Anda di halaman 1dari 139

TEORI DAN APLIKASI

DESAIN EKSPERIMEN

Dr. Ir. Nelly Budiharti, MSIE

CV. Dream Litera Buana


Malang, 2018

--------- 1 ----------
TEORI DAN APLIKASI DESAIN EKSPERIMEN

©Dream Litera Buana


Malang November 2018
vi + 137 halaman, 15,5 x 23 cm

ISBN: 978-602-5518-57-7

Penulis:
Dr. Ir. Nelly Budiharti, MSIE

Editor: Herly
Tata letak: Muhammad Z. K
Desain cover: Ajib

Diterbitkan oleh:
CV. Dream Litera Buana
Griya Permata Alam, Blok KP 29
Ngijo, Karangploso, Kabupaten Malang
Email: dream.litera@gmail.com Website: www.dreamlitera.com
Anggota IKAPI No. 158/JTI/2015

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan
cara apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan pertama, November 2018

Distributor:
Dream Litera Buana

--------- 2 ----------
PENGANTAR PENULIS
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku “ Teori dan Aplikasi Desain Eksperimen “
Buku ini merupakan penyaduran dari buku Desain dan Analisis
Eksperimen, Sudjana 2017. Beberapa contoh data menggunakan hasil
analisa penelitian penulis yang di danai oleh Kemenristek Indonesia
berupa Penelitian Hiba Pasca Doktor Tahun ke 1, tahun anggaran 2018
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk menerbitkan buku ini
antara lain :
1. Dr. Ir. Lalu Mulyadi sebagai Rektor ITN Malang, yang telah
memberikan dukungan dan menyetujui untuk melaksanakan penelitian
dan menerbitkan buku ini.
2. Fourry Handoko, ST, SS, MT, Ph.D, sebagai ketua LPPM ITN
Malang yang telah memperlancar proses pengajuan, pelaksanaan dan
pelaporan ke DRPM Kemenristek serta mensuport penerbitan buku ini
3. Kemenristek yang telah membiayai pelaksanaan penelitian dan
penerbitan buku ini dengan no kontrak : 079/SP2H/LT/K7/2018
4. Arif Subasir dan Dian yang telah mengetik konsep Buku ini
5. Ananda Amik dan Daim yang selalu menyemangati penulis
6. Kepada semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan
namanya.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga buku ini dapat memberi


manfaat bagi yang menggunakannya.
Malang, Oktober 2018

Ir. Nelly Budiharti, MSIE


NIP: 103 900 0213

--------- 3 ----------
DAFTAR ISI

Pengantar Penulis ............... 3


Daftar Isi ............... 4
Bagian I Pendahuluan ............... 5
Bagian II Analisa Varians ............... 11
Bagian III Desain Acak Sempurna ............... 14
Bagain IV Desain Blok Acak ............... 31
Bagian V Desain Bujur Sangkar ............... 54
Bagian VI Desain Faktoral ............... 65
Bagian VII Faktor dengan Taraf Kualitatif dan Kuantitatif ............... 99
Daftar Pustaka ............... 135

--------- 4 ----------
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Desain Eksperimen


Untuk perkembangan ilmu dan teknologi maka perlu adanya
riset atau penelitian yang dilakukan baik itu di bidang industri, kimia,
pertanian, peternakan, dan lain sebagainya. Di dalam dunia riset atau
penelitian, tidak lepas dari menggunakan metode statistika. Dalam
penggunaannya metode statistik harus sesuai dengan metode dan
teknik yang sesuai untuk pengumpulan, penyajian, penganalisaan,
dan pengambilan kesimpulan mengenai populasi berdasarkan data
yang akan diperoleh. Salah satu cara untuk menganalisa hasil
penelitian adalah dengan cara menggunakan desain eksperimen.
Desain eksperimen merupakan suatu rancangan percobaan yang
dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan atau
diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti. Analisa dengan
desain eksperimen mempunyai metode analisa penyelesaian sesuai
dengan kondisi percobaan penelitian yang dilakukan dan memiliki
langkah-langkah lengkap yang perlu diambil sebelum eksperimen
dilakukan agar supaya data yang semestinya diperlukan dapat
diperoleh sehingga akan membawa kepada analisis obyektif dan
kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas.

1.2. Tujuan Desain Eksperimen


Desain suatu eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan
berguna dalam melakukan penelitian persoalan yang akan dibahas.
Namun demikian, untuk mendapatkan semua informasi yang berguna
sebaiknya desain dibuat sesederhana mungkin.
Penelitian yang akan dilakukan hendaknya dilakukan seefisien
mungkin mengingat waktu, biaya, tenaga, dan bahan yang digunakan.
Data yang diperoleh berdasarkan desain yang sesuai dan tepat akan
dapat mempercepat proses analisis dan akan diperoleh pengambilan
keputusan yang tepat dan benar disamping juga bersifat ekonomis.
Penggunaan desain eksperimen berupaya untuk memperoleh
informasi yang maksimum dengan menggunakan biaya yang
minimun.

--------- 5 ----------
1.3. Prinsip Dasar yang Digunakan dalam Desain Eksperimen
Dalam pelaksanaan desain eksperimen, kita perlu mengerti tentang
prinsip-prinsip dasar yang lazim digunakan dan dikenal. Prinsip-
prinsip tersebut ialah replikasi, pengacakan, dan kontrol lokal.
Ketiga prinsip dasar yang digunakan dalam perencanaan
eksperimen adalah:
a. Replikasi
Replikasi dapat diartikan sebagai pengulangan eksperimen dasar.
Dalam kenyataannya replikasi ini diperlukan oleh karena dapat:
- Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai
untuk menentukan panjang interval konfidens (selang kepercayaan)
atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk
penetapan taraf signifikan daripada perbedaan-perbedaan yang
diamati.
- Menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan
eksperimen.
- Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik
mengenai efek rata-rata sesuatu faktor.
b. Pengacakan
Pada setiap prosedur pengujian, asumsi-asumsi tertentu perlu
diambil dan dipenuhi agar supaya pengujian yang dilakukan
menjadi berlaku. Salah satu di antaranya adalah bahwa
pengamatan-pengamatan berdistribusi independen. Asumsi ini
sukar untuk dapat dipenuhi, akan tetapi dengan jalan berpedoman
kepada prinsip sampel acak yang diambil dari sebuah populasi atau
berpedoman pada perlakuan acak terhadap unit eksperimen, maka
pengujian dapat dijalankan seakan-akan asumsi yang telah diambil
terpenuhi.
c. Kontrol lokal
Kontrol lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip
desain yang harus dilakukan. Biasanya merupakan langkah-
langkah atau usaha-usaha yang berbentuk penyeimbangan,
pemblokan, dan pengleompokan unit-unit eksperimen yang
digunakan dalam desain. Jika replikasi dan pengacakan pada
dasarnya akan memungkinkan berlakunya uji keberartian, maka
kontrol lokal menyebabkan desain lebih efisien, yaitu
menghasilkan prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.
- Pengelompokan diartikan sebagai penempatan sekumpulan
unit eksperimen yang homogen ke dalam kelompok-
kelompok agar supaya kelompok yang berbeda memungkinkan
untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda pula.

--------- 6 ----------
- Pemblokan berarti pengalokasian unit-unit eksperimen ke
dalam blok sedemikian sehingga unit-unit dalam blok secara
relatif bersifat homogen sedangkan sebagian besar dari variasi
yang dapat diperkirakan di antara unit-unit telah baur dengan
blok.
Selain ketiga prinsip dasar tersebut maka perlu juga untuk
memahami istilah yang penting dalam desain eksperimen antara lain
yaitu:
a. Perlakuan
Perlakuan dapat diartikan sebagai sekumpulan kondisi eksperimen
yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup
desain yang dipilih. Perlakuan ini bisa berbentuk tunggal jika
memberikan efek samping sendiri-sendiri dari perlakuan yang
diberikan kepada suatu benda eksperimen/variabel respon dan
dikatakan sebagai perlakuan kombinasi jika efek perlakuan-perlakuan
terhadap variabel respon terjadi dalam bentuk gabungan dari beberapa
perlakuan tunggal yang terjadi secara bersamaan.
b. Unit eksperimen
Unit eksperimen yang dimaksudkan di sini adalah unit yang dikenai
perlakuan tunggal (mungkin merupakan gabungan beberapa faktor)
dalam sebuah replikasi eksperimen dasar.
c. Kekeliruan eksperimen
Kekeliruan eksperimen merupakan kegagalan dari dua unit eksperimen
identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini
bisa terjadi karena kekeliruan pada waktu menjalankan eksperimen,
variasi bahan eksperimen, variasi antara unit eksperimen dan pengaruh
gabungan semua faktor tambahan yang mempengaruhi karakteristik
yang sedang dipelajari.
Kekeliruan eksperimen diusahakan sekecil-kecilnya. Cara yang
sering digunakan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan tersebut antara
lain dengan jalan menggunakan bahan eksperimen yang homogen,
menggunakan informasi yang sebaik-baiknya tentang variabel yang telah
ditentukan dengan tepat, melakukan eksperimen seteliti-telitinya dan
menggunakan desain eksperimen yang lebih efisien.

1.3. Efek dan Interaksi


Dalam banyak penelitian, sering terlibat dengan lebih dari satu
macam variabel bebas yang memberikan efek, pengaruh atau akibat pada
variabel tak bebas atau variabel respon yang hasilnya ingin diketahui. Bisa
juga berhadapan dengan variabel respon yang nilainya berubah-ubah
dikarenakan efek variabel bebas dengan nilai yang berubah-ubah pula.
Untuk keperluan desain, variabel bebas akan dinamakan faktor dan nilai-

--------- 7 ----------
nilai atau klasifikasi-klasifikasi daripada sebuah faktor dinamakan taraf
faktor. Faktor biasanya dinyatakan dengan huruf kecil, sedangkan taraf
faktor dinyatakan dengan angka.
Antara faktor-faktor yang memberikan efek pada variabel respon,
bisa bebas atau interdependen satu sama lainnya atau bisa (pada umumnya
memang demikian) interdependen sehingga akan terjadi interaksi di antara
faktor-faktor. Dalam analisis desain eksperimen, hal demikian
mengakibatkan perlunya untuk menentukan efek utama daripada faktor-
faktor dan pula efek interaksi antara faktor-faktor.

1.4. Langkah-Langkah Membuat Desain Eksperimen


Dalam menyelesaikan persoalan perlu memperhatikan desain yang
akan digunakan. Dalam menentukan kepastian desain yang akan dipilih
maka perlu diketahui adanya beberapa hal-hal pokok yang telah
dirumuskan oleh Kempthorne dalam Sudjana, 2017, sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah atau persoalan yang akan dibahas
2. Merumuskan hipotesa
3. Menentukan teknik dan desain eksperimen yang diperlukan
4. Memeriksa semua hasil yang mungkin dan latar belakang atau alasan-
alasan agar supaya eksperimen setepat mungkin memberikan informasi
yang diperlukan
5. Mempertimbangkan semua hasil yang mungkin ditinjau dari prosedur
statistika yang diharapkan berlaku untuk itu, dalam rangka menjamin
dipenuhinya syarat-syarat yang diperlukan dalam prosedur tersebut
6. Melakukan eksperimen
7. Menggunaan teknik statistika terhadap data hasil eksperimen
8. Mengambil kesimpulan dengan jalan menggunakan derajat
kepercayaan yang wajar yang sesuai dengan kondisi objek penelitian.
9. Membandingkan dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya dan
penelitian lain mengenai masalah yang sama

1.5. Tes Keseragaman Data


Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil percobaan tersebut
maka dapat dibuat peta kontrol yang menggambarkan apakah data yang
ada melebihi batas kontrol yang ada.
Adapun langkah-langkah pembuatan peta kontrol adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data
Data diambil dari proses/perlakuan yang sama
2. Pengelompokan data
Data dikelompokkan berdasarkan lot, sampel, dan jumlah kelompok
3. Menghitung nilai X rata-rata

--------- 8 ----------
𝑋1 + 𝑋2 + ⋯ + 𝑋𝑛 ∑ 𝑋1
̅=
X =
𝑁 𝑁
4. Menghitung Standart Deviasi (SD)
∑(𝑋1 − 𝑋̅)2
�𝑆𝐷 = √
𝑁−1
5. Menghitung batas atas dan batas bawah
Batas Kontrol Atas (BKA) = 𝑋̅ + k . ó𝑥

GT = 𝑋̅ (rata-rata)

Batas Kontrol Bawah (BKB) = 𝑋̅ + k . ó𝑥

Di mana: k = tingkat kepercayaan


ó = SD
ó𝑥 = ó / √ n
6. Membuat peta kontrol
Memasukkan dan menggambarkan data yang telah ada ke dalam peta
kontrol, untuk melihat apakah ada data yang melebihi batas atas dan
kurang dari batas bawah.

X
BKA
𝑋̅ rata-rata
BKB

No pengamatan

7. Menarik kesimpulan dari chart yang telah dibuat

1.6. Tes Kecukupan Data


Dalam melakukan percobaan atau eksperimen ada satu hal penting
yang juga harus dipertimbangkan. Hal tersebut adalah kecukupan data
percobaan. Maksud dari adanya tes kecukupan data tersebut adalah agar
data yang penulis peroleh tersebut dapat mencakup dan mewakili seluruh
populasi untuk mencapai kesimpulan yang mewakili populasi yang ada.
Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan untuk mewakili
seluruh populasi tersebut sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
a. Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dari hasil pengamatan
b. Tingkat kepercayaan (level of confidence) dari hasil pengamatan
Dengan mengetahui tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan
yang sesuai maka dapat ditetapkan jumlah data yang seharusnya dibuat
(N`) dengan menggunakan rumus tes kecukupan data sebagai berikut:

--------- 9 ----------
2
𝑘
√𝑁(∑ 𝑋 2 ) − (∑ 𝑋)2
𝑁` = [𝑠 ]
(∑ 𝑋)
Di mana:
N` = jumlah pengamatan yang seharusnya diamati
N = pengamatan pendahuluan (secara sembarang)
s = tingkat ketelitian
k = tingkat kepercayaan
Tingkat kepercayaan 68% berarti k = 1
Tingkat kepercayaan 95% berarti k = 2
Tingkat kepercayaan 99% berarti k = 3
Jika ternyata dari hasil pengamatan diperoleh harga N` <
N maka pengamatan berarti cukup sedangkan jika terjadi
sebaliknya N` > N, maka pengamatan berarti tidak cukup atau
perlu penambahan data.

--------- 10 ----------
BAB II
ANALISA VARIANS

2.1. Model I (Model Tetap)


Model ini membawa kita kepada hipotesis bahwa tidak terdapat
perbedaan diantara efek-efek k buah perlakuan yang terdapat di dalam
eksperimen, hipotesis ini biasanya dirumuskan sebagai
H ∶ � τi = 0 untuk i = 1, 2, ..., k...................II (1)
Jika H benar, maka RJK yang berasal dari kekeliruan eksperimen dan RJK
yang berasal dari antar perlakuan masing-masing merupakan taksiran
untuk σϵ2 .
Karena ϵij ~DNI�(0, σϵ2 ), maka perbandingan yang ditentukan oleh:
P RJK�(antar�perlakuan)
F = E = RJK�(kekeliruan�eksperimen) ...............II (2)
berdistribusi F dengan dk pembilang ʋ1 = k – 1 dan dk penyebut ʋ2 = Σ(ni
– 1). Jika harga F di atas lebih besar daripada Fα(ʋ1, ʋ2) dengan α merupakan
taraf signifikansi, maka hipotesa H akan ditolak. Kesimpulannya ialah
bahwa terdapat perbedaan di antar efek k buah perlakuan.

2.2. Model II (Model Acak)


Untuk Model II, hipotesisnya yaitu tidak terdapat perbedaan di
antara efek-efek semua perlakuan di dalam populasi dimana sebuah
sampel telah diambil sebanyak k perlakuan. Perumusan hipotesis untuk
model ini biasa ditulis sebagai:
H ∶ � σ2τ = 0..................................II (3)
Pengujian untuk model ini juga sama dengan pengujian untuk model
tetap. Jadi ditentukan perbandingan
F = P/E ..........................II (4)
dengan distribusi dan daerah penolakan hipotesis seperti dalam model
tetap yang disebutkan di atas.
Perbedaannya terletak pada kesimpulan yang dibuat. Yang pertama
hanya berlaku untuk k buah perlakuan yang terdapat dalam eksperimen,
sedangkan yang terakhir ini berlaku untuk populasi perlakuan berdasarkan
sebuah sampel terdiri dari k buah perlakuan yang diambil dari populasi
itu.
Beberapa asumsi perlu diambil agar pengujian statistik yang akan
diambil menjadi berlaku. Asumsi yang biasa diambil dalam ANAVA ialah

--------- 11 ----------
sifat aditif, linieritas, normalitas, indipenden dan homoginitas variansi.
Model yang digunakan adalah model linier dengan persamaan
Yij = µ + 𝜏i + 𝜖ij ; (i=1, 2, …, k; j=1, 2, …, nk).................II (5)
dengan:
Yij = variable yang akan dianalisis, dimisalkan berdistribusi normal,
µ = efek umum atau efek rata-rata yang sebenarnya
𝜏i = efek yang sebenarnya daripada perlakuan ke-1
𝜖ij = efek yang sebenarnya daripada unit eksperimen ke-j yang
berasal dari perlakuan ke-i

𝜖ij juga berisikan efek-efek lain daripada faktor-faktor tambahan. Akan


tetapi, dengan pengacakan kita dapat mengharapkan hilangnya efek-efek
tersebut terhadap hasil akhir. Juga masih dimisalkan bahwa µ berharga
tetap dan efek 𝜖ij berdistribusi normal dan identik dengan rata-rata 0 dan
variansi 𝜎𝜖2 yang akan ditulis sebagai 𝜖ij ∼ DNI (0,σ2ϵ ).
Mengenai 𝜏i ada dua pilihan yang dapat diambil, ialah:
k

1)�∑ τi = 0, yang menggambarkan bahwa kita hanya berurusan


i=1 dengan k buah perlakuan selama eksperimen.
Kejadian ini Kita namakan ANAVA Model I atau
tetap atau singkatnya
model tetap.
2)�τi �~�DNI�(0, σ2τ ), yang menggambarkan bahwa kita berurusan dengan
sebuah populasi perlakuan sedangkan sebuah sampel
acak perlakuan sebanyak k buah diambil sebagai
eksperimen
Kejadian ini Kita namakan Model II atau
model komponen variansi atau model efek acak
atau singkatnya model acak.

Penentuan salah satu dari kedua model di atas sangat penting


karena akan menentukan berlakunya ui signifikansi berdasarkan adanya
RJK yang diharapkan atau ekspektasi RJK, disingkat ERJK.
Untuk model tetap, ERJK antar perlakuan besarnya 𝜎𝜖2 +  ni𝜏i2 / (k – 1)
dan ERJK untuk kekeliruan eksperimen sama dengan 𝜎𝜖2. Adapun untuk
model acak, kedua ERJK tersebut besarnya berturut-turut sama dengan
𝜎𝜖2 + no𝜎𝜖2 dan 𝜎𝜖2 dengan no = (ni - ni2/ni)/(k – 1).

Daftar ANAVA disertai ERJK untuk model tetap diberikan di


bawah ini, Contoh Untuk Desain Acak sempurna
DAFTAR II (1) ANAVA MODEL TETAP
UNTUK DESAIN ACAK SEMPURNA

--------- 12 ----------
Sumber
Dk JK RJK ERJK
Variasi

Rata-rata 1 Ry R ̶
Antar k–1 Py P σϵ2 + ∑ ni τ2i /(k − 1)
perlakuan ∑(ni − k) Ey E = sϵ2
Kekeliruan σ ϵ2

Jumlah ∑ ni ∑ Y2 ̶

Apabila model yang terjadi merupakan model acak, maka daftar


ANAVA dan ERJK dapat dilihat seperti dalam Daftar II (2)

DAFTAR II (2) ANAVA MODEL ACAK


UNTUK DESAIN ACAK SEMPURNA
Sumber
Dk JK RJK ERJK
Variasi

Rata-rata 1 Ry R ̶
Antar k–1 Py P σϵ2 + � no �σ2τ
perlakuan ∑(ni − k) Ey E = sϵ2 σ ϵ2
Kekeliruan

Jumlah ∑ ni ∑ Y2 ̶ ̶

Setelah ERJK untuk sumber-sumber variasi antar perlakuan dan


kekeliruan ditentukan, kesimpulan statistik sekarang dapat di lakukan.
Kesimpulan ini, tepatnya pengujian statistik yang membawa kepada
kesimpulan, akan bergantung pada model yang diambil.

--------- 13 ----------
BAB III
DESAIN ACAK SEMPURNA

3.1. Pendahuluan
Dalam bab ini akan ditinjau macam-macam eksperimen di mana
kita hanya mempunyai sebuah faktor yang nilainya berubah-ubah.
Eksperimen demikian disebut eksperimen faktor tunggal. Faktor yang
diperhatikan dapat memiliki sejumlah taraf dengan nilai yang bisa
kuantitatif, kualitatif, bersifat tetap ataupun bersifat acak. Pengacakan
mengenai eksperimen tidak ada pembatasan, dan dalam hal demikian kita
peroleh desain yang diacak secara sempurna atau secara singkat kita sebut
saja desain acak sempurna. Jadi desain acak sempurna adalah desain di
mana perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak kepada unit-unit
eksperimen. Karena bentuknya sederhana, maka desain ini banyak
digunakan. Akan tetapi satu hal harus diingat ialah bahwa desain ini hanya
dapat digunakan apabila persoalan yang dibahas mempunyai unit-unit
eksperimen yang bersifat homogen.

3.2. Analisa Variansi Untuk Desain Acak Sempurna


Untuk analisis data yang diperoleh berdasarkan desain eksperimen,
khususnya desain acak sempurna, akan ditinjau desain dengan sebuah
observasi tiap unit eksperimen. Misalkan ada k buah perlakuan di mana
terdapat n1 unit eksperimen untuk perlakuan ke-i (i=1, 2, ..., k). Jika data
pengamatan dinyatakan dengan Yij (i=1, 2, ..., k) dan (j=1, 2, ..., ni), Yij
berarti nilai pengamatan daripada unit eksperimen ke-j karena perlakuan
ke-1, maka untuk keperluan analisisnya, data tersebut sebaiknya disusun
dalam daftar seperti berikut:

DAFTAR III (1)


DATA PENGAMATAN UNTUK DESAIN ACAK SEMPURNA
(TIAP PERLAKUAN BERISI ni PENGAMATAN)

--------- 14 ----------
Perlakuan
Jumlah
1 2 ...... K

Y11 Y21 ........... Yk1


Y12 Y22 ........... Yk2
........... ........... ...........
Data
........... ........... ...........
Pengamatan
........... ........... ...........
........... ........... ...........
........... Y2n2 ...........
Y1n1 Yknk
k
Jumlah J1 J2 ........... Jk J = ∑ Ji
i=1
k
Banyak
n1 n2 ........... nk ∑ n𝑖
Pengamatan
i=1
k
Rata-Rata ̅1
Y ̅2
Y ........... ̅k
Y ̅
Y = J⁄∑ ni
i=1

Dari daftar seperti ini kemudian dihitung besaran-besaran yang


diperlukan ialah:

Jumlah nilai pengamatan untuk tiap perlakuan


k

Ji = ∑ Yij
j=1
Jumlah seluruh nilai pengamatan
k

J = ∑ Ji
i=1
Rata-rata tiap perlakuan
̅i = Ji ⁄ni
Y
Rata-rata seluruh nilai pengamatan
k
̅
Y = J⁄∑ ni
i−1
Harga-harga ini dapat dilihat dalam daftar di atas.
Selanjutnya diperlukan:
 Y2 = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) semua nilai pengamatan

--------- 15 ----------
k n𝑖

= ∑ ∑ Yij2
i=1 j=1
Ry = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rata-rata
k
2
= J ⁄∑ ni
i=1
Py = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antar perlakuan
k
̅i − Y
= ∑ ni (Y ̅)2
i=1
k

= ∑(Ji2 ⁄ni ) − R y
i=1
Ey = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) kekeliruan eksperimen
k ni
2
̅i )
= ∑ ∑(Yij − Y
i=1 j=1

= ∑ Y 2 − R y − Py

Setelah harga-harga di atas diperoleh, maka disusun sebuah daftar


analisis variasi, disingkat ANAVA, seperti dapat dilihat di halaman
berikut. Terlihat ada tiga sumber variasi, ialah: rata-rata, antar perlakuan,
dan kekeliruan eksperimen. Harga RJK (rata-rata jumlah kuadrat-kuadrat)
untuk tiap sumber variasi didapat dengan jalan membagi JK (jumlah
kuadrat-kuadrat) oleh dk (derajat kebebasan) masing-masing

DAFTAR III ( 2 )
ANAVA UNTUK DATA DALAM DAFTAR (1)
Jumlah
Derajat Rata-Rata Jumlah
Kuadrat-
Sumber Variasi Kebebasan Kuadrat-Kuadrat
Kuadrat
(dk) (RJK)
(JK)

--------- 16 ----------
Rata-rata 1 Ry R = Ry

Antar perlakuan k–1 Py P = Py/(k – 1)

Kekeliruan Eksperimen k Ey E = Ey/(ni – 1)


(Dalam perlakuan) ∑(ni − 1)
i=1 (sc2 = E)
k

Jumlah ∑ ni .Y2 −
i=1

Contoh III (1):


Misalkan kita ingin menguji hipotesis bahwa tidak terdapat
perbedaan mengenai efek 5 macam bibit kedelai produksi dalam negeri
terhadap hasil panen. Selanjutnya dimisalkan bahwa semuanya tersedia 20
bidang (kotakan) tanah untuk melakukan percobaan (dikatakan bahwa
tersedia 20 kotakan eksperimen). Untuk ini, bibit merupakan faktor
dengan 4 taraf dan hanya satu-satunya faktor yang dipertimbangkan. Jadi
kita berhadapan dengan eksperimen faktor tunggal. Agar supaya diperoleh
desain acak sempuna, maka bibit harus digunakan secara acak kepada
kotakan eksperimen, caranya ialah dengan jalan memberi nomor 1, 2, ...,
20 kepada kotakan eksperimen. Urutan yang pertama kali diambil
menyatakan macam bibit yang harus digunakan untuk kotakan eksperimen
No.1, urutan ke 2 yang diambil kedua kalinya menyatakan macam bibit
yang harus digunakan untuk kotakan eksperimen No.2, dan begitu
seterusnya.

Contoh III (2):


Empat macam jenis bibit kedelai produksi dalam negeri dalam
rangka percobaan untuk meningkatkan jumlah produksi. Budidaya
dilakukan di 18 petak tanah yang berbeda lokasi kemudian dicatat hasil
produksi setelah selesai percobaan sesuai dengan waktu panen .

