Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG HUKUM

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. XI, No.04/II/Puslit/Februari/2019

URGENSI PEMBENTUKAN RANCANGAN


UNDANG-UNDANG TENTANG
1 MASYARAKAT HUKUM ADAT
Harris Y. P. Sibuea

Abstrak
Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang mengatur dan mengakui
keberadaan masyarakat adat. Sampai saat ini negara belum mampu memenuhi
hak-hak masyarakat adat sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia. Tulisan ini
mengkaji persoalan hukum atas urgensi pembentukan Rancangan Undang Undang
(RUU) tentang Masyarakat Hukum Adat sebagai bentuk pengakuan yuridis atas
keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia yang dianalisis berdasarkan asas
kepastian hukum. DPR RI berperan dalam membentuk dan mengesahkan RUU
tentang Masyarakat Hukum Adat sehingga persoalan hukum atas pelanggaran hak
masyarakat adat dapat diatasi. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat merupakan
dasar hukum yang akan memberikan kepastian hukum bagi keberadaan masyarakat
hukum adat. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat juga akan menjadi landasan
atas harmonisasi UU sektoral terkait pengaturan keberadaan masyarakat hukum adat.

Pendahuluan untuk lebih melindungi keberadaan


Masyarakat adat di Indonesia masyarakat hukum adat khususnya
telah ada jauh sebelum Negara yang berada dalam kawasan hutan
Kesatuan Republik Indonesia adat.
terbentuk. Pembentukan Negara Namun pengakuan tertinggi
Kesatuan Republik Indonesia berawal dan Putusan Mahkamah Konstitusi
dari bersatunya komunitas-komunitas tersebut belum cukup mengatasi
adat yang ada di seluruh wilayah permasalahan hukum atas
Nusantara. Konstitusi memberikan pelanggaran hak-hak masyarakat
pengakuan tertinggi terhadap adat. Sampai saat ini masih banyak
keberadaan masyarakat hukum adat masyarakat adat yang tergusur
PUSLIT BKD di Indonesia. Bentuk pengakuan lain haknya atas kepentingan pihak
dengan adanya Putusan Mahkamah tertentu. Tidak ada jaminan apapun
Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tentang terhadap hak masyarakat adat sebagai
Pengujian UU No. 41 Tahun 1999 bagian dari Warga Negara Indonesia.
tentang Kehutanan yang memutuskan Rancangan Undang Undang tentang
(RUU) Masyarakat Hukum Adat Hukum Adat beserta hak-hak
yang saat ini sedang dibahas di tradisionalnya sepanjang masih hidup
Badan Legislasi DPR RI diharapkan dan sesuai dengan perkembangan
dapat memberikan harapan akan masyarakat dan prinsip Negara
jaminan negara atas hak masyarakat Kesatuan Republik Indonesia, yang
adat. Pada tanggal 13 Februari 2019 diatur dalam Undang-Undang”.
Sidang Paripurna DPR Masa Sidang Selanjutnya ketentuan Pasal 28I ayat
III mengesahkan perpanjangan waktu (3) berbunyi, “Identitas budaya dan
pembahasan 23 RUU yang salah hak masyarakat tradisional dihormati
satunya RUU tentang Masyarakat selaras dengan perkembangan
Hukum Adat. zaman dan peradaban”. Kedua pasal
RUU tentang Masyarakat tersebut dilengkapi Pasal 32 ayat
Hukum Adat secara garis besar (1) dan ayat (2) UUD RI Tahun 1945
mengatur mengenai pengakuan berturut-turut berbunyi, “Negara
atas keberadaan masyarakat hukum
adat dengan tahapan identifikasi,
memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban
2
verifikasi, validasi dan penetapan dunia dengan menjamin kebebasan
oleh menteri, yang mempunyai masyarakat dalam memelihara
hak dan kewajiban serta dapat dan mengembangkan nilai-
dievaluasi oleh pemerintah nilai budayanya” dan “Negara
pusat, dan negara berkewajiban menghormati dan memelihara bahasa
memberikan pelindungan dalam daerah sebagai kekayaan budaya
bentuk jaminan terhadap pelaksanaan nasional”.
hak masyarakat hukum adat. Jimly Asshiddiqie (Jimly
Pembentukan RUU ini diharapkan Asshiddiqie, 2003: 32-33) menafsirkan
dapat menjadi solusi untuk makna pengakuan Pasal 18B ayat
memberikan kepastian hukum atas (2) UUD RI Tahun 1945 terhadap
pengakuan keberadaan masyarakat masyarakat hukum adat yang mana
adat. Tulisan ini mengkaji persoalan pengakuan tersebut diberikan
