Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERKULIAHAN

AKUNTANSI
FORENSIK
DAN AUDIT
INVESTIGASI
Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa?

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

03
Fakultas Ekonomi dan Akuntansi S1 Tim Dosen
Bisnis

Abstract Kompetensi
Mata kuliah ini memberikan pendalaman kepada Setelah mengikuti mata kuliah ini,
mahasiswa tentang fraud dan tindakan korupsi dan mahasiswa di harapkan lebih up to
implementasi audit invetigasi baik disektor korporasi date dan enrich pada konsep audit
maupun Lembaga Publik.. investigasi di maksud dalam
membuat perencanaan audit
investigasi, melaksanakan audit
investigasi dan menyusun laporan
audit investigasi
Pokok Bahasan•

• Siapa yang melakukan kecurangan?


• Segitiga Kecurangan
• Elemen Tekanan,
• Elemen Kesempatan, dan
• Elemen Rasionalisasi
PENDAHULUAN

Bab ini mencakup beberapa prinsip dasar kecurangan. Dimulai dengan deskripsi tentang tipe
orang yang melakukan kecurangan. Kemudian, kita mendiskusikan mengapa orang
melakukan kecurangan, termasuk pembahasan mengenai segitiga kecurangan. Terakhir kita
membahas bagaimana individu yang jujur dapat diajak untuk berpartisipasi dalam skema
kecurangan. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar ini, Anda akan melihat pelaku
kecurangan dengan cara yang berbeda dan mulai memahami bagaimana teman atau kolega
yang dapat dipercaya akhirnya terlibat dalam kecurangan.
SIAPA YANG MELAKUKAN KECURANGAN?

Penelitian menunjukkan bahwa siapapun dapat melakukan kecurangan. Pelaku biasanya tidak
dapat dibedakan dari orang lain dengan dasar geografis atau karakteristik prikologis.
Sebagian besar pelaku kecurangan memiliki profil yang tampak seperti orang yang jujur.
Pelaku kecurangan lebih berpendidikan, lebih religius, memilikioptimisme, penghargaan
terhadap diri sendiri, kecukupan diri, pencapaian, motivasi dan harmoni dalam kelaurga
dibandingkan pelaku yang lain.
Pelaku kecurangan juga tampak lebih menunjukkan keterlibatan sosial, pengendalian diri,
kebaikan dan empati dibandingkan pelaku kejahatan lain.
Penting untuk memahami karakteristik pelaku kecurangan karena mereka tampak sangat
mirip dengan kebanyakan orang yang dicari organisasi untuk dipekerjakan sebagai pegawai,
diharapkan menjadi klien atau pelanggan, dan juga untuk dijadikan sebagai seorang pemasok.
Pengetahuan ini membantu kita untuk memahami bahwa :
1. Sebagian besar pegawai, pelanggan, pemasok dan mitra serta rekan bisnis dapat
memenuhi kriteria sebagai seorang pelaku kecurangan dan memiliki kemungkinan
untuk melakukan kecurangan
2. Sangat tidak mungkin untuk memprediksi lebih lanjut pegawai, pemasok, klien,
pelanggan dan pihak lain mana yang akan bertindak tidak jujur.
SEGITIGA KECURANGAN

Setiap pelaku kecurangan menghadapi beberapa jenis tekanan yang dirasakan. Sebagian
besar tekanan melibatkan kebutuhan keuangan, meskipun tekanan non-keuangan seperti
kebutuhan untuk dapat melaporkan hasil keuangan yang lebih baik daripada kinerja yang
sebenarnya, frustasi dengan pekerjaan atau bahkan tertantang untuk mengalahkan sistem
yang dapat memotivasi kecurangan. Saat seorang pelaku kecurangan menyadari bahwa dia
dapat menyembunyikan kecurangan yang dia lakukan maka dengan kata lain terdapat
peluang/kesempatan yang dimiliki.

Pelaku kecurangan membutuhkan cara untuk merasionalisasi tindakan mereka agar dapat
diterima. Misalnya: mereka tidak percaya bahwa apa yang dilakukan adalah “ilegal”,
walaupun ia menyadari bahwa hal ini bukanlah tindakan etis.

Pada kasus kecurangan manajemen, misalnya tekanan dapat menjadi suatu kebutuhan untuk
membuat laba terlihat lebih baik, atau untuk memenuhi kesepakatan utang yang telah dibuat
sebelumnya, kesempatan dapat muncul karena pengendalian internal perusahaan lemah dan,
rasionalisasi pembenarannya adalah “kami hanya mengolah pembukuan” sampai kita
mendapatkan cara penyelesaian yang lebih baik dari permasalahan ini.
ELEMEN TEKANAN, KESEMPATAN DAN RASIONALISASI

Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan tekanan yang berbeda yang memotivasi individu
untuk melakukan kecurangan demi kepentingan diri sendiri. Sebagian besar ahli kecurangan
percaya bahwa tekanan dapat dibagi menjadi :
1. Tekanan keuangan
2. Tekanan untuk melakukan perbuatan jahat
3. Tekanan terkait pekerjaan
4. Tekanan lainnya.