Tabel 3 ( 1 ) Hasil Panen /Produksi Kedelai Indonesia (Dalam Ons)

Jenis Bibit Kedelai Indonesia


Jumlah
Raja Mutiara
Dena1 Dega1
Basa 1

--------- 17 ----------
12 14 6 9
Hasil Panen (Produksi) 20 15 16 14
Ons/ 100 m2 23 10 16 18
10 19 20 19
17 22
Jumlah 82 80 58 60 280

Banyak Pengamatan 5 5 4 4 18

Rata-rata 16,4 16,0 14,5 15,0 15,56


Sumber : Sudjana, Desain dan Analsis Eksperimen, 2017

Model yang berlaku untuk soal ini ialah:


Yij = μ + τi� + 𝜖ij..........................III (1)
dengan: Yij = produksi kedelai untuk ke-j akibat ditanam di lokasi
ke-i (i = 1, 2, 3, 4 sedangkan j = 1, 2, ..., 5 untuk i = 1, 2,
3, 4 untuk i = 3, 4)
μ = efek rata-rata sebenarnya
τi� = efek karena makanan ke-i
𝜖ij = efek unit eksperimen ke-j dengan kondisi tanah ke-i
Asumsi-asumsi lainnya juga perlu diambil yaitu: Yij berdistribusi
normal dan ϵij ~DNI�(0, σ2ϵ ).
Hipotesis yang akan diuji bergantung pada asumsi mengenai
macam bibit τi. Jika kita berhadapan hanya dengan 4 macam bibit ini
maka kita memiliki Model I (Model Tetap) dan hipotesisnya berbentuk:
H ∶ � τi = 0; … … … … III�(2)�. . . . i = 1, 2, 3, 4�dengan� ∑ τi = 0,
yang berarti tidak ada perbedaan mengenai efek jenis bibit itu terhadap
hasil panen/ produksi
Akan tetapi, jika keempat macam bibit ini merupakan sampel acak
dari sejumlah jenis bibit yang masih banyak yang lainnya lagi ( Sudah
banyak jenis bibit yang telah dibudidayakan/ ditemukan ), maka kita
berhadapan dengan Model II (Model Acak) dan hipotesisnya berbentuk:
H ∶ � σ2τ = 0 … … … … … III�(3) … … dengan�asumsi�τi ~DNI(0, σ2τ )
yang berarti tidak ada perbedaan mengenai efek semua macam bibit dari 4
jenis bibit yang dicobakan.
Untuk eksperimen yang diberikan di atas, kita ingin diselidiki
adalah efek keempat macam jenis bibit; jadi kita berhadapan dengan
model tetap. Harga-harga yang diperlukan untuk ANAVA adalah:

--------- 18 ----------
Ry (280)2
= = 4.355,56
18
By 822 802 582 602
= Py = + + + − 4.355,56 = 10,24
5 5 4 4
(B = bibit)
Σ Y2
= 122 + 202 + ⋯ + 182 + 192 = 4.738
Ey = 4.738 − 4,355,56 − 10,24 = 372,20

Dengan menggunakan Daftar 3 (1) diperoleh daftar ANAVA di


bawah ini:

Tabel 3 (2) Aanava Untuk Data Dalam Daftar 3 (1)


Sumber Variasi dk JK RJK ERJK F

Rata-rata 1 4.355,56 4.355,56 ̶


Jenis bibit 3 10,24 3,41 σϵ2+(M)*) 0,128
Kekeliruan 14 372,20 26,59 σϵ
Jumlah 18 4.738 ̶ ̶ ̶

*) Untuk menyingkat dalam hal Model I, untuk ERJK sering ditulis


dengan simbol ∅(B) = (5τ12 + 5τ22 + 4τ23 + 4τ24 )/3,� di mana B
menyatakan makanan

Statistik F = P/ E ..........III (4)


memberikan : F = 3,41/26,59 = 0,128

Jika untuk ini diambil taraf signifikansi α = 0,05, maka dari Daftar
D (dalam Apendiks) untuk distribusi F dengan ʋ1=3 dan ʋ2=14 didapat F
= 3,34. Karena F = 0,128 lebih kecil dari 3,34 maka hipotesis diterima. Ini
berarti keempat macam bibit ini telah memberikan pengaruh yang sama
terhadap hasil panen/produksi. jenis bibit kedelai apapun dari yang empat
macam ini akan digunakan pengaruhnya sama saja ( tidak ada perbedaan )

3.3. UJI RATA-RATA SESUDAH ANAVA


Dalam ANAVA dengan Model I telah diuji mengenai hipotesis
bahwa tidak terdapat perbedaan di antara k buah taraf perlakuan. Jika
pengujian menghasilkan hipotesis yang ditolak, berarti terdapat perbedaan
yang berarti (sangat berarti, bergantung pada α yang diambil) di antara
taraf-taraf perlakuan, maka adalah wajar akan timbul pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:

--------- 19 ----------
- rata-rata taraf perlakuan yang mana yang berbeda?
- apakah rata-rata taraf perlakuan kesatu berbeda dengan rata-rata taraf
perlakuan yang kedua, dengan rata-rata taraf perlakuan yang ketiga,
dengan rata-rata taraf perlakuan yang keempat?
- apakah rat-rata traf pertama dan kedua berbeda dari rat-rata taraf ketiga
dan keempat?
- dapatkah disimpulkan rata-rata taraf kedua dua kali rata-rata taraf
ketiga?
- dan sebagainya
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan demikian, bergantung pada
kapan pemilihan perbandingan atau kontras seperti di atas ditentukan;
apakah sebelum eksperimen dilakukan atau sesudah data dikumpulkan.

3.3.1. Kontras Ortogonal


Jika perbandingan atau kontras mengenai rata-rata perlakuan telah
direncakan terlebih dahulu sebelum eksperimen dilakukan, maka dengan
hati-hati kontras dapat dipilih di mana banyak kontras tidak boleh
melebihi banyak derajat kebebasan (dk) untuk rata-rata perlakuan. Metode
yang biasa digunakan dalam hal ini disebut metoda kontras ortognal.

Definisi: (1 )
Kontras Cp untuk kombinasi linier beberapa jumlah perlakuan J i, i = 1, 2,
..., k (pengamatan untuk tiap perlakuan sama banyak ialah sama dengan n)
didefinisikan sebagai:
Cp = C1pJ1 + C2pJ2 + ... + CkpJk
dengan C1p + C2p + ... + Ckp = 0

Contoh ( 1 ) :
Untuk membandingkan perlakuan kesatu dan perlakuan kedua
misalnya, kita dapat membentuk kontras C1 berbentuk:
C1 = J1 – J2. Kita lihat bahwa koefisien J1 sama dengan +1 sedangkan
koefisien J2 sama dengan -1. Jadi C11 = +1 dan C21 = -1 sehingga C11 + C21
= +1 – 1 = 0. Kontras C1 seperti di atas dapat dipakai untuk menyelidiki
apakah rata-rata perlakuan kesatu sama pengaruhnya dengan rata-rata
perlakuan kedua. Jika yang akan dibandingkan mengenai perlakuan kesatu
dan kedua terhadap perlakuan ketiga misalnya, kita dapat mengambil
kontras:

Definisi ( 2 ) :
Dua kontras Cp dan Cq dikatakan kontras ortogonal jika:
Cp = C1pJ1 + C2pJ2 + ... + CkpJk
Cq = C1qJ1 + C2qJ2 + ... + CkqJk

--------- 20 ----------
asalkan
k

∑ C1q Ciq = 0
i=1
dan tiap perlakuan mengandung n buah pengamatan

Contoh ( 2 ):
Kita ambil Contoh, 4 perlakuan jenis bibit kedelai jadi perlakuan
mempunyai dk = 3. Karenanya kita dapat membentuk kumpulan kontras
paling banyak terdiri dari 3 buah. Salah satu di antaranya ialah:
C1 = J1 − J4
C2 = J2 – J3
C3 = J1 − J2 − J3 + J4
Dapat dilihat bahwa C1, C2, dan C3 masing-masing merupakan sebuah
kontras, karena jumlah koefisien untuk C1 (1 = 1, 2, 3) masing-masing
sama dengan nol. Kontras C1 membandingkan antara rata-rata perlakuan
kesatu dan keempat, kontras C2 antara perlakuan kedua dan ketiga
sedangkan kontras C3 membandingkan antara rata-rata perlakuan kesatu
dan keempat dengan rata-rata perlakuan kedua dan ketiga. Untuk melihat
apakah C1, C2, dan C3 membentuk kumpulan kontras ortogonal, kita susun
daftar koefisien kontras sebagai berikut

J1 J2 J3 J4
C1 +1 0 0 −1
C2 0 +1 −1 0
C3 +1 −1 −1 +1

Jumlah hasil kali koefisien-koefisien C1 dan C2 adalah


(+1)(0) + (0)(+1) + (0)(−1) + (−1)(0) = 0.
Jadi C1 dan C2 merupakan kontras-kontras ortogonal. Demikian pula hasil
kali koefisien-koefisien C1 dan C3 besarnya = 0, karena (+1)(+1) + (0)(−1)
+ (0)(−1) + (−1)(+1) = 0.
Jadi C1 dan C3 membentuk kontras-kontras ortogonal. Akhirnya kita lihat
jumlah hasil kali koefisien-koefisien C2 dan C3. Besarnya = (0)(+1) +
(+1)(−1) + (−1)(−1) + (0)(+1) = 0.
Ternyata C2 dan C3 juga merupakan dua kontras ortogonal. Dengan
demikian C1, C2, dan C3 ketiga-tiganya membentuk kumpulan kontras
ortogonal.

--------- 21 ----------
Kontras-kontras ortogonal ini dapat dipakai untuk
membandingkan antara pengaruh perlakuan yang satu dengan yang
lainnya. Adapun jumlah kuadrat-kuadrat kontras disingkat JK (Cp),
dengan rumus:
C2p
JK�(Cp ) = � .......................... (1)
n ∑ C2ip
Jika banyak pengamatan tiap perlakuan = n. Selanjutnya, RJK (Cp)
untuk tiap kontras yang mempunyai dk = 1 dibandingkan dengan RJK
(kekeliruan) yang mempunyai dk = (ni – 1), seperti persamaan statistik
berikut:
RJK(Cp )
F�(Cp) = � ....................(2)
RJK�(kekeliruan)
Statistik ini dipakai untuk menguji hipotesis:
H : Cp = 0, tolak H jika statistik F(Cp) dari Rumus II (4) lebih besar dari
Fα(1, )
yang didapat dari daftr distribusi F dalam Apendiks ( = taraf
(ni−1)
signifikansi).

Contoh ( 3 ):
Kita gunakan pengujian kontras dari contoh di atas. Di situ telah
didapat bahwa terdapat perbedaan yang berarti di antara hasil rata-rata ke-
4 jenis bibit kedelai Indonesia. Sekarang akan diuji kumpulan kontras
seperti telah diberikan dalam Contoh III (1) di atas, yaitu:
C1 = J1 − J4
C2 = J2 – J3
C3 = J1 − J2 − J3 + J4
Kita dapatkan hipotesis:
H1 : C1 = 0 atau ekivalen dengan H1 : B1 = B4
H2 : C2 = 0 atau ekivalen dengan H2 : B2 = B3
H3 : C3 = 0 atau ekivalen dengan H3 : B1 + B4 = B2 + B3
Dengan mengambil harga-harga yang tercantum dalam Daftar 3
(1) dan dengan menggunakan Rumus (1) diperoleh:
{82 − (60)}2
JK�(C1 ) = = 44,4
5(1)2 + 4(1)2
{80 − (58)}2
JK�(C2 ) = = 53,78
5(1)2 + 4(1)2
{82 − 80 − (58) + (60)}2
JK�(C3 ) = = 0,89
5(1)2 + 5(1)2 + 4(1)2 + 4(1)2
Dari daftar 3 (2) telah diperoleh RJK (kekeliruan) = 26,59 dengan dk =
14. Karenanya, Rumus (2) memberikan
F (C1) = 44,44/26,59 = 1,67
F (C2) = 53,78/26,59 = 2,02

--------- 22 ----------
F (C3) = 0,89/26,59 = 0,03
Apabila α = 0,05 maka dari daftar distribusi F didapat F0,05(1,14) = 4,60.
Kita lihat bahwa H1 dan H2 serta H3 diterima.
Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan hasil panen/produksi antara
jenis bibit kedelai Rajabasa dengan Dega1, Mutiara 1
dengan Dena1 serta Raja Basa dan Dega1 dengan
Mutiara1 dan Dena1
Metode kontras ortogonal banyak digunakan dalam analisis desain
eksperimen. Untuk banyak pengamatan dalam tiap perlakuan masing-
masing sama dengan n, caranya telah diberikan di atas. Jika tiap perlakuan
berukuran berlainan, yakni perlakuan ke-i berisikan pengamatan sebanyak
ni, i = 1, 2, ..., k, maka kontras Cp didefinisi sebagai:
Cp = C1pJ1 + C2pJ2 + ... + CkpJk
dengan n1C1p + n2C2p + ... + nkCkp = 0
dan dua kontras Cp dan Cq ortogonal apabila
k

∑ ni Cip Ciq = 0
i=1
Untuk pengujian kontras ini diambil jumlah kuadrat-kuadrat kontras JK
(Cp):
C2p
JK(Cp ) = ∑ n C2 ............................. (3)
i ip
Sedangkan cara melakukan pengujiannya sama seperti telah dijelaskan di
atas.

3.3.2. Pengujian Rata-Rata Sesudah Eksperimen Lainnya


Metode kontras ortogonal untuk menyelidiki perbandingan antara
rata-rata perlakuan, digunakan apabila peneliti ingin mengadakan
perbandingan tersebut diambil sebelum eksperimen dilakukan.
Perbandingan dapat dipilih seperti telah diruaikan di atas dan ini tidak
akan mengganggu resiko α dari ANAVA. Apabila penyelidikan
perbandingan antara perlakuan ditentukan sesudah data diperiksa, jadi
setelah pengujian ANAVA dilakukan, maka α tidak akan berubah. Ini
dikarenakan bahwa penentuan yang diambil tidak secara acak melainkan
berdasarkan hasil yang telah dicapai. Meskipun demikian, perbandingan
antara perlakuan masih dapat dilakukan dengan metode-metode khusus,
diantaranya:

a) Uji rentang Newman – Keuls


b) Uji Scheffe
Penggunaan kedua cara ini akan dijelaskan di bawah ini,
a) Uji Rentang Newman – Keuls

--------- 23 ----------
Langkah-langkah utama untuk melakukan uji Newman – Keuls ini
adalah:
1. Menyusun k buah rata-rata untuk perlakuan menurut urutan nilainya,
dari yang paling kecil sampai kepada yang terbesar
2. Dari daftar ANAVA, diambil harga RJK kekeliruan disertai dk nya
3. Menghitung kekeliruan baku rata-rata untuk tiap perlakuan dengan
rumus:
RJK�(kekeliruan)
�sY̅i = √ ni
.......................... (1)
RJK (kekeliruan) juga didapat dari daftar ANAVA.
4. Menentukan taraf signifikansi α, lalu gunakan daftar Rentang Student
yang tercantum dalam Apendiks, Daftar E. Daftar ini mengandung dk
= υ dalam kolom kiri dan p dalam baris atas. Untuk uji Newman –
Keuls, diambil υ = dk dari RJK (kekeliruan) dan p = 2, 3, ..., k. Harga-
harga yang didapat dari badan daftar sebanyak (k – 1) untuk υ dan p
supaya dicatat.
5. Kalikan harga-harga yang didapat di titik 4 di atas masing-masing
dengan sY̅i . Dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan
rentang signifikan terkecil (RST).
6. Bandingkan selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil dengan RST
untuk p = k, selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil kedua
dengan RST untuk p = (k – 1), dan seterusnya. Demikian pula kita
bandingkan selisih rata-rata terbesar kedua dan rata-rata terkecil
dengan RST untuk p = (k – 1), selisih rata-rata terbesar kedua dan rata-
rata terkecil kedua dengan RST untuk p = (k – 2), dan seterusnya.
Dengan jalan begini, semuanya akan ada ½k (k – 1) pasangan yang
harus dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat lebih besar
daripada RST nya masing-masing, maka disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang berarti di antara rata-rata perlakuan.
Untuk menjelaskan hal yang diuraikan di atas, marilah kita perhatikan
contoh berikut.

Contoh ( 4 ):
Kita selidiki mengenai pengaruh waktu tanam terhadap rata-rata
hasil panen/ produksi. Supaya lebih mudah kita gunakan data yang
dikoding, dengan mengurangi tiap data dengan 50.

--------- 24 ----------
Tabel 3 ( 3 ) Hasil Panen/ Produksi Kedelai Indonesia (Dalam Ons)

Waktu Tanam

Mei Juni Juli Agustus

50 62 46 45
Hasil Panen
61 56 43 42
(Produksi)
64 55 45 41
Ons/ 100 m2
50 60 45 39
55 59 39 43

Tabel 3 ( 4 ) Hasil Panen /Produksi Kedelai Indonesia (Dalam Ons)


Waktu Tanam
Jumlah
Mei Juni Juli Agustus

--------- 25 ----------
0 12 -4 -5
Hasil Panen (
11 6 -7 -8
Produksi )
14 5 -5 -9
Ons / 100 m2
6 10 -5 -11
5 9 11 -7
Jumlah 36 42 -32 -40 6

Banyak Pengamatan 5 5 5 5 20

Rata-rata 7,2 8,4 -6,4 -8,0 0,3


Sumber: Sudjana, Desain dan analisis Eksperimen,2017

Ry (6)2
= = 1,8
20
Wy 362 422 −322 −402
= Py = + + + − 1,8 = 1,135
5 5 5 5
ΣY2
= 62 + 52 + ⋯ + (−11)2 + (−8)2 = 1,340
Ey
= 1.340 − 1,8 − 1,135 = 203,2

Tabel 3 ( 5 ) Anava Untuk Data Dalam tabel 3 ( 4 )


Sumber
dk JK RJK ERJK F
Variasi

Rata-rata 1 1,8 1,8 ̶


Jenis bibit 3 1,135 378,3 σϵ2+(M)*)
Kekeliruan 16 203,2 12,7 σϵ 29,79
Jumlah 20 1,340 ̶ ̶ ̶

rata-rata : ‒8,0 ; ‒6,4 ; 7,2 ; 8,4


perlakuan : 4 3 1 2
Dari daftar ANAVA diperoleh RJK (kekeliruan) = 2,7 dengan dk = 16
Kekeliruan baku rata-rata untuk tiap perlakuan besarnya
12,7
sY̅i = √5
= 1,59
Dari daftar E, dalam Apendiks, dengan υ = 16 dan α = 0,05 didapat
P = 2 3 4
rentang = 3,00 3,65 4,05

--------- 26 ----------
Mngalikan harga rentang yang diperoleh dengan 1,59, maka didapat RST
untuk tiap p sebagai berikut:
P = 2 3 4
RST = 4,77 5,80 6,44
Langkah terakhir menghasilkan perbandingan antara perlakuan
2 lawan 4 → 16,4 > 6,44
2 lawan 3 → 14,8 > 5,80
2 lawan 1 → 1,2 < 4,77
1 lawan 4 → 15,2 > 5,80
1 lawan 3 → 13,6 > 4,77
3 lawan 4 → 1,6 < 4,77
Dari langkah terakhir ini kita lihat bahwa terdapat perbedaan antara
perlakuan 2 dan 4, 2 dan 3, 1 dan 4 dan 1 dan 3, yaitu panen/produksi Juni
berbeda dengan hasil panen Juli, hasil Mei berbeda dengan hasil Agustus,
hasil Mei berbeda dengan hasil Agustus dan hasil Mei berbeda dengan
hasil Juli. Perbandingan lainnya tidak memberikan perbedaan yang
berarti.
b) Uji Scheffe
Uji Newman-Keuls digunakan untuk membandingkan pasangan
rata-rata perlakuan, Cara ini yang dibandingkan setiap dua hasil
perlakuan. Sering dikehendaki untuk mengadakan perbandingan tidak saja
berbentuk berpasangan, melainkan merupakan kombinasi linier diaripada
perlakuan, khususnya berbentuk kontras. Uji Scheffe memungkinkan
untuk melakukan hal ini, di mana kontrasnya tidak perlu ortogonal.
Karena kontras lebih umum daripada perbandingan berpasangan, maka
akibatnya uji Scheffe lebih umum daripada uji Newman-Keuls.
Langkah-langkah yang diempuh untuk menggunakan uji Scheffe
adalah:
1. Menyusun kontras Cp yang diinginkan dan lalu hitung harganya.
2. Mengambil taraf signifikansi α , derajat kebebasan υ1 = (k – 1) dan υ2
= (Σ n1 – k), untuk ANAVA supaya dihitung nilai kritis Fα(υ1, υ2).
3. Menghitung A = � √(k − 1)F dengan F yang didapat dari langkah 2 di
atas.
4. Menghitung kekeliruan baku tiap kontras yang akan diuji, dengan
rumus
2
s(Cp ) = √RJK�(kekeliruan)�x� ∑ n1 cip
5. Jika harga kontras Cp lebih besar daripada A x s(Cp), maka hasil
pengujian dinyatakan signifikan. Atau, jika |Cp | > �붸�𝑥�𝑠(Cp ), maka
kita tilak hipotesis bahwa kontras antara rata-rata seama dengan nol.

--------- 27 ----------
Langkah-langkah di atas akan jelas kiranya apabila diperhatikan
contoh berikut:

Contoh (5):
Misalkan untuk data dalam Daftar 3 (1) kita bermaksud untuk
membandingkan rata-rata perlakuan kesatu dan rata-rata perlakuan
kedua, dan membandingkan perlakuan kesatu dengan tiga
perlakuan lainnya. Kontrasnya untuk kedua hal ini adalah:
C1 = J1 ‒ J2
C2 = 3J1 ‒ J2 ‒ J3 ‒ J4
Nampak bahwa C1 dan C2 tidak ortogonal. Untuk menyelidiki kedua
kontras di atas dengan Uji Scheffe, menurut langkah-langkah di
atas kita peroleh:
C1 = 36 – 42 = ‒6
C2 = 3(36) – 42 – (‒32) – (‒40) = 138
Dari daftar ANAVA, Daftar 3 (1) didapat υ1 = 3, υ2 = 16 dan untuk
α = 0,05 diperoleh F = 3,24.
��������������A = √3(3,24) = 3,12
dan s(C1 ) = � √(12,7){5(1)2 + �5(−1)2 } = 11,27
s(C2 ) = � √(12,7){5(3)2 + �5(−1)2 + 5(−1)2 + +5(−1)2 }
�= 27,60
Untuk C1, didapat A x s(C1) = 35,16 dan karena |Cp | = 6 < 35,16 maka
kontras C1 tidak signifikan. Antara perlakuan kesatu dan perlakuan kedua
tidak berbeda secara berarti. Ini cocok dengan hasil berdasarkan uji
Newman-Keuls.
Untuk C2, didapat A x s(C2) = 86,11 dan karena C2 = 138 > 86,11 maka
kontras C2 bersifat signifikan. Ini menyatakan adanya perbedaan hasil
perlakuan pertama dengan ketiga perlakuan lainnya.

3.4. Batas-Batas Konfidensi Untuk Rata-Rata


Kita ambil Model I yang terdiri dari k buah taraf perlakuan. Data
sampel untuk model ini dapat dilihat dalam Daftar (1) dengan rata-rata
perlakuan ke i sama dengan Y ̅i �(i = 1, 2, … , k). Sampel tersebut tentu saja
telah diambil dari sebuah populasi dengan rata-rata populasi untuk tiap
perlakuan sama dengan μi (i = 1, 2, … , k). Pertanyaan yang timbul setelah
ANAVA dilakukan ialah menaksir rata-rata μi dan menentukan interval
konfidensi (1 – α) 100% untuk rata-rata μi . Cukup jelas hendaknya bahwa
titik taksiran atau harga taksiran untuk μi ialah Y ̅i .
Untuk menentukan interval taksiran parameter μi diperlukan
kekeliruan baku rata-rata perlakuan ke-i yang dihitung dengan Rumus
(6), yang dapat ditulis pula sebagai:

--------- 28 ----------
sY̅i = √E⁄ni ........................ (1)
Interval konfidensi (1 – α) 100% untuk μi dihitung dengan menggunakan:
̅i − t1−1⁄ α √E⁄ni < � μi < ̅
Y Yi + t1−1⁄ α √E⁄ni .............(2)
2 2
dengan t1−1⁄ didapat dari daftar distribusi Student (Daftar B, dalam

Apendiks) dengan dk = dk untuk sumber variasi kekeliruan.
Contoh ( 6 ):
Untuk menghitung interval konfidensi 95% untuk rata-rata perlakuan μi
dari hasil ANAVA dalam Daftar 3 (1) menghasilkan
sY̅i = √E⁄ni = √12,7/5 = 1,59
Dari daftar distribusi Student dengan dk = 16 didapat harga t0,9750 = 2,120;
sehingga interval konfidensi untuk μi dengan
̅i = 7,2�adalah�
Y
7,2 − (2,12)(1,59) < μi < 7,2 + (2,12)(1,59)
atau�3,83 < μi < 10,57
Karena harga-harga ini didapat dari data dengan cara koding (dikurangi
50) maka harga sebenarnya harus ditambah 50.
Hasilnya: 53,58 < μi <60,57.
Batas-batas konfidensi untuk taksiran rata-rata lainnya dapat
ditentukan dengan cara yang sama.

3.5. Komponen Variansi


Dalam contoh-contoh telah kita lihat bagaimana pengujian
pengaruh rata-rata tiap taraf perlakuan dilakukan dengan jalan
menggunakan ANAVA. Demikian pula cara-cara pengujian dengan
menggunakan kontras ortogonal dan penentuan interval konfidensi untuk
rata-rata taraf perlakuan. Langkah-langkah tersebut dilakukan terhadap
analisis pengaruh taraf perlakuan berdasarkan model tetap.
Untuk model acak atau Model II, biasanya peneliti tidak tertarik
pada pengujian seperti di atas, melainkan pada taksiran komponen
variansi.
Pada daftar ANAVA untuk model acak dengan Persamaan (1). Di
situ nampak bahwa ERJK untuk kekeliruan hanya berisikan sebuah
komponen variansi, ialah σ2ϵ . Hal ini memang demikian oleh karena hanya
faktor ϵij yang menyebabkan atau menghasilkan variasi di antara unit-unit
eksperimen. Namun, ERJK untuk perlakuan ternyata berisikan dua
komponen variansi ialah σ2ϵ dan σ2τ . Karena JK untuk perlakuan
melukiskan variasi antara rata-rata daripada semua pengamatan yang
dicatat untuk tiap perlakuan dan karena rata-rata tersebut akan bervariasi
disebabkan oleh adanya variasi antara perlakuan dan variasi antara unit-
unit eksperimen dalam perlakuan, maka ERJK untuk perlakuan berisikan

--------- 29 ----------
kedua komponen variansi tersebut di atas. Dengan demikian dalam model
acak, kita dapat menghitung berapa besar variansi di dalam eksperimen
dapat dianggap sebagai akibat adanya perbedaan rata-rata perlakuan dan
berapa besar disebabkan oleh karena kekeliruan acak sekitar rata-rata
tersebut. Untuk menaksir variansi σ2ϵ dan σ2τ digunakan taksiran tak
biasnya masing-masing. Ternyata bahwa taksiran tak biasnya untuk σ2ϵ
ialah sϵ2 = E. Selanjutnya, apabila taksiran tak bias untuk σ2τ dinyatakan
dengan sτ2 , maka ternyata bahwa taksiran tak bias untuk (σ2ϵ + no σ2τ )
adalah (sϵ2 + no sτ2 ).
Dari daftar ANAVA, harga sτ2 dapat dihitung apabila diambil (sϵ2 +
no sτ2 ) = P dengan sϵ2 = E dan
no = (∑ ni − ∑ n2i / ∑ ni )/(k − 1).

Contoh ( 7 ):
Lihat Contoh Model Acak pada daftar 3 (1) Dari uraian di atas kita
dapatkan bahwa taksiran tak bias untuk σ2ϵ adalah sϵ2 = 12,7
sedangkan untuk (σ2ϵ + 3σ2τ ) ialah (sϵ2 + 3sτ2 ) = 378,3.
Mensubstitusikan harga sϵ2 = 12,7 ke dalam persamaan terkahir ini,
didapat sτ2 = 121,9. Karena variansi untuk keseluruhannya = s2 =
(sϵ2 + sτ2 ), maka s2 = 134,6. Dari sini didapat (121,9/134,6) x 100%
= 90,56% dari variansi keseluruhan yang dapat dianggap sebagai
akibat pebedaan antara kelompok dan hanya 9,43% disebabkan
oleh adanya kekeliruan dalam kelompok.
Dalam desain yang lebih rumit nanti, akan ternyata bahwa
penentuan harga-harga komponen variansi sangat penting untuk
menentukan efisiensi desain. Untuk hal ini, di sini akan diambil definisi
tentang efisiensi sebuah desain berdasarkan variansi rata-rata perlakuan
sY̅2i , yaitu:
Kita katakan bahwa desain pertama lebih efisien daripada desain
kedua apabila sY̅2i desain pertama lebih kecil daripada sY̅2i desain
kedua.
Jika variansi rata-rata perlakuan dari kedua desain dibandingkan
dan dinyatakan dalam persen, maka diperoleh efisiensi relatif,
disingkat ER. Jadi
ER�(desain�I�terhadap�desain�II)
2
̅ (desain�II)
sY
�������������������������������= � i
�x100%
s2Y
̅ (desain�I)
i

--------- 30 ----------
BAB IV
DESAIN BLOK ACAK

4.1. Pendahuluan
Dalam suatu penelitian terkadang kita tidak bisa menghindari
keterlibatan faktor lain selain faktor yang akan kita amati, yang akan kita
analisa dan kita peroleh kesimpulannya. Dalam desain blok ada 2 faktor
yang terlibat namun kita hanya akan melakukan pengamatan dan analisa
serta hanya akan mengambil kesimpulan dari salah satu faktor saja yang
lebih penting dari 1 faktor lainnya.
Dalam kasus seperti ini kekeliruan acak tidak hanya merupakan
kekeliruan eksperimen akan tetapi juga termasuk variasi antara faktor lain
yang terlibat. Desain eksperimen bertujuan untuk mengurangi terjadinya
kekeliruan eksperimen, maka desain yang lebih baik perlu ditemukan.
Desain dimaksud dalam kasus ini dinamakan desain blok acak yang
diuraikan di bawah ini.

4.2. DESAIN BLOK LENGKAP ACAK


Desain acak sempurna tidak dapat menghilangkan variasi
kekeliruan antara faktor lain yang terlibat . Agar dapat mengurangi
terjadinya kekeliruan eksperimen, maka bukan saja pengambilan sampel
untuk perlakuan jenis bibit saja tetapi faktor lokasi atau waktu tanam perlu
dilakukan . Dengan jalan demikian keadaan yang lebih bersifat homogen
akan tersedia untuk melakukan percobaan terhadap jenis bibit. Kumpulan
unit-unit untuk mencapai kelompok homogen dinamakan blok dan
pengacakan, karenanya terbatas di dalam blok.
Untuk contoh penelitian penggunaan macam jenis bibit, maka
lokasi tanam atau waktu tanam merupakan blok lengkap dan dalam tiap
blok terjadi pengacakan, maka desain yang demikian dinamakan desain
blok lengkap acak.
Secara umum, desain blok lengkap acak adalah sebuah desain dengan
1) Unit-unit eksperimen dikelompokkan ke dalam blok sedemikan
sehingga unit-unit eksperimen di dalam blok secara relatif bersifat
homogen dan banyak unit eksperimen di dalam sebuah blok sama
dengan banyak perlakuan yang sedang diselidiki.
2) Perlakuan dikenakan secara acak kepada unit-unit eksperimen di dalam
tiap blok.

--------- 31 ----------
Untuk keperluan analisis desain blok lengkap acak diambil model
linier bersifat aditif berbentuk:
�Yij = μ + βi + πj + ϵij .................. IV (1)
i = 1, 2, … , b�(banyak�blok)
j = 1, 2, … , p�(banyak�perlakuan)
dengan Yij = variabel yang diukur
μ = efek rata-rata (umum)
βi = efek blok ke-i
πj = efek perlakuan ke-j
ϵij = efek unit eksperimen dalam blok ke-i karena perlakuan
ke-j
Di sini masih perlu diambil asumsi bahwa
b

∑ βi = 0�dan�ϵij ~DNI�(0, σ2ϵ )


i=1
Asumsi mengenai πj , seperti dalam Bab II, masih bergantung pada apakah
kita mempunyai model tetap (Model I) ataukah model acak (Model II).
Hasil pengamatan untuk desain dengan model di atas biasanya
diatur seperti dalam daftar berikut.

DAFTAR IV (1)
BAGAN PENGAMATAN UNTUK DESAIN BLOK LENGKAP
ACAK
PERLAKUAN
Blok Jumlah Rata-rata
1 2 ... P
1 Y11 Y12 ... Y1p J10 ̅10
Y
2 Y12 Y22 ... Y2p J20 ̅20
Y
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
B Yb1 Yb2 ... Ybp Jbo ̅bo
Y
Jumlah Jo1 Jo2 ... Jop J ―
Rata-rata ̅10
Y ̅20
Y ̅op
Y ― ̅oo
Y

Untuk jumlah dipakai simbol Joj (j = 1, 2, ..., p) untuk menyatakan jumlah


hasil pengamatan perlakuan ke-j dan Jio (i = 1, 2, ..., b) untuk menyatakan
jumlah pengamatan dalam blok ke-i. Demikian pula untuk rata-ratanya
telah dipakai simbol ̅
Yoj yang menyatakan rata-rata pengamatan untuk

--------- 32 ----------
̅io rata-rata pengamatan dalam blok ke-i. Simbol Y
perlakuan ke-j dan Y ̅oo
dipakai untuk menyatakan rata-rata dari seluruh hasil pengamatan.
Untuk menyusun dafar ANAVA, seperti biasa diperlukan harga
jumlah kuadrat-kuadrat berbagai sumber variasi, ialah:
b p

∑ Y = ∑ ∑ Yij2
2

i=1 j=1
R y ������� = � J2 ⁄bp
b
2
By ������� = � ∑(Jio ⁄p) − R y
i=1
p
2
Py ������� = � ∑(Joj ⁄b) − R y
j=1

Ey���� ���� = � ∑ Y 2 − R y − Py − By
Dengan demikian, daftar ANAVA untuk desain blok lengkap acak
bentuknya seperti dalam Daftar IV (2)

DAFTAR IV (2)
ANAVA UNTUK DESAIN BLOK LENGKAP ACAK
SATU PENGAMATAN TIAP UNIT EKSPERIMEN
(MODEL TETAP)
Sumber
dk JK RJK ERJK
Variasi
Rata-rata 1 Ry R ―
Blok b–1 By B σ2ϵ + p ∑ β2i /(b − 1)
Perlakuan p–1 Py P
Kekeliruan (b – 1)(p – 1) Ey E σ2ϵ + b ∑ π2j /(p − 1)
σ2ϵ
Jumlah bp ∑ Y2 ― ―

Hipotesis untuk model tetap (Model I) dengan asumsi ∑ πj = 0,


tentunya
H : πj = 0 untuk ( j = 1, 2, ..., p).............. IV (2)
yang berarti tidak terdapat perbedaan mengenai rata-rata efek tiap
perlakuan yang dapat diuji dengan menggunakan statistik
F = P/E .................IV (3)

--------- 33 ----------
Tolak hipotesis H jika F lebih besar daripada Fα(ʋ1 ,ʋ2 ) yang didapat dari
daftar distribusi F dengan dk pembilang ʋ1 = (p – 1), dk penyebut ʋ2 = (b
– 1)(p – 1) dan taraf signifikansi 𝛼.
Bagaimana halnya dengan efek daripada blok? Kita lihat bahwa
perlakuan telah dipilih secara acak untuk digunakan terhadap unit
eksperimen dalam tiap blok. Akan tetapi pembentukan blok tidak
dilakukan secara acak (karena diperlukannya sifat homogen dalam tiap
blok). Ini mengakibatkan tidak dapat dilakukannya pengujian statistis
mengenai efek daripada blok. Dengan kata lain, dalam desain blok hanya
terhadap efek perlakuan saja pengujian dilakukan dan tidak terhadap efek
blok.
Apabila selanjutnya dikehendaki interval konfidensi rata-rata tiap
efek perlakuan μj = (μ + πj ), maka diperlukan taksiran daripada σ2ϵ , ialah
sϵ2 = E dan juga variansi rata-rata perlakuan
sY̅2oj = E⁄b = sϵ2 ⁄b....................... IV (4)
Dengan koefisien konfidensi (1 – 𝛼) kita peroleh interval konfidensi (1 –
𝛼) 100% untuk μj dengan rumus
̅oj − t1−α⁄2 √E⁄b < μj < Y
�Y ̅oj + t1−α⁄2 √E⁄b........... IV (5)
Tentulah t1−α⁄2 didapat dari daftar distribusi Student dengan dk = (b –
1)(p – 1).

Contoh IV (1) :

Pemilihan Varietas Kedelai Produksi Dalam Negeri


Dengan Lokasi Tanam Terhadap Hasil produksi
Untuk Memenuhi Kebutuhan

Nelly Budiharti1, ING Wardana2


1 National Technology Institute, 65145, Malang-Indonesia
2Mechanical
Engineering Department of Brawijaya University, 65145, Malang-Indonesia
Email : nelly@lecturer.itn.ac.id

Abstrak.
untuk mengatasi ketahanan pangan, pemerintah mempunyai
Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJN) tahun 2005- 2025 yang
menyimpulkan bahwa sampai tahun 2019 Indonesia masih defisit kedelai
nasional lebih dari 229 %. Tujuan dari penelitian ini adalah : Melakukan
penanaman Kedelai Produksi dalam negeri di berbagai lokasi dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini dilakukan dengan cara
eksperimen menggunakan 5 varietas unggul yang ditanam di 3 kecamatan

--------- 34 ----------
di kabupaten Malang, provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pengolahan dan
Analisa data menggunakan desain eksperimen yaitu desain blok acak
dengan tingkat kepercayaan 95 % . Hasil penelitian diperoleh bahwa
penyebab hasil produksi yang berbeda bukan dikarenakan penggunaan
varietas yang berbeda. Varietas kedelai produksi dalam negeri memiliki
profil masing-masing. Banyak faktor dalam pemilihan varietas kedelai
produksi dalam negeri antara lain yaitu ukuran dan warna.
Keywords : Varietas Kedelai, Kedelai Produksi Dalam Negeri, Hasil
produksi

1. Pendahuluan
Manfaat kedelai yang begitu besar dan banyak kegunaannya,
sehingga pelaku industri berminat untuk mengembangkan berbagai sektor
industri yang berbahan baku kedelai. Lebih jelas lagi dapat dilihat pada
pohon industri kedelai seperti pada gambar dan tabel di bawah ini.

--------- 35 ----------
Gambar 1. Pohon industri kedelai (Marwoto dan Hilman, Y.2005: 14).

Dalam kenyataannya kebutuhan kedelai ini diperoleh dari import.


Sampai dengan tahun 2019 (Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional/RPJMN, Direktorat Pangan dan Pertanian,
2013: 169), diperkirakan import kedelai sebesar 226 %. Daerah jawa
timur adalah penghasil kedelai terbanyak di Indonesia (rangking ke1),
rata rata 42,93% dari total produksi kedelai Indonesia. Penyuplai terbesar
berikutnya yaitu Jawa Tengah (rangking ke 2), 18%. Nusa Tenggara
Barat (ranking ke 3), 8,79% dan Aceh serta Jawa Barat bergantian masuk
dalam rangking ke 4 memberikan kontribusi masing-masing sebesar
6,10% dan 5,62%. Terlihat perbedaan yang sangat besar antara penyuplai
rangking 1 dengan rangking 2,3 dan rangking ke 4 apalagi dengan
penyuplai dari provinsi lainnya se Indonesia ( Perkembangan Produksi
Kedelai Nasional 2010-2013, BPS 2013 : No.73/11/ Th. XVI, 1
November 2013:8). Jember dan Banyuwangi merupakan produksi kedelai

--------- 36 ----------
terbesar di Jawa timur (BPS 2013). Maka sangat perlu diupayakan untuk
melakukan penanaman di daerah lain. Dalam hal ini peneliti melakukan
penanaman di Kabupaten Malang, karena Malang sudah menjadi icon
kota pengrajin makanan krepek tempe, namun petani kedelai sangat kecil
yaitu hanya sebesar 11,67 Kw/ha ( Potensi tanaman pangan di setiap
kabupaten di provinsi awa Timur, 2013-01-24, 21:14:00 )

2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan ekperimen dengan menerapkan 5 bibit
unggul yang diterapkan di 3 kecamatan di Kabupaten malang, Provinsi
Jawa Timur, Indonesia . Pengolahan dan analisa data menggunakan
disain eksperimen. Desain eksperimen yang dipakai sesuai dengan
perlakuan yang dilakukan dalam hal ini 5 varietas kedelai yang ditanam
pada 3 lokasi. Dalam Budidaya kedelai produksi dalam negeri sudah
banyak verietas yang ditemukan maka model yang digunakan bersifat
acak artinya kesimpulan berlaku untuk semua varietas kedelai produksi
dalam negeri yang lainnya.

3. Hasil dan pembahasan


Dari hasil eksperimen, dengan melakukan penanaman kedelai produksi
dalam negeri sesuai dengan teori dan pedoman dari unit penelitian dan
pengembangan tanaman kedelai, departemen pertanian khususnya
tanaman pangan, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Data hasil produksi dari 5 varietas kedelai produksi dalam negeri sebagai
berikut:

Tabel 4.1 Hasil Produksi 5 Varietas Kedelai Produksi Dalam Negeri


(Ton/ha )
Blok Lokasi Varietas
Tanam Raja Basa Mutiara 1 Dega 1 Dena 1 Grobogan Jumlah Rata-Rata
Gadang 2,05 2,4 2,78 2,05 2,77 12,05 2,41
Singosai 2,2 2,7 2,77 2,10 2,78 12,55 2,51
Tumpang 2,4 2,7 2,91 1,9 3,01 13,01 2,60
Jumlah 6,65 7,8 8,46 6,05 8,65 37,6 -
Rata-rata 2,22 2,6 2,82 2,02 2,88 - 2,51

Sumber: Nelly dan I.N.G. Wardana, Laporan Hibah


Pasca Doktor,2018

--------- 37 ----------
Hipotesa : Varians ( σ2 ) = 0;

Tidak ada perbedaan hasil panen Karena penggunaan bermacam jenis


bibit dengan Lokasi tanam.

∑ Y2 = ( 2,05 )2 + ( 2,2 )2 +…+ ( 2,78 )2 + (3,01 )2 = 96,247

Ry = ( 37,61 )2 / 15 = 94,301

By = ( 12,05 )2 + (12,55 )2 + (13,01 )2 / 3 – 94,301 = 63,021

Py = ( 6,65 )2 + ( 7,18 )2 + ( 8,46 )2 + ( 6,05 )2 + ( 8,65 )2 /5 – 94,301 = -


38,546

Ey = 96,247- 94,301- 63,021- 38,546 = - 22,529

Tabel 4.2 Analisa Varians 5 Varietas Kedelai Produksi Dalam Negeri

Sumber Variasi Derajat Jumlah Rata-rata F Hitung


kebebasan Kuadrat- Jumlah
(dk ) kuadrat (JK) Kuadrat-
kuadrat (
RJK )
Rata-rata 1 94,301 94,301

Blok
( Lokasi Tanam) 2 63,021 31,51

Perlakuan
( Varietas ) 4 -38,546 -9,637
3,422
Kekeliruan
8 -22,529 -2,816

Dengan tingkat kepercayaan 95%, dari table F diperoleh F0,05 ( 4, 8)


= 3,84 → F hitung < F tabel, maka hipotesa diterima, artinya tidak ada
perbedaan hasil panen/produksi karena varietas.

Data hasil produksi dari 5 Varietas kedelai Indonesia dengan Waktu


Tanam sebagai berikut:

--------- 38 ----------
Contoh IV (2):

--------- 39 ----------
Pemilihan Varietas Kedelai Indonesia
Dengan Waktu Tanam Terhadap Hasil produksi
Untuk Memenuhi Kebutuhan

Nelly Budiharti1, ING Wardana2


1
National Technology Institute, 65145, Malang-Indonesia
2
Mechanical Engineering Department of Brawijaya University, 65145,
Malang-Indonesia
Email : nelly@lecturer.itn.ac.id

Abstrak.
Banyak faktor untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi
dalam budidaya kedelai Indonesia, antara lain pemilihan jenis varietas
dengan waktu tanam. Tujuan dari penelitian ini adalah : Melakukan
penanaman kedelai Indonesia dengan berbagai varietas dan berbagai
waktu tanam dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan komoditi
kedelai. Penelitian ini dilakukan dengan cara eksperimen menggunakan 5
varietas unggul yang ditanam di kecamatan Tumpang, di kabupaten
Malang, provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan waktu tanam yang
berbeda. Pengolahan dan Analisa data menggunakan desain eksperimen
yaitu desain blok acak sempurna dengan tingkat kepercayaan 95 % .
Hasil penelitian diperoleh bahwa penyebab hasil produksi yang berbeda
bukan dikarenakan penggunaan varietas yang berbeda, melainkan
masing-masing varietas mempunyai profil sendiri-sendiri.
Keywords : Varietas Kedelai, Waktu Tanam , Kedelai Indonesia , Hasil
produksi

1. Pendahuluan

Ketergantungan bangsa akan produk dari import dengan jumlah


yang besar akan membuat lemah kondisi social, ekonomi dan politik.
Apalagi yang diimport adalah produk komoditi pangan ( Supadi, 2008 ).
Seperti halnya komoditi kedelai di Indonesia yang merupakan komoditi
pangan strategis urutan ke 3 setelah padi dan jagung ( Nelly, et al, 2017 ).
Untuk memenuhi kebutuhan komoditi kedelai di Indonesia, pemerintah
masih import sekitar 226 % sampai tahun 2019 (Studi Pendahuluan ,
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
bidang pangan dan pertanian. Direktorat Pangan dan Pertanian, 2013) .
Produksi kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Penentuan
lokasi tanam dan waktu tanam sangat mempengaruhi hasil produksi yang
diperoleh (Nuryadi, dkk, 2010). Dapat dilihat pada gambar 1 di bawah,

--------- 40 ----------
pola panen kedelai Indonesia mencapai volume yang tinggi adalah pada
bulan september dan oktober , karena hampir semua petani melakukan
penanaman pada bulan juni atau juli ( Nelly, et al, 2016). Hasil panen
yang sangat rendah yaitu pada bulan April dan Mei untuk awal tahun
sedangkan untuk periode akhir tahun pada bulan November dan
Desember. Perlu dilakukan penelitian untuk menanam kedelai Indonesia
di luar bulan Juni dan Juli agar dapat memenuhi kebutuhan.

Gambar 1. Pola Panen Kedelai 2011-2013 Indonesia (Badan


Puasat Statistik/BPS 2013: No.73/11/ Th. XVI,
1November 2013:8)

2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan ekperimen dengan menerapkan 5
bibit unggul yang diterapkan di Kecamatan Tumpang, Kabupaten
malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia pada bulan Januari, Februari dan
Maret. Pengolahan dan analisa data menggunakan disain eksperimen.
Desain eksperimen yang dipakai sesuai dengan perlakuan yang dilakukan
yaitu desain blok acak sempurna, dalam hal ini 5 varietas kedelai yang
ditanam pada 3 waktu . Dalam Budidaya kedelai Indonesia sudah banyak
verietas yang ditemukan maka model yang digunakan bersifat acak
artinya kesimpulan berlaku untuk semua varietas kedelai produksi dalam
negeri yang lainnya.

--------- 41 ----------
3.Hasil dan pembahasan

Dari hasil eksperimen, dengan melakukan penanaman kedelai


Indonesia sesuai dengan teori dan pedoman dari unit penelitian dan
pengembangan tanaman kedelai, departemen pertanian khususnya
tanaman pangan, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Data hasil produksi dari 5 Varietas kedelai Indonesia dengan Waktu
Tanam sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Produksi 5 Varietas Kedelai Indonesia


dengan Waktu Tanam ( Ton/ha )
Blok Varietas
Rata-
Waktu Raja Mutiara Dega Dena Jumlah
Grobogan rata
Tanam Basa 1 1 1
Juni 3,2 3,4 3,0 2,7 3,2 15,5 3,10
Juli 2,9 2,8 3,4 2,4 2,9 14,4 2,88
Agustus 3,4 3,7 3,3 2,6 3,0 16,1 3,22
Jumlah 9,5 9,9 9,7 7,7 9,2 46,0 -
Rata-rata 3,2 3,3 3,2 2,6 3,0 - 2,51
Sumber: Nelly dan I.N.G Wardana, Laporan Hibah Pasca Doktor,2018

Hipotesa : Varians ( σ2 ) = 0;
Tidak ada perbedaan penggunaan macam jenis bibit kedelai Indonesia
dengan Waktu tanam terhadap hasil produksi

∑ Y2 = ( 3,2 )2 + ( 2,9 )2 +…+ ( 2,9 )2 + (3,0 )2 = 142,88

Ry = ( 46,0 )2 / 15 = 141,13

By = ( 15,5 )2 + (14,4 )2 + (16,1 )2 / 3 – 141,13 = 94,58

Py = ( 9,5 )2 + ( 9,9)2 + ( 9,7 )2 + ( 7,7 )2 + ( 9,2 )2 /5 – 14,13

= - 55,84

Ey = 142,88- 141,13- 94,58- 55,84 = - 148,67

--------- 42 ----------
Tabel 4.4 Analisa Varians 5 Varietas Kedelai Indonesia

Sumber Variasi Derajat Jumlah Rata-rata F Hitung


kebebasan Kuadrat- Jumlah
(dk ) kuadrat (JK) Kuadrat-
kuadrat (
RJK )
Rata-rata 1 141,13 141,13

Blok
(Waktu 2 94,58 47,29
Tanam)

Perlakuan 4 -55,84 -13,96


( Varietas )
8 -148,67 -18,58 0,75
Kekeliruan

Dengan tingkat kepercayaan 95%, dari table F diperoleh F0,05 ( 4, 8 ) =


3,84 → F hitung < F tabel, maka hipotesa diterima, artinya tidak ada
perbedaan hasil produksi karena varietas dengan waktu tanam. Masing-
masing varietas menghasilkan produksi sesuai dengan profil dari masing-
masing varietas.

Profil hasil produksi masing-masing varietas adalah sebagai berikut


(Sumber: UPTD Bangsal sari Jember, BATAN Bandung dan Balitkabi
Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia ) : ( dalam Ton/Ha )

1. Rajabasa : Potensi hasil 2,05 – 3,9


2. Mutiara 1 : Potensi hasil 2,4 – 4,1
3. Dega 1 : Potensi hasil 2,78 – 3,82
4. Dena1 : Potensi hasil 1,7 - 2,9
5. Grobogan : Potensi hasil 2,77 – 3,4

Kesimpulan :

1. Hasil produksi Kedelai Indonesia tidak dipengaruhi oleh


pemilihan varietas kedelai Indonesia
2. Profil varietas kedelai Indonesia mempunyai potensi produksi
masing-masing.

--------- 43 ----------
3. Petani memilih varietas bukan berdasarkan hasil produksi semata
tetapi berdasarkan pertimbangan kecocokan dalam
penggunaannya menurut petani tersebut.

4.3. DATA HILANG DALAM BLOK LENGKAP ACAK


Kadang-kadang ketika melakukan penelitian ataupun pengamatan
terjadi sebuah atau mungkin lebih pengamatan yang hilang. Seekor
binatang percobaan mati sebelum eksperimen berakhir, sebuah tabung
percobaan pecah jatuh ke lantai, seorang pasien meninggal dunia ketika
pengobatan masih sedang berlangsung, atau data hasil pengamatan hilang
dan lain sebagainya. Dalam desain acak sempurna, hilangnya sebuah
pengamatan tidak menimbulkan kesulitan oleh karena kita selalu dapat
membuat desain acak sempurna berdasarkan ukuran sampel ni yang
berbeda-beda. Akan tetapi untuk desain blok lengkap acak, hal ini
mengakibatkan hilangnya keseimbangan atau sifat simetri atau pula sifat
ortogonal dikarenakan baik ∑ â𝑖 maupun ∑ ð𝑗 tidak lagi sama dengan nol.
Kita tinjau dua hal mengenai hilangnya data dalam desain blok
lengkap acak yang mengakibatkan tidak menimbulkan kesukaran
analisisnya, ialah:
1) sebuah blok keseluruhannya hilang
2) sebuah perlakuan yang hilang
Jika sebuah blok atau lebih yang hilang, maka analisis dapat
diteruskan sebagaimana biasa asalkan sisa blok yang ada masih lengkap
dan tidak kurang dari dua buah blok. Dengan perkataan lain, analisis
diselenggarakan berdasarkan blok yang tersedia.
Jika yang hilang hanya sebuah data hasil perlakuan, maka yang
hilang tersebut diganti oleh harga taksiran yang menyebabkan jumlah
kuadrat-kuadrat untuk kekeliruan menjadi minimum. Dengan
menggunakan ilmu hitung diferensial, ternyata data yang hilang tersebut
dapat diganti oleh:
pP′ +bP′ −J′
h = (p−1)(b−1)....................... (1)
Dengan p = banyaknya perlakuan
B = banyak blok
P’ = jumlah nilai pengamatan untuk perlakuan tanpa data
yang hilang
B’ = jumlah nilai pengamatan untuk blok tanpa data hilang
J’ = jumlah nilai pengamatan tanpa data hilang
Harga h yang didapat kemudian ditempatkan pada tempat data
hilang dan lalu analisis dapat dilakukan sebagaimana biasa untuk menguji
hipotesis H : 𝜋j = 0 dengan j = 1, 2, ..., p.

--------- 44 ----------
Karena analisis yang dilakukan berdasarkan adanya data yang ditaksir,
maka untuk menghindarkan hasil-hasil bias, beberapa penyesuaian perlu
diadakan. Yang pertama ialah mengenai dk kekeliruan eksperimen
menjadi (p – 1)(b – 1) – 1 dan dk jumlah menjadi (bp – 1).

Penyesuaian kedua ialah mengenai jumlah kuadrat-kuadrat untuk


perlakuan yang tadinya Py harus dikurangi dengan
{B′ −(p−1)h}2
z= p(p−1)
.......... (2)
Sehingga JK (perlakuan) = P’y = Py – z

ANAVA untuk hal ini dapat dilihat dalam Daftar IV (3)

DAFTAR IV (3)
ANAVA UNTUK DESAIN BLOK LENGKAP ACAK
DENGAN SEBUAH PENGAMATAN HILANG
Sumber
Dk JK RJK F
Variasi
Rata-rata 1 Ry R
Blok b–1 By B
Perlakuan p–1 P’y P’ P’/E
Kekeliruan
Eksperimen (b – 1)(p – 1)–1 Ey E
2
Jumlah bp – 1 ∑Y − z ― ―

Contoh IV (3):
Misalkan pada waktu tanam ke-3 catatan hasil panen lupa
mencatatnya dimana/ketelisut sehingga untuk tidak terdapat hasil
pengamatan. Dengan sebuah data hilang, karenanya diperoleh
daftar di bawah ini.

--------- 45 ----------
Tabel 4.5 Desain Blok Lengkap Acak Dengan Sebuah
Pengamatan Hilang
Perlakuan (Jenis Bibit)
Blok
(Waktu Raja Muti- Jumlah Rata-rata
Tanam) Dena1 Dega1
Basa ara 1

Maret 260 308 323 330 1.211 305,3


April 280 358 343 345 1.326 331,5
Mei 298 353 h 333 984+h
Juni 288 323 365 363 1.339 334,8
Jumlah 1.126 1.342 1.031+h 1.371 4.870+h
Rata-rata 281,5 335,5 342,8
Sumber : Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 (Dimodif)

Dengan menggunakan rumus Rumus (1), maka data h untuk hari


ketiga hasil mesin C ditaksir oleh
4(1.031) + 4(984) − 4.870
h= = 354,4
(4 − 1)(4 − 1)
Dengan h ini, dari Rumus (2) didapat
{984 − (4 − 1)(354,4)}2
z= = 522,7
4(4 − 1)
Selanjutnya:
∑ Y 2 − z = (298)2 + (280)2 + ⋯ + (354,4)2 + ⋯ + (363)2 − 522,7
= 1.720.576,7

--------- 46 ----------
J2 (4.870 + 354,4)2
R y �������������� = = = 1.705.897,2
bp 4�x�4
(1.221)2 + (1.326)2 + (984 + 354,4)2 + (1.339)2
By �������������� =
4
− 1.705.897,2 = 2.440,9
(1.126)2 + (1.342)2 + (1.031 + 354,4)2 + (1.371)2
Py ��������������� =
4
− 1.705.897,2 = 11.056,3
Sehingga P’y = 11.056,3 – 522,7 = 10.533,6
Ey = 1.720.576,7 – 1.705.897,2 – 2440,9 -10.533,6 = 1.705,0

Semua hasil di atas memberikan daftar berikut:


Tabel 4.6 Anava Untuk untuk Data Dalam tabel 4.5
Sumber
dk JK RJK F
Variasi
Rata-rata 1 1.705.897,2 1.705.897,2
Blok (Bulan) 3 2.440,9 813,6

Perlakuan 3 10.533,6 3.511,2


(Jenis Bibit) 16,48
8 1.705,0 213,1
Kekeliruan
Jumlah 15 1.720.576,7 ― ―

Dari daftar di atas diperoleh F = 16,48 yang dalam taraf signifikansi 95%
ternyata sangat signifikan.