hukum atas urgensi pembentukan oleh negara (a) kepada eksistensi
RUU tentang Masyarakat Hukum suatu masyarakat hukum adat
Adat sebagai bentuk pengakuan beserta hak-hak tradisional yang
yuridis atas keberadaan masyarakat dimilikinya; (b) eksistensi yang
hukum adat di Indonesia yang diakui adalah eksistensi kesatuan-
dianalisis dengan asas kepastian kesatuan masyarakat hukum adat;
hukum. (c) masyarakat hukum adat itu
memang hidup (masih hidup); (d)
Pengaturan Pengakuan dalam lingkungannya (lebensraum)
Masyarakat Hukum Adat yang tertentu pula; (e) pengakuan
Keberadaan masyarakat hukum dan penghormatan itu diberikan
adat telah dijamin oleh Undang- tanpa mengabaikan ukuran-ukuran
Undang Dasar Negara Republik kelayakan bagi kemanusiaan sesuai
Indonesia Tahun 1945 (UUD RI dengan tingkat perkembangan
Tahun 1945). Pasal 18B ayat (2) UUD keberadaan bangsa; (f) pengakuan
RI Tahun 1945 berbunyi, “Negara dan penghormatan itu tidak boleh
mengakui dan menghormati mengurangi makna Indonesia sebagai
kesatuan-kesatuan Masyarakat negara yang berbentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia. dengan kepentingan nasional
Terkait dengan keberadaan dan negara, yang berdasarkan
masyarakat hukum adat, Putusan atas persatuan bangsa, dengan
Mahkamah Konstitusi (MK) No. sosialisme Indonesia serta dengan
35/PUU-X/2012 tentang Pengujian peraturan-peraturan yang
UU No. 41 Tahun 1999 tentang tercantum dalam UU ini dan
Kehutanan (UU Kehutanan) dengan peraturan perundangan
menyatakan bahwa untuk lebih lainnya, segala sesuatu dengan
melindungi keberadaan masyarakat mengindahkan unsur-unsur yang
hukum adat khususnya yang bersandar pada hukum agama”.
berada dalam kawasan hutan adat Pengaturan selanjutnya terkait
sepanjang masih hidup dan sesuai amanat UU agar diatur keberadaan
dengan perkembangan masyarakat kesatuan masyarakat adat yakni
dan prinsip Negara Kesatuan pada Pasal 97 ayat (3) huruf a
3 Republik Indonesia yang diatur UU No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa yang menyatakan bahwa
dalam UU. Dalam putusan tersebut
MK mengabulkan permohonan “Kesatuan masyarakat hukum
uji materi Pasal 1 angka 6, Pasal adat beserta hak tradisionalnya
4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat sebagaimana dimaksud pada
(2), dan ayat (3) UU Kehutanan. ayat (1) huruf b dipandang sesuai
Namun MK menolak permohonan dengan perkembangan masyarakat
uji materi Pasal 5 ayat (4) dan Pasal apabila keberadaannya telah
67. Inti dari putusan MK tersebut diakui berdasarkan UU yang
ialah mengeluarkan hutan adat dari berlaku sebagai pencerminan
hutan negara dan memasukannya perkembangan nilai yang dianggap
ke dalam hutan hak. Hal ini ideal dalam masyarakat dewasa
memberikan kegembiraan bagi ini, baik UU yang bersifat umum
masyarakat hukum adat. Namun maupun bersifat sektoral”.
Putusan MK hanya bersifat
penetapan sehingga dengan Kepastian Hukum Pengakuan
demikian harus ditindaklanjuti Keberadaan Masyarakat Adat
dengan perubahan pasal-pasal Kepastian hukum menurut
yang dikabulkan. Dalam hal ini, Sudikno Mertokusumo (Sudikno
peran DPR dan pemerintah sangat Mertokusumo, 2007:160) adalah
diharapkan untuk melakukan jaminan bahwa hukum dijalankan,
perubahan terhadap pasal-pasal bahwa yang berhak menurut
tersebut. hukum dapat memperoleh
Dalam hal penguasaan haknya dan bahwa putusan dapat
lahan oleh masyarakat adat pada dilaksanakan. Walaupun kepastian
dasarnya telah diatur dalam Pasal hukum erat kaitannya dengan
5 UU No. 5 Tahun 1960 tentang keadilan, namun hukum tidak
Peraturan Dasar Pokok Pokok identik dengan keadilan. Hukum
Agraria (UUPA) yang menyatakan bersifat umum, mengikat setiap
bahwa “Hukum agraria yang orang, bersifat menyamaratakan,
berlaku atas bumi, air dan ruang sedangkan keadilan bersifat
angkasa ialah hukum adat, subyektif, individualistis, dan tidak
sepanjang tidak bertentangan menyamaratakan.
Lon Fuller berpendapat Tahun 2009 tentang Perlindungan
terdapat 8 (delapan) asas yang dan Pengelolaan Lingkungan
