Anda di halaman 1dari 6

POLITICALLY EXPOSED PERSONS (PEP’S)

Prinsip PEPs pertama kali muncul ke permukaan sebagai respon adanya skandal kasus Ferdinand Marcos
dan isterinya [bekas presiden Filipina] yang menyimpan uang hasil korupsi di bank-bank Swiss. Kenyataan
uang yang disimpan itu merupakan uang haram, telah menghancurkan reputasi bank-bank swiss.
Dampaknya adalah mereka, komunitas bank-bank di Swiss, mulai memperhatikan dan membuat daftar orang-
orang yang secara politik kuat dan penting di Negara-negara asing, baik dia sudah menjadi nasabah maupun
belum. Penggunaan prinsip PEPs ini masih terbatas dan dengan pendefinisian yang belum seragam.
Penggunaan prinsip PEPs makin menguat sejalan dengan lahirnya Patriot Act, Oktober 2001 sebagai imbas
serangan teroris pada gedung WTC di New York, 11 September 2001. Penanganan PEPs ini dimasukkan
dalam Section 312 dari the Patriot Act. PEPs dipakai sebagai instrument untuk mencegah resiko bagi
lembaga keuangan akibat berhubungan dengan orang-orang yang secara politik kuat yang bisa membawa
kehancuran reputasi atau sebaliknya menaikkan reputasi lembaga keuangan. Harga hancurnya reputasi
tidaklah bisa dibayar dengan denda atau bentuk-bentuk hukuman lain akibat kelalaian suatu institusi
keuangan dalam menangani kliennya, tetapi juga kehancuran secara menyeluruh bisnisnya.
PEP sendiri bukanlah sebuah daftar yang dengan otomatis menduga seseorang sebagai orang jahat. Ketika
seseorang dimasukkan dalam daftar PEP, ia tidak dengan sendirinya menjadi orang jahat. PEP merupakan
salah satu cara dalam manajemen resiko untuk menimalisir resiko yang mungkin terjadi jika sebuah institusi
[keuangan] melakukan kontak dengan PEPs tersebut.
1. Definisi PEPs
Dalam 40 rekomendasi awal dari FATF yang dibuat pada tahun 1996, Prinsip PEPs belumlah dikenal. Prinsip
PEPs ini baru muncul pada revisi 40 rekomendasi FATF pada tahun 2003 dengan definisi:
“individuals who are or have been entrusted with prominent publik functions in a foreign country,
for example Heads of State or of government, senior politicians, senior government, judicial or
military officials, senior executives of state owned corporations, important political party officials.
Business relationships with family members or close associates of PEPs involve reputational risks
similar to those with PEPs themselves. The definition is not intended to cover middle ranking or
more junior individuals in the foregoing categories”.
Semua definisi tentang PEPs yang dipakai hampir di semua lembaga keuangan di dunia didasarkan pada
definisi yang dibuat oleh FATF di atas. Definisi PEPs itu muncul sebagai penjelasan dari Rekomendasi
Keenam FATF, yang mewajibkan institusi keuangan ketika berhubungan dengan PEPs selain melakukan
proses due diligence biasa juga diharuskan:
a. Mempunyai sistem management risiko untuk menentukan seseorang sebagai PEPs atau bukan;
b. Mengharuskan adanya persetujuan dari manager senior sebelum dilakukan hubungan bisnis dengan
orang yang masuk dalam kategori PEPs.
Adapun definisi PEPs menurut PPATK dalam Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi
Keuangan Nomor: PER- 02/1.02/PPATK/02/15 Tentang Kategori Pengguna Jasa Yang Berpotensi
Melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 Angka 8, yaitu:
“Politically Exposed Person yang selanjutnya disingkat sebagai PEP adalah orang yang memiliki
atau pernah memiliki kewenangan publik diantaranya adalah penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggara negara,
dan/atau orang yang tercatat atau pernah tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik, baik yang berkewarganegaraan
Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing”.