Tekanan Keuangan
Tekanan keuangan umumnya terkait dengan kecurangan yang menguntungkan pelaku secara
langsung, termasuk beberapa hal berikut:
1) Sifat serakah
2) Gaya hidup
3) Utang
4) Kredit
5) Kerugian keuangan secara pribadi
6) Kebutuhan keuangan yang tidak terduga

Tekanan untuk melakukan perbuatan jahat


Permasalahan yang terkait erat dengan tekanan keuangan adalah motivasi yang timbul oleh
adanya tekanan untuk melakukan perbuatan jahat seperti judi, obat-obatan terlarang, alkohol
dan lain-lain.
Tekanan untuk melakukan perbuatan jahat adalah jenis tekanan terburuk unruk melakukan
kecurangan. Contohnya seorang pegawai melakukan penggelapan karena memiliki
kerergantungan obat, seorang manager melakukan penggelapan terhadap perusahaan dengan
membongkar isi brankas dan jenis pencurian lain untuk mendukung kebiasaan mereka
terhadap obat-obatan terlarang.

Tekanan terkait pekerjaan


Tekanan keuangan dan tekanan untuk melakukan perbuatan jahat memotivasi sebagian besar
tindakan kecurangan, beberapa orang melakukan kecurangan bahkan terhadap atasan mereka
sendiri atau orang lain. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan adanya tekanan terkait
pekerjaan :
1) Sedikitnya pengakuan terhadap kinerja
2) Adanya perasaan tidak puas terhadap pekerjaan
3) Ketakutan akan kehilangan pekerjaan
4) Keinginan mendapatkan promosi
5) Upah yang tidak sesuai

Tekanan lainnya
Sebagian besar dari kita menghadapi tekanan dalam hidup kita. Kita memiliki kebutuhan
keuangan tertentu, kita membuat investasi bodoh atau bersifat spekulatif, kita dihadapkan
pada kebiasaan tertentu yang bahkan membuat kita ketagihan dan lain-lain. Sering kali kita
memiliki kesulitan untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
Bagi beberapa orang, menjadi orang yang sukses lebih penting daripada menjadi orang yang
jujur. Jika mereka ingin menngurutkan karakteristik pribadi yang paling berharga dalam
hidup mereka, sukses akan ada di peringkat yang lebih tinggi dibandingkan keinginannya
untuk memiliki integritas. Para psikolog mengatakan bahwa sebagian besar orang memiliki
harga dimana mereka akan bertidak tidak jujur. Individu dengan integritas tinggi dan
kesempatan yang rendah perlu tekanan yang cukup tinggi untuk bertindak tidak jujur. Tanpa
tekanan, kecurangan jarang terjadi.
ELEMEN KESEMPATAN

Kesempatan yang dimiliki untuk melakukan kecurangan, menyembunyikan atau untuk


menghindari adanya sanksi tegas adalah elemen kedua dari segitiga kecurangan. Terdapat 6
(enam) faktor utama yang dapat meningkatkan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk
melakukan kecurangan dalam organisasi :
1. Kurangnya pengendalian untuk mendeteksi dan/atau mencegah kecurangan
2. Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kerja
3. Kegagalan melakukan sanksi tegas terhadap pelaku kecurangan
4. Kurangnya akses terhadap informasi
5. Pengabaian, sikap apatis dan tidak adanya kapasitas yang sesuai
6. Kurangnya upaya melakukan jejak audit

Dari 3 (tiga) elemen fraud triangle, kesempatan mengendalikan fraud tersebut adalah
kesempatan. Perusahaan seharusnya peduli dan mampu untuk membangun sebuah proses,
prosedur dan kontrol serta tata kelola yang membuat semua pegawai dalam perusahaan tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan fraud dan yang efektif dapat mendeteksi fraud jika
hal tersebut terjadi. Namun, kesempatan sangat berkaitan dengan integsitas seseorang. Jika
karyawan dalam perusahaan memiliki integritas yang rendah dan perusahaan tidak
menerapkan pengendalian internal yang kuat sehingga memunculkan kesempatan untuk
melakukan fraud maka risiko terjadinya fraud dalam perusahaan tersebut akan semakin
tinggi. Hal tersebut dijelaskan pada gambar berikut:
ELEMEN RASIONALISASI

Hampir semua kecurangan melibatkan elemen rasionalisasi. Sebagian besar pelaku


kecurangan merupakan pelaku yagn baru pertama kali. Di satu sisi, mereka harus terus
merasionalisasi ketidak jujuran tindakan mereka. Rasionalisasi yang umum digunakan oleh
pelaku kecurangan antara lain:
a. Pelaku menganggap bahwa yang dilakukan sudah merupakan hal biasa/wajar
dilakukan oleh orang lain pula.
b. Pelaku merasa berjasa terhadap organisasi dan seharusnya ia menerima lebih
banyak dari yang telah diterimanya.
c. Pelaku menganggap tujuannya baik yaitu untuk mengatasi masalah, nanti akan
dikembalikan.

Rasionalisasi terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang


mengandung fraud. Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit
diukur. Bagi mereka yang terbiasa tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi
fraud dan kebalikannya.
Sumber

• Institut Akuntan Publik Indonesia, (2021), Standar Profesional Akuntan Publik


“Standar Jasa Investigasi 5300”, Salemba Empat, Jakarta.
• Priantara Diaz. 2013. Fraud Auditing & Investigation. Jakarta: Mitra Wacana Media
• Tuannakota, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif,. Edisi 2.
Jakarta : Salemba Empat.
• Zimbelman, Mark F., Conan C Albrecht., W Steve Albrecht., and Chad O Albrecht.
(2014). Akuntansi Forensik Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai