Anda di halaman 1dari 6

SARUNG

Karya: Ahmad Yafie Muharram

PENJELASAN JUDUL “SARUNG”


Sarung diyakini oleh beberapa orang sebagai pakaian untuk menutup sesuatu yang tak layak
untuk ditampakkan (Sarune Dikurung). Ini juga menunjukkan bahwa dalam hidup, manusia
harus bisa mengedepankan rasa malu di beberapa situasi, tidak sombong, tidak arogan, tidak
merasa senior, apalagi sembrono.

PROLOG:
Di salah satu pesantren, terdapat santri yang tekun belajar serta menghafal bernama Rafli.
Biasa dan mudah dipanggil dengan sebutan “Api”. Meski tekun, ia mengalami kesulitan
dalam memahami ilmu yang dia pelajari, tapi ia tidak pernah menyerah dan selalu
menghabiskan waktu luangnya dengan belajar. Di balik ketekunannya, ia memiliki kisah
masa lalu yang cukup menyedihkan, di mana ia adalah anak broken home (korban perceraian
orang tua, ditinggal & ditelantarkan oleh keduanya). Ia terpaksa dimasukkan ke pesantren
tersebut atas kesepakatan orang tuanya yang notabene keduanya tak ingin mengurus anak
semata wayang mereka. Meski begitu, ibunya tetap memberikan barang berharga kepada
Rafli, jaga-jaga jika sewaktu-waktu di masa depan, ia membutuhkannya. Namun, kehidupan
Rafli semakin dirundung kepahitan. Tempat di mana ia seharusnya punya kesempatan untuk
merasa diperhatikan, justru ia dijauhi, diasingkan, hingga dibully oleh santri lainnya. Bahkan,
di antara semua santri, tidak satupun yang tahu bahwa ia adalah anak broken home.
PLOT I:
Latar: Kobong, Tengah Hari (Pulang Sekolah)
Suasana: Cinematic
ADEGAN 1:
Rafli pulang sekolah, pergi ke kobongnya mengambil kitab yang akan digunakannya untuk
menghafal di lantai 3. Berjalan menelusuri lorong kobong, naik tangga, sampai di lantai 3,
lalu ia menghafal
ADEGAN 2:
Farel, salah satu santri yang lumayan cerdas dan juga tidak menutup diri kepada Rafli,
kebetulan lewat dan melihatnya. Ia pun menghampiri Rafli sekadar untuk bertanya apakah
Rafli sudah Sholat.
DIALOG:
Farel : “Pi keur maca naon, solat can?” (Sambil menepuk pundak Rafli)
Rafli : (Sambil terkaget karena tak menyadari kedatangan Farel) “Eh, Farel. Ieu
ngapalkeun jang enjing ngaos. Atos tadi solat heula da”
Farel : “Rajin-rajin teuing, Pi. Kalem we da cenah besok mah bakal libur ngaji mah”
Rafli : (Terkejut) “Hah? Saur saha?”
Farel : “Eh bener ceuk Mang Acep, kan besok ek aya kunjungan orang tua pas jam
ngaji teh, bakal lobaan. Emang Api teu apal kitu?”
Rafli : “Henteu” (Dengan wajah yang masih kebingungan)
Farel : “Euh atuh matakna tatanya ka batur ulah hayoh we ngapalkeun, ari pinter
henteu”
Rafli : (Hanya tersenyum) “Kunjungan orang tua teh orang tua semua santri?”
Farel : “Nya heeh atuh. Kolot ente ge bakal aya meureun, mun aya eta ge” (Dengan
nada yang mengejek, sambil langsung pergi meninggalkan Rafli”

