Anda di halaman 1dari 4

1.

5 istilah lain dari ilmu aqidah adalah


1) Ilmu Kalam adalah studi dalam agama Islam yang menggunakan pemikiran logis dan rasional
untuk membuktikan kebenaran keyakinan-keyakinan agama. Ini membahas konsep-konsep
seperti Allah, sifat-sifat-Nya, dan hubungan antara iman dan akal.
2) Ushuluddin adalah metode dan prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk memahami
keyakinan agama. Ini melibatkan studi tentang sumber-sumber agama seperti Al-Qur’an,
hadis, akal, dan kesepakatan umat Islam. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
pendekatan sistematis dalam memahami keyakinan agama.
3) Ilmu Tawhid adalah disiplin ilmu yang mempelajari konsep tauhid dalam Islam, termasuk
sifat-sifat Allah, keesaan-Nya, dan implikasinya dalam kehidupan. Ini bertujuan untuk
memperkuat keyakinan tauhid individu Muslim dan memahami implikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Fiqh al-Akbar adalah karya yang membahas keyakinan-keyakinan mendasar dalam aqidah,
terutama terkait dengan sifat-sifat Allah. Ini membahas konsep seperti keesaan Allah, sifat-
sifat-Nya, keberadaan-Nya, kehendak-Nya, dan hubungan antara iman dan perbuatan.
5) Ilm al-Yaqin adalah pengetahuan yang didapatkan melalui keyakinan yang kuat dan pasti. Ini
didasarkan pada bukti-bukti dan argumen yang kuat, dan memungkinkan individu memiliki
keyakinan yang mantap dalam aqidah mereka.

2. Aqidah merujuk pada keyakinan mendasar yang meliputi keimanan terhadap Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir. Aqidah yang benar adalah
landasan yang kuat dan penting dalam kehidupan seorang Muslim. Aqidah yang kokoh akan
membimbing individu menuju perilaku yang baik, memberikan makna dalam hidup, dan
membantu menghadapi tantangan hidup. Oleh karena itu, aqidah memiliki kedudukan yang
sangat penting dan signifikan dalam ajaran Islam.

Al-Qur’an, dalam Surat Ibrahim ayat 24-25, memberikan argumen yang kuat tentang pentingnya
aqidah dalam kehidupan seorang Muslim. Ayat tersebut berbunyi:

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah memperumpamakan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit? Pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah memperlihatkan kepada manusia
perumpamaan-perumpamaan itu agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dikeluarkan (dari tempat tumbuhnya) dan tidak
memiliki kekokohan.”

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan pentingnya Aqidah sebagai berikut;

1) Aqidah adalah akar yang teguh: Seperti akar yang teguh dari pohon yang baik, aqidah yang
kuat memberikan pondasi yang kokoh bagi kehidupan seorang Muslim yang akan menjadi
landasan sikap atau tindakan seorang muslim di kehidupan sehari-harinya.
2) Aqidah memberikan buah yang baik: Aqidah akan membimbing individu untuk berperilaku
yang baik, adil, dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
3) Aqidah sebagai pedoman hidup: . Aqidah akan membantu seseorang memahami tujuan
hidupnya, menghadapi tantangan, dan menjalani kehidupan dengan penuh keyakinan dan
ketenangan.
3. Syahadat ilahiyyah dan syahadat nubuwwah merupakan dua kalimat syahadat yang saling
melengkapi. Kedua kalimat syahadat ini adalah inti dari keyakinan Islam dan menjadi fondasi
iman bagi seorang Muslim.
1) 1. Syahadat Ilahiyyah (Kalimat Syahadat tentang Keesaan Allah):
Syahadat ilahiyyah menyatakan, “La ilaha illallah,” yang artinya “Tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah.”. Syahadat ilahiyyah menekankan konsep tauhid, yaitu keesaan Allah
dalam hal penciptaan, pengaturan alam semesta, dan penghambaan kepada-Nya.
2) Syahadat Nubuwwah (Kalimat Syahadat tentang Kenabian):
Syahadat nubuwwah menyatakan, “Muhammad Rasulullah,” yang artinya “Muhammad
adalah utusan Allah.” Mengakui bahwa Allah memilih dan mengutus rasul-rasul-Nya untuk
menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia. Nabi Muhammad dianggap sebagai rasul
yang terakhir dan segala ajaran dan tuntunan yang dibawanya dianggap sebagai penutup
wahyu ilahi. Oleh karena itu, mengucapkan syahadat nubuwwah adalah pengakuan terhadap
kenabian Muhammad dan komitmen untuk mengikuti ajaran-ajarannya.
4. Surat Thaha ayat 5 menjelaskan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy’ (singgasana) dengan cara
yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Namun, sebagai makhluk ciptaan Allah
manusia tidak diberi penjelasan rinci tentang bagaimana Allah berada di atas ‘Arsy’ secara fisik.