harus dipenuhi oleh hukum, yang Hidup; UU No. 6 Tahun 2014
apabila tidak terpenuhi, maka tentang Desa; UU No. 23 Tahun
hukum akan gagal untuk disebut 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
sebagai hukum, atau dengan kata UU No. 39 Tahun 2014 tentang
lain harus terdapat kepastian Perkebunan.
hukum (Arief Sidharta, 2008: 8). Kepastian hukum juga
Kedelapan asas tersebut adalah dapat memberikan jaminan pada
sebagai berikut (1) Suatu sistem pemenuhan hak masyarakat
hukum yang terdiri dari peraturan- adat untuk sama dengan Warga
peraturan, tidak berdasarkan Negara Indonesia lainnya. Hal
putusan-putusan sesat untuk hal- tersebut dikarenakan masih
hal tertentu; (2) Peraturan tersebut banyak persoalan hukum yang
diumumkan kepada
(3) Tidak berlaku surut, karena
publik; melanggar hak masyarakat adat.
Rakhma, Ketua Bidang Manajemen
4
akan merusak integritas sistem; Pengetahuan Yayasan Lembaga
(4) Dibuat dalam rumusan yang Bantuan Hukum Indonesia
dimengerti oleh umum; (5) Tidak (YLBHI), menyatakan bahwa
boleh ada peraturan yang saling payung hukum untuk masyarakat
bertentangan; (6) Tidak boleh adat penting sebagai pemenuhan
menuntut suatu tindakan yang hak-hak masyarakat adat oleh
melebihi apa yang bisa dilakukan; pemerintah. Sampai saat ini masih
(7) Tidak boleh sering diubah-ubah; banyak perampasan lahan ruang
(8) Harus ada kesesuaian antara di ruang hidup masyarakat adat
peraturan dan pelaksanaan sehari- oleh pemerintah dan perusahaan
hari. seperti 300 lebih konflik agraria
Berdasarkan hal tersebut, yang melibatkan lahan jutaan
maka dapat dikatakan bahwa hektar. Lahan yang seharusnya jadi
kepastian hukum atas pengaturan ruang hidup masyarakat dirampas
masyarakat adat harus dapat untuk perkebunan, pertambangan
melindungi hak-hak masyarakat dan infrastuktur. Selain itu, masih
adat. Jika melihat bentuk terjadi kriminaliasi terhadap
pengakuan terhadap masyarakat masyarakat adat. Lebih dari 200
adat dalam Pasal 18B ayat (2) UUD masyarakat adat yang masih ada di
RI Tahun 1945 bahwa “Negara penjara karena dituduh merampas
mengakui dan menghormati kesatuan- lahan perkebunan. Mereka dituduh
kesatuan Masyarakat Hukum Adat masuk hutan tanpa izin atau masuk
yang diatur dalam undang-undang”. konsesi lahan swasta (nasional.
Sampai sekarang UU yang kompas.com, 11 Februari 2019).
dimaksud dalam pasal tersebut, Persoalan masyarakat adat
pengaturan keberadaan masyarakat lainya menurut Muntaza, Direktur
adat masih tersebar dalam Progam dan Komunikasi Perempuan
berbagai UU sektoral dan saling Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
bertentangan seperti UUPA; UU (Perempuan Aman), menyatakan
Kehutanan; UU No. 26 Tahun 2007 bahwa diskriminasi dan kekerasan
tentang Penataan Ruang; UU No. 32 terhadap perempuan adat masih
terjadi di dalam komunitas adat. kartu identitas yang dikeluarkan
Terkait dengan masalah tersebut oleh pemerintah karena tidak satu
Muntaza menilai bahwa RUU pun kepercayaan keagamaan di
tentang Masyarakat Hukum Adat dalam negeri termasuk dalam salah
menjadi satu kebijakan hukum yang satu dari enam agama utama yang
mampu mengeliminasi diskriminasi tercantum dalam formulir aplikasi.
dan kekerasan terhadap perempuan Akhirnya Masyarakat adat tersebut
adat. Selain itu, menurut Mumtaza, terpaksa masuk ke salah satu dari
di dalam masyarakat adat terdapat enam agama yang diakui pemerintah
hak-hak kolektif perempuan yang untuk mengatasi masalah tersebut.
tidak terlindungi oleh beragam Masih banyak masyarakat adat
kebijakan di Indonesia. RUU yang berada di kepulauan yang luas
tentang Masyarakat Hukum yang terdiri dari lebih dari 18.000
Adat juga diharapkan mampu pulau yang tidak dapat memberikan
5 melindungi hak-hak
perempuan adat serta menjaminkan
kolektif suara, memanfaatkan pendidikan
umum dan perawatan kesehatan.
partisipasi perempuan adat di (matapolitik.com, 9 Oktober 2017).
dalam pembangunan berbangsa Dari sekian banyak pelanggaran atas
dan bernegara (gatra.com, 10 hak masyarakat adat tersebut, RUU
Februari 2019). Masyarakat Hukum Adat merupakan