ADEGAN 3:
Rafli duduk termenung sambil sedikit meneteskan air mata mengingat kejadian di masa lalu
ketika orang tuanya bercerai
PLOT II (Mundur/Nostalgia):
Dalam ingatan Rafli, kedua orang tuanya bertengkar di depan matanya sambil berkata kasar,
tanpa sedikitpun memperdulikan dirinya yang kurang perhatian.
ADEGAN 1:
DIALOG:
Ibu Rafli : “Maneh mah da euweuh tanggung jawab jadi salaki teh! Neang gawe mbung,
pagawean molor unggal poe!” (Membentak)
Bapak Rafli : “Naa ari sia bisa we ka batur. Aing ge apal sia mah gawe teh kur jang
kasenangan maneh sorangan, ka salaki ngalawan wae. Sakali aing keur hayang, sia kadon
mantog!”
Ibu Rafli : “Heueuh da urang ge hayang senang, kahayang mah boga salaki the nu bisa
mere nafkah lain kur molor tuluy. Emang ceuk maneh, maneh cicing hungkul di imah the lain
ngungudag kasenangan maneh oge? Ka urangna ge lieur. Sukur sukur urang mah boga gawe,
aya saeutikna mah mere ka maneh, ka budak maneh”
Bapak Rafli : “Ah teuing lah kumaha sia we. Ayeuna sia ku aing talak tilu!’
Ibu Rafli : (Bengong) “Okeh! Boleh! Sabodo teuing, urang ge hayang gera leupas beban
ti maneh!”
ADEGAN 2:
Adegan ingatan beralih ke adegan di mana Ibu Rafli memasukkan Rafli ke pesantren.
DIALOG:
Ibu Rafli : “Muhun kitu we panginten, Kang. Ngawiat we Rafli di dieu, mugia sakur
pengajar di dieu tur santri-santrina tiasa ngabimbing Rafli” (Sambil memberikan amplop)
Ustad : “Muhun… Muhun… Teu sawios, mangga-mangga, kin ku abi dibimbing, in
sya Allah… In Sya Allah”
Ibu Rafli : “Muhun hatur nuhun, Kang, mangga atuh. Dikantun heula.”
Ustad : “Mangga… Mangga…”
Ibu Rafli mengalihkan pembicaraan kepada Rafli
DIALOG:
Ibu Rafli : “Api, sing bageur, nya, di dieu. Sing janten murangkalih nu soleh, nyaa”
(Sambil mengelus kepala Rafli)
Rafli : (Hanya mengangguk)
PLOT III (Bully & Jahil):
Rafli kembali ke kobongnya dan bersiap untuk mandi.
Setelah Rafli masuk ke kamar mandi, tanpa menyadarinya, handuk yang ia taruh di pintu
diambil oleh Ruly dan kawan-kawannya. Rafli sempat bertanya-tanya ke mana handuknya,
tetapi ia sudah menduga pelakunya karena ia sudah sering dibully. Meski begitu, dia tetap
keluar kamar mandi dengan mengenakan seragam yang tadi ia pakai.
Dalam perjalanan menuju kobongnya di lantai 1, Ruly and The Gang kembali menjahili Rafli
dengan menumpahkan air keruh dari lantai 2 ke tubuh Rafli yang sudah mandi. Mereka
langsung kabur dengan tertawa lepas karena puas. Dengan terpaksa, Rafli yang sudah terbiasa
dengan tingkah laku Ruly and The Gang kembali ke kamar mandi.
PLOT IV (Ngaji Sulam Taufiq):
Latar : Aula, Sore (Ba’da Ashar)
Suasana : Pengajian
Pengajian sore pada hari itu adalah pengajian Kitab Sulam Taufiq, di mana materinya adalah
tentang “Fashlun: Fii Ma’aashil Lisan” (Maksiat Lisan) yang di dalamnya membahas tentang
Ghibah, hinaan, serta perkataan bohong.
(Ustadz: …..)

