BAB IX Safar (Bepergian)
BAB IX Safar (Bepergian)
orang yang melakukan safar disebut musafir. Secara bahasa, safar bermakna
membuka atau menyingkap. Secara istilah, para ulama mendefiniskkan safar dengan
keluar dari negeri atau daerah tempat bermukim menuju suatu tempat dengan jarak
jama’shalatnya. Bepergian dinamai safar karena dapat menyingkap wajah dan akhlaq
asli para musafir, sehingga saat safar, sifat-sifat asli yang tersembunyi saat muqim
menjadi nampak dan terlihat (Lisanul Arab 4/368). Terkait dengan definisi safar
tersebut, Para ulama berselisih pendapat mengenai batasan jarak sehingga disebut
safar sehingga boleh mengqashar shalat. Ada tiga pendapat dalam hal ini:
1. Jarak disebut safar jika telah mencapai 48 mil atau 85 km. Inilah pendapat
dari mayoritas ulama dari kalangan Syafi’i, Hambali dan Maliki. Dalil
صر ِان ويُ ْف ِطر ِان ِِف أ ْرب ع ِة بُُرٍد وْهى ِستَّة ٍ ََّو َكانَ ا ْبنُ ُع َم َر وابْ ُن عب
ُ اس رضى هللا عنهم ي ْق
عشر ف ْرس ًخا
“Dahulu Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas Ra mengqashar shalat dan tidak
(HR. Bukhari). Hadits ini disanggah sebagian ulama bahwa Hadits tersebut
mengqashar shalat.
286
2. Disebut safar jika telah melakukan perjalanan dengan berjalan selama tiga
hari tiga malam. Inilah pendapat ulama Hanafiyah. Dalil mereka adalah
mahramnya.” (HR. Bukhari). Begitu pula ulama ini berdalil dengan Hadits
‘Ali, ia berkata:
ثالثة أ ََّّيٍم وليالِي ُه َّن لِْل ُمسافِ ِر وي ْوًما ولْي لةً لِْل ُم ِقي ِم-صلى هللا عليه وسلم- ِاَّلل
َّ ولُ جعل ر ُس
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tiga hari tiga malam
3. Tidak ada batasan untuk jarak safar, selama sudah disebut safar, maka
menyebutkan bahwa Nabi Saw pernah menempuh jarak kurang dari yang
“Dari Yahya bin Yazid Al Huna-i, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada
ragu akan penyebutan hal ini-, lalu beliau melaksanakan shalat dua raka’at
287
(qashar shalat).” (HR. Muslim). Ibnu Hajar Al Asqolani menyatakan.
Itulah hadits yang paling shahih yang menerangkan masalah jarak safar
untuk bisa mengqashar shalat. Itulah hadits yang paling tegas.” (Fathul
Bari, 2: 567).
mereka menyanggah bahwa jarak yang dimaksud dalam hadits adalah jarak saat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai qashar, bukan jarak tujuan yang ingin
dicapai. Dalil lain yang mendukung pendapat ketiga ini adalah hadits dari Anas
،ك رضى هللا عنه قال صلَّى النَِِّب صلى هللا عليه وسلم ِِبلْم ِدين ِة أ ْرب ًعا ٍ ِس ب ِن مال
ْ ِ ع ْن أن
ي ْ وبِ ِذى
ِ ْ اْلُلْي ف ِة رْكعت
“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah shalat di Madinah empat raka’at, dan di Dzul Hulaifah
(saat ini disebut dengan: Bir Ali) shalat sebanyak dua raka’at.” (HR. Bukhari).
Padahal jarak antara Madinah dan Bir Ali hanya sekitar tiga mil.
untuk jarak safar, tidak juga memberikan batasan waktu atau pun tempat.
