Anda di halaman 1dari 73

BAHAN AJAR

Hukum Tata Guna Tanah dan Tata Ruang

APRILA NIRAVITA, S.H., M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2020

i|Hukum Tata Guna Tanah dan Tata Ruang


PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI MATA KULIAH


Mata kuliah ini mempelajari masalah penataan ruang wilayah yang
meliputi berbagai aspek kegiatan seperti perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian yang dilakukan oleh organ-organ administrasi negara maupun
oleh masyarakat yang dengan sendirinya akan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak. Dalam pelaksanaan penataan ruang
tidak lepas dari penggunaan tanah. Penatagunaan tanah dalam kerangka
kebijakan pertanahan nasional memberikan pemahaman kepada mahasiswa
mengenai penguasaan tanah, pokok-pokok penatagunaan tanah, kebijakan
penatagunaan tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah, penyelenggaraan
penatagunaan tanah, penguasaan tanah timbul dan hasil reklamasi.
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mata Kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah pendalaman dalam
bidang agraria. Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat
memenuhi capaian pembelajaran mata kuliah, yaitu mampu menguasai
konsep tata ruang dan memahami tentang penguasaan hak atas tanah,
pokok-pokok kebijakan, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam
kerangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan berlandaskan nilai
keadilan Pancasila.
Dan lulusanya diharapkan memenuhi capaian pembelajaran lulusan yang
terdiri dari 4 unsur yaitu sikap, pengetahuan, ketrampilan umum dan
ketrampilan khusus.
Unsur Rumusan Capaian Pembelajaraan Lulusan
Sikap Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta
kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan;
Pengetahuan Menguasai pengetahuan dan kemahiran berpikir
yuridik yang diperlihatkan melalui kemampuan
untuk menganalisis dan membangun argumentasi
atau penalaran hukum dalam rangka menemukan
dan menerapkan hukum untuk memecahkan
kasus-kasus hukum

ii | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
Keterampilan Umum Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam
konteks penyelesaian masalah di bidang
keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi
dan data.
Ketrampilan Khusus Mampu menelaah, menganalisis dan
menyelesaikan permasalahan dalam berbagai
sengketa tanah sesuai hukum positif tanpa
mengesampingkan hukum yang hidup dalam
masyarakat

C. IDENTITAS DOSEN

1. Nama Lengkap : Aprila Niravita, S. H., M. Kn.


2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Jabatan Fungsional : Lektor
4. NIP/NIK/Identitas lainnya : 198004252008122002
5. NIDN : 0025048002
6. Tempat dan Tanggal Lahir : Yogyakarta, 25 April 1980
7. E-mail : aprilaniravita@mail.unnes.ac.id
8. Nomor Telepon/HP : 081226292143
9. Alamat Kantor : Gd. K Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang Kampus Sekaran
Gunungpati Semarang
10. Nomor Telepon/Faxs : 0248507891 / 0248507891
11. Mata Kuliah yang Diampu : Pendaftaran Tanah
Hukum Tata Guna Tanah dan Tata
Ruang
Perolehan Hak atas Tanah
Reforma Agraria
Hukum Agraria
12. ID Scopus : -
13. ID Google Scholar : z-iHv6MAAAAJ
14. ID Sinta : 5981197

iii | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................... i


Pendahuluan ................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................... iv
BAB I Penataan Ruang ................................ 1
BAB II Ruang Lingkup Hukum Tata Guna Tanah ................................ 30
BAB III Pokok-Pokok Penatagunaan Tanah ................................ 36
BAB IV Konsolidasi Tanah ................................ 50
BAB V Tanah Timbul Dan Reklamasi ................................ 61
DAFTAR PUSTAKA

iv | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
BAB I
PENATAAN RUANG

A. Pendahuluan
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah.
Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan
pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan,
keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah, antara pusat dan
daerah, antarsektor, dan antar pemangku kepentingan.
Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang sebagai suatu sistem
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan
yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang
sehingga diharapkan:
a. dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya
guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan;
b. tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang;
c. tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya
tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan

1|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu
berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena
pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan
pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara
keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu
sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu
kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai
kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan
pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah,
harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh
bertentangan dengan rencana tata ruang.

B. Latar Belakang, Asas dan Tujuan Penataan Ruang


a. Latar Belakang Diadakannya Penataan Ruang
Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri,
dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila.
Untuk mewujudkan amanat tersebut, Negara menyelenggarakan penataan
ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap
orang.
Secara geografis, letak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di
antara dua benua dan dua samudera sangat strategis, baik bagi kepentingan
nasional maupun internasional. Secara ekosistem, kondisi alamiah Indonesia

2|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
sangat khas karena posisinya yang berada di dekat khatulistiwa dengan
cuaca, musim, dan iklim tropis, yang merupakan aset atau sumber daya yang
sangat besar bagi bangsa Indonesia. Di samping keberadaan yang bernilai
sangat strategis tersebut, Indonesia berada pula pada kawasan rawan
bencana, yang secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa.
Dengan keberadaan tersebut, penyelenggaraan penataan ruang wilayah
nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi,
terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai
dasar pengaturan penataan ruang selama ini, pada dasarnya telah
memberikan andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang
sehingga hampir semua pemerintah daerah telah memiliki rencana tata ruang
wilayah yang sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, antara lain:
1. situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip
keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik;
2. pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang
yang semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
penataan ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur
demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak
menimbulkan kesenjangan antardaerah; dan
3. kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap
penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang
terjadi di masyarakat.
b. Asas-asas dalam penyelenggaraan penataan ruang
Berdasarkan Pasal 2 UUPR, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan
asas-asas sebagai berikut :
1. Keterpaduan

3|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
Yang dimaksud dengan “keterpaduan” adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang
bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
Yang dimaksud dengan “keserasian, keselarasan, dan keseimbangan”
adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan
keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara
kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan
dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan.
3. Keberlanjutan
Yang dimaksud dengan “keberlanjutan” adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya
dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan
kepentingan generasi mendatang.
4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
Yang dimaksud dengan “keberdayagunaan dan keberhasilgunaan”
adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan
manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta
menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5. Keterbukaan
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
penataan ruang.
6. Kebersamaan dan kemitraan
Yang dimaksud dengan “kebersamaan dan kemitraan” adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan.

4|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
7. Pelindungan kepentingan umum
Yang dimaksud dengan “pelindungan kepentingan umum” adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat.
8. Kepastian hukum dan keadilan
Yang dimaksud dengan “kepastian hukum dan keadilan” adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan
peraturan perundangundangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan
dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi
hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian
hukum.
9. Akuntabilitas.
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah bahwa penyelenggaraan
penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya,
pembiayaannya, maupun hasilnya.
c. Tujuan Penataan Ruang
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman dimana masyarakat dapat menjalankan aktivitas
kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman, suasana nyaman
dimana keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan
fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai, produktif dimana proses
produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan
nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus
meningkatkan daya saing dan berkelanjutan kondisi kualitas lingkungan
fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula
antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah
habisnya sumber daya alam tak terbarukan yang kesemuanya berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;

5|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

C. Klasifikasi Penataan Ruang


Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Kegiatan-
kegiatan tersebut dilaksanakan secara terpadu, berkesinambungan dan
berkelanjutan sehingga antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya
saling berkaitan secara harmonis.
Penyelenggaraan Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi
utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis
kawasan.
1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem
internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan sistem wilayah
merupakan pendekatan dalam penataan ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. Penataan ruang berdasarkan
sistem internal perkotaan merupakan pendekatan dalam penataan ruang
yang mempunyai jangkauan pelayanan di dalam kawasan perkotaan.
2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan
lindung dan kawasan budi daya. Penataan ruang berdasarkan fungsi
utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang
dilakukan berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun
nilai strategis kawasan.
Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a. kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya,
antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan
kawasan resapan air;

6|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
b. kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan
sekitar mata air;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka
alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai
berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata
alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan;
d. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan
gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan
banjir; dan
e. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer,
kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa,
dan terumbu karang.
Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah kawasan peruntukan
hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan
pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan
pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan
industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah,
kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan.
3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrative terdiri atas penataan
ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota.
4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.
Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perkotaan meliputi tempat
permukiman perkotaan serta tempat pemusatandan pendistribusian
kegiatan bukan pertanian, seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintahan,
kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kegiatan yang menjadi
ciri kawasan perdesaan meliputi tempat permukiman perdesaan, kegiatan

7|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
pertanian, kegiatan terkait pengelolaan tumbuhan alami, kegiatan
pengelolaan sumber daya alam, kegiatan pemerintahan, kegiatan
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis
provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung
kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap:
a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya;
dan/atau
c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Jenis kawasan strategis antara lain:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
dan keamanan, antara lain, adalah kawasan perbatasan negara,
termasuk pulau kecil terdepan, dan kawasan latihan militer
b. pertumbuhan ekonomi, antara lain adalah kawasan metropolitan,
kawasan ekonomi khusus, kawasan pengembangan ekonomi terpadu,
kawasan tertinggal, serta kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
c. Sosial dan budaya yang meliputi kawasan adat tertentu, kawasan
konservasi warisan budaya, termasuk warisan budaya yang diakui
sebagai warisan dunia, seperti Kompleks Candi Borobudur dan
Kompleks Candi Prambanan
d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, antara
lain adalah kawasan pertambangan minyak dan gas bumi termasuk
pertambangan minyak dan gas bumi lepas pantai, serta kawasan yang
menjadi lokasi instalasi tenaga nuklir.
e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Termasuk kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup, antara lain kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan

8|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
hidup, termasuk kawasan yang diakui sebagai warisan dunia seperti
Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman
Nasional Komodo.
Nilai strategis kawasan tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah.

D. Tugas dan Wewenang Dalam Rangka Penataan Ruang


Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Dalam melaksanakan tugas penataan ruang negara memberikan
kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan
pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan tetap
menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Pemerintah Pusat
Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
1. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta
terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota;
2. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
3. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
4. kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama
penataan ruang antarprovinsi.
Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional
meliputi:
1. perencanaan tata ruang wilayah nasional;
2. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
3. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.

9|H u k u m Ta t a Gun a Ta n ah d an Ta ta R ua n g
Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis nasional meliputi:
1. penetapan kawasan strategis nasional;
2. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;
3. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan
4. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.
Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan strategis nasional sebagaimana angka 3 dan 4 dapat
dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas
pembantuan. Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang,
Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang
penataan ruang. Dalam pelaksanaan wewenang Pemerintah:
1. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
a. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
b. arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional;
dan
c. pedoman bidang penataan ruang;
2. menetapkan standar pelayanan minimal bidangpenataan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri.
Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan
ruang mencakup:
1. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang;
2. pelaksanaan penataan ruang nasional; dan
3. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas
wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
b. Pemerintah Provinsi
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan
ruang meliputi:

10 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
1. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap
pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota;
2. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
3. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
4. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja
sama penataan ruang antarkabupaten/kota.
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada angka 2 meliputi:
1. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
2. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi pemerintah daerah
provinsi melaksanakan:
1. penetapan kawasan strategis provinsi;
2. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;
3. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
4. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan strategis provinsi dapat dilaksanakan pemerintah daerah
kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.
Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi,
pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan
bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan wewenang pemerintah daerah provinsi:
1. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
a. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

11 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
b. arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi;
dan
c. petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
2. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil
langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Pemerintah Kabupaten/Kota
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
1. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis
kabupaten/kota;
2. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
3. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
4. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota meliputi:
1. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
2. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
3. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan:
1. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
2. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
3. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
4. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Dalam melaksanakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota
mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk

12 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan wewenang pemerintah daerah
kabupaten/kota:
1. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum
dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota; dan
2. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah
provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Perencanaan Tata Ruang


Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata
ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun
berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi
mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana umum
tata ruang berhierarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b.rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis
kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat
mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan. Rencana rinci
tata ruang terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional;
b.rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan
strategis kabupaten/kota.
Rencana rinci tata ruang disusun apabila:

13 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
b.rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan
skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan
perincian sebelum dioperasionalkan.
Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi
rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata
ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi
yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam
pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat
dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata
ruang.
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Menurut ketentuan Pasal 19 UUPR penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional harus memperhatikan:
1.wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
2.perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian
implikasi penataan ruang nasional;
3.upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi;
4.keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
5.daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6.rencana pembangunan jangka panjang nasional;
7.rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
8.rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota.
Mengenai hal apa saja yang harus termuat dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional :

14 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
1.tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional.
Tujuan penataan ruang wilayah nasional untuk mewujudkan:
a. ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan;
b. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
d. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
e. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang
dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang;
f. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat;
g. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
h. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan
i. pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi
nasional.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
nasional; pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
e. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
f. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang meliputi:

15 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
1. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki.
2. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
b. kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi:
1. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung.
2. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya .
3. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional.
2.rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan
nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
3.rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung
nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
4.penetapan kawasan strategis nasional
5.arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan.
6.arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi
indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan,
arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh)
tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah.
b. rencana tata ruang wilayah provinsi
Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:
1.Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

16 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
2.pedoman bidang penataan ruang; dan
3.rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:
1. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang provinsi;
2. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;
3. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan
kabupaten/kota;
4. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
5. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
6. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;
7. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
8. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi memuat:
1. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
2. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan
dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam
wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
3. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
4. penetapan kawasan strategis provinsi;
5. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
6. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi
indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan,
arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi menjadi pedoman untuk:
1. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
2. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
3. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah
provinsi;

17 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
4. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
5. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
6. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
7. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh)
tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi
lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala
besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan
dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang
wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang
wilayah kota
1. Kabupaten
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang
wilayah provinsi;
b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus
memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kabupaten;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
kabupaten;
c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan

18 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem
perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan
sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan
lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang
berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
g. Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk
penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi
pertanahan.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua
puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi,

19 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
2. Kota
Penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang
wilayah provinsi;
b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang Kota;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Kota;
c. keselarasan aspirasi pembangunan Kota;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah Kota yang berbatasan; dan
g. rencana tata ruang kawasan strategis Kota
Ditambah dengan :
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dansarana jaringan
pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang
evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota;
b. rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan
di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
jaringan prasarana wilayah kota;

20 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
c. rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota
dan kawasan budi daya kota;
d. penetapan kawasan strategis kota;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kota;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar
sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis kota.
g. Rencana tata ruang wilayah kota menjadi dasar untuk penerbitan
perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh)
tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam
kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau
wilayah kota yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata
ruang wilayah kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan
peraturan daerah kota
F. Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksaaan program pemanfaatan
ruang (baik secara vertikal maupun ruang di dalam bumi) beserta

21 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
pembiayaannya dengan memperhatikan standart pelayanan minimal dalam
penyediaan sarana dan prasarana. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan
mengembangkan penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lain.
Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan
prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas
pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Dalam
pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
dilakukan:
1.perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah
dan rencana tata ruang kawasan strategis;
2.perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan
pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan
3.pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang
wilayah dan
4.kawasan strategis.
Yang kesemuanya harus dilaksanakan sesuai dengan:
a. standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
b.standar kualitas lingkungan; dan
c. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

G. Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi
yang disesuaikan dengan batas kewenangan Pemerintah Kota dengan
mengingat ketentuan perundang-undangan.
Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh
dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan
tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar
bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan),

22 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan
untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan
ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan
pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan
tinggi.
Sedangkan yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait
dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan
ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan
kualitas ruang. Beberapa hal yang berkaitan dengan perizinan dalam
pelaksanaan penataan ruang antara lain :
1. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan
tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
3. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar
tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
4. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin
sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat dimintakan penggantian yang
layak kepada instansi pemberi izin.
5. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
6. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.

23 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak diatur dengan peraturan pemerintah.
Insentif yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, dapat
berupa:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
b.pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah
daerah.
Sedangkan disinsentif yang merupakan perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang dapat berupa:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan
penalti.
Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;
b.pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
c. pemerintah kepada masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan
disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.

H. Penataan Ruang Wilayah Perkotaan


1. Ruang lingkup
Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada:
a. kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau

24 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
b. kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi.
Kawasan perkotaan menurut besarannya dapat berbentuk kawasan
perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar,
kawasan metropolitan, atau kawasan megapolitan. Kriteria mengenai
kawasan perkotaan menurut besarannya diatur dengan peraturan
pemerintah.
2. Perencanaan tata ruang
Rencana tata ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten adalah rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten. Dalam
perencanaan tata ruang kawasan perkotaan berlaku ketentuan mengenai
perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota.
Rencana tata ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi
merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang
bersifat lintas wilayah yang berisi arahan struktur ruang dan pola ruang
yang bersifat lintas wilayah administratif.
Rencana tata ruang kawasan metropolitan merupakan alat koordinasi
pelaksanaan pembangunan lintas wilayah.
Rencana tata ruang kawasan metropolitan dan/atau kawasan megapolitan
berisi:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan metropolitan
dan/atau megapolitan;
b. rencana struktur ruang kawasan metropolitan yang meliputi sistem
pusat kegiatan dan system jaringan prasarana kawasan metropolitan
dan/atau megapolitan;
c. rencana pola ruang kawasan metropolitan dan/atau megapolitan yang
meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya;
d. arahan pemanfaatan ruang kawasan metropolitan dan/atau
megapolitan yang berisi indikasi program utama yang bersifat
interdependen antarwilayah administratif; dan

25 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan metropolitan
dan/atau megapolitan yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan
metropolitan dan/atau megapolitan, arahan ketentuan perizinan,
arahan ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
3. Pemanfaatan ruang
Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten merupakan bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah
provinsi dilaksanakan melalui penyusunan program pembangunan
beserta pembiayaannya secara terkoordinasi antarwilayah
kabupaten/kota terkait.
4. Pengendalian pemanfaatan ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan
bagian wilayah kabupaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten.
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah
provinsi dilaksanakan oleh setiap kabupaten/kota. Untuk kawasan
perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota
yang mempunyai lembaga pengelolaan tersendiri, pengendaliannya
dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.
5. Kerja sama
Penataan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerja sama antardaerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perkotaan
diatur dengan peraturan pemerintah.

I. Penataan Ruang Wilayah Perdesaan


1. Ruang lingkup
Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:

26 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;
b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang
didukungnya;
c. konservasi sumber daya alam;
d. pelestarian warisan budaya lokal;
e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan
pangan; dan
f. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan terhadap kawasan lahan
abadi pertanian pangan diatur dengan Undang-Undang. Penataan ruang
kawasan perdesaan diselenggarakan pada:
a. kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau
b. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah
provinsi.
Kawasan perdesaan dapat berbentuk kawasan agropolitan. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan agropolitan diatur dengan
peraturan pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang
kawasan perdesaan diatur dengan peraturan pemerintah.
2. perencanaan tata ruang
Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten adalah bagian rencana tata ruang wilayah kabupaten.
Penataan ruang kawasan perdesaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten
dapat dilakukan pada tingkat wilayah kecamatan atau beberapa wilayah
desa atau nama lain yang disamakan dengan desa yang merupakan
bentuk detail dari penataan ruang wilayah kabupaten.
Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersifat lintas wilayah berisi struktur ruang dan pola
ruang yang bersifat lintas wilayah administratif.

27 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
Rencana tata ruang kawasan agropolitan merupakan rencana rinci tata
ruang 1 (satu) atau beberapa wilayah kabupaten. Rencana tata ruang
kawasan agropolitan memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan;
b. rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem
pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana kawasan agropolitan;
c. rencana pola ruang kawasan agropolitan yang meliputi kawasan
lindung dan kawasan budi daya;
d. arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi
program utama yang bersifat interdependen antardesa; dan
e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan
yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan
ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
3. pemanfaatan ruang
Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten merupakan bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian dari 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan
program pembangunan beserta pembiayaannya secara terkoordinasi
antarwilayah kabupaten terkait.
4. pengendalian pemanfaatan ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan
bagian wilayah kabupaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten.
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten dilaksanakan oleh setiap kabupaten.
Untuk kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten yang mempunyai lembaga kerja sama antarwilayah
kabupaten, pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.
5. Kerja sama

28 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
Penataan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
wilayah kabupaten dilaksanakan melalui kerja sama antardaerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan
untuk kawasan agropolitan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten diatur
dengan peraturan daerah kabupaten, untuk kawasan agropolitan yang
berada pada 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten diatur dengan
peraturan daerah provinsi, dan untuk kawasan agropolitan yang berada
pada 2 (dua) atau lebih wilayah provinsi diatur dengan peraturan
pemerintah.
Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan secara terintegrasi
dengan kawasan perkotaan sebagai satu kesatuan pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten/kota.
Penataan ruang kawasan agropolitan diselenggarakan dalam keterpaduan
sistem perkotaan wilayah dan nasional.
Keterpaduan mencakup keterpaduan sistem permukiman, prasarana,
sistem ruang terbuka, baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka
nonhijau.

J. Penutup
Dari berbagai uraian yang telah dipaparkan di atas mengenai pelaksanaan
penataan ruang yang bersumber pada UUPR, diharapkan mahasiswa dapat
menjawab persoalan, memahami, dan menjelaskan kembali (mendeskripsikan)
hal-hal mengenai:
1. Latar belakang, asas dan tujuan pelaksanaan penataan ruang..
2. Klasifikasi penataan ruang.
3. Tugas dan wewenang pemerintah dalam rangka penataan ruang.
4. Perencanaan tata ruang dalam berbagai wilayah administrative
5. Pemanfaatan ruang
6. Pengendalian pemanfaatan ruang
7. Penataan ruang wilayah perkotaan
8. Penataan ruang wilayah perdesaan

29 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
BAB II
RUANG LINGKUP HUKUM TATA GUNA TANAH

I. Pendahuluan
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa
Indonesia yang dikuasai oleh Negara untuk kepentingan hajat hidup orang
banyak baik yang telah dikuasai atau dimiliki oleh orang perseorangan,
kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat dan atau badan hukum
maupun yang belum diatur dalam hubungan hukum berdasarkan peraturan
perundangan-undangan. Berbagai bentuk hubungan hukum dengan tanah
yang berwujud hak-hak atas tanah memberikan wewenang untuk
menggunakan tanah sesuai dengan sifat dan tujuan haknya berdasarkan
persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaannya

II. Latar Belakang dan Ruang Lingkup Hukum Tata Guna Tanah
Tanah adalah unsur ruang yang strategis dan pemanfaatannya
terkait dengan penataan ruang wilayah. Penataan ruang wilayah,
mengandung komitmen untuk menerapkan penataan secara konsekuen dan
konsisten dalam kerangka kebijakan pertanahan yang berlandaskan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria. Sehubungan dengan itu dan atas perintah Pasal 16
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka
dalam rangka pemanfaatan ruang perlu dikembangkan penatagunaan tanah
yang disebut juga pola pengelolaan penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 30 Undang-undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, ketentuan Pasal 14, Pasal 15, dan
Pasal 52 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, dan sejalan dengan ketentuan dalam Undang-
undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, untuk pedoman

30 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
pelaksanaannya seperti dimaksud dalam undang-undang tersebut perlu
dibuat Peraturan Pemerintah tentang Penatagunaan Tanah sebagai
subsistem penataan ruang.
Dengan semakin berkembangnya situasi dan kondisi
nasional yang menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,
demokrasi. Kepastian hokum dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan
penataan ruang yang baik, transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud
ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan maka UU No 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dirasakan sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti
dengan undang-undang penataan ruang yang baru. Pada tanggal 26 April
2007 telah diundangkan undang-undang tentang penataan ruang yang baru
yaitu UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penatagunaan tanah
sebagai subsistem dari penataan ruang, pedoman pelaksanaannya tetap
menggunakan peraturan pemerintah yang lama, yaitu PP No. 16 Tahun
2004 selama isinya tidak bertentangan dengan UU Penataan Ruang yang
baru.
Dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan
bahwa “Perencanaan tata ruang, struktur, dan pola tata ruang yang
meliputi tata guna tanah, tata guna air dan tata guna sumber daya lainnya.”
Sehubungan dengan hal tersebut, penatagunaan tanah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari penataan ruang dan pada saat sekarang ini
penatagunaan tanah menjadi unsur yang paling dominan dalam proses
penataan ruang.
Kegiatan Penatagunaan Tanah meliputi kebijakan penatagunaan
tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Sedangkan kebijakan
penatagunaan tanah sendiri meliputi penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagai
pedoman umum penatagunaan tanah di daerah Kabupaten/Kota.
Kegiatan di bidang pertanahan merupakan satu kesatuan dalam
siklus agraria, yang tidak dapat dipisahkan, meliputi pengaturan,

31 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
penguasaan dan pemilikan tanah, penatagunaan tanah, pengaturan hak-hak
atas tanah, serta pendaftaran tanah. Penyelenggaraan penatagunaan tanah
di kabupaten/kota meliputi:
a. penetapan kegiatan penatagunaan tanah;
b. pelaksanaan kegiatan penatagunaan tanah.
Dalam rangka penetapan kegiatan penatagunaan tanah dilakukan
inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; penetapan
neraca penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; penetapan pola
penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah serta kajian kondisi fisik wilayah. Selain
menjadi bahan utama dalam rangka penyusunan pola pengelolaan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, hasil inventarisasi yang
disajikan dalam peta dengan tingkat ketelitian berskala lebih besar dari
peta Rencana Tata Ruang Wilayah dikelola dalam suatu sistem informasi
manajemen pertanahan antara lain melalui sistem informasi penatagunaan
tanah.
Penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
dapat dilaksanakan melalui penataan kembali, upaya kemitraan,
penyerahan dan pelepasan hak atas tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka penyelenggaraan penatagunaan tanah dilaksanakan
pembinaan dan pengendalian. Pembinaan dilaksanakan melalui pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, dan arahan. Sedangkan pengendalian
dilaksanakan melalui pengawasan yang diwujudkan melalui supervisi,
pelaporan, dan penertiban.

III. Kedudukan Hukum Tata Guna Tanah Sebagai Subsistem Dalam


Hukum Tata Ruang
Tata guna tanah merupakan bagian dari konsep tata ruang
memerlukan perencanaan yang komprehensif (menyeluruh) dan
mengandung komitmen untuk menerapkan penataan secara konsekuen dan

32 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
terus menerus dalam kerangka kebijakan pertanahan. Perencanaan tata
ruang merupakan kegiatan menentukan berbagai kebutuhan manusia
dengan cara memanfaatkan rencana lokasi berbagai kegiatan dalam ruang.
Rencana tata ruang tidak mungkin disusun tanpa memperhatikan tata guna
tanah, karena penggunaan tanah merupakan gambaran keadaan dari
kegiatan penduduk di suatu kawasan yang dilakukan secara teratur dan
terkendali.
Antara tata guna tanah dengan tata ruang mempunyai hubungan
yang sangat erat dalam sebuah perencanaan tata kota. Tetapi diantara
keduanya terdapat beberapa perbedaan, yaitu :
SEGI TATA GUNA
NORMA TATA RUANG
PEMBEDA TANAH
Kedudukan Tap MPR No Induk dari tata guna Bagian atau
II/MPR/1988 tanah subsistem dari tata
tentang GBHN ruang
Pengertian -Pasal 4 ayat 1 Ruang adalah wadah Tanah adalah
UUPA yang meliputi ruang permukaan bumi
-Pasal 1 angka 1 darat, ruang laut, dan
UUPR ruang udara,termasuk
ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat
manusia dan makhluk
lain hidup,melakukan
kegiatan, dan
memelihara
kelangsungan
hidupnya
Kegiatan -Pasal 1 angka 4 Penataan ruang Penatagunaan
PP No. 26 adalah suatu system tanah adalah sama
Tahun 2008 proses perencanaan dengan pola

33 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
tentang RTRW ruang, pemanfaatan pengelolaan tata
-Pasal 1 angka 1 ruang dan guna tanah yang
PP No 16 Tahun pengendalian meliputi
2004 tentang pemanfaatan ruang penguasaan,
penatagunaan penggunaan dan
tanah pemanfaatan tanah
yang berwujud
konsolidasi
pemanfaatan tanah
melalui
pengaturan
kelembagaan yang
terkait dengan
pemanfaatan tanah
sebagai satu
kesatuan sistem
untuk kepentingan
masyarakat secara
adil.

Obyek Tanah, air, udara dan tanah


sumber daya alam
lainnya
Kelembagaan Pemerintah Propinsi Kantor Wilayah
dan Pemerintah BPN Propinsi dan
Kabupaten/Kota Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota

Dari apa yang diuraikan diatas, jelas bahwa terdapat beberapa


perbedaan antara tata ruang dan tata guna tanah. Tata guna tanah hanya
mengatur dan mengarahkan penggunaan tanah, sedangkan tata ruang

34 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
obyek pengaturannya adalah ruang yang meliputi tanah, air, udara dan
sumber daya alam lainnya. Dengan demikian jelaslah bahwa tata guna
tanah adalah bagian atau subsistem dari tata ruang.

IV. Penutup
Setelah mempelajari materi dalam bab I ini diharapkan mahasiswa bisa
menjelaskan dan memberikan gambaran wacana mengenai ruang lingkup
penatagunaan tanah, termasuk penataagunaan tanah sebagai subsistem dari
penataan ruang.

35 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
BAB III
POKOK-POKOK PENATAGUNAAN TANAH

I. Pendahuluan
Tanah sebagai tempat manusia melaksanakan hajat hidup, baik
dahulu, sekarang, maupun untuk waktu yang akan datang. Dalam setiap
usaha atau kegiatan pemanfaatan dan penggunaan tanah tersebut ada
regulasi atau pengaturannya. Tujuan dari regulasi tersebut adalah tidak lain
untuk kepentingan si pemegang hak atas tanah dan kepentingan Negara yang
bermaksud untuk melindungi kepentingan umum.
Dalam Pasal 14 ayat 1 UUPA dikatakan :
”Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan
(3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam
rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk keperluan:
a. Negara,
b. peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-
lain kesejahteraan;
d. memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan
perikanan serta sejalan dengan itu;
e. memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.”

II. Pengertian Penatagunaan Tanah


Menurut PP No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dalam
Pasal 1 angka 1 disebutkan :
“sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud
konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang
terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk
kepentingan masyarakat secara adil.”

36 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
Dan ada beberapa definisi Tata Guna Tanah, antara lain:
1. Tata Guna Tanah adalah rangkaian kegiatan penataan, penyediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah secara berencana dalam rangka
melaksanakan pembangunan nasional.
2. Tata Guna Tanah adalah usaha untuk menata proyek-proyek
pembangunan, baik yang diprakarsai pemerintah maupun yang tumbuh
dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan daftar sekala
prioritas, sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib penggunaan
tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan perundangan
yang berlaku.
3. Tata Guna Tanah adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur
peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah secara berencana dan
teratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal, seimbang dan
serasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara.