Erasmus Cahyadi, Aliansi sebuah solusi untuk mengatasi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), semua permasalahan hukum atas
menyatakan bahwa ketidakpastian hak masyarakat adat tersebut dan
hukum atas keberadaan masyarakat demi mencapai kepastian hukum atas
hukum adat menyebabkan konflik keberadaan masyarakat adat.
kepemilikan lahan adat masih terjadi
seperti terjadi di Sumba Timur di Penutup
mana tanah yang ada di area hutan Keberadaan masyarakat hukum
adat diberikan izin oleh pemerintah adat perlu mendapat perhatian
untuk perusahaan tebu PT Muria khusus dari negara. Tidak bisa
Sumba Manis. Hal ini mendapatkan dipungkiri keberadaan masyarakat
perlawanan dari masyarakat adat dan adat yang tersebar di seluruh
demonstrasi terus terjadi (greeners.co, provinsi Indonesia bukan sebuah
24 Januari 2019). fiksi. Berbagai persoalan hukum
Abdon Nababan, Aliansi terjadi terhadap masyarakat adat
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), seperti perampasan lahan ruang
menyatakan sangat diperlukan di ruang hidup masyarakat adat
pengakuan masyarakat hukum adat oleh pemerintah dan perusahaan;
dengan adanya RUU Masyarakat diskriminasi dan kekerasan terhadap
Hukum Adat karena sampai perempuan adat; perampasan
sekarang masih terjadi perampasan tanah leluhur masyarakat adat;
tanah leluhur masyarakat adat, kurangnya representasi masyarakat
kurangnya representasi masyarakat adat di dalam birokrasi dan koridor
adat di dalam birokrasi dan koridor kekuasaan negara; serta konflik
kekuasaan negara. Masalah lain kepemilikan lahan adat. Sudah
yaitu kegagalan mayoritas adat saatnya negara memberikan
Indonesia untuk mendapatkan pengakuan yang sebenarnya atas
keberadaan masyarakat adat. DPR “Ini Urgensi RUU Masyarakat Adat
RI sebagai lembaga perwakilan Bagi Perempuat Adat”, https://
rakyat berperan dalam membentuk www.gatra.com/rubrik/
dan mengesahkan RUU tentang nasional/389289-Ini-Urgensi-
Masyarakat Hukum Adat sehingga RUU-Masyarakat-Adat-Bagi-
persoalan hukum atas pelanggaran Perempuan-Adat, diakses 15
hak masyarakat adat dapat diatasi. Februari 2019.
Pengesahan tersebut juga bertujuan Mertokusumo, Sudikno. (2007).
memberikan kepastian hukum atas Penemuan Hukum Sebuah
pemenuhan hak-hak masyarakat adat Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
sebagai Warga Negara Indonesia. Nababan, Abdon. “30 Tahun
Bertahan Memperjuangkan Hak
Referensi Masyarakat Adat”, https://
Ashiddiqie, Jimly. (2003). www.matamatapolitik.com/
Konsolidasi Naskah UUD 1945. abdon-nababan-30-tahun-
bertahan-memperjuangkan-
6
Jakarta: Yarsif Watampoe.
Sidharta, Arief. (2008). Ethika hak-masyarakat-adat/, diakses
Hukum. Bandung: 19 Februari 2019.
Laboratorium Hukum Fakultas “RUU Masyarakat Adat Butuh
Hukum Universitas Katolik Keberpihakan DPR”, https://
Parahyangan. www.greeners.co/berita/
Gabrillin, Abba, “Pentingnya RUU ruu-masyarakat-adat-butuh-
Masyarakat Hukum Adat yang keberpihakan-dpr/, diakses 15
Tak Jadi Prioritas Pemerintah”, Februari 2019.
https://nasional.kompas.com/
read/2019/02/11/09441741/
pentingnya-ruu-masyarakat-
adat-yang-tak-jadi-prioritas-
pemerintah, diakses 15
Februari 2019.

Harris Y. P. Sibuea
harris.sibuea@dpr.go.id
Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn., menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan
Hukum Perdata - Universitas Trisakti pada tahun 2007 dan pendidikan S2 Magister
Kenotariatan - Universitas Indonesia pada tahun 2009. Saat ini menjabat sebagai Peneliti
Muda Ilmu Hukum pada Pusat Penelitian - Badan Keahlian DPR RI. Beberapa karya tulis
ilmiah yang telah dipublikasikan melalui jurnal dan buku antara lain: “Tinjauan Yuridis
atas Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah” (2013), “Kedudukan Pengguna Narkotika
dan Kesiapan Fasilitas Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika berdasarkan UU No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika” (2015), dan “Penegakan Hukum Pengaturan Minuman
Beralkohol” (2016).
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai