Anda di halaman 1dari 5

Tugas makalah kelompok

Mata Kuliah : Pancasila


Dosen : Mohammad ArdaniSamad, S.pd.,M.pd

ONTOLOGI PANCASILA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK III

KELAS ARS B19

1. AYU AZHARI 201901075


2. SURIANTI 201901094
3. MICHELLE ALEXANDRA T 201901077
4. SALSABILA AMALIA.R 201901097

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PELAMONIA
MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN ONTOLOGI PANCASILA


Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui
hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki satu kesatuan
dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri.
Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Maksudnya pada hakikatnya
manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai dasar
ontologis Pancasila.

Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Menurut
Muhammad Noor Syam (1984: 24), sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia
berusaha mengerti hakikat sesuatu. Pancasila sebagai filsafat, ia mempunyai abstrak umum
dan universal. Yang dimaksud isi yang abstrak disini bukannya pancasila sebagai filsfat yang
secara operasionalkan telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai
pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila.

1. Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa

Sila pertama menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan
bahwa pendidikan nasional adalah pendidika yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini kita
diharapkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional. Ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk menjadikan
manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah. Karena itu, di lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.

1. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab

Manusia yang ada dimuka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang
diperlikan sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah
(Darmodiharjo, 1988: 40). Pendidikan tidak membedakan usia, agama dan tingkat sosial
budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia memiliki kebebasan dalam menuntut ilmu,
mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Pendidikan yang harus
dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil
dan makmur baik spiritual maupun material.

1. Sila ketiga, Persatuan Indonesia

Sila ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini berarti bahwa semua golongan
dapat menerima pendidikan, baik golongan rendah maupun golongan tinggi, tergantung
kemampuannya untuk berpikir.
1. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan

Sila keempat inis sering dikaitkan dengan kehidupan demokrasi. Dalam hal ini, demokrsai
sering diartikan sebagai kekuasaan ditangan rakyat. Bila dilihat dari dunia pendidikan, maka
hal ini sangat relevan, karena menghargai orang lain demi kemajuan. Disamping itu, juga
sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 yang menyatakan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat baik lisan maupun tulisan. Jadi dalam menyusun pendidikan, diperlukan ide-ide dari
orang lain demi kemajuan pendidikan.

1. Sila kelima, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam sistem pendidikan nsional, maksud adil dalam arti yang luas mencakup seluruh aspek
pendidikan yang ada. Adil disini adalah adil dalam melaksanakan penddikan: antara ilmu
agama dan umum itu seimbang, serta pendidikan tidak boleh membeda-bedaka siswa.
B. DASAR-DASAR ONTOLOGI PANCASILA

Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat
mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia.
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani.
Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai
makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama
mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.

Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa
hubungan sebab-akibat: Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia,
satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu
Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

C. NILAI DAN ASPEK ONTOLOGI PANCASILA


Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat
religius, supranatural, transendental dan suprarasional;

 Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan,
dan sebagainya;
 Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia
(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional,
merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak
dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam
dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan.
Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan
kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
 Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang
unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan
kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga,
masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan
teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif,
etis, berkebajikan;
 Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang
merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan
nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi
perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional

Anda mungkin juga menyukai