Mengaju dari pengertian-pengertian tata guna tanah maka unsur-


unsur esensial yang harus ada dalam kegiatan Tata Guna Tanah, yaitu:
a. Adanya serangkaian kegiatan.
Yang meliputi pengumpulan data lapangan yang menyangkut tentang
penggunaan, penguasaan, dan kemampuan fisik tanah, pembuatan
rencana/pola penggunaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan
pengawasan serta keterpaduan di dalam pelaksanaanya.
b. Penggunaan tanah harus dilakukan secara berencana.
Ini mengandung konsekuensi bahwa penggunaan tanah harus
dilakukan atas dasar prinsip : lestari, optimal, serasi dan seimbang.
c. Adanya tujuan yang hendak dicapai
yaitu sejalan dengan tujuan pembangunan untuk tercapainya sebesar-
besar kemakmuran rakyat menuju masyarakat yang adil dan
makmur.
d. Harus terkait langsung dengan peletakan proyek pembangunan
dengan memperhatikan daftar skala prioritas

37 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
III. Tujuan Tata Guna Tanah
Tujuan dari penatagunaan tanah secara umum ialah pemanfaatan
tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara
adil. Penatagunaan tanah harus diarahkan untuk dapat mencapai sebesar-
besar kemakmuran rakyat, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 14 jo Pasal 2 ayat 3 UUPA
Tujuan penatagunaan tanah secara tegas dan rinci tercantum dalam
Pasal 3 PP No 16 Tahun 2004 :
1. mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi
berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
RTRW;
2. mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar
sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam RTRW;
3. mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah;
4. menjamin kepastian hukum untuk memanfaatkan tanah bagi
masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai
dengan RTRW yang telah ditetapkan.
Usaha-usaha yang secara umum dilakukan untuk mencapai tujuan
dari penatagunaan tanah antara lain :
1. Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah
tempat. Maksudnya setiap kegiatan yang memerlukan tanah harus
diperhatikan mengenai data kemampuan fisik tanah untuk
mengetahui sesuai tidaknya kemampuan tanah tersebut dengan
kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah urus.
Setiap pemegang hak atas tanah harus melaksanakan kewajibannya
memelihara tanah yang dikuasainya. Hal ini untuk mencegah
menurunnya kualitas sumber daya tanah yang pada akhirnya akan
menimbulkan kerusakan tanah.

38 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
3. Mengusahakan adanya pengendalian terhadap perkembangan
kebutuhan masyarakat akan tanah. Pengendalian ini dilakukan untuk
menghindari konflik kepentingan akibat penggunaan tanah.
4. Mengusahakan agar terdapat jaminan kepastian hukum bagi hak-hak
atas tanah warga masyarakat. Jaminan kepatian hukum penting untuk
melindungi warga masyarakat yang tanahnya diambil untuk
kepentingan proyek pembangunan.

IV. Asas-Asas Tata Guna Tanah


Pasal 2 PP No 16 Tahun 2004 menegaskan asas-asas penatagunaan
tanah yakni keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras,
seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan
perlindungan hukum.
1. Keterpaduan adalah bahwa penatagunaan tanah dilakukan untuk
mengharmonisasikan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah.
2. Berdayaguna dan berhasilguna adalah bahwa penatagunaan tanah
harus dapat mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan
fungsi ruang.
3. Serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penatagunaan tanah
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan
antara hak dan kewajiban masing-masing pemegang hak atas tanah
atau kuasanya sehingga meminimalkan benturan kepentingan antar
penggunaan atau pemanfaatan tanah.
4. Berkelanjutan adalah bahwa penatagunaan tanah menjamin
kelestarian fungsi tanah demi memperhatikan kepentingan antar
generasi.
5. Keterbukaan adalah bahwa penatagunaan tanah dapat diketahui
seluruh lapisan masyarakat.
6. Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa dalam
penyelenggaraan penatagunaan tanah tidak mengakibatkan

39 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
diskriminasi antar pemilik tanah sehingga ada perlindungan hukum
dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah.
Apabila melihat dari sisi sasaran atau target dari perencanaan
penggunaan tanah, serta berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (5) PP No.
16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, bahwa pedoman teknis
penggunaan tanah bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS)
diwilayah pedesaan serta aman, tertib, lancar dan sehat (ATLAS) di
wilayah perkotaan. Berdasarkan hal tersebut memunculkan 2 (dua) macam
asas tata guna tanah dengan titik berat penggunaan tanah di kedua wilayah
tersebut, yakni :
a. Rural Land Use Planning (Perencanaan Tata Guna Tanah untuk
Wilayah Pedesaan) dengan asas Lestari, Optimal, Serasi dan
Seimbang (LOSS)
1. Lestari
Tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka waktu
yang lama yang akan berdampak pada:
a) Akan terjadi penghematan dalam penggunaan tanah.
b) Agar supaya generasi yang sekarang dapat memenuhi
kewajibannya untuk mewarislan sumber daya alam kepada
generasi yang akan datang.
2. Optimal
Pemanfaatan tanah harus mendatangkan hasil atau keuntungan
ekonomis yang setinggi-tingginya tanpa mengurangi
produktifitasnya.
3. Serasi dan seimbang
Suatu ruang atas tanah harus dapat menampung berbagai
macam kepentingan pihak-pihak, sehingga dapat dihindari
adanya pertentangan atau konflik dalam penggunaan

40 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
b. Urban Land Use Planning (Perencanaan Tata Guna Tanah
untuk Wilayah Perkotaan) dengan asas Aman, Tertib, Lancar
dan Sehat (ATLAS)
1. Aman
Maksudnya aman dari: bahaya kebakaran, dari tindak
kejahatan, bahaya banjir, bahaya kecelakaan lalu lintas dan
aman dari ketunakaryaan.
2. Tertib
Maksudnya tertib dalam bidang pelayanan, dalam penataan
wilayah perkotaan, dalam lalu lintas, dan dalam hukum.
3. Lancar
Maksudnya lancar dalam pelayanan, lancar berlalu lintas, dan
lancar dalam komunikasi.
4. Sehat
Maksudnya sehat dari segi jasmani dan sehat dari segi rohani
secara seimbang.

V. Landasan Hukum Tata Guna Tanah


1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN
3. Pasal 2, Pasal 14 jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang
8. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

41 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Pangjang 2005-2025
10. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan
Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada
Daerah
11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang
12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
tanah
13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 tentnag Koordinasi Lintas
Vertikal
14. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar
15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom
16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
17. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan
Pertanahan nasional
18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah
19. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah
20. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan
Nasional (BPN) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN).

42 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
21. Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1989 tentang Rencana
Pembangunan Lima Tahun Kelima (Repelita V) 1989/1990-1993/1994
22. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung
23. Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua
atas Kepres No.97/1993 tentang Cara Penanaman Modal
24. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Bidang Pertanahan
25. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Keadaan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen
26. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan
27. Lampiran Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan
Pemukiman Kumuh yang berada di atas Tanah Negara
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota.
29. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1997 tentang Pemetaan Penggunaan Tanah Pedesaan,
Pemetaan Penggunaan Tanah Perkotaan, Kemampuan Tanah dan
Penggunaan Simbol/Warna untuk penjajian dalam Peta.
30. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pemanfaatan Tanah Kosong untuk
Tanaman Pangan
31. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi
32. Keputusan Menteri Negara Argaria Nomor 4 Tahun 1998 tentang
Monitoring dan Pelaporan Izin Lokasi Konsolodasi dan Redistribusi
Tanah
33. Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 460-1594 tentang Pencegahan Konversi Sawah
Irigasi Teknis

43 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
34. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
tanggal 3-6-1998 Nomor 462-2083 tentang Perlindungan Hak
Keperdataan dan Kepentingan Hak Pemilik Tanah Dalam Areal Izin
Lokasi.
35. Peraturan Daerah Propinsi yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi
36. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Rencana
Tata Ruang Kota atau Master Plan
37. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB)
38. Surat Keputusan Walikota/Bupati tentang IMB

VI. Dasar-Dasar Penatagunaan Tanah


Hal-hal yang mendasari atau pokok-pokok dalam pelaksanaan
penatagunaan tanah adalah :
1. Pengembangan penatagunaan tanah atau pola pengelolaan tata guna
tanah dalam rangka pemanfaatan ruang
2. Penatagunaan tanah adalah kegiatan di bidang pertanahan yang
dilakukan di kawasan lindung dan kawasan budi daya
3. Penatagunaan tanah diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota
4. Penatagunaan tanah diselenggarakan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
5. Penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan penatagunaan
tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah
Penatagunaan tanah harus mengacu pada kebijaksanaan dasar
mengenai pertanahan yang terkandung dalam UUPA dan undang-undang
lain yang berkaitan dengan penggunaan tanah. Dasar-dasar penatagunaan
tanah antara lain menyebutkan (Mieke Komar Kartaadmaja, 2001) :
1. Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukkan dan penggunaan
tanah serta pemeliharaan tanah ada pada Negara;

44 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
2. Hak atas tanah memberikan wewenang kepeda pemegang hak untuk
menggunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu;
3. Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk mempergunakan tanah
tersebut dibatasi oleh ketentuan bahwa hak atas tanah berfungsi sosial;
4. Perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah dalam proses
penatagunaan tanah;
5. Penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari pengaturan
penguasaan dan pemilikan tanah;
6. Penggunaan tanah disamping sebagai subsistem penatagunaan ruang
juga merupakan subsistem dari sistem pembangunan;
7. Karena sifatnya multidimensi (dimensi fisik, ekonomi, sosial, politik,
hankam) dan multisektor maka penatagunaan tanah dalam prakteknya
harus diselenggarakan secara koordinatif;
8. Penatagunaan tanah harus mampu menyediakan tanah bagi semua
kegiatan pembangunan yang sifatnya dinamis, karena penatagunaan
tanah bersifat dinamis dan sibernetik;

VII. Kawasan Lindung Dan Kawasan Budi Daya


UU No 26 Tahun 2007 Pasal 4 mengklasifikasikan penataan ruang
berdasarkan : system, fungsi utama kawasan, wilayah administrasi, kegiatan
kawasan dan nilai strategis kawasan. Penatagunaan tanah disini masuk
dalam klasifikasi penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, yang
terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurut ketentuan
umum UU No 26 Tahun 2007, kawasan adalah wilayah yang memiliki
fungsi utama lindung atau budidaya.
Bila dikaitkan dengan pokok-pokok penatagunaan tanah dalam Pasal
4 PP No 16 Tahun 2004 disebutkan bahwa dalam rangka pemanfaatan ruang
dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata
guna tanah yang merupakan kegiatan di bidang pertanahan di Kawasan
Lindung dan Kawasan Budidaya yang meliputi :

45 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
1. Kawasan Lindung
Adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
mencakup :
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya yang mencakup kawasan hutan lindung,
kawasan bergambut, kawasan resapan air;
b. kawasan perlindungan setempat yang mencakup sempadan
pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk,
kawasan sekitar mata air, kawasan terbuka hijau termasuk
di dalamnya hutan kota;
c. kawasan suaka alam yang mencakup kawasan cagar alam,
suaka margasatwa;
d. kawasan pelestarian alam yang mencakup taman nasional,
taman hutan raya, taman wisata alam;
e. kawasan cagar budaya;
f. kawasan rawan bencana alam yang mencakup antara lain
kawasan rawan letusan gunung api, gempa bumi, tanah
longsor, serta gelombang pasang dan banjir;
g. kawasan lindung lainnya mencakup taman buru, cagar
biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan
pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau.