2. Kategori PEPs, menurut FATF


a. Bukan sekedar politisi biasa. Definisi di atas menyebutkan bukan hanya dan sembarang politisi yang bisa
masuk dalam kategori PEPs ini. Politisi yang bisa dimasukkan dalam kategori PEPs ini adalah politisi
senior [dalam jabatan] dan berpengaruh, baik sedang menjabat ataupun sudah pensiun, seperti
presiden/PM, pejabat teras pemerintahan [menteri, dirjen, bupati, gubernur,dll], politisi senior [anggota
DPR. DPD, dll], pejabat militer dan pengadilan [hakim, kepala staf angkatan, jaksa agung, dll], pejabat
BUMN, dan anggota partai terpandang. The Wolfberg Group menginterpretasikan kepada seseorang yang
jabatannya sekarang atau dulu [sudah pensiun] dapat menarik publisitas melewati batas negara yang
bersangkutan dan keadaan keuangannya bisa berhubungan dengan kepentingan publik.
b. Tidak lagi menyangkut orang asing. Pejabat atau politisi atau kerabat atau relasi yang bisa dimasukkan
sebagai PEPs haruslah berasal dari negeri asing dan bukannya pejabat/politisi/kerabat/relasi dari negeri
domestik tempat dimana lembaga keuangan berasal. Hal ini didasari oleh satu premis kecil
kemungkinannya PEPs menyimpan uangnya di dalam negeri. Dalam perkembangannya, FATF telah
meminta negara-negara anggota untuk memperluas interpretasi Rekomendasi Keenam tersebut di atas
bagi pejabat domestik di dalam negeri.
c. Tidak hanya politisi. Definisi di atas juga menyebutkan bahwa melakukan hubungan bisnis dengan
keluarga atau relasi dekat PEPs sama beresikonya dengan melakukan hubungan bisnis langsung dengan
PEPs sendiri. Ini menyebabkan relasi dan kerabat dekat PEPs masuk juga dalam ketegori PEPs. Sebagai
best practice, anggota keluarga yang bisa dimasukkan dalam kategori PEPs ini antara lain adalah
pasangan [isteri/suami], anak, orangtua, kakak-adik, menantu, dan bahkan paman/bibi. Pengertian relasi
dekat dibagi dalam dua kategori: relasi bisnis dan penasehat/staf ahli/konsultan dari PEPs atau seseorang
yang mendapatkan keuntungan dari kedekatannya dengan PEPs.
Selain “orang”, perhatian terhadap kejahatan pencucian uang juga diarahkan pada “perusahaan”. Kategori
PEPs juga memasukkan perusahaan swasta atau yayasan yang dimiliki atau sebagian dimiliki, baik
langsung atau tidak langsung, oleh PEPs.
Adapun kategori PEPs menurut Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor:
PER- 02/1.02/PPATK/02/15 Tentang Kategori Pengguna Jasa Yang Berpotensi Melakukan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Pasal 5, yaitu:
a. PEP yang meliputi:
1) Pejabat negara: a) presiden dan wakil presiden; b) menteri, wakil menteri, dan jabatan yang setingkat
menteri; c) anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang meliputi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; d) hakim agung pada Mahkamah Agung serta hakim pada
semua badan peradilan; e) Hakim Konstitusi; f) anggota Komisi Yudisial; g) anggota Dewan
Pertimbangan Presiden; h) anggota Badan Pemeriksa Keuangan; i) anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia; j) anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan; k) pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi; 1) kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negen yang berkedudukan sebagai duta
besar luar biasa dan berkuasa penuh; m) gubernur dan wakil gubernur; n) bupati atau walikota; 0)
wakil bupati atau wakil walikota; p) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau lembaga sejenis di
daerah; dan q) pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang;
2) Pimpinan instansi pemerintah setingkat atau setara eselon I;
3) Pejabat yang memiliki fungsi strategis: a) direksi, komisaris dan pejabat struktural lainnya pada Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; b) pimpinan perguruan tinggi negeri; c) pejabat
eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan kepolisian; d) jaksa; e)
penyidik;. f) panitera pengadilan; g) pimpinan dan bendaharawan proyek; h) pejabat yang membidangi
sektor minyak dan gas; i] pejabat yang membidangi sektor mineral dan batu bara; dan j) pimpinan
komisi yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;
4) Pejabat yang berdasarkan ketentuan kementerian yang membidangi urusan aparatur negara dan
reformasi birokrasi diwajibkan menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara: a)
pejabat eselon II dan pejabat lain yang disamakan fungsi strategis di lingkungan instansi pemerintah
dan/ atau lembaga negara; b) semua kepala kantor di lingkungan Kementerian Keuangan; c) pemeriksa
bea dan cukai; d) pemeriksa pajak; e) auditor; f) pejabat yang mengeluarkan perijinan; g) pejabat atau
kepala unit pelayanan masyarakat; h) pejabat pembuat regulasi; dan i) pejabat yang menduduki jabatan
yang ditetapkan oleh pimpinan instansi sebagai jabatan rawan korupsi, kolusi,dan nepotisme dan
diwajibkan menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi; 5. pengurus partai politik atau anggota partai politik.
b. Pihak yang terkait dengan PEP meliputi:
1) Keluarga inti PEP termasuk anggota keluarga sampai dengan derajat kedua;
2) Perusahaan yang dimiliki, dikelola, dan/ atau dikendalikan oleh PEP; dan
3) Pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan dekat dengan PEP.
Penjelasan mengenai “anggota keluarga sampai dengan derajat kedua” dapat dijelaskan dengan mengacu
pada penjelasan POJK No. 19 Tahun 2017 sebagaimana diubah dengan POJK No. 23 tahun 2019, Pasal
34, yang telah diperbaharui dengan POJK 8 Tahun 2023, Pasal 36 bahwa:
1) Yang dimaksud dengan “anggota keluarga dari PEP” adalah anggota keluarga PEP sampai dengan
derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal, yaitu: 1. orang tua kandung/tiri/angkat; 2. saudara
kandung/tiri/angkat; 3. anak kandung/tiri/angkat; 4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat; 5. cucu
kandung/tiri/angkat; 6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua; 7. suami atau istri; 8. mertua atau
besan; 9. suami atau istri dari anak kandung/tiri/angkat; 10. kakek atau nenek dari suami atau istri;
11. suami atau istri dari cucu kandung/tiri /angkat; 12. saudara kandung/tiri/angkat dari suami; atau
13. istri beserta suami atau istrinya dari saudara, yang bersangkutan.
2) Yang dimaksud dengan “pihak yang terkait dengan PEP” antara lain: 1. perusahaan yang dimiliki atau
dikelola oleh PEP; atau 2. pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan
dekat dengan PEP. Contoh supir, asisten pribadi, sekretaris pribadi.