4.4. DESAIN BLOK TAK LENGKAP ACAK


Dalam desain blok acak sering terjadi bahwa tidak selalu mungkin
semua perlakuan terdapat di dalam tiap blok. Apabila adanya perlakuan
lebih banyak daripada yang dapat ditempatkan dalam sebuah blok maka
hal di atas akan terjadi. Hal ini menyebabkan blok menjadi tak lengkap
dan karenanya desain demikian dinamakan desain blok tak lengkap.
Misalkan kita mempunyai 4 buah perlakuan A, B, C, dan D (
pemberian pupuk ) yang eksperimennya diberikan pada penanaman
kedelai di 4 lokasi yang berbeda . Ada lokasi yang belum sempat diberi
pupuk. Desain yang didapat berdasarkan eksperimen demikian akan
merupakan desain blok tak lengkap. Apabila dalam desain blok tak
lengkap ini tiap pasang perlakuan terjadi sama banyak dalam eksperimen,
maka diperoleh desain blok tak lengkap seimbang. Daftar desain ini dapat
dilihat dalam Statistical Tables for Biological, Agricultural and Medical

--------- 47 ----------
Research (R.A. Fischer & F. Yates, penerbit Oliver & Boyd, Ltd,
Edinburgh & London, 1953) dalam Sujana (2017)

Contoh IV (4)

Tabel 4.7 Desain Blok Tak Lengkap Acak Seimbang


Blok Perlakuan Pemberian Pupuk (mg) Jumlah
(Lokasi
A B C D (Jio)
tanam)
1 8 21 ‒ 3 32
2 6 15 36 ‒ 57
3 ‒ 36 23 6 65
4 13 ‒ 18 2 33
Jumlah
(Joj) 27 72 77 11 J = 187

Sumber : Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 ( Dimodif)

Dapat dilihat bahwa pada lokasi pertama eksperimen diadakan terhadap


perlakuan A, B, dan D, pada lokasi kedua terhadap A, B, dan C, pada
lokasi ketiga terhadap B, C, dan D dan pada hari keempat terhadap A, C,
dan D. Pasangan perlakuan A dan B terdapat dua kali (lokasi 1 dan lokasi
2), pasangan B dan C juga dua kali (lokasi 2 dan lokasi 3) dan demikian
pula untuk pasangan-pasangan lainnya masing-masing terdapat dua kali.
Karena diperoleh desain blok tak lengkap acak seimbang.
Untuk analisis desain blok tak lengkap, akan lebih mudah bila
digunakan simbol-simbol berikut:
b = banyak blok dalam eksperimen
p = banyak perlakuan dalam eksperimen
k = banyak perlakuan dalam tiap blok
r = banyak replikasi daripada sebuah perlakuan selama eksperimen
N = banyak eksperimen
= bk = pr
λ = berapa kali tiap pasang perlakuan terdapat selama eksperimen
= r(k – 1)/(p – 1)

Untuk contoh di atas kita peroleh


b = 4, p = 4, k = 3, r = 3, N = 12, dan λ = 2
Selanjutnya dihitung:
∑ Y 2 = 82 + 62 + ⋯ + 62 + 22 = 4.429

--------- 48 ----------
R y ������� = J2 ⁄N = (187)2 ⁄12 = 2.914,08
b
2
By ������� = ∑(Jio ⁄k) − R y
i=1
(32)2 + (57)2 + (65)2 + (33)2
= − 2.914,08 = 281,59
3
p

Py �������� = ∑ Q2j ⁄(kpλ)


j=1
b

dengan�Q j = k�Joj − ∑(nij Jio )


i=1
Sedangkan nij = 1 jika perlakuan j terdapat dalam blok i dan nij = 0 jika
perlakuan j tidak terdapat dalam blok i.
Data di atas memberikan:
Q1 = 3(27) – (32 + 57 + 33) = ‒41
Q2 = 3(72) – (32 + 57 + 65) = 62
Q3 = 3(77) – (57 + 65 + 33) = 76
Q4 = 3(11) – (32 + 65 + 33) = ‒97
p

Catatan:��selalu�berlaku�bahwa� ∑ Q j = 0
j=1
Dengan demikian:
(−41)2 + (62)2 + (76)2 + (−97)2
������������������������Py = = 862,92
3(4)(2)
����������������������Ey = ∑ Y 2 − R y − By − Py
= 4.429 − 2.914,08 − 281,59 − 862,92 = 370,41

Hasil-hasil di atas memberikan daftar berikut.

Tabel 4.8 Anava Untuk Data Dalam Tabel 4.7


Sumber
Dk JK RJK F
Variasi
Rata-rata 1 2.914,08 2.914,08
Blok (Lokasi 3 281,59 93,86
tanam )
Perlakuan 3 862,92 287,64 3,88
Kekeliruan 5 370,41 74,08
Jumlah 12 4.429 ―

--------- 49 ----------
Harga F = 287,64/74,08 = 3,88 lebih kecil daripada F = 5,41 yang
didapat dari daftar dengan dk ʋ1 = 3, ʋ2 = 5, dan α = 0,05. Jadi hasil
pengujian tidak signifikan.

4.4. Sub Sampling dalam Desain Blok Lengkap Acak


Selain pada desain acak sempurna penggunaan metode sub sampling
juga sering dilakukan pada desain blok lengkap acak. Pengamatan
ini dilakukan terhadap sebagian unit eksperimen.
Pada metode desain blok lengkap acak ini model matematis yang
akan digunakan dengan sub sampling berukuran sama, dapat
dituliskan dalam bentuk:
𝑌𝑖𝑗𝑘 = ì + â𝑖 + ð𝑖 + å𝑖𝑗 + ç𝑖𝑗𝑘 …..(1)
dengan = 𝑌𝑖𝑗𝑘 = variabel yang diukur
ì = rata-rata umum
â𝑖 = efek rata-rata blok ke i
ð𝑖 = efek rata-rata perlakuan ke j
å𝑖𝑗 = efek unit eksperimen dikarenakan
perlakuan ke j dalam blok ke i
ç𝑖𝑗𝑘 = efek sampel ke k yang diambil dari
unit eksperimen yang dikarenakan
perlakuan ke j dalam blok ke i
Bentuk dari desain blok lengkap acak dengan sub
sampling seperti DAFTAR IV (4):

DAFTAR IV (4) Blok Lengkap Acak Dengan Sub Sampling


Perlakuan
Blok Jio Yio
1 2 k
1 Y111 Y121 Y1k1
1 2 Y112 Y122 Y1k2
M Y11m Y12m Y1km
Eij J J J J Y1
1 Y211 Y221 Y2k1
2 2 Y212 Y222 Y2k2
m Y21m Y23m Y2km
Eij J J J J Y2
1 Y311 Y321 Y3k1
3 2 Y312 Y322 Y3k2
m Y31m Y32m Y3km
Eij J J J J Y3
J J1 J2 Jk
Rata-rata Y1 Y2 Yk Yio

--------- 50 ----------
Untuk perhitungan ANAVA dari model Blok Lengkap Acak
dengan metode sub sampling diperlukan beberapa
perhitungan sebagai berikut:
𝑏 𝑝 𝑛
2
∑ 𝑌 = ∑ ∑ ∑ 𝑌𝑖𝑗𝑘 ���𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑑𝑘 = 𝑏𝑝𝑛
𝑖=1 𝑗=1 𝑘=1
2
𝑅𝑦 = 𝐽 ⁄𝑏𝑝𝑛 �𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑑𝑘 = 1�𝑑𝑎𝑛�𝐽 = ∑𝑏𝑖=1 ∑𝑗=1 ∑𝑛𝑘=1 𝑌𝑖�2〱𝑘
𝑝

𝑝 𝐽2
𝑆𝑏 = ∑𝑏𝑖=1 ∑𝑗=1 ( 𝑖𝑗⁄𝑛) − 𝑅𝑦
di mana:
Jij = jumlah nilai pengamatan dalam sub sampel dari
unit eksperimen yang terdapat dalam blok ke i
dan perlakuan ke j
𝑛

𝐽𝑖𝑗 = ∑ 𝑌𝑖𝑗𝑘
𝑘=1
𝑆𝑦 = ∑ 𝑌 2 − 𝑅𝑦 − �฀𝑏 �𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛��𝑑𝑘 = 𝑏𝑝�(𝑛 − 1)
𝑏
𝐽2
𝐵𝑦 = ∑ ( 𝑖𝑜⁄𝑝𝑛) − 𝑅𝑦 �𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑑𝑘 = (𝑏 − 1)
𝑖=1
𝑝 𝐽2
𝑃𝑦 = ∑𝑗=1 ( 𝑜𝑗⁄𝑏𝑛) − 𝑅𝑦 �𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑑𝑘 = (𝑝 − 1)
𝑝
𝐽𝑖𝑜 = ∑𝑗=1 𝐽𝑖𝑗 ���𝑑𝑎𝑛����𝐽𝑜𝑗 = ∑𝑏𝑖=1 𝐽𝑖𝑗
𝐸𝑦 = 𝑆𝑏 − 𝐵𝑦 − 𝑃𝑦 ��𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛��𝑑𝑘 = (𝑏 − 1)(𝑝 − 1)

Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dibuat daftar


ANAVA yang digunakan untuk pengambilan keputusan.
Daftar ANAVA tersebut adalah sebagai berikut:

DAFTAR IV (5) ANAVA untuk Desain Blok Lengkap Acak


dengan Sub Sampling
Sumber
dk JK KT F
Variasi
Rata-rata 1 Ry R
Blok b–1 By B
Perlakuan p–1 Py P

Kekeliruan (b-1)(p-1) Ey E
eksperimen P/E
bp(n-1) Sy S

--------- 51 ----------
Kekeliruan
sampling
Jumlah bpn ΣY2

Pada model ini hipotesa nol yang dapat diuji adalah sebagai
berikut:
Ho : πj = 0 dengan asumsi Σπj = 0….(1)

untuk menguji kopotesis H0 digunakan statistik dengan


F = P/E...........(2), bila ternyata F yang dihitung tersebut lebih besar dari
nilai distribusi F pada tabel dengan Fα(v1,v2) di mana v1=(p-1) dan v2=(b-
1)(p-1) dan taraf sifnifikan α yang dipilih, maka H0 tersebut akan ditolak.
Sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F pada tabel maka H0 akan
diterima.

Tabel 4.9 Hasil Panen Dari Tiap Subpetak


Perlakuan (Bibit kedelai )
Blok Jio ̅io
Y
1 2 3 4 5
1 95 102 123 57 67
1 2 90 88 101 46 72
3 89 109 113 38 66
J1j 274 299 337 141 205 1.256 83,7
1 92 96 93 37 54
2 2 89 99 110 40 68
3 106 107 115 35 64
J2j 287 302 318 112 186 1.205 80,3
1 91 102 112 39 57
3 2 82 93 104 39 61
3 98 98 110 47 63
J3j 271 293 326 125 181 1.196 79,7
Joj 832 894 981 378 572 J= ̅oo =
Y
̅
Yoj 92,4 99,3 109 42 63,6 3.657 81,27

Harga-harga yang diperlukan untuk ANAVA adalah:

--------- 52 ----------
∑ Y 2 = 952 + 902 + ⋯ + 612 + 632 = 326.819
(3.657)2
R y��������� = = 297.192,2
(3)(5)(3)
(274)2 + (299)2 + ⋯ + (181)2
Sb ������� = − 297.192,2 = 28.054,8
3
Sy ������� = 326.819 − 297.192,2 − 28.054,8 = 1.572
(1.256)2 + (1.205)2 + (1.196)2
By ������� = − 297.192,2 = 139,6
5�x�3
(832)2 + (894)2 + (981)2 + (378)2 + (572)2
Py ������� = − 297.192,2
3�x�3
������������= 27.684,4
Ey ������ = 28.054,8 − 139,6 − 27.684,4 = 230,8
Dalam daftar ANAVA, harga-harga tersebut dapat dilihat di bawah
ini.
Sumber Variasi Dk JK RJK F
Rata-rata 1 297.192,2 297.192,2
Blok 2 139,6 69,8
Bibit Kedelai 4 27.684,4 6.921,1 239,5
Kekeliruan
eksperimen 8 230,8 28,9
Kekeliruan
sampling 30 1.572 52,4
Jumlah 45 329.819

Mudah dilihat bahwa analisis ini memberikan hasil uji yang sangat
signifikan. Karenanya terdapat perbedaan yang menyolok antara hasil
rata-rata kelima jenis padi yang sedang dicoba.
Jika saja selanjutnya kita menghendaki interval konfidensi untuk
rata-rata perlakuan (hasil padi) dan ingin mengadakan perbandingan di
antara perlakuan, maka diperlukan taksiran untuk σ2η , ialah sη2 = S dan
taksiran untuk σ2∈ , s∈2 yang didapat dari s∈2 = (E‒S)/n.
(Catatan : Jika hasil perhitungan menghasilkan s∈2 < 0, maka untuk
taksiran σ2∈ diambil s∈2 = 0, dan ini sudah barang tentu
taksiran bias).

--------- 53 ----------
BAB V
DESAIN BUJUR SANGKAR

5.1. PENDAHULUAN
Desain acak sempurna dan desain blok lengkap acak yang telah
dibicarakan dalam bab-bab sebelumnya merupakan dua dari sekian
desain yang dapat digunakan untuk menyimpulkan penelitian dengan
faktor tunggal. Banyak persoalan yang tidak tepat apabila digunakan
kedua analisis desain tersebut karena hasilnya kurang efisien dan kadang-
kadang tidak ekonomis ditinjau dari biaya yang harus dikeluarkan.
Sehingga desain dalam bentuk lain yang lebih baik diperlukan, antara
lain:

5.2. DESAIN BUJUR SANGKAR LATIN


Desain bujur dengan bujur sangkar Latin. Dinamakan demikian
oleh karena desainnya berbentuk bujur sangkar dan untuk perlakuan
sudah kebiasaan diberi simbol dengan menggunakan huruf-huruf Latin A,
B, C, D dan seterusnya.
Bujur sangkar Latin merupakan desain khusus yang
memungkinkan untuk menilai pengaruh relatif daripada berbagai
perlakuan apabila terhadap unit eksperimen dilakukan batasan yang
berbentuk pemblokan ganda. Dengan adanya batasan pemblokan ganda
ini, desain bujur sangkar Latin dapat dianggap sebagai perluasan daripada
desain blok lengkap acak. Desain ini bersifat bahwa tiap perlakuan
terdapat satu dan hanya satu kali dalam tiap baris dan satu dan hanya satu
kali dalam tiap kolom; sedangkan pengacakan dilakukan berdasarkan dua
buah pembatasan, yakni menurut baris dan kolom. Jelas bahwa jika yang
akan diselidiki ada m buah perlakuan, maka diperlukan m2 unit
eksperimen.
Contoh V (1):
Kita akan meneliti apakah penggunaan varietas kedelai ( A, B, C
dan D ) dengan lokasi tanam ( 1,2,3 dan 4) dan waktu tanam ( a, b,
c dan d) akan mempengaruhi hasil panen/produksi ? Keputusan
yang diambil adalah penggunaan bibit kedelai namun dalam
kenyataannya tidak bisa lepas dari faktor lokasi/kondisi tanah dan
waktu tanam. Desainnya dapat dituliskan seperti di bawah ini.
DAFTAR V (1)
DESAIN BUJUR SANGKAR LATIN 4 X 4

--------- 54 ----------
Lokasi tanam
Waktu tanam
1 2 3 4

a B A D C

b C B A D

c A D C B

d D C B A

Nampak bahwa tiap mesin hanya terdapat satu dan hanya satu kali dalam
tiap baris maupun dalam tiap kolom.
Untuk keperluan analisis desain bujur sangkar Latin dengan hanya
satu pengamatan untuk tiap unit eksperimen, model linier berikut
biasanya diambil:
�Yij(k) = μ + β1 + γj + πk + ϵij(k) ….V (1)
i = 1, 2, ..., m
j = 1, 2, ..., m
k = 1, 2, ..., m
dengan asumsi:
m m m

∑ βi = ∑ γj = ∑ πk = 0
i=1 j=1 k=1
Yij(k) = hasil pengamatanyang dicatat dari perlakuan ke-k, yang
dipengaruhi oleh baris ke-i dan kolom ke-j
μ = efek umum yang sebenarnya
β1 = efek sebenarnya karena baris ke-i
γj = efek sebenarnya karena kolom ke-j
πk = efek sebenarnya perlakuan ke-k
ϵij(k) = efek unit eksperimen dalam baris ke-i, kolom ke-j untuk
perlakuan ke-k
Dimisalkan bahwa ϵij(k) ~DNI(0, σ2ϵ ). Ineks k diletakkan dalam tanda
kurung untuk menyatakan bahwa k tidak independen dari pada i dan j.
Dengan menggunakan model linier di atas, harga-harga yang perlu
dihitung untuk ANAVA adalah:
m m m m m m
2 2 2 2
∑Y = ∑ ∑ Yij(k) = ∑ ∑ Yij(k) = ∑ ∑ Yij(k)
i=1 j=1 i=1 k=1 j=1 k=1

--------- 55 ----------
m m m
2⁄ 2 2
R y ������� = J m �dengan�J = ∑ ∑ ∑ Yij(k)
i=1 j=1 k=1
m
2
By ������� = ∑ Jio ⁄m − R y
i=1
dengan Jio = jumlah nilai pengamatan dalam baris ke-i.
m
2
K y ������� = ∑ Joj ⁄m − R y
j=1
dengan Joj = jumlah nilai pengamatan dalam baris ke-j.
m

Py ������� = ∑ Jk2 ⁄m − R y
k=1
dengan Jk = jumlah nilai pengamatan untuk perlakuan ke-k.
Ey = Σ Y2 – Ry – By – Ky – Py
Daftar ANAVA untuk desain bujur sangkar Latin, karenanya berbentuk
seperti dalam daftar di bawah ini.

DAFTAR V (2)
ANAVA UNTUK DESAIN BUJUR SANGKAR LATIN m x m
(Satu Pengamatan Tiap Unit Eksperimen)
Sumber
Dk JK RJK ERJK F
Variasi
Rata-rata 1 Ry R ―
m
Baris m–1 By B σ2ϵ + ∑ β2i
m–1 m−1
Kolom Ky K m
Perlakuan m–1 Py P σ2ϵ + ∑ γ2j P/E
m−1
(m – 1) m
Kekeliruan Ey E σ2ϵ + ∑ π2k
(m – 2) m−1
σ2ϵ

Jumlah m2 ∑ Y2 ― ― ―

Hipotesis yang akan diuji ialah:


H : 𝜋k = 0 untuk k = 1, 2, ..., m……V (2)
yang berarti tidak terdapat perbedaan mengenai rata-rata
efek tiap perlakuan.
Statistik yang digunakan untuk pengujian hipotesis, H di atas
adalah
F = P/E…………V (3)

--------- 56 ----------
Kita tolak H jika F lebih besar daripada Fα(ʋ1 ,ʋ2 ) yang didapat dari daftar
distribusi F dengan dk pembilang ʋ1 = m – 1 dan dk penyebut ʋ2 = (m –
1)(m – 2) sedangkan α = taraf signifikansi.
Contoh V (1)
Berikut hasil produksi dari 3 Varietas kedelai Indonesia dengan Waktu
dan Lokasi Tanam sebagai berikut:

Tabel 5.1 Hasil Produksi 3 Varietas Kedelai Indonesia dengan Waktu dan
Lokasi Tanam (Ton/ha)

Waktu Lokasi Tanam


Tanam Pakis Haji Tumpang Singosari Jumlah Rata-rata
Januari Dena1 (2,7) Dega1 (3,4) Grobogan (3,1) 9,2 3,07

Februari Dega1 (3,01) Grobogan (2,9) Dena1 (2,6) 8,5 2,83

Maret Grobogan (3,2) Dena1 (2,4) Dega1 (3,3) 8,9 3,0

Jumlah 8,9 8,7 9 26,6 -

Rata-rata 3 2,9 3,0 -

Sumber: Nelly dan I.N.G. Wardana, IMIEC, 2018

Hipotesa : Varians ( σ2 ) = 0;

Tidak ada perbedaan hasil panen/produksi akibat penggunaan bibit


kedelai dengan lokasi tanam dan waktu tanam

∑ Y2 = ( 2,7 )2 + ( 3,01 )2 +…+ ( 2,6 )2 + (3,3)2 = 79,58

Ry = ( 26,6 )2 / 3 = 78,62

By = ( 9,2 )2 + (8,5 )2 + (8,9 )2 / 3 – 78,62 = 2,08

Ky = (8,9)2 + (8,7)2+ (9)2/3 - 78,62 = 0,01

JDena1 = 2,7 + 2,4 + 2,6 = 7,7

JDega1 = 3,01 + 3,4 + 3,3 = 9,7

JGrobogan = 3,2 + 2,9 +3,1 = 9,2

--------- 57 ----------
Py = ( 7,7 )2 + ( 9,7)2 + ( 9,2 )2 /3 – 78,62 = 0,78

Ey = 79,58- 78,62- 2,08- 0,01- 0,78 = - 1,91

Tabel 5.2 Analisa Varians 3 Varietas Kedelai Indonesia

Sumber Variasi Derajat Jumlah Rata-rata F Hitung


kebebasan Jumlah
(dk ) Kuadrat- Kuadrat-
kuadrat (JK) kuadrat

( RJK )
Rata-rata 1 78, 62 78, 62

Waktu Tanam 2 2, 08 1, 04

Lokasi Tanam

Varietas 2 0,01 0, 005

Kekeliruan 2 0, 78 0,39 0,41

2 -1, 91 0, 955

Dengan tingkat kepercayaan 95%, dari table F diperoleh F0,05 ( 2,2) = 19


→ F hitung < F tabel, maka hipotesa diterima, artinya tidak ada
perbedaan hasil produksi karena varietas dengan waktu dan lokasi tanam.
Masing-masing varietas menghasilkan produksi sesuai dengan profil dari
masing-masing varietas.
Profil hasil produksi masing-masing varietas adalah sebagai berikut
(Sumber: UPTD Bangsal sari Jember, BATAN Bandung dan Balitkabi
Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia ) : ( dalam Ton/Ha )

1. Dega 1 : Potensi hasil 2,78 – 3,82


2. Dena1 : Potensi hasil 1,7 - 2,9
3. Grobogan : Potensi hasil 2,77 – 3,4

--------- 58 ----------
Kesimpulan :

1. Hasil produksi Kedelai Indonesia tidak dipengaruhi oleh


pemilihan varietas kedelai Indonesia

2. Profil varietas kedelai Indonesia mempunyai potensi produksi


masing-masing.
3. Petani memilih varietas bukan berdasarkan hasil produksi semata
tetapi berdasarkan pertimbangan kecocokan dalam penggunaan-
nya menurut petani tersebut.

5.3. DESAIN BUJUR SANGKAR GRAECO-LATIN


Dalam desain bujur sangkar Latin, telah kita lihat bahwa
pengacakan dilakukan secara ganda, yakni menurut baris dan menurut
kolom. Apabila desain ini diperluas dengan jalan melakukan pengacakan
yang ketiga, maka diperolehlah desain bujursangkar Graeco-Latin.
Sebuah model desain ini misalnya dapat dilihat dalam daftar berikut:

DAFTAR V (3)
DESAIN BUJUR SANGKAR GRAECO-LATIN
KOLOM
Baris
1 2 3 4

1 Dδ Cγ Bβ Aα

2 Cβ Dα Aδ Bγ

3 Bα Aβ Dγ Cδ

4 Aγ Bδ Cα Dβ

Perlakuan A, B, C, dan D, seperti dalam desain bujur sangkar


Latin, mengalami pengacakan dalam baris dan kolom dan baik dalam tiap
baris maupun dalam tiap kolom hanya terdapat satu kali. Pembatasan
yang ketiga terjadi terhadap taraf α, β, γ, dan δ. Nampak bahwa taraf ini
hanya terdapat satu kali baik dalam tiap baris maupun dalam tiap kolom
Selanjutnya untuk tiap perlakuan A, B, C, dan D juga masing-masing
hanya terdapat satu kali taraf α, β, γ, dan δ.
Dalam desain di atas kita lihat adanya huruf-huruf Latin A, B, C,
dan seterusnya dan huruf-huruf Greek α, β, γ, dan seterusnya. Simbol-

--------- 59 ----------
simbol demikian telah biasa digunakan dan karenanya desain ini
dinamakan desain bujur sangkar Graeco-Latin.

Model linier untuk desain bujur sangkar Graeco-Latin akan


merupakan perluasan dari model dalam Rumus V (1). Dengan demikian
kita gunakan model:
�Y(ijk)ℓ = μ + β1 + γj + πk + wℓ + ϵ(ijk)ℓ .........V (4)
dengan wℓ = efek daripada pembatasan yang ketiga dengan taraf α, β, γ,
δ. Arti simbol-simbol lainnya sama seperti dijelaskan dalam Model V (1)
sedangkan ϵ(ijk)ℓ ~DNI(0, σ2ϵ ).
Untuk analisis, harga-harga JK dihitung seperti telah dijelaskan
dalam Bagian 5.2, dengan tambahan bahwa JK untuk taraf ke-ℓ harus
dihitung dengan menggunakan:
m

Ty = ∑ Jℓ2 ⁄m − R y
ℓ=1
di mana Jℓ = jumlah nilai pengamatan untuk taraf ke-ℓ dan JK untuk
kekeliruan eksperimen sekarang menjadi:
Ey = ∑ Y 2 − R y − By − K y − Py − Ty
Derajat kebebasan dk tiap faktor tentulah masing-masing sama
dengan (m – 1), dan dk untuk variasi rata-rata tetap sama dengan satu
sedangkan dk untuk kekeliruan sama dengan sisanya.

Contoh V (2):
Misalkan dilakukan percobaan Penggunaan bibit kedelai dengan
lokasi tanam, waktu tanam dan pemberian pupuk menghasilkan
produksi seperti di bawah ini:

Tabel 5.3 Hasil Panen 4 jenis bibit kedelai Indonesia

Lokasi Pemberian Pupuk (5 mg/100m2)


Jio
Tanam Urea KCl SP36 Dolomit

1 Dδ(16) Cγ(6) Bβ(15) Aα(11) 48

2 Cβ(13) Dα(9) Aδ(10) Bγ(13) 45

3 Bα(15) Aβ(14) Dγ(14) Cδ(12) 55

4 Aγ(9) Bδ(8) Cα(8) Dβ(9) 38

Joj 53 41 47 45 186

--------- 60 ----------
Sumber: Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 ( Dimodif)
∑ Y 2 = (16)2 + (13)2 + � … + � (12)2 + (9)2 = 2.288
R y ������� = (186)2 ⁄(4)2 = 2.162,25
(48)2 + (45)2 + (56)2 + (38)2
By ������� = − 2.162,25 = 37,25
4
2 2 2
(53) + (41) + (47) + (45) 2
K y ������� = − 2.162,25 = 18,75
4
Untuk menghitung Py, kita jumlahkan nilai-nilai untuk A, B, C, dan D,
Didapat:
JA = jumlah nilai pengamatan hasil mesin A
= 9 + 14 + 10 + 11 = 44
JB = 15 + 12 + 15 + 13 = 55
JC = 13 + 6 + 8 + 12 = 39
JD = 16 + 9 +14 + 9 = 48
Sehingga
(44)2 + (55)2 + (39)2 + (48)2
Py = − 2.162,25 = 34,25
4
Untuk mendapatkan Ty, maka kita perlukan:
Jα = jumlah nilai pengamatan karena operator α
= 15 + 9 + 8 + 11 = 43
Jβ = 13 + 12 + 15 + 9 = 49
Jγ = 9 + 6 + 14 + 13 = 42
Jδ = 16 + 14 + 10 + 12 = 52
Sehingga
(43)2 + (49)2 + (42)2 + (52)2
Ty = − 2.162,25 = 17,25
4
Ey = 2.288 ‒ 2.1262,25 ‒ 37,25 ‒18,75 ‒34,25 ‒17,25 =18,25

Dengan hasil-hasil di atas, kita dapat menyusun daftar ANAVA sebagai


berikut:

--------- 61 ----------
Tabel 5.4 Anava Untuk Data pada tabel 5.3
Sumber
Dk JK RJK F
Variasi
Rata-rata 1 2.162,2 2.162,2
Lokasi tanam 3 5 5
Waktu Tanam 3 37,25 12,42
Jenis pupuk 3 18,75 6,25
Jenis bibit 3 17,25 5,75 1,88
Kekeliruan 3 34,25 11,42
18,25 6,08

Jumlah 16 2.288 ―

Percobaan di atas memberikan hasil yang tidak signifikan

5.4. DESAIN BUJUR SANGKAR YOUDEN


Dalam desain bujur sangkar Latin, ternyata bahwa banyak
perlakuan sama dengan banyak blok (baris) atau banyak kolom. Jika
sekarang adanya perlakuan lebih banyak bila dibandingkan dengan
banyak blok (baris) atau banyak kolom, sedangkan syarat-syarat lain
untuk desain bujur sangkar Latin masih dipenuhi, maka diperoleh desain
bujur sangkar Latin tak lengkap atau sering pula dinamakan desain bujur
sangkar Youden.
DAFTAR V (4)
DESAIN BUJUR SANGKAR YOUDEN
Bibit Kedelai Indonesia
Lokasi Tanam
Juni Juli Agustus
1 A B C
2 D A B
3 B C D
4 C D A
Sumber data : Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 ( Dimodif)

Model untuk desain bujur sangkar Youden, diambil model linier


dengan persamaan:
Yijk = μ + βi + γj + πk + ϵijk .........V (5)

--------- 62 ----------
βi = efek blok (baris=hari) ke-i; i = 1, 2, 3, 4.
γj = efek kolom (waktu kerja) ke-j; j = 1, 2, 3.
πk = efek mesin ke-k; k = 1, 2, 3, 4.
(Simbol-simbol lainnya diartikan seperti yang sudah-sudah; demikian
pula asumsi mengenai ϵijk).
Oleh karena desain bujur sangkar Youden adalah desain tak
lengkap, maka analisisnya dilakukan seperti pada analisis desain blok tak
lengkap acak. Jadi di sini akan digunakan pula simbol-simbol: h, p, k, r,
N, dan λ.

Contoh V (3):
Misalkan untuk desain dalam Daftar V (5) di atas diperoleh data
sebagai tertera dalam Daftar 5 (5) di bawah ini.

Tabel 5.5 Hasil Panen Untuk 4 Jenis Bibit Kedelai Indonesia


Lokasi Bibit Kedelai Indonesia Jumlah
Tanam Juni Juli Agustus (Jio)

1 A (16) B (8) C (8) 32


2 D (15) A (15) B (10) 40
3 B (12) C (12) D (13) 37
4 C (10) D (14) A (16) 40
Jumlah
53 49 47 149
(Joj)
Sumber data : Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 ( Dimodif)

Untuk data di atas, maka diperoleh:


b = p = 4 ; k = r = 3 ; N = 12 dan λ = 2
Selanjutnya perlu dihitung:
∑ Y 2 = (16)2 + (15)2 + ⋯ + (13)2 + (16)2 = 1.972
R y ������� = (149)2 ⁄(12) = 1.850,08
(32)2 + (40)2 + (37)2 + (40)2
By ������� = − 1.850,08 = 14,25
3
2 2
(53) + (49) + (47) 2
K y ������� = − 1.850,08 = 4,67��
4
Untuk menentukan Q1 (j = 1, 2, 3, 4), kita perlu mengetahui jumlah
untuk A, B, C, dan D. Besarnya adalah:
JA = 16 + 15 + 16 = 47

--------- 63 ----------
JB = 12 + 8 + 10 = 30
JC = 10 + 12 + 8 = 30
JD = 15 + 14 + 13 = 42
Sehingga:
Q1 = 3(47) – (32 + 40 + 40) = 29
Q2 = 3(30) – (32 + 40 + 37) = ‒19
Q3 = 3(30) – (32 + 37 + 40) = ‒19
Q4 = 3(42) – (40 + 37 + 40) = 9

Maka diperoleh :
(29)2 + (−19)2 + (−19)2 + (9)2
Py = = 68,5
(3)(4)(2)
Ey = 1.972 − 1.850,08 − 14,25 − 4,67 − 68,5 = 34,5

Hasil-hasil di atas memberikan daftar ANAVA sebagai berikut:


Tabel 5.6 Anava Untuk Data Pada 5.5
Sumber
Dk JK RJK F
Variasi
Rata-rata 1 1.850,08 1.850,08
Lokasi Tanam 3 14,25 4,75
Waktu Tanam 2 4,67 2,34
Jenis Bibit 3 68,5 22,83 1,88
Kekeliruan 3 34,5 11,5

Jumlah 12 1.972 ―

22,83
Harga�F = = 1,99 dan ini akan memberikan hasil pengujian yang
11,5
tidak signifikan. Penggunaan jenis panen tidak mepengaruhi hasil panen.
Jenis bibit mempunyai profil masing-masing

--------- 64 ----------
BAB VI
DESAIN FAKTORIAL

Pada Desain Faktorial ini membicarakan mengenai eksperimen dengan


dua faktor. Dikatakan sebagai faktorial karena eksperimen tersebut
mengkombinasikan atau menyilangkan antara faktor yang satu dengan
faktor yang lainnya yang ada dalam eksperimen tersebut. Berdasarkan
adanya banyak taraf dalam tiap faktor, eksperimen ini sering diberi nama
dengan perkalian antara taraf faktor yang satu dengan banyak taraf fakor
lainnya.
Pada umumnya faktor tersebut dilambangkan dengan huruf besar seperti
A, B, C, ..., Banyaknya taraf untuk tiap faktor kan dinyatakan dengan
huruf kecil sesuai dengan huruf besar yang digunakan pada faktor, seperti
a, b, c, ..., ... .
Pada desain eksperimen faktorial a x b ini model yang biasanya
digunakan adalah:
Yijk = µ + Ai + Bj + Abij + Ԑk(ij).............VI (1)
dengan: i = 1, 2, ..., ..., a
j= 1, 2, ..., ..., b
k= 1, 2, ..., ..., n
Yijk = variabel respon hasil observasi ke-k yang terjadi karena
pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
µ = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)
Ai = efek taraf ke i faktor A
Bj = efek taraf ke j faktor B
Abij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j
faktor B
Ԑk(ij) = efek unit eksperimen ke-k dalam kombinasi perlakuan (ij)

I. Model Tetap atau model I


daftar atas diperlihatkan oleh arah anak panah.
Daerah kritis pengujian ditentukan oleh:
Fα(a – 1, ab(n – 1)) untuk hipotesis H1
Fα(b – 1, ab(n – 1)) untuk hipotesis H2
Fα((a – 1)(b – 1), ab(n – 1)) untuk hipotesis H3

--------- 65 ----------
DAFTAR VI (1)
ERJK UNTUK EKSPERIMEN FAKTORIAL a x b
(n Observasi Tiap Sel)
Model Tetap
Sumber
ERJK
Variasi
Rata-rata
Perlakuan
a
A
σϵ + nb ∑ A2i /(a − 1)
2

i=1
b
B
σ2ϵ + na ∑ Bj2 /(b − 1)
AB j=1
a b
Kekeliruan σ2ϵ + n ∑ ∑(AB)2ij /(a − 1)(b − 1)
i=1 j=1

σ2ϵ

Setelah memperhatikan ERJK dalam daftar di atas dan


menggunakan hasil-hasil dari Daftar V (1), maka untuk menguji:
H1 dipakai statistik F = A/E
H2 dipakai statistik F = B/E
H3 dipakai statistik F = AB/E
Pembentukan rasio F, yakni (A/E, B/E dan AB/E) dalam

II. Model Acak atau Model II atau Model Komponen Variansi


Dalam hal ini si peneliti mempunyai sebuah populasi yang terdiri
atas sejumlah taraf faktor A dari mana sebanyak a taraf telah diambil
sebagai sampel dan ia juga mempunyai sebuah sampel yang terdiri atas
sekumpulan taraf faktor B dari mana sebanyak b taraf diambil sebagai
sampel. Dengan demikian, a buah taraf faktor A dan b buah taraf faktor B
itu merupakan sampel yang terdapat di dalam eksperimen.
Asumsi yang berlaku untuk Model II ini adalah:
Ai ~DNI(0, σ2A )
Bj ~DNI(0, σ2B )

--------- 66 ----------
ABij ~DNI(0, σ2AB )
Adapun hipotesis yang dapat diuji untuk model ini tiada lain
daripada:
H4 : σ2A = 0
H5 : σ2B = 0
H6 : σ2AB = 0
sedangkan ERJK untuk Model II dapat dilihat seperti dalam daftar
berikut:

DAFTAR VI (2)
ERJK UNTUK EKSPERIMEN FAKTORIAL a x b
(n Observasi Tiap Sel)
Model Acak
Sumber
ERJK
Variasi
Rata-rata
Perlakuan
A σ2ϵ + nσ2AB + nbσ2A

B σ2ϵ + nσ2AB + naσ2B

AB σ2ϵ + nσ2AB
Kekeliruan
σ2ϵ

Statistik yang diperlukan untuk menguji (lihat arah anak panah


dalam daftar di atas).
H4 adalah statistik F = A/AB
H5 adalah statistik F = B/AB
H6 adalah statistik F = AB/E
Daerah kritisnya ditentukan oleh:
Fα(a – 1,(a – 1)(b – 1)) untuk H4
Fα(b – 1, (a – 1)(b – 1)) untuk H5
Fα((a – 1)(b – 1), ab(n – 1)) untuk H6

III. Model Campuran: A tetap, B acak (Model III)


Ditinjau dari adanya atau didapatnya taraf faktor-faktor, bisa
terjadi:
1) seluruhnya hanya ada sebanyak a taraf faktor A, semuanya digunakan
di dalam eksperimen, dan

--------- 67 ----------
2) eksperimen tersebut menggunakan sebuah sampel yang terdiri atas b
buah taraf faktor B yang telah diambil secara acak dari sebuah
populasi terdiri atas taraf-taraf faktor B.
Jadi, adanya taraf faktor A di dalam eksperimen bersifat tetap
sedangkan untuk taraf faktor B bersifat acak. Model yang demikian
dikenal dengan nama model campuran atau Model III, di mana A tetap
dan B acak.
Jelas bahwa asumsi mengenai faktor-faktornya pun merupakan
campuran pula yang bentuknya:
a a

∑ A1 = ∑ ABij = 0
i=1 i=1
Bj ~DNI(0, σ2B )
b

∑ ABij �tidak�dimisalkan�sama�dengan�nol.
j=1
Rata-rata jumlah kuadrat-kuadrat yang diharapkan (ERJK) untuk
model campuran ini ternyata seperti dalam daftar berikut:

DAFTAR VI (3)
ERJK UNTUK EKSPERIMEN FAKTORIAL a x b
n Observasi Tiap Sel
Model III (A tetap, B acak)
Sumber
ERJK
Variasi
Rata-rata
Perlakuan
a

A σ2ϵ + nσ2AB + nb ∑ A21 /(a − 1)


i=1
B
σ2ϵ + naσ2B
AB
Kekeliruan σ2ϵ + nσ2AB

σ2ϵ

Hipotesis yang dapat diuji juga merupakan campuran, ialah:


H7 : Ai = 0 (i = 1, 2, ..., a)
2
H8 : σB = 0
H9 : σ2AB = 0

--------- 68 ----------
dan statistik F yang digunakan (sesuai dengan arah anak panah dalam
daftar di atas), adalah:
F = A/AB untuk hipotesis H7
F = B/E untuk hipotesis H8
F = AB/E untuk hipotesis H9
Adapun daerah kritisnya masing-masing dibatasi oleh:
Fα(a – 1,(a – 1)(b – 1)) untuk hipotesis H7
Fα(b – 1, ab(n – 1)) untuk hipotesis H8
Fα((a – 1)(b – 1), ab(n – 1)) untuk hipotesis H9

IV. Model Campuran: A acak, B tetap (Model IV)


Model campuran atau Model IV yang kedua ini adalah kebalikan
dari model campuran di atas, ialah: di sini diambil faktor A acak
sedangkan faktor B tetap. Ini berarti, bahwa model ini menyangkut
sebuah eksperimen yang:
1) menggunakan sebuah sampel acak yang terdiri atas abuah taraf faktor
A yang diambil dari sebuah populasi terdiri atas taraf-taraf faktor A,
dan
2) menggunakan semua taraf faktor B sebanyak b buah yang tersedia.
Asumsi yang diambil untuk Model IV ini sebagai berikut:
Ai ~DNI(0, σ2A )
b b

∑ Bj = ∑ ABij = 0
j=1 j=1
a

∑ ABij �tidak�dimisalkan�nol.
i=1
Sedangkan hipotesis yang dapat diuji ialah:
H7′ � ∶ �� σ2A ���� = 0
H8′ � ∶ �� Bj ����� = 0�(j = 1, 2, … , b)
H9′ � ∶ �� σ2AB �� = 0
Harga F yang digunakan untuk menguji:
H7′ adalah statistik F = A/E
H8′ adalah statistik F = B/AB
H9′ adalah statistik F = AB/E
Ini semua dapat dilihat dari arah anak panah dalam kolom ERJK
yang tercantum di dalam daftar berikut:

--------- 69 ----------
DAFTAR VI (4)
ERJK UNTUK EKSPERIMEN FAKTORIAL a x b
n OBSERVASI TIAP SEL
MODEL IV (A acak, B tetap)
Sumber
ERJK
Variasi
Rata-rata
Perlakuan
A σ2ϵ + nbσ2A
b
B σ2ϵ + nσ2AB + na ∑ Bj2 /(b − 1)
j=1

AB σ2ϵ + nσ2AB
Kekeliruan
σ2ϵ

Dari daftar di atas daerah kritisnya dibatasi oleh:


Fα(a – 1, ab(n – 1)) untuk hipotesis H7′
Fα(b – 1, (a – 1)(b – 1)) untuk hipotesis H8′
Fα((a – 1)(b – 1), ab(n – 1)) untuk hipotesis H9′

--------- 70 ----------
Contoh VI (1)
Tabel 6.1 Hasil Produksi Perlakuan 5 Jenis Bibit Kedelai Indonesia
dan Lokasi Tanam ( ton/ha )
Lokasi Jenis Bibit ( A )
Tanam Rata-
Raja Mutiara Dena Dega Jumlah
(B) Grobogan rata
Basa 1 1 1
Pakis haji 2,1 2,4 2,1 2,9 2,8
3,2 2,8 2,2 2,8 3,0
2,7 3,2 2,7 2,9 3,0
Jumlah 8 8,4 7 8,6 8,8 40,8
Rata-rata 2,7 2,8 2,3 2,9 2,9 - 2,7
Tumpang 2,2 2,7 2,2 3,0 3,2
2,9 3,7 2,5 2,9 2,9
2,4 3,5 2,4 3,4 2,8
Jumlah 7,5 9,9 7,1 9,3 8,9 42,7
Rata-rata 2,5 3,3 2,4 3,1 3,0 - 2,9
Singosari 2,4 2,7 2,1 2,8 2,8
3,4 2,8 2,5 3,4 3,0
3,2 3,5 2,3 3,2 2,9

Jumlah 9 9 6,9 9,4 8,7 43 -


Rata-rata 3 3 2,3 3,1 2,9 - 2,9
Jumlah 24,5 27,3 27,3 27,3 26,4 132,8
Besar
Rata-rata 2,7 3,0 2,3 3,0 2,9 2,9
Sumber : Nelly dan I.N.G. Wardana, CIASTECH, 2018

Hipotesa : Tidak ada perbedaan penggunaan jenis bibit, lokasi tanam


dan interaksi jenis bibit dan lokasi tanam terhadap hasil
panen/produksi. :
( σ2 A ) = 0; ( σ2 B )= 0; ( σ2 AB )= 0

Pengolahan data :
∑ Y2 = ( 2,1 )2 + ( 3,2 )2 +…+ ( 3,0 )2 + (2,9 )2 = 372,15
Ry = ( 132,8 )2 / 5x3x3 = 391,9
Ay = ( 40,8 )2 + ( 42,7 )2 + ( 43 )2 / 3 x 3 – 391,9 = 167,8
By = ( 24,5 )2 + ( 27,3 )2 + ( 27,3 )2 + ( 27,3 )2 + ( 26,4 )2 / 5 x 3 –
391,908 = - 305,42
Jab = 1/3 { ( 8 )2 + ( 8,4 )2 + … + ( 9,4 )2 + ( 8,7 )2 /5 – 391,908 = -32,21
ABy = ( - 32,1 ) – 167,8 – ( - 305,42 ) = 105,52
Ey = 372,15 – 391,9 – 167,8 – ( -305,42 ) – ( 105,52 ) = 12,7

--------- 71 ----------
Analisa data :
Untuk model acak, maka nilai F hitung ( sampel )/ perlakuan diperoleh
dengan rumus : A = A/AB ; B = B/AB ; AB = AB/E
Dan untuk nilai F tabel ( populasi ) dengan tingkat kepercayaan 95%,
dari tabel F diperoleh :
F0,05 Varietas ( 4, 30 ) = 2,69
F0,05 Lokasi tanam ( 2, 30 ) = 3,32
F0,05 Interaksi ( 2, 30 ) = 3,32

Tabel 6.2 Analisa Varians 5 Jenis Bibit Kedelai Indonesia dan 3 Lokasi
Tanam
Sumber Variasi Derajat Jumlah Rata-rata jumlah F hitung
kebebasan kuadrat- kuadrat-kuadrat
(dk) kuadrat ( RJK )
(JK)
Rata-rata 1 391,9 391,9
PERLAKUAN :
- Varietas 4 167,8 41,95
-Lokasi tanam 2 - 305,42 -152,7 0,79
Interaksi 2 105,52 52,76 -2,89
Kekeliruan 30 12,7 0,42 125,61

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa F hitung < F tabel, maka hipotesa
diterima, artinya tidak ada pengaruh hasil produksi karena varietas, begitu
juga untuk lokasi tanam. F hitung > F tabel, maka hipotesa ditolak,
artinya ada pengaruh hasil produksi karena interaksi antara varietas dan
lokasi tanam. Hal ini sesuai dengan kenyataanya bahwa masing-masing
jenis bibit mempunyai profil masing – masing yang telah ditemukan oleh
pemulianya yang ditanam di lokasi pemuliaan. Begitu juga untuk
interaksi terbukti, ada perbedaan jumlah hasil produksi di masing-masing
lokasi tanam, karena terjadi interaksi antara jenis bibit dengan lokasi
tanam Dari hasil penelitian terbukti bahwa kedelai dapat tumbuh dan
menghasilkan dengan jumlah yang tinggi sesuai dengan profil walaupun
di tanam di lokasi lain, ini menjadi novelty peneliti. Selama ini petani
khawatir tidak tumbuh apalagi menghasilkan.

--------- 72 ----------
3,5
Produksi Rata-rata 3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
Raja Basa Mutira 1 Dena 1 Dega 1 Grobogan
Jenis Bibit

Tumpang Pakis Haji Singosari

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa lokasi tanam di Singosari


Gambaryang
menghasilkan produksi 1 Produksi rata-rata di 3 lokasi tanam
lebih tinggi.

Hasil penelitian ini dapat dilihat juga pada gambar2, berikut :

Gambar 2 Produksi rata-rata di 3 lokasi tanam

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa lokasi tanam di Singosari


menghasilkan produksi yang tinggi untuk semua jenis bibit kecuali
Dena1 agak lebih sedikit.

--------- 73 ----------
KESIMPULAN
1. Penggunaan jenis bibit kedelai Indonesia tidak berpengaruh
terhadap hasil produksi yang diperoleh. Masing-masing varietas
mempunyai profil masing-masing.
2. Lokasi tanam tidak berpengaruh terhadap hasil produksi yang
diperoleh.
3. Interaksi antara jenis bibit dan lokasi tanam sangat berpengaruh
terhadap hasil produksi yang diperoleh.
4. Hasil produksi rata-rata sebesar 2,9 ton/ha untuk lokasi
Tumpang dan Sngosari sedangkan untuk pakis haji 2,7 ton/ha.
5. Jenis Bibit Mutiara1 dan Dega 1 menghasilkan produksi yang
paling tinggi baik di lokasi Pakishaji, Tumpang maupun
Singosari yaitu rata-rata sebesar 3,0 ton/ha sedangkan untuk raja
basa 2.7 ton/ha, Dena1 2,3 ton/ha dan Grobogan 2,9 ton/ha
6. Novelty dari penelitian ini adalah jenis bibit kedelai produksi
dalam negeri dapat ditanam di berbagai lokasi dan di berbagai
waktu. Juga menghasilkan produksi yang tinggi sesuai dengan
profilnya masing-masing.

--------- 74 ----------
Contoh VI (2) :
Dari hasil eksperimen, diperoleh hasil produksi sebagai berikut :
Tabel 1 Hasil Produksi Perlakuan 5 Varietas Kedelai Indonesia
dan 3 Waktu Tanam ( Ton/ha )

Waktu Varietas ( A )
Tanam Rata-
Raja Mutiara Dena Dega Jumlah
(B) Grobogan rata
Basa 1 1 1
Januari 2,2 2,7 2,2 3,0 3,2
2,9 3,7 2,5 2,9 2,9
2,4 3,5 2,4 3,4 2,8
Jumlah 7,5 9,9 7,1 9,3 8,9 42,7
Rata-rata 2,5 3,3 2,4 3,1 3,0 - 2,9
February 2,4 2,7 2,1 2,8 2,8
3,4 2,8 2,5 3,4 3,0
3,2 3,5 2,3 3,2 2,9
Jumlah 9 9 6,9 9,4 8,7 43
Rata-rata 3 3 2,3 3,1 2,9 - 2,9
Maret 2,1 2,4 2,1 2,9 2,8
3,2 2,8 2,2 2,8 3,0
2,7 3,2 2,7 2,9 3,0

Jumlah 8 8,4 7 8,6 8,8 40,8 -


Rata-rata 2,7 2,8 2,3 2,9 2,9 - 2,7
Jumlah 24,5 27,3 27,3 27,3 26,4 132,8
Besar
Rata-rata 2,6 3,0 3,0 3,0 2,9 2,9
Sumber : Nelly dan I.N.G. Wardana, Laporan Hibah Pasca Doktor 2018

Hipotesa : Varians: ( σ2 A ) = 0; ( σ2 B )= 0; ( σ2 AB )= 0

Tidak ada perbedaan hasil produksi dari penggunaan macam jenis bibit
dan waktu tanam serta interaksi penggunaan jenis bibit dan waktu tanam

∑ Y2 = ( 2,2 )2 + ( 2,9 )2 +…+ ( 3,0 )2 + (3,0 )2 = 372,15

Ry = ( 132,8 )2 / 5x3x3 = 391,9

Ay = ( 42,7 )2 + ( 43 )2 + ( 40,8 )2 / 3x3 – 391,9 = 167,8

By =( 24,5 )2 + ( 27,3 )2 + ( 27,3 )2 + ( 27,3 )2 + ( 26,4 )2 / 5 x 3 – 391,9


= - 305,42

Jab = 1/3 { ( 7,5 )2 + ( 9,9 )2 + … + ( 8,6 )2 + ( 8,8 )2 /3 – 391,9 = -32,21

--------- 75 ----------
ABy = - 32,1 –167,8 – ( - 305,42 ) = 105,52

Ey = 372,15 – 391,9 – 167,8 – ( -305,42) – ( 105,52 ) = 12,7

F hitung perlakuan : A = A/AB

B = B/AB

AB = AB/E

Tabel 2 Analisa Varians 5 Varietas Kedelai Indonesia dan Waktu Tanam


Sumber Variasi Derajat Jumlah Rata-rata F hitung
kebebasan Kuadrat- Jumlah
(dk ) kuadrat (JK) Kuadrat-
kuadrat
(RJK)
Rata-rata 1 391,9 391,9

PERLAKUAN 4 167,8 41,95 0,79


( Varietas )

(Waktu Tanam) 2 305,42 -152,7 -2,89

Interaksi 2 105,52 52,76 125,61

Kekeliruan 30 12,7 0,42

Dengan tingkat kepercayaan 95%, dari table F diperoleh :

F0,05 Varietas ( 4, 30 ) = 2,69


F0,05 Waktu Tanam ( 2, 30 ) = 3,32
F0,05 Interaksi ( 2, 30 ) = 2,32

F hitung < F tabel, maka hipotesa diterima, artinya tidak ada pengaruh
hasil produksi karena Varietas kedelai Indonesia, begitu juga untuk
Waktu Tanam. Untuk Interkasi, F hitung > F tabel, maka hipotesa
ditolak, artinya ada pengaruh hasil produksi karena interaksi antara

--------- 76 ----------
Varietas kedelai Indonesia dan Waktu Tanam. .

3,5
RATA-RATA PRODUKSI (ton/ha)

3
2,5
JANUA
2 RI

1,5 FEBUAR
I
1
0,5
0

VARIETAS

Gambar 1 dan 2 , Hasil Produksi rata-rata dengan 3 waktu tanam

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa waktu tanam bulan Februari


menghasilkan produksi yang paling tinggi yaitu 43 ton/ha sedangkan
bulan januari dan maret masing-masing menghasilkan produksi 42,7
ton/ha dan 40,8 ton/ha.

Kesimpulan :

--------- 77 ----------
1. Varietas kedelai Indonesia tidak mempengaruhi hasil produksi
yang diperoleh.
2. WaktuTanam tidak mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh.
3. Interkasi antara varietas dan waktu tanam sangat mempengaruhi
hasil produksi yang diperoleh.
4. Waktu Tanam bulan Februari menghasilkan produksi yang paling
tinggi yaitu 43 ton/ha sedangkan bulan januari dan maret masing-
masing menghasilkan produksi 42,7 ton/ha dan 40,8 ton/ha.

Table 1 Results of Treatment of 5 Varieties of Indonesian Soybean


and 3 Planting Time (Ton/ha)

Variety ( A )
Plan- Amount Ave-
ti ng time (B) rage
Raja Basa Mutiara 1 Dena 1 Dega 1 Grobogan

March 2,2 2,7 2,2 3,0 3,2


2,9 3,7 2,5 2,9 2,9
2,4 3,5 2,4 3,4 2,8
amount 7,5 9,9 7,1 9,3 8,9 42,7
Average 2,5 3,3 2,4 3,1 3,0 - 2,9

April 2,4 2,7 2,1 2,8 2,8


3,4 2,8 2,5 3,4 3,0
3,2 3,5 2,3 3,2 2,9
amount 9 9 6,9 9,4 8,7 43
Average 3 3 2,3 3,1 2,9 - 2,9

May 2,1 2,4 2,1 2,9 2,8


3,2 2,8 2,2 2,8 3,0
2,7 3,2 2,7 2,9 3,0
Amount 8 8,4 7 8,6 8,8 40,8 -

Average 2,7 2,8 2,3 2,9 2,9 - 2,7

Total 24,5 27,3 27,3 27,3 26,4 132,8


amount
Average 2,6 3,0 3,0 3,0 2,9 2,9

1. HYPOTHESIS

--------- 78 ----------
There is no difference in the use of seed type, planting time
and interaction of seed type and planting time toward
production results.
: Varians: (σ2A) = 0; (σ2 B)= 0; (σ2 AB) = 0
(There are no different variant for varieties, planting
time and interaction A and B to production results)

2. DATA PROCESSING

∑Y2 = (2,2)2+(2,9)2 +…+ (3,0)2 + (3,0)2 = 372,15

Ry = (132,8)2 / 5x3x3 = 391,9

Ay = (42,7)2 + (43)2+ (40,8)2/ 3x3 – 391,9 = 167,8


By =(24,5)2 + (27,3)2 + (27,3)2+ (27,3)2 + (26,4)2/ 5 x 3 – 391,9
= - 305,42
Jab =1/3 {(7,5)2 + (9,9)2 + …+ (8,6)2 + (8,8)2/3 – 391,9 = -
32,21
ABy = - 32,1 –167,8 – (- 305,42) = 105,52
Ey = 372,15 – 391,9 – 167,8 – (-305,42) – (105,52) = 12,7

--------- 79 ----------
Analysis of Variety and Planting Time of Indonesian Soybean
towards the Production Result to Meet the Demand

3. DATA ANALYSIS
For the random model, F value (sample) / treatment is obtained by
the following formula:
: A = A/AB ; B = B/AB ; AB = AB/E

Table 2 Variance Analysis of 5 Indonesian Soybean Varieties and


Planting Time

With 95% confidence level, it is obtained:


F0,05Variety ( 4,30 ) = 2,69
F0,05 Planting time ( 2,30 ) = 3,32 F0,05
Interaction ( 2,30 ) = 2,32
F calculation <F table, then the hypothesis is accepted,
meaning there is no effect of production result because of the
Indonesian soybean varieties, similar to the planting time. For
Interaction, F calculation> F table, then the hypothesis is
rejected, it means there is influence in production result
because of the interaction between soybean varieties of
Indonesia and Planting Time.

------- 80 ------
Figure 1 Average production of 3 planting time
From Figure 1 it can be seen that April reach the highest
average production of 43 tons/ha, while March and May each produced
average production of 42.7 tons/ha and 40.8 tons / ha.

Nelly Budiharti and ING Wardana

4. DISCUSSION
Table 2 showed that F calculation <F table, therefore the
hypothesis is accepted. There is no effect to production result
because of variety, same goes to planting location. F calculation>
F table, then the hypothesis is rejected, meaning there is influence
of production result because of the interaction between variety
and plant location. This corresponds to the fact that each type of
seed has its own profile which has been discovered by its breeder
planted at the breeding site in the usual planting time of soybean
farmers. For the interactions, it is proven that there is a difference
in the amount of production in each planting time. The results of
the research proved that soybeans can grow and can be productive
if planted in other locations as well when planted in different
month than usual, for instance June or July in Jember and
November or December in Banyuwangi (Nelly, 2016), this is

------- 81 ------
being the novelty of the researcher because previous farmers
worried about their soybean for not growing or producing.

5. CONCLUSION
1. Indonesian soybean varieties do not affect the results of
production obtained.
2. Planting time does not affect the results of production obtained.
3. The interaction between varieties and planting times
greatly affects the production results obtained.
4. Planting time in May produced the highest production of
2.7 tons/ha, while March and April each produce 2.5
tons/ha
5. In March, the Mutiara1 variety produced the highest
average production of 3.3 tons/ha, in April the Dega 1
variety was 3.1 tons / ha and in May the Dega 1 and
Grobogan varieties were 2 , 9 tons/ha
6. Each variety has its own profile.

Apabila eksperimen faktorial ini meliputi 3 buah faktor, misal


faktor-faktor itu A, B, dan C masing-masing dengan taraf sebanyak: a, b,
dan c. Jika eksperimennya dilakukan dengan menggunakan desain acak
sempurna, dalam tiap kombinasi perlakuan terdapat n buah unit
eksperimen atau observasi, maka model linier yang tepat untuk desain
eksperimen faktorial a x b x c ini adalah:
Yijkℓ = μ + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk +
ϵℓ(ijk)..........VI (2)
i = 1, 2, ...,a
j = 1, 2, ...,b
k = 1, 2, ...,c
ℓ = 1, 2, ...,n
dengan Yijkℓ , μ, �Ai , �Bj , ABij , Ck , ACik �dan�BCjk dapat dijelaskan seperti
penjelasan untuk model dengan Persamaan VI (1), sedangkan
ABCijk = efek sebenarnya terhadap variabel respon yang
disebabkan oleh interaksi antara taraf ke-i faktor A, taraf
ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C

------- 82 ------
ϵℓ(ijk) = efek sebenarnya daripada unit eksperimen ke-ℓ
dikarenakan oleh kombinasi perlakuan (ijk).
Seperti biasanya diasumsikan ϵℓ(ijk) ~DNI(0, σ2ϵ )
Untuk keperluan ANAVA, maka jumlah kuadrat-kuadrat ΣY2 dan
Ry dihitung serupa seperti dalam hal untuk dua faktor, ialah:
a b c n
2 2
∑ Y = ∑ ∑ ∑ ∑ Yijkℓ
i=1 j=1 k=1 ℓ=1
2
a b c n
2
dan�R y = (∑ ∑ ∑ ∑ Yijkℓ ) ⁄(abcn)
i=1 j=1 k=1 ℓ=1
Jumlah kuadrat-kuadrat lainnya yang diperlukan akan mudah dapat
dihitung apabila data hasil observasi dipecah dan disusun dalam beberapa
buah daftar, ialah: daftar a x b x c, daftar a x b, daftar a x c dan daftar b x
c.
Dari daftar-daftar itu dapat dihitung:
Jabc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b x c
a b c
2
= �� ∑ ∑ ∑(Jijk ⁄n) − R y
i=1 j=1 k=1
dengan Jijk = elemen dalam sel (ijk) dari daftar a x b x c
n

= � ∑ Yijkℓ
ℓ=1
Jab = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b
a b

= � ∑ ∑(Jij2 ⁄cn) − R y
i=1 j=1
Jac = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x c
a c
2
= � ∑ ∑(Jik ⁄bn) − R y
i=1 j=1
dengan Jik = elemen dalam sel (ik) dari daftar a x c
a n a

= � ∑ ∑ Yijkℓ = ∑ Jijk
i=1 ℓ=1 i=1

------- 83 ------
a

Ay ����� = � ∑(A2i ⁄bcn) − R y


i=1
dengan Ai = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-i faktor
A.
b c n b c

= � ∑ ∑ ∑ Yijkℓ = ∑ ∑ Jijk
j=1 k=1 ℓ=1 j=1 k=1
dengan Jij = elemen dalam sel (ij) dari daftar a x b
c n c

= � ∑ ∑ Yijkℓ = ∑ Jijk
k=1 ℓ=1 k=1
b c

= � ∑ Jij = ∑ Jik
j=1 k=1
b

By ����� = � ∑(Bi2 ⁄acn) − R y


j=1
dengan Bj = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-j faktor B.
a c n a c

= � ∑ ∑ ∑ Yijkℓ = ∑ ∑ Jijk
i=1 k=1 ℓ=1 i=1 k=1
a c

= � ∑ Jij = ∑ Jjk
i=1 k=1
c

Cy ����� = � ∑(Ck2 ⁄abn) − R y


k=1
dengan Ck = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-k faktor
C.
a b n a b

= � ∑ ∑ ∑ Yijkℓ = ∑ ∑ Jijk
i=1 j=1 ℓ=1 i=1 j=1
a b

= � ∑ Jik = ∑ Jjk
i=1 j=1
ABy = Jab – Ay – By
ACy = Jac – Ay – Cy

------- 84 ------
BCy = Jbc – By – Cy
ABCy = Jabc – Ay –By – Cy – ABy – ACy – BCy
Ey = Σ Y2 – Ry –Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy – ABCy
Daftar ANAVA untuk model desain ini, dengan satuan-satuan
yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai berikut:

DAFTAR VI (5)
ANAVA DESAIN EKSPERIMEN FAKTORIAL a x b x c
N OBSERVASI TIAP SEL
DESAIN ACAK SEMPURNA
Sumber Variasi dk JK RJK F

Rata-rata 1 Ry R
Perlakuan
A a–1 Ay A
B b–1 By B Ditentu
C c–1 Cy C kan
AB (a – 1)(b – 1) ABy AB oleh
sifat
AC (a – 1)(c – 1) ACy AC faktor
BC (b – 1)(c – 1) BCy BC
ABC (a – 1)(b – 1)(c – 1) ABCy ABC
Kekeliruan abc(n-1) Ey E

Jumlah abcn Σ Y2 ―

Sebagaimana halnya dalam desain faktorial a x b di mana


pengujian yang tepat ditentukan oleh sifat faktor-faktor, maka dalam hal
ini pun sifat faktor tetap dan acak akan menentukan harga F untuk
pengujian yang diperlukan.
Karena taraf tiap faktor bisa tetap atau acak dan semuanya ada 3
buah faktor, maka seluruhnya akan didapatkan 8 buah medel yakni:
Model I (model tetap), Model II (model acak) dan 6 buah Model III
(model campuran) yang diberikan di bawah ini:
Model I : banyak taraf untuk faktor-faktor A, B, C semuanya
tetap
Model II : banyak taraf a, b, c semuanya acak:

------- 85 ------
a dan b tetap, c acak
a dan c tetap, b acak
b dan c tetap, a acak
Model III
a tetap, b dan c acak
b tetap, a dan c acak
c tetap, a dan b acak

Sejalan dengan uraian dalam eksperimen faktorial a x b untuk dua


faktor, maka pengertian tetap dan acak mengenai taraf tiap faktor dapat
diterapkan di sini. Demikian pula mengenai asumsi-asumsi yang harus
diambil, hipotesis yang dapat diuji dan ERJK untuk tiap model satu demi
satu dapat disusun. Dari daftar ERJK, harga-harga F untuk pengujian tiap
hipotesis yang bersangkutan dengan mudah dapat ditentukan.

Model I (Model Tetap)


Model ini digunakan apabila hanya berurusan dengan banyak taraf
tetap untuk tiap faktor, ialah sebanyak a untuk faktor A, b untuk faktor B
dan c untuk faktor C. Kesimpulannya tentulah hanya berlaku untuk taraf
yang tetap tersebut. Secara simbolik asumsi tersebut bisa ditulis sebagai:
a b c a b c c

∑ Ai = ∑ Bj = ∑ Ck = ∑ ABij = ∑ ABij = ∑ ACik = ∑ ACik


i=1 j=1 k=1 i=1 j=1 i=1 k=1
b c a b

= ∑ BCjk = ∑ BCjk = ∑ ABCijk = ∑ ABCijk


j=1 k=1 i=1 j=1
c

= ∑ ABCijk = 0
k=1
Hipotesis yang dapat diuji untuk model ini ialah: tidak terdapat
efek faktor-faktor dan tidak terdapat efek interaksi antara faktor-faktor.
Dalam bentuk perumusan menjadi:
H1 : Ai = 0, (i = 1, 2, ..., a)
H2 : Bj = 0, (j = 1, 2, ..., b)
H3 : Ck = 0, (k = 1, 2, ..., c)
H4 : ABij = 0, (i = 1, 2, ..., a dan j = 1, 2, ..., b)

------- 86 ------
H5 : ACik = 0, (i = 1, 2, ..., a dan k = 1, 2, ..., c)
H6 : BCjk = 0, (j = 1, 2, ..., b dan k = 1, 2, ..., c)
H7 : ABCijk = 0, (i = 1, 2, ..., a; j = 1, 2, ..., b dan
k = 1, 2, ..., c)
Dengan menggunakan ERJK, yang tidak diberikan di sini, harga-
harga F untuk pengujian hipotesis-hipotesis di atas adalah:

F = A/E untuk hipotesis H1


F = B/E untuk hipotesis H2
F = C/E untuk hipotesis H3
F = AB/E untuk hipotesis H4
F = AC/E untuk hipotesis H5
F = BC/E untuk hipotesis H6
F = ABC/E untuk hipotesis H7
Batas-batas daerah kritis untuk masing-masing pengujian
ditentukan oleh taraf signifikansi α yang dipilih dari distribusi F dengan
derajat kebebasan yang idambil dari Daftar V (8) sesuai dengan
perlakuan masing-masing dipasangkan dengan derajat kebebasan
kekeliruan.

Model II (Model Acak)


Bayangkan adanya 3 buah populasi daripada taraf faktor-faktor A,
B, dan C. Dari masing-masing populasi tadi sebanyak a taraf faktor A, b
taraf faktor B dan c taraf faktor C telah diambil secara acak. Jika semua
taraf dari tiap faktor yang telah diambil tadi terdapat di dalam eksperimen
yang dilakukan maka diperoleh model acak atau Model II. Asumsi yang
berlaku dalam hal Model II ini adalah:
Ai ~DNI�(0, σ2A ); Bj ~DNI�(0, σ2B );
Ck ~DNI�(0, σ2C ); ABij ~DNI�(0, σ2AB );
ACik ~DNI�(0, σ2AC ); BCjk ~DNI�(0, σ2BC );
dan��ABCijk ~DNI�(0, σ2ABC );
Dengan asumsi di atas, maka hipotesis yang dapat diuji adalah:
H1 : σ2A = 0; H2 : σ2B = 0
2 2
H3 : σC = 0; H 4 : σAB = 0
2 2
H5 : σAC = 0; H 6 : σBC = 0
H7 : σ2ABC = 0;

------- 87 ------
Apabila ERJK untuk model ini disusun dan digunakan untuk
menentukan harga-harga F, maka semua hipotesis di atas dapat diuji
dengan menggunakan:
F = AB/ABC untuk H4
F = AC/ABC untuk H5
F = BC/ABC untuk H6
F = ABC/E untuk H7
sedangkan untuk H1, H2, dan H3 tidak ada uji eksak yang dapat
digunakan.
Derajat kebebasan pembilang dan derajat kebebasan penyebut
distribusi F untuk menentukan daerah kritis, masing-masing sama dengan
dk pembilang dan dk penyebut tiap perlakuan yang terdapat di dalam
rasio F yang dihitung.

Model Campuran (a dan b tetap, c acak)


Model campuran dalam eksperimen hanya terdapat a buah taraf
faktor A, hanya terdapat b buah taraf faktor B dan sebanyak c buah taraf
faktor C yang diambil secara acak dari sebuah populasi yang terdiri atas
semua taraf faktor C, akan memberikan model campuran dengan a dan b
tetap sedangkan c acak. Asumsi yang berlaku untuk hal ini adalah:
a b a b a b

∑ Ai = ∑ Bj = ∑ ABij = ∑ ABij = ∑ ACik = ∑ BCjk


i=1 j=1 i=1 j=1 i=1 j=1
a b

= ∑ ABCijk = ∑ ABCijk = 0
i=1 j=1
dengan������Ck ~DNI�(0, σ2c )
c c c

�Adapun���� ∑ ACik �, ∑ BCjk �, dan� ∑ ABCjik


k=1 k=1 k=1
tidak dimisalkan sama dengan nol.
Untuk menguji hipotesis tidak terdapat efek setiap faktor dan tidak
terdapat efek interaksi antar faktor, harga-harga F yang harus dihitung
untuk tiap perlakuan dicantumkan dalam Daftar VI ().
Daftar tersebut juga berisikan harga-harga F untuk Model III
lainnya, ialah dengan:

------- 88 ------
a dan c tetap, b acak,
b dan c tetap, a acak.
Asumsi untuk masing-masing kedua model terakhir ini bisa
diperoleh dari asumsi di atas dengan jalan mempertukarkan hurf-huruf
faktor yang diperlukan. Nampak bahwa semua pengujian ada dan dapat
dilakukan secara eksak.

DAFTAR VI (6)
RASIO F UNTUK EKSPERIMEN FAKTORIAL a x b x c
MODEL III (DUA FAKTOR TETAP, SATU FAKTOR ACAK)
Rasio F Untuk
Sumber Variasi
a dan b tetap a dan c tetap b dan c tetap
c acak b acak a acak
Rata-rata ‒ ‒ ‒
Perlakuan
A A/AC A/AB A/E
B B/BC B/E B/AB
C C/E C/BC C/AC
AB AB/ABC AB/E AB/E
AC AC/E AC/ABC AC/E
BC BC/E BC/E BC/ABC
ABC ABC/E ABC/E ABC/E
Kekeliruan ‒ ‒ ‒

Model Campuran (a tetap, b dan c acak)


Model ini akan terjadi apabila di dalam eksperimen yang
dilakukannya, si peneliti terlibat dengan:
1) hanya sebanyak a buah taraf faktor A.
2) sebanyak b buah taraf faktor B yang telah diambil secara acak dari
sebuah populasi terdiri atas semua taraf faktor B, dan
3) sebanyak c buah taraf faktor C yang merupakan sebuah sampel acak
dari sebuah populasi yang terdiri atas semua taraf faktor C.
Secara matematik, asumsi di atas dapat dituliskan sebagai:
a a a a b

∑ Ai = ∑ ABij = ∑ ACik = ∑ ABCijk = ∑ ABCijk = 0


i=1 i=1 i=1 i=1 j=1

------- 89 ------
��Bj ~DNI�(0, σ2B )
��Ck ~DNI�(0, σ2C )���dan���BCjk ~DNI�(0, σ2BC );
b c b c

�Sedangkan�untuk:���� ∑ ACik �, ∑ ACik �, ∑ ABCijk �dan� ∑ ABCjik


j=1 k=1 j=1 k=1
tidak dimisalkan berharga nol.
Dengan jalan mempertukarkan huruf-huruf faktor yang diperlukan,
maka didapat dua buah lagi model campuran lainnya, ialah apabila:
1) b tetap, a dan c acak
2) c tetap, a dan b acak
Rasio F untuk masing-masing model yang bisa digunakan untuk
pengujian hipotesis tidak ada efek tiap faktor dan tidak ada efek interaksi
antar faktor, dicantumkan selengkapnya dalam daftar di bawah ini.

DAFTAR VI (7)
Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c
MODEL III
(SATU FAKTOR TETAP, DUA FAKTOR ACAK)
Rasio F Untuk
Sumber
Variasi a tetap b tetap c tetap
b dan c acak a dan c acak a dan b acak
Rata-rata ‒ ‒ ‒
Perlakuan
A tak ada uji eksak A/AC A/AB
B B/BC tak ada uji eksak B/AB
C C/BC C/AC tak ada uji eksak
AB AB/ABC AB/ABC AB/E
AC AC/ABC AC/E AC/ABC
BC BC/E BC/ABC BC/ABC
ABC ABC/E ABC/E ABC/E
Kekeliruan ‒ ‒ ‒

------- 90 ------
Contoh VI (3):
Tabel 1 Hasil Produksi Perlakuan 3 Varietas Kedelai Indonesia, 2 Lokasi
Tanam dan 3 waktu tanam ( Ton/ha )
DENA 1 (A1) DEGA 1 (A2) GROBOGAN (A3)
Tumpang Singosari Tumpang Singosari Tumpang Singosari
(B1) (B2) (B1) (B2) (B1) (B2)
2.2 2.7 3 2.8 3.2 2.8
2.5 2.5 2.9 3.4 2.9 3
JANUARI C1 2.4 2.3 3.4 3.2 2.8 2.9
JUMLAH 7.1 7.5 9.3 9.4 8.9 8.7
2.1 2.7 2.8 3 2.8 3.2
2.4 2.4 2.8 3.4 2.8 2.9
FEBUARI C2 2.3 2.6 2.9 3.3 3 3.1
JUMLAH 6.8 7.7 8.5 9.7 8.6 9.2
2.2 2.3 3.4 3 3.2 3.2
2.4 2.5 3.2 2.9 3 2.9
MARET C3 2.5 2.4 3.9 3.4 2.4 2.8
JUMLAH 7.1 7.1 9.5 9.3 9.1 8.9
TOTAL 21 22.2 27.3 28.4 26.6 26.8

Untuk menghitung jumlah kuadrat (JK) tiap sumber variasi diperlukan


table-tabel berikut :

Tabel axbxc
DENA 1 DEGA 1 GROBOGAN
Tumpang Singosari Tumpang Singosari Tumpang Singosari
JANUARI 7.1 7.5 9.3 9.4 8.9 8.7
FEBUARI 6.8 7.7 8.5 9.7 8.6 9.2
MARET 7.1 7 9.5 9.3 9.1 8.4

------- 91 ------
Tabel axb
Dena1 Dega1 Grobogan Jumlah

Tumpang 21 27,3 26,6 74,9

Singosari 22,2 28,4 26,8 77,4

Jumlah 43,2 55,7 53,4

Tabel axc
Dena1 Dega1 Grobogan Jumlah

Januari 14,6 18,7 17,6 56,9

Februari 14,5 18,2 17,8 50,5

Maret 14,1 18,8 18 50,9

Jumlah 152,3

Tabel bxc
Tumpang Singosari Jumlah

Januari 25,3 25,6 56,9

Februari 23,9 26,6 50,5

Maret 25,7 25,2 50,9

Jumlah 74,9 77,4

------- 92 ------
Hipotesa :

Varians: ( σ2 A ) = 0; ( σ2 B )= 0; ( σ2 C )= 0

( σ2 AB )= 0; ( σ2 AC )= 0; ( σ2 BC )= 0; ( σ2 ABC )= 0

Tidak ada perbedaan hasil produksi dengan penggunaan macam bibit,


lokasi tanam, waktu tanam, interaksi macam bibit dan lokasi tanam,
interaksi macam bibit dan waktu tanam, interaksi lokasi tanam dan waktu
tanam, interaksi macam bibit dan lokasi tanam serta waktu tanam
Pengolahan data :

∑ Y2 = ( 2,2 )2 + ( 2,5 )2 +( 2,5 )2 +…+ ( 3,2 )2 + (2,9 )2 + (2,8 )2 =


420,75
Ry = ( 152,3 )2 / 3x2x3x3 = 429,54
Jabc = (7,1)2 + (6,8)2+… + (9,2)2 + (6,9)2 / 3 _ 429,54 == - 284,24
Jab = ( 21 )2 +…+ ( 26,8 )2 / 3x3 - 429,54 = 11,74
Jac = ( 14,6 )2 +…+ ( 18 )2 / 2x3 - 429,54 = 4,99
Jbc = ( 25,3 )2 +…+ ( 25,2 )2 / 3x3 - 429,54 = 0,42

Ay = ( 43,2 )2 + ( 55,7 )2 + ( 53,4 )2 / 2x3x3 – 429,54 = 4,92

By = ( 77,9 )2 + ( 77,4 )2 / 3x3x3 – 429,54 = 0,12

Cy = ( 50,9 )2 + ( 50,5 )2 + ( 50,9 )2 / 3x2x3 – 429,54 = - 3,49

ABy = Jab – Ay –By = 11,74 – 4,92 – 0,12 = 6,7

ACy = Jac – Ay –Cy = 4,99 – 4,92 – ( - 3,49 ) = 3,56

BCy = Jbc – By –Cy = 0,42 – 0,12 – ( - 3,49 ) = 3,79

ABCy = Jabc – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy

= - 284,24 – 4,92 – 0,12 – ( - 3,49 ) – 6,7 - 3,56 – 3,79

= - 299,84

------- 93 ------
Ey = ∑ Y2 – Ry - Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy – ABCy

= 420,75 - 429,54 – 4,92 – 0,12 – ( - 3,49 ) – 6,7 - 3,56 – 3,79 –

( - 299,84 ) = 274,7

Untuk Model Tetap, Semua nilai F hitung diperoleh dari nilai RJK
masing-masing perlakuan dibagi dengan nilai RJK kekeliruan. Untuk
Model Acak , hanya interaksinya yang bisa diperoleh F hitungnya, yaitu :

F hitung = AB /ABC ; AC /ABC ; BC /ABC ; ABC /E

Tabel 6.6. Analisa Varians

Sumber Variasi Derajat Jumla Rata-rata F hitung


kebebasa Kuadrat- Jumlah Model Model
n (dk ) kuadrat Kuadrat- Teatap Acak
(JK) kuadrat
( RJK )
Rata-rata 1 429,54 429,54

PERLAKUAN :
Jenis Bibit
(A) 2 4,92 2,46 0,32

Lokasi Tanam
(B) 1 0,12 0,12 0,01

Waktu Tanam
(C) 2 -3,49 -1,75 -0,23

Interaksi: AB
AC 2 6,7 3,35 0,44 -0,04
BC 4 3,56 0,89 0,12 -0,01
ABC 2 3,79 1,9 0,25 -0,02
4 -299,84 -74,96 -9,86 -9,86
Kekeliruan
36 274,7 7,6

Dengan tingkat kepercayaan 95%, dari table F diperoleh :

------- 94 ------
F0,05 Jenis Bibit ( A ): ( 2, 36 ) = 3,26

F0,05 Lokasi tanam ( B ): ( 1, 36 ) = 4,11

F0,05 Waktu tanam ( C ): ( 2, 36 ) = 3,26

F0,05 Interaksi AB : ( 2, 36 ) = 3,26

F0,05 Interaksi AC : ( 4, 36 ) = 2,63

F0,05 Interaksi BC : ( 2, 36 ) = 3,26

F0,05 Interaksi ABC : ( 4, 36 ) = 3,26

F hitung < F tabel, hipotesa diterima, artinya tidak ada pengaruh. F hitung
> F tabel, hipotesa ditolak, artinya ada pengaruh. Dari Tabel Anava
terlihat bahwa semua nilai F hitung < F tabel , maka dapat disimpulkan
bahwa Jenis Bibit, Lokasi tanam dan Waktu tanam tidak berpengaruh
terhadap hasil produksi begitu juga untuk interaksi antara Jenis Bibit dan
Lokasi Tanam, Jenis Bibit dan Waktu Tanam, Serta interaksi antara
Jenis Bibit,Lokasi Tanam dan Waktu Tanam tidak berpengaruh terhadap
hasil produksi, baik untuk Model Tetap dan Model Acak

3,5
Rata-rata Produksi (Ton/Ha)

2,5

1,5

0,5

0
JANUARI FEBUARI MARET

DENA 1 DEGA 1 GROBOGAN

Gambar 1. Hasil Rata-rata produksi ( Ton/Ha ) di Kecamatan Tumpang

------- 95 ------
Terlihat pada gambar 1, Jenis Bibit Grobogan menghasilkan produksi
yang lebih tinggi dan stabil di Kecamatan Tumpang

3,5
Rata-rata Produksi (Ton/Ha)

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
JANUARI FEBUARI MARET

DENA 1 DEGA 1 GROBOGAN

Gambar 2. Hasil Rata-rata produksi ( Ton/Ha ) di Kecamatan Singosari

------- 96 ------
Terlihat pada gambar 2, Jenis Bibit Dega 1 menghasilkan produksi yang
lebih tinggi dan stabil di Kecamatan Singosari.
20

18

16
Rata-rata Produksi (Ton/Ha)

14

12

10

0
JANUARI FEBUARI MARET

DENA 1 DEGA 1 GROBOGAN

Gambar 3. Hasil Rata-rata produksi ( Ton/Ha ) Pada 3 Waktu Tanam


Terlihat pada gambar 3, Jenis Bibit Dega 1 menghasilkan produksi yang
lebih tinggi dan stabil pada 3 Waktu Tanam

------- 97 ------
27

26.5
Rata-rata Produksi (Ton/Ha)

26

25.5

25

24.5

24

23.5

23

22.5
JANUARI FEBUARI MARET

TUMPANG SINGOSARI Column1

Gambar 4. Hasil Rata-rata produksi ( Ton/Ha ) Pada 2 Lokasi Tanam


Terlihat pada gambar 4, Di Kecamatan Tumpang menghasilkan produksi
yang lebih tinggi pada Waktu Tanam bulan Maret. Di Kecamatan
Singosari menghasilkan produksi yang lebih tinggi pada Waktu Tanam
bulan Februari.
Kesimpulan :

1. Variasi Jenis Bibit kedelai Indonesia, Lokasi Tanam dan Waktu


Tanam tidak berpengaruh terhadap hasil produksi yang
diperoleh.
2. Interaksi antara Jenis Bibit dan Lokasi Tanam, Jenis Bibit dan
Waktu Tanam, tidak berpengaruh terhadap hasil produksi yang
diperoleh.
3. Interkasi antara Jenis Bibit, Lokasi Tanam dan Waktu Tanam
tidak berpengaruh terhadap hasil produksi yang diperoleh.
4. Semakin banyak faktor yang digunakan maka semakin panjang
analisa dan semakin banyak kombinasi perlakuan
5. Sering terbukti bahwa adanya efek interaksi order tinggi (lebih
dari 2 faktor), hasilnya jarang signifikan

------- 98 ------
6. Sebaiknya interakasi perlakuan cukup dilakukan untuk 2 faktor
sedangkan untuk 3 faktor atau lebih seluruhnya digabungkan
dengan kekeliruan.
7. Jenis Bibit Grobogan menghasilkan produksi yang lebih tinggi (
Rata-rata 3,1 ton/ha ) di Lokasi Tanam Tumpang
8. Jenis Bibit Dega1 menghasilkan produksi yang lebih tinggi (
Rata-rata 3,1 ton/ha ) di Lokasi Tanam Singosari
9. Jenis Bibit Dega1 menghasilkan produksi yang lebih tinggi (
Rata-rata 18,6 ton/ha ) di pada ke 3 waktu tanam
10. Lokasi Tanam di Kecamatan Singosari menghasilkan produksi
yang lebih tinggi yaitu 77, 4 ton/ha dibandingkan di Kecamatan
Tumpang yaitu 74,9 ton/ha.
11. Di Kecamatan Tumpang produksi yang tinggi terjadi pada waktu
tanam bulan Maret, ( 25,7 ton/ha ) dan di Kecamatan Singosari
terjadi pada waktu tanam bulan Februari ( 26,6 ton/ha )

------- 99 ------
BAB VII
FAKTOR DENGAN TARAF
KUALITATIF DAN KUANTITATIF

7.1. PENDAHULUAN
Telah kita pelajari beberapa macam desain disertai cara analisisnya
baik yang menyangkut sebuah faktor ataupun lebih. Faktor yang terlibat,
umumnya terdiri atas beberapa buah taraf, yang mungkin berbentuk
kuantitaitif atau kualitatif. Faktor waktu misalnya, jika eksperimen
dilakukan pada 5 menit, 10 menit, dan 15 menit, maka kita berhadapan
dengan taraf kuantitatif. Apabila waktu itu dinyatakan dengan cepat,
sedang, dan lama misalnya, maka taraf faktor temperatur berbentuk
kualitatif. Waktu tanam misal Januari, Februari dan Maret juga
merupakan faktor dengan taraf kualitatif.
Di dalam bab ini, cara analisis yang menyangkut faktor-faktor
dengan taraf-taraf kuantitatif dan/atau kualitatif akan dibahas. Akan
tetapi sebelumnya perlu diuraikan dahulu mengenai regresi lengkung dan
polinomial ortogonal yang akan digunakan kemudian.