2. Kawasan Budidaya
Adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
mencakup :

46 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
a. kawasan hutan produksi yang mencakup : kawasan hutan
produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, kawasan
hutan yang dapat dikonversi; ka wasan hutan rakyat;
b. kawasan pertanian yang mencakup kawasan pertanian lahan
basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman
tahunan/perkebunan, kawasan peternakan, kawasan
perikanan;
c. kawasan pertambangan yang mencakup golongan bahan
galian strategis, golongan bahan galian vital atau golongan
bahan galian yang tidak termasuk kedua golongan tersebut;
d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan pariwisata; dan
f. kawasan permukiman.

VIII. Rencana Tata Guna Tanah


Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) merupakan bentuk nyata
pelaksanaan Pasal 2, 14 dan 15 UUPA yang juga dijiwai oleh peraturan
perundang-undangan lain yang mengurus penggunaan tanah. Tujuan dari
RTGT adalah untuk mengatur persediaan, peruntukan, penggunaan tanah
agar dapat memberikan manfaat yang lestari, optimal, serasi dan seimbang.
Fungsi RTGT tidak hanya sebagai suatu prosedur penyediaan tanah, tetapi
juga sebagai pedoman kegiatan penggunaan tanah baik jangka pendek
maupun jangka panjang, yang sesuai dan sejalan dengan rencana
pembangunan. RTGT disusun setelah adanya penggarisan kebijakan
pembangunan sehingga benar-benar bias menjadi penjabaran kebijakan
pembangunan.
Dasar-dasar pemikiran dalam menyusun RTGT adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan tanah bersifat dinamis sesuai dengan dinamika masyarakat
yang mempergunakan tanah.
2. Tanah yang menjadi obyek perencanaan sebagian besar telah dilekati
oleh bermacam-macam hak.

47 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
3. Didahului oleh kegiatan survey baru kemudian alokasi tanahnya.
4. Berdasarkan pola piker bahwa ruang daratan identik dengan tanah.

Dalam penyusunan RTGT harus berpegang pada hal-hal sebagai berikut


(Hasni, 2008) :
1. Politik : RTGT tidak boleh bertentangan dengan kebijakan
pembangunan, bahkan harus sedemikian rupa sehingga pembangunan
berjalan sesuai dengan GBHN, Trilogi Pembangunan dan UU No 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Hukum : RTGT mempertimbangkan benar-benar adanya hak-hak yang
melekat di atas tanah sehingga tidak menimbulkan konflik dalam
penggunaan tanah.
3. Organisatoris : bahwa penyusunan dan pelaksanaan RTGT harus
mengikuti prosedur pemerintah dan pembangunan tidak memihak pada
suatu sector. RTGT harus mengakomodasi semua sector yang
memerlukan tanah sesuai dengan prioritasnya.
4. Teknis : RTGT disusun berdasarkan criteria teknis untuk perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian yang secara konsisten dipedomani.

Peranan pemda dalam penyusunan RTGT adalah sebagai berikut :


1. Pasal 14 UUPA secara jelas menunjuk Pemda sebagai pelaksana
penyusunan RTGT, dengan tujuan agar dapat mengakomodasi
kegiatan pembangunan didaerahnya.
2. RTGT yang disusun Pemda mempunyai fungsi memberikan pedoman
penggunaan tanah serta sebagai sarana untuk mengkoordinasi semua
kegiatan pembangunan pembangunan di daerah.
3. Koordinasi penyusunan RTGT dilakukan oleh BAPPEDA selaku
aparat pemerintah wilayah yang mengkoordinasi pelaksanaan
pembangunan di daerah.
4. RTGT yang disusun harus merupakan penjabaran dari rencana
pembangunan di daerah sepanjang menyangkut penetapan lokasi dan

48 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
kebutuhan tanah, yang mencakup rencana jangka pendek lima tahun
dan rencana tahunan.
Pemda diberi kewenangan menyusun RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) berdasarkan Pasal 14 UUPA, atas pertimbangan bahwa :
1. Pemda menguasai dan memahami sepenuhnya tentang data
kemampuan tanah di daerahnya.
2. Pemda memahami sepenuhnya tentang fakta daerah.
Tingkatan dalam RTGT adalah berdasarkan cakupan waktu dan
wilayah administrasi pemerintahan. Semakin sempit cakupan wilayah
perencanaan dan semakin pendek jangka waktunya, akan memiliki tingkat
detail yang semakin tinggi.
Berdasarkan cakupan wilayah administrasi, tingkatan RTGT
terbagi dalam 4 tingkatan yaitu :
1. RTGT tingkat nasional
2. RTGT tingkat propinsi
3. RTGT tingkat kabupaten/kota
4. RTGT tingkat khusus atau kecamatan
Berdasarkan cakupan jangka waktu, tingkatan RTGT terbagi
menjadi 3 yaitu :
1. RTGT jangka panjang
2. RTGT jangka menengah
3. RTGT jangka pendek

IX. Penutup
Setelah mempelajari materi dalam Bab II ini, diharapkan mahasiswa dapat
menguraikan dan menjelaskan kembali mengenai hal-hal yang berkaitan
pokok-pokok penatagunaan tanah, diantaranya:
1. menjelaskan pengetian mengenai penatagunaan tanah
2. menjelaskan tujuan, asas, dan landasan hukum tata guna tanah.
3. menjelaskan mengenai kawasan lindung dan budidaya serta rencana
tata guna tanah

49 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
BAB IV
KONSOLIDASI TANAH

I. Pendahuluan
Penatagunaan tanah mencakup juga pemeliharaan. Tanah itu harus
dipelihara baik-baik menurut cara yang lazim dikerjakan di daerah yang
bersangkutan sesuai dengan petunjuk dari jawatan-jawatan yang
bersangkutan agar bertambah kesuburan serta dicegah kerusakannya.
Dikenal pula adanya teknik konsolidasi tanah (land consolidation) yaitu
teknik penataan kembali lokasi dan batas-batas tanah serta sarana dan
prasarana (pelurusan jalan, sungai, saluran pembagian/pembuangan air)
sedemikian rupa, sehingga pengkaplingan menjadi berbentuk segi empat
panjang dan setiap persil dapat dicapai secara efisien oleh penggarap atau
saluran air.

II. Latar Belakang Dan Aspek Konsolidasi Tanah


2.1. Latar Belakang
Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks dan
menyangkut berbagai aspek. Secara umum, ada beberapa masalah
pertanahan di daerah perkotaan yang cukup menonjol, yang
disebabkan meningkatnya kebutuhan dan terbatasnya persediaan tanah,
antara lain timbulnya daerah slum (perkampungan kumuh), penduduk
dan pengguna tanah secara tidak sah (liar). Masalah ini tidak hanya
dihadapi oleh negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara
maju. Permasalahannya bukan hanya menyangkut masalah fisik saja,
tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, politik dan sebagainya.
Slum di Indonesia lebih cenderung pada pertumbuhan
perkampungan yang tidak teratur dengan kondisi/kualitas yang rendah,
kurangnya prasarana dan fasilitas yang dibutuhkan.
Hal tersebut disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut :

50 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
a. Kelambatan pengadaan prasarana umum oleh pemerintah sehingga
penduduk mengambil inisiatif untuk mengatur diri sendiri dalam
mengadakan prasarana umum, tanpa memerhatikan kepentingan
wilayah/lingkungan secara luas.
b. Pemilikan dan penguasaan tanah/petak yang ada biasanya tidak
teratur, namun terdesak kebutuhan untuk membangun pemukiman,
sehingga tumbuh wilayah pemukiman yang alami dengan kondisi
yang tidak teratur, kotor, dan tidak aman.
c. Pembangunan wilayah pemukiman dengan model konvensional
juga dinilai kurang adil karena pemerintah yang menyediakan dan
tenaga pembangunan suatu wilayah pemukiman, tetapi keuntungan
dan kenikmatan lebih banyak dirasakan oleh pemilik tanah yang
tidak mempunyai andil dalam pembangunan/pematangan wilayah
tersebut.
d. Bentuk dan kondisi kepemilikan tanah pertanian sangat
mempengaruhi produktivitas. Penataan kembali bidang-bidang
tanah pertanian menjadi teratur akan menimbulkan efisiensi
penguasaan dan dengan ditunjang sarana dan prasarana
memungkinkan tercapainya optimalisasi sehingga produktivitas
dapat lebih ditingkatkan.
Konsolidasi tanah sebagai suatu modal pembangunan yang
merupakan kegiatan terpadu (lintas sektoral) yang berkaitan dengan
penataan/pengaturan kembali kepemilikan , penguasaan tanah dan
kebijakan pengadaan tanah untuk prasarana dan fasilitas umum lainnya
dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat/para pemilik tanah,
ternyata dapat mengatasi kelemahan dimana pada model pembangunan
dan sistem pengadaan tanah seperti diuraikan diatas.

