Toksikologi - Farmakokinetika - Kelompok 11
Toksikologi - Farmakokinetika - Kelompok 11
BENZODIAZEPIN
FAKULTAS KESEHATAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu tanpa adanya halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu apt. Siwi Padmasari,
M. Sc. sebagai dosen pengajar mata kuliah Toksikologi yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
2.1 Definisi........................................................................................................................2
2.2 Proses......................................................................................................................... 3
2.4 Benzodiazepin............................................................................................................4
2.4.6 Ketergantungan.................................................................................................... 10
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 18
ii
Evaluasi......................................................................................................................... 19
LAMPIRAN LEAFLET................................................................................................... 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu bisa memahami tentang
farmakokinetika serta memahami apa yang akan terjadi jika keracunan
benzodiazepine.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari perjalanan obat di
dalam tubuh, mulai dari absorpsi, distribusi obat ke seluruh tubuh, dan
eliminasi melalui proses metabolisme dan atau ekskresi. Deskripsi
disribusi dan eliminasi obat sering disebut disposisi obat. Karakteristik
disposisi obat merupakan suatu persyaratan penting untuk penentuan
aturan pendosisan. Pada perkembangannya farmakokinetika
direpresentasikan oleh model kompartemen yaitu model satu
kompartemen dengan rute intravaskuler (pemberian obat langsung
terhadap pembuluh darah), dan model satu kompartemen dengan rute
ekstravaskuler (pemberian obat tidak pangsung terhadap pembuluh
darah).
2
atau reseptornya. Sedangkan tempat aksi obat dapat berada secara luas
di dalam tubuh, misalnya di jaringan.
Toksikokinetika adalah penerapan prinsip-prinsip farmakokinetika
untuk merancang, melakukan, dan interpretasi studi evaluasi keamanan
obat dan dalam memvalidasi dosis yang dipaparkan pada hewan.
Toksikologi klinis adalah studi efek merugikan dari obat-obat dan
senyawa-senyawa toksik (racun) dalam tubuh. Farmakokinetika suatu
obat pada pasien yang mendapat pengobatan berlebihan (intoksikasi)
dapat sangat berbeda dari farmakokinetika obat yang sama yang
diberikan pada dosis terapeutik yang lebih rendah.
2.2 Proses
Beberapa proses farmakokinetika:
1. Absorpsi
Absorpsi obat adalah proses senyawa obat dipindahkan dari tempat
absorpsinya ke dalam sirkulasi sistemik. Proses ini tergantung pada
karakteristik tempat absorpsi, aliran darah di tempat absorpsi, sifat
fisiko-kimia obat dan karakteristik produk (bentuk sediaan).
Berbagai bentuk sediaan obat dengan cara pemberiannya,
menentukan tempat absorpsi obat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi absorpsi seperti luas permukaan dinding usus,
kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan
aliran darah ke tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan
jumlah absorpsi obat.
2. Distribusi
Distribusi obat ke berbagai kompartemen cairan dan jaringan
dibatasi oleh ikatan obat dalam protein plasma, karena molekul besar
seperti kompleks protein sukar melewati membran sel. Sebaliknya,
obat bebas yang tidar terikat dan aktif mudah melewati membran sel.
Obat yang telah melalui hati bersamaan dengan metabolitnya
disebarkan secara merata ke seluruh jaringan tubuh, khususnya
melalui peredaran darah.
3
3. Metabolisme
Metabolisme obat terjadi di hati. Tempat metabolisme yang lain
adalah dinding usus, ginjal, paru-paru, darah, otak dan kulit, juga di
lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah
mengubah obat yang non polar menjadi polar agar dapat di ekskresi
melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif
umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
4. Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Selain itu ada
beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru,
empedu, air susu, dan usus. Selama obat di absorpsi ke dalam
sirkulasi sistemik, obat di distribusikan ke semua jaringan dalam
tubuh dan juga secara serentak di eliminasi. Eliminasi suatu obat
dapat terjadi melalui ekskresi atau biotransformasi atau kombinasi
dari keduanya.
2.4 Benzodiazepin
Perkembangan kimia organik heterosiklik sangat penting bagi
manusia. Memang, bagian kimia ini memungkinkan sintesis molekul
bioaktif yang digunakan dalam industri farmasi untuk pembuatan obat.
4
Dalam keluarga ini benzodiazepin telah terbukti penting secara
farmakologis karena memiliki efek ansiolitik, analgesic, antikonvulsan,
antidepresan, kataleptik, hipnotik, myorelaksan, dan obat penenang pada
sistem saraf pusat (SSP). Ini adalah kasus 7-bromo-5-(2-pyridinyl)-1,4-
benzodiazepin-2-one (bromazepam) yang dipasarkan untuk efek
anxiolytic yang kuat dan efek hipnotisnya yang efektif. Benzodiazepin
merupakan golongan ansiolitik yang digunakan sebagai terapi untuk
mengurangi ansietas akut atau agitasi. Penggunaannya tidak
direkomendasikan dalam jangka waktu panjang dengan faktor
ketergantungan, Gangguan memori, gangguan motorik, pusing, vertigo,
pandangan kabur, perubahan mood dan euforia, serta gejala putus obat.
Penggunaan benzodiazepin pada pasien ansietas dengan
penyalahgunaan obat tergolong kontroversial. Hasil dari suatu penelitian
menyebutkan bahwa penggunaan benzodiazepin pada kondisi tersebut
dapat menginduksi kecenderungan kekambuhan serta ketergantungan.
Dalam penggunaannya, efek benzodiazepine yang di ingunkan adalah
efek hipnotik-sedatif (Mendra, dkk 2021).
5
Agonis memfasilitasi pengikatan GABA sedangkan antagonis
menguranginya, yang menghasilkan efek stimulasi. Benzodiazepine
menghasilkan sejumlah efek terapi dan efek sampingnya dengan
beikatan pada reseptor GABAA dan memodulasi fungsi reseptor GABA,
suatu reseptor inhibitor yang paling prolifik di dalam otak.
Benzodiazepine yang beraksi dengan reseptornya tersebut akan me-
reinforce aksi inhibisi neuron GABA-ergik, sehingga gangguan panik yang
disebabkan oleh hiperaktivitas sistem limbik tersebut dapat mereda.
Alprazolam golongan benzodiazepine potensi merupakan triazolo
benzodiazepine yaitu golongan benzodiazepine dengan cincin triazole
melekat pada strukturnya. Alprazolam bekerja pada kompleks reseptor
GABAA-Benzodiazepine. Sistem kimiawi dan reseptor GABA
menghasilkan inhibisi atau efek menenangkan Alprazolam pada sistem
saraf pusat. Benzodiazepine, khususnya alprazolam menyebabkan
supresi yang nyata pada aksis hipothalamikpituitari-adrenal.
Kemampuan terapetik alprazolam menyerupai benzodiazepine lainnya,
meliputi ansiolitik, antikonvulsan, muscle relaxant, hipnotik, dan
amnesik. Alprazolam sangat efektif digunakan pada penanganan
gangguan panik dan agoraphobia dan tampak lebih selektif pada kondisi
tersebut dibanding obat-obat golongan benzodiazepine lainnya.
Alprazolam merupakan obat yang telah mendapat persetujuan dari FDA
untuk digunakan dalam terapi jangka pendek (sampai 8 minggu)
gangguan panik, dengan atau tanpa agoraphobia. Alprazolam
direkomendasikan untuk penanganan kasus gangguan panik yang
resisten dimana tidak terdapat riwayat toleransi maupun dependensi
obat. Alprazolam secara cepat diabsorbsi dari traktus gastrointestinalis
dengan bioavailabilitas 80-100%. Puncak konsentrasi plasma dicapai
dalam waktu 1- 2 jam dan dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh
12-15 jam. Sebagian besar obat berikatan dengan protein plasma,
terutama albumin serum. Alprazolam akan mengalami hidrokulasi di
liver menjadi α- hidroksialprazolam, dan metabolit yang dihasilkan juga
memiliki efek farmakologis meskipun dalam jangka pendek, karena
6
secara cepat akan terkonjugasi menjadi bentuk glukoronidase yang tidak
aktif dan diekskresikan melalui urin.