Berbagai pendapat yang diutarakan dalam masalah ini saling kontradiksi. Dalil
yang menyebutkan adanya batasan tidak bisa dijadikan alasan karena saling
kontradiksi. Untuk menentukan batasan disebut safar amatlah sulit karena bumi
sendiri sulit untuk diukur dengan ukuran jarak tertentu dalam mayoritas safar.
mutlak sebagaimana disebutkan oleh syari’at. Begitu pula jika syari’at mengaitkan
288
dengan sesuatu, kita juga harus menetapkan demikian pula. Initnya, setiap musafir
boleh mengqashar shalat di setiap keadaan yang disebut safar. Begitu pula tetap
berlaku berbagai hukum safar seperti mengqashar shalat, shalat di atas kendaraan
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat ketiga.
Selama suatu perjalanan disebut safar baik menempuh jarak dekat maupun jauh,
maka boleh mengqashar shalat. Kalau mau disebut safar, maka ia akan berkata,
“saya akan safar”, bukan sekedar berkata, “saya akan pergi”. (Lihat Shahih Fiqh
Sunnah, 1: 481). Kalau sulit untuk menentukan itu safar ataukah tidak, maka
pendapat jumhur (mayoritas ulama) bisa digunakan yaitu memakai jarak 85 km.
Berarti jika telah menempuh jarak 85 km dari akhir bangunan di kotanya, maka
1. Safar yang haram, yaitu safar untuk melakukan perkara yang Allah atau
2. Safar yang wajib, misalnya: safar untuk umrah yang wajib atau untuk
3. Safar sunnah, contohnya: safar untuk umrah yang tidak wajib, safar untuk
289
4. Safar mubah, misalnya: safar untuk perdagangan yang diperbolehkan dan
sebagaimana yang aku ketahui, tidak akan ada seorang pengendara pun
yang berjalan sendirian pada waktu malam hari.” (HR. Imam Bukhari)
Inilah macam-macam safar yang telah disebutkan ulama. Maka wajib bagi
setiap muslim untuk tidak melakukan safar yang haram dan hendaknya tidak
Ditinjau dari sisi hukumnya, safar terbagi atas tiga, yakni (1) safar Ta’at, (2)
safar Maksiat, dan (3) safar Mubah. Safar Ta’at adalah perjalanan yang dilakukan
dalam rangka menunaikaan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Diantara contoh
safar ta’at adalah perjalanan haji, umrah, jihad, silaturrahim, dan menziarahi
melakukan sesuatu yang dilarang syari’at, seperti safar ke suatu tempat dengan
maksud untuk berbuat maksiat, atau safar-nya seorang wanita tanpa disertai
duniawi yang dihalalkan secara syar’i, seperti perjalanan dagang, rekreasi yang tidak
jenis-safar/.html).
290
B. Akhlak Bepergian (Safar)
kepada tiga bagian, yaitu: (1) Adab sebelum safar; (2) Adab ketika safar; (3) Adab
setelah safar.
a. Melakukan shalat Istikharah, yaitu shalat sunnah dua raka’at kemudian berdo’a
dengan do’a Istikharah. Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata:
dua raka’at kemudian membaca doa solat sunat istikharah” (HR. Al-Bukhari).
b. Hendaknya bertaubat kepada Allah dari segala macam kemaksiatan yang telah
diperbuatnya dan beristighfar dari setiap dosa yang dilakukannya, karena dia
tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah ia melakukan safar dan tidak
mengetahui pula takdir yang menimpanya. Bagi seorang yang hendak safar
belanja) kepada yang wajib diberikan nafkah, dan meninggalkan uang belanja
kepada keluarganya (isteri, anak dan orang tua) dan meninggalkan kebutuhan
pokok yang dapat mencukupinya. Hendaknya seorang yang hendak safar tidak
291
c. Hendaknya melakukan safar (perjalanan) bersama dengan dua orang atau lebih.
Sebagaimana hadits:
dua syaitan, dan tiga pengendara (musafir) ialah rombongan musafir.” (HR.
d. Seorang musafir hendaknya memilih teman perjalanan yang shalih, yaitu orang
.كم
ُْ أحد إِذا كان ثالثةٌ ِ ِْف سف ٍر ف ْليُؤِم ُرْوا
“Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat
salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan.” (HR. Abu Daud).
292
“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk
pada hari Kamis dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk keluar (bepergian)
pada hari Kamis.” (HR. Bukhari dan Abu Daud). Di dalam riwayat yang lain
disebutkan:
Tirmidzi) Dan sangat disukai juga untuk memulai bepergian pada waktu al-
Dulajah, yaitu awal malam atau sepanjang malam, sebagaimana Hadits dari
“Hendaklah kalian bepergian pada waktu malam, karena seolah-olah bumi itu
293
“Aku menitipkan agamamu, amanahmu dan perbuatanmu yang terakhir kepada
kemudian berdoa:
اللَّ ُه َّم إِ ََّن ن ْسألُك ِِف، وإِ ََّن إَِل ربِنا ل ُمْن قلِبُ ْون،ُسْبحان الَّ ِذ ْي س َّخر لنا هذا وما ُكنَّا لهُ ُم ْق ِرنِْي
،ُ اللَّ ُه َّم ه ِو ْن علْي نا سفرَن هذا واطْ ِو عنَّا بُ ْعده، وِمن الْعم ِل ما ت ْرضى،سف ِرَن هذا الِْ َِّب والتَّ ْقوى
لسف ِر وكآب ِةَّ ِن أعُ ْوذُبِك ِم ْن و ْعث ِاء ا ِِ َّ ِ ِ ْ السف ِر و
ْ الل ُه َّم إ،اْللْي فةُ ِْف اْل ْه ِل َّ ب ِِف ِ َّ اللَّه َّم أنْت
ُ الصاح ُ
ِ الْمْنظ ِر و ُس ْوِء الْمْن قل
.ب ِِف الْم ِال واْل ْه ِل ُ
“Mahasuci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan
sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada
Rabb kami (di hari Kiamat). Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan
dan taqwa dalam perjalanan ini, kami memohon perbuatan yang membuat-Mu
bagi kami. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang mengurus
yang jelek dalam harta dan keluarga.” (HR. Muslim). Dalam Hadits yang lain
disebutkan:
اْل ْوِر
ْبو ُ َّ هللا صلَّى هللاُ علْي ِه وسلَّم إِذا ساف ر ي ت ع َّوذُ ِم ْن و ْعث ِاء
ِ السف ِر وكآب ِة الْمْن قل ِ كان رسو ُل
ُْ
.ال ِ ِ ِ
ِ وسوء الْمْنظ ِر ِِف اْل ْه ِل والْم، ود ْعوة الْمظْلُوم،ب عد الْكوِر
ُْ ْ ْ ْ
294
“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perjalanan jauh,
serta pemandangan yang buruk dalam keluarga dan hartanya.” (HR. Muslim)
.حنا
ْ َّسب ُكناَّ إِذا صعِ ْدَن كبَّ ْرَن و إِذا ن زلْنا
“Kami apabila berjalan menanjak mengucapkan takbir (Allahu Akbar) dan
ٍ ِ
ك
َّ ت ال ش ُ ثال: قال ر ُس ْو ُل هللا صلَّى هللاُ علْي ِه وسلَّم:ع ْن أِ ِْب ُهريْرة قال
ٌ ث دعوات ُم ْستجاِب
.ِ ود ْعوةُ الْوالِ ِد على ول ِده، ود ْعوةُ الْ ُمسافِ ِر،فِْي ِه َّن د ْعوةُ الْمظْلُ ْوِم
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tiga do’a yang pasti dikabulkan (mustajab) dan
tidak ada keraguan lagi tentang-nya, do’anya seorang yang dizhalimi, do’anya
musafir (orang yang melakukan perjalanan), do’a buruk orang tua terhadap
295
waktu malam hari, karena banyak serangga-serangga dan hewan melata yang
berbisa, juga binatang buas yang berkeliaran pada malam hari. Apabila
“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada
Rabb kami.” (HR. Muslim, Ahmad, dan al-Nasa-i). Apabila kembali dari
bepergian dan melalui bukit atau melalui tempat yang luas lagi tinggi,
، َتئِبُ ْون،اْل ْم ُد وُهو على ُك ِل ش ْي ٍء ق ِديٌْر آيِبُ ْون ُ لهُ الْ ُم ْل،ُال إِله إِالَّ هللاُ و ْحدهُ ال ش ِريْك له
ْ ُك وله
.ُ صدق هللاُ و ْعدهُ ونصر عْبدهُ وهزم ال ْحزاب و ْحده، لِربِنا ح ِام ُد ْون،اج ُد ْون ِ س،عابِدون
ُْ
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah Yang Mahaesa tiada
beribadah dan bersujud, serta selalu memuji Rabb kami. Dialah Yang
ِح
.ام ُد ْون آيِبُ ْون َتئِبُ ْون عابِ ُد ْون لِربِنا
296
“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada
Rabb kami.” (HR. Muslim, Ahmad dan an-Nasa-i). Hal ini berdasarkan
disukai untuk datang kembali dari bepergian pada malam hari tanpa
keluarganya pada waktu malam hari.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan di
ِع
.ًشيَّة كان الي ْد ُخ ُل إِالَّ ُغ ْدوًة أ ْو،ُكان النَِِّب صلَّى هللاُ علْي ِه وسلَّم اليطُْر ُق أ ْهله
“Rasulullah Saw tidak pernah mengetuk pintu (rumah keluarganya), tidak pula
masuk (ke rumah, setelah pulang dari bepergian) kecuali pada pagi hari atau
c. Shalat dua raka’at di masjid ketika tiba dari safar (perjalanan), sebagaimana
Hadits berikut:
297
“Sesungguhnya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah tiba dari
bepergian pada saat Dhuha, beliau masuk ke dalam masjid dan kemudian shalat
dua raka’at sebelum duduk.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Sedangkan dalam
Hadits Jabir bin ‘Abdillah Ra, ia berkata: “Aku pernah bepergian bersama
Rasulullah Saw. Ketika kami telah tiba di kota Madinah, beliau berkata
kepadaku:
ِ ْ رْكعت
.ي اُْد ُخ ِل الْم ْس ِجد فص ِل
Tulisan ini disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid
Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006 M. dan juga dinukil dari kitab
“Minhajul Muslim”. Karangan Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri. Judul dalam Bahasa
Hafidhuddin. Diterbitkan oleh PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, Cetakan
lakukan di saat mukim, maka ia shalat secara sempurna, dan jika ingat di
298
hendaknya ia mengqashar shalatnya. Jika seorang musafir shalat di
belakang orang yang mukim, maka ia shalat empat rakaat secara mutlak
ba'diyah isya'. Adapun shalat sunnah qabliyah fajar dan shalat witir, maka
tetap dilakukan. Orang yang musafir juga bisa melakukan Shalat Dhuha,
dikumandangkan adzan satu kali dan dua kali iqamat. Satu shalat satu
shalat. Menjamak antara dua shalat dalam perjalanan adalah sunnah ketika
dibutuhkan.
dan orang yang sedang sakit, maka boleh bagi mereka untuk menunaikan
5. Setiap orang yang dibolehkan untuk mengqashar shalat, maka boleh pula
299
6. Seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali bersama muhrimnya yaitu
suami atau setiap laki-laki yang sudah baligh, berakal yang haram atasnya
yang dibolehkan.
7. Jika musafir menjama' antara Shalat Maghrib dan Isya' (jama' taqdim),
maka baginya telah masuk waktu Shalat Witir. Inilah pendapat yang kuat
dari para ulama, dan tidak perlu menunggu sampai datangnya waktu shalat
Isya.
8. Jika seorang musafir menjadi makmum dan ia ragu apakah imam orang
yang mukim atau juga musafir, maka pada asalnya seorang makmum
9. Shalat Jum'at tidak diharuskan atas orang musafir yang sedang tinggal di
sebuah negeri selama ia masih berstatus musafir. Jika orang yang musafir
mengqasharnya. (https://eshaardhie.blogspot.com/2016/06/ringkasan-
adab-adab-safar-bepergian.html).
300
301