2.2. Aspek Konsolidasi Tanah


Konsolidasi tanah pada hakikatnya meliputi aspek-aspek
antara lain :

51 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
a. aspek pengaturan penguasaan atas tanah, tidak saja menata dan
menerbitkan bentuk fisik bidang-bidang tanah, tetapi juga
hubungan hukum antara pemilik dan tanahnya.
b. Aspek penyerasian pengguna tanah dengan rencana tata guna
tanah/tata ruang.
c. Aspek penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan
dan fasilitas umum lain yang diperlukan.
d. Aspek peningkatan kualitas lingkungan hidup atau konservasi
sumber daya alam.

III. Pengertian Dan Prinsip Konsolidasi Tanah


3.1 Pengertian Konsolidasi Tanah
Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4
Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah dinyatakan bahwa konsolidasi tanah
ialah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan
penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat (Pasal 1)
dengan mewujudkan suatu tatanan penguasaan serta penggunaan tanah yang
tertib dan teratur
Bertitik tolak dari definisi tersebut di atas maka ada beberapa unsur
dari konsolidasi tanah, yaitu:
a. Konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan;
b. Konsolidasi tanah berisikan penataan kembali penguasaan,
penggunaan, dan usaha pengadaan tanah;
c. Konsolidasi tanah bertujuan untuk kepentingan pembangunan,
meningkatkan kualitas lingkungan, pemeliharaan sumber daya
alam;
d. Konsolidasi tanah harus dilakukan dengan melibatkan pastisipasi
aktif masyarakat.

52 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
3.2 Prinsip Konsolidasi Tanah
Prinsip konsolidasi tanah adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan konsolidasi tanah membiayai dirinya sendiri
2. Adanya “Land polling” yang juga merupakan ciri khas konsolidasi tanah
3. Hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tanah tidak berubah
menjadi lebih tinggi atau lebih rendah
4. Konsolidasi tanah melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah
5. Tanah yang diberikan kembali kepada pemilik mempunyai nilai lebih
tinggi daripada sebelum konsolidasi tanah.
Pengaturan bentuk-bentuk tanah yang semula terpecah-pecah dan
tidak teratur menjadi bidang-bidang tanah yang teratur baik bentuk maupun
letaknya, dilakukan dengan cara :
1. Penggeseran letak
2. Penggabungan
3. Pemecahan
4. Penukaran
5. Penataan Letak
6. Penghapusan Letak
Daerah yang terkena konsolidasi dilengkapi dengan prasarana dan
fasilitas yang diperlukan, seperti jalan, jalur hijau sehingga menghasilkan
pemanfaatan tanah yang optimal dan memenuhi berbagai persyaratan agar
menunjang kecepatan pembangunan dan pengembangan kota sesuai rencana
tata ruang. Bagi pemilik tanah, langsung menikmati nilai tambah atas
tanahnya dan mendapat jaminan kepastian hukum hak atas tanahnya.
Walaupun luas tanah yang diberikan kembali kepada pemilik tanah lebih
kecil daripada sebelum dikonsolidasi, nilainya menjadi lebih tinggi karena di
wilayah letak tanah tersebut sudah tersedia fasilitas jalan dengan kavling
yang teratur. (Hasni, 2008)

53 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
IV. Tujuan Dan Sasaran Konsolidasi Tanah
4.1 Tujuan Konsolidasi Tanah
Pada pokoknya konsolidasi tanah bertujuan menyediakan tanah
untuk kepentingan pembangunan dan meningkatkan kualitas lingkungan
hidup serta memberikan pemanfaatan tanah yang optimal.
Dengan tercapainya tujuan tersebut diatas, beberapa manfaat yang
dapat diraih adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan akan adanya lingkungan pemukiman atau areal pertanian
dapat terpenuhi.
2. Membantu mempercepat laju pembangunan pemukiman atau
pembangunan daerah pertanian di pedesaan.
3. Pemerataan hasil-hasil pembangunan yang langsung dinikmati oleh
pemilik tanah.
4. Menghindari akses-akses yang sering timbul dalam hal penyediaan tanah
secara konvensional.
5. Konsolidasi tanah merupakan manifestasi prinsip gotong royong dan
penerapan dari Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial hak atas tanah.
6. Rakyat pemilik tanah dapat menikmati secara langsung keuntungan-
keuntungan akibat konsolidasi, baik kenaikan harga tanah ataupun
kenikmatan lainnya karena terciptanya lingkungan yang teratur. Adanya
sumbangan tanah sebagai peran serta, masih tetap menguntungkan
sekalipun luas tanah yang dimilikinya berkurang.
7. Bagi pemerintah sendiri, disamping dapat merealisasikan rencana umum
tata ruang kota atau tata ruang daerah, sekaligus dapat menertibkan
administrasi pemilikan tanah, menghemat pengeluaran biaya
pembangunan dan bahkan terbuka kemungkinan peningkatan pemasukan
keuangan melalui PBB.
8. Lebih jauh dapat menempatkan rakyat sebagai subyek dalam
pembangunan.
Secara sadar rakyat diajak ikut berpartisipasi aktif dalam
pembangunan dalam rangka merealisasikan trilogi pembangunan, yaitu

54 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas. Tanah tersedia untuk prasarana
jalan dan fasilitas umum tanpa ganti rugi. Lingkungan tertata secara baik
sesuai dengan rencana tata ruang.(Hasni, 2008)

4.2 Sasaran Konsolidasi Tanah


Sasaran konsolidasi tanah adalah terwujudnya penguasaan dan
penggunaan tanah yang tertib dan teratur sesuai dengan kemampuan dan
fungsinya dalam rangka tertib pertanahan. Pelaksanaan konsolidasi tanah
diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Kepala BPN No. 410-4245/1991
tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah. Dalam point 2 Surat
Edaran ini dinyatakan bahwa peningkatan yang demikian itu mengarah
kepada tercapainya suatu tatanan penatagunaan dan penguasaan tanah yang
tertib dan teratur. Sasaran konsolidasi tanah terutama ditujukan pada wilayah
sebagai berikut:
a. Wilayah perkotaan;
1) Wilayah pemukiman kumuh/wilayah padat pemukiman;
2) Wilayah yang tumbuh pesat secara alami;
3) Wilayah pemukiman yang mulai tumbuh;
4) Wilayah yang direncanakan menjadi pemukiman yang baru;
5) Wilayah yang relative kosong di bagian pinggiran kota yang
diperkirakan akan berkembang sebagai daerah pemukiman
6) Wilayah kota bagian pinggir yang telah ada jalan penghubung
ke jalan utama
b. Wilayah pedesaan
1) Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan tetapi
belum tersedia jaringan irigasi;
2) Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi
pemanfaatannya belum merata;
3) Wilayah yang berpengairan cukup baik maupun masih perlu
ditunjang oleh pangadaan jaringan jalan yang memadai.

55 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
Lokasi konsolidasi tanah harus mendapat penetapan dari
Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II setempat.

V. Landasan Hukum Konsolidasi Tanah


Pada prinsipnya konsolidasi tanah dilakukan berdasarkan atas
kesepakatan para pemilik tanah. Kesepakatan para pemilik tanah ini
merupakan dasar dalam pelaksanaan konsolidasi karena sejak awal telah
melibatkan partisipasi masyarakat/pemilik tanah, baik dalam proses
perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan terutama kesediaan mereka
menyerahkan sebagian tanahnya untuk keperluan pembangunan prasarana
umum. (Hasni, 2008)
Untuk mengisi kebutuhan perkembangan pembangunan dalam rangka
mengisi Rencana Tata Ruang, sementara peraturan perundang-undangan
pelaksanaan sedang dalam proses persiapan. Peraturan perundang-undang
yang mendasari pelaksanaan konsolidasi tanah adalah :
1. Undang-Undang Nomor : 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria ;
2. Undang-Undang Nomor : 56/Prp/1960 tentang Luas Tanah
Pertanian ;
3. Peraturan Pemerintah Nomor : 224/1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi ;
4. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 590/5648/Agr,
tanggal 09 Desember 1985 tentang Peningkatan dan Pemantapan
Pelaksanaan Konsolidasi tanah ;
5. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 590/5648/Agr,
tanggal 22 Desember 1985 tentang Peningkatan dan Pemantapan
Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan ;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 02/1987, tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota ;
7. Peraturan Kepala B.P.N Nomor : 4/1991 tentang Konsolidasi
Tanah.

56 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
VI. Proses Pelepasan Hak Dan Pendaftaran Dalam Rangka Konsolidasi
Pada point 3 SE KBPN No. 410-4245/1991 dinyatakan bahwa
konsolidasi tanah meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Konsolidasi tanah perkotaan
1) Pemilihan lokasi;
2) Penyuluhan;
3) Penjajakan kesepakatan;
4) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep.
Bupati/walikota;
5) Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah;
6) Identifikasi subjek dan objek;
7) Pemetaan dan pengukuran keliling;
8) Pengukuran dan pemetaan rincian;
9) Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah;
10) Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang;
11) Pembuatan desain tata ruang;
12) Musyawarah tentang rencana penetapan kapling baru;
13) Pelepasan hak atas tanah oleh para peserta;
14) Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;
15) Staking out/relokasi;
16) Konstruksi/pembentukan badab jalan dll;
17) Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak;
18) Sertifikat;

b. Konsolidasi tanah pedesaan


1) Pemilihan lokasi;
2) Penyuluhan;
3) Penjajakan kesepakatan;
4) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep.
Bupati/walikota;
5) Identifikasi subjek dan objek;

57 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
6) Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah;
7) Seleksi calon penerima hak
8) Pemetaan dan pengukuran kapling;
9) Pengukuran dan pemetaan rincian;
10) Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah;
11) Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang;
12) Pembuatan desain tata ruang;
13) Musyawarah tentang rencana penetapan kapling baru;
14) Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah;
15) Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;
16) Staking out/relokasi;
17) Konstruksi/pembentukan prasarana umum dll;
18) Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak;
19) Sertifikat;
Dari apa yang dikemukakan diatas jelas bahwa kegiatan melepaskan
hak dan penguasaan fisik tanah-tanah yang menjadi obyek konsolidasi tanah
serta pemberian hak-hak atas satuan-satuan tanah yang baru tersebut
merupakan tahap-tahap dalam pelaksanaan konsolidasi tanah.

6.1. Proses Yuridis Perubahan Pemilikan Tanah


Pemilikan yang semula tidak teratur bentuknya setelah
dikonsolidasi akan menjadi teratur, baik letak dan bentuknya, sesuai
dengan tata ruang yang bersangkutan. Tiap persil menghadap ke jalan,
tempatnya bergeser sesedikit mungkin dari tempat asalnya, serta telah
dikurangi dengan peran serta masing-masing pemilik.
Proses perubahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
(Hasni, 2008) :
a. Pemilikan/penguasaan tanah dilokasi yang dikonsolidasi dilakukan
inventarisasi dan identifikasi ;
b. Masing-masing dihitung dan diukur luasnya ;

58 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
c. Pemilik tanah tersebut membuat pernyataan pelapasan hak dengan
syarat bahwa tanahnya dilepaskan kepada negara untuk kemudian
diterbitkan haknya atas nama masing-masing pemilik setelah
dikurangi sumbangan peran serta ;
d. Pemerintah c.q Kepala Kantor Pertanahan setempat menerima
pelepasan hak tersebut, sekaligus menyatakan bahwa tanah yang
dilepaskan haknya akan dikembalikan kepada yang bersangkutan
setelah dikonsolidasi dan luasnya dipotong dengan sumbangan
peran serta juga letaknya akan digeser dari tempat semula ;
e. Kepala Kantor Pertanahan mengajukan permohonan kepada kepala
B.P.N melalui Kepala Kanwil B.P.N yang memohonkan penegasan
tanah tersebut menjadi tanah Negara sebagai obyek konsolidasi
yang akan dibagikan dalam rangka pelaksanaan konsolidasi tanah ;
f. Atas dasar usulan tersebut, Kepala BPN menerbitkan Surat
Keputusan tentang Penegasan Tanah Negara yang menjadi Obyek
Konsolidasi, yang sekanjutnya dibagikan kembali kepada pemilik
(re-distribusi) ;
g. Kepala Kanwil BPN yang bersangkutan dapat meredistribusikan
kepada masing-masing pemilik sesuai usulan dari Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan ;
h. Surat Keputusan Redistribusi dijadikan dasar untuk menerbitkan
sertipikat oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.

VII. Sistem Pelaksanaan Konsolidasi


Dalam konsolidasi tanah dikenal dua sistem pelaksanaannya, yaitu :
7.1. Sukarela
Sistem ini dilaksanakan apabila diperoleh persetujuan oleh
seluruh pemilik tanah diwilayah yang akan di konsolidasi. Keuntungan
– keuntungan yang dapat dipetik dari hasil konsolidasi tanah
merupakan faktor utama yang menjadi daya tarik untuk memperoleh
persetujuan para pemilik tanah, antara lain :

59 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
a. Meningkatkan nilai tanah ;
b. Meningkatkan efisiensi penggunaan tanah, dan terbentuknya petak-
petak tanah yang teratur dan masing-masing menghadap ke jalan ;
c. Terciptanya lingkungan hidup yang lebih baik ;
d. Mempercepat realisasi pembangunan terutama prasarana umum ;
e. Tidak ada pihak-pihak yang dirugikan seperti yang terjadi dalam
pembangunan sistem konvensional ;
f. Terwujudnya tertib administrasi pertanahan.

7.2. Wajib
Sistem ini dilaksanakan dengan dasar ikatan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk itu. Pelaksanaan konsolidasi
tanah mengandung prinsip penyediaan tanah untuk pembangunan
prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya tanpa melalui pembebasan
tanah. Penyediaan tanah diperoleh melalui sumbangan sebagian tanah
dari para pemiliknya yang disebut Sumbangan Wajib Tanah untuk
Pembanguan (SWTP). Sistem yang lazim dipergunakan dalam
penetapan besarnya SWTP adalah :
a. Berdasarkan penghitungan luas tanah ;
b. Berdasarkan penghitungan nilai/harga tanah ;
c. Berdasarkan penghitungan campuran antara luas tanah dan harga
tanah.

VIII. Penutup
Berbagai uraian yang telah disampaikan diatas, mahasiswa diharapkan dapat
memahami, dan menjelaskan kembali mengenai latar belakang dan aspek
konsolidasi tanah, pengertian, prinsip, tujuan dan sasaran, landasan hukum,
proses pelepasan hak dan pendaftaran hak serta sistem pelaksanaan
konsolidasi tanah

60 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
BAB V
TANAH TIMBUL DAN REKLAMASI

I. Pendahuluan
Pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan tanah yang
semakin hari semakin luas. Banyaknya permintaan atas tanah disebabkan
oleh banyak faktor, misalnya jumlah penduduk yang semakin meningkat,
perkembangan kegiatan usaha dan industri, peningkatan sarana dan
prasarana kehidupan, dan lain-lain. Sementara itu luas tanah relatif tidak
bertambah bahkan cenderung berkurang. Banyak usaha yang dilakukan
untuk memperluas tanah untuk memenuhi banyaknya permintaan akan
tanah, salah satunya adalah reklamasi.

II. Pengertian, Sistem dan Pengaturan Tanah Timbul


Tanah timbul yang didalam bahasa Inggris disebut deltaber atau
channelbar, di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah aanslibbing,
sedangkan di dalam bahasa Indonesia biasanya disebut dengan tanah
tumbuh atau tanah timbul (Burings, 1983 dalam Sulistriono, 2000:185).
Istilah tanah timbul di berbagai daerah mempunyai sebutan yang berbeda-
beda antara daerah satu dengan daerah lainnya
Roestandi (1962:72) menjelaskan bahwa tanah oloran atau tanah
pembawaan lumpur merupakan tanah yang timbul di tepi sungai akibat
endapan lumpur yang terbawa oleh alur sungai. Sementara itu Widyanto
(1997:2-3) memberikan pengertian bahwa tanah oloran atau tanah timbul
merupakan tanah hasil endapan (sedimentasi) lumpur sebagai akibat banjir
sungai yang berhenti di suatu tempat dan mengendap kemudian muncul
menjadi tanah.
Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 12 PP No 16 Tahun 2004,
pengertian tanah timbul adalah daratan yang terbentuk secara alami
maupun buatan karena proses pengendapan di sungai, danau, pantai dan

61 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
atau pulau timbul, serta penguasaan tanahnya dikuasai negara. Dari
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tanah timbul adalah
istilah yang digunakan untuk tanah yang tiba-tiba muncul akibat erosi
tanah di hulu sungai yang mengakibatkan sedimentasi di muara sungai
atau di tepi pantai. Lambat laun lumpur-lumpur tersebut membentuk
daratan baru di tepi pantai, sehingga garis pantai semakin menjorok ke
laut.
Pasal 12 PP No 16 Tahun 2004, menyatakan bahwa tanah yang
berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai,
pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh
Negara. Tanah Negara yang langsung di bawah penguasaan Negara
disebut Tanah Negara Bebas, diatas tanah tersebut tidak ada satupun hak
yang dipunyai oleh pihak lain selain Negara. Tanah ini bisa langsung
dimohon oleh kita kepada Negara/pemerintah dengan melalui suatu
prosedur yang lebih pendek daripada prosedur terhadap tanah Negara tidak
bebas.
Dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum pertanahan
nasional/mulai UUPA sampai peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 5
Tahun 1999 dan kemudian dikaitkan dengan tinjauan dari hukum Adat
serta perkembangan yang sekarang terjadi dengan gencarnya otonomi
daerah, maka dapat dikatakan bahwa sekalipun dalam pandangan hukum
pertanahan nasional tanah timbul digolongkan sebagai Tanah Negara yang
dikuasai secara langsung tapi tanah tersebut juga merupakan bagian dari
hak ulayat desa, sudah semestinya jika desa diberi kewenangan untuk
mengatur masalahnya sendiri yang berpegangan hukum adat desa tersebut,
sesuai dengan semangat otonomi daerah termasuk memberi kesempatan
pada desa untuk mengatur desanya sendiri. Dengan pemberian
kewenangan tersebut, Kepala Desa sebagai pemegang hak ulayat dapat
mengambil keputusan mengenai peruntukan, penentuan hak dan
pemilikannya. Menurut hukum adat pemanfaatan tanah timbul diutamakan
kepada warga masyarakat desa setempat yang mempunyai tanah

62 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
pekarangan yang berbatasan langsung dengan tanah tersebut. Setelah hal
ini menjadi jelas, maka apabila ada warga yang menurut keputusan desa
berhak memilikinya, maka bisa didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 tahun
1997 tentang pendaftaran tanah. Secara yuridis PP No. 24 tahun 1997
tersebut memperkuat penguasaan dan pemanfaatan tanah timbul, karena
jika tersedia bukti yang lengkap seperti bukti-bukti tertulis dan keterangan
saksi bisa segera didaftarkan.

III. Penguasaan Tanah Timbul di Beberapa Kabupaten Di Jawa Tengah


Pada dasarnya tanah timbul termasuk tanah ulayat (desa). Di
beberapa wilayah jawa seperti di Kendal terdapat tanah timbul atau yang
biasa disebut letrekan. Dalam prakteknya mengenai penguasaan dan
pemilikan tanah timbul pemerintah desa tidak mengatur dan menata
penguasaannya. Proses penguasaan dimulai dengan membuat patok diatas
air laut tepi pantai, dan bila sudah muncul tanah timbul baru dilaporkan pada
pemerintah desa. Tetapi untuk bisa disertifikatkan, menurut ketentuan dari
BPN tanah timbul tersebut harus sudah terletak minimal 100 meter dari air
pasang tertinggi. Hingga saat ini pemerintah Kabupaten Kendal belum
mengatur keberadaan tanah timbul. Kabupaten berpendapat bahwa tanah
timbul adalah tanah negara, dan siapa yang berhak menguasainya sampai
memilikinya diserahkan sepenuhnya pada desa untuk mengaturnya.
Di daerah Bulusan Kabupaten Demak juga terdapat tanah timbul,
diatur bahwa bagi seseorang yang menguasai tanah timbul (penggarap) dan
belum terkena PBB maka akan dikenai retribusi oleh desa dengan tarif
seperti dalam tarif PBB. Mekanisme penguasaan tanah timbul di Demak,
dimulai dengan penduduk yang membuat patok yang diyakini nanti akan
menjadi tanah timbul. Pemasangan patok ini harus mentaati patok yang
dibuat oleh Pemda Demak, dimana penduduk hanya boleh membuat bidang
tanah timbul setelah batas. Setelah menjadi tanah timbul dan akan diolah
menjadi tanah tambak, maka untuk penguasaannya diwajibkan memberikan
laporan kepada Kepala Desa. Segala perselisihan baik mengenai batas satu

63 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
dengan lainnya atau penguasaan atas tanah tersebut maka akan diselesaikan
oleh Desa. Jika dalam penyelesaian tersebut kedua belah pihak tidak mau
menerima keputusan maka tanah timbul akan diminta oleh Desa. Hingga
saat ini semua pihak mau menerima keputusan desa tersebut. Pemerintah
Kabupaten Demak belum menerbitkan peraturan daerah yang mengatur
tanah timbul sampai saat ini. Penanganan tanah timbul diserahkan
sepenuhnya pada Desa untuk mengatur sendiri asal tidak bertentangan
dengan peraturan di bidang pertanahan.
Di Kabupaten Pati terdapat tanah timbul yang menurut istilah
masyarakat, disebut tanah Gawaran artinya tanah yang muncul di pesisir
atau di pinggiran pantai. Pada masyarakat terdapat kecenderungan yang
menganggap tanah timbul sebagai tanah milik Desa atau bisa dianalogikan
sebagai tanah hak ulayat desa yang digunakan untuk kepentingan
pembangunan Desa. Pemerintah Kabupaten Pati belum menyediakan
peraturan yang mengatur mengenai tanah timbul dan selama ini hanya
menjadi penengah apabila terjadi sengketa penguasaan tanah timbul dalam
masyarakat. Warga desa sebagai anggota masyarakat hukum adat memang
mepunyai kesempatan untuk menguasai tanah timbul, setelah memperoleh
wewenang dari Kepala desa selaku pemangku hak ulayat.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa penguasaan tanah
timbul di beberapa daerah disikapi secara berbeda pada masing-masing
daerah tersebut, sekalipun pada dasarnya penguasaan tanah timbul di tiga
kabupaten dilandasi oleh hukum adat yang sudah dilakukan sejak dahulu
sampai sekarang. Di Kabupaten Kendal dan Demak, mengakui bahwa tanah
timbul yang dikuasainya sebagai tanah negara, tetapi kebiasaan yang telah
mereka warisi dan mereka lakukan sampai sekarang adalah setiap anggota
masyarakat berhak untuk menggarap tanah timbul dan hanya berkewajiban
melapor ke desa dan membayar pajaknya, serta bisa mengurus sertipikat hak
milik atas tanah yang dikuasainya. Selain itu, di Kabupaten Pati, masyarakat
dengan tegas berpendapat bahwa tanah timbul adalah hak ulayat desa
sepenuhnya, sehingga desa berhak untuk mengatur dan memanfaatkan

64 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
hasilnya demi pembangunan desa. Namun demikian, pemerintah kabupaten
dari tiga kabupaten tersebut belum mengeluarkan peraturan yang mengatur
mengenai pengaturan penguasaan atau kepemilikan atas tanah timbul.

IV. Pengertian, Sistem dan Pengaturan Reklamasi


Istilah reklamasi berasal dari kata reclaim yang berarti mengambil
kembali. reklamasi juga dipakai dalam mengusahakan agar suatu lahan yang
tidak berguna atau kurang berguna menjadi berguna kembali atau lebih
berguna. Sampai seberapa jauh tingkat kegunaan ini bergantung dari sasaran
yang ingin dicapai. Dalam pembangunan adakalanya daerah-daerah
genangan dikeringkan kemudian dimanfaatkan, bahkan wilayah lautpun
dapat dijadikan daratan.
Diantara proyek-proyek reklamasi yang telah dilakukan itu ada yang
bertujuan untuk memperoleh lahan pertanian, ada juga yang bertujuan untuk
memperoleh lahan untuk pembangunan gedung atau sebagai upaya untuk
memperluas kota, ataupun untuk sarana transportasi seperti bandar udara.
Reklamasi-reklamasi ini umumnya menyangkut wilayah laut, baik laut
dalam maupun laut dangkal.
Reklamasi untuk mendapatkan lahan baru pada prinsipnya dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni : sistem polder (istilah Belanda) dan
sistem urukan (dalam istilah bahasa Inggris disebut fill).
Dengan sistem polder ini, Belanda telah banyak mereklamasi lahan,
wilayah negeri Belanda sebagian besar berupa rawa dan payau yang
terlindung dari laut oleh bebukitan pasir disepanjang pantainya. Sistem
polder berusaha mendapatkan lahan kering dengan membuang air yang
menggenanginya dengan pemompaan. Disekeliling polder dibuat parit untuk
memampung air yang dipompa untuk kemudian dibuang ke laut.
Pengeringan lahan dengan sistem polder ini memakan waktu yang
lama, sehingga menyebabkan beban dana bagi pekerjaan ini menjadi berat.
Hasil yang didapat dari sistem ini adalah lahan bekas tanah dasar laut, danau
atau rawa yang umumnya sangat lunak dengan permukaan air tanah yang

65 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
umumnya masih tinggi. Setelah polder mulai mengering, lahannya hanya
dapat digunakan untuk usaha pertanian dan peternakan
Untuk masa sekarang ini reklamasi banyak dilakukan dengan proses
urukan/fill terutama reklamasi pada wilayah tepi laut. Proses ururkan ini
dapat dilakukan dengan 2 sistem utama, yaitu blanket fill dan hydraulic fill.
Blanket fill dilakukan dengan menguruk pasir pada wilayah yang
akan direklamasi hingga tinggi tertentu, kemudian baru membangun tanggul
sebagai bangunan pelindung untuk tepinya. Sistem kedua adalah hydraulic
fill, tanggul pelindung dibangun terlebih dahulu, kemudian lahan laut yang
telah terlindungi oleh tanggul tadi diuruk secara hydraulis, artinya pasir uruk
dipompa oleh kapal keruk ke dalam wilayah yang telah terlindung tersebut.
Hasil dari kedua sistem ini pada dasarnya adalah sama, yakni lahan
yang diuruk hingga ketinggian tertentu, umumnya kering, tetapi belum
cukup kuat untuk menahan beban bangunan. Tanah tersebut berangsur akan
menguat secara alamiah melalui proses pemadatan oleh beban tanah itu
sendiri dan pengeringan alamiah. Tetapi proses alamiah tersebut memekan
waktu yang cukup lama, dan untuk mempercepat digunakan teknik soil
improvement.
Sistem rekalamasi dan pemadatan dipilih bergantung dari berbagai
faktor yang meliputi kondisi lokasi semula, masalah persediaan pasir uruk,
peralatan yang tersedia, pendanaan, pemasaran dan faktor lainnya. (Hasni,
2008)
Reklamasi disamping menambah luas daratan, dapat juga membuka
peluang untuk memperoleh sumber-sumber dana bagi peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD). Tanah sebagai salah satu yang akan
diciptakan oleh reklamasi itu ternyata mempunyai nilai bisnis yang tinggi.
Bagi pemerintah DKI hal ini akan menjadi tambang emas karena
peningkatan potensi ekonomi Jakarta. (Simarmata, 1995)
Tanah reklamasi telah disinggung dalam Pasal 60 PP No 40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas
Tanah dan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tanggal 9 Mei

66 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
1996 Nomor : 410-1293 tentang Penertiban Status Tanah Timbul dan Tanah
Reklamasi. Tanah-tanah reklamasi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tanggal 9 Mei 1996 Nomor : 410-1293
merupakan tanah yang dikuasai oleh negara. Pihak yang melakukan
reklamasi mendapatkan prioritas utama untuk mengajukan permohonan hak
atas tanah reklamasi tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku

V. Peruntukan Tanah Reklamasi


UUPA memberikan wewenang kepada negara untuk menguasai
dan mengatur tanah dalam seluruh wilayah negara. Penguasaan tersebut
dimaksudkan untuk mengatur, mengalokasikan penggunaan tanah,
pelindungan serta pengelolaan tanah. Dalam hal ini pula negara mempunyai
wewenang untuk memberikan hak atas tanah kepada individu ataupun badan
hukum, yang penggunaannya tetap harus memperhatikan kepentingan
bersama.
Dalam konteks penyelenggaraan reklamasi dan pemanfaatan hasil
reklamasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah untuk mencapai
tujuan penataan ruang yang berhasil guna, berdaya guna serta peningkatan
kualitas lingkungan dan perumahan. Setelah penyelenggaraan reklamasi
selesai, tanah hasil reklamasi untuk mendapatkan kepastian hukum perlu
ditetapkan hak atas tanahnya yang sesuai dengan fungsi dan peruntukan
tanah reklamasi.
Keuntungan yang didapat dari pelaksanaan reklamasi tanah pantai
adalah tanah dapat diperoleh tanpa melakukan penggusuran penduduk serta
tidak membayar ganti rugi. Demikian, penyelenggaraa reklamasi juga wajib
memperhatikan kepentingan lingkungan, pelabuhan, kepentingan kawasan
pantai khususnya berhutan bakau, kepentingan nelayan dan fungsi lain yang
ada di kawasan. (Hasni, 2008)

67 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
VI. Penutup
Beberapa uraian mengenai tanah timbul dan reklamasi telah disampaikan
diatas, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali
mengenai pengertian, sistem dan pengaturan tanah timbul dan tanah hasil
reklamasi serta mendapat wacana mengenai contoh penguasaan tanah timbul
di Jawa Tengah dan pentukan tanah reklamasi.

68 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Boedi, 1997, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan,Jakarta


Harsono, Soni. Pokok-Pokok Kebijaksanaan Bidang Pertanahan dalam
Pembangunan Nasional. Majalah Analisis CSIS, Nomor 2 Tahun
XX, Jakarta, Maret-April 1991.
Hasni.2008.Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah.Rajawali
Press.Jakarta
Kartaatmadja, Mieke Komar.2001.Hukum Angkasa Dan Hukum Tata
Ruang.Mandar Maju.Bandung
Muchsin Dan Imam Koeswahyono.2008.Aspek Kebijaksanaan Hukum
Penatagunaan Tanah Dan Penataan Ruang..Sinar Grafika.Jakarta
Setiawan, Yudhi.2008. Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijkrecht)
Dalam Konsolidasi Tanah.Disertasi Doktor Ilmu Hukum
Administrasi Di Universitas Airlangga. Media Online
Supriadi.2007.Hukum Agraria.Sinar Grafika Jakarta

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang 2005-2025
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah

69 | H u k u m T a t a G u n a T a n a h d a n T a t a R u a n g

Anda mungkin juga menyukai