Anda di halaman 1dari 2

Kasus Posisi

Pada Tanggal 24 Mei 2021 pemohon yang bernama Leonardo Siahaan dan
Fransiscus Arian Sinaga yang merupakan Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia
mengajukan permohonan perihal Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
[Pasal 288 sepanjang frasa “belum waktunya untuk dikawini” dan Pasal 293 ayat (2)
sepanjang frasa “Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kejahatan itu”] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga sebagai perorangan warga negara
Indonesia telah diirugikan secara konstitusional dalam pemenuhan konstitusionalnya untuk
menjunjung tinggi dan menaati hukum yang dipositifkan dalam Undang-Undang a quo, yaitu
Pasal 293 KUHP dan Pasal 288 KUHP merupakan pasal yang sangat multitafsir dan tidak
memberikan kepastian hukum yang jelas. Terjadi kekhawatiran para pemohon apabila adik
saudara sepupu pemohon menjadi korban pencabulan dibawah umur (Pasal 293 ayat (1) daan
ayat (2) KUHP) maupun sebagai korban kekerasan dalam perkawinan (Pasal 288 KUHP).
Selain itu para pemohon khawatir apabila ketika para pemohon telah menjadi seorang ayah
dan sewaktu-waktu anaknya menjadi korban pencabulan sehingga para pemohon tidak bisa
melaporkan kasus tersebut karena kejahatan tersebut merupakan delik aduan absolute
sebagaimana dijelaskan dalam aya (2). Selanjutnya dalam Pasal 288 KUHP tidak disebutkan
batas umur yang belum waktunya untuk dikawini sehingga menimbulkan berbagai penafsiran
yang berbeda-beda mengebai batas waktu untuk dikawini.

Pasal 293 ayat (1) KUHP yang menyatakan “Barangsiapa dengan memberi atau
menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan
keadaan, atau dengan penyesatan sengaja membujuk seorang yang belum dewasa dan
berkelakuan baik untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia,
padahal dia tahu atau selayaknya harus diduganya bahwa orang itu belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Frasa “belum dewasa” bersifat multitafsir
dan beberapa dakwaan jaksa dan putusan majelis hakim memakai dasar hukum bagian 1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330.

Selanjutnya ayat (2) KUHP yang menyatakan “Penuntutan dilakukan hanya atas
pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu”. Merupakan benruk pasal
yang tidaak menjamin perlindungan yang benar-benar dirasakan oleh korban pencabulan dan
jelas bertentangan dengan hak konstitusi korban dan tidak sesuai Pasal 28D UUD 1945
“perlindungan dan kepastian hukum yang adil” dan bunyi Pasal 28G UUD 1945
“perlindungan kehormatan dan martabat” korban yang mengalami psikis tentu tidak berani
dalam melaporkan pelaku kepada pihak berwajib dan sangat jelas Pasal 293 KUHP ayat (2)
menghambat korban untuk menuntut pelaku. semestinya pasal 293 KUHP sebagai delik biasa
karena sebagai bentuk pelanggaran kesusilaan yang menyangkut masyarakat umum, dan hal
ini tentu akan memberikan penjelasan yang jelas bahwa kategori perbuatan percabulan
merupakan sebagai kategori perbuatan pelanggaran kesusilaan.

Pemohon melakukan uji tanggapan menggunakan google form pada tanggal 20 April
2021. Uji survei tersebut berisi alasan anak korban pencabulan, pelecehan seksual, kekerasan
seksual antara lain :

a. Takut diintimidasi atau takut diancam


b. Trauma
c. Ribet mengurus ke pihak berwajib
d. Takut menerima stigma negatif atau negative labbeling dari masyarakat
e. Tidak bisa membuktikan karena minim bukti
f. Merupakan aib
g. Takut mendapat cemoohan
h. Tidak percaya kepada pihak berwajib

Anda mungkin juga menyukai