PLOT V (Pergantian siang ke malam & adegan malam)


Latar : Timelapse matahari terbenam & malam hari
Suasana : Menjelang Tidur
Di kobong, ketika Rafli sedang merenungkan materi pengajian Ashar tadi, datanglah Ruly
and The Gang ke kobongnya dan mulai ritual membully
DIALOG:
Jiad : “Ngapalkeun wae, Jang. Jiga dek jadi ajengan isuk”
Rafli : “Hehehe, kan ngala aherat mah kedah siga bade maot enjing”
Ruly : “Halah loba ceta sia! Karek ge dua bulan di dieu” (Sambil memukul pundak
Rafli)
Rafli : (Hanya bisa tersenyum)
Jiad : “Geus… geus… Ulah ngapalkeun wae, hayu ngilu ulin ayeuna”
Rafli : “Ka mana?”
Ruly : “Lah hayu we ngilu heula”

Rafli pun menyetujui ajakan Ruly and The Gang dan mengikuti mereka
Tanpa dugaan, mereka membawa Rafli ke tempat yang sepi, lalu meninggalkannya.
Latar : Al-Yamin
Suasana : Mencekam/Horor
Rafli bingung ke mana Ruly dan temannya pergi, karena lama menunggu, Rafli pun
memutuskan untuk pulang ke kobong. Di perjalanan, Ruly and The Gang lagi-lagi menjahili
dengan menakut-nakuti Rafli menggunakan kostum horor. Rafli kaget ketakutan lalu pingsan.
Sebelum dibawa oleh Ruly and The Gang ke kobong, hal lucu terjadi.

*Catatan: Meski sering dibully olehnya, Rafli menganggap Ruly sebagai temannya. Karena
selama ia di pesantren tersebut, ia tak pernah merasakan se-diperhatikan itu oleh seseorang.
Meskipun dibully, ia menganggap bahwa dirinya dianggap ada oleh Ruly dan teman-
temannya.
PLOT VI (Kunjungan Orang Tua)
Latar : Lorong kobong
Suasana : Mengharukan
Rafli berjalan menyusuri lorong, sambil melihat-lihat kobong santri lain yang dikunjungi oleh
orang tuanya masing-masing. Wajahnya berkaca-kaca karena tidak bisa merasakan hal yang
sama seperti santri lain.
PLOT VII (Konflik/Pencurian Barang oleh Ruly and The Gang)
ADEGAN 1:
Di ujung lorong, di daun pintu gerbang asrama, Rafli mendadak melihat Ruly membawa
Sarung BHS dengan berlari seperti telah mencuri. Nampaknya benar, sarung yang dibawa
oleh Ruly adalah sarung yang dihadiahkan oleh Orang Tua Farel untuk anaknya. Ruly berlari
dan bersembunyi ke arah toilet.
Rafli yang menganggap bahwa Ruly adalah temannya karena ia berpikiran bahwa ia
diperhatikan dan dianggap ada oleh Ruly, merasa harus untuk melindungi Ruly dari kejaran
orang tua Farel yang sudah tahu bahwa sarung untuk hadiah anaknya telah dicuri. Kebetulan,
sesuai takdir, Rafli memiliki sarung BHS yang sama dengan yang dicuri oleh Ruly. Merk,
corak, dan modelnya benar-benar sama. Sarung tersebut diberikan oleh Ibunya dulu ketika
memasukkannya ke pesantren. Akhirnya, Rafli mengaku bahwa ialah pelakunya. Ia
menganggap bahwa barang berharga apapun tak lebih bernilai ketimbang sebuah hubungan
pertemanan. Ia yang dari dulu tak pernah mendapat perhatian bahkan oleh kedua orang
tuanya, menganggap Ruly sebagai temannya.
ADEGAN 2:
Akhirnya orang tua Farel mengadukan Rafli kepada pengurus keamanan pesantren.
Rafli disidang oleh pengurus di esok harinya dan dipermalukan di depan santri lainnya.
Ruly yang mengetahui hal tersebut, tercengang, ia merasa bersalah telah selalu jahat kepada
Rafli. Ia merasa perlu untuk meminta maaf kepadanya. Ia penasaran kenapa Rafli melakukan
hal nekat tersebut, kenapa Rafli mengorbankan dirinya demi Ruly.
ADEGAN 3:
Rafli termenung di kobongnya, ia dipenuhi kebingungan dan rasa malu. Ruly yang merasa
bersalah mendatanginya dan mulai menanyakan alasan Rafli mengaku sebagai pelaku dan
berusaha melindungi Ruly.
DIALOG:
Ruly : “Pi” (Sambil membuka pintu dan izin masuk)
Rafli : “Eh, Ruly. Sok masuk”
Ruly : “Pi, urang mah hayang to the point we, nya. Urang yakin maneh apal nu
maling sarung BHS the urang. Tapi naha maneh bet ngaku maneh malingna?”
Rafli : (Hanya diam)
Ruly : “Jawab, Pi!”
Rafli : “Nya kitu we da, Rul” (Masih enggan menngatakan yang sebenarnya)
Ruly : “Baleg, Pi! Urang nanya naha maneh bageur ka urang, nyoba ngalindungi
urang, padahal urang geus goreng ka maneh?” (Dengan nada membentak)
Rafli : “Nyaaa jadii… Api mah teu nganggap Ruly galak, resep weh. Api mah
nganggap Ruly kikituan teh bentuk tina merhatikeunna Ruly ka Api. Api ti baheula teu
diperhatikeun ku bapa, ku mamah. Ayeuna ge duanana tos cerai. Api ka dieu, diheureuyan ku
Ruly ge, Api mah ngarasa dianggap aya. Tos lami Api teh hoyong diperhatikeun”
Ruly : “Tapi kan … Ah teu jadi ketang, geus. Urang indit heula “ (Bengong, malu
untuk meminta maaf, lalu pergi keluar)
PLOT VIII (Plot Twist/Sad Ending)
Berbanding terbalik dengan Ruly yang berubah dari baik menjadi peduli (mesi malu-malu
mengungkapkan), Farel yang merasa kecewa kepada Rafli, dari yang tadinya ia lumayan
respect kepada Rafli, berubah menjadi benci.
ADEGAN 1:
Latar : WC
Suasana : Tegang
Rafli mandi. Farel yang masih punya rasa benci/kecewa mencari keberadaan Rafli, bertanya
kepada Jiad. Jiad memberitahu bahwa Rafli sedang mandi di WC. Farel berpikiran untuk
menjahili Rafli sebagai bentuk luapan kekesalannya. Ia berniat menaruh sabun licin di lantai
depan WC yang digunakan Rafli supaya dia tergelincir dan terjatuh.
Namun, tragisnya, kepala Rafli yang terjatuh, terbentur ke lantai toilet, lalu dia meninggal
ADEGAN 2:
Awalnya, Farel beranggapan bahwa Rafli hanya malas-malasan karena tidak bangun kembali.
Namun, ketika dicek, detak nadinya sudah tidak ada. Farel panik dan kebetulan Ruly datang
ke toilet.
DIALOG:
Farel : “Rul… Ka dieu, Rul” (Dengan nada panik)
Ruly : “Naon?”
Farel : “Ieu si Api!”
Ruly : “Kunaon?”
Farel : “Ieu eureun jantungna”
Ruly : “Hah?! Ngomong naon sia?! Was wes wos”
Farel : “Ka dieu tempo ku maneh!”
Ruly mengecek detak nadi Rafli, Ruly langsung kaget
Ruly : “Kunaon ieu?”
Farel : “Aing bieu niat ngajailan, pedah si ieu maling sarung urang”
Ruly : “Hah? Sarung? Nu BHS? Sia da urang nu maling mah!”
Farel : “Hah? Baleg sia?!”
Ruly : “Keureut ceuli tahhh!”
Farel : “Ahhh kacauuu!!!” (Panik & Menyesal)
Ruly & Farel panik dan memanggil santri yang lain, tubuh Rafli dikerumuni dan dicoba
untuk ditolong. Namun, nyawanya tak kunjung kembali juga.
(ENDING – OPSIONAL/KONDISIONAL)
Penulis : Ahmad Yafie Muharram
Peran :
- Ruly
- Rafli
- Farel
- Jiad
- Ustad
- Acep/Keamanan
- Bapak Rafli
- Ibu Rafli
-

Anda mungkin juga menyukai