Dalam pemahaman Allah dalam Islam, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:

1) Allah tidak terbatas oleh ruang dan waktu: Allah tidak terikat oleh dimensi fisik seperti
manusia. Allah adalah Sang Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Besar, dan tidak terbatas
oleh batasan ruang dan waktu (dimensi) yang manusia kenal.
2) Allah berada di atas segala sesuatu dengan kekuasaan dan keagungan-Nya. Ini menunjukkan
bahwa Allah jauh lebih besar daripada apa yang bisa dipahami dan dialami oleh manusia.
3) Tidak ada yang serupa dengan Allah: Allah tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan
makhluk-Nya. Allah dan Maha Sempurna dalam keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-
Nya,

Ungkapan “bersemayam di atas ‘Arsy’” mencerminkan kebesaran dan kekuasaan Allah yang
meliputi segala sesuatu. Namun, ini bukanlah penjelasan tentang posisi fisik Allah seperti
makhluk-Nya. Ini lebih merupakan penekanan tentang kekuasaan dan kedaulatan-Nya yang
meliputi seluruh alam semesta.

5. Ahlussunnah Wal Jamaah: berpendapat bahwa iman dan amal saling terkait. Jika seseorang
yang beriman melakukan perbuatan maksiat, itu tidak berarti keimanannya hilang, tetapi
perbuatan maksiat tersebut dapat merusak keimanan. Namun, keimanan tetap ada dan bisa
diperbaiki melalui tobat dan perubahan perilaku.

Murji’ah: berpendapat bahwa iman tidak tergantung pada amal perbuatan. Jika seseorang
memiliki iman dalam hatinya, keimanannya tidak akan hilang meskipun melakukan perbuatan
maksiat. Mereka berargumen bahwa amal perbuatan bukan penentu keimanan seseorang,
karena keimanan itu sendiri bersifat tetap dan tidak berkurang atau hilang.

Muktazilah: berpendapat bahwa iman dan amal saling terkait erat. Jika seseorang yang beriman
melakukan perbuatan maksiat, keimanannya akan terpengaruh dan dapat melemah atau bahkan
hilang. Muktazilah menyatakan bahwa keimanan tidak hanya terletak dalam keyakinan hati,
tetapi juga tercermin dalam perbuatan yang baik.
Pandangan yang benar tentang hubungan antara iman dan amal masih diperdebatkan di
kalangan ulama dan sarjana Islam. Mayoritas umat Islam (termasuk saya) menerima pandangan
Ahlussunnah Wal Jamaah berdasar surat az-zumar ayat 53 dan surat al-baqarah ayat 257 saya
yakin bahwa Allah akan memberikan hidayah kepada orang-orang beriman.

6. Politik dan kekuasaan: Sejarah Islam mencatat adanya perpecahan teologis yang dipicu oleh
perselisihan politik dan kekuasaan. Konteks politik yang rumit, seperti persaingan politik antara
kelompok-kelompok atau perebutan kekuasaan, dapat memanfaatkan perbedaan teologis untuk
memperkuat posisi mereka dan memecah belah umat Islam.
Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, terjadi perpecahan yang dikenal sebagai Perang
Saudara Pertama atau Perang Shiffin. Perpecahan ini dimulai setelah pembunuhan khalifah
sebelumnya, Uthman bin Affan, yang menyebabkan ketidakstabilan politik di Kekhalifahan Islam.

 Setelah Utsman meninggal, Ali dipilih sebagai khalifah oleh sebagian besar
pendukungnya. Namun, ada kelompok yang tidak setuju dengan pemilihannya dan
menganggapnya bertanggung jawab atas pembunuhan Uthman. Salah satu kelompok
yang menentang kepemimpinan Ali adalah kelompok Syi’ah yang percaya bahwa Ali
seharusnya menjadi khalifah pertama dan menganggap kepemimpinan sebelumnya tidak
sah.
Di sisi lain, ada kelompok yang tidak sepenuhnya menentang Ali, tetapi mereka
menuntut keadilan untuk Uthman dan menginginkan pelaku pembunuhannya dihukum.
Perang Saudara Pertama pecah ketika pasukan Ali dan pasukan Muawiyah bin Abu
Sufyan bertemu di daerah Shiffin. Pertempuran berlangsung berbulan-bulan tanpa ada
pihak yang menang dengan jelas.
Namun, perpecahan semakin dalam ketika sebagian pendukung Ali mengkritiknya karena
menerima tawaran arbitrase yang diajukan oleh Muawiyah. Mereka berpendapat bahwa
hanya Al-Quran yang seharusnya menjadi dasar penyelesaian dan bahwa Ali tidak boleh
menerima pengadilan manusia.
Pada tahun 661 Masehi, Ali dibunuh oleh seorang Khawarij bernama Ibn Muljam yang
tidak setuju dengan tindakan Ali untuk menerima arbitrase. Kematian Ali menandai akhir
masa kepemimpinannya dan memicu perpecahan lebih lanjut di kalangan umat Islam.
Perpecahan ini memiliki dampak besar pada sejarah Islam karena membentuk kelompok-
kelompok yang berbeda dan memicu perkembangan mazhab-mazhab dalam
pemahaman teologi dan hukum Islam. Ketegangan antara kelompok-kelompok ini
berlanjut dalam peristiwa-peristiwa berikutnya, termasuk Perang Saudara Kedua antara
pasukan Muawiyah dan kelompok yang tetap setia pada keluarga Ali, yang dipimpin oleh
putra Ali, Hasan bin Ali.

