik lalu membentuk
kepribadian yang sehat pada seseorang. Mengidentifikasi
diri dengan orang yang well adjust dapat membangun
sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan
bertingkah laku dengan baik yang bisa menimbulkan
penerimaan diri yang baik dan tentunya penerimaan diri
yang baik juga.
Penerimaan diri pantulan (bab II, h. 36) yaitu
membuat kesimpulan tentang diri kita berdasarkan

121
penangkapan kita tentang bagaimana orang lain
memandang diri kita. Hal tersebut bisa dilakukan dengan
cara meminta pendapat orang lain tentang diri sendiri
(Supratiknya dalam Putra 2017). Hal ini sesuai dengan
pernyataan MA dalam wawancaranya (bab IV, h. 98)
bahwa ketika sedang mengikuti pelatihan, biasanya MA
sering meminta pendapat terkait dirinya dengan sesama
ODHA lainnya, dan begitupun sebaliknya.
Penyesuaian diri yang baik didapatkan oleh
ketiga ODHA di kelompok persahabatan ODHA Yayasan
Pelita Ilmu ini. Dengan tergabung di kelompok tersebut,
ketiga ODHA jauh lebih memahami dirinya sendiri, saling
menguatkan satu sama lainnya, dan merasakan adanya
kebersamaan di dalam kelompok ini. Menurut EN, agar
bisa melakukan penyesuaian dengan sesama ODHA
lainnya dan memberikan identifikasi penyesuaian yang
baik bagi orang lain yaitu dengan terbuka dan open status
kepada mereka, agar ODHA lainnya merasa sama, merasa
ada yang mengerti dirinya dan senasib, mereka juga dapat
merasa nyaman dan aman karena mereka sama dengan
ODHA lainnya (bab IV, h. 97).
BR juga pernah meminta pendapat dengan orang
yang memiliki penyesuaian diri yang baik, dan hasilnya
BR berintrospeksi apa-apa saja yang perlu diperbaiki lagi,
namun menurut orang disekitarnya, BR merupakan
pribadi yang humble dengan orang dan memiliki
penyesuaian diri yang baik. Begitu pula BR dalam melihat

122
penyesuaian diri orang lain atau sesamanya, BR merasa
bangga kepada sesama ODHA karena menjadi ODHA
sangatlah tidak mudah, namun mereka dapat melewatinya
dengan baik dan itulah yang menjadi acuan bagi BR untuk
terus semangat (bab IV, h. 99).

8. Perspektif Diri
Perspektif diri yang luas yaitu mempertahankan
pandangan orang lain tentang dirinya, dan diperoleh
melalui pengalaman dan belajar. Pada bab II (h. 40-41)
Perspektif yang luas tentang diri adalah memahami diri
menjadi lebih baik, tidak hanya melihat individu lain yang
lebih baik tetapi juga memperhatikan individu yang lebih
lemah dari dirinya (Hurlock dalam Yahya 2016).
Penerimaan diri dasar yaitu keyakinan bahwa diri diterima
secara intrinsik dan tanpa syarat. Hal ini sesuai dengan
Supratiknya (Putra 2017) bahwa penerimaan diri dasar ini
lebih berorientasi pada urusan personal individu. Individu
mampu menghargai dan menerima diri apa adanya serta
tidak menempatkan standar atau syarat yang tinggi di luar
kesanggupan dirinya (bab II, h. 36).
Pada bab IV (h. 99-101), ketiga ODHA merasa
puas dengan keberadaan dirinya sebagai seseorang yang
menderita HIV/AIDS. Karena menurut mereka, walaupun
dengan HIV/AIDS yang mereka derita, namun tidak
menyulutkan semangat mereka yang sama dengan
seseorang yang normal. Ketiga ODHA juga sadar bahwa

123
mereka memiliki kelemahan dan kelebihan yang harus
mereka terima tanpa harus rendah diri dengan kelemahan
yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan Hurlock
(dalam Permatasari dan Gamayanti 2016, 142) bahwa
individu juga akan merasa puas menjadi dirinya sendiri
tanpa memiliki keinginan untuk menjadi orang lain (bab
II, h. 43).

9. Pola Asuh di Masa Kecil


Menurut Hurlock (dalam Yahya 2016, 19), pola
asuh masa kecil berpengaruh pada perilaku individu di
masa depan termasuk penerimaan diri. Penerimaan diri
juga turut dipengaruhi oleh pola asuh di masa kecil.
Meskipun penyesuaian diri pada seseorang dapat berubah
secara radikal dikarenakan perubahan serta peningkatan
dalam hidupnya (bab II, h. 41). Hal ini sesuai dengan
pernyataan ketiga ODHA (bab IV, h. 101-102) dalam pola
asuh di masa kecilnya.
Kedua ODHA, EN dan MA merasa bahwa masa
kecilnya kurang bahagia. EN yang tinggal dengan ayah
yang menikah lagi dengan ibu tirinya merasa kurang
mendapatkan kasih sayang. Sejak remaja, EN menjadi
perempuan yang nakal, mencoba segala sesuatu yang
negatif demi melampiaskan karena kurangnya mendapat
kasih sayang. Saat SMP, EN sudah mengkonsumsi
narkoba dengan mantan suaminya yang penasun dan
meninggal karena HIV. Semenjak EN positif HIV,

124
barulah orang tuanya sadar bahwa EN kekurangan kasih
sayang. Karena sering dirawat pada awal positif HIV,
ayahnya dengan sabar menemani dan menyemangati EN
dengan penuh kasih sayang. Biaya pengobatan dan
perawatan diberikan sepenuhnya dari orang tua EN.
Namun setelah EN survive dari HIV/AIDS, EN tidak
pernah menganggap bahwa masa kecilnya yang kurang
bahagia membawa dampak negatif dikehidupannya yang
sekarang. EN merasa bahwa di balik itu semua terdapat
hikmahnya bagi dirinya hingga menjadi seperti sekarang
ini.
Pada bab IV (h. 101), MA juga menyatakan
bahwa dirinya kurang mendapatkan masa kecil yang
bahagia berbeda dengan anak kecil lain pada saat itu. MA
merasa dianak tirikan oleh orang tuanya terutama oleh
Ibunya, sedangkan kakaknya selalu menjadi anak emas
yang dituruti apapun kemauannya. Sedari SD, untuk
mendapatkan apa yang dirinya mau, MA harus bekerja
keras mendapatkannya dengan bekerja mencuci pakaian
dirumah orang, dan siangnya melanjutkan sekolah. Bagi
MA, ayah dan keluarga ayahnya lah yang memberikan
kasih sayang penuh kepada MA. Kakek dan adik ayahnya
yang sangat sayang kepada MA, jika MA dimarahi oleh
ibunya, dirinya langsung kerumah kakeknya.
Berbeda halnya dengan EN dan MA, justru BR
cukup bahagia dengan masa kecilnya dengan
mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya

125
sewakt kecil. Apapun yang BR butuhkan selalu terpenuhi
oleh orang tuanya. Sebagai anak tunggal, BR
mendapatkan pola asuh yang cukup baik semasa kecilnya,
tidak kurang suatu apapun. Namun ibu BR pergi
meninggalkannya entah kemana sejak BR duduk
dibangku Sekolah Dasar (bab IV, h. 102).
Ketiga ODHA dengan EN dan MA yang kurang
bahagia serta BR yang cukup bahagia dengan masa
kecilnya, mereka sama-sama sependapat bahwa masa
kecil mereka tidak mempengaruhi kehidupannya yang
sekarang. Terbukti walaupun EN dan MA merasa masa
kecilnya kurang bahagia, tetapi tidak menjadikan dirinya
yang sekarang tidak bahagia juga, justru sebaliknya.
10. Konsep Diri yang Stabil
Konsep diri yang stabil merupakan cara individu
melihat dirinya secara konstan dan tidak berubah-ubah.
Konsep diri yang baik mengarah pada penerimaan diri,
tetapi jika konsep diri yang rendah maka mengarah pada
penolakan diri. Jika dalam waktu yang sering individu
mampu melihat kondisinya dalam keadaan yang sama,
maka ia dapat dikatakan memiliki konsep diri yang stabil.
Kosslyn dan Rosenberg (dalam Indasari 2014, 22)
mengatakan bahwa konsep diri merujuk pada keyakinan,
keinginan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang ditetapkan
seseorang terhadap dirinya sendiri (bab II, h. 50) . Hal ini
sesuai dengan teori konsep diri menurut Sugianto (dalam
Indasari 2014, 19) bahwa aspek-aspek terbentuknya

126
konsep diri adalah memahami sifat-sifat yang dimiliki,
memahami kemampuan yang dimiliki, dan memahami
potensi yang mungkin dapat dikembangkan dengan baik
dan maksimal. Pada dasarnya individu selalu dihadapkan
pada dilema antara kebutuhan untuk mewujudkan
kemampuannya (bab II, h. 50). Oleh sebab itu, tujuan
adanya konsep diri adalah salah satu upaya yang
digunakan untuk membantu seseorang mengatasi masalah
yang dihadapi kearah yang lebih baik.
Kedua ODHA, EN dan BR merupakan individu
yang tebal muka dalam menanggapi suatu hal yang
berkaitan dengan dirinya (bab IV, h. 102-104). Karena
bagi kedua ODHA, hal tersebut tidak akan
mempengaruhinya sedikitpun, mereka tidak memikirkan
atas omongan orang lain tentang dirinya. EN dan BR
mempunyai kesamaan yaitu selalu berpegang teguh
dengan apa yang menjadi prinsipnya. Berbeda halnya
dengan ODHA yang ke 2, MA cenderung sesekali
memikirkan perkataan orang tentang makanan yang ia
buat, apakah makanan tersebut enak dan dapat diterima
masyarakat atau tidak, hal itu kerap terlintas dipikirannya.

Tabel 5.1 Faktor yang mempengaruhi ODHA dalam


menerima dirinya

ODHA 1 (EN) ODHA 2 (MA) ODHA 3 (BR)

127
1. Pemahaman 1. Pemahaman 1. Pemahaman diri:
diri: diri: Mampu mengenali
Mampu Mampu dirinya dengan
mengenali mengenali dirinya kelebihan dan
dirinya dengan namun terkadang kekurangannya dan
kelebihan dan minder dan tidak tidak terpuruk
kekurangannya percaya diri

2. Harapan 2. Harapan yang 2.Harapan yang


yang realistik: realistik:
realistik: Ingin membuka Ingin membantu
Ingin menjadi usaha lagi dengan banyak ODHA agar
konselor berdagang kue dpaat menerima
dengan banyak dirinya dan
belajar mengedukasi
masyarakat tentang
HIV/AIDS
3. Tidak adanya 3. Tidak adanya 3.Tidak adanya
hambatan di hambatan di hambatan di
lingkungan: lingkungan: lingkungan:
Pernah Tidak pernah Pernah
mendapatkan mendapat mendapatkan
diskriminasi diskriminasi diskriminasi dari
dari keluarga secara langsung, keluarga ketika
ketika open namun MA takut open status pertama
status pertama akan respon dari kali
kali mertuanya yang
pernah
mendiskriminasi
orang lain

128
4. Sikap anggota 4. Sikap anggota 4. Sikap anggota
masyarakat masyarakat masyarakat yang
yang yang menyenangkan:
menyenangka menyenangkan Tidak pernah
n: : memiliki masalah
Memiliki Teman-teman dan selalu
hubungan ODHA saling berhubungan baik
yang baik menerima satu dengan
dengan semua sama lain masyarakat
orang maupun di
termasuk kelompok
sesama ODHA persahabatan
ODHA

5. Tidak ada 5.Tidak ada 5.Tidak ada


gangguan gangguan gangguan
emosional emosional yang emosional yang
yang berat: berat: berat:
Tidak Tidak memiliki Tidak memiliki
memiliki gangguan gangguan
gangguan emosional terkait emosional terkait
emosional penyakut HIV penyakut HIV yang
terkait yang diderita diderita
penyakut HIV
yang diderita

6.Pengaruh 6.Pengaruh 6.Pengaruh


keberhasilan: keberhasilan: keberhasilan:
Menjadi jauh menjadi lebih Lebih mampu
lebih sehat dan tenang dengan mengontrol diri,
tidak merasa tidak tinggal lebih bijak dan
bahwa dirinya bersama dapat
sakit dan mertuanya mempertimbangkan
menderita kembali apa yang
telah dipikirkan

129
7.Identifikasi 7.Identifikasi 7.Identifikasi dengan
dengan orang dengan orang orang yang
yang yang penyesuaian
penyesuaian penyesuaian dirinya baik:
dirinya baik: dirinya baik: Sangat bangga
Meminta Meminta dengan para ODHA
pendapat dan pendapat dan yang tidak terpuruk
saling sharing saling sharing dengan kondisinya
tentang satu tentang satu sama sehingga dapat
sama lain lain dengan menjadi contoh
dengan sesama sesama ODHA yang baik buat diri
ODHA dan sering BR
mendapat
masukan

8. Perspektif 8. Perspektif diri: 8. Perspektif diri:


diri: Sadar bahwa Paham akan
Sadar bahwa memiliki dirinya sebagai
memiliki kelemahan dan ODHA dan tidak
kelemahan dan kelebihan yang terlalu
kelebihan yang harus diterima mementingkan apa
harus diterima harus rendah diri kata orang serta
harus rendah dengan merasa puas
diri dengan kelemahan yang dengan diri dan
kelemahan dimilikinya ingin berusaha
yang lebih
dimilikinya.