7.2. REGRESI LINIER


Misalkan bahwa untuk mendapatkan endapan semacam zat,
dinyatakan dengan Y, dengan lama waktu mencampur larutan telah
ditentukan 6 macam, ialah 5, 8, 11, 14, 17 dan 20 menit. Untuk setiap
keadaan dilakukan 3 kali percobaan yang dilakukan secara acak
sempurna. Hasilnya, dengan menggunakan volume percobaan yang
sama, diberikan seperti pada tabel 7.1 berikut :
Dengan menggunakan Model II (1) dalam Bab II, yakni:
Yij = µ + τi + ϵij………. VII (1)

Tabel 7 (1) Endapan Zat Aktif Permukaan (dalam gram)

------- 100 ------


Waktu mencampur (menit)
Jumlah
5 8 11 14 17 20

22 26 30 35 38 37

Berat 23 28 31 34 36 40

endapan 20 29 29 34 34 38

Jumlah 65 83 90 103 108 115 564


21,
Rata-rata 27,7 30 34,3 36 38,3 31,3
7
Sumber: Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 ( Dimodif)

dan ANAVA seperti dicantumkan dalam Daftar III (3), Bab III, kita
peroleh daftar berikut.
Tabel 7 (2) Anava untuk Data Dalam tabel 7 (1)
Sumber
dk JK RJK F
Variasi
Rata-rata 1 17.672 17.672
Waktu 54,88
5 565,3 113,06
Kekeliruan
12 24,7 2,07

Jumlah 18 18.262 ― ―

Dengan harga F = 54,88 ternyata jelas sangat berarti sehingga


waktu mencampur mempunyai pengaruh yang sangat jelas terhadap
terjadinya endapan.
Dalam praktek, sering diinginkan untuk dapat memperkirakan atau
menaksir endapan yang terjadi apabila lama waktu melakukan
pencampuran diketahui. Maka untuk ini perlu ditentukan hubungan
antara lama waktu pencampuran, dinyatakan dengan Xj, dengan endapan
yang terjadi, dinyatakan dengan Yij. Untuk melihat bentuk hubungan
yang mungkin ada, sebaiknya diagram pencarnya digambarkan. Dengan

------- 101 ------


jalan memperhatikan letak titik-titik dalam diagram pencar yang
diperoleh kita bisa memperkirakan apakah hubungannya berbentuk linier
(lurus) ataukah non-linier (lengkung). Diagram pencar untuk data dalam
Daftar VII (1) dapat dilihat seperti dalam gambar berikut.

Endapan

40 .
.
30 . .
. . .
20 . . . .
10 . . .
. .
0 .

5 8 11 14 17 20 waktu
Gambar 7 (1)
Memperhatikan letak titik-titik dalam gambar di atas, adanya
hubungan linier sudah dapat diduga. Model linier untuk sampel yang
merupakan taksiran daripada model linier untuk populasi, adalah:
Yx = bo + b1Xj……… VII (2)
dengan Yx = harga ramalan Y apabila harga X diketahui
bo = potongan pada sumbu vertikal oleh karena garis
regresi
b1 = koefisien arah garis regresi

Harga-harga bo dan b1 dihitung dari sistem persamaan normal berikut:

------- 102 ------


Σ Σ Yij = bon + b1r Σ Xj
…. VII (3)
Σ Σ Xi Yij = bor Σ Xj + b1r Σ X2j

dengan n = banyak observasi keseluruhan sedangkan r = replikasi atau


banyak observasi untuk tiap taraf daripada faktor.
Jika harga-harga yang diperlukan dihitung dari Daftar VII (1),
ialah:
Σ Σ Yij = 564 Σ Xj = 5 + 8 + ... + 20 = 75
Σ X j = 5 + 8 + ... + 20 = 1.095
2 2 2 2

Σ Σ Xj Yij = 5(22+23+20) + ... +20(37+40+38) = 5.775


n = 18 dan r = 3,

maka didapat sistem persamaan normal:


564 = 18bo + 225b1
7.557 = 225bo + 3.285b1
Setelah diselesaikan didapat bo = 17,921 dan b1 = 1,073; sehingga
regresinya mempunyai persamaan:
Yx = 17,921 + 1,073 Xj

Apabila ke dalam persamaan regresi di atas disubstitusikan harga-


harga Xj maka didapatlah rata-rata harga-harga ramalan Yx. Harga-harga
ramalan ini kita bandingkan dengan rata-rata nilai respon untuk melihat
berapa jauh adanya penyimpangan harga-harga ramalan dari yang
sebenarnya. Daftar berikut berisikan harga-harga dimaksud.

Tabel 7 (3) Penyimpangan Ramalan dengan Model Regresi Linier

------- 103 ------


Xj Yx ̅
Yj ̅
Yj − Yx
5 23,3 21,7 1,6
8 26,5 27,7 ―1,2
11 29,7 30,0 ―0,3
14 32,9 34,3 ―1,4
17 36,2 36,0 0,2
20 39,4 38,3 1,1

Untuk melihat apakah penyimpangan ini cukup wajar ataukah


tidak, perlu dilakukan pengujian khusus dengan menggunakan ANAVA.
Ini bisa dilakukan dengan jalan memecah julah kuadrat-kuadrat sumber
variasi perlakuan (dalam hal ini: antar waktu) menjadi JK (regresi linier)
dan JK (penyimpangan dari regresi linier). Rumus-rumusnya adalah:
2
(∑ Xj )
JK�(regresi�linier) = � rb12 {∑ X12 − }…..�VII�(4)
k
dengan k = banyak taraf daripada faktor. Derajat kebebasan untuk JK ini
sama dengan satu sedangkan dk bagi JK untuk penyimpangan merupakan
sisanya.
Dengan harga-harga yang diberikan dan k = 6 kita peroleh JK
(75)2
(regresi linier) = 3(1,073)2 {1.095 − 6 }
= 544,0
JK (penyimpangan) = 565,3 – 544,0 = 21,3
Dengan harga-harga di atas kita peroleh Anava berikut:

Tabel 7 (4) Anava Untuk Regresi Linier

------- 104 ------


Sumber Variasi dk JK RJK

Antar waktu 5 565,3

Regresi linier 1 544,0 544,00

Penyimpangan 4 21,3 5,33

Kekeliruan 12 24,7 2,06

Jumlah 17 590,0 ―

544,00
Harga F untuk regresi linier = = 264,08
2,06
5,33
dan harga F untuk penyimpangan = 2,06 = 2,59
Nampak bahwa efek linier sangat berarti sedangkan penyimpangan dari
regresi linier sama sekali tidak berarti. Karenanya model non-linier
(lengkung) tidak diperlukan.
Jika diperoleh uji penyimpangan yang signifikan, maka regresi
lengkung harus dicari.
Beberapa hasil statistik dari ANAVA untuk regresi linier yang
dapat dikemukakan adalah:
1) Koefisien korelasi Perason, dinyatakan dengan r, merupakan akar
daripada bagian JK yang dimiliki oleh regresi linier. Untuk ANAVA
di atas, maka:
544,0
r2 = = 0,9220�atau�r = 0,96
590,0
suatu korelasi sangat tinggi yang dapat dijelaskan melalui regresi
linier. Maka bentuk regresi lengkung tidak diperlukan.
2) Kekeliruan baku taksiran, dinyatakan dengan sy.x, merupakan akar
daripada RJK yang didapat apabila JK penyimpangan dari regresi
linier digabungkan dengan JK kekeliruan. JK yang dihasilkan dari
penjumlahan ini dinamakan JK kekeliruan taksiran. Untuk contoh
kita, maka:
JK (kekeliruan taksiran) = 21,3 + 24,7 = 46,0
dengan dk = 4 + 12 = 16

------- 105 ------


46,0
Jadi�sy.x = √ = 1,696
16
Penggunaan sy.x misalnya untuk menentukan batas-batas konfidensi
koefisien arah dan ramalan.

7.3. REGRESI LENGKUNG


Hasil pengujian dengan ANAVA, Tabel 7 (4), diperoleh bahwa
hipotesis tidak terdapat penyimpangan dari regresi linier telah diterima.
Jika ternyata hipotesis ditolak, maka regresi linier perlu diganti dengan
regresi model lengkung. Cukup banyak macam regresi lengkung, tetapi
di sini akan ditinjau secara singkat mengenai regresi order m, dan
khususnya regresi order dua atau regresi kuadratik.
Bentuk umum model lengkung order m untuk sampel, adalah:
Yx = bo + b1 Xj + ⋯ + bm Xjm ……..�VII�(5)
dan untuk m = 2, diperoleh model kuadratik
Yx = bo + b1 Xj + b2 X 2j ………�VII�(6)
(Untuk m =3 diperoleh model kubik, m = 4 model kuartik dan untuk m =
5 merupakan model kuintik; model order yang lebih tinggi pada
prakteknya tidak terlalu sering digunakan).
Dalam hal model kuadratik yang digunakan, model seperti dalam
Persamaan VII (6), maka koefisien bo, b1, dan b2 dapat dihitung dengan
jalan menyelesaikan sistem persamaan normal:

∑ ∑ Yij = bo n ∑ X j + b1 r ∑ X j + b2 r ∑ X j2

X j3
∑ ∑ X j Yij = bo r ∑ X j + b1 r ∑ X j2 + b2 r ∑

∑ ∑ X j2 Yij = bo r ∑ X j2 + b1 r ∑ X j3 + b2 r ∑ X j4

… … … … �VII�(7)�������

dengan Yij = variabel respon (nilai pengamatan)


Xj = nilai taraf daripada faktor

------- 106 ------


n = ukuran sampel
Apabila jarak atau beda nilai antara dua taraf berurutan daripada
faktor X sama, (dalam hal ini dikatakan bahwa faktor X berinterval
sama) maka perhitungan untuk mencari bo, b1, dan b2 dapat
disederhanakan dengan jalan menggunakan transformasi
Xj − ̅
X
uj =
d
dengan ̅
X = rata-rata nilai untuk taraf faktor X
d = jarak antara dua nilai taraf yang berurutan (panjang
interval taraf)

Sistem Persamaan VII (7) menjadi


∑ ∑ Yij = b′o n ∑ X j + b′2 r ∑ u2j

∑ ∑ uj Yij = b1′ r ∑ u2j

∑ ∑ u2j Yij = b′o r ∑ u2j + b′2 r ∑ u4j

………..�VII�(8)������
dengan b1′ ,
b′o , dan b′2 berasal dari model
Yx = b′o + b1′ uj + b′2 u2j ……..�VII�(9)
Dengan jalan mengganti kembali uj dan Xj akan diperoleh model
kuadratik dalam Xj dengan Persamaan VII (6).

------- 107 ------


Contoh VII (2) : Observai secara acak terhadap pengembangan volume
semacam zat karena adanya perubahan temperatur .
Tabel 7 (5) Pengembangan Zat Akibat Perlakuan Temperatur
Temperatur (°C)
Jumlah
20 25 30 35 40

Pengembangan 10 18 25 27 23

(%) 8 16 20 26 20

9 16 24 25 18

10 15 23 29 20

Jumlah 37 65 92 107 81 382


Untuk melihat bentuk regresinya, sebaiknya diagram pencarnya
digambarkan. Dari grafik di bawah ini nampak adanya kecenderungan
bentuk regresi lengkung.

%
.
30 . .
. .
20 . .
. . .
10
. .
. .
0 .
.
.
20 25 30 35 40 °C
Gambar 7 (2)
Jika regresi kuadratik akan kita tentukan, maka sebaiknya kita
gunakan Rumus VII (8) karena taraf-taraf untuk faktor tempertaur (X)

------- 108 ------


berjarak sama (yakni 20, 25, 30, 35, 40). Dengan menggunakan
X −30
transformasi uj = j 5
maka didapat pasangan: Xj 20 25 30 35 40
uj -2 -1 0 1 2

Untuk perhitungan harga-harga yang diperlukan, ialah:


Σ Σ Yij = 382 n = 20 r=4
Σ Σ ujYij = (‒2)(37) + (1)(65) + (0)(92) + (1)(107) + (2)(81)
= 130
Σ Σ u2j Yij = (‒2)2(37) + (‒1)2(65) + (0)2(92) + (1)2(107) + (2)2(81)
= 644
Σ u2j = (‒2)2 + (‒1)2 + (0)2 + (1)2 + (2)2 = 10
Σ u4j = (‒2)4 + (‒1)4 + (0)4 + (1)4 + (2)4 = 10
Mensubstitusikan harga-harga ini ke dalam Rumus VII (8)
diperoleh:
382 = 20 b′o + 40 b′2

130 = 40 b1
644 = 40 b′o + 136 b′2
Setelah diselesaikan didapat b′o = 23,38; b1′ = 3,25
dan b′2 = ‒2,14.
Dalam Xj, maka regresi yang sedang dicari adalah:
Yx = ‒73,16 + 5,79 Xj ‒ 0,09 X j2.
Apakah model kuadratik di atas dapat digunakan ataukah tidak,
masih perlu diselidiki mengenai kemungkinan terjadinya penyimpangan
dari bentuk kuadratik. Untuk itu digunakan ANAVA regresi dan perlu
ditentukan harga-harga JK untuk sumber-sumber variasi: antar
temperatur, regresi linier, kuadratik terhadap linier, penyimpangan dari
kuadratik, dan kekeliruan. JK (regresi linier) dapat dihitung dengan
Rumus VII (4), tetapi untuk itu perlu dihitung dulu persamaan regresi
liniernya; dan ini cukup memakan waktu. Karenanya JK ini bisa juga
ditentukan oleh:
2
(Σ�Σ�uj �Yij )
JK�(regresi�linier) = � …….�VII�(10)
r�Σ�u2j
JK (kuadratik terhadap linier) dengan dk = 1
didapat apabila
JK�(regresi�linier) =�

------- 109 ------


2
Σ�u2j
��������������������r(b′2 )2 �Σ� (u2j − ) + �r(b1′ )2 �Σ�u2j �…..�VII�(11)
k
dikurangi oleh JK (regresi linier).
JK (penyimpangan dari kuadratik) merupakan sisa dari JK (perlakuan).
Sekarang, JK (antar temperatur) = 422,5
(130)2
JK�(Linier) = � = 422,5
4(10)
JK (kuadratik) = 4(‒2,14)2(14) + 4(3,25)2(10)
= 256,46 + 422,5 = 678,96
JK (kuadratik terhadap linier) = 678,96 ‒ 422,5 = 256,46
JK (penyimpangan dari kuadratik) = 720,8 ‒ 678,96 = 41,84
JK (kekeliruan) = 43.
Dari hasil-hasil di atas diperoleh daftar ANAVA berikut:

Tabel 7 (6) Anava Regresi Orde 2


Untuk Data Pada Tabel 7 (5)
Sumber Variasi dk JK RJK

Antar temperatur 4 720,8 180


Regresi linier 1 422,5 422,5
Kuadratik terhadap linier 1 256,46 256,46
Penyimpangan 2 41,84 20,92
Kekeliruan 5 43 2,87

Jumlah 19 763,8 ‒

Jika dilakukan uji F, nampak bahwa efek-efek linier dan kuadratik


sangat berarti. Tetapi nampak juga bahwa penyimpangan dari model
kuadratik sangat berarti, sehingga model order yang lebih tinggi masih
diperlukan. Persamaan dengan order yang lebih tinggi tidak akan

------- 110 ------


ditentukan dengan cara ini tetapi akan digunakan polinomial ortogonal
yang dijelaskan dalam bagian berikut.
Sementara itu, bagian dari jumlah variasi yang dimiliki oleh model
regresi dengan order tertinggi dinamakan indeks korelasi, dinyatakan
dengan R2. Untuk soal di atas, maka
678,96
R2 = = 88,9
763,8
yang berarti 88,9% dari variasi Yij dapat dijelaskan oleh Xj melalui
regresi order dua.

7.4. POLINOMIAL ORTOGONAL


Dalam Bagian 7(1), waktu mencampur berharga 5, 8, 11, 14, 17,
dan 20 dalam menit dan bagian 7(5), perlakuan temperatur dalam derajat
Celcius, berbeda sama, ialah 3 dan 5. Penentuan harga-harga X berbeda
sama atau berinterval sama seperti di atas menberikan keuntungan
tertentu, antara lain memudahkan analisis, khususnya untuk analisis
regresi, seperti telah kita lihat dari contoh dalam Bagian 7.3. Hal ini
disebabkan oleh memungkinkannya dilakukan transformasi dari X ke-u
sedemikian sehingga Σu = 0 (demikian pula jumlah harga-harga u
berpangkat ganjil) yang menyebabkan perhitungan-perhitungan lebih
sederhana. Keuntungan ini akan sangat terasa apabila yang harus kita
tentukan itu menyangkut kurva dengan persamaannya berorder tinggi
seperti diberikan dalam Persamaan VII (5).
Cara penyederhanaan lain dalam usaha menentukan regresi
berorder tinggi ialah dengan jalan menggunakan polinomial ortogonal.
Misalkan Yx sebuah polinomial dalam X yang berorder m dengan
persamaan seperti dalam Rumus VII (5). Telah dibuktikan bahwa
polinomial demikian dapat ditulis dalam bentuk

Yx = Ao ξo + A1 ξ1 +A2 ξ2 + � … + �Am ξm … . . VII�(12)�

dengan koefisien-koefisien Ai ditentukan oleh:

ΣΣYij ξi
Ai = ...................�VII�(13)
ΣΣξ2i

------- 111 ------


sedangkan ξr sebuah polinomial order r dalam u dengan sifat bahwa ξp
dan ξq merupakan sistem polinomial ortogonal. Sampai dengan order
lima dalam u, polinomial ortogonal dimaksud diberikan dalam
Persamaan VII (14).
Dengan k menyatakan banyak taraf untuk variabel X sedangkan harga-
harga λ ditentukan sedemikian rupa sehingga ξr merupakan bilangan
bulat untuk semua u.
Untuk keperluan praktek, beberapa harga ξr , Σξ2r ,
dan��dicantumkan dalam Apendiks, Daftar F untuk tiap bentuk
polinomial ξi, dimulai dari bentuk linier sampai dengan paling tinggi
bentuk kuintik (order lima), dengan banyak taraf k = 3, 4, ..., 10.

ξo = 1
ξ1 = λ1 u
k2 − 1
ξ2 = λ2 (u2 − )
12
3k 2 − 7
ξ3 = λ3 {u3 − u( )}
20
u2 3
ξ4 = λ4 {u4 − (3k 2 − 13) + (k 2 − 1)(k 2 − 9)}
14 560
5u3 2 u
ξ5 = λ5 {u5 − (k − 7) + (15k 4 − 230k 2 + 470)}
18 108

............. VII (14)

Harga-harga besaran dalam daftar tersebut telah diturunkan dari


rumus-rumus di atas sampai dengan variabel X berskala 10 dengan nilai-
nilai yang berinterval sama. Penurunannya tidak diuraikan di sini karena
telah keluar dari tujuan penulisan buku ini.
Dari Daftar F tersebut nampak bahwa kita bisa menentukan lebih
dari sebuah polinomial untuk tiap k, maka polinomial mana yang berlaku
untuk suatu persoalan? Untuk menentukannya, pengujian statistik perlu
dilakukan terhadap tiap bentuk polinomial. Setiap polinomial ortogonal
membentuk suatu kontras, maka pengujian dapat dilakukan dengan
menggunakan sifat-sifat kontras ini. Kita perlu jumlah kuadrat-kuadrat
(JK) untuk tiap polinomial yang dapat dihitung dengan rumus:

------- 112 ------


2
(ΣΣ�Yij ξi )
JK�(polinomial) = � … … . VII�(15)
ΣΣ�ξ2i

sedangkan penjumlahan dilakukan untuk semua j. Selanjutnya daftar


ANAVA dapat disusun dan untuk pengujian polinomial, setiap bentuk
polinomial mempunyai derajat kebebasan dk = 1.

Contoh VII (2) :


Untuk menjelaskan hal yang telah diuraikan di atas, kita ambil contoh
yang datanya diberikan dalam Daftar 7(5). Dalam hal ini kita mempunyai
harga-harga X = 20, 25, 30, 35, 40, yang berinterval sama dengan k = 5.
Melihat ke dalam Daftar F, dari Apendiks, kita peroleh koefisien-
koefisien untuk polinomial ortogonal yang linier, kuadratik, kubik dan
kuartik.
Ke dalam daftar tersebut, untuk keperluan perhitungan, juga telah
dimasukkan harga-harga Σ�Yij untuk semua j, yang tiada lain masing-
masing sama dengan jumlah tiap kolom untuk data dalam Daftar 7(5)

Tabel 7(7) Perlakuan Temperatur


Taraf Variabel X
20 25 30 35 40
Polinomial Ʃξ2i λ
Skala X
K 1 2 3 4 5
linier ‒2 ‒1 0 1 2
kuadratik 2 ‒1 ‒2 ‒1 2
5
kubik ‒1 2 0 ‒2 1
kuartik 1 ‒4 6 ‒4 1
ƩYij 37 65 92 107 81

Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk tiap polinomial, dihitung


dengan Rumus VII (15), adalah:

------- 113 ------


(‒ 2x37‒ 1x65 + 0x92 + 1x107 + 2x81)2
JK�(linier) ��������� = = 422,50
4x10
(����2x37‒ 1x65‒ 2x92‒ 1x107 + 2x81���)2
JK�(kuadratik) � = = 257,14
4x14
(‒ 1x37 + 2x65 + 0x92‒ 2x107 + 1x81)2
JK�(kubik) ��������� = = ��40,00
4x10
(���1x37‒ 4x65 + 6x92‒ 4x107 + 1x81��) 2
JK�(kuartik) ������ = = �����1,16
4x70

Bila hasil ini, disusun bersama-sama dengan hasil yang diperlukan


diambil dari tabel 7(6), kita peroleh daftar ANAVA sebagai berikut:

Tabel 7 (8) Anava Untuk Model Polinomial dengan k = 5


dari tabel 7(7)
Sumber Variasi dk JK RJK F

Antar temperatur 4 720,8 180,2


linier 1 422,5 422,5 147,21
kuadratik 1 257,14 257,14 89,60
kubik 1 40 40 13,94
kuartik 1 1,16 1,16 0,40
Kekeliruan 15 43 2,87

Jumlah 19 763,8 ‒

Uji F untuk bentuk-bentuk linier, kuadratik, dan kubik ternyata


sangat nyata; sedangkan bentuk kuartik tidak nyata. Ini berarti bahwa
model order tiga diperlukan untuk analisis data, dan ini sesuai dengan
hasil yang telah dicapai berdasarkan ANAVA dalam Daftar VII (6) yang
menyatakan bahwa penyimpangan model dari kuadratik sangat berarti.
Bagaimana bentuk persamaan atau model untuk keperluan prediksi
apabila nilai-nilai X diberikan? Untuk ini kita perlu menghitung dulu
harga-harga A1 dengan Rumus VII (13), yang jika dilakukan akan
diperoleh:

------- 114 ------


ƩƩYij ξi
ƩƩYij (1) ƩƩYij
Ao = = =
ƩƩξ2i ƩƩ(1)2 n
37 + 65 + 92 + 107 + 81
= = 19,1
20
−2x37 − 1x65 + 0x92 + 1x107 + 2x81
A1 = = 3,25
4x10
2x37 − 1x65 − 2x92 − 1x107 + 2x81
A2 = = −2,14
4x14
−1x37 + 2x65 + 0x92 − 2x107 + 1x81
A3 = = −1
4x10

Karena model signifikan pada order tiga maka kita cukup


menghitung sampai dengan A3. Masih perlu dicari harga-harga ξi (i = 1,
2, 3). Ini didapat dengan menggunakan hubungan-hubungan yang tertera
dalam Rumus VII (14). Jelas bahwa ξo = 1. Selanjutnya, dengan
mensubstitusikan k = 5 dan harga-harga λ yang bersesuaian seperti
tertera dalam daftar, diperoleh:
�ξ1 = 1. u
25 − 1
�ξ2 = 1. {u2 − } = u2 − 2
12
5 75 − 7 1
ξ3 = . {u3 − u( )} = (5u3 − 17u)
6 20 6
Model order tiga dalam u, didapat dari Persamaan VII (12), yakni:
1
Yx = 19,1 + 3,25u − 2,14(u2 − 2) − (5u3 − 17u)
6
atau Yx = 23,38 + 6,08u ‒ 2,14u2 ‒0,83u3
Model ini sudah cukup dapat dipakai untuk memperkirakan respon Y
apabila X diketahui. Caranya ialah dengan jalan mensubstitusikan u = ‒2,
‒1, 0, 1, 2 masing-masing untuk X = 20, 25, 30, 35, 40. Jika persamaan
dalam X masih diinginkan, tinggal mengganti u di dalam model yang
didapat dengan
X − 30
5

------- 115 ------


7.5. SATU FAKTOR KUANTITATIF DAN SATU FAKTOR
KULAITATIF
Sekarang kita bahas bagaimana analisis dapat dilakukan apabila
persoalan yang kita hadapi mencakup dua buah faktor: satu faktor
mempunyai taraf kualitatif sedangkan yang satu lagi bertaraf kuantitatif
berinterval sama. Contoh perendaman pupuk dengan selang waktu yang
berinterval sama
Yijk = μ + Pi + Wj + PWij +ϵk(ij)
i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3, 4
k = 1, 2, 3, 4
dengan Yijk = hasil produksi yang diperoleh dari campuran pupuk ke-
k yang ada dalam kelompok ke-i dengan waktu
pencapuran ke-j
Pi = efek sebenarnya taraf kualitatif ke-i dari Pencampuran
Pupuk
Wj = efek sebenarnya taraf kuantitatif ke-j dari Waktu
Pencampuran
PWij = efek interaksi dikarenakan taraf ke-i Pencampuran
Pupuk dan tarf ke-j Waktu Pencampuran
ϵk(ij) = efek untuk eksperimen (Pencampuran Pupuk ) ke-k
dalam kombinasi perlakuan taraf (ij).
μ = efek rata-rata yang sebenarnya.

Setelah 3 bulan dilakukan panen diperoleh hasil panen/produksi, yang


datanya dicantumkan di bawah ini ( ons/250 m2.)

------- 116 ------


Tabel 7 (9) Hasil Produksi Kedelai Dengan Pemberian Campuran
Pupuk Dengan Lama Waktu
campuran Yang Berbeda
Pencampuran Pupuk (Pi)
Waktu
Pencampuran Urea+
Urea+ KCl Urea + SP3
(Wj) SP36+KCl
(P2) (P3)
(P1)
78 73 75
90
81 69 72
menit
74 75 70
(P1)
80 78 69
79 74 74
100
78 78 70
menit
81 79 79
(P2)
79 72 80
80 78 76
110
82 79 75
menit
79 80 80
(P3)
84 74 80
83 79 80
120
85 80 79
menit
90 82 76
(P4)
88 79 82
Sumber : Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017
( Dimodif)

Untuk menyelidiki efek Pencampuran Pupuk dan Waktu


Pencampuran terhadap hasil produksi, kita lakukan ANAVA dua faktor
tanpa mempedulikan adanya perbedaan kuantitatif ataupun kualitatif.
Agar supaya perhitungan lebih sederhana, setiap data kita kurangai
dengan 75. Setelah dilengkapi pula dengan bagian-bagian lain yang
diperlukan (lihat Bagian 5.2), hasilnya diberikan di bawah ini.

------- 117 ------


Tabel 7 (10) Anava Dari Data Dalam Tabel 7 (9)
(Disederhanakan)
Pupuk
Waktu Jojo
P1 P2 P3
3 ‒2 0
6 ‒6 ‒3
W1
‒1 0 ‒5
5 (13) 3 (‒5) ‒6 (‒14) ‒6
4 ‒1 ‒1
3 3 ‒5
W2
6 4 4
4 (17) ‒3 (3) 5 (3) 23
5 3 1
7 4 0
W3
4 4 5
9 (25) ‒3 (11) 5 (11) 47
8 4 5
10 5 4
W4
15 7 1
13 (46) 4 (20) 7 (17) 83
Jioo 101 29 17 Jooo = 147

ƩY 2 = (3)2 + 62 + (−1)2 + 52 + � … + 52 + 42 + 12 + 72 = 1.397


��R y = (147)2 ⁄(48) = 450,19
��Wy � = JK�(Waktu)
(−6)2 + (23)2 + (47)2 + (83)2
���= − 450,19 = 355,06
12
��Py = JK�(�Pupuk�)
(101)2 + (29)2 + (27)2
��������= − 450,19 = 258,00
16
Jab �� = 1⁄4{ (13) + (17) + (25)2 + (46)2 + (5)2 + (3)2 +
2 2

�(11)2 + (20)2 + (−14)2 + (3)2 + (11)2 + (17)2 } − 450,19


����= 642,06
PWy � =JK (interaksi antara P dan W)

------- 118 ------


�= 642.06 − 355,06 − 258,00 = 29,00
Ey ��� = 1.397 − 450,19 − 355,06 − 258,00 − 29,00 = 304,75

Tabel 7 (11) Anava Hasil Produksi Untuk data pada


tabel 7 (10)
Sumber Variasi dk JK RJK F
Rata-rata 1 450,19 ‒
Kelompok Ki 2 258,00 129 15,23
Periode Pj 3 355,06 118,35 13,97
Interaksi KPij 6 29,00 4,83 0,57
Kekeliruan ϵk(ij) 36 304,75 8,47
Jumlah 48 1.397 ‒

Nampak bahwa untuk Pupuk Pi diperoleh nilai F = 129/8,47 =


15,23 dan untuk Waktu Pi diperoleh nilai F = 118,35/8,47 = 13,97. Jika
dibandingkan dengan nilai F dari daftar ternyata kedua-duanya sangat
signifikan. Efek interaksi ternyata sangat nyata.
Ketika melakukan ANAVA untuk desain faktorial di atas, kita
tidak memperdulikan adanya kenyataan bahwa satu faktor kualitatif dan
satu lagi kuantitatif. Karena pengujian telah menghasilkan efek nyata
(malahan sangat nyata) dari waktu dan pupuk terhadap hasil panen,
timbul pertanyaan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai, misalnya:
bagaimana hasil panen berubah-ubah menurut pupuk atau waktu.
Malahan, karena waktu bertaraf kuantitatif dan pula berinterval sama,
kita bisa menyelidiki lagi bagaimana hasil panen berubah-ubah
disebabkan adanya efek linier, kuadratik atau kubik yang mungkin ada
bagi faktor waktu yang diberikan. (untuk faktor yang bertaraf kualitataif,
efek regresi ini jelas tidak ada).
Sekarang kita lihat, apakah ada efek regresi untuk waktu yang
bertaraf kuantitatif itu terhadap hasil produksi. Untuk ini kita gunakan
polinomial ortogonal. Dengan k = 4, dari Daftar F diperoleh koefisien-
koefisien sebagai berikut:

------- 119 ------


Skala Waktu
Polinomial Ʃξ2i Λ
1 2 3 4
Linier ‒3 ‒1 1 3 20 2
Kuadratik 1 ‒1 ‒1 1 4 1
Kubik ‒1 3 ‒3 1 20 10/3
Jojo ‒6 23 47 83

Baris terakhir dalam daftar di atas merupakan jumlah nilai


pengamatan untuk tiap taraf waktu, yang dicantumkan guna kemudahan
analisis. Dengan menggunakan cara yang telah dijelaskan dalam Bagian
7.4 bab ini kita peroleh:
{(−3x − 6) + (−1x23) + (1x47) + (3x83)}2
JK�(linier) ��������� =
12x20
= 352,84
{(1x − 6) + (1x23) + (−1x47) + (1x83)}2
JK�(kuadratik) =
12x4
= 1,02
{(−1x − 6) + (3x23) + (−3x47) + (1x83)}2
JK�(kubik) �������� =
12x20
= 1,20
(Catatan: Jika ketiga JK ini dijumlahkan, maka dihasilkan JK (waktu)
= 355,06)
Selain daripada efek regresi di atas mungkin saja masih ada
interaksi antara efek linier waktu dengan pupuk, efek kuadratik periode
dengan pupuk dan efek kubik waktu dengan kelompok. Ini berarti masih
perlu dicari jumlah kuadrat-kuadrat untuk WL x P, WD x P dan WT x P, di
mana indeks L menyatakan linier, indeks D menyatakan pangkat dua
(kuadratik) dan indeks T berarti pangkat tiga atau kubik. Untuk
menghitung jumlah kuadrat-kuadrat yang bersangkutan, maka perlu
diperhatikan efek setiap regresi pada tiap taraf Waktu Koefisien-
koefisien ortogonal polinomial dan jumlah nilai pengamatan untuk tiap
taraf kelompok yang diperlukan untuk perhitungan diberikan di bawah
ini.

------- 120 ------


Skala Waktu
Polinomial Ʃξ2i λ
1 2 3 4
Linier ‒3 ‒1 1 3 20 2
Kuadratik 1 ‒1 ‒1 1 4 1
Kubik ‒1 3 ‒3 1 20 10/3
J1jo 13 17 25 46
J2jo ‒5 3 11 20
J3jo ‒14 3 11 17

Tiga baris terakhir dalam daftar di atas berisikan jumlah nilai


pengamatan tiap sel dari data yang dalam Daftar VII (9) dituliskan dalam
tanda kurung.
Untuk menentukan JK (WL x P) perlu dihitung dulu pengaruh polinomial
linier terhadap tiap kelompok dengan jalan mengalikan setiap koefisien
ortogonal (untuk bentuk linier) dengan jumlah sel yang bersesuaian.
Akan diperoleh harga-harga untuk:
K1 : (‒3x13) + (‒1x17) + (1x25) + (3x46) = 107
K2 : (‒3x‒5) + (‒1x3) + (1x11) + (3x20) = 83
K3 : (‒3x‒14) + (‒1x3) + (1x11) + (3x17) = 101
Jumlah = 291
(107)2 + (83)2 + (101)2 (291)2
JK�(WL �x�P) ����� = − = 3,90
4x20 12x20
JK (WD x K) ditentukan dengan jalan yang sama, hanya sekarang kita
harus bekerja dengan koefisien-koefisien ortogonal untuk bentuk
kuadratik. Kita peroleh untuk:
K1 : (1x13) + (‒1x17) + (‒1x25) + (1x46) = 17
K2 : (1x‒5) + (‒1x3) + (‒1x11) + (1x20) = 1
K3 : (1x‒14) + (‒1x3) + (‒1x11) + (1x17) = ‒11
Jumlah = 7
(17)2 + (1)2 + (−11)2 (7)2
JK�(PD �x�K) ����� = − = 24,66
4x4 12x4

------- 121 ------


Dengan jalan yang sama, JK (WT x P) dapat dihitung dan untuk ini
digunakan koefisien-koefisien bentuk kubik. Terlebih dahulu kita
perlukan harga-harga untuk:
K1 : (‒1x13) + (3x17) + (‒3x25) + (1x46) = 9
K2 : (‒1x‒1) + (3x3) + (‒3x11) + (1x20) = 1
K3 : (‒1x‒14) + (3x3) + (‒3x11) + (1x17) = 7
Jumlah = 17
2 2 2 2
(9) + (1) + (7) (17)
JK�(PT �x�K) ����� = − = 0,44
4x20 12x20

Perlu diperhatikan bahwa jumlah ketiga JK ini harus sama dengan JK


(interaksi KP) = 29,00 seperti yang tercantum pada tabel 7 (10).
Semua hasil perhitungan di atas, dengan harga-harga yang didapat
dalam Daftar VII (10), dapat kita susun dalam sebuah daftar ANAVA
berikut:

Tabel 7 (12) Anava Hasil Produksi Untuk tabel 7 (10)


Sumber Variasi dk JK RJK
Rata-rata 1 450,19 ‒
Waktu W 3 355,06 118,35
linier 1 352,84 352,84
kuadratik 1 1,02 1,02
kubik 1 1,20 1,20
Pupuk P 2 258,00 129,00
Interaksi WP 6 29,00 4,83
P x WL 2 3,90 1,95
P x WD 2 24,66 12,33
Kx WT 2 0,44 0,22
Kekeliruan 36 304,75 8,47
Jumlah 48 1.397 ‒

Ternyata, bahwa kecuali terdapat efek sangat nyata mengenai


Pencampuran Pupuk dan Waktu Pencampuran, efek linier sangat nyata..
Tentu saja, jika kita ingin membuat prediksi hasil panen berdasarkan
waktu pencampuran , persamaan regresinya perlu ditentukan. Untuk itu,
kita perlu harga-harga:

------- 122 ------


147
̅ooo =
Ao = Y = 3,06
48
(−3x − 6) + (−1x23) + (1x47) + (3x83)
A1 = = 1,21
12x20
ξo = 1�dan�ξ1 = 2u�(untuk�λ1 = 2)
Sehingga persamaan regresi linier dalam u adalah
Yu = 3,06 + 2,42 u
dan jika ditulis dalam waktu pencampuran (dinyatakan dengan X) tinggal
X−105
mensubstitusikan u = 10
ke dalam persamaan di atas dan kemudian ditambah 75. Kita peroleh:
Yx = 52,65 +0,242 X
Dari persamaan terakhir ini, prediksi untuk rata-rata hasil panen apabila
waktu X = 90, 100, 110, 120 diketahui, dapat ditentukan. Bersama
dengan rata-rata hasil panen tiap waktu berdasarkan data yang diberikan
dalam Tabel 7 (9) kita peroleh perbandingan di bawah ini.
X Yx ̅
Y
90 74,43 74,50 Kolom kedua dan ketiga
100 76,85 76,92 memperlihatkan
110 79,27 78,92 pendekatan hasil yang baik
120 81,69 81,92 sekali

7.6. KEDUA FAKTOR KUANTITATIF


Kita akhiri bab ini dengan membicarakan tentang analisis faktorial
yang terdiri atas dua faktor yang kedua-duanya kuantitatif dan berinterval
sama. Hal ini akan merupakan perluasan dari semua yang dibicarakan
dalam bagian sebelumnya. Setiap faktor dapat kita lakukan pemecahan
menjadi bagian-bagian yang memperlihatkan adanya efek-efek linier,
kuadratik, kubik, dan seterusnya. Pemecahan demikian akan
mengakibatkan kita untuk dapat mempelajari semua kombinasi daripada
interaksi antar faktor dalam setiap bentuk regresi. Jadi bukan saja dapat
mempelajari efek-efek regresi tersendiri untuk tiap faktor, tetapi juga
masalah efek-efek dikarenakan interaksi linier dengan linier, linier
dengan kuadratik, linier dengan kubik, kuadratik dengan kuadratik,
kuadratik dengan kubik, dan seterusnya.
Dengan menggunakan uji F berdasarkan ANAVA, kita dapat
menentukan taraf mana saja (termasuk kombinasinya) di antara faktor

------- 123 ------


atau faktor-faktor yang memberikan sumbangan nyata terhadap nilai-
nilai variabel respon.
Untuk jelasnya, kita ambil contoh suatu studi mengenai efek dua
macam faktor A dan faktor B terhadap respon Y. Faktor A bertaraf
kuantitatif dengan skala: 5, 10, 15, 20 sedangkan faktor B juga bertaraf
kuantitatif dengan skala: 0, 5, 10, 15. Respon Y diukur dengan alat ukur
tertentu sebagai hasil perlakuan faktor-faktor A dan B. Dalam
eksperimen ini, keseluruhannya telah menggunakan 48 unit eksperimen
yang penentuannya telah dilakukan secara acak sempurna. Dengan
demikian, dalam tiap sel (kombinasi antar faktor bagi tiap taraf) telah
dilakukan replikasi sebanyak 3 kali terhadap unit eksperimen yang
berbeda. Eksperimen dengan desain faktorial 4x4 ini, karenanya akan
mempunyai model:
Yijk = u +Ai + Bj +ABij + ϵk(ij)
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3, 4
k = 1, 2, 3

dengan huruf-huruf yang digunakan sebagaimana ditafsirkan secara


umum dalam Baigan 5.2 Bab V. Misalkanlah pengamatan terhadap
respon Y menghasilkan data berikut:

Tabel 7 (13) Hasil produksi karena perlakuan Pemberian Pupuk A


dan Insektisida B
FAKTOR B

0 5 10 18

20 98 81 100
FAKTOR A

5 30 128 44 84
29 67 77 63

26 35 53 90
10 16 80 93 103
22 29 59 98

------- 124 ------


17 68 103 80
15 18 49 59 91
11 61 128 77

31 68 87 113
20 38 74 116 86
21 47 90 81
Sumber: Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, 2017 (dimodif)

Seperti dikatakan dalam bagian yang lalu, mula-mula terhadap


data di atas kita lakukan analisis dengan tidak memperdulikan jenis
faktor. Untuk keperluan tersebut data di atas perlu dilengkapi dengan
harga-harga yang digunakan dalam perhitungan jumlah kuadrat-kuadrat.
Hasilnya diberikan dalam tabel berikut.

Tabel 7 (14) Data yang diperlukan untuk anava dari tabel 7 (12)
FAKTOR B
FAKTOR A Jojo
0 5 10 15
(B1) (B2) (B3) (B4)
20 98 81 100
5 30 128 44 84
(A1) 29 67 77 63
(79) (293) (202) (247) 821

26 35 53 90
10 16 80 93 103
(A2) 22 29 59 89
(64) (144) (205) (291) 704

17 68 103 80
15 18 49 59 91
(A3) 11 61 128 77
(46) (178) (289) (248) 761

20 31 68 87 133
(A4) 38 74 116 86
852
21 47 90 81

------- 125 ------


(90) (189) (293) (280)

Jioo 279 804 989 1.066 Jooo=3.138

Bilangan dalam tanda kurung menyatakan jumlah nilai pengamatan


dalam tiap sel.

Untuk keperluan ANAVA, maka perlu dihitung:


ΣY ���� = (20)2 + (30)2 + (29)2 + ⋯ + (113)2 + (86)2 + (81)2
2

= 254.656
R y ������� = (3.138)2 /(48) = 205.146,75
Ay ������� = JK�(faktor�A)
(821)2 + (704)2 + (761)2 + (852)2
= − 205.146,75
12
= 1.076,75
By ������� = JK�(faktor�B)
(279)2 + (804)2 + (989)2 + (1.066)2
= − 205.146,75
12
= 31.414,42
1
Jab ������� = {(79)2 + (64)2 + ⋯ + (248)2 + (280)2 } − 205.146,75
3
= 38.965,25
ABy ���� = JK�(interaksi�antara�A�dan�B)
= 38.965,25 − 1.076,75 − 31.414,42
= 6.474,08
Ey ������� = 254.656 − 205.146,75 − 107,5 − 31.414,42 − 6.474,08
= 10.544,00

------- 126 ------


Semua hasil di atas memberikan daftar ANAVA berikut:
Tabel 7 (14) Anava Respon Y Karena Faktor A dan B
(Untuk Data pada tabel 7 (12)
Sumber Variasi dk JK RJK F

Faktor A 3 1.076,75 358,92 1,09


Faktor B 3 31.414,42 10.471,47 31,78
Interaksi AB 9 6.474,08 719,34 2,18
Kekeliruan 32 10.544,00 329,50
Jumlah 47 49.509,25 ‒ ‒

Catatan : Karena terhadap sumber variasi rata-rata tidak pernah


dilakukan pengujian, maka dalam tabel di atas baris rata-rata
tidak dicantumkan. Akibatnya, derajat kebebasan untuk
jumlah berkurang dengan satu dan JK (jumlah) berkurang
dengan Ry.

Analisis permulaan memperlihatkan bahwa faktor B mempunyai


pengaruh yang sangat kuat terhadap respon Y. Faktor A dan interaksi
antara A dan B tidak memperlihatkan pengaruh nyata terhadap terjadinya
respon Y.
Sekarang kita lanjutkan analisis data di atas dengan memecahkan
efek tiap faktor ke dalam efek-efek berbentuk linier, kuadratik dan kubik.
Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua faktor bertaraf kuantitatif dan
berinterval sama. Karena kedua faktor masing-masing bertaraf empat,
jadi untuk k = 4, dari Daftar F kita peroleh koefisien-koefisien yang
diperlukan sebagai berikut:

Skala Faktor
Polinomial Ʃξ2i λ
1 2 3 4
linier ‒3 ‒1 1 3 20 2
kuadratik 1 ‒1 ‒1 1 4 1
kubik ‒1 3 ‒3 1 20 10/3

------- 127 ------


Jika kita gunakan koefisien-koefisien ini terhadap jumlah-jumlah
untuk tiap tiap taraf faktor A dan faktor B yang bersesuaian, kita peroleh:
{−3(821) − 1(704) + 1(761) + 3(852)}2
JK�(AL ) � = = 93,75
12x20
2
{1(821) − 1(704) − 1(761) + 1(852)}
JK�(AD ) � = = 901,33
12x4
{−1(821) + 3(704) − 3(761) + 1(852)}2
JK�(AT ) � = = 81,67
12x20
2
{−3(279) − 1(804) + 1(989) + 3(1.066)}
JK�(BL ) � = = 27.088,82
12x20
2
{1(279) − 1(804) − 1(989) + 1(1.066)}
JK�(BD ) � = = 4.181,33
12x4
{1(279) + 3(804) − 3(989) + 1(1.066)}2
JK�(BT ) � = = 224,27
12x20
JK (AL) + JK (AD) + JK (AT) = JK (A) = 1.076,75
JK (BL) + JK (BD) + JK (BT) = JK (B) = 31.414,42.
Setiap macam efek regresi di atas (linier, kuadratik, kubik) untuk tiap
faktor, dapat diuji untuk mengetahui ada atau tidak adanya kontribusi
terhadap respon Y. Derajat kebebasan tiap efek masing-masing sama
dengan satu.
Analisis ini masih dapat dilanjutkan untuk mengetahui apakah ada
atau tidak ada pengaruh yang nyata dari interaksi tiap macam bentuk
regresi. Ini mengarahkan kita agar supaya interaksi A x B dengan derajat
kebebasan 9, dipecah menjadi komponen-komponen:

AL x BL AL x BD AL x BT
AD x BL AD x BD AD x BT
AT x BL AT x BD AT x BT
Seluruhnya ada 9 komponen yang masing-masing memiliki dk = 1.
Marilah sekarang kita hitung jumlah kuadrat-kuadrat (JK) tiap-tiap
komponen.

Perhitungan JK (AL x BL):


Buatlah daftar yang banyak barisnya sama dengan banyak skala
tiap faktor. Harga-harga koefisien untuk polinomial linier yakni ‒3, ‒1,
1, 3, yang didapat dari Daftar F, dicantumkan pada baris dan kolom yang
bersesuaian. Lihat daftar di bawah ini.

------- 128 ------


A B (linier)
(linier) ‒3 ‒1 1 3

9 3 ‒3 ‒9
‒3
79 293 202 247

3 1 ‒1 ‒3
‒3
64 144 205 291

‒3 ‒1 1 3
‒3
46 178 289 248

‒9 ‒3 3 9
‒3
90 189 293 280

Tiap sel dalam badan daftar berisikan dua bilangan. Di sudut kiri
atas merupakan hasil kali koefisien ortogonal yang terdapat di sebelah
kiri dan atas sel yang bersangkutan. Bilangan yang di sudut kanan bawah
tiada lain daripada jumlah nilai respon dalam tiap sel kombinasi yang di
dalam Daftar VII (13) telah dicantumkan di antara tanda kurung. Jika
kedua bilangan tersebut dikalikan kemudian dijumlahkan, kita peroleh
kontras:
AL x BL = 9(79) + 3(64) ‒ 3(46) ‒ 9(90) + 3(29) + 1(44) ‒ 1(178) ‒
3(189) ‒ 3(202) ‒ 1(205) + 1(289) +3(293) ‒ 9(247) ‒
3(291) +3(248) + 9(280)
= 758
(758)2
JK(AL x�BL ) =
3(92 + 32 + (−3)2 + � … + � 32 + 92 )
�= 478,80

Perhitungan JK (𝐀�耼�𝐱 𝐁𝐋 ):
Bentuk daftar seperti di atas, hanya sekarang koefisien ortogonal
bentuk linier untuk faktor B harus diganti oleh koefisien ortogonal
bentuk kuadratik, ialah: 1, ‒1, ‒1, 1. Koefisien untuk faktor A masih

------- 129 ------


tetap ‒3, ‒1, 1, 3 karena untuk ini kita masih menggunakan bentuk linier.
Jumlah nilai pengamatan dalam tiap sel kombinasi masih tetap sama
seperti di atas. Hasilnya ternyata sebagai berikut:
A B (linier)
(linier) 1 ‒1 ‒1 1

‒3 3 3 ‒3
‒3
79 293 202 247

‒1 1 1 ‒1
‒1
64 144 205 291

1 ‒1 ‒1 1
1
46 178 289 248

3 ‒3 ‒3 3
3
90 189 293 280

Harga kontras AL x BD adalah


= ‒3(79) ‒ 1(64) + ... + 1(248) + 3(280)
= ‒8

Jumlah kuadrat-kuadrat kontras = (‒3)2 + (1)2 + (1)2 + ... + (1)2 + (3)2


= 80
(−8)2
JK�(AL x�BD ) = = 0,27
3�x�80

Perhitungan JK (𝐀 𝐋 𝐱�𝐁𝐓 ):
Dalam daftar seperti di atas, koefisien ortogonal untuk B diganti
dengan koefisien kubik, ialah: ‒1, 3, ‒3, 1. Karena jumlah nilai
pengamatan dalam tiap sel selalu sama seperti dengan yang sudah-sudah,
untuk menyingkat penulisan, tidak lagi jumlah-jumlah tersebut
dicantumkan di dalam daftar. Jadi untuk selanjutnya daftar yang dibuat
hanyalah berisikan koefisien-koefisien kontras.

------- 130 ------


A B (kubik)
(linier) ‒1 3 ‒3 1

‒3 3 ‒9 9 ‒3
Jumlah kuadrat-kuadrat
‒1 3 ‒3 3 ‒1 koefisien kontras = 400

1 ‒1 3 ‒3 1

3 ‒3 9 ‒9 3
Nilai kontras AL x BT = 3(79)) + 1(64) + ... + 1(248) + 3(280)
= 1.864
(−1.864)2
JK�(AL x�BT ) = = 2.895,41
3�x�400

Perhitungan JK (AD x BL):


Koefisien-koefisien yang diperlukan tercantum di dalam daftar di
bawah ini:
A B (linier)
(kuad) ‒3 ‒1 1 3

1 ‒3 ‒1 1 3
Jumlah kuadrat-kuadrat
‒1 3 1 ‒1 ‒3 koefisien kontras = 80

‒1 3 1 ‒1 ‒3

1 ‒3 ‒1 1 3

Nilai kontras AD x BL = ‒3(79) + 3(64) +...+ (‒3)(248) + 3(280)


= ‒372
(−372)2
JK�(AD x�BL ) = = 576,60
3�x�80

------- 131 ------


Perhitungan JK (AD x BD):
Koefisien-koefisien yang perlu adalah seperti di bawah ini:
A B (kuadratik)
(kuad) 1 ‒1 ‒1 1

1 1 ‒1 ‒1 1
Jumlah kuadrat-kuadrat
‒1 ‒1 1 1 ‒1 koefisien kontras = 16

‒1 ‒1 1 1 ‒1

1 1 ‒1 ‒1 1

Nilai kontras AD x BD = 1(79) ‒ 1(64) +...+ (‒1)(248) + 1(280)


= ‒144
(−144)2
JK�(AD x�BD ) = = 270,75
3�x�16

Perhitungan JK (AD x BT):


Koefisien-koefisien dalam sel adalah seperti berikut:
A B (kubik)
(kuad) 1 ‒1 ‒1 1

1 ‒1 3 ‒3 +1
Jumlah kuadrat-kuadrat
‒1 1 ‒3 3 ‒1 koefisien kontras = 80

‒1 1 ‒3 3 ‒1

1 ‒1 3 ‒3 +1

Nilai kontras AD x BT = ‒1(79) + 1(64) +...+ 1(248) + 1(280)


= 406

------- 132 ------


(406)2
JK�(AD x�BT ) = = 686,82
3�x�80

Perhitungan JK (AT x BL):


Koefisien-koefisien yang perlu adalah:
A B (linier)
(kubik) ‒3 ‒1 1 3

‒1 3 1 ‒1 ‒3
Jumlah kuadrat-kuadrat
3 ‒9 ‒3 3 9 koefisien kontras = 400

‒3 9 3 ‒3 ‒9

1 3 ‒1 1 3

Nilai kontras AT x BL = 3(79) ‒ 9(64) +...+ (‒ 9)(248) + 3(280)


= 336
(336)2
JK�(AT x�BL ) = = 94,08
3�x�400
Perhitungan JK (AT x BD):
Koefisien-koefisien yang membentuk kontras adalah:
A B (kuadratik)
(kubik) 1 ‒1 ‒1 1

‒1 ‒1 1 1 ‒1
Jumlah kuadrat-kuadrat
3 3 ‒3 ‒3 3 koefisien kontras = 80

‒3 ‒3 3 3 ‒3

1 1 ‒1 ‒1 1

Nilai kontras AT x BD = ‒1(79) + 3(64) +...+ (‒3)(248) + 1(280)


= 594

------- 133 ------


(594)2
JK�(AT x�BD ) = = 1.470,15
3�x�80

Perhitungan JK (AT x BT):


Koefisien-koefisien yang membentuk kontras adalah:
A B (kubik)
(kubik) ‒1 3 ‒3 1

‒1 1 ‒3 ‒3 ‒1
Jumlah kuadrat-kuadrat
3 ‒3 9 ‒9 3 koefisien kontras = 400

‒3 3 ‒9 9 ‒3

1 ‒1 3 ‒3 1

Nilai kontras AT x BT = 1(79) ‒ 3(64) +...+ (‒3)(248) + 1(280)


= ‒38
(−38)2
JK�(AT x�BT ) = = 1,20
3�x�400

Semua hasil perhitungan di atas, bersama pula dengan hasil dalam


Daftar VII (14), dapat disusun dalam sebuha daftar ANAVA yang
lengkap. Hasilnya seperti tertera dalam Daftar VII (15).

------- 134 ------


Tabel 7 (15) Anava Untuk Reson Karena Faktor A & Faktor
Sumber Variasi dk JK RJK F

1.076,75
Faktor A 3
A lin 1 93,75 93,75 0,28
A kuad 1 901,33 901,33 2,74
A kub 1 81,67 81,67 0,25
31.414,42
Faktor B 3
B lin 1 27.008,82 27.008,82 81,97
B kuad 1 4.181,33 4.181,33 12,69
B kub 1 224,27 224,27 0,68
6.474,08
Interaksi AxB 9
AL x B L 1 478,80 478,80 1,45
AL x B D 1 0,27 0,27 0,00
AL x B T 1 2.895,41 2.895,41 8,79
AD x BL 1 576,60 576,60 1,75
AD x BD 1 270,75 270,75 0,82
AD x BT 1 686,82 686,82 2,08
AT x BL 1 94,08 94,08 0,29
AT x BD 1 1.470,15 1.470,15 4,46
AT x BT 1 1,20 1,20 0,00
Kekeliruan 32 329,50
10.544,00
Jumlah 47 49.509,25

Dengan menggunakan uji F dan membandingkan dengan harga-


harga F dari Daftar D, nampak bahwa terdapat pengaruh nyata faktor
interaksi AT x BD, pengaruh sangat nyata dari faktor B yang berbentuk
linier dan kuadratik dan pengaruh sangat nyata dari faktor ineraksi AL x
BT.
Meskipun tidak terdapat pengaruh nyata faktor A terhadap respon
Y, akan tetapi ada pengaruh sangat nyata sebagai akibat interaksi antara
komponen pangkat tiga faktor B dengan komponen linier faktor A. Ini
dapat ditafsirkan bahwa perubahan linier dalam faktor A mengakibatkan
trend berbentuk kubik yang berbeda-beda disebabkan karena faktor B.
Demikian pula kita masih mempunyai efek nyata sebagai akibat interaksi
antra komponen kubik faktor A dengan komponen kuadratik faktor B.

------- 135 ------


Berarti bahwa perubahan kuadratik dalam faktor B menghasilkan trend-
trend kubik yang berlainan dikarenakan faktor A.
Analisis yang telah dijelaskan, dengan mudah dapat diperluas
untuk analisis desain faktorial berorder lebih tinggi, apabila sebuah atau
lebih daripada faktor bertaraf kuantitatif. Analisis akan lebih mudah
apabila nilai-nilai kuantitatif berinterval sama.
Meskipun pada dasarnya kita dapat melakukan perhitungan semua
jumlah kuadrat-kuadrat untuk semua faktor termasuk interaksinya,
namun dalam penafsirannya akan menghadapi kesulitan apabila kita
sudah terlibat dalam interaksi polinomial berorder tinggi. Karenanya,
dalam praktek sering cukup di analisis hanya sampai dengan interaksi
antara linier dengan kuadratik. Sisanya sering dimasukkan saja ke dalam
bagian yang disebut interaksi residual.

------- 136 ------


Daftar Pustaka
1. Nelly Budiharti dan ING Wardana, 2018 , Analisis of
Variety and Planting Time of Indonesian Soybean towards
The ProductionResult to Meet The Demand
International Journal of Mechanical Engineering and
Technology (IJMET) Volume 9, Issue 8, August 2018, pp.
1022–1028, Article ID: IJMET_09_08_111

2. Nelly Budiharti dan ING Wardana, 2018, Analisa Variansi


Jenis Bibit Kedelai Indonedsia Dan Lokasi Tanam Terhadap
Hasil produksi Untuk Memenuhi Permintaan, Conference on
Innovation and Application of Science and Technology
(CIASTECH 2018) Universitas Widyagama Malang, 12
September 2018, ISSN Cetak : 2622-1276 ISSN Online :
2622-1284

3. Nelly Budiharti dan ING Wardana, 2018, The use of


indonesian soybean variety with time and planting location
to the production to meet the demand, MATEC Web of
Conferences 204, 03005 (2018)
https://doi.org/10.1051/matecconf/201820403005 IMIEC
2018

4. Nelly Budiharti dan ING Wardana, 2018, Verifikasi Model


Strategi Persediaan Kedelai Produksi Dalam negeri Guna
Mencapai Swasembda, Laporan Hiba Pasca Doktor, 2018

5. Sudjana, 2017, Desain dan Analisis Eksperimen, Tarsito


Bandung, library.um.ac.id

------- 137 ------

Anda mungkin juga menyukai