Kelompok 3 - Apendisitis
Kelompok 3 - Apendisitis
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
III
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kamidapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah 2 yang berjudul “asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan pencernaan apendisitis” dengan tepat
waktu. Tak lupa pula kita senantiasa mengirimkan shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi khuswatun huasanah bagi seluruhumat
islam.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampuh pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2. Selain itu, kami
sebagai penulis berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
maupun kami selaku penyusun makalah ini. Kami tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, karena
keterbatasan kami tentunya makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mohon maaf sebesar-besarnya dan kami berharap pembaa dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun terkait malah ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang
A. Pengertian
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
3. Benda asing (makanan yang keras dapat membuat iritasi pada dinging apendiks)
4. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh infeksi virus yersinia entercolitica, fekalit massa
feses yang keras, dan adanya benda asing (atau bisa juga disebabkan oleh makanan yang
keras yang kita makan dan menimbulkan iritasi pada dinding usus).
Ketika terjadi ulserasi/ iritasi pada dinding lambung yang disebabkan oleh faktor
tersebut, maka terjadilah inflamasi/radang pada usus (apendisitis), bisa diterapi dengan
pembedahan atau pengobatan tertentu. Ketika terjadi peradangan pada sel-sel apendiks
maka hal ini dapat menyebabkan tertariknya sel-sel darah merah dan sel-sel darah putih
makrofag, sel T helper ke dalam jaringan yang iritasi tersebut, akhirnya akan terjadi
pembengkakan atau oedem, semakin besar pembengkakan yang terjadi maka terjadi
penyumbatan/obstruksi pada apendiks yang menghalangi keluarnya mucus yang
dihasilkan oleh apendiks tersebut, semakin lama semakin tersumbat dan terjadi
distensi/peningkatan tekanan intraapendiks, sehingga tekanan di apendik semakin besar
dan menghalangi aliran darah ke apendik dan pembuluh darah yang ke apendik terhambat
karena tertekannya oleh edem, dan terjadi penyumbatan dan mengakibatkan darah tidak
bisa mengalir dan terjadilah hipoksia jaringan, dan terjadi kematian jaringan, ketika terjadi
kematian jaringan akan terjadi gangren/ jaringan yang membusuk akibat tidak dapat di
alirkan darah, oksigen dan nutrisi dan terjadilah ruptur apendik dan perforasi
E. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan
appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden appendisitis kronik antara 1-5%. 13
F. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
Mual, muntah
Anoreksia, malaise
Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
Spasme otot
Konstipasi, diar
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi :
Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Kliendiminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui
cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya
16 operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering
terjadi pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus
(Mulya, 2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pascaoperasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertamasetelah perlakuan mobilisasi dini
pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu
pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukandengan cara membuat sebuah sayatan dengan
panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). 17
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatankecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang
terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting.
Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui
salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi
terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukandengan cara
membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan
bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.
Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). 17 Sedangkan
pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatankecil di perut
sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan
kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini
pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati
organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan
dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan
melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka
insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka
operasi.
Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada appendicitis berupa pemeriksaan laboratorium darah dan
pencitraan.
Ultrasonografi Abdomen. Pada kondisi sehat apendiks tidak dapat terlihat pada USG.
Bila terdapat appendicitis, tampak struktur tubular berukuran 7-9 mm yang tidak hilang
dengan penekanan. Namun bila apendiks tidak nampak, diagnosis appendicitis tidak
dapat dikonfirmasi atau dieksklusi. USG sangat dipengaruhi oleh keterampilan operator
yang melakukan pemeriksaan. Secara umum, sensitivitas pemeriksaan USG untuk
appendicitis sebesar 86% dan spesifisitas 81%.[1,3,6]
CT Scan Abdomen. CT Scan tidak rutin dilakukan karena paparan radiasi yang lebih
tinggi dan meningkatkan beban biaya pada pasien. CT Scan abdomen memiliki akurasi
di atas 95% untuk mendiagnosis appendicitis. Kriteria appendicitis pada CT Scan
adalah apendiks yang memiliki ukuran diameter lebih dari 6 mm, penebalan dinding
apendiks lebih dari 2 mm, dan adanya appendikolith yang dapat ditemukan pada 25%
pasien.[2]
I. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun jenis
komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mulamula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun
tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi yang
dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan
appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5°
C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan
pertolongan medis segera untuk membatasi 19 pergerakan lebih lanjut atau kebocoran
dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk
memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus
mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat
inap di rumah sakit.
Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat
antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati
serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan
akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
2. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien. Apendisitis dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun
(Mansjoer,2010).
2. Keluhan utama. Pada anak dengan apendisitis biasanya memiliki keluhan Nyeri
terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang. Yang harus dikaji adalah nyeri, mual muntah
dan penurunan nafsu makan
b. Riwayat kesehatan dahulu. Yang harus dikaji antara lain penyakit
sebelumnya, apakah pernah dirawat di RS sebelumnya, obat-obatan yang
digunakan sebelumnya, riwayat alergi, riwayat operasi sebelumnya atau
kecelakaan dan imunisasi dasar.
c. Riwayat kesehatan keluarga. Yang harus dikaji adalah riwayat penyakit
apendisitis dalam keluarga dan penyakit keturunan dalam keluarga sperti
DM, Hipertensi, dll.
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva
anemis.
a. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
b. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang
O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
c. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi dan pendarahan.
d. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
e. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
f. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
g. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Hipertermia (D.00130)
3. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
4. Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)
5. Ansietas (D.0080)
6. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)
7. Risiko infeksi (D.0142)
L. Intervensi Keperawatan
N0. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238).
A. Kesimpulan
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan
merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran
serta kritik konstruktif dari pembaca sangat kami perlukan agar dapat meningkatkan
kualitas makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap Penyembuhan Luka
Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal Makassar.
Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif Apendiktomy et
cause Appendisitis Acute.
PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta.
PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta.
PPNI, 2019. Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta
SAVITRI, A. E. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PRE DAN POST OPERASI
APENDISITIS DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN NYERI AKUT DI PAVILIUN MAWAR
RSUD JOMBANG (Doctoral dissertation, Universitas Pesantran Tinggi Darul'Ulum).