9. Pola asuh 9. Pola asuh masa 9. Pola asuh masa


masa kecil: kecil: kecil:
Kurang Kurang bahagia, Diasuh dengan
bahagia, karena dipilih sangat baik tanpa
karena didik kasihkan oleh kekurangan kasih
keras dan orang tuanya sayang dariorang
kurang tuanya
mendapat
perhatian dari
ibu tirinya

130
10. Konsep diri 10. Konsep diri 10. Konsep diri yang
yang stabil: yang stabil: stabil:
Yakin akan Yakin dengan Mampu
diri sendiri dirinya karena menerima dirinya
dan tidak mendapat dan tidak
peduli dukungan yang mementikan
omongan kuat dari suami perkataan orang
orang dan EN dan anak- lain tentang
kuat karena anaknya dirinya sebagai
anak-anaknya ODHA

B. Diskusi
Peneliti mendapatkan temuan menarik, diantaranya:

Dalam penelitian ini salah satu faktor yang


mempengaruhi penerimaan diri adalah pola asuh di masa kecil.
Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan serta perkembangan anak ketika dewasa. Pola
asuh yang salah diterapkan oleh kebanyakan orang tua karena
pernah merasakan masa lalu yang seperti itu. Sikap orang tua
dalam berinteraksi dengan anaknya merupakan bentuk pola
asuh. Sekarang ini telah banyak orang tua yang menerapkan
beberapa pola asuh yang berbeda-beda kepada anak mereka.
Mulai dari yang memanjakan hingga mendisiplinkan anaknya.
Namun dibalik itu semua, pola asuh sangat penting
dalam pembentukan sikap dan perilaku anak tersebut
dikemudian hari. Salah satu pembentuk perilaku adalah pola
asuk anak saat usia dini, apabila tidak diarahkan dengan baik
akan berdampak dikehidupan sang anak ketika dewasa.
Dimana perilaku ini akan pertama kali terbentuk dari

131
lingkungan keluarga terutama orang tua, dilihat dari
bagaimana orang tua dalam mengerahkan anaknya. Namun
disisi lain, walaupun dimasa kecilnya bahagia, belum tentu
pada saat dewasa akan merasa bahagia juga, begitupun
sebaliknya. Itu semua tergantung dari bagaimana individu
dalam beradaptasi dan menyesuaikan dirinya dari waktu ke
waktu. Pola asuh di masa kecil yang dimiliki ketiga ODHA
beragam dengan treatment yang berbeda-beda pula. Pola asuh
tersebut memberikan pengaruh bagi ketiga ODHA.
EN dan MA mendapatkan pola asuh yang kurang
baik dari ibunya. Hal tersebut membuat EN menjadi anak yang
nakal di masa kecilnya. Lalu MA menjadikan dirinya harus
bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dia mau.
Sedangkan BR mendapatkan pola asuh yang cukup baik di
masa kecil dengan mendapatkan perhatian dan kasih sayang
yang seutuhnya mengingat BR adalah anak tunggal. Menurut
ketiga ODHA, mereka tidak terpengaruh oleh pola asuh atau
masa kecilnya dahulu, karena bagi EN dan MA masa kecilnya
serta pola asuh yang diterapkan sewaktu kecil walaupun tidak
bahagia, namun seiring berjalannya waktu dan pendewasaan
diri, sekarang pun kedua ODHA tidak merasa terpuruk dan
tidak menjadikan masa kecilnya menjadi suatu hal yang akan
membuat hidupnya kedepan menjadi buruk juga sama seperti
masa kecilnya. BR juga mengungkapkan bahwa dengan
dirinya menjadi seorang gay bukan merupakan hasil dari pola
asuh di masa kecilnya dan bukan karena ibunya yang pergi
meninggalkannya, tetapi karena memang dirinya yang

132
merasanya nyaman dan tertarik melihat laki-laki diatas
usianya, hal tersebut sudah dijalaninya sejak di bangku
Sekolah Dasar dan BR mulai meyakini dan menjalani dirinya
sebagai seorang gay sejak Sekolah Menengah Kejuruan hingga
saat ini.
Hal menarik lainnya yaitu ketiga ODHA sama-sama
tidak open status di lingkungannya. Hal tersebut tidak lantas
membuat mereka tidak menerima dirinya secara utuh,
melainkan menurut mereka bahwa HIV/AIDS tidak untuk
disebarluaskan ke lingkungan yang mana kedua ODHA tidak
begitu dekat dengan lingkungan sekitar tempat tinggal ODHA,
hanya MA yang cukup dekat dengan lingkungan sekitar.
Ketiganya juga dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak
mau ambil pusing dengan apa yang dikatakan oleh orang lain,
selama orang lain tersebut tidak ada pengaruhnya bagi
kelangsungan hidup mereka. Menurut ketiga ODHA,
walaupun dirinya tidak open status di masyarakat (lingkungan
sekitar rumahnya), mereka tetap dapat menerima dirinya
dengan baik melalui proses yang tidak mudah.
Hal menarik selanjutnya adalah kedua ODHA, EN
dan BR memiliki penerimaan diri yang sangat baik, EN dan
BR sudah mampu membantu sesama ODHA lainnya dalam
berbagi ilmu dan melakukan konseling. EN juga sudah
menjadi konselor di suatu Klinik. Namun jika dikaitkan
dengan factor yang mempengaruhi ODHA sesuai dengan teori
dan hasil wawancara, peneliti menemukan bahwa Kelompok
Persahabatan ODHA belum terlalu kuat dalam membantu

133
ODHA terkait penerimaan diri dari ketiga ODHA yang diteliti,
karena dari hasil penelitian, ODHA mampu menerima dirinya
sebagian besar didapat dari dirinya sendiri yang ingin berubah
menjadi lebih baik, kelompok persahabatan ODHA juga
membantu ketiga ODHA dalam menerima dirinya seperti
penguatan emosional, sharing sesame ODHA, pemberian
motivasi,dsb.
Hal yang peneliti temukan dari ketiga ODHA ini
ialah mereka semua sama-sama ingin membawa perubahan
yang lebih baik lagi bagi dirinya sendiri, orang terdekatnya,
maupun masyarakat luas. Mereka samasama ingin
mempelajari lebih banyak lagi tentang HIV/AIDS agar mereka
dapat memberi bantuan dan dukungan bagi sesama ODHA
diluar sana dalam penanganan HIV/AIDS seperti apa, juga
menyuarakan dan tentunya memberi pemahaman tentang
penyakit HIV/AIDS secara lebih detail, sehingga masyarakat
mengerti HIV/AIDS itu seperti apa dan terinformasi dengan
jelas. Hanya saja, dalam mencapai perubahan tersebut ketiga
ODHA mempunyai jalan dan waktunya masing-masing.
Hal ini juga dapat dikaitkan dengan nilai-nilai agama
Islam dimana antara orang mukmin satu dengan lainya harus
saling membantu, menolong, menopang dan sama-sama
memikul beban untuk kemaslahatan mereka bersama. Islam
menganjurkan sikap persamaan hak, pengertian dan
penghargaan serta pelayanan yang tidak mengenal perbedaan
di antara sesama manusia. Sama hal nya dengan YPI yang
membantu menangani masalah HIV dan ODHA satu dengan

134
lainnya yang saling tolong menolong. Isyarat dalam QS.
Abasya: 1-11 mengandung makna dan pengajaran agar setiap
muslim memberikan pelayanan yang baik kepada sesama
muslim tanpa membedakan status sosialnya ataupun keadaan
fisiknya.

135
BAB VI

PENUTUP

Bagian ini menjelaskan tentang Simpulan, Implikasi dan


Saran. Berikut ini adalah paparan masing-masing sub bab
tersebut:

A. Simpulan
Dalam bab ini, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa Penerimaan Diri pada Orang Dengan HIV/AIDS
merupakan suatu hal yang sulit dilakukan dan butuh banyak
dukungan dari orang terdekat serta LSM yang mampu
menangani permasalahan HIV/AIDS. Dinamika penerimaan
diri pada ODHA bergantung pada faktor yang
menmpengaruhi penerimaan dirinya yakni pemahaman akan
diri yang kuat, adanya sikap menyenangkan dari lingkup
baru, dalam hal ini adalah Kelompok Persahabatan ODHA,
serta kekmampuan social skill yang baik dari para ODHA.
Sebagaian besar penerimaan diri ketiga ODHA didapat dari
dirinya sendiri. Dengan bergabung di Kelompok
Persahabatan ODHA, ketiga ODHA merasa terbantu dalam
hal penerimaan dirinya berupa dukungan emosional serta
dukungan secara finansial berupa modal usaha dan pelatihan.
Banyak perubahan yang didapat oleh ketiga ODHA setelah
bergabung di Yayasan Pelita Ilmu. Ada beberapa hal menarik
yang peneliti temukan dalam penelitian ini yaitu pola asuh di
masa kecil dari ketiga ODHA membuat diri mereka menjadi

136
lebih kuat dan lebih baik, terlepas dari masa kecil yang
bahagia ataupun kurang bahagia, lalu ketiga ODHA sama-
sama tidak open status di lingkungannya dan yang terakhir
adalah dua dari ketiga ODHA sudah memiliki penerimaan
diri yang sangat baik terbukti bahwa mereka sudah bisa
membantu sesama ODHA dengan bantuan konseling dan
informasi terkait pemeriksaan VCT. Hal ini dapat
menjadikan pelajaran yang positif dalam hidup untuk lebih
baik kedepannya.

B. Implikasi
Melalui hasil kesimpulan diatas, implikasi dari penelitian ini
yaitu agar menjadi bahan referensi acuan bagi penelitian
untuk mengetahui tentang penerimaan diri pada Orang
Dengan HIV/AIDS. Untuk seluruh masyarakat yang masih
memiliki stigma negatif terhadap Orang Dengan HIV/AIDS
agar dapat bertoleransi dan mendukung para ODHA untuk
tetap hidup lebih baik lagi. Berusaha mencari informasi
terkait HIV/AIDS agar tidak dengan mudah menjustifikasi
ODHA. Untuk masyarakat, jangan takut untuk tes VCT
sedari dini dan sebelum menikah, agar mencegah penularan
HIV/AIDS lebih banyak lagi.

C. Saran
Peneliti memberikan beberapa saran, diantaranya:

6. Lembaga

137
a. Yayasan Pelita Ilmu diharapkan mampu untuk
memaksimalkan perannya sebagai lembaga swadaya
masyarakat yang menangani kasus HIV/AIDS.
b. Yayasan Pelita Ilmu memerlukan peningkatan kualitas
dan kuantitas dari sumber daya manusia dalam hal
penanganan masalah ODHA. Yayasan Pelita Ilmu juga
memerlukan Pekerja Sosial lulusan Kesejahteraan
Sosial dalam melakukan konseling, asessment dan juga
advokasi agar dapat dilakukan penanganan kasus
dilihat dari sisi Pekerja Sosial.
c. Yayasan Pelita Ilmu perlu menyediakan sarana dan
prasarana untuk anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA)
baik itu ruangan bermain maupun ruang belajar.
d. Yayasan Pelita Ilmu diharapkan dapat memberikan
akses data bagi para peneliti dalam melakukan
penelitian agar hasil penelitian menjadi maksimal dan
jelas sesuai dengan prosedur yang berlaku.

7. ODHA
a. Tetap jadi diri sendiri dan percaya dengan diri sendiri.
b. Jangan malu terhadap status sebagai ODHA dan
teruslah membantu sesama ODHA dengan memberikan
informasi terkait HIV/AIDS.
c. Lebih proaktif lagi dalam mengikuti kegiatan yang
diadakan oleh pihak YPI.

8. Penelitian Selanjutnya

138
a. Penelitian ini hanya sebatas menjelaskan tentang
penerimaan diri, diharapkan peneliti selanjutnya dapat
mengkaji tentang hal lainnya seperti resiliensi maupun
konsep diri terkait dukungan untuk ODHA di Yayasan
Pelita Ilmu.
b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat secara lebih
detail mengkaji tentang penerimaan diri pada ODHA
melalui program lainnya yang ada di Yayasan Pelita
Ilmu karena masih banyak ODHA yang belum bisa
menerima dirinya dengan baik.

Demikian kesimpulan beserta saran yang peneliti


sampaikan dalam tulisannya, peneliti menyadari banyak
kekurangan dalam penulisan penelitian ini, semoga saran-saran
yang diberikan menjadi sebuah kritik yang membangun untuk
meningkatkan penerimaan diri bagi ODHA dan juga kinerja
Yayasan Pelita Ilmu lebih baik lagi.

139
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agustino, Leo. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:


CV. Alfabeta.

Bastaman. H. D. (2007). Logoterapi, Psikologi Untuk


Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Alih bahasa: Waluyo Agung, Yasmin Asih, Juli
Kuncara, I.made karyasa. Jakarta: EGC.
Bungin, Burhan. (2013). Metode Penelitian Sosial & Ekonomi:
Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif Untuk Studi
Sosiologi, Kebijakan, Publik, Komunikasi, Manajemen, dan
Pemasaran Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada
Media Goup.
Daigle, et al. (1999). HIV Home Care Handbook. London: Jones
and Bartlett Publisher International. h. 6.

Ghoni, M. Djunaidi dan Almanshur, F. (2012). Metode Penelitian


Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Gitterman, A. and Gernain, C.B. (2008). The Life Model of Social


Work Practice Advance in Theory and Practice (3rd Edit).
New York: Columbia University Press. h. 63-6

Harahap, W Syaiful. (2008). Pers Meliput AIDS. Jakarta:


Salemba Medika.

140
Hawari, Dadang. (2002). Konsep Agama Islam Menanggulangi
HIV/AIDS. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Kirst-Ashman, K.K and Hull, Grafton H. (1999). Understanding


Generalist Practice 2nd ed. Chicago: Nelson-Hall Publisher.

Moleong, Lexy J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muninjaya, A.A Gde. (1998). AIDS di Indonesia: Masalah dan


Kebijakan Penanggulangannya. Jakarta: EGC. h. 7

Nursalam dan Kurniawati, N.D. (2009). Asuhan Keperawatan


pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba
Medika.

Payne, M. (2016). Teori Pekerjaan Sosial Modern. Yogyakarta:


Penerbit Samudra Biru.

Riyanto, T. (2006). Jadikan Dirimu Bahagia. Yogyakarta:


Kanisius.

Sarafino E. (2011). Health psychology: Biopsychosocial


interactions (7th ed). Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Suprayogo, Imam dan Tabroni. (2001). Metodologi Penelitian


sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. h. 193.

141
Toseland, Ronald W and Rivas, Robert F. (2005). An
Introduction to Group Work Practice. 5th ed. Boston:
Pearson Allyn & Bacon.

Zubairi Djoerban, Samsuridjal Djauzi. (2006). HIV/AIDS di


Indonesia. Dalam A.W. Sudoto, B. Setiyohadi, I. Alwi, M.
Simadibrata K, S. Setiati: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. p.1803-1808

Jurnal

Arriza, Beta K et al. (2011). Memahami Rekonstruksi


Kebahagiaan pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol. 10, No. 2.
Diakses pada 09 September 2020
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view
/2889/2572.

Hermawanti, P dan Widjanarko, M. (2011). Penerimaan Diri


Perempuan Pekerja Seks yang Menghadapi Status HIV
Positif di Pati Jawa Tengah. Jurnal Psikologi Universtas
Maria Kudus Vol. 3, No 2. Diakses pada 06 Januari 2020
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abs
trak/Isi_Artikel_920032037283.pdf

Khasanah, Fitriatun dan Shanti, Luh Putu. (2015). Penerimaan


Diri pada Perempuan Pekerja Seks Penderita HIV/AIDS.
Jurnal Psikologi Proyeksi, Vol. 10, No 1 . Jurnal diakses
pada tanggal 19 Juli 2020

142
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/proyeksi/article/view/
3298/2430

Marni, Ani dan Yuniawati, Rudy. (2015). Hubungan Antara


Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri pada Lansia di
Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Jurnal Fakultas
Psikologi Vol. 3 No 1 Universitas Ahmad Dahlan. Diakses
tanggal 16 Agustus 2020
https://core.ac.uk/download/pdf/295346926.pdf.

Nurachmah, E. & Mustikasari. (2009). Faktor pencegahan


HIV/AIDS akibat perilaku beresiko tertular pada Siswa
SLTP. Makara Kesehatan, 13 (2), 63-68. Jurnal diakases
pada 10 Oktober 2020
http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/36
0/356

Nursalam & Kurniawati, N.D. (2009). Asuhan Keperawatan


Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta. Salemba Medika.

Paryati, Tri et al. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Stigma dan Diskriminasi kepada ODHA (Orang dengan
HIV/AIDS) oleh petugas kesehatan : kajian literatur. Jurnal
Kesehatan Universitas Padjajaran Bandung. Diakses pada
09 September 2020 http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/02/Pustaka_unpad_Faktor_-
Mempengaruhi_-Stigma_ODHApdf.pdf

Permatasari, Vera dan Wtrin Gamayanti. (2016). Gambaran


Penerimaan Diri (Self-Acceptance) pada Orang yang

143
Mengalami Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Psikologi UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, Vol. 3. Diakses pada 16 Agustus
2020
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/download/
1100/792.

Putri, Ida Ayu Karina dan David Hizkia Tobing. (2019).


Gambaran Penerimaan Diri pada Perempuan Bali
Pengidap HIV-AIDS. Jurnal Psikologi Udayana. Diakses
tanggal 19 Juli 2020
https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/2805
4/17610.

Sari, Devia Juwita dan Muhammad Reza. (2013). Hubungan


Antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada
Remaja Penderita HIV di Surabaya. Jurnal Penelitian
Psikologi UNESA. diakses tanggal 20 Juli 2019
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/character/arti
cle/view/2716/5699.

Satyaningtyas, Rahayu dan Sri Muliati Abdullah. (2012).


Penerimaan Diri dan Kebermaknaan Hidup Penyandang
Cacat Fisik. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Buana Yogyakarta. Diakese pada 16 Agustus 2020
https://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-
content/uploads/2012/06/Rahayu-Sri-Muliati-A.-
Penerimaan-diri.ok_.pdf

144
Sofiyah. (2016). Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan
Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus (Tipe II). Jurnal
Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Vol. 18
No. 2. Diakses pada 20 Agustus 2020
file:///C:/Users/Owner/Downloads/397-1115-2-PB.pdf

Wangge, B. D., & Hartini, N. (2013). Hubungan Antara


Penerimaan Diri Dengan Harga Diri pada Remaja Pasca
Perceraian Orangtua. Jurnal Psikologi Kepribadian dan
Sosial Vol. 2, No 1. Diakses pada 05 Juli 2020
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jpks1f40771783full.pdf

Skripsi

Ardhian Putra, R. (2014). Hubungan Antara Penerimaan Diri


Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Difabel. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Diakses pada 10 Maret 2020
http://eprints.ums.ac.id/31984/1/02.%20NASKAH%20PUB
LIKASI.pdf

Heriyadi, Akbar. (2013). Meningkatkan Penerimaan Diri (Self


Acceptance) Siswa Kelas VIII Melalui Konseling Realita Di
SMP Negeri 1 Bantarbolang Kabupaten Pemalang Tahun
Ajaran 2012/2013. Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan

145
Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri
Semarang. h. 16. Skripsi diakses pada 05 Oktober 2020.

Husniyati, D. N. (2009). Hubungan Antara konsep diri dengan


penerimaan diri anak jalanan di RSPA Kota Semarang.
Skripsi Diunduh 10 November 2019 dari
http://lib.unnes.ac.id/924/1/5590.pdf

Indasari, Rika Nur. (2014). Penerimaan Sosial Ditinjau dari


Konsep Diri dan Keterbukaan Diri Remaja. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya
Mandala Madiun. Skripsi diakses pada 05 Oktober 2020.

Mufidatu Z., Fatihul. (2015). Studi Kasus Penerimaan Diri


Remaja yang Memiliki Keluarga Tiri di Desa Banjarsari
Kabupaten Tulungagung. Skripsi Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses pada 16 Agustus
2020 pada http://etheses.uin-
malang.ac.id/3116/1/11410079.pdf.

Munandar, Tris. (2019). Penerimaan Diri Orang Tua yang


Memiliki Anak Difabel Netra di SLB-A Yaketunis Kota
Yogyakarta. Skripsi Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Diakses pada 16 Agustus 2020 pada
http://digilib.uin-
suka.ac.id/36615/1/14220042%20_%20%20BAB%20I%2C
%20%20IV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

146
Pertiwi. (2011). Pengaruh Dukungan Sosial Pegawai LAPAS
Sebagai Wali terhadap Penerimaan Diri Anak Didik di
Lembaga Pemsyarakatan Kelas II A Anak Blitar. Skripsi
UIN Malang.

Simarmata, Pebryanti. (2018). Pengaruh Dukungan Sosial


Terhadap Penerimaan Diri pada Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA). Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara. Diakses pada 16 Agustus 2020 pada
repositori.usu.ac.id.

Website

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktur Jendral P2P.


(2020). Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit
Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan IV Tahun 2019.
Jakarta: Badan P2P Kemenkes RI. Diakses pada 20 Febuari
2020, https://siha.kemkes.go.id/portal/perkembangan-
kasus-hiv-aids_pims#

World Health Organization. (2009). Integrating Gender into


HIV/AID Programmes in the Health Sector: Tool to
Improve Responsiveness to Women's Needs. Geneva: WHO
Press. Diakses pada 25 November 2019 pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK143043/.

Yayasan Pelita Ilmu http://ypi.or.id

147
148
LAMPIRAN

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

Informan : Pengurus YPI


Nama Informan :
Topik Wawancara :
Tempat Wawancara :
Hari/Tgl Wawancara :

NO PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana proses tahapan


awal ODHA di Yayasan
Pelita Ilmu, bentuk
perekrutannya seperti apa?

2. Apakah ada SOP


pelayanan/perawatan
ODHA disini?

3. Adakah kriteria khusus


terhadap ODHA yang akan
menerima program
kelompok persahabatan
ODHA ini?

4. Siapakah sasaran program


kelompok persahabatan
ODHA ini?

149
5. Apa yang melatarbelakangi
adanya program kelompok
persahabatan ODHA ini?

6. Hal apa saja yang


ditanamkan dalam program
persahabatan ODHA ini?

7. Kategori program kelompok


persahabatan ODHA?

9. Adakah kerja sama dengan


pihak lain, baik itu
penyaluran ODHA ke dunia
kerja maupun pihak lain
yang turut membantu
berjalannya program
persahabatan ODHA ini,
seperti apa bentuk
kerjasama tsb?

10. Apa tujuan yang diharapkan


dari program kelompok
persahabatan ODHA ini,
dalam hal ekonomi, sosial
dan psikologis ODHA?

11. Manfaat/hasil apa saja yang


didapat oleh ODHA selama
mengikuti kelompok ini?

12. Perubahan apa yang


signifikan dirasakan oleh
ODHA dalam hal
penerimaan diri dengan
tergabungnya mereka dalam
kelompok persahabatan

150
ODHA?

13. Jikalau masih ada ODHA


yang dianggap rentan/masih
belum bisa menerima
dirinya sendiri setelah
mengikuti program ini,
apakah yang dilakukan oleh
para pengurus?

14. Bagaimana hubungan para


ODHA dalam kelompok
persahabatan ODHA?

15. Bentuk dukungan seperti


apa yang diberikan pada
ODHA dalam kelompok
ini?

16. Adakah proses evaluasi


ataupun monitoring setelah
melakukan program ini
sehingga pengurus
mengetahui kondisi ODHA
telah baik dari sebelumnya?

17. Dalam hal ekonomi,


psikologis dan sosial, hal
apakah yang paling
menonjol dalam mengikuti
program kelompok
persahabatan ODHA ini?

18. Selain penanggung jawab


program dan relawan,
apakah ada tenaga ahli
lainnya? Seperti psikolog &

151
peksos?

19. Jika ada peksos, apa peran


peksos bagi ODHA yang
tergabung dalam kelompok
persahabatan ODHA?

152
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA

Informan: ODHA
Nama Informan :
Tempat Wawancara :
Hari/Tgl Wawancara :
Waktu Wawancara :

NO PERTANYAAN JAWABAN
A Pemahaman Diri
1. Menurut anda, apa
kekurangan yang anda
miliki?
2. Bagaimana pendapat dari
orang lain mengenai diri
anda?
B Harapan yang Realistik
1. Anda ingin menjadi orang
yang seperti apa?
2. Upaya apa yang anda
lakukan untuk merubah
diri anda menjadi lebih
baik?
3. Apa harapan anda
kedepannya setelah
tergabung dalam kelompok
persahabatan ODHA?
C Tidak Adanya Hambatan Di
Lingkungan
1. Apakah anda pernah
mengalami diskriminasi di

153
lingkungan sekitar?
2. Bagaimana anda
menghadapi kondisi
tersebut?
3. Kegiatan apa yang lakukan
di masyarakat?
D Sikap Anggota Masyarakat
yang Menyenangkan
1. Dukungan apa yang anda
dapat dari keluarga
maupun sahabat?
2. Bagaimana hubungan anda
dengan ODHA lainnya di
Kelompok Persahabatan
ODHA?
3. Apakah anda pernah
menanyakan pendapat
orang lain mengenai diri
anda dan apa pendapat
orang tersebut?
4. Dukungan seperti apa yang
diberikan kelompok
persahabatan odha?
E Tidak Adanya Gangguan
Emosional yang Berat
1. Hal apa yang membuat
anda merasa stress?
2. Bagaimana cara anda
menghilangkan stress?
3. Apa yang membuat anda
merasa tenang?
F Pengaruh Keberhasilan
1. Apa keberhasilan yang
sudah anda raih?

154
2. Apakah dengan
keberhasilan yang anda
raih mempengaruhi anda?
3. Perubahan apa yang terjadi
dalam diri anda setelah
meraih keberhasilan
tersebut?
G Identifikasi dengan Orang
yang Memiliki Penyesuaian
Diri yang Baik
1. Apakah sesama ODHA di
kelompok persahabatan
ODHA dan yang anda
temui dapat menerima
dirinya?
2. Apa yang anda dapat dari
sesama ODHA di
kelompok persahabatan
ODHA ini dalam
menerima diri mereka?
3. Bagaimana tanggapan
anda mengenai mereka?
H Perspektif Diri
1. Menurut anda tipe orang
yang seperti apa?
2. Apakah anda puas dengan
keberadaan diri anda?
3. Apakah pendapat orang
lain mempengaruhi
perubahan diri anda?
I Pola Asuh di Masa Kecil
yang Baik
1. Seperti apakah masa kecil
Anda?

155
2. Apakah masa kecil anda
bahagia?
3. Apa hal yang anda ingat
sewaktu kecil bersama
orang tua yang paling
berkesan?
J Konsep Diri yang Stabil
1. Apakah anda yakin dengan
diri sendiri?
2. Apa yang membuat diri
anda yakin?

156
Lampiran 3
TRANSKRIP WAWANCARA

Informan: Pengurus Yayasan Pelita Ilmu


Nama Informan : RN
Topik Wawancara : Proses dan manfaat program kelompok
persahabatan ODHA
Tempat Wawancara : Ruang Tamu YPI, Kebon Baru, Jak-Sel
Hari/Tgl Wawancara : Senin, 20 Juli 2020

NO PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana proses tahapan Ya perekrutannya sih


awal ODHA di Yayasan biasanya mereka mengubungi
Pelita Ilmu, bentuk kami, bisa lewat telepon atau
perekrutannya seperti datang langsung, atau juga
apa? rujukan dari Rumah Sakit,
atau perorangan. Macem-
macem, sih.

2. Apakah ada SOP Ya yang pasti, dia harus


pelayanan/perawatan ODHA positif. Itu doang sih,
ODHA disini? gak harus yang macem-
macem.

3. Adakah kriteria khusus Kriteria khususnya sih tidak


terhadap ODHA yang ada ya. Semua ODHA bisa
akan menerima program bergabung di kelompok ini.
kelompok persahabatan
ODHA ini?

4. Siapakah sasaran program Semua kalangan, bisa siapa


kelompok persahabatan saja, yang pasti harus positif
ODHA, ya. Banyakan sih

157
ODHA ini? perempuan.

5. Apa yang Karena kasus HIV dulunya


melatarbelakangi adanya banyak, ya. Belum banyak
program kelompok LSM yang mendampingi.
persahabatn ODHA ini? Kemudian Mereka juga kan
butuh informasi sebanyak-
banyaknya, butuh
pendampingan juga dari kita,
butuh keterampilan-
keterampilan juga untuk
mandri, dan dibutuhkan juga
suatu perkumpulan supaya
mereka bisa sharing
informasi, bertukar pikiran.
Apalagi yang kita tahu,
ODHA itukan tertutup,
mereka tidak gampang untuk
mempercayai orang sekalipun
keluarganya.

6. Hal apa saja yang Yang pertama sih,


ditanamkan dalam kemandirian. Karena kan
program persahabatan mereka kan gak selamanya
ODHA ini? bergantung sama kita, pasti
mereka ingin juga kehidupan
yang normal seperti biasanya
sebelum menjadi ODHA.
Lalu kami juga kan dananya
tergantung dari donator.
Diharapkan sih setelah
mereka menerima dan
mendapatkan pelatihan, bisa
menjadi mandiri untuk
kedepannya. Kemudian,

158
supportif dalam sesama
ODHA, diharapkan para
ODHA bisa saling
mendukung sesamanya dalam
keadaan apapun.

7. Kategori program Sebenernya sih tidak ada, ya.


kelompok persahabatan Kalau ingin bergabung, bisa
ODHA? datang langsung dan
koordinasi dengan kami dan
akan disesuaikan dengan
ODHA dan program yang ada
disini.

9. Adakah kerja sama Ada dong pastinya, disini kan


dengan pihak lain, baik itu kita membantu odha bukan
penyaluran ODHA ke hanya dukungan secara
dunia kerja maupun pihak emosional, tetapi juga dengan
lain yang turut membantu mengasah skill yang mereka
berjalannya program miliki, lalu ketika mereka
persahabatan ODHA ini, sudah bisa mengaplikasikan
seperti apa bentuk skill yang telah dipelajari
kerjasama tsb? barulah kami salurkan dengan
pihak-pihak yang sekiranya
bisa menampung skill yang
mereka miliki, seperti di
konveksi dll.

10. Apa tujuan yang Tujuannya agar mereka tetap


diharapkan dari program produktif, karena kan mereka
kelompok persahabatan punya keluarga ya, punya
ODHA ini, dalam hal anak, harus tetap mencari
ekonomi, sosial dan penghasilan dan mempunyai
psikologis ODHA? tanggung jawab yang besar
jadi harus tetap bekerja.

159
11. Manfaat/hasil apa saja Jadi punya banyak teman,
yang didapat oleh ODHA punya banyak informasi dan
selama mengikuti pengalaman, kemudian punya
kelompok ini? keterampilan, punya jaringan
komunikasi dengan sesama
ODHA, tambahan modal
usaha, ya setiap tahun mereka
dapat bantuan nutrisi (susu
atau makanan) untuk anak-
anak setiap bulan dan
orangtuanya mendapat
bantuan berupa uang atau gak
pelatihan.

12. Perubahan apa yang Banyakk ya… mereka jadi


signifikan dirasakan oleh lebih terbuka satu sama lain,
ODHA dalam hal makin happy, gak suntuk lagi
penerimaan diri dengan gak galau lagi, mereka jadi
tergabungnya mereka punya temen cerita, temen
dalam kelompok berbagi keluh kesah, jadi
persahabatan ODHA? berani bersuara didepan
umum, ya walaupun cuma
sebagian sih yang berani yaa..
mereka jadi lebih tenang sih
ya kalo saya liat
pembawaannya.

13. Jikalau masih ada ODHA Yang dilakukan oleh para


yang dianggap pendamping ialah rutin diberi
rentan/masih belum bisa penjelasan agar tidak
menerima dirinya sendiri menularkan
setelah mengikuti pasangan/temannya, pihak
program ini, apakah yang yang dekat dengan mereka.
dilakukan oleh para Biasanya sih memang ada
pengurus? konseling dari psikolog,

160
konselor, dan kalo memang
butuh dokter juga kami
dtaangkan untuk memberi
penjelasan terkait HIV.

14. Bagaimana hubungan para Mereka saling mendukung,


ODHA dalam kelompok saling memberikan informasi,
persahabatan ODHA? mereka jugakan ada grup
sendiri di program, biasa
mereka juga kompak untuk
bertanya, sharing dengan
sesama ODHA.

15. Bentuk dukungan seperti Dukunganya lebih kepada


apa yang diberikan pada pemberian konseling dan
ODHA dalam kelompok motivasi dengan mengajak
ini? para ODHA dalam mengikuti
kegiatan yang ada di YPI ini,
berkenalan dengan banyak
sesama odha, jadi para
ODHA tidak merasa sendiri
dan merasa dihargai karena
memiliki teman yang senasib
seperti dirinya.

16. Adakah proses evaluasi Ada, biasanya kami


ataupun monitoring melakukan hal tersebut dalam
setelah melakukan pertemuan bulanan dengan
program ini sehingga para ODHA. Kalo untuk
pengurus mengetahui monitoring dilakukan seperti
kondisi ODHA telah baik rujukan ke rumah sakit, home
dari sebelumnya? visit, dan konseling langsung
di YPI ini. Karena kalau
ODHA rujuk ke rumah sakit
itu drop biasanya karena
putus obat, komunikasi

161
dengan temannya jarang,
mereka jauh dari informasi,
jadi tidak ada yang
mengingatkan untuk minum
obat dan semacamnya.
Keluarganya memang juga
harus mendukung ODHA
untuk setiap hari minum obat,
agar tidak drop.

Biasa juga kita ada konseling


keluarga, tetapi itu juga balik
lagi kepada odhanya, apakah
dia bersedia keluarganya
diajak konseling atau tidak.
Karena kan privasi ODHA
sangat penting, pengennya
tidak semua keluarga tahu,
kalau sudah tiketahui orang,
mereka takut akan
diskriminasi. Jadi memang
kita menjaga betul privasi
ODHA.

17. Dalam hal ekonomi, Karena mereka kan sama


psikologis dan sosial, hal seperti manusia biasanya,
apakah yang paling pasti ekonomi. Jadi mereka
menonjol dalam tanggung jawabnya juga
mengikuti program besar ada yang membantu
kelompok persahabatan suaminya, ada pula yang
ODHA ini? single parent dan harus
membiayi orangtua serta anak
mereka. Psikologi dan
sosialnya juga sih, butuh
perhatian khusus untuk

162
merawat dan mendampingi
anak-anak, biasanya juga
anak-anak susah untuk makan
dan minum obat. Orang yang
mengasuh anak tersebut juga
kan harus bisa mengawasi si
anak supaya selalu mium
obat. Nah dikelompok ini
para odha diberi konseling
dan informasi dengan
mendatangkan para ahli
dalam menjelaskan
bagaimana caranya agar tidak
malas minum obat,
bagaimana caranya agar anak
tidak susah minum obat dan
nutrisi yang mereka terima
dapat cukup.

18. Selain penanggung jawab Ada, lumayan lengkap sih.


program dan relawan, Tapi disini mereka semua
apakah ada tenaga ahli saling kontribusi dan bekerja
lainnya? Seperti psikolog sama dalam menangani
& peksos? ODHA, jadi mereka disini
bisa melakukan tugas apapun
terlepas dari pekerjaan
utamanya apa. Jadi
kondisinya merangkap.

19. Jika ada peksos, apa Biasanya ya jadi pendmping,


peran peksos bagi ODHA jadi tempat ODHA untuk
yang tergabung dalam berkonsultasi, tempat
kelompok persahabatan bercerita berbagi informasi.
ODHA? Melakukan assesmen,
konseling dan banyak hal

163
lainnya.

Lampiran 4
TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Penanggung Jawab Kelompok Persahabatan


ODHA
Nama Informan : SN
Topik Wawancara : Proses dan manfaat program kelompok
persahabatan ODHA
Tempat Wawancara : Ruang Tamu YPI, Kebon Baru, Jak-Sel
Hari/Tgl Wawancara : Selasa, 21 Juli 2020

NO PERTANYAAN JAWABAN
1. Bagaimana proses Macem-macem Mba, secara
tahapan awal ODHA di formal kita minta data diri atau
identitas ODHA, keluarga,
Yayasan Pelita Ilmu,
secara lengkap. Jadi gak asal dan
bentuk perekrutannya tahu statusnya secara jelas. Nanti
seperti apa? ada form yang harus diisi
ODHA. ODHA yang datang
kesini biasanya ada rujukan dari
Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik
dan layanan kesehatan lainnya.
Ada juga yang datang sendiri.
Biasanya setelah itu kami
konseling mengenai latar
belakang kehidupannya
bagaimana bisa terkena virus
HIV tersebut darimana.
Perekrutannya dilakukan dengan

164
program PMTCT, home visit ke
Rumah Sakit.
2. Apakah ada SOP Tidak ada SOP secara khusus,
pelayanan/perawatan kebetulan pelayanan yang
diberikan berbasis masyarakat,
ODHA disini?
disesuaikan juga kebutuhan dan
kondisi ODHA disini.
3. Adakah kriteria khusus Ya ada lah. Kalau kriteria yang
terhadap ODHA yang pentingnya harus positif ODHA,
ya. Karena ada yang ngaku-
akan menerima program
ngaku bilang kalau dia odha
kelompok persahabatan padahal setelah dicek
ODHA ini? kesehatannya negatif, hanya
karena ingin dapat bantuan. Lalu
surat dari dokter yang
menyatakan bahwa orang
tersebut positif terkena virus
HIV. Setelah itu, ODHA tersebut
sudah dapat pelayanan apa saja
sebelumnya apakah sudah
minum ARV atau belum, karena
kami disini kan memberikan
layanannya macem-macem,
programnya banyak, jadi bisa
kami sesuaikan dengan kondisi
odha seperti apa. Dan yang
paling penting ODHA tersebut
harus sehat, kalau odha tersebut
kondisinya buruk dn sakit dia
harus dirawat ke Rumah Sakit,
karena kalau kondisinya sakit,
kami tidak ada tenaga kesehatan
seperti dokter yang standby,
disini kami hanya berbasis
rumah. Jadi seperti dirumah

165
sendiri.
4. Siapakah sasaran Ya jelas ODHA yang pasti, bisa
program kelompok perempuan dan juga laki-laki,
semuanya bisa bergabung.
persahabatan ODHA
ini?
5. Apa yang Karena banyak masih banyak
melatarbelakangi sekali ODHA yang masih belum
bisa menerima dirinya, butuh
adanya program
dukungan dari orang sekitar
kelompok persahabatan selain keluarga tentunya, ya. Jadi
ODHA ini? kami bentuklah kelompok
persahabatan ODHA ini sejak
2003.
6. Hal apa saja yang Hal yang ditanamkan adalah rasa
ditanamkan dalam kekeluargaan, persaudaraan, biar
saling membantu bilamana ada
program persahabatan
kelompok yang kesulitan dan
ODHA ini? butuh dukungan jadi bisa kami
bantu dengan ada program ini.
Bisa kami dampingi dalam
membantu kesulitan mereka,
namanya peer support. Yang
kami tanamkan itu infonya, jadi
apa yang kita berikan update
info tentang hal HIV seperti
ARV dan lainnya dapat terserap
baik oleh para ODHA disini.
Jadi walaupun mereka sudah
kembali ke masyarakat, mereka
dapat mensosialisasikan ke
tempat terkecil sekalipun untuk
membantu odha yang masih sulit
menerima dirinya.

166
7. Kategori program Kategorinya sebenernya tidak
kelompok persahabatan ada kategorinya, tapi ya harus
odha yang udah dijelaskan tadi,
ODHA?
semua umur bisa.
8. Adakah kerja sama Ada, kerjasamanya kami banyak
dengan pihak lain, baik ya, kerjaama dengan pemerintah,
LSM lain, lembaga donor,
itu penyaluran ODHA
relawan, mahasiswa, banyak.
ke dunia kerja maupun Semuanya bisa kerja sama,
pihak lain yang turut saling mendukung satu sama
lain. Dengan FISIP UI dalam
membantu berjalannya
bentuk pelatihan manajemen
program persahabatan kewirausahaan, kerjasama
ODHA ini, seperti apa dengan Taman Sringganis untuk
pengobatan alternatif
bentuk kerjasama tsb?
(Akupuntur), mahasiswa/i yang
sedang magang atau melakukan
penelitiam disini. Tidak jarang
kami meminta untuk menjadi
narasumber maupun pembicara
sebelum acara pertemuam rutin
bulanan dimulai.
9. Apa tujuan yang Tujuannya sih sebenernya untuk
diharapkan dari program membantu sesama odha yang
membutuhkan misalnya dengan
kelompok persahabatan
dukungan sesama ODHA dalam
ODHA ini, dalam hal menerima dirnya, kepercayaan
ekonomi, sosial dan diri, nah odha lainnya dapat
mendampingi bilamana ada yang
psikologis ODHA?
kesulitan dan juga bisa
mengembalikan
keberfungsiannya dimasyarakat
agar bisa berbaur dengan
masyarakat tanpa takut
dikucilkan dan lain

167
sebagainya.lau jika para odha
yang mempunyai kasus dan
permasalahan lainnya bisa kami
advokasi, gitu. Kami bantu mulai
dari ekonomi sperti bantuan
usaha, kami kerjasama dengan
pemerintah, kementrian sosial,
kita kerjsama juga dengan Sari
Husada untuk susu dan nutrsinya
bagi bayi dan anak-anak, dan
juga unuk yang dewasa seperti
diberikan pelatihan keterampilan
sesuai skill yang mereka punya.
Jadi bagi ibu-ibu bisa membantu
perekonomian suaminya, dan
yang single parent agar dapat
bertahan hidup, dia bisa usaha.
Kegiatan kita ada Home Visit
Hospital, lalu diskusi sharing
disini Rumah Singgah, terus
kami undang ahlinya atau
pakarnya sesuai kebutuhan odha,
misalnya ada odha yang
kesulitan dalam meminum ARV,
yaudah kita undang dokter yang
ahli dibidang HIV untuk
menjelaskan cara meminum
ARV yang tepat dan sebagainya.
10. Manfaat/hasil apa saja Manfaatnya odha itu jadi bisa
yang didapat oleh berdya, mandiri dan paling tidak
bisa percaya diri yang awalnya
ODHA selama
malu-malu jadi bisa percaya diri
mengikuti kelompok dan membantu sesama dalam
ini? survive dengan HIV yang
dideritanya.

168
11. Perubahan apa yang Perubahannya ya itu tadi,
signifikan dirasakan misalnya awalnya odha itu
dating nangis-nangis, ketakutan
oleh ODHA dalam hal
dan masih tabu dalam
penerimaan diri dengan menangani HIV, takut dengan
tergabungnya mereka diskriminasi dan banyak faktor
lainnya. Nah kami beri informasi
dalam kelompok
dijaskan dengan baik dan benar
persahabatan ODHA? sampai ODHA paham, lalu
diberikan konseling, diskusi.
12. Jikalau masih ada odha Kalau memang mereka masih
yang dianggap belum bisa menerima dirinya,
kami bantu advokasi ke keluarga
rentan/masih belum bisa
dan perlu bantuan. Karena kan
menerima dirinya faktor ekonomi juga
sendiri setelah mempengaruhi dalam rumah
tangga dan keluarg. Tapi
mengikuti program ini,
biasanya sih yang udah-udah,
apakah yang dilakukan Alhamdulillah mereka bisa
oleh para pengurus? menerima dirinya dan kembali
ke masyarakat.
13. Bagaimana hubungan Hubungannya cukup baik, dan
para ODHA dalam mereka saling berbagi informasi
mengenai banyak hal, saling
kelompok persahabatan
mendukung satu sama lainnya
ODHA? dan juga mereka update dengan
info pengobatan terkini yang
semakin kesini kan semakin
canggih.
14. Bentuk dukungan Yang pertama perkenalan
seperti apa yang dengan kasih informasi dulu lalu
pendekatan nanti mereka lambat
diberikan pada ODHA
laun sering mengikuti kegiatan
dalam kelompok ini? disini sekali dua kali tiga kali,
kan disini juga sering

169
mendatangkan para ahli dalam
berbagi cerita dan informasi
terkait HIV. Jadi tidak melulu
soal uang saja, namun
kebersamaan ang terjalin itu
lebih penting. Saling
mendampingi dengan sesama
ODHA.
15. Adakah proses evaluasi Ada lah pasti, kan kelihatan
ataupun monitoring kalau orang baru pertama kali
kesini itu masih malu-malu
setelah melakukan
belum terbuka, lama kelamaan
program ini sehingga bisa terbuka satu sama lainnya
pengurus mengetahui tanpa takut adanya diskriminasi
dalam kelompok ini, karena
kondisi ODHA telah
ODHA merasa didengar dan
baik dari sebelumnya? dimengerti oleh sesamanya.
Proses monitoringnya biasanya
kami lakukan ketika home visit,
visit ke Rumah Sakit, diskusi
dan konseling di rumah singgah
ini.
16. Dalam hal ekonomi, Kalau dalam hal ekonomi, yang
psikologis dan sosial, paling menonjol adalah program
ekonomi kreatif yang mana
hal apakah yang paling
dibekali pelatihan dan praktek
menonjol dalam magang di tempat-tempat
mengikuti program dimana para Odha bisa
mengembangkan skill yang
kelompok persahabatan
mereka miliki. Dalam hal
ODHA ini? psikologisnya sudah pasti
mereka dapat menerima dirinya
secara mental yang baik, dapat
percaya diiri dimasyarakat.
Kalau untuk sosialnya mereka

170
dapat berbaur dengan
masyarakat dan mengikuti
banyak kegatan sosial dengan
mendampingi sesama ODHA
yang masih belum bisa
menerima dirinya dan butuh
dukungan dari sesama ODHA.
17. Selain penanggung Ada, tenaga ahli lainya seperti
jawab program dan psikolog dan peksos sangat
dibutuhkan ya mengingat ODHA
relawan, apakah ada
yang masih rentan masih butuh
tenaga ahli lainnya? dampingan dari tenaga yang ahli
Seperti psikolog & dibidangnya dalam mengatasi
masalah ODHA selain penyakit
peksos?
HIV itu sendiri.
18. Jika ada peksos, apa Peran Peksos sangat banyak ya
peran peksos bagi tentunya dia mendampingi,
banyak membantu dalam hal
ODHA yang tergabung
kegiatan dan program yang
dalam kelompok diikuti oleh ODHA seperti
persahabatan ODHA? diskusi dan konseling, dan juga
ya kalau memang butuh bantuan
lebih lanjut dilakukan
monitoring dan juga advokasi
dalam menangani permasalah
yang dialami ODHA.

171
Lampiran 5
TRANSKRIP WAWANCARA

Informan: ODHA
Nama Informan : EN
Tempat Wawancara : Ruang Meeting YPI, Kebon Baru, Jak-Sel
Hari/Tgl Wawancara : Jum’at, 11 September 2020
Waktu Wawancara : 13.15

NO PERTANYAAN JAWABAN
A Pemahaman Diri
1. Menurut anda, apa Kayaknya sih ya, aku tuh
kekurangan yang kurang pinter berbahasa.
Maksudnya tuh aku kalo
Anda miliki?
bahasa Indonesia sih bagus,
cuma kalo bahasa inggris aku
kurang banget. Gue tau gue
ODHA tapi banyak ko ODHA
yang baik-baik aja, gak lantas
gue ODHA dan jadi terpuruk
terus. Gue paham betul akan
diri gue, maka dari itu gue tau
batas gue main sama temen-
temen gue, jam 10 gue udah
mesti pulang untuk minum
obat dan istirahat.
2. Bagaimana pendapat Setelah open status, mereka sih
dari orang lain sih menerima dan semuanya
support, care ke aku. Kalo
mengenai diri Anda?
orang lain, maksudnya yang
gak aku kenal sih gatau,
mereka taunya cuma kerja di

172
bidang HIV aja.
B Harapan yang Realistik
1. Anda ingin menjadi Pengen jadi diri sendiri aja,
orang yang seperti diri sendiri yang pede banget,
kerja keras banget, cari duit
apa?
yang jor-joran. Terus juga aku
pengen banget yang namanya
mengetahui, mendalami dan
menguasai tentang penyakit
HIV/AIDS ini.
2. Upaya apa yang Upayanya apaan ya, jadi tuh
anda lakukan untuk kalo untuk kepribadian gue ya
gue gamau jadi kaya orang
merubah diri anda
lain, jadi diri gue aja gitu. Nah
menjadi lebih baik? kalo untuk menguasai tentang
penyakit HIV/AIDS ya gue
mesti belajar lebih banyak lagi.
Dulu gue pernah kerja jadi
konselor, tapi gue gapernah
pelajarin lebih dalem jadi gue
gakngerti tuh, gue gak dapet
sertifikat. Jadi kayaknya tuh
dulu kerja jadi konselor ecek-
ecek. Nah gue cari-cari tau
ternyata ada pelatihan tentang
konselor, syukur alhamdulillah
akhirnya gue punya sertifikat
konselor dan keperawatan
juga, karena memang gue udah
sadar dan mulai
mendalaminya.

173
3. Apa harapan anda Pengen jadi Konselor, dan
kedepannya setelah alhamdulillah udah kesampean
hehehe.. gue megang di Klinik
tergabung dalam
PKBI Jakarta Timur.
kelompok
persahabatan odha?
C Tidak Adanya Hambatan Di Lingkungan
1. Apakah anda pernah Banyak hahaha. Pertama kali
mengalami gue status HIV itu udah
didiskriminasi sama keluarga
diskriminasi di
gue sendiri, dari mulai makan
lingkungan sekitar? dipisah, alat makan sendok
gelas piring dipisah, alat mandi
dipisah, baju lemari dipisah.
Tapi itu cuma dikeluarga aja
sih, karena kan gue memang
open status dikeluarga, gak
open status dilingkungan. Tapi
keluarga besar juga tau. Pada
saat itu mereka belum tau
pengertiannya jadi kaya gitu,
cuma kalo sekarang udah gak
lagi.
2. Bagaimana anda Orangtua gue, gue bawa ikut
menghadapi kondisi pelatihan, seminar-seminar. Di
tahun 2010 gue aktif di
tersebut?
Lentera Anak Pelangi (LAP)
jadi mereka gue bawa tuh biar
pada tau nih HIV/AIDS kaya
gimana, penularannya dari apa
aja, jadi gausah gue jelasin
berkali-kali tapi mereka cukup
dengerin aja tuh pelatihan dan
seminar-seminar. Nah dari

174
situ, bokap nyokap sudah
mulai ngerti, tapi kayanya sih
bokap biasa aja udah ngerti
gitu dari awal, nah nyokap
yang agak lama ngertinya
karena kan juga itu nyokap tiri
dan dia juga strick banget.
3. Kegiatan apa yang Gue cukup banyak bergaul
lakukan di dimasyarakat. Gue sekarang
masuk di IPPI tahun ini,
masyarakat?
kegiatan gue saat ini cuma jaga
klinik di . gue pernah ikut
pelatihan di PPH Atmajaya
gitu Pelatihan Reflektif batch
terkahir batch 6, nah gue
terpilihlah untuk ikut pelatihan
profesionalnya krena memang
disana intinya buka cari untuk
usaha cuma nyari buat
pelatihan Konselor, ikut
belajar di PPh Atmajaya
selama 2 bulan. Nah dari situ
kita magang di YPI untuk
pendampingan ODHAselama
3 bulan terus dioper ke PKBI
dan jadiin saya Konselor, yang
memberanikan saya jadi
Konselor, jadi terlatih gitu
bahasanya. Karena kan disana
kita ketemu sama bermaam-
macam pasien dengan tutur
kata yang beda-beda juga, ada
yang tata krama bagus, ada
juga yang gak.

175
D Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
1. Dukungan apa yang Gue selalu disupport sama
anda dapat dari orangtua gue, dari segi materi
cukup, selalu dikasih sampe-
keluarga maupun
sampe gue bohong untuk
sahabat? keperluan pemeriksaan apapun
dikasih tapi ujungnya dipake
buat mabok, diawal-awal gitu
terus. Dukungannya tuh kuat,
sampe gue tiap masuk Rumah
Sakit yang jagain tuh bokap
gue. Temen juga selalu support
gue ngingetin buat minum
obat.
2. Bagaimana Kalo gue orangnya gamau
hubungan anda nyari ribut sih. Kalo jama dulu
tuh kuta sikut-sikutan, kalo
dengan ODHA
kita pinter kita sikut yang lain,
lainnya di Kelompok sama kaya LSM-LSM lain.
Persahabatan Kaya misalnya, satu Funding
main sikut-sikutan, padahal
ODHA?
satu tujuan lohh, satu visi.
Maksudnya sikut-sikutan kaya
lu bertemen sama yang lain,
nah gue gasuka lu bertemen
sama yang lain, ntar lu gue
hasut-hasut. Kadang juga
digrup tuh masih suka ribut.
Aku tuh paling gasuka kaya
gitu. Maksudnya kalo gatau
tuh tanya, ributnya tub terkait
masalah kegiatan lah. Tapi
kalo gue orangnya gasuka
kaya gitu. Gue sukanya tuh

176
orang yang banyak tanya sama
gue, karena buat asah otak gue.
Overall sih hubungannya baik-
baik aja sih.
3. Apakah anda pernah Ooh, kadang tuh di pelatihan
menanyakan juga ada, jadi tuh kita diminta
buat beri pendapat tentang
pendapat orang lain
mereka, mereka beri pendapat
mengenai diri anda tentang kita, satu-satu.
dan apa pendapat Menurut mereka, katanya gue
asik, ramah, suka bercanda,
orang tersebut
gue orangnya tuh suka ngejek
terhadap anda? tapi yang ecek-ecek gapernah
yang serius.
4. Dukungan seperti Kalo dari segi materi gue dapet
apa yang diberikan dari tahun 2014, 2017 gue
dapet lagi. Bentuknya modal
kelompok
usaha. Susu anak gue juga
persahabatan dapet dari sini, dari anak gue 3
ODHA? tahun sampe 6 tahun. terus apa
lagi ya? Mmm kaya sembako-
sembako juga dapet.
Dukungan secara emosional
juga dapet, selalu sih, gue tuh
disini selalu dibuat mikir, otak
gue jadi kerja terus, mikir
terus. Kalo dukungan yang
support gitu sih pasti lah ya
untuk penguatan ODHA itu
sendiri.
E Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat
1. Hal apa yang Kelakuan laki gue, yang bikin
membuat anda gue stress. Karena laki gue tuh
pemabok, sekalinya minum

177
merasa stress? gapernah mabok tapi ngoceh-
ngoceh gajelas. Kalo untuk
materi sih, gue jalan kemana,
gaada yang gue pikirin. Dari
dulu tuh ya kelakuan laki gue,
laki gue yang pertama lagi
baik-baik aja mati, yang kedua
selingkuh, pas banget nih
disini keluar dari gang YPI gue
tarik suruh ke pengadilan
agama gue minta cerai tapi dia
yng daftar dia yang ngeluarin
duit, disitu juga gue minta
cerai. Dia kira masih bisa
diomongin, baik-baik lagi…
kagak dah.
2. Bagaimana cara Paling minum, gue sekarang
anda menghilangkan tuh minum. Paling shopping,
eee gue paling gila shopping
stress?
sih sebenernya, naluri gue
perempuan tapi jiwa gue laki.
Gue aja kalo shopping sama
banci.
3. Apa yang membuat Gue makan di restoran,
anda merasa tenang? lesehan udahan paling seneng
tuh gue, pokoknya diluar
rumah deh. Kalo didalem
rumah, gue gue juga dong
yang masak hahaha.
F Pengaruh Keberhasilan
1. Apa saja Keberhasilan gue adalah
keberhasilan yang mensetting otak gue bahwa
gue gak sakit dan sampe
sudah anda raih?
sekarang gue sehat. 16 tahun

178
gue lakuin, itu keberhasilan
gue. Kalo keberhasilan yang
lain, itu tergantung sama diri
sendiri, tapi kalo untuk
mensetting otak itu susah,
susah banget. Karena dulu
sempat begini, dari orangtua
tuh selalu ngasih info kalo
penyakit HIV bisa
disembuhkan gue diajak-ajak
lah, lahh gue mah ogah. Gue
bilang sama orangtua gue kalo
gue gak sakit. Dan sampe
sekarang gue mensetting obat
gue itu bukan untuk penekan
virus tapi obat cantik gue.
Kalo gue gak minum, gue gak
cantik, udah gitu aja.
Mensetting otak itu paling
susah sebenernya, cukup lama.
Gue bilang ingin mensetting
otak itu dari pertama kali gue
positif HIV, karena dulu gue
belum terima, gue tuh gak
sakit. Yaa walaupun sampe
sekarang gue belum terima
seutuhnya kalo pengidap HIV.
Tapi gue mulai menerima diri
gue perlahan itu dari tahun
2010.
2. Apakah dengan Iyalah, gue pede gue sehat ko.
keberhasilan yang Yang gue pikirin tuh gini, gue
sama kok kaya yang lain, lo
anda raih
sakitt ya gue juga sakit, lo
sehat ya gue juga bisa sehat.

179
mempengaruhi Bedanya gue sama lo, gue
anda? makan dan pola hidup gue
harus terkontrol. Kan ada tuh
temen gue ngajakin minum
sampe pagi, ya gue gabisa
kaya gitu, gue mesti pulang
gue harus tidur.
3. Perubahan apa yang gapernah gue rasain sakit. Tapi
terjadi dalam diri gue tiap tahun harus masuk
Rumah Sakit, gak setahun
anda setelah meraih
sekali sih tapi pasti masuk
keberhasilan Rumah Sakit, karena kenapa?
tersebut? gini gue tuh terlalu over
kerjanya, kalo untuk makan
gue terkontrol cuma kurang aja
porsinya. Ada aja pasti yang
bikin gue masuk Rumah Sakit.
Indikasinya pasti sama, pasti
Tipes terus.
G Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian
Diri yang Baik
1. Apakah sesama ada beberapa yang belum,
ODHA di kelompok banyak sih. Itu terkadang kalo
ngedukung mereka harus jadi
persahabtan ODHA
role model mereka dulu. Kita
dan yang anda temui harus yang bilang “wey lu
dapat menerima odha, gue aja odha” gitu. Kita
harus open status dulu ke
dirinya?
mereka, jadi dia bisa lihat
“kalo dia aja bisa kita juga
harus bisa”.
2. Apa yang anda dapat Kebersamaan kali ye, saling
dari sesama ODHA tukar pikiran, terus saling cari-
cari ilmu kaya misalnya ada
di kelompok
pelatihan ini ayuk bareng-

180
persahabatan ODHA bareng.
ini dalam menerima
diri mereka?
3. Bagaimana Sama ajasih kaya manusia lain,
tanggapan anda mereka malah lebih aktif dari
manusia lain yang normal.
mengenai mereka?
H Perspektif Diri
1. Menurut anda tipe selain yang tadi diawal udah
orang yang seperti gue sebutin, ya gue tuh
mandiri, terus apa yaaa paling
apa?
gue tuh mager, males mandi
tapi gue tuh gabisa liat ada
yang berantakan, gue suka
rapih.
2. Apakah anda puas puass, puas dalam arti
dengan keberadaan semuanya, gue pernah berpikir
gue pengen punya laki yang
diri anda?
gak pernah mau selingkuh, gue
dapetin sekarang. Jangankan
selingkuh, godain cewe aja
kagak pernah. Tapi minum. Itu
dia, emang harus ada plus
minusnya sih.
3. Apakah pendapat Kayanya engga deh, gue
orang lain gapernah dengerin orang. Kalo
negatif gapeduli banget sih
mempengaruhi
gue. Kalo positif juga kaya
perubahan diri anda? memang itu gue udah jalanin.
Laki gue kan kerja dijalanan,
pandangan orang

I Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik

181
1. Seperti apakah masa Dulu bayi sampe SD tuh
kecil Anda? tinggal sama nenek gue, nah
SMP itu gue diambil nyokap
gue. Itu kalo lo mau duit ya
harus kerja, disitu gue bandel
kaya anak broken home dan
ketemu sama almarhum laki
gue yang pertama. Karena dari
kristen gue pindah ke islam
langsung masuk sekoah
Muhammadiyah. Dan disana
gue tidak menerima
pemahaman islam dengan
baik, karena gue kualaf dan
mereka gatau kalo gue mualaf.
Gue juga pernah pesantren
sebelum gue nikah sama si
almarhum suami gue itu.
2. Apakah masa kecil Hmmm kurang bahagia kali
anda bahagia? ya.

3. Apa hal yang anda Gue selalu sama nenek gue sih
ingat sewaktu kecil yang paling berkesan karena
dia baik dan selalu nurutin apa
bersama orang tua
yang gue mau, walaupun gue
yang paling gak banyak mau sih. Pokoknya
berkesan? yang diutamakan tuh gue,
dibandingin cucu-cucunya
yang lain.
J Konsep Diri yang Stabil
1. Apakah anda yakin Sangat yakin yakin yakin
dengan diri sendiri? hahaha.

2. Apa yang membuat Gue gapunya role model sih,


gue adalah role model diri gue

182
diri anda yakin? sendiri. Gue merasa udah jadi
diri gue sendiri, yang apa
adanya, yang gak ikut-ikutan
orang lain. Gue bisa sekuat
dan jadi seperti sekarang ini ya
karena anak-anak gue,
walaupun gue gabegitu akrab
sama mereka ya. Gimana
caranya gue bisa hidup lebih
lama karena gue pengen liat
anak-anak gue gede.

183
Lampiran 6
TRANSKRIP WAWANCARA

Informan: ODHA
Nama Informan : MA
Tempat Wawancara : Ruang Meeting YPI, Kebon Baru, Jak-Sel
Hari/Tgl Wawancara : Jum’at, 11 September 2020
Waktu Wawancara : 14.25

NO PERTANYAAN JAWABAN
A Pemahaman Diri
1. Menurut anda, apa Kekurangan saya kadang
kekurangan yang minder aja sama orang. Kadang
Anda miliki? kalo diajak ngomong ya saya
ngomong, kalo gak diajak ya
saya diem. Saya tuh orangnya
pendiem banget, ngomong
seperlunya aja, apalagi sama
orang baru dan gak dikenal.
Tapi kalo udah kenal ya ngobrol
aja gitu santai walaupun gak
sebanyak orang-orang biasanya.
Saya juga kalo waktunya
minum obat ya minum gitu,
kadang diingetin juga sama
suami, jadi makin semangat
kan. Karena mau gimana lagi
kan, udah takdirnya juga begini
ya terima aja.

2. Bagaimana Karena orang lain (masyarakat


pendapat dari sekitar) gatau kalo aku positif
orang lain jadi mereka biasa aja sih ke aku,
mengenai diri gak yang gimana-gimana.
Anda?

184
B Harapan yang Realistik
1. Anda ingin Pengen jadi orang yang sukses,
menjadi orang pengen buka usaha lagi. Soalnya
yang seperti apa? kemaren sempet buka usaha
tterus kan bangkrut. Pengen
usaha kaya dulu lagi, dulu aku
ngewarung, jual-jual kue, buka
rental PS. Aku pengenntya
kedepannya usaha buka warung
lagi, jual-jual kue makanan
tradisional.
2. Upaya apa yang Aku sih udah mulai-mulai
anda lakukan untuk belajar bikin kue, ngerasain tuh
merubah diri anda enak apa gak. Terus juga udah
menjadi lebih baik? mulai dagang makanan anak-
anak kaya ager ditempat
gitukan, taro dikulkas dipakein
susu, anak-anak pada demen
kan, terus paling sama jual es
sih. Kalo untuk jadi lebih baik
sih aku pegen mandiri, tapi lagi
berusaha karena susah dan
butuh bantuan dari orang lain
kan.
3. Apa harapan anda Harapan saya sih disini bisa
kedepannya setelah punya temen banyak, bisa kenal
tergabung dalam sama yang lain, jadi gak aku
kelompok mendem sendiri, karena kenal
persahabatan odha? satu sama lain bisa membantu
gitu.
C Tidak Adanya Hambatan Di Lingkungan
1. Apakah anda Kalo saya sih gapernah
pernah mengalami ngerasain tapi dulu waktu
diskriminasi di tinggal sama mertua, dan mertua

185
lingkungan bilang kalo ada yang ngontrak
sekitar? lagi hamil gaada suaminya terus
pendarahan dan dibawa sama
tetangga ke rumah sakit,
susternya ngomong kalo dia
positif HIV. Setelah dari situ,
barang-barang yang dipunya
sama orang itu disuruh
dibuangin sama mertua karena
katanya bisa nularin, disitu aku
shock banget. Segala karpet,
gelas, sendok, semuanya
dibuang-buangin saking
takutnya itu mertua aku. Karena
posisinya aku tau kalo aku
positif HIV juga, baru 6
bulanan, suami diem aja
nanggepin orangtuanya, nah
dari situ aku jadi takut untuk
open status, karena orang lain
yang positif HIV digituin
apalagi kalo mertua tau kalo aku
positif juga, makin takut lah
aku.
2. Bagaimana anda Yaa gimana, aku diem aja
menghadapi gabisa apa-apa. Soalnya gimana,
kondisi tersebut? aku jadi takut banget. Takut
akan penolakan dari mertua aku.
3. Kegiatan apa yang Aku ikut pelatihan, diajak-ajak
lakukan di oleh puskesmas, diajak untuk
masyarakat? ngumpul-ngumpul sesama
ODHA.
D Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
1. Dukungan apa Kalo dari keluarga sih orangtua

186
yang anda dapat aku dan mertua belum tau,
dari keluarga karena memang aku belum open
maupun sahabat? status ke mereka, begitupun
juga sahabat-sahabat aku belum
tau. Paling Cuma suami aja sih
yang tau, karena suami pernah
bilang kalo cukup kita berdua
aja yang tau, orang lain gausah,
anak pun juga gaperlu tau.
Suami sih sangat dukung aku
ngasih semangat, selalu
ngingetin minum obat jangan
sampe telat udah waktunya
diminum, ke anak kedua juga
gitu karena anak kedua aku juga
positif HIV. Terus juga selalu
bilang “sayang diri sendiri gak”.
2. Bagaimana Disini sih hubungannya baik-
hubungan anda baik aja, malah enak jadi saling
dengan ODHA kenal gitu. Saya sih emang
lainnya di jarang komen di grup tapi selalu
Kelompok baca grup kalo lagi ada obrolan
Persahabatan apa gitu.
ODHA?
3. Apakah anda Pernah sih nanya sama temen
pernah sesama ODHA kalo lagi galau
menanyakan gitu. Terus kata mereka “jangan
pendapat orang lain kaya gitu, La. Lu masih sayang
mengenai diri anda gak sama hidup lu. Malah kita
dan apa pendapat lebih tegar dibanding orang
orang tersebut biasa, La. Selalu ngasih
terhadap anda? dukungan, kalo saya udah
kendor ada aja yang ngingetin.
4. Dukungan seperti Banyak sih, dukungannya.
apa yang diberikan Mulai dari pemahaman cara

187
kelompok minum ARV, terus buat anak-
persahabatan anak juga, dukungan buat anak-
ODHA? anak gimana cara minum
obatnya gimana, dukungan buat
usaha juga dikasih tau cara-
caranya, modal usaha juga
dapat. Jadi kita ngerti HIV itu
apa dan gimana, dikasih tau
semua-muanya.
E Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat
1. Hal apa yang Paling kalo lagi berantem aja,
membuat anda lagi berantem sama suami sih
merasa stress? stress, udah diem aja, kalo
ditimpalin kan makin jadi paling
kita diem aja hehe.
2. Bagaimana cara Paling ngobrol sih sama
anda tetangga gitu, menghindar aja
menghilangkan daripada kita kalo deke malah
stress? makin berantem, dihindarin aja,
paling ke tetangga ngobrol.
Kasih waktu buat kita berdua.
3. Apa yang membuat Paling nanti aku ngobrol nih
anda merasa sama tetangga, temen nih, terus
tenang? aku diem-dieman lagi sama
suami terus paling suami sendiri
nanti yang minta maaf. Udah sih
gitu aja, daripada kita jalan
malah nanti suami makin panas,
jadi diem aja gausah kemana-
mana paling ngrobrol aja sama
temen atau teangga itu tadi.
F Pengaruh Keberhasilan
1. Apa saja Pertama, saya udah gak pusing
keberhasilan yang lagi, kalo dulu kan saya masih

188
sudah anda raih? tinggal sama mertua, karena
cek-cok mulu, jadi saya
ngontrak, saya lebih suka
mandiri dibandingkan masih
nyampur sama orangtua/mertua.
Abis itu paling saya bisa
ngumpulin duit, nyicil-nyicil
buat beli apa aja gitu buat
bocah-bocah yang mereka
kepengen. Ya emang sih saya
udah bisa terima, tapi kalo lagi
kesel ya suka mikir “kenapasih
bisa jadi kaya gini” apalagi kalo
berantem suka mikir kaya gitu
tapi abis itu ilang sendiri sih
pikiran-pikiran itu.
2. Apakah dengan Pengaruh banget sih, lebih
keberhasilan yang tenang aja, pikiran jadi gak
anda raih terlalu banyak gitu. Waktu itu
mempengaruhi pernah disuruh balik lagi
anda? kerumah mertua, saya bilang
gamau saya mau mandiri aja
tinggal disini daripada disana
gak tenang, disini udah tenang
banget.
3. Perubahan apa Lebih tenang aja sih. Jadi jarang
yang terjadi dalam marah-marah, kalo masih
diri anda setelah dirumah mertua aduh pusing
meraih yang ini marah-marah itu juga
keberhasilan marah jadi pusing semua-
tersebut? muanya gitu.
G Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian
Diri yang Baik
1. Apakah sesama Ya kalo disini sih udah banyak
ODHAdi yang terima, kalo yang belum

189
kelompok juga masib ada, masih tertutup
persahabtan gitu. Mereka sih paling kita
ODHA dan yang kasih dukungan karena sesama
anda temui dapat odha, terus ajak sharing ajasih
menerima dirinya? biar mereka nyaman gitu.
2. Apa yang anda Kita mahamin gitu kalo ODHA
dapat dari sesama kaya kita gini tuh gak seperti
ODHA di yang orang diluar sana bilang,
kelompok kan orang masih awam banget
persahabatan kalo ngeliat orang kaya kita
ODHA ini dalam yang HIV gini.
menerima diri
mereka?
3. Bagaimana Tanggapan saya sih biasa-biasa
tanggapan anda aja, orang kita sesama ODHA
mengenai mereka? ko sama aja, kalo udah kaya gitu
kan gimana, kita gabisa
ngomong apa-apa.
H Perspektif Diri
1. Menurut anda tipe Orang yang diem juga sih saya,
orang yang seperti tapi kalo dirumah tuh harus
apa? ngelakuin sesuatu gabisa diem
doang, kaya coba buat-buat kue,
beberes rumah, apa aja dikerjain
gitu, harus melakukan sesuatu
gitu. Kalo kepribadian sih iya
pendiem hehe.
2. Apakah anda puas ya alhamdulillah puas sih, ya
dengan keberadaan diterima aja, mau diapain lagi
diri anda? serahin aja semua sama Allah.
3. Apakah pendapat kadang-kadang iya, karena kan
orang lain pendapat kita kan beda-beda.
mempengaruhi Walaupun orang ngomongnya
perubahan diri gimana tentang ODHA, yang

190
anda? penting saya tau ODHA itu kaya
gimana, karena kan saya sering
ikut pelatihan-pelatihan, jadi
sedikit banyak tau tentang
ODHA. jadi yang jelek-jelek ya
gak aku dengerin sih walaupun
ada aja yang gak kesaring
kadang-kadang, nah yang
baiknya didengerin buat
masukan aja sih buat diri
sendiri.
I Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik
1. Seperti apakah Masa kecil mah dulu… aduh
masa kecil Anda? gimana ya, kayanya kurang
perhatian dari ibu aja. Kalo ama
bapak mah dia mulu yang
ngasih, kalo misalnya ini, kalo
minta duit gak dikasih ibu,
dikasih sama bapak. Jadinya
saya jadi gimanasih, dia lebih
sayang sama abang dibanding
sama saya, kadang saya suka
bilang gini “liat tuh anak
emasnya tuh” gitu, suka pilih
kasih.
2. Apakah masa kecil Gak gitu bahagia sih, saya kan
anda bahagia? dulu semenjak SMP udah mulai
nyari duit sendiri udah nyuci
dirumah orang, siangnya saya
sekolah.
3. Apa hal yang anda Yang paling berkesan sih kalo
ingat sewaktu kecil saya lagi sama bapak sama
bersama orang tua adeknya bapak. Dia sayang
yang paling banget sama saya, kalo lagi

191
berkesan? diomelin sama mama saya, saya
larinya kan ke rumah adeknya
bapak tuh, jadi kata dia udah
disini aja nginep aja biatin
emaknya nyariin. Kakek juga
paling sayang sih sama saya.
J Konsep Diri yang Stabil
1. Apakah anda yakin Yakin gak yakin. Soalnya
dengan diri kadang suka minder sama
sendiri? orang. Kadang kalo bikin kue
juga yakin gak yakin enak apa
gak ya, orang bakal suka gak ya,
laku gak ya takutnya malah gak
laku malah buang-buang duit.
2. Apa yang membuat Yang bikin aku yakin sish
diri anda yakin? karena suami dan anak juga
memang, tapi aku lebih yakin
sama diri aku sendiri sih.
Kadang kalo dia lagi marah aku
suka bilang gini “lu takut sama
gue yang ODHA gini? Kalo lu
takut pergi aja sana” Cuma dia
mah gak, tetep kekeuh dukung
aku nerima aku. Ya aku jadi
yakin dan berpikiran ya kenapa
harus takut dengan ODHA,
banyak ko ODHA-ODHA yang
lain bukan aku doang. Kalo
yakin dari sendiri sih gara-gara
dari saya dibilang HIV, saya
jadi merasa lebih gimana yaa
maksudnya, dibilang merasa
lebih gak kaya dulu gitu, dulu
kan keliatannya saya merasanya

192
juga terpuruk banget, tapi kalo
sekarang mah gak, malah
yakiiin banget, ah gak semua
kaya gitu, saya mesti jadi lebih
baik.
Lampiran 7
TRANSKRIP WAWANCARA

Informan: ODHA
Nama Informan : BR
Tempat Wawancara : Ruang Meeting YPI, Kebon Baru, Jak-Sel
Hari/Tgl Wawancara : Jum’at, 11 September 2020
Waktu Wawancara : 15.05

NO PERTANYAAN JAWABAN
A Pemahaman Diri
1. Menurut anda, apa Kurang pinter ajasih saya
kekurangan yang sebenernya, secara akademis
Anda miliki? saya cukup lemah, tapi kalo
daya nalar saya cukup bagus
gitusih kekurangan saya.
Kalo secara finasial sih
dibilang kurang juga nggak.
Saya juga sudah tau
konsekuensinya menjadi
LGBT dan segala resikonya,
and it’s fine for me, karena
saya nyaman dengan hal itu.
Saya juga merupakan orang
yang sudah terkapasitasi oleh
pengetahuan tentang
HIV/AIDS, cara minum

193
ARV dan penggunaan
kondom, jadi saya sadar akan
hal tersebut pengaruhnya apa
pada diri saya
2. Bagaimana pendapat Gue sih orang yang cukup
dari orang lain cuek jadi kadang orang mau
mengenai diri Anda? nilai apa gue cuekin juga sih.
Gak ambil pusing dan orang
lain juga sebenernya gak
banyak komentar tentang diri
saya dan apa yang saya
punya.
B Harapan yang Realistik
1. Anda ingin menjadi Kalo saya sebenernya pengen
orang yang seperti jadi orang yang peduli
apa? dengan orang lain, dapat
menolong orang lain, dan
sekiranya saya punya banyak
uang sebagai faktor
pendukung saya bisa
membantu orang lain.
2. Upaya apa yang anda Upaya saya saat ini, saya
lakukan untuk mulai bekerja dengan baik
merubah diri anda dan mengikuti segala
menjadi lebih baik? protokol yang ada. Serta juga
saya kedepannya akan
mencoba untuk ambil kuliah,
karena menyelesaikan
pendidikan itu juga cukup
penting kan, jaga sampe
mentok di SMK aja kan.
Upaya berikutnya adalah
brijaring dengan orang-orang
banyak, mengumpulkan

194
koneksi, sehingga
kedepannya nanti saya lebih
mudah melangkah kedepan.
3. Apa harapan anda Kedepannya saya bisa
kedepannya setelah menjadi role model untuk
tergabung dalam temen-temen HIV lainnya,
kelompok dan bahkan juga yang non
persahabatan odha? HIV tapi mereka bergelut di
isu-isu HIV juga, dan juga
apa yang saya sharing bisa
jadi bekal mereka untuk
mereka sharing ke temen-
temennya, jadi bisa saling
sharing dan itu cukup
membantu mereka.
C Tidak Adanya Hambatan Di Lingkungan
1. Apakah anda pernah Hmmm diskriminasi sih
mengalami belum pernah. Kalo stigma
diskriminasi di mungkin ada. Jadi pada saat,
lingkungan sekitar? kebetulan saya sudah coming
out ke keluarga tentang status
HIV dan orientasi seksual
saya. Orangtua sih biasa saja,
tapi untuk pakde saya itu dia
sempet menjauh dan
mencoba menanyakan apa
yang saya ceritakan kepada
sodar-sodara saya yang
lainnya, dan itu sempet ada
gap gitu diantara kita, yang
biasanya kita akrab-akrab aja,
tapi jadi lost contact, kaya
gitu. Tapi Alhamdulillah sih
udah membaik sekarang.

