Anda di halaman 1dari 16

Identifikasi Pelaksanaan Pidana Pokok di dalam Undang-Undang di Indonesia

 Hukuman Mati
1. KUHP Lama

- Pasal 11
Pidana Mati dijalankan oleh algojo pada tempat gantungan dengan menjerat tali yang
terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana berdiri

2. KUHP Baru
- Pasal 64
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok;
b. pidana tambahan; dan
c. pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam
Undang-Undang.
- Pasal 67
Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan
pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
- Pasal 98
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah
dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
- Pasal 99
(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak
Presiden.
(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum.
(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak
atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang
(4) Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang
menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut
melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa
tersebut sembuh.
- Pasal 100
(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun
dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus
dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk
diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung
- Pasal 101
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama
l0 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati
dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
3. KUHAP
-
-
-
-
4. PNPS No. 2 Tahun 1964 Tata-cara pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan
di lingkungan peradilan militer
- Pasal 2
Jika tidak ditentukan lain oleh Menteri Kehakiman, maka pidana mati dilaksanakan di
suatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat
pertama.
- Pasal 4
Kepala Polisi Komisariat Daerah tersebut dalam pasal 3 ayat (1) atau Perwira yang
ditunjuk olehnya menghadiri pelaksanaan pidana mati tersebut bersama-sama dengan
Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
- Pasal 5
Menunggu pelaksanaan pidana mati, terpidana di tahan dalam penjara atau tempat lain
yang khusus ditunjuk oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam pasal 4.
- Pasal 6
(1) Tiga kali dua puluh empat jam sebelum saat pelaksanaan pidana mati, Jaksa
Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang akan
dilaksanakannya pidana mati tersebut.
(2) Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya
itu diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut.
- Pasal 7
Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan empat
puluh hari setelah anaknya dilahirkan
- Pasal 8
Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara sesederhana mungkin,
kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.
- Pasal 10
(1) Untuk pelaksanaan pidana mati Kepala Polisi Komisariat Daerah tersebut dalam pasal
3 ayat (1) membentuk sebuah regu Penembak yang terdiri dari seorang Bintara, dua
belas orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira, semuanya dari Brigade
Mobile.
(2) Regu penembak tidak mempergunakan senjata organiknya
(3) Regu Penembak ini berada di bawah perintah Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam pasal
4 sampai selesainya pelaksanaan pidana mati.
- Pasal 12
(1) Regu Penembak ini berada di bawah perintah Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam pasal
4 sampai selesainya pelaksanaan pidana mati.
(2) Jika dipandang perlu, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam pasal 4 dapat memerintahkan
supaya terpidana diikat tangan serta kakinya ataupun diikatkan kepada sandaran yang
khusus dibuat untuk itu.
- Pasal 13
(2) Jarak antara titik di mana terpidana berada dan tempat Regu Penembak tidak boleh
melebihi sepuluh meter dan tidak boleh kurang dari lima meter.
- Pasal 14
(1) Apabila semua persiapan telah selesai, maka Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam pasal
4 memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati.
(2) Dengan segera para pengiring terpidana menjauhkan diri dari terpidana.
(3) Dengan menggunakan pedangnya sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak
memberikan perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke
atas ia memerintahkan Regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan
menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk
menembak.
(4) Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa
dia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu
Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras
senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya.
(5) Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat minta bantuan seorang
dokter.
- Pasal 16
1) Untuk penguburan terpidana diserahkan kepada keluarganya atau sahabat terpidana,
terkecuali jika berdasarkan kepentingan umum Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut
memutuskan lain.
2) Dalam hal terakhir ini, dan juga jika tidak ada kemungkinan pelaksanaan penguburan
oleh keluarganya atau sahabat terpidana maka penguburan diselenggarakan oleh
Negara dengan mengindahkan cara penguburan yang ditentukan oleh
agama/kepercayaan yang dianut oleh terpidana.
- Pasal 17
Tata-cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan
peradilan militer dilakukan menurut ketentuan termaksud dalam Bab I dan II dengan
ketentuan bahwa:
a. kata-kata "Menteri Kehakiman" termaksud dalam pasal 2 harus dibaca
"Menteri/Panglima Angkatan yang bersangkutan";
b. kata-kata "Kepala Polisi Komisariat Daerah" dalam Bab II harus dibaca
"Panglima/Komandan Daerah Militer";
c. kata-kata "Jaksa Tinggi/Jaksa" dalam Bab II harus dibaca "Jaksa Tentara/Oditur
Militer";
d. kata-kata "Brigade Mobile" dalam pasal 10 ayat (1) dan "polisi" dalam pasal 11 ayat
(1) harus dibaca "militer";
e. pasal 3 ayat (2) harus dibaca "Jika dalam penentuan waktu dan tempat itu tersangkut
wewenang Panglima/Komandan Daerah Militer dari Angkatan yang sama atau
Angkatan lain maka Panglima atau Komandan daerah tempat kedudukan pengadilan
militer yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama merundingkannya dengan
Panglima atau Komandan dari Angkatan yang bersangkutan.
f. pasal 11 ayat (3) harus dibaca "Terpidana, jika seorang militer maka dia berpakaian
dinas harian tanpa tanda pangkat dan atau tanda-tanda lain".