Terdapat juga Faktor-faktor yang lain seperti interpretasi ayat suci, perbedaan metodologi,
budaya, politik, dan perbedaan pendapat para ulama, dapat mempengaruhi terjadinya ikhtilaf.

7. Ada enam aliran utama dalam teologi Islam yang terbentuk seiring perkembangan sejarah.
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing aliran:
Ahlussunah wal jamaah adalah aliran mayoritas dalam Islam, yang dianut oleh sekitar 85-90%
umat Muslim. mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan menganggap Abu Bakar, Umar, Utsman,
dan Ali sebagai khalifah yang sah secara berurutan. Mereka mengandalkan Al-Quran, Hadis
(tradisi Nabi), Ijma (konsensus umat Muslim), dan Qiyas (analogi rasional) sebagai sumber hukum
dan ajaran Islam.
2. Syiah: Syiah adalah aliran minoritas dalam Islam, yang dianut oleh sekitar 10-15% umat Muslim.
Syiah meyakini bahwa kepemimpinan politik dan spiritual Islam harus berada dalam keturunan Ali
bin Abi Thalib dan Fatimah, putri Nabi Muhammad. Mereka menganggap Ali dan para Imam Syiah
sebagai otoritas tertinggi dalam agama. Syiah juga memiliki kepercayaan dan praktik yang khas,
seperti penghormatan terhadap Imam-imam mereka dan pentingnya martabat dan kesedihan terkait
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada keluarga Nabi.

3. Khawarij: Khawarij adalah aliran yang muncul pada awal sejarah Islam. Mereka menentang
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan mempercayai bahwa penganut dosa besar harus dianggap
sebagai kafir dan dikeluarkan dari agama. Mereka juga berpendapat bahwa kepemimpinan harus
ditentukan berdasarkan keadilan dan keteladanan, bukan keturunan. Khawarij terkenal karena sikap
keras dan tindakan ekstrem dalam menyikapi perbedaan pendapat.

4. Mu’tazilah: Mu’tazilah adalah aliran teologi rasionalis yang muncul pada abad ke-8 Masehi.
Mereka menekankan akal dan logika dalam memahami ajaran agama. Mu’tazilah menganggap Al-
Quran sebagai makhluk Allah dan mengajukan prinsip-prinsip teologi seperti keadilan Allah,
kebebasan manusia dalam berbuat, dan penolakan terhadap antropomorfisme (memberikan sifat-
sifat manusia kepada Allah). Meskipun aliran ini pernah mendapatkan pengaruh politik pada masa
kekhalifahan Abbasiyah, seiring waktu, pengaruh mereka menurun.

5. Ash’ari: Ash’ari adalah aliran teologi yang muncul sebagai reaksi terhadap Mu’tazilah pada abad
ke-10 Masehi. Mereka menggabungkan elemen rasionalitas dan tradisi dalam memahami ajaran
agama. Ash’ari menerima konsep-konsep seperti sifat-sifat Allah yang misterius, takdir, dan iman
sebagai perbuatan hati. Mereka menolak pendekatan rasionalis mutlak dan mengutamakan
pemahaman berdasarkan wahyu.

6. Maturidi: Maturidi adalah aliran teologi yang mirip dengan Ash’ari dan merupakan aliran utama
dalam teologi Sunni. Mereka mengikuti ajaran Abu Mansur al-Maturidi, yang hidup pada abad ke-9
Masehi. Maturidi mengembangkan pemikiran teologis mereka berdasarkan Al-Quran dan Hadis,
sambil mengakui peran akal dalam pemahaman agama. Mereka mengajarkan konsep-konsep seperti
sifat-sifat Allah yang unik, takdir, dan kekuasaan manusia dalam bertindak.

Anda mungkin juga menyukai