3. Kadaluarsa PEPs
Mekanisme PEPs merupakan salah satu cara dalam managemen resiko yang ditujukan untuk meminimalisir
resiko ketika berhubungan bisnis dengan pejabat atau bekas pejabat publik yang penting dan berpengaruh
berikut dengan kolega dekat dan kerabatnya. Memasukkan seseorang dalam daftar PEPs tidak dengan serta
merta menjadikan mereka sebagai penjahat atau pihak yang pasti bersalah. Namun demikian, munculnya
perlakuan/halangan tertentu mengakibatkan bisnis kolega dekat PEPs menjadi terhambat. Oleh sebab itu,
perlu dipikirkan sampai kapan seseorang bisa dimasukkan sebagai PEPs. Di dunia internasional sendiri,
belum ada best practice yang mengatur masalah mengenai sampai kapan seseorang masuk dalam daftar
PEPs. FATF sendiri tidak menentukan batas akhir kapan seseorang tidak lagi dimasukkan sebagai PEPs.
Tiap-tiap institusi keuangan sepertinya menentukan sendiri kapan seseorang tidak lagi dianggap PEPs.

4. PEP dan Beneficial Owner


Penjelasan mengenai Perusahaan yang dimiliki, dikelola, dan/ atau dikendalikan oleh PEP sangat berkaitan
dengan identifikasi mengenai Beneficial Owner (BO) perusahaan. Definisi BO menurut PER-
02/1.02/PPATK/02/15, Pasal 1, menyatakan bahwa B0 adalah setiap orang yang:
a. Merupakan pemilik sebenarnya dari dana yang ditempatkan pada PJK (ultimately own account);
b. Mengendalikan Transaksi nasabah;
c. Memberikan kuasa untuk melakukan Transaksi;
d. Mengendalikan badan hukum; dan/atau
e. Merupakan pengendali akhir dari Transaksi yang dilakukan melalui badan hukum atau berdasarkan suatu
perjanjian.
Terkait BO, Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Dalam ketentuan
tersebut juga mendefinisikan BO yaitu:
“Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi,
dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan
untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik
langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi
dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini”
Lebih lanjut, frase “memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini” mengacu pada
kriteria sesuai Pasal 4, 5, dan 6.
Kriteria BO bagi Perseroan Terbatas mengacu pada Pasal 5, yaitu:
a. Memiliki saham lebih dari 25%o (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana
tercantum dalam anggaran dasar;
b. Memiliki hak suara lebih dari 25o/o (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana
tercantum dalam anggaran dasar;
c. Menerima keuntungan atau laba lebih dari 25%o ldua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba
yang diperoleh perseroan terbatas per tahun;
d. Memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan
anggota dewan komisaris;
e. Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas
tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
f. Menerima manfaat dari perseroan terbatas; dan/atau
g. Merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas

5. Aplikasi PEP
Berkaitan data PEP, PPATK telah menyediakan data PEP sebagai pembanding screening Pengguna Jasa.
Pemanfaatan data PEP ini dapat diakses melalui Web Portal dan Web Services. Adapun pihak-pihak yang
berhak untuk memperoleh akses data pada aplikasi PEP ini yaitu:
a. Pihak Pelapor;
b. Instansi penegak hukum;
c. Lembaga Pengawas dan Pengatur; dan
d. Lembaga lain di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Data PEP pada aplikasi PEP yang dikembangkan oleh PPATK ini bersumber dari data LHKPN KPK. Adapun
update terakhir bulan Januari 2024 dengan jumlah total PEP sebanyak 2 juta-an.
Ketentuan mengenai tatacara pemanfaatan aplikasi PEP ini diatur dalam Peraturan Pusat Pelaporan Dan
Analisis Transaksi Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemanfaatan Aplikasi Politically
Exposed Person.

6. Arti Penting PEP’s


Merujuk pada Peraturan Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Tata Cara Pemanfaatan Aplikasi Politically Exposed Person, Pasal 3 (1) menyatakan bahwa Informasi profil
PEP memiliki manfaat/tujuan:
a. Melakukan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan terhadap profil Pengguna Jasa dan Pemilik Manfaat
oleh Pihak Pelapor;
b. Mendukung penanganan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana asal yang berindikasi
tindak pidana pencucian uang oleh instansi penegak hukum;
c. Mendukung Pengawasan Kepatuhan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur; dan
d. Mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang oleh lembaga lain di
bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Selain itu ada beberapa hal penting terkait PEP antara lain:
a. Pentingnya melakukan identifikasi PEP karena dapat menimbulkan risiko hukum dan reputasi yang besar
bagi Sektor Jasa Keuangan. Lebih lanjut, kasus korupsi sering melibatkan PEP sehingga identifikasi PEP
sejak dini menjadi langkah yang penting untuk dilakukan.
b. Berdasarkan hasil penilaian risiko TPPU pada Tindak Pidana Korupsi, jenis Tindak Pidana Korupsi yang
berisiko tinggi adalah kerugian keuangan negara dan suap. Sedangkan profil pelaku Tindak Pidana
berisiko tinggi adalah Pejabat Lembaga Legislatif, Yudikatif, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Profesional dan
Konsultan, TNI/Polri, dan Pegawai Bank Indonesia/BUMN/BUMD (termasuk pensiunan).
c. Penerapan Risk Based Approach (RBA) dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan
TPAnya adalah kunci efektivitas penerapan program APU PPT. Dengan RBA, PJK dapat lebih fleksibel
dan proportionate atau memfokuskan sumber data pada area dimana letak risiko PEP sehingga PJK dapat
lebih efektif untuk memitigasi risiko.
d. Berdasarkan POJK APU PPT, PEP adalah orang yang diberi kewenangan untuk melakukan fungsi penting
(prominent function) oleh negara. Selanjutnya, pada pendekatan berbasis risiko, status PEP tidak memiliki
jangka waktu tertentu, PJK tetap perlu melakukan pemantauan secara berkala terhadap nasabah yang
telah tidak mengemban jabatan sebagai prominent function. PJK perlu melihat apakah mantan PEP masih
memiliki pengaruh dan/atau keterkaitan dengan PEP baru.
e. Terdapat tantangan dalam melakukan identifikasi anggota keluarga atau close associate PEP.
f. Pelaksanaan Customer Due Dilligence/CDD (identifikasi, verifikasi dan monitoring) mempengaruhi
kemampuan PJK untuk menentukan apakah nasabah atau Beneficial Owner adalah PEP. Sehingga
tahapan CDD merupakan tahap awal yang sangat penting untuk dilakukan oleh PJK secara optimal.
g. Penilaian risiko dan penanganan PEP dapat dilakukan melalui sistem manajemen risiko yang memadai,
proses Enhanced Due Diligence (EDD) secara berkala mengenai sumber dana dan sumber kekayaan,
penunjukan pejabat senior yang bertanggung jawab atas hubungan usaha, serta pemantauan lebih ketat
atas hubungan usaha berdasarkan peningkatan jumlah dan pengawasan pemilihan pola transaksi.

Anda mungkin juga menyukai