5. PERKAPOLRI No. 12 TAHUN 2010 TTG TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA MATI

- Pasal 15
Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi kegiatan sebagai
berikut:
a. terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum
dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati;
b. pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat
didampingi oleh seorang rohaniawan;
c. regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum
waktu pelaksanaan pidana mati;
d. regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum
pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan;
e. regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api
laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima)
meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan;
f. Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan
ucapan ”LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI SIAP”;
g. Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan
persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;
h. setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan
memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan ”LAKSANAKAN”
kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan ”LAKSANAKAN”;
i. Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu penembak untuk mengisi
amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk senjata api laras
panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9 (sembilan) butir peluru hampa yang
masing-masing senjata api berisi 1 (satu) butir peluru, disaksikan oleh Jaksa
Eksekutor;
j. Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk
membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat
kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan
posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh Jaksa;
k. terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 (tiga)
menit dengan didampingi seorang rohaniawan;
l. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana
menolak;
m. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung
sebagai sasaran penembakan, kemudian Dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari
terpidana;
n. Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap
untuk dilaksanakan pidana mati;
i. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera
dilaksanakan penembakan terhadap terpidana;
o. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu penembak
untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan
posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana;
p. Komandan Pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak
dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan mengambil sikap
istirahat di tempat;
q. pada saat Komandan Pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak
mengambil sikap salvo ke atas;
r. Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk
membidik sasaran ke arah jantung terpidana;
s. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat
kepada Regu penembak untuk membuka kunci senjata;
t. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang
sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara
serentak;
u. setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai
isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata;
v. Komandan Pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan Dokter memeriksa kondisi terpidana dan
apabila menurut Dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Pelaksana melakukan
penembakan pengakhir;
w. Komandan Pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan
penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada
pelipis terpidana tepat di atas telinga;
x. penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan Dokter masih
ada tanda-tanda kehidupan;
y. pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa
tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana;
z. selesai pelaksanaan penembakan, Komandan regu penembak memerintahkan
anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya; dan
aa. Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan
ucapan ”PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”.
- Pasal 16
1) Dalam hal pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan kepada beberapa orang
terpidana dalam satu putusan, dilaksanakan serempak pada waktu dan tempat yang
sama.
2) Pelaksanaan pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
regu penembak yang berbeda.

 Pidana Penjara
1. KUHP Lama
- Pasal 10
pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan
- Pasal 12
1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima
belas tahun berturut-turut.
3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun
berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara
pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau
antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu
juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena
perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.
4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh
tahun.

- Pasal 13
Orang-orang terpidana yang dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan
(kelas)
- Pasal 14
Orang terpidana yang dijatuhi pidana wajib menjalankan segala pekerjaan yang
dibebankan kepadanya menurut aturan yang diadakan guna pelaksanaannnya (ps. 29)
- Pasal 15 - 16
Tentang pelepasan bersyarat
- Pasal 20
(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu
bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan
bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu tidak datang
pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, maka ia menjalani pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu
bukan karena kehendak sendiri.
(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena terpidana jika pada
waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana
penjara atau pidana kurungan.
- Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja terpisah.
- Pasal 32
(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di
dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim menjadi tetap, dan bagi
terpidana lainnya pada hari ketika putusan hakim mulai dijalankan.
(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas
beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi
tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara
karena kedua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku
pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah
pidana penjara habis.
- Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat
menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.

2. KUHP Baru
- Pasal 65
(1) Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
a. pidana penjara;
b. pidana tutupan;
c. pidana pengawasan;
d. pidana denda; dan
e. pidana kerja sosial
- Pasal 68
(2) Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
(3) Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun
berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum
khusus.
(4) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup
atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara
15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk
waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.
(5) Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua
puluh) tahun.
- Pasal 69 (Grasi)
(1) Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani
pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup
dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan
Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. (Grasi)
(2) Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 70
1) Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika
ditemukan keadaan:
a. terdakwa adalah Anak;
b. terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;
c. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
d. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;
e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban
f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan
menimbulkan kerugian yang besar;
g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak
Pidana tersebut;
i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak
mungkin terulang lagi;
j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan
melakukan Tindak Pidana yang lain;
k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa
atau keluarganya;
l. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk
diri terdakwa;
m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat
Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;
n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/ atau
i. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;
b. Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan
masyarakat; atau
c. Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.

- Pasal 112
Anak yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7
(tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan Tindak Pidana wajib diupayakan
diversi.

3. KUHAP
- Pasal 272
4. UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
- Pasal 6
(1) Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.
(2) –
(3) Pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap:
a. Terpidana bersyarat;
b. Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat
atau cuti menjelang bebas;
c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan
kepada orang tua asuh atau badan sosial;
d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat dilingkungan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan
kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan
e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan
kepada orang tua atau walinya.
- Pasal 12
(1) Dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS dilakukan penggolongan
atas dasar :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Lama Pidana yang dijalankan
d. Jenis kejahatan
e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
(2) Pembinaan Narapidana wanita di LAPAS khussus wanita

- Pasal 16 Perpindahan LAPAS


Narapidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS ke LAPAS lain karena
a. Pembinaan
b. Keamanan
c. Proses peradilan
d. Lainnya yang dianggap perlu

- Pasal 17
(1) Penyidikan terhadap narapidana yang terlibat perkara lain baik sebagai tersangka,
terdakwa, atau sebagai saksi yang dilakukan di LAPAS tempat narapidana yang
bersangkutan menjalani pidanam dilaksanakan setelah penyidik menunjukkan surat
perintah penyidikan dari pejabat instansi yang berwenang dan menyerahkan
tembusannya kepada KALAPAS.
(2) –
(3) –
(4) Narapidana dapat dibawa keluar lapas sebagaimana ayat (1) untuk kepentingan
a. Penyerahan berkas perkara
b. Reknstruksi
c. Pemeriksaan disidang pengadilan

- Pasal 18 Anak Pidana


(1) Anak pidana ditempatkan di LAPAS anak dan wajib didaftar
- Paasl 24
Anak Pidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS Anak lan untuk
kepentingan :
a. Pembinaan
b. Keamanan dan ketertiban
c. Pendidikan
d. Proses peradilan
e. Lainnya yang dianggap perlu

- Pasal 25 Anak Negara


(1) Anak Negara ditempatkan di LAPAS Anak dan wajib didaftar

- Pasal 32 Anak Sipil


(1) Anak sipil ditempatkan di LAPAS Anak dan wajib didaftar

5. UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


- Pasal 5
(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.
- Pasal 17
(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan pelindungan khusus bagi
Anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dalam situasi darurat.
(2) Pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
penjatuhan sanksi tanpa pemberatan.
- Pasal 71
(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
a. pidana peringatan;
b. pidana dengan syarat:
1) pembinaan di luar lembaga;
2) pelayanan masyarakat; atau
3) pengawasan.
c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam lembaga; dan
e. penjara.
(2) Pidana tambahan terdiri atas:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. pemenuhan kewajiban adat.
(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda,
pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
(4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
- Pasal 72
Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan
kebebasan anak.
- Pasal 73 : pidana dengan syarat
(1) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
(3) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Anak tidak akan
melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.
(4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan atau
tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap
memperhatikan kebebasan Anak.
(5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada masa pidana dengan syarat
umum.
(6) Jangka waktu masa pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 3 (tiga) tahun.
(7) Selama menjalani masa pidana dengan syarat, Penuntut Umum melakukan
pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar
Anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan.
(8) Selama Anak menjalani pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
Anak harus mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.
- Pasal 74
Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina di luar lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 1, lembaga tempat pendidikan dan
pembinaan ditentukan dalam putusannya.
- Pasal 75 : Pembinaan
- Pasal 76 : Pidana pelayanan masyarakat
- Pasal 77 : Pidana Pengawasan
- Pasal 78 : Pidana pelatihan kerja
- Pasal 79 : Pidana pembatasan kebebasan
- Pasal 80
(1) Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau
lembaga pembinaan yang diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.
(2) Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan Anak
tidak membahayakan masyarakat.
(3) Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam
lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan
pembebasan bersyarat.
- Pasal 81
(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan
membahayakan masyarakat.
(2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua)
dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
(3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan
berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
(5) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
(6) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan
adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
 Pidana Kurungan
1. KUHP Lama
- Pasal 19
(1) Orang dijatuhi kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang diserahkan kepadanya
sesuai dengan aturan-aturan yang diadakan guna melaksanakan Pasal 29
(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada yang dijatuhi pidana penjara
- Pasal 20
(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu
bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan
bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu tidak datang
pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, maka ia harus Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi
Mahkamah Agung-RI menjalani pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya
itu bukan karena kehendak sendiri.
(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena terpidana jika pada
waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana
penjara atau pidana kurungan.
- Pasal 21
Kurungan harus dijalankan didalam daerah dimana terpidana berdiam ketika putusan
hakim dijalankan atau jika tidak mempunyai tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia
berada; kecuali kalau menteri kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan
menjalani pidananya di daerah lain.
- Pasal 24
Orang yan dijatuhi pidana penjara boleh diwajibkan bekerja di dalam atau diluar tembok
orang-orang terpidana.
- Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja terpisah.
- Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama diluar tidak
dihitung sebagai waktu menjalani pidana

 Pidana Tutupan
1. UU No. 20 Tahun 1946 Tentang Hukuman Tutupan
- Pasal 2
(1) Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan hukuman
penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh
menjatuhkan hukuman tutupan.
(2) Peraturan dalam ayat 1 tidak berlaku jika perbuatan yang merupakan kejahatan atau
cara melakukan perbuatan itu atau akibat dari perbuatan tadi adalah demikian
sehingga hakim berpendapat, bahwa hukuman penjara lebih pada tempatnya.
- Pasal 3
(1) Barang siapa dihukum dengan hukuman tutupan wajib menjalankan pekerjaan yang
diperintahkan kepadanya menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan berdasarkan
pasal 5.
(2) Menteri yang bersangkutan atau pegawai yang ditunjuknya berhak atas permintaan
terhukum membebaskannya dari kewajiban yang dimaksudkan dalam ayat 1.
2. PP No. 8 Tahun 1948 Tentang Rumah Tutupan
- Pasal 1
Rumah Tutupan artinya rumah buat menjalankan hukuman tutupan yang dimaksudkan
dalam pasal 5 dari Undang-Undang No. 20 tahun 1946.
- Pasal 8
Pegawai-pegawai Rumah Tutupan dilarang keras baik dengan langsung, maupun dengan
jalan lain, mempunyai perhubungan keuangan dengan orang-oarang hukuman Tutupan,
atau orang-orang yang telah dilepas belum setahun berselang, begitupun juga mereka
dilarang menerima hadiah atau kesanggupan akan dapat hadiah atau pinjaman dari orang
hukuman tutupan atau dari sanak keluarganya.
- Pasal 13
Orang-orang hukuman tutupan dapat dibebaskan oleh Menteri Pertahanan dari kewajiban
bekerja menurut pasal 3 ayat 2 Undang-Undang No. 20 tahun 1946, apabila:
a. menurut keterangan dokter yang dipekerjakan pada Rumah Tutupan mereka tidak
kuat bekerja;
b. mereka ingin melakukan pekerjaannya pilihannya sendiri yang diijinkan oleh
Menteri Pertahanan;
c. ada hal-hal lain yang menurut Menteri Pertahanan dapat dipergunakan sebagai alasan
untuk membebaskannya dari kewajiban bekerja.
- Pasal 14 : tentang pekerjaan orang” hukuman tutupan
- Pasal 29 : SOP orang hukuman tutupan jika sakit
- Pasal 33 : SOP makanan pakaian dan tempat tidur orang hukuman tutupan
 Remisi
1. PP No. 99 Tahun 2012
- Pasal 1 ayat 6
Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana
dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
- Pasal 34
(1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan
baik berhak mendapatkan remisi.
(2) Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditambah, apabila selama
menjalani pidana, yang bersangkutan :
a. berbuat jasa kepada negara;
b. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; atau
c. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.
(3) Ketentuan untuk mendapatkan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) berlaku juga bagi Narapidana dan anak Pidana yang menunggu grasi sambil
menjalani pidana.
2. Kepres No. 174 tahun 1999 Tentang remisi
- Pasal 1
Remisi diberikan oleh menteri hukum dan perundang-undangan republik Indonesia
Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Hukum dan Perundang-undangan.
- Pasal 2
(1) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri atas :
a. remisi umum, yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia tanggal 17 Agustus; dan
b. remisi khusus, yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh
Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika
suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam
setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh
penganut agama yang bersangkutan.

- Pasal 4 : Remisi Umum


(1) Besarnya remisi umum adalah :
a. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana
selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan
b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana
selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.
(2) Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut :
a. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). b.
pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;
b. pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat bulan;
c. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 5 (lima) bulan;
dan
d. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam) bulan setiap tahun.
- Pasal 5 : Remisi khusus
(1) Besarnya remisi khusus adalah :
a. 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani
pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan
b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana
selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.
(2) Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut :
a. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
b. pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu) bulan;
c. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu ) bulan
15 (lima belas) hari; dan d. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi
2 (dua) bulan setiap tahunnya.
- Pasal 6 : remisi Tambahan
Besarnya remisi tambahan adalah :
a. 1/2 (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan
bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa kepada negara atau melakukan
perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; dan
b. 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan
bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah melakukan perbuatan yang membantu
kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakat sebagai pemuka.
- Pasal 7 : penghitungan Remisi
(1) Penghitungan lamanya masa menjalani pidana sebagai dasar untuk menetapkan
besarnya remisi umum dihitung sejak tanggal penahanan sampai dengan hari
peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus.
(2) Penghitungan lamanya masa menjalani pidana sebagai dasar untuk menetapkan
besarnya remisi khusus dihitung sejak tanggal penahanan sampai dengan hari
besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang
bersangkutan.
(3) Dalam hal masa penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
terputus, perhitungan penetapan lamanya masa menjalani pidana dihitung dari
sejak penahanan yang terakhir.
(4) Untuk penghitungan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, 1 (satu) bulan
dihitung sama dengan 30 (tiga puluh) hari.
(5) Penghitungan besarnya remisi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
didasarkan pada agama Narapidana dan Anak Pidana yang pertama kali tercatat
dalam buku register Lembaga Pemasyarakatan.
 Grasi
1. UU No. 22 Tahun 2002 jo UU No. 5 Tahun 2010
- Pasal 3
Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana,
kecuali dalam hal putusan pidana mati
- Pasal 5
(1) Hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim ketua
sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama.
(2) Jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana tidak hadir, hak terpidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari
pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertam
- Pasal 6
(1) Permohonan grasi oleh terpidana atau kuasa hukumnya diajukan kepada Presiden.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh keluarga
terpidana, dengan persetujuan terpidana.
(3) Dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati, permohonan grasi dapat diajukan oleh
keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana.
- Pasal 7
(1) Permohonan grasi dapat diajukan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2) Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibatasi oleh tenggang
waktu tertentu
- Pasal 8
(1) Permohonan grasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 diajukan secara
tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada Presiden.
(2) Salinan permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada
Mahkamah Agung.
(3) Permohonan grasi dan salinannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat
terpidana menjalani pidana.
(4) Dalam hal permohonan grasi dan salinannya diajukan melalui Kepala Lembaga
Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Lembaga
Pemasyarakatan menyampaikan permohonan grasi tersebut kepada Presiden dan
salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi
dan salinannya.
2. KUHP Lama
- Pasal 33a
3. KUHP Baru
- Pasal 69 (Grasi)
(1) Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana
penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat
diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden
setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. (Grasi)
(2) Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

 Pelepasan Bersyarat
1. KUHP Lama
- Pasal 15
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang
dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat
dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana
berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan,
serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum
dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka
waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
2. KUHP Baru
- Pasal 72
(1) Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2/3 dua per tiga) dari pidana
penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 213 ldua per tiga) tersebut tidak kurang
dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat.
(2) Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut turut rlianggap
jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana.
(3) Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa
percobaan.
(4) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sama dengan sisa waktu
pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun.
(5) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka
atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya
sebagai masa percobaan.

Anda mungkin juga menyukai