195
Mungkin karena di awal-
awal kaya mereka kaget atau
apa gitu, karena orang yang
lebih tua diatas kita biasanya
kurang mengerti, informasi
yang mereka dapatkan cukup
minim gitu.
2. Bagaimana anda Balik lagi sih, saya
menghadapi kondisi sebenernya cuek-cuek aja.
tersebut? Dan ketika ada yang nanyain
saya, saya sudah bisa jawab
gitu kalo saya positif HIV
dan saya udah
mengkonsumsi ARV, dan
saya sudah mendapatkan
status undetectable yang
berarti tidak menularkan
kepada orang lain, kalaupun
menularkan itu sangatlah
kecil kemungkinannya. Dan
saya tetep bisa melakukan
program anak dengan istri
dan anak saya nantinya tetep
negatif, dan mereka it’s okay
gitu gak masalah, dan yang
pastinya sudah saya kasih
pengertian mereka.
3. Kegiatan apa yang Kalo yang saya lakukan
lakukan di untuk sejauh ini saya sudah
masyarakat? melakukan konseling ke
temen-temen ODHA maupun
yang ingin melakukan tes
VCT, dan juga kaya
ngelakuin sosialisasi tentang
HIV gitu dulu saya

196
ngelakuinnya di kantor
Kelurahan, Ibu-Ibu PKK, dan
juga ketika lagi ada kegiatan
edutainment di Mall-Mall
saya ngisi untuk ngasih
informasi terkait HIV”.
D Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
1. Dukungan apa yang Kalo dukungan dari keluarga
anda dapat dari dan sahabat secara
keluarga maupun keseluruhan saya
sahabat? mendapatkan support terkait
mereka tidak menjauhi saya,
tidak menstigma maupun
melakukan diskriminasi, dan
juga saya disupport untuk
selalu sehat dan mereka tidak
ada membeda-bedakan.
2. Bagaimana hubungan Kita baik-baik ajasih
anda dengan ODHA sebenernya, dan kita juga
lainnya di Kelompok cukup supportif semisal kita
Persahabatan ODHA? juga sering ngadain
pertemuan tiap bulan, tapi
karena ada pandemic ini
jadinya kita jarang ngadain
pertemuan bahkan beberapa
bulan terakhir gaada kegiatan
sama sekali. Tapi untuk
beberapa bulan lalu sebelum
pandemi itu kita sering sih
tiap bulan selalu ada kegiatan
untuk ODHA.
3. Apakah anda pernah Hmmm saya ngelakuin itu
menanyakan pendapat lebih ke partner saya, karena
orang lain mengenai gimanapun juga ketika saya

197
diri anda dan apa melakukan relasi dengan
pendapat orang orang lain, saya harus
tersebut terhadap membuka tentang jati diri
anda? saya siapa, itu sebagai
pengenalan paling utama sih
sebenernya untuk bisa
mengenali saya lebih dalam
seperti apa, dan cukup
menarik sih karena gak selalu
sama jawabannya. Ada dulu
saya kenal sama orang dan
saya ceritakan tenatng status
HIV saya dan lain-lainnya,
awalnya dia biasa-biasa aja
awalnya support, tapi lama-
lama dia menjauh gitu. Tapi
kalo yang sekarang, saya
menceritakan tentang status
HIV saya dan dia mensupport
sampe sekarang, dan bahkan
kita tetep yang namanya
melakukan hubungan seksual
dia gaada takut atau apa,
karena kita dari awal selalu
pake kondom.
4. Dukungan seperti apa Kalo dari Kelompok
yang diberikan Persahabatan ODHA ini kita
Kelompok selalu dikasih kegiatan, selain
Persahabatan ODHA? kegiatan Capacity Building
terkait pengetahuan temen-
temen, dan disini juga
kadang ada dana bantuan apa
untuk temen-temen ODHA
kaya gitu. Bantuannya
macem-macem sih,

198
bantuannya dalam bentuk
sembako atau uang cash.
Modal usaha juga ada, itu
program dari pemerintah, jadi
kita dikasih modal itu sekitar
5 juta, dan itu bebas temen-
temen pake untuk bikin usaha
apapun.
E Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat
1. Hal apa yang Stress yaa.. hmmm
membuat anda merasa sebenernya saya stres sama
stress? kerjaan saya sendiri sih yang
gaada akhirnya. Tapi kalo
untuk bahas HIV sih saya
gapernah stres gitu.
Sebenernya lebih ke kerjaan,
tekanan ditempat kerja,
kerjaan yang monoton gitu-
gitu aja”.
2. Bagaimana cara anda Kalo saya mungkin akan
menghilangkan stress? menghilang sejenak dari
pekerjaan saya, kemudian
juga saya main game, santai-
santai… minum teh hehe.
3. Apa yang membuat Saya tenang kalo saya lagi
anda merasa tenang? sendiri. Terus juga gak diusik
dengan callingan pekerjaan,
kaya gitu, itu lebih tenang
sih.
F Pengaruh Keberhasilan
1. Apa saja keberhasilan Kalo saya pribadi saya
yang sudah anda raih? gapernah ikut lomba ya, tapi
hmmm tapi sampe sejauh ini
saya udah banyak untuk

199
mengkonseling temen-temen
yang mau tes maupun yang
baru mengetahui statusnya,
sehingga mereka tanpa ragu
untuk mengkonsumsi ARV
dan sampe saat ini mereka
masih sehat, itu salah satu
pencapaian saya. Pencapaian
saya saat ini juga saya sudah
mulai berkontribusi untuk di
isu orang muda dari LSM
tempat saya kerja terfokus
untuk orang-orang muda.
Baru sampe situ sih
sebenernya, lebih lanjutnya
belum ada.
2. Apakah dengan Sebenernya banyak sih, jadi
keberhasilan yang kaya pembelajaran jadi kaya
anda raih lebih dewasa, memperbaiki
mempengaruhi anda? public speaking, terus lebih
menambah wawasan dan
koneksi.
3. Perubahan apa yang Saya jadi lebih mudah ambil
terjadi dalam diri anda mengambil keputusan, cukup
setelah meraih lebih bijak untuk mengambil
keberhasilan tersebut? keputusan, dan bisa
memikirkan hal-hal sebelum
mengambil keputusan.
Karena kalo dulu, yaudah
gini aja gitu aja, tapi kalo
sekarang guepunya
pemikiran, pemikiran gue
gini, oh gue harus coba
koordinasikan dulu sama
temen-temen lainnya.

200
G Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian
Diri yang Baik
1. Apakah sesama Hmmm ada yang bisa yang
ODHAdi kelompok menerima dirinya, ada juga
persahabtan ODHA yang masih denial dengan
dan yang anda temui status HIV mereka. Dan
dapat menerima mereka juga tau status, tapi
dirinya? mereka tetep kaya takut entah
apa untuk mengakui
statusnya di public atau
coming kepada keluarga
mereka sendiri, bahkan yang
udah mulai berkeluarga pun
belum beritahu kepada si istri
atau suami tentang statu
HIVnya mereka.
2. Apa yang anda dapat Karena saya pribadi belum
dari sesama ODHA di menikah, saya mendapat
kelompok banyak pelajaran juga disini
persahabatan ODHA tentang bahwasanya ketika
ini dalam menerima mereka coming out kepada
diri mereka? keluarganya, istri dan juga
mertuanya gitu-gitu, itu
bukan suatu hal bencana,
bahkan banyak juga mereka
disini yang belum
berkeluarga tapi mereka
saling menerima status
mereka satu sama lain, jadi
lebih harmonis. Jadi kalo
misalkan ada yang bilang
ODHA itu hidup gaakan
harmonis ya gak juga, karena
banyak juga pasangan yang
satu positif dan negatif

201
mereka tetep hidup
berdampingan dan harmonis,
rukun-rukun aja tuh.
3. Bagaimana tanggapan Kalo tanggapan saya sih saya
anda mengenai salut dengan mereka, karena
mereka? mereka bisa melakukan hal
seperti itu dan sebagaian dari
mereka tuh udah ada yang
menjadi role model untuk
keluarga-keluarga lainnya,
dan itu suatu hal yang nggak
gampang gitu.
H Perspektif Diri
1. Menurut anda tipe Biasanya sih orang lain yang
orang yang seperti nilai, tapi kalo diri sendiri
apa? nilai, kalo saya tipe orang
yang humble, saya orang
cuek juga, orang yang gamau
ambil pusing gamau ribet.
Hmm apalagi yaa, saya orang
cukup baik sih… mungkin.
Saya hanya mendengarkan
orang lain menceritakan
tentang diri saya ya gitu
katanya baik.
2. Apakah anda puas Hmm cukup.. dibilang puas
dengan keberadaan banget ya nggak, karena ada
diri anda? hal-hal yang saya harapakan
lebih dari diri saya pribadi,
kaya banyak potensi yang
sekiranya belum saya
ledakin, kaya gitu.
3. Apakah pendapat eee..nggak sih. Karena gak
orang lain ambil pusing, cuek, yaudah.

202
mempengaruhi Kaya lo komen negatif, gue
perubahan diri anda? gapernah minta makan sama
lo jadi ngapain gue harus
ngikutin lo yang gue harus
pake baju ini, gue harus pake
baju itu sesuai selera lu, lu
gak ngasih gue baju ko, lo
beliin sono gue baju hahahah
kan kasarnya kaya gitu ya.
I Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik
1. Seperti apakah masa Masa kecil saya itu saya lahir
kecil Anda? tahun 1998 dan waktu subuh,
dan saya ditinggal ibu saya,
ibu saya nggak meninggal
tapi dia pergi entah kemana,
itu dari saya kenaikan kelas 5
SD dan mulai broken home.
Terus saya mulai tinggal
sama bapak saya, tinggal
berdua aja sampai saat ini,
dan untuk orientasi seks saya
itu bisa dibilang otodidak
karena saya tidak mengalami
pelecehan sama sekali, dan
saya menyukai laki-laki itu
dari jaman saya kecil, sejak
TK. Dan sampai saat ini saya
gapernah inget saya pernah
dilecehin sama orang lain,
jadi kalo misalkan orientasi
seks LGBT nular, itu salah
sih, karena itu fase nyaman
atau fase alamiah yang
dirasakan oleh setiap orang.

203
Itu gaada pengaruh dari
ditinggal oleh ibu saya ya,
sama sekali gak ngaruh
karena kan pas TK masih ada
ibu saya. Kenyamanan aja
sih. Pada saat itu saya udah
tertarik aja sih ngeliat orang
yang udah dewasa, ganteng
gitu, seneng aja.
2. Apakah masa kecil Bahagia. Karena saya hidup
anda bahagia? dengan berkecukupan pada
saat saya kecil dengan apa
yang saya butuhi itu sudah
terakomodir dari orangtua
saya secara langsung dan
saya tidak kekurangan kasih
sayang sama sekali dari
mereka.
3. Apa hal yang anda Hmm banyak sih sebenernya.
ingat sewaktu kecil Kaya kita sering jalan-jalan
bersama orang tua juga ke Dufan atau
yang paling berkesan? kemanapun, kumpul
keluarga, quality time dengan
keluarga itu udah cukup
banyak ya banyak banget
memori-memori lainnya.
Yang lebih terkesan itusih
ketika saya lagi diomelin ibu
saya, kadang yang lucunya
itu dibilang jangan ujan-
ujanan saya malah ujan-
ujanan tiba-tiba ibu saya
udah didepan masjid aja tuh
udah payungan dasteran udah
bawa sapu, tuh sapu udah

204
melayang ajatuh gatau
kemana hahaha. Kalo
dibilang sih kangen banget
iyaa. Tapi karena saya
gasuka ribet, yaudah saya
hanya bantu doa dan saya
berharap yang terbaik
dimanapun dia berada. Kalo
nyari sih saya pernah sekali,
saya pribadi yang nyari.
Waktu itu saya nyari ke
beberapa jejak terakhir yang
dia langkah kesana, dan pada
saat itu beberapa tempat
tersebut udah kosong udah
gaada apa-apa lagi, bahkan
orang yang deket sama dia
udah gaada jejak.
J Konsep Diri yang Stabil
1. Apakah anda yakin Kalo misalkan dikasih skala
dengan diri sendiri? 1-10, saya akan kasih 5,
karena terkadang saya nggak
yakin dengan diri saya
sendiri, potensi apa yang
saya punya, apakah saya bisa
melakukan hal tersebut, dan
terkadang hal-hal itu masih
membuat saya bimbang
sendiri. Kadang saya merasa
saya bisa, tapi ketika saya
mau coba saya gagal, dan
saya coba beberapa kali pun
tetap gabisa, sama aja. Tapi
dibeberapa lain hal saya bisa

205
gitu mencapai hal tersebut,
jadi banyak pertanyaan
dalam diri sendiri terkait
ketidak yakinan itu.
2. Apa yang membuat Yang membuat yakin hmm
diri anda yakin? mungkin kaya lebih
pengalaman ataupun
keberuntunga, karena saya
pribadi saya hidup dengan
keberuntungan sejujurnya,
keberuntungan,
ketidaksengajaan dan tiba-
tiba ketika saya lakuin eh
ternyata lulus, eh ternyata
bisa, kaya gitu, eh ternyata
hasilnya bagus, padahal
awalnya gak yakin, jalanin
aja dulu, mulai aja dulu.
Sejauh ini saya sudah
menerima diri sendiri sih,
kalo penerimaan diri sendiri
saya bisa kasih skala 9,5,
karena saya udah gapeduli
dengan komentar orang
tentang diri saya, dan saya
lebih yaudah gue jalanin apa
yang menurut gue bener, dan
gue gaakan nyakitin orang
lain ketika gue menjalankan
hal tersebut.

206
Hasil Studi Dokumentasi
No. Dokumen Dokumen Dokumen Kesimpulan
terlampir tidak
terlampir
1. Profil Terlampir Pada profil
Yayasan organisasi Yayasan
Pelita Ilmu Pelita Ilmu
(YPI) dijelaskan secara
rinci mengenai visi,
misi, sejarah,
struktur organisasi,
program, mitra
kerja sama, dan
fasilitas yang
tersedia di sanggar
kerja YPI.
2. Daftar Terlampir Daftar pemberi
perusahaan donasi yang
atau digunakan untuk
donatur menunjang program
yang YPI dalam
memberika membantu para
n donasi ODHA dan ADHA
kepada dalam menjalankan
Yayasan kegiatan di dalam
Pelita Ilmu maupun luar
untuk para Yayasan. Daftar
ODHA dan tampilan donasi
ADHA dijabarkan secara
singkat, padat, dan
jelas.
3. Brosur Terlampir Menjelaskan secara
Kegiatan singkat tentang
YPI kegiatan yang ada

207
di Yayasan Pelita
Ilmu.
4. Merchandis Terlampir Memperlihatkan
e YPI keterampilan
(ketrampila ODHA dalam
n ODHA) bentuk gambar di
kaos untuk
dijadikan
merchandise YPI
yang nantinya di
jual kembali di
website YPI dan
dananya akan
diberikan kepada
ODHA yang
membuat.
5. Profil Terlampir Menjelaskan secara
Program singkat mengenai
Kelompok program kelompok
Persahabat pesahabatan
an ODHA ODHA, seperti
kegiatan, hal yang
melatarbelakangi,
dll.

208

Anda mungkin juga menyukai