(Amri, 2015)
2.4.2 Lama Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu:
a. Long acting
Benzodiazepin dirombak dengan jalan demetilasi dan
hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu
kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang
dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil
biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting
digunakan sbg obat tidur walaupun efek induknya yang paling
menonjol adalah sedatif- hipnotik.
b. Short acting
Benzodiazepine di metabolisme tanpa menghasilkan zat zat
aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obatan ini
jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada
penggunaan berulang.
c. Ultra shot acting
Benzodiazepine memiliki lama kerja yang leih pendek dari short
acting hanya kurang dari 5.5 jam. Semakin kuat zat berikatan pada
reseptornya maka semakin lama juga waktu kerjanya. Obat-obatan
yang lazim digunakan untuk gangguan tidur adalah obat golongan
benzodiazepin (kerja pendek/ masa paruh obat <10 jam misalnya
triazolam; kerja menengah/ masa paruh obat 10-20 jam: misalnya
alprazolam, lorazepam, estazolam; kerja panjang/ masa paruh
obat >20 jam: misalnya diazepam, clonazepam). Obat golongan
benzodiazepin kerja pendek efektif untuk mengatasi insomnia karena
kesulitan untuk memulai tidur (sleep-onset insomnia).
7
Farmakodinamik benzodiazepine terdiri dari sedasi, hipnotik,
anastesi, efek konvulsan dansebagai relaksan otot. Sedasi dapat
didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon stimulus dengan
penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan ini terjadi pada
dosis yang rendah. Zat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek
hipnotik jika diberikan dalam dosis besar. Efeknya pada pola tidur
normal adalah dengan menurunkan masa laten mulainya tidur,
peningkatan lamanya tidur, penurunan lamanya tidur.
8
2.4.4 Farmakokinetik Benzodiazepin
9
hang over yaitu Efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari sisa
metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor,
resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat.
Amnesia Retrograde yaitu efek samping ini bisa dimanfaatkan oleh
bagian bedah untuk menghilangkan sensasi ngeri karena melihat proses
pembedahan dan gejala paradoksal yaitu berupa eksitasi, gelisah, marah-
marah, mudah terangsang, dan kejang-kejang, serta ketergantungan
yaitu efek ini biasanya lebih bersifat psikologis. Timbulnya efek ini
karena timbulnya gejala abstinens yang menyebabkan pemakai merasa
lebih nyaman jika menggunakan zat ini. Jika terjadi menahun, hal ini
akan menimbulkan kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik.
Toleransi yaitu efek ini terjadi setelah 1-2 minggu pemakaian.
10
Pada penggunaan yang salah efek tersebut akan terjadi. Akan
tetapi penderita akan kembali merasa nyaman saat kembali
menggunakan obat tersebut. Karena merasa nyaman setelah penggunaan
kembali obat inilah yang menyebabkan ketergantungan psikologis dan
fisik terhadap benzodiazepin. Hal inilah yang menjadi awal
ketergantungan. Semakin lama dipakai, maka akan terjadi efek kompulsif
pada pengguna. Yang lama kelamaan akan menjadi ketergantungan fisik
akibat produksi endogen tubuh yang sangat berkurang karena tertekan
oleh penggunaan benzodiazepin. Hal lain yang harus diperhatikan saat
pemberian benzodiazepin adalah bahwa obat ini mempunyai dosis letal
yang sangat tinggi dan dapat menyebabkan toleransi pada penggunaan
lebih dari 1-2 minggu. Semakin tinggi dosis yang dipakai karena adanya
toleransi, semakin tertekan pula produksi endogen zat inhibitor mirip
benzodiazepin dalam sistem saraf pusat. Sehingga efekpun akan
berlanjut. Golongan yang biasanya menyebabkan gejala abstinens adalah
golongan short acting. Efek ini timbul dikarenakan tidak adanya
perpanjangan waktu kerja akibat tidak terbentuknya metabolit aktif dari
hasil metabolisme zat benzodiazepin tersebut. Akibatnya ketika
penghentian mendadak, tertekannya zat endogen mirip benzodiazepin
tidak dapat diimbangi oleh perpanjangan waktu kerja hasil metabolitnya.
(Sholehah,2015)
11
BAB III
PEMBAHASAN STUDI KASUS
Tn. AP, laki-laki, usia 19 tahun, datang dibawa oleh ibu dan pamannya ke
Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung hari Sabtu, 27
Juli 2019 pukul 03.00 dengan keluhan mengamuk sejak dua hari yang lalu.
Pasien mengamuk dengan merusak barang di rumah dan marah-marah
kepada semua orang yang dia temui. Pasien juga dikeluhkan berbicara
sendiri, melantur saat diajak berbicara, sering memanjat plafon rumah
karena merasa keluarga pamannya ingin mencelakakan dirinya dan sulit
tidur sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit. Keluarga mengatakan
bahwa pasien sering tidak tidur saat malam hari dan berkeliaran tanpa
tujuan di rumah. Pasien mengatakan bahwa dirinya melihat hal-hal gaib
seperti bayangan jin dan mendengar bisikan yang menyuruh pasien
memberhentikan mobil-mobil untuk mengingatkan orang-orang akan kuasa
Tuhan. Pasien juga mengatakan bahwa dirinya yakin mempunyai kekuatan
untuk membaca pikiran orang lain setelah bersalaman dengan orang
tersebut.
Pasien sebelumnya baru pulang ke rumah selama sepuluh hari setelah
sebelumnya dirawat di RSJD Provinsi Lampung selama satu bulan. Setelah
lima hari berada di rumah, keluarga pasien mengaku mengundang Ustad
untuk melakukan Rukiyah kepada pasien, semenjak itu pasien mengaku
mulai berhenti minum obat dan keluhan mulai dirasakan kembali oleh pasien.
Pasien merupakan pasien poli NAPZA satu tahun yang lalu, namun setelah
dua kali kontrol, pasien berhenti berobat karena merasa sudah sehat dan
pindah ke Tangerang. Selama pasien tinggal di Tangerang, pasien mengaku
kembali menggunakan Dextrometrophan, Alprazolam dan Tramadol. Hal ini
dilakukan hampir setiap hari bersama dengan temannya. Pasien mengaku
dalam sehari bisa menghabiskan sekitar satu box Dextrometrophan dan
Tramadol, sedangkan untuk Alprazolam tergantung pemberian teman pasien.
Setelah tiga bulan berada di Tangerang, pasien mulai mengalami
perubahan perilaku dan merasakan keluhan-keluhan tersebut sehingga
12
akhirnya pasien diantar pulang oleh bibinya ke Lampung untuk kembali
berobat. Pasien mengaku sudah menggunakan Dextromethorphan, Komix, Pil
Anjing, lem Aibon dan jamur tai sapi semenjak kelas 2 SMA dan hal itu sering
dilakukan pasien bersama- sama temannya hampir setiap hari.
Riwayat tumbuh kembang pasien baik dengan pendidikan terakhir SMA,
pasien saat ini tidak bekerja namun pernah bekerja sebagai satpam di sebuah
rumah sakit dan tukang parkir. Pasien belum menikah namun memiliki
seorang pacar dengan hubungan jarak jauh. Pasien beragama Islam dan
mengaku beribadah meskipun masih tidak rutin. Riwayat kehidupan militer,
masalah psikoseksual serta riwayat keluarga dengan keluhan serupa
disangkal.
Pada pemeriksaan status mental ditemukan pasien seorang laki-laki sesuai
usia, kesadaran compos mentis, penampilan kurang rapi, cukup bersih,
perilaku normoaktif, sikap kooperatif terhadap pemeriksa, mood hipotimia,
afek terbatas, mood dan afek serasi. Pasien bicara spontan, artikulasi jelas,
volume cukup, intonasi sedang, kuantitas cukup, kualitas cukup serta
emosional. Pada persepsi ditemukan halusinasi auditorik dan halusinasi
visual, bentuk pikiran non-realistis dengan arus pikir koheren, pada isi pikir
ditemukan waham kebesaran serta wahan rujukan. Pengetahuan dan
kecerdasan pasien sesuai taraf pendidikan, daya ingat keseluruhan baik,
konsentrasi dan perhatian baik, pengendalian impuls baik, daya nilai sosial
baik, Reality Testing of Ability (RTA) terganggu, tilikan derajat II dan secara
umum jawaban pasien dapat dipercaya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda vital normal, status generalis dan status neurologis juga normal.
Pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan kimia
darah ditemukan peningkatan SGOT yaitu 47 U/l. pemeriksaan widal tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan narkotika ditemukan hasil positif
Benzodiazepin. Pada pemeriksaan lainnya berupa kuisioner University of
Rhode Island Change Assessment Scale (URICA), didapatkan total 7,6 dengan
hasil fase pre- kontemplasi dan pada hasil pemeriksaan Drug Abuse
Screening Test (DAST) ditemukan skor dengan hasil tingkat keparahan
substansi. (Manullang, dkk. 2019)
13
14
Identifikasi kasus
1. Kondisi paparan zat kimia:
a. Jalur paparan: ekstravaskular (per oral)
b. Lama dan kekerapan paparan: Satu tahun lebih dan hamper setiap hari
c. Jenis paparan: Paparan kronis
d. Dosis paparan: Sehari bisa menghabiskan sekitar satu box
Dextrometrophan dan Tramadol, sedangkan untuk Alprazolam
tergantung pemberian temannya
e. Saat Paparan: Menggunakan Dextromethorpan, Komix, Pil Anjing, Lem
Aibon, dan jamur tai sapi semenjak kelas 2 SMA hampir setiap hari
2. Kondisi makhluk hidup
a. Umur: 19 tahun
b. Jenis Kelamin: laki laki
c. Pemeriksaan:
Gula darah: peningkatan SGOT, yaitu 47 U/1
Widal: tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan narkotika: positif benzodiazepin
Pada pemeriksaan lainnya berupa kuisioner University of Rhode
Island Change Assessment Scale (URICA), didapatkan total 7,6
dengan hasil fase pre-kontemplasi dan pada hasil pemeriksaan
Drug Abuse Screening Test (DAST) ditemukan skor dengan hasil
tingkat keparahan substansi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital normal,
status generalis dan status neurologis juga normal
Pada pemeriksaan status mental ditemukan pasien seorang laki-
laki sesuai usia, kesadaran compos mentis, penampilan kurang
rapi, cukup bersih, perilaku normoaktif, sikap kooperatif
terhadap pemeriksaan, mood hipotimia, afek terbatas, mood dan
afek serasi. Pasien bicara spontan, artikulasi jelas, volume cukup,
intonasi sedang, kuantitas cukup, kualitas cukup serta emosional.
Pada persepsi ditemukan halusinasi auditorik dan halusinasi
15
visual, bentuk pikiran non-realistis dengan arus pikir koheren,
pada isi pikir ditemukan waham kebesaran serta wahan rujukan.
Pengetahuan dan kecerdasan pasien sesuai taraf pendidikan,
daya ingat keseluruhan baik, konsentrasi dan perhatian baik,
pengendalian impuls baik, daya nilai sosial baik.
16
BAB IV
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Das Gupta, R. G. (2013). Kidney Disordes. Arch Intern Med. 170(22), 2021-
2027.
18
Evaluasi
19
b. Antiepilepsi
c. Antioksidan
d. Antivirus
e. Antipiretik
6. Benzodiazepin bekerja langsung pada sistem saraf pusat dan
mempengaruhi dalam pengiriman sinyal di
a. Hati
b. Ginjal
c. Usus
d. Otak
e. Jantung
7. Terdapat 4 proses yang terlibat dalam toksikokinetika, kecuali
a. Absorbsi
b. Distribusi
c. Eliminasi
d. Metabolisme
e. Disolusi
8. Kenapa absorbsi lebih baik di usus dari pada di lambung
a. Aliran darah ke lambung lebih banyak
b. Luas permukaan lambung lebih luas dari pada usus
c. Aliran darah ke usus jauh lebih banyak
d. Zat aktif di serap oleh lambung lebih banyak
e. Volume cairan usus sedikit
9. Organ utama tempat untuk metabolisme
a. Ginjal
b. Usus
c. Kulit
d. Hepar
e. Lambung
10. Eliminasi obat yang palinh cepat pada sekresi tubulus melalui
a. Ginjal
b. Keringat
20
c. Saliva
d. Fases
e. Asi
21
LAMPIRAN LEFLET
22